Anda di halaman 1dari 36

TEORI RELATIVITAS KHUSUS

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Fisika Modern
Dosen Pengampu :1. Endah Kurnia Yuningsih M.PFis
2. Winda Setya, S.Si. M. Si

Disusun oleh :
Kelompok 9
Anna Sayyidah N 1162070015
Elzsa Sudariman P 1162070024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
2F1 F1 F2 2F2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Relativitas Khusus” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fisika Modern.
Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan, serta bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini dengan hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu
Endah Kurnia Yuningsih M.PFis dan ibu Winda Setya, S.Si. M. Si yang telah
membantu dan membimbing kami dalam penyusunan dan penulisan makalah.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Relativitas Khusus”
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

    

Bandung,  9 September 2018

    
                  
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. Transformasi Galileo..............................................................................................3

Contoh Soal....................................................................................................................5

B. Percobaan Michelson –Morley...............................................................................5

C. Postulat relativitas khusus......................................................................................7

D. Alih bentuk Lorentz...............................................................................................9

Contoh soal..................................................................................................................13

E. Relativitas Panjang...............................................................................................13

Contoh Soal..................................................................................................................18

F.Pemuluran waktu......................................................................................................19

Contoh Soal..................................................................................................................24

BAB III KESIMPULAN..................................................................................................28

A.Kesimpulan..............................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gerak relatif kerangka S’ dan S..............................................................3


Gambar 2 skema percobaan Michelson- Morley.....................................................5
Gambar 3 pengukuran panjang relatif....................................................................14
Gambar 4 sebuah lilin berada di sistem S, sementara umur lilin diamati oleh
sistem S dan S'.......................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan dengan memiliki keingin-
tahuan yang sangat besar. Kengin-tahuan itu mendorong untuk menemukan
pengetahuan yang dikenal dengan “berfilsafat”. Namun seiring berjalannya waktu
ilmu pengetahuan filosofi sudah tidak dapat mengimbangi kamajuan terkini dalam
sains, terutama fisika. Para ilmuan telah menjadi peran penting dalam pemegang
pencari pengetahuan.

Fisika pada abad ke-20 berbeda dengan fisika klasik. Terdapat dua
perkembangan yang paling menyolok pada saat itu. Pertama, relativitas oleh
Albert Einstein pada 1905 dan teori kuantum oleh Max Planck pada 1900. Dua
perkembangan ini adalah contoh revolusi ilmiah yang telah mengubah cara
pandang manusia mengenai alam semesta secara mendasar.

Teori klasik Newton mengenai ruang dan waktu yang sebelumnya telah
dipelajari, menyisakan keganjalan-keganjalan yang menyebabkan ilmuan terus
mengembangkan ilmu pengetahuan. Memasuki abad ke-19, terjadi sebuah
peristiwa yakni dimana dua orang kembar yang terpisah. Seseorang yang ada di
bumi setelah berpuluh tahun lamanya mendapati saudara kembarnya yang telah
melakukan perjalanan dari luar angkasa memiliki perbedaan umur dengan dirinya.
Saudara kembarnya berumur lebih muda daripada dirinya. Apa yang terjadi?
Pernyataan seperti ini tidak dapat dijawab dengan menggunakan teori ruang dan
waktu oleh Newton yang menyatakan bahwa waktu adalah mutlak dimanapun
tempatnya.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep baru yaitu relativitas khusus.
Untuk dapat memahami konsep Relativitas tersebut dengan mudah maka kami
membuat makalah ini .

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah
dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latar belakang lahirnya teori relativitas khusus ?


2. Siapakah yang mengemukakan teori relativitas khusus ?
3. Bagaimanakah bunyi dari teori relativitas khusus ?
4. Apa yang dimaksud dengan konstraksi panjang ?
5. Apa yang dimaksud dengan dilatasi waktu ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belaknagn lahirnya teori relativitas khusus


2. Untuk mengetahui tokoh yang mengemukakan teori relativitas khusus
3. Untuk mengetahui teori relativitas khusus
4. Untuk memahami apa yang dimaksud konstraksi panjang
5. Untuk memahami apa yang dimaksud dilatassi waktu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transformasi Galileo

