Anda di halaman 1dari 28

MISKONSEPSI SISWA SMP PADA MATERI HIMPUNAN

(Tugas Mata Kuliah Pendalaman Materi Matematika Sekolah)

Dosen Pengampu:
Dr. Nurhanurawati, M. Pd.
Dr. Caswita, M.Si.

Oleh:
Kelompok 1
Ita Oktriani (2123021006)
Ro’ayatul Hidayah (2123021007)
Reza Setiawati (2123021012)
Nurhudawati (2123021015)
Tri Mustikaningrum (2123021024)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami
dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “Miskonsepsi Siswa pada Materi
Himpunan” dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Pendalaman Materi
Matematika Sekolah.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberi


kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini
terutama kepada ibu Dr. Nurhanurawati, M.Pd. dan bapak Dr. Caswita, M.Si.
sebagai dosen pengampu dalam mata kuliah Pendalaman Materi Matematika
Sekolah, serta para anggota kelompok yang berkontribusi dalam pembuatan
makalah.

Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Bandarlampung, 31 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan..................................................................................... 3

II. PEMBAHASAN
2.1. Materi Himpunan...................................................................................... 4
2.2. Miskonsepsi Pengeneralisasian pada Materi Himpunan............................ 9
2.3. Miskonsepsi Penspesialisasian pada Materi Himpunan.......................... 10
2.4. Miskonsepsi Notasi pada Materi Himpunan........................................... 12
2.5. Mengatasi Miskonsepsi Pengeneralisasian pada Materi Himpunan....... 12
2.6. Mengatasi Miskonsepsi Penspesialisasian pada Materi Himpunan........ 18
2.7. Mengatasi Miskonsepsi Notasi pada Materi Himpunan......................... 22

III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan............................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembelajaran bidang studi matematika memiliki beberapa tujuan yang termuat


dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, yaitu memahami, menjelaskan
keterkaitan, dan mengaplikasikan konsep. Siswa dengan jenjang
SMP/MTs/SMPLB dan sederajat, pengetahuan konseptual menjadi salah satu
aspek yang terdapat dalam kompetensi yang termuat di dalam Permendikbud
Nomor 20 Tahun 2016. Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan konseptual sangat
berarti, sehingga miskonsepsi (kesalahan dalam pengetahuan konseptual) harus
diperkecil untuk terjadi dikalangan siswa.

Proses belajar mengajar melibatkan siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya


dalam memperoleh pengetahuan yang baru. Suparno (2013: 30) menyatakan
bahwa ketika siswa mengkontruksi sendiri pengetahuannya, maka tidak mustahil
dapat terjadi kesalahan dalam mengkontruksi pengetahuannya. Pengetahuan itu
dibentuk oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan
bahan yang dipelajari. Konsep yang dimiliki siswa ini terkadang sudah sesuai
dengan konsep para ahli, maupun berbeda dengan konsep para ahli. Menurut
Suwarto (2013: 76) miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang tidak cocok dengan
konsepsi para ahli.

Menurut Nurtasari, dkk (2017), berbagai bentuk miskonsepsi yang dapat dialami
siswa adalah: 1) miskonsepsi pengeneralisasian yaitu pemahaman yang kurang
dan keliru dalam memahami konsep seperti tidak memahami sepenuhnya konsep
yang akan digunakan ketika menyelesaikan soal, 2) miskonsepsi penspesialisasian
yaitu pemahaman tentang sebuah konsep yang selalu sama dengan konsep yang
2

lainnya seperti menyamakan suatu konsep dengan konsep lain yang berbeda atau
menganggap sebuah konsep dapat digunakan dalam situasi yang berbeda, 3)
miskonsepsi notasi yaitu pemahaman yang keliru terhadap sebuah notasi seperti
pemahaman yang berbeda terhadap sebuah notasi, penggunaan notasi yang keliru,
dan mengabaikan sebuah notasi.

Fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil pengamatan dari guru


matematika di beberapa SMP, didapatkan keterangan bahwa siswa yang
mengalami salah pemahaman dalam mengubah notasi numerik untuk
mendapatkan anggota himpunan A yaitu A = {x | x ≤ 10, x Є bilangan asli},
pekerjaan siswa menjawab “A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}” sedangkan yang
sebenarnya adalah “A ={1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10}”, hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa siswa tersebut mengalami miskonsepsi notasi dan
siswa tersebut salah melakukan pengoperasian gabungan dari himpunan yaitu
“A ∪ B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}” sedangkan yang sebenarnya adalah “A ∪ B =
{1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}” hal tersebut mengidentifikasikan bahwa siswa tersebut
mengalami miskonsepsi penggeneralisasian.

