Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKHLAK-AKHLAK KEPADA KELUARGA DAN AKHLAK-AKHLAK KEPADA


TETANGGA

Dosen

Faqih El Wafa

Anggota Kelompok 7

Moch Reza Fahlevi : 17.63.0802

Reza Ramadhan :

Yuliyanti : 17.63.0580

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

(UNISKA MAB)

FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

POROGRAM STUDI AGAMA ISLAM

BANJARMASIN

2017
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan rasa syukur kepada Allah swt atas segala karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan
besar kita Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari zaman kejahiliyahan menuju
zaman ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia cerdas dan berwawasan luas. Dalam
penyelesaian makalah ini kami mengalami banyak kesulitan, karena keterbatasan ilmu yang
kami miliki. Namun karena berkat dari bantuan dan usaha dari beberapa pihak, makalah ini
dapat terselesaikan meski masih banyak terdapat kekurangan ucapan terima kasih kami
kepada dosen pembimbing bapak Faqih El Wafa. Atas saran dan dorongan sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik. Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari
pembaca tetap tersalurkan kepada kami, dan semoga makalh ini dapat memberi
manfaat,sehingga menjadi panutan ilmu pengetahuan. Aamiin

Banjarmasin, 12 Oktober 2017

Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai sang khalik, Allah SWT dengan sangat sempurna menciptakan makhluk-
makhluknya tersebut, bahkan di antara mereka memiliki ketergantungan dan saling
membutuhkan satu sama lain. Begitulah semua makhluk yang diciptakan sang khalik,
semuanya harus berjalan sesuai dengan peraturan-Nya, sedikit saja berani keluar dari
aturan-Nya maka malapetaka bisa menghampirinya.
Semua itu menunjukan kuasa Allah SWT dalam menetapkan perhitungan dan mengatur
sistem alam raya, sekaligus membuktikan pula anugerah-Nya yang sangat besar bagi
umat manusia dan seluruh makhluk. Keteraturan sistem alam raya tersebut harus
terimplementasi sampai ke sistem yang paling kecil, keluarga misalnya. Sebuah keluarga
tidak dapat hidup dengan tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan
disiplin yang tinggi. Kepincangan dalam peraturan mengakibatkan kepincangan dalam
kehidupan yang lebih luas. Dengan demikian, wajib hukumnya setiap makhluk untuk
mengikuti seluruh aturan yang telah ditetapkan sang khalik dalam rangka menjaga
kehidupan yang utuh dan penuh keteraturan. Begitu pula dengan tetangga. Kita sebagai
manusia adalah makhluk sosial yang artinya tidah dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Sehingga perlu bagi kita menempatkan diri sebagai manusia yang berakhlak di tengah
kehidupan bermasyarakat.
Akhlak adalah identitas seorang muslim tentang bagaimana sifat yang dapat
ditunjukankepada orang lain sebagaimana cerminan diri dari apa yang telah diajarkan na
besar kita Muhammad saw. Apalagi di era globalisasi ini indonesia telah dijajah oleh
kebudayaan barat sehingga wajib bagi kita untuk mempelajari bagaiman akhlak yang
telah diajarkan semestinya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas dapat dirumuskan
sejumlah permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu akhlak?
2. Bagaimana cara berakhlak kepada keluarga?
3. Bagaimana cara berakhlak kepada tetangga?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah agama
islam juga agar mahasiswa tahu bagaimana akhlak terhadap keluarga dan akhlak
terhadap tetangga serta mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-harinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak

Disebutkan bahwa akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqomahan seseorang
dalam menjalankan ibadah baca istiqomah dalam islam dan cara agar tetap istiqomah
dijalan Allah. Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik secara bahasa
maupun secara istilah. Selain itu ada beberapa ulama yang juga menjabarkan pengertian
akhlak sebagaimana ibnu Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa
atau sifat seseorang yang medorong melakukan sesuatu tanpa perlu
mempertimbangkannya terlebih dahulu.