Gambar 1 Gerak relatif kerangka S’ dan S


Kita akan meninjau dua kerangka acuan yang masing-masing menggunakan
sistem koordinat Cartesian, yaitu sistem S dan S’. sistem S’ bergerak dengan
kecepatan V ke arah tertentu terhadap sistem S. jika kita lihat sitem s”, tentu
sistem S bergerak ke arah sebaliknya (berlawanan) dengan kecepatan –V. sumbu
X dan X’ dipilih berimpit dan keduanya searah dengan V sedemikian rupa
sehingga arah positif sumbu X maupun X’ searah dengan vektor V. titik asal
kooordinat S’, yaitu O’, bergerak kearah sumbu X, terhadap titik asal koordinat S
dengan kelajuan V.
Pengamat di S dan S’ di perlengkapi dengan batang panjang (measuring rod)
yang identik serta arloji yang telah di sinkronkan sedemikian rupa sehingga tepat
saat titik asal O’ melewati O. t dan t’ sama dengan nol serta sumbu X berimpit
dengan dengan sumbu X’. koordinat titik tempat suatu peristiwa terjadi diamati
oleh pengamat di kerangka S adalah (x,y,z), sedangkan hasil pengamatan di S’
adalah (x’,y’,z’). saat peristiwa diamati di S dan S’ berturut-turut adalah t dan t’.
sehingga akan di dapatkan hubungan :
x’ = x-vt (2-1a)
y’ = y (2-1b)
z’ = z (2-1c)
t’= t (2-1d)

3
Hubungan diatas merupakan transformasi Galileo yang mengandaikan bahwa
interval waktu maupun jarak bersifat mutlak. Transformasi sebaliknya di peroleh
dengan mengganti simbol aksen dengan bukan aksen dan sebaliknya serta
mengganti V dengan –V dalam persamaan, sehingga menghasilkan :
x = x’ + Vt (2.2a)
y = y’ (2.2b)
z = z’ (2.2c)
t = t’ (2.2d)

Transformasi kecepatan diperoleh dengan mendiferensialkan koordinat terhadap


waktu sebagai berikut :

dx ' dx dt
= −V
dt ' dt ' dt '

Karena t =t’ maka dt’ = dt sehingga

dx ' dx
= =v
dt ' dt

atau v' =v x −V (2.3)

Dengan cara yang sama untuk komponen kecepatan ke arah sumbu –Y dan sumbu
–Z kita peroleh :

v ' y =v y (2.4)

v ' z =v z (2.5)

Jika menggunakan persamaan (2.3) (2.4) (2.5) maka kita dapat membukikan
bahwa :

v' =v−V (2.6)

4
persamaan (2.3) (2.4) (2.5) apabila di diferensialkan terhadap waktu akan
memberikan kaidah transformasi bentuk percepatan, yaitu :

a ' x =a x (2.7a)

a ' y =a y (2.7b)

a ' z =a z (2.7c)

Contoh Soal
1. Dua buah mobil melaju dengan laju tetap di sepanjang sebuah jalan lurus
dalam arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan
mobil B 40km/jam. Masing-masing laju di ukur relatif terhadap seorang
pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B ?

Penyelesaian :

Dimisalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil A bergerak


dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u
= 40 km/jam. Maka :

v' =v−u=60−40=20 km/ jam

B. Percobaan Michelson –Morley


Menurut transformasi Galileo, kecepatan yan teramati oleh dua kerangka
acuan yang saling bergerak relatif tersebut berbeda satu sama lainnya dan
besarnya bergantung pada kecepatan relatif.

5
Gambar 2 skema percobaan Michelson- Morley
Percobaan Michelson – Morley yang dilakukan pada tahun 1887
membuktikan bahwa laju cahaya tidak di pengaruhi oleh kerangka acuannya.
Untuk membahas percobaan ini , andaikan di dalam suatu kerangka acuan s yang
dipilih, laju cahaya ke segala arah adalah c, dan dan bumi bergerak dengan
kecepatan V ke arah X terhadap S. kecepatan cahaya menurut pengamat di bumi
adalah c-V . waktu yang di perlukan oleh cahaya untuk menempuh jarak dari
pemecahan berkas A ke cermin datar B dan kembali ke A dengan kecepatan c +
V sesudah di pantulkan di B adalah :

I1 I 2I 2 I 1 /c
Δt = + 1 = 2 1c 2 = 2 (2.8)
c−V c +V c −V c 1−(V 2 / c 2)

Dengan I 1 adalah jarak AB. Dalam perjalannya dari A ke cermin datar C


dan kembali, cahaya mempunyai kecepatan c tegak lurus terhadap V, sehingga
kecepatan cahaya menurut kerangka di bumi adalah :

c ' =± c−V dan besarnya adalah c ' 1=c 1−v 1 ∓2 e . V

Karena c ' ⏊ V maka

c ' =√ (c2 −V 2) (2.9)

Waktu yang di perlukan cahaya bergerak dari A ke C dan kembali lagi sesudah
pemantulan di C adalah :

