Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA FISIK

JUDUL PERCOBAAN:
PERCOBAAN 6
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU
REAKSI
Nama : 1. Umi Shofiyatun Ni’mah (24030116130063)
2. Risky Ade Putra (24030116130064)
3. Amalia Kusuma Dewi (24030116130065)
4. Iis Ismaya (24030116130067)
5. Meliana Puspasari Dewi (24030116130068)
6. Yohana Diah Cicik L. (24030116130069)
Kelompok : V
Hari : Kamis
Tanggal : 23 Mei 2019
Asisten : Monica Puspita Sari

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “ Pengaruh Konsentrasi dan Suhu


Terhadap Laju Reaksi “. Bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan
konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi. Metode yang digunakan pada percobaan ini
yaitu pengenceran, pengendapan, dan pemanasan. Prinsip yang digunakan pada
percobaan ini adalah banyak tumbukan akibat jumlah partikel atau molekul dan
peningkatan energi aktivasi akibat peningkatan suhu. Hasil pada percobaan pengaruh
perubahan konsentrasi pada laju reaksi yaitu pada konsentrasi 0,5M ; 0,1M ; 0,15M ;
0,2M ; 0,25M dibutuhkan waktu berturut-turut 46.62 s; 25.19 s; 17.17 s; 13.76 s; 11 s
membuktikan bahwa konsentrasi mempengaruhi laju reaksi. Semakin besar
konsentrasi maka semakin cepat laju reaksinya dan pada percobaan pengaruh suhu
pada laju reaksi yaitu pada suhu 50ºC, 60 ºC, dan 70ºC dibutuhkan waktu berturut-
turut 36.66 s, 19.22 s, dan 13.82 s membuktikan bahwa suhu mempengaruhi laju
reaksi. Semakin besar suhu maka semakin cepat laju reaksinya.

Kata Kunci : Pengenceran, Laju Reaksi, Konsentrasi, Suhu.


PERCOBAAN IV

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1 Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
II.1Mempelajari pengaruh konsentrasi pada laju reaksi

II. TUJUAN PUSTAKA


II.1. Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi akan
laju pertambahan konsentrasi molar hasil reaksi dalam satuan waktu. Laju
reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan setiap
detik. Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda (Purba,
2007)
Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dengan laju reaksi
dinyatakan dalam suatu persamaan, yaitu persamaan laju reaksi. Contoh
reaksi:
mA + nB → cC + dD
Persamaan laju reaksinya adalah:
V = K [A]x [B]y
Dimana: V = kecepatan laju reaksi
K = tetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi A
[B] = konsentrasi B
x = orde reaksi terhadap pereaksi A
y = orde reaksi terhadap pereaksi B
(Purba, 2007)
II.2. Orde Reaksi
Orde reaksi menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi pereaksi pada
laju reaksi:
II.2.1. Orde Nol
Reaksi dinyatakan orde nol terhadap salah satu pereaksinya
apabila perubahan konsentrasinya pereaksi tersebut tidak mempengaruhi
laju reaksi. Persamaan laju reaksi yang berorde nol, yaitu V = K [A]o

Gambar 1. Grafik Orde Nol


(Petrucci, 1992)
II.2.2. Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu
pereaksinya jika laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi
pereaksi tersebut dilipat tigakan maka laju reaksi tersebut akan menjadi
3’ atau 3 kalinya. Persamaan laju reaksinya yaitu, V = K [A]1