Berdasarkan uraian di atas, hal ini menjadi daya dorong penyusun untuk
mengungkapkan bagaimana bentuk miskonsepsi yang dialami siswa pada materi
himpunan dan bagaimana cara mengatasinya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk miskonsepsi yang dialami siswa pada materi himpunan?
2. Bagaimana mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa pada materi himpunan?
3

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui berbagai bentuk miskonsepsi yang dialami siswa pada
materi himpunan
2. Untuk mengetahui cara mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa pada
materi himpunan
4

II. PEMBAHASAN

2.1. Materi Himpunan

2.1.1. Pengertian Himpunan

Sebuah himpunan adalah kumpulan semua objek yang mungkin yang bersifat
tertentu menurut aturan yang telah ditetapkan. Setiap objek yang termasuk ke
dalam sebuah himpunan dinamakan anggota atau elemen dari himpunan itu.
Secara umum, kita menuliskan sebuah himpunan dengan huruf kapital, seperti: A,
B, C, sedangkan anggota-anggota himpunan ditulis dengan huruf kecil, seperti: a,
b, c.

Jika a termasuk ke dalam anggota himpunan C, maka ditulis a ∈ C. Sebaliknya


jika a tidak termasuk ke dalam anggota himpunan C, maka ditulis a ∉ C. Jika a
dan b keduanya termasuk ke dalam anggota himpunan C, maka a, b ∈ C. Berikut
ini akan dibahas tiga metode untuk menyatakan sebuah himpunan, yaitu:
1. Kita akan menuliskan sebuah himpunan dalam kata-kata. Metode ini kita sebut
sebagai metode kata-kata.
Contoh: Himpunan A terdiri atas bilangan bulat positif 5, 6, 7, 8, dan 9.
2. Kita akan mendaftarkan semua anggota yang termasuk ke dalam sebuah
himpunan. Metode ini sering disebut metode daftar.
Contoh: Penulisan himpunan anggota A adalah A = {5, 6, 7, 8, 9}.
3. Kita akan menuliskan semua anggota berdasarkan karakteristik yang dipunyai
oleh anggota himpunan itu. Metode ini sering disebut metode sifat.
Contoh:
a. Jika C adalah himpunan bilangan real antara 0 dan 1, maka:
C = {x : 0 < x < 1}
5

b. Himpunan A di atas dapat ditulis sebagai berikut:


A = { x : x = 5, 6, 7, 8, 9}

a. Himpunan Semesta
Himpunan semesta adalah himpunan yang terdiri atas semua himpuan bagian
yang dibentuk darinya. Himpunan semesta biasanya dinotasikan dengan U atau S.
Pemahaman pengertian himpunan semesta diperjelas melalui contoh berikut ini.
1. U adalah himpunan bilangan bulat dari 1 sampai 15
2. U adalah himpunan bilangan real
3. U adalah himpunan bilangan ganjil positif

b. Dua Himpunan Sama


Dua himpunan A dan B dikatakan sama, jika dan hanya jika setiap anggota pada
A juga anggota pada B dan setiap anggota pada B juga anggota pada A. Dengan
kata lain, dua buah himpunan dikatakan sama, jika kedua himpunan itu
mempunyai anggota yang sama. Penulisan dua buah himpunan yang sama
digunakan tanda “=”. Pemahaman pengertian dua himpunan yang sama diperjelas
melalui contoh berikut ini.
Jika A = {2, 3, 4, c}, B = {2, 4, 6}, C = {2, 6, 6, 4, 2, 2, 4} dan D = {2, c, 4, 3}
maka A = D dan B = C.

c. Himpunan Bagian
Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. A dikatakan himpunan bagian dari
B, jika dan hanya jika setiap anggota A juga anggota pada B. Penulisan sebuah
himpunan yang merupakan himpunan bagian digunakan tanda “ ⊂”. Pemahaman
pengertian himpunan bagian diperjelas melalui contoh berikut ini.
Misalkan A = {2, 4, 6, 8}, B = {2, 6}, dan C = {4}
Dalam hal ini, B ⊂ A dan C ⊂ A, karena setiap anggota pada B juga anggota pada
A dan setiap anggota pada C juga anggota pada A.
Hubungan antara dua himpunan yang sama dan himpunan bagian adalah sebagai
berikut.
6

Dua himpunan dikatakan sama, jika kedua himpunan itu satu sama lain
merupakan himpunan bagian. Jika A = B, maka A ⊂ B dan B ⊂ A.

d. Himpunan Kosong
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota. Himpunan
kosong biasanya dituliskan dengan ∅ atau { }. Pemahaman pengertian himpunan
kosong diperjelas melalui contoh berikut ini.
1. Misalkan A = {x : x2 = 16, 2x = 6}
Dalam hal ini, nilai x tidak ada yang memenuhi x2 = 16 dan 2x = 6. Jadi A
merupakan himpunan kosong dan ditulis A = ∅ atau A = { }.
2. Misalkan B = {x : x2 = 9, x adalah bilangan genap}
Dalam hal ini, nilai x tidak ada yang memenuhi x2 = 9 dan x adalah bilangan
genap. Jadi B merupakan himpunan kosong dan ditulis B = ∅ atau B = { }.