6
2 I 1 /c
∆ t 2= (2.10)
√(c 2−V 2 )
Perbedaan waktu tempuhnya adalah

2I1
c 2 I 2 /c
∆ t=∆ t 1−∆ t 2 = 2
− (2.11)
V 2
1− ( )
c √ 1−
V
( )
c

Jika kemudian peralatan di putar 90° maka peranan I 1 dan I 2 saling di


pertukarkan demikian pula t 1 dan t 2 menjadi (t ' 1dan t ' 2) sehingga perbedaan
waktu tempuhnya menjadi :

2 I1
2 I1 c
∆ t '=∆ t ' 1 −∆ t ' 2= 2 2
− 2 (2.12)
√(c −V ) 1− V
c ( )
Dengan demikian , jika peralatan di putar 90° maka harapannya adalah terjadi
pergeseran pola interferensi yang teramati oleh detektor D sebesar ;

(∆ t ' −∆ t ) (I + I ) 1 1
δ =c =2 1 2 ⌊ − 2

λ λ 2 V
√ 1−
V
c( ) 1− ( )
c

Untuk V << c di peroleh

(I 1+ I 2 ) v 2
δ= ⌊ 2⌋ (2.13)
λ c

Michelson- Morley melakukan percobaan berkali-kali pada saat yang berlainan


sepanjang tahun dan lokasi yang berbeda-beda. Namun hasil yang di peroleh
sama. Sehingga di dapatkan kesimpulan bahwa besar kecepatan cahaya tetap tidak
bergantung kepada kerangka pengamatannya apakah di S (kerangka matahari)
atau di bumi yang bergerak dengan kecepatan V terhadap S. [ CITATION Kus11 \l
14345 ]

7
Untuk menjelaskan masalah pada percobaan Michelson-Morley. Kerangka
eter sebgai medium yang di perlukan untuk perjalaran cahaya dengan kelajuan c
rehat, terseret dengan gerakan bumi sehingga pergeseran pola intereferensi tidak
terjadi. Namun, fenomena eter yang terseret bertentangan dengan gejala abrasi
bintang yang telah lama teramati sebelumnya sebagai akibat gerakan bumi di
lautan eter mengedari matahari sepanjang tahun. Arah jatuhnya sinar bintang ke
bumi berubah dari waktu ke waktu sehingga bintang selama setahun tampak di
bola langit menelusuri lintasan lingkaran. Akibat tak menentunya keadaan gerak
eter terhadap bumi, maka konsep ini selanjutnya ditinggalkan dan kehadiran
cahaya di ruang hampa tanpa hadirnya medium tidak menjadi masalah.

C. Postulat relativitas khusus


Permasalahan yang muncul karena percobaan Michelson–morley dapat di
pecahkan dengan adanya teori prelativitas khusus yang membentuk landasan
untuk konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori relativitas muncul
sebagai hasil analisis konsekuensi fisis yang tersirat oleh ketiadaan kerangka
acuan universal.

Teori relativitas khusus di kembangkan oleh Albert Einstein pada 1950,


mempermasalahkan kerangka acuan universal yang merupakan, kerangka acuan
yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangka lainnya. Teori
relativitas umum, diusulkan oleh Einstein 10 tahun kemudian, dengan
mempermasalahkan kerangka yang di percepat satu terhadap yang lainnya.
Contohnya seorang pengamat dalam laboratorium yang terisolasi dapat
mendeteksi percepatan. Setiap orang yang menaiki elevator atau komedi putar
dapat membuktikan pernyataannya dari pengalaman yang di dapatkannya. Teori
relativitas khusus memiliki pengaruh besar pada setiap bidang fisika. [CITATION
Bei82 \p 3 \l 14345 ]

Teori relativitas khusus di dasarkan pada dua postulat yang diajukan


Einstein pada 1905, yaitu :

8
1. Prinsip relativitas : menyatakan hukum fisika dapat dinyatakan dalam
persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang
bergerakdengan kecepatan tetap satu terhadap yang lainnya.
2. Ketidak bakuan laju cahaya : menyatakan bahwa kelajuan cahaya dalam
ruang hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak bergantung dari
keadaan gerak pengamat itu.

Postulat pertama menegaskan bahwa tidak ada satu pun percobaan yang
dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak, yang dapat
diukur hanyalah laju relatif dari dua sistem lembam. Dengan begitu, pertanyaan
tentang keberadaan ruang mutlak tidak lagi memiliki manfaat. Mungkin saja
terdapat suatu sistem acuan semesta Agung, tetapi tidak ada satupun percobaan
yang dapat kita lakukanuntuk menyingkap keberadaanya. Oleh karena itu, kita
dapat saja mengabaikan keberadaan ruang mutlak dengan alasan hanya akan
menambah kerumitanyang tidak ada manfaatnya.

