Anda di halaman 1dari 2

Salah satu peristiwa penting yang terjadi di bulan Ramadhan adalah Fathu Makkah (pembebasan

Makkah). Di mana, peristiwa ini terjadi pada tahun kedelapan hijriah.

Menurut Guru Besar Bidang Agama dan Isu Internasional

dari Universitas Georgetown John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford,

Fathu Makkah terjadi pada tahun Ramadhan 8 Hijriah/ 630 M.

Sekitar 10 ribu pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah.

Berbeda dengan perang Badar, kali ini umat Islam mengambil alih Makkah dari kafir Quraisy tanpa
ada perlawanan dan perang. Tak ada pertumpahan darah dalam perang Fathu Makkah. Ka’bah dan
sekitarnya di Masjidil Haram kemudian disucikan dari berhala sembahan kafir Quraisy.

Sementara, dikutip dari buku Ketika Rasulullah Harus Berperang karangan Prof Ali Muhammad Ash
Shallabi, pasukan mini beranggotakan delapan orang yang dikirim terlebih dahulu ke lembah Idham
membuat orang-orang semakin bertanya. Pasukan di bawah pimpinan Abu Qatadah ini membuat
orang berasumsi bahwa pasukan Muhammad akan menyerang Thaif. Padahal, pasukan itu sengaja
diarahkan Muhammad untuk mengecoh kaum Quraisy tentang rencana besar ini.

Bekal iman kepada Sang Rasul membuat mereka yakin. Mereka tetap saja mengayuhkan langkahnya
tanpa banyak tanya. Meski demikian, rencana itu hampir saja bocor. Hathib bin Abu Balta'ah menulis
surat untuk dikirimkan ke penduduk Makkah melalui tangan seorang perempuan. Isinya
mengabarkan keberangkatan Rasulullah kepada mereka.

Rasulullah pun mengirim Ali bin Abu Thalib, Zubair dan Al-Miqdad untuk menangkap perempuan itu
di Raudhah Khak. Jaraknya 12 mil dari Madinah. Utusan Rasulullah itu pun mengancam akan
memeriksa perempuan itu jika tidak menyerahkan surat tersebut. Alhasil, dia tunduk kemudian
mengeluarkan surat yang disimpan di pakaiannya untuk diserahkan kepada mereka.

Pasukan pun terus berderap. Menjelang Makkah, sepuluh ribu obor dinyalakan. Tepatnya di Marr
Azh Zhahran, tempat pasukan Muslimin beristirahat dan makan malam. Abu Sufyan, tokoh kunci
kaum Quraisy pun berkata, "Aku belum pernah melihat api dan pasukan seperti malam ini." Badil bin
Warqa, yang ikut menyertai Abu Sufyan mencari kabar tentang kehadiran kaum Muslimin
menjawab, "Demi Allah, ini Khuza'ah yang terbakar perang." Abu Sufyan menjawab, "Khuza'ah lebih
kecil dan lebih hina dari pasukan ini."

Abu Sufyan lantas menemui Rasulullah pada keesokan paginya. Dia pun menyatakan keislaman di
hadapan nabi dan pamanda Abbas bin Abdul Muthalib. Sadar bahwa Abu Sufyan merupakan tokoh
yang menyukai kebanggaan, Nabi lantas memberikan kehormatan kepada Abu Sufyan atas saran
Abbas. "Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, dia aman. Barang siapa menutup pintunya, dia
aman. Dan barang siapa memasuki Masjidil Haram, dia aman."

Pasukan itu tak tertahan. Dari tiga penjuru, kaum Muslimin berhasil menguasai Makkah tanpa
kecuali. Memang ada perlawanan dari Ikrimah bin Abu Jahal yang berhasil menggalang sekutu di
sebuah daerah bernama Khandamah. Namun, kekuatan mereka tak bisa menandingi keperkasaan
Khalid bin Walid yang memimpin pasukan penyisir di sekitar lembah. Mereka lari tunggang langgang.
Ikrimah yang berhasil lari ke Yaman kemudian kembali untuk menyatakan keislamannya di hadapan
Rasulullah.

Rasulullah sampai di Makkah dengan sikap penuh tawadhu. Sampai-sampai, dagunya hampir
menyentuh dada. Dalam kemenangan itu, Nabi yang mulia menghancurkan berhala-berhala di dalam
Ka'bah. Ketika itu, dia membacakan firman Allah dalam QS al-Isra:81. "Kebenaran telah datang dan
yang batil telah lenyap. Sungguh yang batil itu pasti lenyap." Nabi pun membacakan ayat lain yang
tertera dalam QS Saba:49. "Kebenaran itu telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan
tidak (pula) mengulangi."

Lepas itu, Nabi pun menyuruh Bilal bin Rabah, seorang bekas budak yang pernah dihinakan kaum
Quraisy karena keislamannya untuk mengumandangkan azan. Semua tertunduk khusyuk
mendengarkannya penuh makna. Pengampunan umum diberikan kepada penduduk Makkah.

Amnesti dikeluarkan dengan melepas kenangan betapa hebat siksaan yang diterima Rasulullah dan
para sahabat pada awal masa kerasulan. Kenangan pahit saat Nabi yang mulia dikejar-kejar kaum
quraisy hingga harus bersembunyi di Gua Tsur, intimidasi kepada para sahabat hingga menyebabkan
mereka tewas hingga blokade ekonomi yang dilakukan kepada kaum Muslimin. Semua peristiwa itu
seakan dilupakan Muhammad dan para pengikutnya ketika Fathu Makkah tiba.

Amnesti dikeluarkan pada saat penduduk Makkah berkumpul di dekat Ka'bah. Mereka menunggu
hukum keputusan Rasulullah terkait nasib mereka. Rasulullah pun bertanya, "Menurut dugaan
kalian, apakah yang akan aku lakukan terhadap kalian? Mereka menjawab, "Dugaan kami adalah
baik karena engkau adalah saudara yang mulia dan anak orang mulia."

Rasulullah kemudian bersabda sambil mengutip firman Allah SWT. "Pada hari ini, tidak ada cercaan
terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian." (QS Yusuf: 92). Rakyat Makkah pun
mendapatkan jaminan keamanan dari hukuman mati, tidak menjadi tawanan, harta bergerak
ataupun harta tidak bergerak tetap menjadi milik mereka dan mereka terhindar dari hukum
membayar kharraj (pajak).

Anda mungkin juga menyukai