2.1.2. Operasi-operasi pada Himpunan

a. Gabungan Dua Himpunan


Gabungan dari dua himpunan A dan B (ditulis A ∪ B) adalah himpunan yang
terdiri atas semua anggota A atau B atau keduanya, atau himpunan dari semua
anggota paling sedikit satu dari A dan B.
Gabungan dari A dan B ditulis sebagai berikut: A ∪ B = {x : x ∈ A atau x ∈ B}.
Diagram Venn untuk gabungan dari A dan B adalah sebagai berikut.

Pemahaman gabungan pada dua buah himpunan diperjelas melalui contoh berikut
ini.
1. Misalkan A = {x : x = 0, 1, 2, 3, …, 10} dan B = {x : x = 8, 9, 10, 11}. Maka
A ∪ B = {0, 1, 2, 3, …, 11}
2. Misalkan B = {x : 0 ≤ x ≤ 1} dan C = {x = -1 ≤ x ≤ 2}. Maka
B ∪ C = { x = -1 ≤ x ≤ 2}. B ∪ C = C
7

b. Irisan Dua Himpunan


Irisan dari dua himpunan A dan B (ditulis A ∩ B) adalah himpunan yang terdiri
atas semua anggota A dan B.
Irisan dari A dan B ditulis sebagai berikut: A ∩ B = {x : x ∈ A dan x ∈ B}.
Diagram Venn untuk irisan dari A dan B adalah sebagai berikut.

Pemahaman irisan pada dua buah himpunan diperjelas melalui contoh berikut ini.
Misalkan A = {(x, y) : (x, y) = (0, 0), (0, 1), (1, 1)} dan
B = {(x, y) : (x, y) = (1, 1), (1, 2), (2, 1)}. Maka A ∩ B = {(x, y) : (x, y) = (1, 1)}

c. Komplemen Sebuah Himpunan


Misalkan U adalah himpunan semesta dan A adalah himpunan bagian U.
Himpunan yang terdiri atas semua anggota U yang bukan anggota A dinamakan
komplemen dari A. Komplemen dari himpunan A dinotasikan dengan Ac atau Á .
Komplemen dari A ditulis sebagai berikut: Ac = {x : x ∈ U, x ∈ A}.
Diagram Venn untuk komplemen dari A adalah sebagai berikut.

Pemahaman komplemen sebuah himpunan diperjelas melalui contoh berikut ini.


1. Misalkan U = {x : x = 0, 1, 2, 3, 4} dan A = {x : x = 0,1}.
Maka Ac = {x : x = 2, 3, 4}
2. Misalkan U = {x : 1 ≤ x ≤ 10}, A = { x : 1 ≤ x ≤ 2}, dan B = {1, 10}.
Maka Ac = {x : 2 ¿ x ≤ 10} dan Bc = {x : 1 ¿ x ¿ 10}
8

d. Perkalian Dua Himpunan


Perkalian himpunan dari A dan B, dinotasikan dengan A × B, adalah himpunan
yang terdiri atas semua pasangan (x1, x2) yang mungkin dengan x1 ∈ A dan
x2 ∈ B.
Perkalian himpunan A × B ditulis sebagai berikut:
A × B = {( x1, x2) : x1 ∈ A, x2 ∈ B}
Pemahaman perkalian dari dua himpunan diperjelas melalui contoh berikut ini.
Jika A = {0, 1, 2}, B = {3, 5}, dan C = {0}, maka:
1. A × B = {(0, 3), (0, 5), (1, 3), (1, 5), (2, 3), (2, 5)}
2. A × C = {(0, 0), (1, 0), (2, 0)}
3. B × C = {(3, 0), (5, 0)}
4. B × A = {(3, 0), (3, 1), (3, 2), (5, 0), (5, 1), (5, 2)}
5. C × B = {(0, 3), (0, 5)}
6. C × A = {(0, 0), (0, 1), (0, 2)}
7. A × A = {(0, 0), (0, 1), (0, 2), (1, 0), (1, 1), (1, 2), (2, 0), (2, 1), (2, 2)}
8. B × B = {(3, 3), (3, 5), (5, 3), (5, 5)}
9. C × C = {(0, 0)}
Operasi-operasi pada himpunan memenuhi beberapa sifat. Jika A, B, dan C
merupakan himpunan-himpunan bagian dari U, maka beberapa sifat yang
dipenuhinya adalah sebagai berikut.
1. Hukum Idempoten
a. A ∪ A = A
b. A ∩ A = A
2. Hukum Asosiatif
a. (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C)
b. (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
3. Hukum Komutatif
a. A ∪ B = B ∪ A
b. A ∩ B = B ∩ A
4. Hukum Distributif
a. A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C)
b. A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)
9

5. Hukum Identitas
a. A ∪ ∅ = U
b. A ∪ U = U
c. A ∩ U = A
d. A ∩ ∅ = ∅
6. Hukum Komplemen
a. A ∪ Ac = U
b. (Ac)c = A
c. A ∩ Ac = ∅
d. Uc = ∅, ∅ c = U
7. Hukum De Morgan
a. (A ∪ B)c = Ac ∩ Bc
b. (A ∩ B)c = Ac ∪ Bc

2.2. Miskonsepsi Pengeneralisasian pada Materi Himpunan

Miskonsepsi pengeneralisasian merupakan bentuk miskonsepsi yang didasari atas


pernyataan umum yang berlebih terhadap sebuah alasan, dan siswa langsung
menarik kesimpulan sebelum memiliki informasi yang lebih untuk
menyimpulkan. Miskonsepsi pengeneralisasian dapat berupa tidak memahami
sepenuhnya konsep yang akan digunakan ketika menyelesaikan soal.