Postulat kedua terlihat tegas dan sederhana. Pada percobaan Michel-


Morley tampaknya memang menunjukkan bahwa laju cahaya dalam arah lawan
turut dan silang adalah sama. Postulat kedua ini semata-mata menegaskan fakta
bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamat. Sekalipun pengamat dalam
keadaan gerak relatif. Contoh : andaikan dua pesawat roket sedang saling
mendekati dengan laju relatif c/2, ketika salah satu pesawat itu menembakkan
seberkas cahaya pada pesawat lainnya. Pesawat roket kedua tidak akan mengukur
bahwa laju berkas cahaya yang mendekatinya adalah c + (c/2) sebagaimana
diperkirakan berlaku menurut relativitas Galileo,yakni persamaan v’ = vx –u,
tetapi malah tetap c. [CITATION Kra92 \p 32 \l 14345 ]

D. Alih bentuk Lorentz

Pada tahun 1905, Einstein mengusulkan suatu pendekatan sederhana


terhadap masalah yang timbul dalam percobaan Michelson-Morley. Dia
mengajukan dua postulat yang mendasar, saat ini telah meningkat statusnya
menjadi asas Relativitas Khusus.

9
1. Hukum-hukum fisika mempunyai kerangka acuan yang sama di dalam
setiap kerangka acuan inersial
2. Laju cahaya di ruang hampa sama besarnya di semua kerangka
inersial, tidak bergantung pada gerak sumber maupun pengamatannya.

Ahli bentuk Galileo, khususnya dalam persamaan v’= v-V , menyatakan


bahwa laju cahaya tidak sama untuk kerangka acuan inersial berbeda. Hal ini
bertentangan dengan asas kedua. Oleh karena itu ahlibentuk Galileo harus
dikoreksi: bentuk yang sesuai agar asas kedua terpenuhi memerlukan selang
waktu dan jarak ruang yang tidak lagi bersifat mutlak. Modifikasi kaidah
(persamaan ahlibentuk Lorentz) pada gambar sebelumnya diharapkan berbentuk:

x ' =γ ( x−αt ) (2.14)

Karena titik O’ yang mempunyai koordinat x’= 0 bergerak dengan


kecepatan V terhadap O, maka x = Vt sehingga pengisian nilai-nilai pilihan ke
dalam persamaan (2.14) memberikan 0 = γ (Vt-αt) atau α = V [ CITATION Kus11 \l
1033 ].

Karena sifat isotropi ruangan, maka kita memodifikasi persamaan


sebelumnya menjadi :

x ' =γ ( x−αt ) (2.15)

Misalkan pada t = 0, sewaktu O berimpit dengan O’ dari titik dipancarkan


gelombang cahaya elektromagnetik radial ke luar. Karena laju cahaya di S dan S’
sama dengan c, maka pada saat t, muka gelombang yang berbentuk permukaan
bola ditinjau dari S dan S’ saat t dan t’= γ’ (t-δ x) memenuhi persamaan :

x 2+ y 2+ z 2=c 2 t 2 (2.16)

x '2 + y ' 2 + z' 2=c2 t ' 2 (2.17)

Persamaan awal sebelumnya dapat kita subtitusikan menjadi

( γ ¿ ¿ 2−c2 γ ' 2 δ 2) x2 + y 2 + z 2=( c 2 γ ' 2−v 2 γ 2)t 2 +2(Vγ 2−c 2 γ ' 2 δ) xt ¿ (1.5)

10
Persamaan 2.16 dan 12.17haruslah identik sehingga kita mendapatkan
hubungan :

Vγ 2−c 2 γ ' 2 δ 2=1

c 2 γ 2 −v 2 γ ' 2=c2

2(v γ 2−c2 γ ' 2 δ)=0

Dari ketiga persamaan persamaan tersebut yang menghubungkan ketiga


parameter γ , γ 2 dan δ , kita dapat memperoleh nilai faktor koreksi :

' 1
γ =γ = (2.18)
√¿¿ ¿

δ =V /c 2

Dengan demikian, kita memperoleh kaidah ahli bentuk baru untuk


koordinat ruang waktu yang memenuhi kedua asas relativitas Einstein setelah
menggantikan factor koreksi persamaan diatas

x −Vt
x'= (2.19)
√ ¿¿ ¿

y ' = y , z' =z

v
t− x
' c2 (2.20) [ CITATION Kus11 \l 1033 ]
t=
√¿ ¿ ¿

Ahli bentuk diatas disebut ahli bentuk Lorentz . Ahli bentuk sebaliknya
(invers transform) diperoleh dengan mengganti “aksen” menjadi “bukan aksen”
dan sebaliknya serta mengganti V dengan –V sehingga hasilnya:

x ' +Vt ' (2.21)


x=
√¿¿ ¿

y= y' : z=z '

11
V
t' + x'
c2
t= (2.22)
v2
√ 1− 2
c

v2
Untuk V<< c yang berarti 2 ≪ 1, ahli bentuk Lorentz kembali menjadi
c
ahli bentuk Galileo.