 Secara bahasa Kata akhlak secara bahasa verasal dari bahasa Arab “Al
Khulk” yang diartikan sebagai perangai, tabiat. Budi pekerti, dan sifat
seseorang. Jadi akhlak seseorang diartikan sebagai budi pekerti yang dimiliki
oleh seseorang terkait dengan sifat-sifat yang ada pada dirinya.
 Secara istilah Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam islam diartikan
sebagai sifat atau perangai seseorang yang telah melekat dan biasanya akan
tercermin dari perilaku orang tersebut. Seseorang yang mmeiliki sifat baik
biasanya akan memiliki perangai atau akhlak yang baik juga dan sebaliknya
seseorang yang memiliki perangai yang tidak baik cenderung memiliki akhlak
yang tercela. Kata akhlak disebutkan dalam firman Allah pada ayat berikut ini

َ ِ‫إِنَّا أَ ْخلَصْ نَاهُ ْم بِخَال‬


ِ ‫ص ٍة ِذ ْك َرى ال َّد‬
‫ار‬

Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka)


akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.(QS Shad :
46)

Keutamaan Akhlak Dalam Islam

Telah disebutkan sebelumnya pengertian tentang akhlak dan sebagai umat muslim kita tahu
bahwa akhlak memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam. Beberapa keutamaan
mmeiliki akhlak yang terpuji antara lain

 Berat timbangannya diakhirat

Seseorang yang memiliki akhlak terpuji disebutkan dalam hadits bahwa ia akan memiliki
timbangan yang berat kelak dihari akhir atau kiamat dimana semua amal manusia akan
ditimbang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut
Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada
akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat
orang yang berpuasa dan shalat.  [HR Tirmidzi ]

 Dicintai Rasul SAW

Rasul SAW diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia didunia. Dan
tentu saja Rasul SAW sendiri mencintai manusia yang mmeiliki akhlak yang baik. Dari Jabir
RA; Rasulullah SAW  bersabda:

Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling dekat tempatnya dariku di
hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya, dan yang paling aku benci dari kalian dan
yan paling jauh tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang banyak bicara, angkuh dalam
berbicara, dan sombong. [Sunan Tirmidzi: Sahih]

 Memiliki kedudukan yang tinggi

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa seseorang yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang
mulia memiliki kedudukan yang tinggi diakhirat kelak. Rasul SAW bersabda

“Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan)
yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir
dari ujub (rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah.
Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada
kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara’ yang lebih baik dari
menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih
mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat
malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)

 Dijamin rumah disurga

Memiliki akhlak yang mulia sangat penting bagi seorang muslim dan keutamaan memiliki
akhlak mulia sangatlah besar. Dalamsebuah hadits disebutkan bahwa Rasul menjamin
seseorang sebuah rumah disurga apabila ia memiliki akhlak yang mulia. Dari Abu Umamah
ra; Rasulullah SAW  bersabda:

Saya menjamin sebuah rumah tepi surga bagi orang meninggalkan debat sekalipun ia benar,
dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang tidak berbohong sekalipun hanya
bergurau, dan rumah di atas surga bagi orang yang mulia akhlaknya. [HR Abu Daud ]