Pada materi himpunan, banyak siswa yang mengalami miskonsepsi


pengeneralisasian. Adapun beberapa bentuk miskonsepsi pengeneralisasian yang
dialami siswa adalah sebagai berikut.
1. Siswa menyatakan bahwa himpunan selalu memiliki anggota
Siswa yang terbiasa mendengar kata himpunan yang disamakan dengan
kelompok mengira bahwa himpunan selalu memiliki anggota. Pemahaman
siswa yang didasari oleh pengalaman sehari-hari juga dikuatkan oleh
penjelasan dari guru yang menggunakan manusia maupun objek-objek nyata
untuk memberi contoh mengenai himpunan.

2. Siswa menyatakan bahwa himpunan tidak harus memiliki sifat yang jelas
10

Siswa menganggap bahwa kumpulan yang memiliki sifat adalah himpunan


dan menurut siswa sifat yang dimiliki tidak harus jelas.
3. Siswa menyatakan bahwa gabungan himpunan A dan himpunan B adalah
gabungan antara kedua anggota A dan B
Siswa menganggap bahwa gabungan adalah menggabungkan semua anggota
himpunan A dan anggota himpunan B. Menurut siswa dalam gabungan tidak
ada anggota yang beririsan.
4. Siswa menyatakan bahwa irisan adalah himpunan yang merupakan anggota
yang berbeda dari himpunan A dan himpunan B
Siswa menganggap bahwa irisan dalam matematika sama dengan irisan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi siswa penggunaan kata irisan pada kehidupan
sehari-hari dapat diterapkan pada konsep himpunan. Pada pelajaran IPA kata
irisan juga digunakan dalam praktik di kelas sehingga siswa menganggap hal
ini sama.
5. Siswa menyatakan bahwa anggota dari semesta pembicaraan semuanya
dituliskan pada diagaram Venn
Siswa menuliskan kembali semua anggota semesta pada digram Venn. Siswa
menganggap bahwa semua anggota semesta pembicaraan dituliskan kembali
pada diagram Venn termasuk anggota dua himpunan yang dimaksudkan.
Siswa menganggap bahwa semua anggota semesta dituliskan kembali pada
diagram Venn termasuk anggota himpunan yang sudah digambar di dalam
kurva.

2.3. Miskonsepsi Penspesialisasian pada Materi Himpunan

Miskonsepsi penspesialisasian merupakan bentuk miskonsepsi yang didasari atas


spesialisasi yang berlebihan selama proses pembelajaran. Miskonsepsi
penspesialisasian dapat berupa menyamakan suatu konsep dengan konsep lain
yang berbeda atau menganggap sebuah konsep dapat digunakan dalam situasi
yang berbeda.
11

Pada materi himpunan, banyak siswa yang mengalami miskonsepsi


penspesialisasian. Adapun beberapa bentuk miskonsepsi penspesialisasian yang
dialami siswa adalah sebagai berikut.
1. Siswa menyatakan bahwa penyajian diagram Venn terkait gabungan seperti
himpunan bagian
Siswa menganggap bahwa penyajian gambar untuk gabungan seperti kurva
yang tergabung menjadi satu atau seperti menyajikan sebuah himpunan
bagian.

2. Siswa menyajikan diagram Venn terkait gabungan selalu saling lepas


Siswa mengambarkan kurva yang melambangkan gabungan dua himpunan
pada diagram Venn selalu terpisah. Siswa menganggap bahwa gabungan tidak
harus mencari anggota yang sama karena jika tidak terdapat anggota yang
sama maka tetap dapat diperoleh hasil dari operasi gabungan. Sehingga siswa
menganggap bahwa penyajian gambar gabungan saling lepas.

3. Siswa salah dalam memahami konsep gabungan dua himpunan


Siswa menyatakan bahwa gabungan dua himpunan adalah kumpulan yang
semua anggotanya digabung. Siswa menyatakan bahwa gabungan dua
himpunan adalah tetap seperti semula/semesta.
4. Siswa menyatakan bahwa gabungan adalah himpunan semesta
Siswa menganggap bahwa gabungan berarti menggabungkan semua anggota
termasuk semesta pembicaraan.
12

2.4. Miskonsepsi Notasi pada Materi Himpunan

Miskonsepsi notasi adalah pemahaman yang keliru terhadap sebuah notasi.