Diferensial Persamaan (2-21) adalah

dx’ = y (dx=Vdt)

dy’ = dy : dz’ =dz

V
dt’ = γ (dt- dx ¿
c2

Dengan demikian, kita memperoleh kaidah ahli bentuk untuk kecepatan

dx ' dx−Vdt
=
dt ' V
dt− 2
c

Pembilang dan penyebut dalam persamaan sebelumnya dibagi dengan dt

dx ' dx
dan dengan mengganti dengan v dengan vx, kita peroleh
dt ' dt

v x −V
v ' x=
V vx
1− 2
c

Dengan cara serupa untuk komponen kea rah sumbu Y dan Z, kita
memperoleh ahli bentuk berikut :

12
v2

v ' x=

v y 1−
c2
V vx
[ CITATION
1−
c2
Kus11 \l 1033 ]

v2

v ' x=

v z 1− 2

Vv
c
1− 2 x
c

Dengan menggunakan persamaan sebelumnya, kita dapat menjabarkan


kaidah ahlibentuk bagi v 2, yaitu :

V2 v2

v' 2=c2 −c 2
( 1−
c2 )( )
1−
c2 (2.23)
¿¿

Pada persamaan berikut dapat kita lihat bahwa apabila v = c maka berlaku
v’= c sesuai dengan asas relativitas kedua bahwa laju cahaya di semua kerangka
inersial bernilai c.

Untuk laju V yang dapat diabaikan terhadap laju cahaya c, ahli bentuk
Lorentz kembali menjadi ahli bentuk Galileo. Untuk laju V yang tidak dapat
diabaikan lagi terhadap c, pembahasan masalah kinematika harus menggunakan
alih bentuk Lorentz. Situasi demikian sering disebut situasi relativistic [ CITATION
Kus11 \l 1033 ].

Contoh soal
1. Dua buah roket saling mendekat sepanjang suatu garis lurus. Masing-masing
roket bergerak dengan laju 0,5 c relatif terhadap seorang pengamat bebas di
tengah keduanya . dengan dengan kecepatan berapakah pengamat roket yang
satu mengamati dan roket yang lain mendekatinya ?

Penyelesaian :

13
Dimisalkan O menyatakan pengamat bebas, dan O’ salah satu roketnya. Maka
peristiwa yang sedang mereka amati adalah mendekatnya roket kedua. Pengamat
O melihat roket 2 bergerak dengan kecepatan vx = -0,5c. pengamat O’ (roket 1)
sedang bergerak relatif terhadap O dengan kecepatan u = 0,5c. maka,

v x −V (−0,5 c )−(0,5 c)
v ' x= = =−0,8 c
V vx ( 0,5 c ) (−0,5 c)
1− 2 1−
c c2

Perhatikan bahwa hasil ini lebih kecil daripada kecepatan relatif -0,5c -0,5c = -c
yang diramalkan transformasi Galileo. Karena teori relativitas khusus
mensyaratkan bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi bagi semua gerak relatif,
maka kedua roket itu tidak akan pernah bergerak dengan laju yang lebih
besardaripada c, dan persyaratan ini di jamin oleh bentuk transformsi kecepatan
Lorentz. Sebagai contoh jika sebagai gantinya 0,5c, laju masing—masing roket
adalah 0,999c, maka kita akan memperoleh

−0,999 c −0,999 c
v ' x= =−0,9999995 c
(−0,999c )(0,999 c)
1−
c2

Ketimbang -1,998c menurut transformasi Galileo.

E. Relativitas Panjang
1) Kontraksi panjang Lorentz
Salah satu contoh akibat relativitas panjang dari ahlibentuk
Lorentz, yaitu adanya perbedaan hasil ukur panjang oleh pengamat di dua
kerangka acuan inersial S dan S’ yang berbeda keadaan geraknya.
Jika kita tinjau batang panjang L yang terletak (rehat) dikerangka
S. Oleh pengamat dikerangka S’ yang bergerak terhadap S, batang tersebut
terukur sebagai L’ .