Gambar 2. Grafik Orde Satu


(Petrucci, 1992)
II.2.3. Orde Dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu
pereaksinya jika laju reaksinya merupakan pangkat dua dari konsentrasi
pereaksi itu. Apabila konsentrasi zat tersebut dilipat tigakan, maka laju
reaksi akan menjadi 32 atau 9 kali lebih besar.
Gambar 3. Grafik Orde Dua
(Petrucci, 1992)
II.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju reaksi terlihat dari perubahan dari konsentrasi molekul reaktan
atau konsentrasi molekul produk per satuan waktu. Laju reaksi tidak tetap,
melainkan berubah terus-menerus seiring dengan perubahan konsentrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah:
II.3.1. Luas Permukaan
Luas permukaan zat yang digunakan untuk bereaksi
mempengaruhi kecepatan laju reaksi. Suatu zat yang berbentuk
serbuk lebih cepat bereaksi daripada zat yang berbentuk kepingan.
Hal ini karena zat yang berbentuk serbuk mempunyai bidang sentuh
yang lebih luas sehingga tumbukan akan lebih sering terjadi. Luas
permukaan total zat akan semakin bertambah bila ukurannya
diperkecil. Semakin halus zat makan laju reaksinya akan semakin
cepat karena luas permukaan yang bereaksi semakin besar (Oxtoby,
2001).
II.3.2. Konsentrasi
Suatu zat yang bereaksi mempunyai konsentrasi yang berbeda-
beda. Konsentrasi menyatakan pengaruh kepekatan atau zat yang
berperan dalam proses reaksi. Semakin besar nilai konsentrasi, maka
laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan zat yang
konsentrasinya mengandung banyak jumlah partikel, sehingga
partikel-partikel yang disusun lebih rapat, sehingga akan sering
bertumbukan, dan reaksi cepat terjadi (Utami, 2009)
II.3.3. Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak dengan naiknya temperatur,
energi gerak atau energi kinetik partikel bertambah, sehingga
tumbukan akan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi tumbukan
yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinya tumbukan
efektif yang menghasilkan reaksi juga semakin besar.
Suhu atau temperatur juga mempengaruhi energi potensial
suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya kecil, jika bertumbukan
akan sukar menghasilkan tumbukan efektif, hal ini dikarenakan zat-
zat tersebut tidak mampu melampaui energi aktivasi. Dengan
menaikkan suhu, maka hal ini akan memperbesar energi potensial,
sehingga ketika bertumbukan akan menghasilkan energi (Utami,
2009)
II.3.4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat
terjadinya reaksi, namun di akhir reaksi katalis dapat didapatkan
kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi,
sehingga jika dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi
akan lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena zat-zat yang
bereaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi (Utami,
2009).
Kehadiran katalis dalam suatu reaksi dapat memberikan
mekanisme alternatif untuk menghasilkan hasil reaksi dengan
energi yang lebih rendah diabndingkan dengan reaksi yang tanpa
katalis. Energi pengaktifan yang lebih rendah menunjukkan bahwa
jumlah bagian dari molekul-molekul yang memiliki energi kinetik
yang cukup untuk bereaksi jumlahnya lebih banyak, jadi,
kehadiran katalis adalah membantu meningkatkan terjadinya
tumbukan yang efektif, yang berarti juga memperbesar laju reaksi
(Supardi, 2008).
II.4. Hasil Kali Kelarutan
Keseimbangan kelarutan yaitu kesetimbangan antara seperti elektrolit
yang sedikit larut dengan larutan jenuhnnya. Bila dalam suatu larutan jenuh
MA mengandung elektrolit biner (menghasilkan 2 ion) yang sedikit larut,
terdapat padatan MA maka keseimbangan dapat dituliskan sebagai berikut
MA(s) ⇌ M+(aq) + A-(aq) (Bird, 1987)
Untuk hal-hal yang keseimbangan larutan elektrolitnya sedikit larut
biasanya digunakan Ksp. Untuk elektrolit yang mudah larut seperti NaCl,
asumsi bahwa K=Ksp tidak berlaku, selain itu aktivitas ion-ion elektrolit
akan berkurang bila dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion
senama. Akan tetapi, jika ion-ion tidak senama atau efek garam,
meningkatkan kelarutan (Bird, 1987).
Nilai hasil kali kelarutan juga dapat digunakan untuk menduga
pengendapan jika hasil kali ion lebih besar daripada Ksp maka akan
mengendap (bird, 1987).
II.5. Metode Perhitungan Laju Reaksi
II.5.1. Metode Integral
Dengan metode ini, harga K dihitung dengan persamaan laju
menuju integral dari data konsentrasi dan waktu. Untuk reaksi :
1. Orde 1

1 a
K= ln
t a−x

2. Orde 2

1 a
K= ln
t a(a−x )

Harga a adalah konstan tetapi (a-x) bergantung pada waktu.


Jika K yang diperoleh dari berbagai waktu adalah konstan, maka
orde reaksinya adalah satu (Keenan,1984).