B. Akhlak Terhadap Keluarga


Sikap keteraturan yang ditampakkan oleh Allah SWT dalam mengelola alam semesta
serta keteraturan yang harus dimunculkan ketika beribadah harus terimplementasi
dalam kehidupan berkeluarga. Seorang kepala keluarga berkewajiban mengatur dan
mengelola sistem yang akan diberlakukan di dalam keluarganya tersebut. Sistem yang
dibangun tersebut seyogyanya mengakomodasi kepentingan-kepentingan anggota
keluarganya secara keseluruhan, dan sebagai konsekwensinya seluruh anggota harus
mempunyai komitmen untuk tidak keluar dari peraturan yang disepakati, sehingga
dengan demikian diharapkan terjadi keharmonisan di antara anggota keluarga
tersebut.
Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga tersebut
diantaranya:
1. Tanggung jawab
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa keluarga – sebagaimana halnya bangsa
– tidak dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali dan disiplin
yang tinggi. Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan
kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah sebuah tanggung jawab, demikian juga
memimpin bangsa. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan
setiap kamu akan dituntut pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Tanggung jawab itu pun idealnya harus ditunjang dengan kemampuan di berbagai
bidang termasuk kemampuan leadership (kepemimpinan), dan disadari ataupun tidak,
sikap bertanggung jawab ini akan menjadi contoh atau tauladan bagi anggota keluarga
yang lain, karena sikap bertanggung jawab ini tidak hanya dibutuhkan oleh sang
pemimpin tapi juga harus menjadi karakter setiap anggota keluarga, bahkan seluruh
anggota masyarakat dan bangsa.
2. Kerjasama
Dalam konteks yang lebih besar, kepemimpinan suatu bangsa misalnya tidak mungkin
mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah tidak searah dengan
kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap daerah itu sendiri pun tidak akan
berjalan mulus jika bertentangan dengan kepemimpinan atau langkah-langkah
keluarga, dan dalam lingkup yang lebih sederhana, kepemimpinan keluarga pun tentu
tidak akan berdaya jika tidak ditunjang kerjasama dari seluruh anggota keluarga itu
sendiri, dengan demikian keharmonisan serta keteraturan dalam sebuah keluarga akan
sukses jika didukung oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Dari keterkaitan-keterkaitan tersebut, terlihat jelas bahwa keteraturan yang di bangun
dalam keluarga yang bersifat mikro sangat berpengaruh terhadap keteraturan keluarga
dalam kontek makro, yaitu kehidupan berbangsa dan bernegara, dan jelaslah pula
bahwa keluarga merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa.
3. Perhitungan dan Keseimbangan
Kepemimpinan, betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang
tepat. Jangankan mengelola sebuah keluarga, mengurus satu penjamuan kecil pun
mengharuskan adanya perhitungan, keseimbangan dan keserasian antara jumlah
undangan, kapasitas ruangan, serta konsumsi dan waktu penyelenggaraan. Sangat
tidak baik jika kemampuan material seseorang atau kapasitas ruangan yang tersedia
hanya cukup untuk sepuluh orang misalnya sementara yang diundang seratus orang,
tindakan tersebut tentu mengabaikan keseimbangan . Pengaturan dan keseimbangan
dalam kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran Islam.
Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak dan tanggung jawab terhadap generasi
selanjutnya. Dalam al-Qur’an anak disebut sebagai “buah hati yang menyejukkan”,
serta “Hiasan kehidupan dunia”. Bagaimana mungkin mereka menjadi “buah hati”
dan “hiasan hidup” jika beban yang dipikul orang tuanya melebihi kemampuannya?
Bukankah kita dianjurkan untuk berdoa: “Ya Tuhan kami, janganlah bebani kami apa
yang tak sanggup kami pikul.
4. Disiplin
Keteraturan-keteraturan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada aspek
ibadah, ternyata berkorelasi dengan sikap kedisiplinan. Keteraturan waktu shalat
misalnya, membutuhkan sikap kedisiplinan bagi yang menjalankannya, tanpa
kedisiplinan, kebermaknaan shalat menjadi berkurang, bahkan bisa jadi hilang.
Begitupun ibadah-ibadah yang lain.
Dalam kehidupan berkeluarga, sikap kedisiplinan ini begitu penting. Untuk
mendapatkan kesejahteraan, seorang kepala keluarga perlu memiliki sikap disiplin
dalam mengatur waktu untuk bekerja, ibadah dan istirahat, demikian juga seorang
anak, untuk menggapai cita-citanya dia harus rela mendisiplinkan diri dan waktunya
untuk belajar, bermain, ibadah dan istirahat. Tanpa kedisiplinan, keteraturan hidup
susah tercapai.
5. Kasih sayang
Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam keluarga adalah
perasaan kasih sayang. Seorang ayah rela bekerja keras mencari nafkah tentu karena
kasih sayang terhadap anak dan istrinya, seorang ibu tanpa mengeluh dan tak kenal
lelah mengandung anaknya selama sembilan bulan, inipun dilandasi cinta dan kasih
sayang kepada sang jabang bayi, bahkan setelah sang anak lahir, dia pun rela
mengorbankan diri dan waktunya untuk membesarkan anaknya tersebut, serta masih
banyak lagi contoh keajaiban dari kekuatan besar yang dinamakan cinta yang
merupakan anugrah dari Allah SWT.
Sejatinya, kekuatan besar tersebut melandasi seluruh aspek kehidupan berkeluarga,
karena dengan cinta sesuatu yang berat akan terasa mudah. Dan sebaliknya, jika
seseorang hatinya kosong dari cinta atau maka orang tersebut akan cenderung bersifat