Miskonsepsi notasi dapat berupa pemahaman yang berbeda terhadap sebuah
notasi, penggunaan notasi yang keliru, dan mengabaikan sebuah notasi.

Pada materi himpunan, banyak siswa yang mengalami miskonsepsi notasi.


Adapun beberapa bentuk miskonsepsi notasi yang dialami siswa adalah sebagai
berikut.
1. Siswa menyatakan bahwa himpunan bagian “⊂” adalah irisan “∩”
Siswa menganggap bahwa dalam irisan berarti mencari anggota yang sama,
himpunan bagian berarti seluruh anggota ada di himpunan lain. Jadi, menurut
siswa irisan memiliki makna yang sama dengan himpunan bagian.
2. Siswa menyatakan bahwa a anggota A berarti terdapat a anggota pada
himpunan A
Siswa menyatakan bahwa 10 anggota A berarti terdapat 10 anggota yang
terdiri dari bilangan asli kurang dari dan sama dengan 10 pada himpunan A
sehingga siswa menuliskan 1 ∈ A, 2 ∈ A, 3 ∈ A, … , 10 ∈ A. Untuk 11
adalah bukan anggota himpunan A berarti menuliskan mulai dari 1 ∈ A, 2 ∈
A, 3 ∈ A, … ,11 ∈ A. Adapula siswa yang menjawab A = {1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9}

2.5. Mengatasi Miskonsepsi Pengeralisasian pada Materi Himpunan

1. Siswa menyatakan bahwa himpunan selalu memiliki anggota


Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap kata himpunan yang
disamakan dengan kelompok mengira bahwa himpunan selalu memiliki
anggota, bahwa terdapat himpunan yang tidak memiliki anggota yaitu disebut
dengan himpunan kosong. Himpunan kosong disimbolkan dengan Ø atau { }.
Contoh:
1. B adalah himpunan siswa SMP yang berusia 40 tahun
13

karena tidak ada siswa SMP yang berusia 40 tahun, maka himpunan ini
disebut himpunan kosong. Dinyatakan dengan simbol B = { } atau B = Ø.
2. M adalah himpunan bilangan asli kurang dari 1
karena tidak ada bilangan asli yang kurang dari 1, maka himpunan ini disebut
himpunan kosong. Dinyatakan dengan simbol M = { } atau M = Ø.
3. K adalah himpunan bilangan ganjil yang habis dibagi 2
karena tidak ada bilangan ganjil yang habis dibagi 2, maka himpunan ini
disebut himpunan kosong. Dinyatakan dengan simbol K = { } atau K = Ø.
4. N adalah himpunan nama hari yang dimulai dengan huruf O
karena tidak ada nama hari yang dimulai dengan huruf O, maka himpunan ini
disebut himpunan kosong. Dinyatakan dengan simbol K = { } atau K = Ø.
5. P adalah himpunan bilangan prima yang memiliki 1 faktor
karena tidak ada bilangan prima yang memiliki 1 faktor, maka himpunan ini
disebut himpunan kosong. Dinyatakan dengan simbol P = { } atau P = Ø.

2. Siswa menyatakan bahwa himpunan tidak harus memiliki sifat yang jelas
Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap himpunan tidak harus
memiliki sifat yang jelas, maka akan dijelaskan mengenai himpunan sebagai
berikut.
Definisi Himpunan:
Himpunan adalah kumpulan objek atau benda yang sudah terdefinisi dengan
jelas. Pada himpunan A, B, dan C berlaku sifat-sifat berikut:

a. Sifat Komplemen
(A U B)c = Ac ∩ Bc
(A ∩ B)c = Ac U Bc
(Ac)c = A
b. Sifat Identitas
AU∅=A
A∩∅=∅ 
c. Sifat Idempoten
AUA=A
A∩A=A
14

d. Sifat Komutatif
AUB=BUA
A∩B=B∩A
e. Sifat Asosiatif
(A U B) U C = A U (B U C)
(A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
f. Sifat Distributif
A U (B ∩ C) = (A U B) ∩ (A U C)
A ∩ (B U C) = (A ∩ B) U (A ∩ C)
Contoh:
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
A = {1, 2, 3, 4}
B = {3, 6}
C = {2, 3, 5}
a. Sifat Komplemen
Ac = {5, 6} ⇒ (Ac)c = {1, 2, 3, 4} = A
Maka, (Ac)c = A
Bc = {1, 2, 4, 5}
Ac ∩ Bc = {5}
Ac U Bc = {1, 2, 4, 5, 6}
A U B = {1, 2, 3, 4, 6}
(A U B)c = {5} = Ac ∩ Bc
Maka, (A U B)c = Ac ∩ Bc
A ∩ B = {3}
(A ∩ B)c = {1, 2, 4, 5, 6} = Ac U Bc
Maka, (A ∩ B)c = Ac U Bc
b. Sifat Identitas
A U ∅ = {1, 2, 3, 4} U { } = {1, 2, 3, 4} = A
A ∩ ∅ = {1, 2, 3, 4} ∩ { } = { } = ∅
c. Sifat Idempoten
A U A = {1, 2, 3, 4} U {1, 2, 3, 4} = {1, 2, 3, 4} = A
A ∩ A = {1, 2, 3, 4} ∩ {1, 2, 3, 4} = {1, 2, 3, 4} = A
15