II.5.2. Metode Grafik


Dari aljabar diketahui bahwa fungsi garis lurus adalah y =
ax+b, jika diterapkan pada persamaan untuk orde reaksi satu adalah
log [ A ] =−K . t+ log [ A ]
y=mx+b
Dengan demikian jika log[A] dialurkan terhadap t dan
diperoleh garis lurus maka orde reaksi adalah satu (Petrucci, 1992).
II.5.3. Metode Laju Awal
Dalam metode ini, dilakukan sederetan eksperimen dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Kemudian, dengan membandingkan
laju awal, maka dapat ditarik kesimpulan tentang laju reaksi. Salah
satunya adalah cara waktu fraksi. Metode ini hanya digunakan untuk
reaksi-reaksi yang berkaitan dengan zat-zat yang bereaksi yang
mempunyai konsentrasi sama dan biasanya digunakan waktu paruh.
Hukum laju dapat ditentukan dari mekanisme yang mempunyai
tahap penentu laju reaksi. Jika salah satu reaksi erlementer dalam
suatu mekanisme berlangsung sangat lambat dibandingkan dengan
yang lainnya. Reaksi erlementer yag lambat ini adalah tahap penentu
laju reaksi (Petrucci, 1992).
II.6. Teori Tumbukan
Menjelaskan reaksi berdasarkan tumbukan molekul yaitu frekuensi
tumbukan pada probabilitas yang memungkinkan tumbukan terjadi menjadi
reaksi kimia. Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi didasarkan
pada :
1. Jumlah persatuan volum persatuan waktu.
2. Molekul-molekul yang diambil bagian dalam tumbukan harus
mempunyai energi yang cukup (energi pengaktivasi). Sebelum
molekul-molekul tersebut berubah menjadi produk (Petrucci,
1992)
II.7. Energi Aktivasi
Energi aktivasi adalah energi yang harus dimiliki molekul untuk dapat
bereaksi. Semakin tinggi energi aktivasi, maka semakin kecil fraksi
kereaktifannya, sehingga reaksi berlangsung semakin lambat (Petrucci,
1992).
II.8. Persamaan Arrhenius
Persamaan Arrhenius mendefinisikan secara kuantitatif hubungan
antara energi dengan onstanta laju reaksi sesuai dengan persamaan yang
diusulkan oleh Arrhenius pada tahun 1889 :
K= A .e -Ea/RT
Dimana K adalah konstanta laju rearsi, A adalah factor frekuensi dan Ea
adalah energi aktivasi. Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat
ditulis:
Ea
lnK =lnA−
RT
−Ea 1
lnK = x +lnA
R T
Persamaan tersebut analog dengan persamaan garis lurus, yang sering
disimbolkan dengan y=mx+c, maka hubungan antara energi aktivasi suhu

1
dan laju relatif dapat dianalisis dalam bentuk grafik lnK vs dengan
T

Ea
gradient –( ) dan intersep lnA (Tim Dosen Kimia Fisik, 2011).
RT
II.9. Pengendapan
Pengendapan adalah proses membentuk endapan yaitu padatan yang
dinyatakan tidak larut dalam air walaupun endapan tersebut sebenarnya
mempunyai kelarutan sekecilapapun. Prosedur analisis menentukan jumlah
pereaksi yang digunakan atau ditambahkan ke dalam sampel/analat agar
terbentuk endapan. Dalam kasus dimana jumlah pengendap tidak
disebutkan, biasanya dapat dilakukan estimasi kasar dengan cara
perhitungan sederhana yang melibatkan konsentrasi pereaksi dan perkiraan
berat zat/konstituen yang ada. Biasanya disarankan pemakaian pengendap
berlebih karena kelarutan endapan-endapan berkurang atau menurun, yang
disebabkan oleh efek ion yang sama. Kelebihan pengendap yang banyak
tidak diinginkan, bukan saja karena pemborosan pereaksi tetapi juga karena
endapan dapat cenderung melarut kembali dalam kelebihan pereaksi yang
banyak, membentuk ion rangkai (kompleks) (Svehla, 1995).
II.10.Analisa Bahan
II.10.1.Na2S2O3
 Sifat Fisik
Berbentuk padat berupa serbuk kristal atau granula tidak
berwarna atau putih, tidak berbau, BM=158,1g/mol, higroskopis,
Td =100ºC, Tl = 40ºC
 Sifat Kimia
Larut dalam air panas dan sebagian larut dalam air dingin, tidak
larut dalam alcohol, terurai perlahan dalam larutan berair
(Mulyono, 2005)
II.10.2.HCl
 Sifat Fisik
Larutan tak berwarna, BM = 36,5g/mol, Td = 85ºC, Tl = -14ºC
 Sifat Kimia
Termasuk asam kuat, dilarutkan dengan mereaksikan NaCl
dengan H2SO4 pekat, larut dalam pelarut air (Mulyono, 2005).
II.10.3.Akuades
 Sifat Fisik
Berbentuk cair pada suhu kamar, Tb = 0ºC, Tl = 100ºC, tidak
berasa, tidak berwarna, tidak berbau
 Sifat Kimia
Merupakan persenyawaan hidrogen dan oksigen. Pelarut
universal. (Basri, 1996)
III. METODELOGI PERCOBAAN
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
a. Gelas Ukur
b. Stopwatch
c. Erlenmeyer
d. Termometer
e. Bunsen, kaki tiga, dan kasa
f. Pipet Volume
III.1.2 Bahan
a. Na2S2O3 0,25M
b. HCl 1M
c. Akuades