keras dan kasar, dan pada akhirnya bisa berakibat tidak baik bagi kelangsungan hidup
berkeluarga, seperti timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda:“Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang
tidak mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di
antara kami.”
Walaupun cinta dan kasih sayang ini adalah sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap
insan, tapi ternyata tidak semua orang mudah mendapatkannya, karena untuk
mendapatkannya diperlukan sebuah perjuangan. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah menjadikan kasih sayang di dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya
dari para hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba –Nya
yang suka mengasihi.”
Dengan demikian, perjuangan untuk mendapatkan kasih sayang-Nya adalah dengan
berusaha sekuat tenaga dan terus menerus memancarkan kasih sayang kepada-Nya
dan kepada sesama, karena semakin ia menyayangi atau mengasihi-Nya maka kasih
sayang-Nya akan semakin ia dapatkan.
Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak
Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari antara orang tua
dan anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh adanya tanggung jawab
yang benar sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan
atas dasar rasa cinta kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang orang tua
terhadap anaknya.
Tetapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan
akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk, karena anak
tidak mendapat suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh
suasana orang tuanya. Dan banyak lagi faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga
yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak. Di samping itu, banyak pula
pengalaman-pengalaman yang mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu
pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang terhadap anak, baik melalui
latihan-latihan atau pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan pribadi anak.
1. Contoh Tauladan
Suatu sikap keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif yang dilaksanakan oleh
orang tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses pendisiplinan diri anak sejak
dini, agar anak lekas terbiasa berbuat baik sesuai dengan aturan dan norma yang
ditetapkan di masyarakat berdasarkan kaidah yang berlaku orang tua yang dapat
memberi contoh tauladan yang baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang
mampu dan dapat membimbing anak-anaknya ke jalan yang baik sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Pembentukan Sikap
Ngalim Purwanto (1997:140), mengemukakan definisi sikap ialah “Suatu cara
bereaksi terhadap suatu perangsang” suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Untuk mengetahui
sejauh mana peranan sikap orang tua terhadap anak, maka akan diperinci setiap sikap
serta akibatnya yang dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian yang terbentuk, yaitu:
1) Sikap Terlalu Menyayangi Dan Melindungi Serta Memanjakan
2) Sikap Otoriter
3) Sikap Demokratis
Birrul Walidain
Birrul Wlidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru artinya kebajikan. Al-
walidain artinya dua orang tua atau ibu dan bapak. Birrul Walidain merupakan suatu
istilah yang berasal langsung dari Nabi Muhammad saw, yang berarti berbuat
kebajikan kepada kedua orang tua. Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-
Karim menggunakan istilah ihsan (wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat
dalam firman Allah SWT berikut ini:
‫وقضىربكاﻻتعبدوااﻻاياهوباالوالديناحسانا‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”(QS. Al-
Isra’ 23)
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada kedua
orang tua kita, Allah SWT berfirman:
‫ووصينااﻻنسانبوالديهحسنا‬
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu
bapaknya…”(QS. Al-Ankabut 8)
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua langsung
sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:
‫ووصينااﻻنسانبوالديهحملتهامهوهناعلىوهنوفصلهفىعاميناناشكرلىولوالديكالىالمصير‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman 14)
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT
berhubungan dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua. Rasulullah bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb (Allah)
ada pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi)
Bentuk-bentuk Birrul Waldain
1) Mengikuti keinginan dan saran orang tua
2) Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
3) Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil
4) Mendo’akan kedua orang tua
Demikianlah Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang
sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada salah satu atau keduanya juga
menempati posisi yang sangat hina. Secara khusus Allah mengingatkan betapa besar
jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat, dan
mendidik anaknya. Kemudian bapak walaupun tidak ikut mengandung, tetapi dia
berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan, dan
mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak
terbatas.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah wajar apabila seorang anak menghormati
dan menyanyangi kedua orang tua setelah cintanya kepada Allah SWT.