d. Sifat Komutatif
A U B = {1, 2, 3, 4} U {3, 6} = {1, 2, 3, 4, 6}
B U A = {3, 6} U {1, 2, 3, 4} = {1, 2, 3, 4, 6} 
Maka, A U B = B U A
A ∩ B = {1, 2, 3, 4} ∩ {3, 6} = {3}
B ∩ A = {3, 6} ∩ {1, 2, 3, 4} = {3}
Maka, A ∩ B = B ∩ A
e. Sifat Asosiatif
(A U B) U C = {1, 2, 3, 4, 6} U {2, 3, 5} = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
A U (B U C) = {1, 2, 3, 4} U {2, 3, 5, 6} = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Maka, (A U B) U C = A U (B U C)
(A ∩ B) ∩ C = {3} ∩ {2, 3, 5} = {3}
A ∩ (B ∩ C) = {1, 2, 3, 4} ∩ {3} = {3}
Maka, (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
f. Sifat Distributif
A U (B ∩ C) = {1, 2, 3, 4} U {3} = {1, 2, 3, 4}
(A U B) ∩ (A U C) = {1, 2, 3, 4, 6} ∩ {1, 2, 3, 4, 5} = {1, 2, 3, 4}
Maka, A U (B ∩ C) = (A U B) ∩ (A U C)
A ∩ (B U C) = {1, 2, 3, 4} ∩ {2, 3, 5, 6} = {2, 3}
(A ∩ B) U (A ∩ C) = {3} U {2, 3} = {2, 3}
Maka, A ∩ (B U C) = (A ∩ B) U (A ∩ C)
Dari penjelesan dan contoh diatas kita dapat menyimpulkan bahwa suatu
himpunan yaitu memiliki sifat yang jelas.

3. Siswa menyatakan bahwa gabungan himpunan A dan himpunan B adalah


gabungan antara kedua anggota A dan B
Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap gabungan dua himpunan,
maka akan dijelaskan mengenai gabungan sebagai berikut.
Definisi Gabungan Dua Himpunan:
Himpunan A dan himpunan B yang anggotanya hanya bilangan itu saja atau
anggota-anggotanya merupakan anggota himpunan salah satunya yakni
anggota himpunan A saja atau anggota himpunan B saja. Gabungan
16

dilambangkan dengan A ∪ B. Notasi gabungan dapat digambarkan dengan


ilustrasi di bawah ini:

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7} maka A ∪ B = {1, 2, 3, 4, 5,


7}
Diagram Venn-nya adalah sebagai berikut:

Daerah yang diwarnai dengan warna biru menyatakan A ∪ B.


Menurut siswa, dalam gabungan tidak ada anggota yang beririsan. Padahal
jelas terdapat irisan di sebuah gabungan, yang terlihat pada diagram Venn
yaitu A ∩ B = {2, 3, 5}
Contoh:
Di sebuah pabrik yang terdiri dari 57 orang, ternyata ada 32 orang suka makan
soto, 40 orang diantaranya suka makan bakso, sedang ada 17 orang penyuka
soto dan bakso. Tentukanlah:
1. Diagram Venn yang bisa menggambarkan kondisi diatas.
2. Berapa jumlah orang yang penyuka bakso atau soto?
3. Berapa jumlah orang yang tidak suka bakso ataupun soto?
Jawaban:
Gambar diagram Venn-nya yang menggambarkan cerita diatas adalah (angka
dalam lingkaran menunjukkan jumlah orang):

B = kumpulan orang penyuka bakso (40 - 17 = 23)


17

T = kumpulan orang penyuka soto (32 - 17 = 15)


B ∪ T = kumpulan orang penyuka bakso atau soto
Jadi jumlah orang penyuka bakso atau soto adalah (40 + 32 – 17) = 55 orang.
Sedangkan jumlah orang yang tidak suka makan bakso maupun makan soto
adalah (57-55) = 2 orang.

4. Siswa menyatakan bahwa irisan adalah himpunan yang merupakan anggota


yang berbeda dari himpunan A dan himpunan B
Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap irisan dua himpunan, maka
akan dijelaskan mengenai irisan sebagai berikut.
Definisi Irisan Dua Himpunan:
Himpunan yang terdiri atas semua anggota dari himpunan A dan himpunan B.
Irisan dilambangkan dengan A ∩ B = {x : x ∈ A dan x ∈ B}. Notasi irisan
dapat digambarkan dengan ilustrasi di bawah ini:

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7} maka A ∩ B = {2, 3, 5}


Diagram Venn-nya adalah sebagai berikut:

Daerah yang diwarnai dengan warna orange menyatakan A ∩ B. 