III.2. Skema Kerja


III.2.1. Pengaruh Perubahan Konsentrasi

50mL Na2S2O3 0,25M


Labu Ukur
Pengenceran dengan 0mL akuades
Penggojogan lalu dimasukkan dalam erlenmeyer
Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x” tidak
dapat terlihat lagi
Hasil
40mL Na2S2O3 0,25M
Labu Ukur
Pengenceran dengan 10mL akuades
Penggojogan lalu dimasukkan dalam erlenmeyer
Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x” tidak
dapat terlihat lagi
Hasil

30mL Na2S2O3 0,25M


Labu Ukur
Pengenceran dengan 20mL akuades
Penggojogan lalu dimasukkan dalam erlenmeyer
Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x” tidak
dapat terlihat lagi
Hasil
20mL Na2S2O3 0,25M
Labu Ukur
Pengenceran dengan 30mL akuades
Penggojogan lalu dimasukkan dalam erlenmeyer
Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x” tidak
dapat terlihat lagi
Hasil

10mL Na2S2O3 0,25M


Labu Ukur
Pengenceran dengan 40mL akuades
Penggojogan lalu dimasukkan dalam erlenmeyer
Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x” tidak
dapat terlihat lagi
Hasil
III.2.2. Pengaruh Perubahan Suhu

15mL Na2S2O3 0,25M


Erlenmeyer
Pemanasan selama 5 menit pada suhu 50ºC pada penangas air
Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan
Hasil

15mL Na2S2O3 0,25M


Erlenmeyer
Pemanasan selama 5 menit pada suhu 60ºC pada penangas air
Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan
Hasil

15mL Na2S2O3 0,25M


Erlenmeyer
Pemanasan selama 5 menit pada suhu 70ºC pada penangas air
Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
Penambahan 2mL HCl 1M dan nyalakan stopwatch
Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan
Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


1. Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi

Konsetrasi Na- Waktu ( s )


No. Keterangan
tiosulfat ( M )

Natrium Tiosulfat tak


1. 0.25 11
berwarna ketika
ditambahkan HCl mulai
2. 0.20 13,76 terjadi perubahan warna
menjadi putih keruh.

3. 0.15 17.17 Semakin besar konsetrasi


semakin sedikit waktu
yang diperlukan untuk
4. 0.10 25.19 larutan berubah warna
(cepat).
5. 0.05 46.62

2. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Konsentrasi Suhu Keterangan


No. Na-tiosulfat Awal Waktu ( s )
(M) ( °C )
Natrium Tiosulfat tak berwarna
1. 0.25 60 13.82 ketika ditambahkan HCl setelah
pemanasan mulai terjadi
perubahan warna menjadi putih

2. 0.25 50 19,22 kekuningan. Semakin tinggi


suhu semakin sedikit waktu yang
diperlukan untuk larutan berubah
warna (cepat). Dan penurunan
3. 0.25 40 36,66 suhu akhir setelah perubahan
warna.
V. HIPOTESA

Akan dilakukan percobaan yang berjudul “ Pengaruh Konsentrasi dan Suhu


Terhadap Laju Reaksi “. Bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan
konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi. Prinsip yang digunakan pada percobaan
ini adalah banyak tumbukan akibat jumlah partikel atau molekul dan peningkatan
energi aktivasi akibat peningkatan suhu. Metode yang digunakan pada percobaan
ini yaitu pengenceran, pengendapan, dan pemanasan. Hasil yang akan didapatkan
diperkirakan bahwa laju reaksi akan semakin besar seiring dengan naiknya
konsentrasi larutan dan suhu.
V.I. PEMBAHASAN

Telah dilakukan percobaan berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Suhu


terhadap Laju Reaksi” yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan
konsentrasi pada laju reaksi dan untuk mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi.
Metode yang digunakan pada pecobaan ini adalah pengenceran, pengendapan, dan
pemanasan. Prinsip percobaan ini adalah banyaknya tumbukan akibat jumlah partikel
atau molekul dan peningkatan energi aktivasi akibat peningkatan suhu.