C. Akhlak Terhadap Tetangga


Yang dinamakan tetangga mencakup seorang muslim dan seorang kafir,
seorang ahli ibadah dan seorang fasik, teman dan musuh, orang asing dan orang
senegri, orang yang bisa memberi manfaat dan orang yang memberi madharat, orang
dekat dan orang jauh serta yang paling dekat dengan rumahnya dan paling jauh.
Ada beberapa pendapat tentang batasan tetangga : Al-Uza’i berpendapat :
‘Empat puluh rumah dari setiap arah’. Ibnu Syihab juga berpendapat demikian. Ali
bin Abi Thalib berkata : ‘Siapa saja yang mendengar panggilan, maka dia adalah
tetangga masjid’. Sekelompok manusia berkata :’Barangsiapa tinggal bersama
seseorang disuatu tempat atau kota, maka dia adalah tetangga.
Rasulullah Saw bersabda, "Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah sebaik-
baik manusia kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga adalah orang yang paling
baik terhadap tetangganya". (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi). Banyak cara dan kiat
untuk menjadi tetangga terbaik dan mendapatkan simpati dan cinta para tetangga,
serta merasakan tulus dan mulianya kasih sayang dari mereka.
Di antara adab-adab yang paling utama dan sangat dianjurkan oleh Islam
adalah sebagai berikut:
1. Tidak Menyakiti Tetangga dan Memuliakannya. Tidak salah lagi bahwa
menyakiti tetangga adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk di antara dosa-
dosa besar yang wajib untuk dijauhi. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang
beriman kepada Allah Swt dan hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya".
(Muttafaq 'alaih) Beliau Saw juga bersabda, "Demi Allah tidaklah seseorang beriman!
Demi Allah tidaklah seseorang beriman! Demi Allah tidaklah seseorang beriman!,
Mereka para sahabat bertanya, "Siapa ya Rasulullah?". Rasulullah menjawab,
"Seseorang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya". Di antara sikap
memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya adalah: memberikannya hadiah
walaupun tidak seberapa nilainya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh
'Aisyah radhiyallahyu ‘anhu ia berkata, "Wahai Rasulullah! Saya memiliki dua
tetangga, siapa yang harus aku beri hadiah?” Beliau Saw menjawab, "Kepada
tetangga yang lebih dekat pintunya darimu?" (HR. al-Bukhari)
2. Memulai Salam. Memulai salam adalah bagian dari tanda-tanda tawadhu (rendah
hati) seseorang dan tanda ketaatannya kepada Allah Swt. Sebagaimana Allah Swt
berfirman, َ‫ك لِ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬ ْ ‫…" َو‬Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang
َ ‫اخفِضْ َجن‬
َ ‫َاح‬
yang beriman." (QS. 15:88). Begitu juga menebarkan salam dapat menumbuhkan
kasih sayang di antara kaum muslimin. Rasulullah Saw bersabda, "… Maukah aku
beritahu kepada kalian tentang sesuatu yang jika kalian mengerjakannya, maka kalian
akan saling mencintai: Tebarkan salam di antara kalian." (HR. Muslim)
3. Bermuka Berseri-seri (ceria) saat Bertemu. Berwajah berseri-seri dan selalu
tersenyum saat bertemu dengan para shahabatnya adalah merupakan kebiasaan
Rasulullah Saw. Dari Jarir bin Abdullah ra ia berkata, “Tidak pernah Rasulullah Saw
melihatku kecuali ia tersenyum padaku." (HR.Muttafaq 'alaih).
4. Menolong Saat dalam Kesulitan. Di antara memelihara dan menjaga hak-hak