Jika siswa berpegangan pada konsep tersebut maka jika dikaitkan pada
kehidupan sehari-hari tidak mengalami kesalahan dalam menyatakan irisan
pada suatu himpunan.

5. Siswa menyatakan bahwa anggota dari semesta pembicaraan semuanya


dituliskan pada diagram Venn
18

Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap anggota dari semesta


pembicaraan semuanya dituliskan pada diagram Venn, maka akan dijelaskan
mengenai diagram Venn sebagai berikut.
Pada diagram Venn kerap digunakan untuk menganalisa validitas suatu
argumen. Sehingga dalam membuat diagram Venn melalui tahap berikut:
a. Himpunan semesta digambarkan sebagai persegi panjang dan huruf S
diletakkan disudut letak kiri atas.
b. Setiap himpunan yang ada dalam himpunan semesta ditunjukkan kurva
tertutup sederhana.
c. Setiap anggota ditunjukkan dengan titik.
d. Bila anggota suatu himpunan mempunyai banyak anggota maka anggota-
anggotanya tidak perlu ditulis.
Dengan adanya penjelasan tentang diagram Venn pada himpunan semesta
tersebut maka dalam membuat diagram Venn harus memenuhi tahapan di atas.
Contoh penyajian diagram Venn yang benar:

2.6. Mengatasi Miskonsepsi Penspesialisasian pada Materi Himpunan

1. Siswa menyatakan bahwa penyajian diagram Venn terkait gabungan seperti


himpunan bagian
Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap penyajian diagram Venn
terkait gabungan seperti himpunan bagian, maka akan dijelaskan mengenai
gabungan dan himpunan bagian sebagai berikut.
Definisi Gabungan:
Himpunan yang terdiri atas semua anggota A atau B atau keduanya, atau
himpunan dari semua anggota paling sedikit satu dari A dan B.
19

Diagram Venn untuk gabungan dari A dan B adalah sebagai berikut.

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7} maka A ∪ B = {1, 2, 3, 4, 5,


7}
Diagram Venn-nya adalah sebagai berikut:

Defisini Himpunan Bagian:


Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. A dikatakan himpunan bagian
dari B, jika dan hanya jika setiap anggota A juga anggota pada B.
Diagram Venn untuk himpunan bagian adalah sebagai berikut.

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5} maka A ⊂ B.

2. Siswa menyajikan diagram Venn terkait gabungan selalu saling lepas


Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap penyajian diagram Venn
terkait gabungan seperti himpunan saling lepas, maka akan dijelaskan
mengenai gabungan dan himpunan saling lepas sebagai berikut.
Definisi Gabungan:
Himpunan yang terdiri atas semua anggota A atau B atau keduanya, atau
himpunan dari semua anggota paling sedikit satu dari A dan B.
Diagram Venn untuk gabungan dari A dan B adalah sebagai berikut.
20

Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7} maka A ∪ B = {1, 2, 3, 4, 5,


7}
Diagram Venn-nya adalah sebagai berikut:

Definisi Himpunan Saling Lepas:


Dua himpunan dikatakan saling lepas, jika kedua himpunan tersebut tidak
mempunyai anggota persekutuan.
Misalkan A = {1, 2, 5} dan B = {3, 4, 6, 8}
Adakah anggota himpunan A yang ada di dalam himpunan B?
Terlihat bahwa tidak ada satupun anggota A yang terdapat pada himpunan B,
begitu juga sebaliknya. Jadi, himpunan A dan B disebut himpunan saling lepas
atau saling asing, ditulis A ⫗ B (dibaca “A saling lepas dengan B”)

3. Siswa salah dalam memahami konsep gabungan dua himpunan


Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap gabungan dua himpunan,
maka akan dijelaskan mengenai gabungan dua himpunan sebagai berikut.
Definisi Gabungan Dua Himpunan:
Jika A dan B adalah dua buah himpunan, maka gabungan himpunan A dan B
adalah himpunan yang anggotanya terdiri dari anggota-anggota A dan
21

anggota-anggota B, atau dapat ditulis dengan A ∪ B = {x : x ∈ A atau x ∈


B}.
Gabungan dari dua himpunan A dan B merupakan gabungan dari anggota
himpunan A dan himpuan B. Pada gabungan dua himpunan ini menentukan
gabungan dua himpunan gambar diagram. Jika dua gabungan saling lepas
maka gabungannya dengan cara menggabungkan semua elemen dari kedua
himpunan.
Menggabungkan kedua himpunan berarti memasukkan anggota dalam sebuah
himpunan ke dalam gabungan. Tetapi dalam menyelesaikan gabungan ada dua
caranya seperti contoh di bawah ini. Sebelum mengerjakan siswa diharapkan
untuk memahami soal agar tidak mengalami kesalahan dalam konsep
gabungan dua himpunan.
Contoh:
Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 3, 5, 7, 11}
Maka, A ∪ B = {1, 2, 3, 4, 5, 7, 11}