VI.1. Pengaruh Perubahan Konsentrasi pada Laju Reaksi

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan


konsentrasi terhadap laju reaksi. Metode pada percobaan ini adalah pengenceran dan
pengendapan. Prinsip percobaan ini adalah teori tumbukan yang menjelaskan reaksi
berdasarkan tumbukan molekul, yaitu frekuensi tumbukan pada probabilitas yang
memungkinkan tumbukan terjadi menjadi reaksi kimia (Petrucci, 1992). Dalam
percobaan ini, digunakan larutan Na2S2O3 0,25M 10mL ; 20mL ; 30ml ; 40mL ;
50mL yang diencerkan dengan aquadest dalam volume akhir 50mL sehingga
didapatkan berbagai konsentrasi yaitu 0,05M ; 0,1M ; 0,15M ; 0,2M ; 0,25M. Tujuan
pengenceran adalah untuk memperoleh konsentrasi yang bervariasi sebagai
pembanding untuk mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung akibat dari
konsentrasi yang berbeda tersebut. Digunakan variasi konsentrasi agar dapat
mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi. Pada proses pengenceran terjadi
peristiwa pelarutan, dimana rasio partikel terlarut didalam larutan berkurang akibat
penambahan pelarut sehingga tumbukan antar partikel menjadi jarang. Larutan
Na2S2O3 diltuangkan kedalam Erlenmeyer setelah di encerkan dan dibawahnya
terdapat kertas putih dengan tanda “X”. fungsi dari tanda “x’ dibawah Erlenmeyer
adalah untuk mengetahui seberapa cepat larutan tersebut akan mengendap apabila di
rekasikan dengan HCl. Untuk mengetahui kecepatan terbentuknya endapan belerang
dan memperoleh endapan belerang akibat reaksi pengendapan ditambahkan 2 mL
HCl 1M pada setiap larutan Na2S2O3 dengan berbagai konsentrasi. Pada saat yang
sama dengan ditambahkannya HCl, stopwatch dinyalakan dan kemudian dilakukan
pengadukan/penggojogan. Pengadukan/penggojogajn bertujuan agar kedua larutan
tersebut bercampur secara homogen, yang akan meningkatkan frekuensi tumbukan
antar partikel sehingga reaksi cepat berlangsung membentuk endapan (Chang, 2005).
Reaksi yang terjadi ketika HCl ditambahkan kedalam larutan natrium tiosulfat adalah:

Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2O(l) + SO2(g) + S(s)↓

(Svehla, 1985)
Berdasarkan konsep mol, M=n/v, maka dapat dilihat bahwa mol zat sebanding
dengan konsentrasi. 1 mol mengandung 6,02 x 1023partikel, sehingga jika mol suatu
zat besar maka otomatis jumlah partikelnya akan semakin banyak sehingga akan
menyebabkan larutan menjadi jenuh dan lama kelamaan mengendap.

Pengendapan terjadi berkaitan dengan hasil kali ion (Qsp). Jika Ksp dilampui maka
terjadi pengendapan (Qsp>Ksp) dan jika Ksp belum diketahui maka belum terjadi
pengendapan Qsp<Ksp, jika Qsp=Ksp maka larutan tepat jenuh (Chang,2005).

Setelah larutan mengendap dan tanda silang tidak terlihat, maka stopwatch dimatikan
dan mencatat waktu reaksi berlangsung pada konsentrasi 0,05M ; 0,1M ; 0,15M ;
0,2M ; 0,25M memperoleh waktu secara berturut-turut 46,62s; 25,19s; 17,17s;
13,76s; 11,00s. Dari hasil percobaan ini terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi,
maka laju reaksinya juga akan semakin cepat. Mekanisme yang terjadi yaitu dengan
semakin tingginya konsentrasi artinya didalam suatu larutan terdapat jumlah partikel
yang semakin banyak pula. Semakin banyak jumlah partikel dalam suatu larutan
maka akan semakin mudah untuk terjadi tumbukan. Dan dapat dikatakab konsentrasi
mempengaruhi laju reaksi. Sehingga dapat diperoleh grafik hubungan antara
konsentrasi reaktan Na2S2O3 dengan persatuan waktu dan grafik hubungan antara ln
[Na2S2O3] dengan ln 1/t.

Dari data dan grafik menunjukkan bahwa larutan dengan konsentrasi besar
menyebabkan reaksi akan lebih cepat berlangsung, karena dengan konsentrasi besar
berarti jumlah partikel zat dalam larutan tersebut semakin banyak. Partikel yang
banyak tersebut akan lebih sering tumbukan, dengan bertambahnya frekuensi
tumbukan dari partikel maka reaksi berlangsung cepat dan begitu dengan sebaliknya
(Utami, 2009).