bertetangga adalah dengan menolong tetangga saat dalam kesulitan/ saat ia
membutuhkan. Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya asy'ariyyin (suku asy'ari) adalah
jika perbekalannya habis, atau jika persediaan makanan untuk keluarganya di
Madinah tinggal sedikit, mereka mengumpul kan apa yang mereka miliki dalam satu
kain, lalu mereka membagikannya di antara mereka pada tempat mereka masing-
masing dengan sama rata. Mereka adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari
mereka." (HR. Muttafaq 'alaih).
5. Memberikan Penghormatan yang Istimewa. Intervensi dalam urusan pribadi
tetangga adalah salah satu sebab yang dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam
bertetangga. Seperti menanyakan hal-hal yang sangat pribadi. Contoh: “Berapa
gajimu?” “Berapa pengeluaranmu tiap bulan?” “Berapa uang simpananmu?” “Kamu
punya berapa rekening?” Dan lain sebagainya. Seorang muslim yang baik adalah
seorang yang memperhatikan tata krama dalam bertetangga, tidak mencampuri urusan
yang tidak bermanfaat baginya, dan tidak menanyakan urusan-urusan orang lain yang
bersifat pribadi. Nabi Saw juga bersabda, "Di antara baiknya Islam seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya." (HR. at-Tirmidzi).
6. Menerima Udzur (permohonan maaf). Bersikap toleransi dengan tetangga, dan
lemah lembut dalam berinteraksi dengannya merupakan salah satu kiat untuk menarik
simpati tetangga. Contohnya: Dengan menerima permohonan maaf darinya, dan
menganggap seolah-olah ia tidak pernah melakukan kesalahan tersebut. Karena tidak
ada manusia yang tidak pernah berbuat salah. Bahkan yang lebih utama adalah
memaafkannya sebelum ia meminta maaf. Sikap inilah yang dapat menambah
kecintaan tetangga kepada kita.
7. Menasehati dengan Lemah Lembut. Manusia yang berakal tentu tidak akan
menolak nasehat, dan tidak pula membenci orang yang menasehatinya. Tetapi
umumnya manusia tidak menerima kalau dirinya dinasehati dengan cara dan sikap
yang kasar serta tidak beretika. Allah Swt sungguh telah memuji Nabi Saw dan
mengaruniakan sifat lemah lembut kepada beliau, sebagai- mana firman-Nya, ‫َف ِب َما َرحْ َم ٍة‬
ًّ ‫ت َف‬
ِ ‫ظا َغلِيظَ ْالقَ ْل‬
َ‫ب اَل ْنفَضُّ وا ِم ْن َحوْ لِك‬ َ ‫ م َِن هَّللا ِ لِ ْن‬artinya, "Maka disebabkan rahmat dari
َ ‫ت لَ ُه ْم ۖ َولَ ْو ُك ْن‬
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…" (QS.
Ali 'Imran: 159). Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Lembut, Dia
mencintai kelembutan dalam segala urusan." (HR. Muttafaq 'alaih).
8. Menutup Aib. Seorang mu'min adalah seorang yang mencintai saudara-
saudaranya, menutup aibnya, bersabar atas kesalahannya, dan menginginkan
saudaranya selalu mendapatkan kebaikan ,taufiq serta istiqamah. Dengan sikap ini
pula kita akan meraih simpati dan cinta tetangga. Nabi Saw bersabda, "Barang siapa
yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di
Akhirat." (HR. Muslim).
9. Saling Berkunjung. Nabi Saw bersabda tentang keutamaan berkunjung ini,
"Sesungguhnya ada seorang yang mengunjungi saudaranya di suatu kampung. Maka
Allah Swt mengutus seorang malaikat untuk mengawasi perjalanannya. Malaikat tadi
bertanya kepadanya, "Mau ke mana kamu?” Lalu ia menjawab, "Saya mau
mengunjungi saudaraku di kampung." Lalu ia bertanya kembali, "Apa kamu ingin
mengambil hakmu darinya?” Ia menjawab, "Tidak, tetapi karena saya mencintainya