14
Gambar 3 pengukuran panjang relatif

Ujung-ujung batang dikerangkan S terletak di x 1 dan x 2 yang dapat diukur


pada waktu t 1 dan t 2 serta tidak harus sama karena kedua titik tidak berubah posisi
terhadap kerangka S. Ujung-ujung batang tersebut menurut pengamat sistem S’
terletak di x ' 1 dan x ' 2 yang harus diukur pada yang sama, yaitu t ' 1=t ' 2

Dari alih bentuk Lorentz pada kedua ujung batang berlaku

x 1=γ (x '1 +V t '1 ),

x 2=γ (x ' 2+V t '2 )

Karena t ' 1=t ' 2 maka suku kedua ruas kanan dalam persamaan diatas saling
menghilangkan jika kedua persamaan diiambil selisihnya, sehingga kita peroleh
hubungan:

' x 2−x 1
x ' 2−x 1 =
γ

Atau

v2

L' =L 1−
c2

Dengan L ’=x ' 2 −x' 1 dan L=x 2−x 1=Lo = panjang pribadi (proper length)
batang, yaitu batang diukur di kerangka rehat batang. Karena V selalu lebih kecil
daripada c maka L’ selalu lebih pendek daripada L. Ini menunjukan terjadi
kontraksi atau pemendekan batang ke arah sejajar dengan arah gerak. Hal ini

15
berlaku umum, yaitu hasil ukur panjang oleh pengamat yang bergerak terhadap
batang selalu lebih kecil daripada hasil ukur pengamat yang berada di kerangka
rehat batang. Dengan demikian, pengertian panjang kehilangan sifat mutlaknya
[ CITATION Kus11 \l 1033 ].

2) Perumpaman Lainnya

Jika terjadi dua buah peristiwa yang bergantung kepada suatu


kerangka rujukan, maka jarak antara dua titik juga bergantung kepada
kerangka rujukan pula . [ CITATION Mar94 \l 1033 ].

Untuk mengembangkan hubungan antara beberapa panjang di


dalam berbagai sistem koordinat, kita lihat percobaan dengan pikiran
lainnya. Kita lekatkan sebuah sumber denyut cahaya kepada salah satu
ujung sebuah mistar dan pada ujung yang satu lagi dilekatkan sebuah
cermin , seperti terlihat pada gambar 3. Lekatkan sebuah mistar diam di
dalam S’ dan panjangnnya di dalam kerangka ini adalah l’ . maka waktu
Δt’ yang diperlukan untuk suatu denyut cahaya melakukan perjalanan
pulang pergi dari sumber ke cermin dan kembali lagi ditentukan oleh

2l '
Δt ' =
c

16
(a) Sebuah sumber cahaya dipancarkan dari sebuah sumber pada salah
satu ujung sebuah mistar, dipantulkan sari sebuah cermin pada ujung
yang berlawanan, dan kembali lagi kekedudukan sumber.
(b) Gerak denyut cahaya seperti terlihat oleh seorang pengamat di dalam
S. jarak yang dijalani dari sumber cermin lebih besar daripada panjang
l yang diukur di dalam S, dengan uΔt1, seperti diperlihatkan.

Ini adalah selang waktu wajar, karena berangkat dan kembali terjadi di
titik yang sama di dalam S’.

Di dalam S mistar itu dipindahkan selama waktu perjalanan denyut cahaya


tersebut. Andaikan panjang mistar itu di dalam S adalah I, dan andaikan waktu
perjalanan dari sumber ke cermin, seperti diukur di dalam S, adalah Δt 1. Selama
selang tersebut cermin bergerak sejarak uΔt, dan panjang lintasan total d dari
sumber ke cermin bukan I melainkan

d=l+u Δt1 (2.24)

Tetapi karena denyut itu merambat dengan kecepatan c, maka juga betul
bahwa

d=c Δt 1 (2.25)

Dengan menggabungkan persamaan (2.24) dan (2.25) untuk


menghilangkan d, maka

c Δt 1=l+u Δt 1

Atau

1
Δt 1= (2.27)
c−u

Menurut jalan yang sama dapat juga dibuktikan bahwa untuk Δt 2 untuk
perjalanan balik dari cermin ke sumber ialah

17
1
Δt 1= (2.28)
c +u

Waktu total Δt =Δt 1+ Δt 2 untuk perjalanan pulang pergi, jika diukur di


dalam S ialah

1 1 2l
Δt 1= + = (2.29)
c−u c +u c ¿ ¿

Juga telah diketahui bahwa Δt dan Δt’ dihubungkan oleh persamaan


(2.24), karena Δt’ di dalam S’ adalah wajar. Jadi persamaan (2.25) menjadi

u2 2 l'

Δt 1− =
c2 c
(2.30) [ CITATION Mar94 \l

1033 ].

Akhirnya dengan jalan menggabungkan ini dengan persamaan (2.29) guna


menghilangkan Δt , dan dengan menyederhanakan kita peroleh

u2

l ¿l ' 1−
c2
(2,.31)

Jadi panjang yang diukur di dalam S, dimana mistar itu sedang bergerak
adalah lebih pendek daripada S’, dimana ia sedang berada dalam keadaan diam.
Suatu panjang diukur dalam kerangka benda yang sedang diam disebut panjang
wajar. Jadi I’ di atas merupakan panjang wajar di dalam S’, dan panjang yang
diukur di dalam setiap kerangka akan lebih kecil daripada I’ . Efek ini dinamakan
pengerutan panjang (kontraksi panjang).