Untuk menentukan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi, digunakan grafik


antara [Na2S2O3] dengan 1/t. Dan didapatkan grafik :
Grafik [Na2S2O3] vs 1/t
0.10000000000
0.09000000000 0.09090909091
f(x) = 0.34 x + 0.01
0.08000000000 R² = 1
0.07000000000 0.07267441860
0.06000000000 0.05824111823
0.05000000000
1/t

0.04000000000 0.03969829297
0.03000000000
0.02000000000 0.02145002145
0.01000000000
0.00000000000
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30
Konsentrasi [M]

Diperoleh persamaan garis secara manual y = 0,342 x + 0,0052 sedangkan persamaan


secara excel diperoleh y = 0,3438x + 0,005. Persamaan ini terdapat pada grafik
hubungan antara [Na2S2O3] terhadap persatuan waktu. dan nilai R2 yang didapat
yaitu 0.9984 yang mendekati 1 yang menandakan kevalidan data tersebut. Perbedaan
antara perhitungan manual dan excel karena perbedaan pembulatan.

Untuk menentukan orde yang terjadi pada reaksi ini, digunakan perhitungan
ln[Na2S2O3] terhadap ln 1/t dan didapatkan grafik:

Grafik ln [Na2S2O3] vs ln 1/t


-3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1
4
3.84 3.8
f(x) = − 0.89 x + 1.17
R² = 1 3.6
3.4
3.23 3.2
ln 1/t

3
2.84 2.8
2.62 2.6
2.4 2.4
2.2
2
ln [Na2S2O3]

Diperoleh persamaan garis secara manual y = 0,895 x + 1,1634 sedangkan


persamaan secara excel diperoleh y= -0,8932x + 1,1657. Persamaan ini terdapat pada
grafik hubungan antara ln[Na2S2O3] terhadap ln . dan nilai R2 yang didapat yaitu
0,9937 yang mendekati 1 yang menandakan kevalidan data tersebut. Perbedaan antara
perhitungan manual dan excel karena perbedaan pembulatan.

Dari persamaan tersebut didapatkan orde reaksi yaitu orde reaksi 1

y= -0,8932x + 1,1657

Dimana m adalah orde reaksi (n). dari hasil percobaan, m yang dihasilkan 0,8932.
Sehingga termasuk dalam orde reaksi 1.

VI.2. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Pada percobaan ini bertujuan unuk mempelajari pengaruh suhu pada laju
reaksi. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah pengenceran, pemanasan,
dan pengendapan. Prinsipnya adalah peningkatan energi aktivasi akibat peningkatan
suhu. Dalam percobaan ini 15 mL Na2S2O3 0.25M diencerkan dengan aquadest
menjadi 50 mL. Pengenceran ini bertujuan agar konsentrasi yang diperoleh tidak
terlalu pekat. Selanjutnya larutan Na2S2O3 yang telah diencerkan dibagi menjadi 3
larutan setiap 10 mL untuk memvariasikan suhu. Variasi suhu yang diberikan pada
percobaan ini adalah 60oC, 50oC, dan 40oC. Variasi suhu bertujuan sebagai
pembanding untuk mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung akibat perbedaan
suhu.

Setelah larutan Na2S2O3 dipanaskan pada suhu yang diinginkan, erlenymeyer yang
berisi larutan Na2S2O3 diletakkan diatas kertas putih yang telah diberi tanda X.
Selanjutnya ditambahkan HCl secara bersamaan dengan menyalakan stopwatch dan
dilakukan penggoyangan. Penambahan HCl 1 M bertujuan untuk memperoleh
endapan belerang akibat reaksi pengendapan. HCl dapat diganti dengan asam yang
memiliki karakter yang hampir sama seperti HNO3, HCO3,dan ¬H2SO4. Sedangkan
penggoyangan bertujuan agar kedua larutan tersebut bercampur secara homogen
yang akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar partikel sehingga reaksi cepat
berlangsung membentuk endapan (Chang, 2005).

Reaksi yang terjadi sebgai berikut:

Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq)→ 2NaCl(aq) + H2S2O3(aq)

S2O32-(aq) + 2H+(aq)→H2O(l) + SO2(g) + S(s)

(Svehla, 1985).
Pengendapan terjadi berkaitan dengan hasil kali ion (Qsp). Harga Qsp lebih besar dari
hasil kali kelarutan (Ksp) menyebabkan larutan jenuh dan terbentuk endapan belerang
(Chang, 2005).