karena Allah”. Dia berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah Swt kepadamu,
dan sesungguhnya Allah Swt mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu
karena-Nya." (HR. Muslim). Seseorang hendaknya mencari waktu yang tepat untuk
mengunjungi tetangganya. Tidak mendatanginya dengan tiba-tiba atau tanpa
mengabarinya terlebih dahulu atau meminta izin kepadanya. Dan hendaklah tidak
membuat tetangga merasa terbebani atau direpotkan dengan kunjungannya. Maka
hendaklah ia tidak terlalu sering berkunjung, khawatir kalau hal itu membosankannya
dan membuatnya menjauhkan diri darinya. Dan juga hendaklah tidak duduk berlama-
lama saat berkunjung. Kiat-kiat inilah yang dapat membuat tetangga senang
menyambut kunjungan kita, bahkan merindukan kedatangan kita untuk kali
berikutnya.
10. Saling Berkunjung. Di antara sekian banyak kiat sukses meraih simpati para
tetangga dan mempererat hubungan di antara para tetangga adalah dengan bersikap
ramah tamah terhadap mereka dengan ungkapan dan ucapan yang baik dan lembut,
atau dengan memberikan hadiah istimewa kepadanya, atau dapat pula dengan
mengundang mereka untuk makan di rumah kita, dan lain sebagainya. Allah Swt
berfirman, ‫ص َد َق ٍة َي ْت َب ُع َها أَ ًذى ۗ َوهَّللا ُ َغنِ ٌّي َحلِي ٌم‬
َ ْ‫ َق ْو ٌل َمعْ رُوفٌ َو َم ْغف َِرةٌ َخ ْي ٌر مِن‬artinya, "Perkataan yang
baik dan pemberian ma'af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang
menyakitkan (si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun". (QS. Al-
Baqarah: 263). Nabi Saw bersabda, "Saling memberi hadiah, niscaya kalian akan
saling mencintai." (HR. al-Bukhari). .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada pun kesimpulan yang dapat kita ambil adalah
Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga diantaranya:
1. Tanggung jawab
2. Kerjasama
3. Perhitungan dan Keseimbangan
4. Disiplin
5. Kasih sayang
Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak:
1. Contoh Tauladan
2. Pembentukan Sikap
Bentuk-bentuk Birrul Waldain:
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua
2. Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
3. Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil
4. Mendo’akan kedua orang tua
Di antara adab-adab yang paling utama dan sangat dianjurkan oleh Islam adalah sebagai
berikut:
1. Tidak Menyakiti Tetangga dan Memuliakannya
2. Memulai Salam
3. Bermuka Berseri-seri (ceria) saat Bertemu
4. Menolong Saat dalam Kesulitan
5. Memberikan Penghormatan yang Istimewa
6. Menerima Udzur (permohonan maaf).
7. Menasehati dengan Lemah Lembut
8. Menutup Aib
9. Saling Berkunjung

B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan
menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak
apabila bersalah, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang
religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-
ayat Al-Qur'an). Menciptakan suasana harmonis dalam bermasyarakat, menumbuhkan
rasa simpati dan toleransi yang tinggi akan menimbulkan kehidupan yang aman serta
tentram.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bacaanmadani.com/2017/08/akhlak-terhadap-tetangga-
dan-masyarakat.html
https://dalamislam.com/akhlaq/akhlak-dalam-islam
http://ardhyanblogger21.blogspot.co.id/2013/11/.html

Anda mungkin juga menyukai