Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kinetika reaksi adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari laju reaksi
kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
laju reaksi tersebut. Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme
reaksi kimia. Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab daripada udara kering.
Makanan lebih cepat membusuk bila tidak didinginkan. Hal ini merupakan contoh
yang sangat lazim dari perubahan kimia yang kompleks dengan laju yang
beraneka menurut kondisi reaksi (Keenan,1984)

2.1 Laju Reaksi


Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi zat (pengurangan pereaksi atau
penambahan produk) persatuan waktu. Laju menyatakan seberapa cepat atau
seberapa lambat suatu proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya
perubahan yang terjadi dalam satu satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam,
hari atau tahun. Pada umumnya laju reaksi, akan berhubungan dengan konsentrasi.
Tetapi perlu diperhatikan bahwa beberapa reaksi memiliki kelajuan yang tidak
bergantung pada konsentrasi reaksi. Hal ini disebut sebagai reaksi orde nol. Laju
reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju terbentuknya
produk. Laju reaksi didefenisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau
produk tiap satuan waktu.
Pengertian laju reaksi dapat dijelaska sebagai berikut:
P + R → H……………………………………(2.1)
Sebelum P dan R bereaksi zat H belum ada. Pada saat reaksi berjalan, hal ini
terjadi pada jumlah P dan R semakin berkurang, sedangkan jumlah H mulai akan
terbentuk. Berkurangnya jumlah P dan R serta bertambahnya H pada setiap dari
satuan waktu disebut laju reaksi. Jika P, R dan H berwujud gas ( reaksi
berlangsung dalam bejana tertutup dengan volume tertentu) atau zat-zat tersebut
dalam keadaan yang berbentuk larutan maka banyaknya zat-zat tersebut
dinyatakan dalam satuan konsentrasi (Aris dkk, 2007).
Pengukuran kinetika reaksi pertama kali dilakukan oleh Wilhelmy pada
tahun 1850. Pada saat itu Wilhelmy melakukan pengukuran laju inversi
sukrosa.Sehingga dapat disimpulkan bahwa laju reaksi pada setiap waktu
sebanding dengan konsentrasi sukrosa yang tersisa pada waktu setelahnya (Bird,
1985).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Menurut teori tumbukan, reaksi akan berlangsung jika terjadi tumbukan-
tumbukan antarpartikel. Semakin banyak terjadi tumbukan, maka reaksi akan
berlangsung lebih cepat. Namun tidak semua tumbukan dapat menghasilkan
reaksi, hanya partikel-partikel yang mempunyai energi cukup dan posisi yang baik
yang dapat menghasilkan tumbukan. Selain itu, masih terdapat beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu:

2.2.1 Konsentrasi
Bila konsentrasi bertambah maka laju reaksi akan bertambah. Sehingga
suatu konsentrasi berbanding lurus dengan laju reaksi seperti contoh:
2SO2 + O2 → 2SO3…………………………………(2.2)
Karena semakin besar konsentrasi SO2 dan O2 maka tumbukan antar molekul
untuk membentuk SO3 juga semakin cepat.

2.2.2 Temperatur
Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur. Biasanya kenaikan
sebesar 10°C akan melipatkan dua atau tiga laju reaksi antar molekul-molekulnya.
Kenaikan laju reaksi ini dapat diterangkan sebagai lebih cepatnya molekul-
molekul bergerak kian kemari pada temperatur yang lebih tinggi dan karenanay
telah bertabrakan satu sama lain lebih sering. Tetapi ini belum menjelaskan
seluruhnya kecuali bila energi pengaktifan praktis nol. Dengan naiknya
temperatur, bukan hanya molekul-molekul lebih sering bertabrakan, tetapi juga
mereka bertabrakan dengan dampak (benturan) yang lebih besar karena mereka
bergerak lebih cepat. Pada temperatur yang ditinggikan, presentase tabrakan yang
mengakibatkan reaksi kimia akan lebih besar, karena makin banyak molekul yang
memiliki kecepatan lebih besar dan karenanya memiliki energi cukup untuk
bereaksi (Keenan, 1984).
Sehingga , persamaannya ditulis sebagai berikut :
V2 = 2T2-T1/10(V1)……………………………………(2.3)
Dimana:
V1 = Laju mula-mula
V2 = Laju akhir
T1 = Temperatur mula-mula
T2 = Temperatur akhir
Selama perubahan kimia, perlulah bagi molekul-molekul yang bereaksi
ketika mereka bergerak kian kemari secara acak. Tetapi untuk banyak reaksi
eksotermal dan serta merta pada temperatur kamar kebanyakan dari molekul
sekedar terpental setelah bertabrakan tanpa reaksi Tetapi, itu tidak akan terjadi
kecuali jika energynya dinaikkan dulu secukupnya untuk membentuk dalam
keadaan transisi

2.2.3 Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan setelah
reaksi selesai zat tersebut akan terbentuk kembali. Katalis dapat memperkecil
energi aktivasi, sehingga banyak partikel yang mempunyai energi kinetik di atas
energi aktivasi, maka akan semakin cepat reaksi berlangsung. Energi aktivasi
adalah energi minimal yang harus dimiliki partikel agar tumbukannya
menghasilkan reaksi. Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, yaitu reaksi
heterogen dan homogen. Di dalam reaksi heterogen, katalis berada dalam fase
yang berbeda dengan reaktan. Sedangkan pada reaksi homogen, katalis berada
dalam fase yang sama dengan reaksi.