Setelah larutan mengendap dan tanda X tidak terlihat lagi, maka stopwatch dimatikan
dan mencatat waktu untuk reaksi berlangsung pada suhu 60oC, 50oC, dan 40oC
diperoleh waktu secara berturut turut 13,82 s, 19,22 s, dan 36,66 s. Dari data ini dapat
diketahui bahwa pada temperature yang berbeda menyebabkan kecepatan reaksi yang
berbeda pula atau dapat dikatakan memengaruhi laju reaksi. Larutan pada
temperature tinggi menyebabkan tumbukan antar partikel lebih sering terjadi. Partikel
– partikel bergerak cepat menimbulkan energi gerak atau kinetic yang besar sehingga
rekasi akan berlangsung lebih cepat. Energi yang dimiliki partikel sehingga akan
melampaui energi minimum untuk bereaksi disebut energi aktivasi (Pettruci, 1992).

Melalui persamaan Arrhenius:


−Ea
RT
k=Ae

Ea
ln K = ln A - ( )
RT

Ea 1
ln K = ln A - x
R T

y =c +m×x

Dari persamaan diatas dapat dibuat kurva vs ln K. Reaksi ini dianggap reaksi orde
satu.
Grafik 1/T vs ln K
0.6
0.4
f(x) = − 5099.49 x + 15.73
0.2 R² = 0.97

0
ln K

0 0 0 0 0 0 0 Linear ()
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
1/T

Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh nilai intersepnya adalah 15,732, nilai


slopenya adalah -5099,5 dan R2 = 0,9724. Harga R2 hampir mendekati 1 yang
mengindikasikan bahwa persamaan Arrhenius cukup valid dipakai untuk pengujian
kinetika reaksi oleh karena suhu. Pada grafik juga menjelaskan hubungan antara ln K
dan 1/T berbanding terbalik, semakin kecil ln k maka nilai 1/T rata-rata semakin
besar. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi suhu maka Ea semakin kecil dan
laju reaksi semakin cepat dan waktu yang dibutuhkan semakin sedikit sehingga
memperbesar laju reaksi. Diperoleh y = -5099,5x + 15,732, sehingga energi aktivasi
diperoleh sebesar 42,397 kJ/mol.
VI. PENUTUP
VII.1. Kesimpulan
VII.1.1. Pada percobaan pengaruh perubahan konsentrasi pada laju
reaksi yaitu pada konsentrasi 05M ; 0,1M ; 0,15M ; 0,2M ;
0,25M dibutuhkan waktu berturut-turut 46.62 s; 25.19 s; 17.17
s; 13.76 s; 11 s membuktikan bahwa konsentrasi
mempengaruhi laju reaksi. Semakin besar konsentrasi maka
semakin cepat laju reaksinya.
VII.1.2. Pada percobaan pengaruh suhu pada laju reaksi yaitu pada suhu
40ºC, 50 ºC, dan 60ºC dibutuhkan waktu berturut-turut 36.66 s,
19.22 s, dan 13.82 s membuktikan bahwa suhu mempengaruhi
laju reaksi. Semakin besar suhu maka semakin cepat laju
reaksinya.
VII.2. Saran
VII.2.1. Praktikan diharapkan teliti pada pembacaan termometer pada
saat pemanasan dan menjaga agar suhu tetap konstan.
VII.2.2. Praktikan diharapkan teliti pada pembacaan pipet ukur pada
saat pengenceran.
VII.2.3. Praktikan diharapkan melakukan raktikum sesuai dengan
prosedur.

.
LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 13 Juni 2019

Praktikan,

Umi Shofiyatun Ni’mah Risky Ade Putra


24030117130063 24030117130064

Amalia Kusuma Dewi Iis Ismaya


24030117130065 24030117130067

Meliana Puspasari Dewi Yohana Diah Cicik


Larasati
24030117130068 24030117130069

Mengetahui,
Asisten,

Monica Puspita Sari


24030114120027
DAFTAR PUSTAKA

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi Aksara.

Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga

Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Supardi, Kasmadi Imam, dan Gatot Luhbandjono. 2008. Kimia Dasar II. Semarang:
UPT. UNNES Press.

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.

Utami, dkk. 2009. Kimia Dasar Universitas. Jakarta: Erlangga.


LAMPIRAN

1. Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Na2S2O3 0,25M


a. V Na2S2O3 = 10mL
V H2O = 40mL
V1M1 = V2M2
10mLx0,25 M = 50ml x M2
0,05M = M2

b. V Na2S2O3 = 20mL
V H2O = 30mL
V1M1 = V2M2
20mLx0,25 M = 50ml x M2
0,1M = M2

c. V Na2S2O3 = 30mL
V H2O = 20mL
V1M1 = V2M2
30mLx0,25 M = 50ml x M2
0,15M = M2

d. V Na2S2O3 = 40mL
V H2O = 10mL
V1M1 = V2M2
40mLx0,25 M = 50ml x M2
0,2M = M2

e. V Na2S2O3 = 50mL
V H2O = 0mL
V1M1 = V2M2
50mLx0,25 M = 50ml x M2
0,25M = M2
1
2. Perhitungan Grafik antara [Na2S2O3] vs
t