Contoh Soal :

1. Sebuah kapal angkasa terbang melintasi bumi dengan kecepatan 0.99 c (kira-
kira 2,97 x 108 m det-1). Suatu cahaya sinyal berintensitas tinggi (barangkali

18
suatu laser yang didenyutkan) berkedip, nyala dan padam, dan masing-masing
denyut memakan waktu 2 x 10 -6 det. Pada suatu saat tertentu kapal itu muncul
kepada seorang pengamat bumi langsung di atas kepalanya pada ketinggian
1000 km, dan sedang bergerak tegak lurus terhadap garis penglihatan.berapa
jarak yang ditempuh kapal angkasa itu selama waktu pemancaran satu denyut,
jika diukur di dalam kerangka diamnya 4220 m?

Penyelesaian :

Pertanya tersebut sedikit mempunyai dua arti karena sudah tentu di dalam
kerangka rujukannya sendiri kapal itu berada dalam keadaan diam. Tetapi
andaikan ia meninggalkan kesan tanda di dalam ruang angkasa, misalnya saja
bom asap kecil, pada saat-saat ketika denyut mulai muncul dan berhenti, dan
mengukur jarak antara tanda-tanda tersebut, dengan bantuan beberapa pengamat
dibelakang kapal itu tetapi yang turut bergerak dengannya, masing-masing dengan
sebuah arloji (lonceng) yang telah diserempakkan dengan arloji kapal. Jarak d
antara tanda-tanda tersebut merupakan panjang wajar di dalam kerangka bumi S.
Di dalam kerangka kapal S’ , jarak d’ dikerutkan oleh factor yang diberikan dalam
persamaan (2.31)

u2

d ' =d 1−
c2
=( 4220 m ) √ 1−¿¿

= 595 m

Yang cocok dengan data permulaan

Apabila U sangat kecil dibandingkan dengan c, maka factor pengerutan


dalam persamaan (2.31) akan mendekati satu, dan dalam batas kecepatan-
kecepatan kecil kita temukan kembali hokum newtonia I’=I’. ini dan hasil yang
bersangkutan untuk dilatasi waktu membuktikan persamaan kordinat diawal tetap
memegang keberlakuannya di dalam batas kecepatan-kecepatan kecil hanya pada
kecepatan-kecepatan yang hampir sama besar dengan c saja diperlukan
modifikasi[ CITATION Mar94 \l 1033 ].

19
F.Pemuluran waktu
1) Akibat Alih bentuk Lorentz

Akibat dari ahlibentuk Lorenzt kita dapat membuktikan ketidakmutlakan


selang waktu antara dua peristiwa karena ketergantungan nilainya terhadap
gerak pengamat yang mengukurnya.

Seperti pada pembahasan sebelumnya, misalnya dua kerangka S dan S’


saling bergerak relatif sepanjang X dengan Laju V. Kemudian, arloji dimasing-
masing kerangka telah disingkronkan. Marilah kita tinjau dua peristiwa yang
terjadi di kerangka S. Untuk mempermudah pembahasan, kedua peristiwa
adalah menyalanya suatu lilin dan matinya lilin karena telah habis terbakar.

Oleh pengamat di S kedua peristiwa diamati terjadi pada saat t 1dan t 2


karena lilin di S tidak berubah posisinya terhadap waktu diukur oleh arloji di S
maka x 1=x 2.Pengamat di S’ melihat kedua peristiwa terjadi pada saat
t ' 1 dan t ' 2di posisi berbeda, yaitu di x ' 1 dan x ' 2 ≠ x ' 1. Kedua hasil pengamat
dihubungkan melalui kaidah ahlibentuk Lorentz sebagai:

V
t ' 1=γ (t 1− x1)
c2

V
t ' 2=γ (t 2− x2 ) [ CITATION Kus11 \l
c2
1033 ].