2.2.4 Luas Permukaan Bidang Sentuh


Luas permukaan, ukuran materi atau luas permukaan sentuh sangat
mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar luas permukaan, maka semakin
banyak pula pertikel yang saling bertumbukan.
2.2.5 Teori Tumbukan
Menurut teori tumbukan suatu reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan
antar partikel yang bereaksi. Hanya tumbukan yang memiliki energi cukup serta
arah yang bereaksi. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan
efektif. Energi minimum yang diperlukan agar suatu tumbukan antar partikel
dapat menghasikan reaksi disebut energi pengaktifan (energi aktivasi). Teori
tumbukan tersebut akhirnya di perbaiki oleh teori keadaan transisi. Menurut teori
keadaan transisi, terdapat suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-
molekul yang bereaksi menuju ke keadaan akhir, keadaan ini disebut dengan
keadaan transisi (Onang, 2010).

2.3 Persamaan Laju Reaksi


Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dinyatakan dengan suatu orde
reaksi (tingkat reaksi). Misalkan konsentrasi salah satu zat dinaikkan x kali, dan
ternyata laju reaksi naik menjadi y kali, maka hubungan kenaikkan konsentrasi
dengan laju reaksi dinyatakan sebagai berikut.
[x]orde = y .........................................................(2.4)
Orde reaksi tidak dapat ditentukan hanya dari persamaan reaksi, tetapi
dapat ditentukan dengan salah satu cara sebagai berikut:
1. Jika tahap-tahap reaksi elementer diketahui, maka orde reaksi sama dengan
koefisien reaksi tahap yang paling lambat.
2. Bila tidak diketahui tahap-tahap reaksi elementernya, maka orde reaksi
ditentukan melalui eksperimen.
Untuk reaksi aA + bB → cC + dD, persamaan laju reaksi umumnya dinyatakan
sebagai berikut.
V = k[A]m [B]n.................................................. (2.5)
Dimana:
V = laju reaksi
k = tetapan laju reaksi
m = orde reaksi terhadap A
n = orde reaksi terhadap B
m= n = orde reaksi
(Anwar, 2005).

2.4 Orde Reaksi


Menemukan orde reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh
mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu. Orde reaksi atau
tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi
komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, V = k [A]m[B]n , bila m=1
dikatakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap A, jika n=3 reaksi
tersebut orde ketiga terhadap B. Pangkat m dan n ditentukan dari eksperimen,
biasanya harga kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan b. Hal ini
berarti, tidak ada hubungan antara jumlah pereaksi dan koefisien reaksi dengan
orde reaksi.
Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya
menentukan seberapa besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap
laju reaksinya. Orde reaksi memiliki beberapa makna diantaranya:

2.4.1 Orde Nol


Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi.
2.4.2 Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya, jika
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu. Jika konsentrasi
pereaksi itu dilipat tigakan maka laju reaksi akan menjadi 31 atau 3 kali lebih
besar orde satu.

2.4.3 Orde Dua


Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksinya, jika
laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila
konsentrasi pereaksi itu dilipat tigakan maka laju reaksi akan menjadi 32 atau 9
kali lebih besar.
2.4.4 Orde Tiga
Suatu reaksi dikatakan berorde tiga terhadap salah satu pereaksi, jika laju
reaksi merupakan pangkat tiga dari konsentrasi pereaksi itu. Apabila konsentrasi
zat itu dilipat tigakan, maka laju pereaksi akan menjadi 33 atau 27 kali lebih besar.

2.4.5 Orde Negatif


Suatu pereaksi berorde negatif, jika laju pereaksi berbanding terbalik
dengan konsentrasi pereaksi itu. Jika konsentrasi pereaksi itu diperbesar, maka
laju reaksi itu akan makin kecil. Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan
yang efektif antara partikel-partikel zat yang bereaksi. Tumbukan efektif adalah
tumbukan yang mempunyai energi yang cukup untuk memutuskan energi ikatan-
ikatan pada zat yang bereaksi. Energi miminum yang harus dimiliki oleh partikel
pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan yang efektif disebut dengan energi
pengaktifan atau energi aktivasi (Brady, 1990).

2.5 Penentuan Orde Reaksi Secara Percobaan


2.5.1 Metoda Integrasi
Salah satu cara untuk menentukan orde reaksi adalah dengan jalan
mencocokkan persamaan laju reaksi dengan data hasil percobaan. Masalah utama
dalam metoda ini adalah adanya reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan.

2.5.2 Metoda Laju Reaksi Awal


Dengan metoda ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat
ditiadakan. Dalam metoda ini, prosedur yang dilakukan adalah mengukur laju
reaksi awal dengan konsentrasi awal reaktan yang berbeda-beda.

2.5.3 Metoda Waktu Paruh


Secara umum, untuk suatu reaksi yang berordo n, waktu paruh reaksi
sebanding dengan 1/Con-1, dimana Co adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data
hasil percobaan dimasukkan ke dalam persamaan diatas, (Foliatini, 2009).

Anda mungkin juga menyukai