No. x ([Na2S2O3]) 1 Xy x2
y( )
t
(M)
1 0,05 0,0214 1,07x10-3 2.5x10-3
2 0,1 0,0396 3.96x10-3 10x10-3
3 0,15 0,0582 8.73x10-3 22.5x10-3
4 0,2 0,0726 1,45x10-2 40 x10-3
5 0,25 0,0909 2.27x10-2 62.5 x10-3
∑ 0,75 0,2827 0,05096 137,5 x10-3
rata 0,15 0,0565 1,019x10-2 0,0275
-
rata

n x ∑ xy−∑ x x ∑ y
m=
n x ∑ x 2 −(∑ x)2
m = 5 x 0,05096 - (0,75) x 0,2827
5 x 137,5 x 10-3 – (0,75)2
m= 0,2548 – 0,212
687,5 x 10-3 – 0,5625
m= 0,0428
0,125
m = 0,342

y rata-rata=mx rata-rata+ c
0,02827 = 0,342 x 0,15 + c
0,02827 = 0,0513 + c
c = - 2,303 x 10-2

y=mx+c
y = 0,342 x – 2,303 x 10-2
1
3. Perhitungan Grafik antara ln [Na2S2O3] vs ln
t
No. x (ln A) 1 xy x2
y ( ln )
t
1 -2,99573 -3,8444 11,5167 8,9742
2 -2,30250 -3,2289 7,4345 5,3015
3 -1,89719 -3,8439 5,3954 3,5989
4 -1,60945 -2,6228 4,2213 2,5902
5 -1,38629 -2,3979 3,3242 1,9216
∑ -10,1909 -14,9379 31,8921 22.386
rata-rata -2,03818 -2,9876 6,3784 4,4772
n x ∑ xy−∑ x x ∑ y
m=
n x ∑ x 2 −(∑ x)2
m = 5 x 31,8921 - (-10,1909)(-14,9379)
5 x 22,386 – (-10,1909)2
m = 7,23
8,0776
m = 0,895 (orde reaksi mendekati 1)

y rata-rata=mx rata-rata+ c
-2,9876 = 0,895 (-2,03818) + c
-2,9876 = -1,82417 + c
c = - 1,16343
Persamaan garis:
y=mx+c
y = 1x – 1,1634

1
4. Perhitungan Grafik antara vs ln K
T
n 1 n
V =K [ R ] =K [ R ]
t
1
t
K=
[R ]n

Pengenceran untuk pengaruh suhu


M1 . V1 = M2 . V2
0,5 M . 10 ml = M2 . 50 ml
M2 = 0,1 M

 T = 40oC = 313 K
t = 36,66 s
1
ln
t
ln K =
ln [R ]n

ln K = ln 1/ 36,66
ln [0,1]1

ln K = -36,0196

 T = 50oC = 323 K
t = 19,22 s
1
ln
t
ln K =
ln [R ]n

ln K = ln 1/ 19,22
ln [0.05]1

ln K = -29,5593

T = 60oC = 333 K

t = 13,825 s
1
ln
t
ln K = n
[R ]

ln K = ln 1/ 13,82
[0.05]1
ln K = -26,26102

No
1/T(x) ln k(y) xy x2
1
0,003195 -0,60595 -0,00194 1,02073E-05
2
0,003096 0,039781 0,000123 9,58506E-06
3
0,003003 0,369615 0,00111 9,01803E-06
Jumlah
0,009294 -0,19656 -0,0007 2,88104E-05
Rata-rata
0,003098 -0,06552 -0,00023 9,60347E-06

n x ∑ xy−∑ x x ∑ y
m=
n x ∑ x 2 −(∑ x)2
m = 3 (-0,0007) – 0,009294 (-0,19656)
3 (2,8810.10-5) (0,009294)2
m = -5099,49164
y rata-rata=mx rata-rata+ c
-0,06552= -5099,49164 (0.00309795) + c
c = 15,73247881

y=mx+c
y = -5099,49164 x + 15,73247881

Perhitungan Energi Aktivasi

−Ea
RT
k=Ae

Ea 1
ln K = ln A - x
R T

y =c-m.x
dimana,
y = ln k

Ea
m=-
R

1
x=
T
c = ln A

sehingga,

Ea
m=-
R

-5099,49164 = -Ea

−Ea
8,314 J/mol108020.387=
8.314 J / mol

Ea = 42,397 kJ/mol

Anda mungkin juga menyukai