4. Siswa menyatakan bahwa gabungan adalah himpunan semesta


Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap gabungan adalah himpunan
semesta, maka akan dijelaskan mengenai himpunan semesta sebagai berikut.
Definisi Himpunan Semesta:
Himpunan semesta atau semesta pembicaraan yaitu himpunan yang memuat
semua anggota ataupun objek himpunan yang dibicarakan. Himpunan semesta
(semesta pembicaraan) umumnya dilambangkan dengan S atau U.
Contoh:
Jika kita membahas mengenai 1, ½, -2, -½,… maka semesta pembicaraan kita
yaitu bilangan real.
Jadi himpunan semesta yang dimaksud adalah R. Apakah hanya R saja?
Jawabannya tidak. Tergantung kita mau membatasi pembicaraanya. Pada
contoh di atas bisa saja dikatakan semestanya adalah C (himpunan bilangan
22

kompleks). Namun kita tidak boleh mengambil Z (himpunan bilangan bulat)


sebagai semesta pembicaraan.
2.7. Mengatasi Miskonsepsi Notasi pada Materi Himpunan

1. Siswa menyatakan bahwa himpunan bagian “⊂” adalah irisan “∩”


Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap notasi himpunan bagian
dan notasi irisan, maka akan dijelaskan mengenai himpunan bagian dan irisan
sebagai berikut.
Defisini Himpunan Bagian:
Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. A dikatakan himpunan bagian
dari B, jika dan hanya jika setiap anggota A juga anggota pada B. Penulisan
sebuah himpunan yang merupakan himpunan bagian digunakan tanda “⊂”
Contoh:
Misalkan A = {2, 4, 6, 8}, B = {2, 6}, dan C = {4}
Dalam hal ini, B ⊂ A dan C ⊂ A, karena setiap anggota pada B juga anggota
pada A dan setiap anggota pada C juga anggota pada A.
Hubungan antara dua himpunan yang sama dan himpunan bagian adalah
sebagai berikut. Dua himpunan dikatakan sama, jika kedua himpunan itu satu
sama lain merupakan himpunan bagian.
Jika A = B, maka A ⊂ B dan B ⊂ A.
A ≠ B, maka A ⊂ B dan B ⊂ A
Definisi Irisan Himpunan:
Irisan dari dua himpunan A dan B (ditulis A ∩ B) adalah himpunan yang
terdiri atas semua anggota A dan B. Irisan dari A dan B ditulis sebagai
berikut: A ∩ B = {x : x ∈ A dan x ∈ B}
Contoh:
Misalkan A = {2, 4, 6, 8} dan B = {2, 6}
Dalam hal ini, A ∩ B = {2, 6}
Sehingga dapat disimpulkan bahwa himpunan bagian “⊂” bukan merupakan
irisan “∩”, karena
A = {2, 4, 6, 8} dan B = {2, 6}
A ≠ B, maka A ⊂ B dan A ∩ B = {2, 6}
23

2. Siswa menyatakan bahwa a anggota A berarti terdapat a anggota pada


himpunan A
Untuk mengatasi kesalahan konsep siswa terhadap notasi pada sebuah
himpunan, maka akan dijelaskan sebagai berikut.
Kita akan menuliskan semua anggota berdasarkan karakteristik yang dipunyai
oleh anggota himpunan itu. Metode ini sering disebut metode sifat.
Jika A adalah himpunan bilangan asli kurang dari dan sama dengan 10, maka
A = {x : x ≤ 10, x bilangan asli}
Kita akan mendaftarkan semua anggota yang termasuk ke dalam sebuah
himpunan. Metode ini sering disebut metode daftar.
Penulisan anggota himpunan A adalah A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10}
Sehingga penulisan yang benar jika A himpunan bilangan asli kurang dari dan
sama dengan 10, maka A = {x : x ≤ 10, x bilangan asli} adalah
A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10}
24

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bentuk miskonsepsi siswa SMP pada materi himpunan seperti miskonsepsi


pengeneralisasian, miskonsepsi penspesialisasian, dan miskonsepsi notasi. Siswa
menganggap bahwa gabungan seperti menggabungkan dua kelompok, gabungan
tidak memiliki irisan, himpunan memiliki sifat seperti manusia, menyamakan ide
mendaftarkan himpunan dengan keanggotaan himpunan, menyamakan konsep
himpunan bagian dengan irisan, serta menyamakan irisan dalam kehidupan sehari-
hari dengan irisan yang ada pada materi himpunan. Untuk mengatasi miskonsepsi
tersebut, maka perlu penjelasan yang lebih mendalam tentang materi himpunan.
25

DAFTAR PUSTAKA

Nurtasari, A. R., Jamiah, Y., & Suratman, D. Miskonsepsi Siswa pada Materi
Himpunan di Kelas VII SMP Santa Monika Kubu Raya. Jurnal FKIP
Untan. (Online). Tersedia: http://jurnal.untan.ac.id/. Diakses pada 28
Agustus 2021.

Suparno, P. 2013. Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. 153 hlm.

Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Pustaka


Belajar, Yogyakarta. 256 hlm.

Anda mungkin juga menyukai