Pengurangan t ' 1 pada t ' 2 menghasilkan :

t ' 2−t ' 1=γ (t 2−t 1 )

t ' 2−t '1=T ' adalah selang waktu dua peristiwa, dalah hal ini merupakan
umur lilin, ditinjau dari S’ dan diamati dengan dua arloji berbeda, sedangkan

t 2−t 1=T

20
Adalah umur lilin yang diamati di S menggunakan dua arloji yang sama untuk
menentukan. Besaran T yang merupakan selang waktu terpendek (karena T’=
γT senantiasa ≥ T) disebut sedang waktu pribadi (proper time)

Gambar 4 sebuah lilin berada di sistem S, sementara umur lilin


diamati oleh sistem S dan S'

Hal Tersebut mengakibatkan relativitas Kesermpakan. Jika kita tinjau dua


periztiwa yang diakibatkan oleh gaya Lorentz kerangka S dan S’ masing-
masing terjadi pada saat (t 1 , t 2) dan (t ' 1 , t ' 2 ) dan (r 1 , r 2) dan (r ' 1 , r ' 2).

Hubungan Selang waktu antara kedua peristiwa diukur di S' Δt ' =(t ' 1 , t ' 2) dan
S Δt=(t 1 , t 2) dapat diperoleh dari persamaan berikut .

Δ t ' =γ ¿)

Jadi meskipun kedua peristiwa terjadi secara serempak di S (Δt=0), kalau


keduanya terjadi di tempat berbeda atau tidak mempunyai x yang sama (Δx≠0)
maka S’ keduanya tak lagi teramati serempak. Dengan demikian, kesermpakan
itu bersifat relatif [ CITATION Kus11 \l 1033 ].

2) Perumpaman Lainnya

Kita juga dapat mengumpakan pemuluran waktu sebagai berikut. apabila


seseorang mengatakan dia bangun tidur pukul tujuh, maksudnya bahwa dua
kejadian, bangunnya dan tibanya jarum jamnya pada angka tujuh, terjadi
dengan cara serentak. Masalah dasar pada pengukuran selang waktu ialah

21
bahwa, pada umumnya dua kejadian yang timbul serentak di dalam salah satu
kerangka rujukan tidak terjadi srentak di dalam kerangka yang kedua
sedangkan bergerak relatif terhadap yang pertama, walaupun keduannya adalah
kerangka lembam.

Percobaan dengan cara berpikir berikut, yang dibuat menurut akal oleh
Einstein, dapat melukiskan kejadian ini. Pandang serangkaian kereta api
panjang yang bergerak dengan kecepatan serba sama (uniform), seperti
diperlihatkan dalam gambar

(a) Terhadap pengamat yang diam dititik O, dua kilat cahaya kelihatan
menyala serentak.
(b) Pengamat yang sedang bergerak dititik O’ mula-mula melihat cahaya
dating dari depan kereta api dan mengira bahwa kita di sebelah depan itulah
yang mula-mula menyala.
(c) Dua denyut cahaya tiba di O dengan cara serentak.

Dua kilat cahaya menyala di atas kereta api itu satu ditiap ujungnya.
Masing-masing kilat meninggalkan satu tanda di atas kereta api dan satu diatas
tanah pada saat yang bersamaan. Titik-titik diatas tanah di beri label A dan B di
dalam gambar itu, dan titik-titik diatas kereta api yang bersangkutan ialah A’ dan
B’. Kedua-dua pengamat menggunakan sinyal cahaya dari kilat cahaya itu untuk
mengamati kejadian-kejadian itu[ CITATION Mar94 \l 1033 ].

Umpamakan dua sinyal cahaya mencapai pemangat O dengan serentak dia


mengambil kesimpulan bahwa dua peristiwa itu terjadi di A dan B dengan cara
serentak. Tetapi pengamat di O’ bergerak mengikuti kereta api, dan denyut cahaya

22
dari B’ sampai kepadanya sebelum datangnya denyut cahaya yang datang dari A’.
Dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa di sebelah depan kereta api terjadi
lebih dahulu daripada dibagian sebelah belakang. Berarti dua peristiwa itu terjadi
secara serentak kepada seorang pengamat. Tetapi tidak untuk yang satu lagi.
Apakah dua peristiwa dititik ruang yang berlaian adalah serentak maupun tidak,
bergantung kepada gerak pengamatnya. Akibatnya ialah bahwa selang waktu
antara dua kejadian di titik ruang yang berlainan pada umumnya untuk dua
pengamat yang sedang dalam bergerak relative tidak sama.

Dapat diperdebatkan bahwa, di dalam contoh tersebut, sebenarnya kilat-


kilat cahaya itu adalah serentak, dan bahwa jika pengamat di O’ dapat
berhubungan dengan titik-titik jauh tanpa penundaan waktu, maka dia akan
merealisasi peristiwa tersebut. Tetapi kecepatan transmisi informasi yang
terhingga itu bukanlah persoalan. Jika O’ adalah benar-benar dipertengahan
antara A’ dan B’ , maka didalam kerangka rujukannya, waktu untuk suatu sinyal
A’ ke O’ sama seperti dari B’ ke O’. Dua sinyal tiba di O’ dengan cara serentak
hanya jika sinyal-sinyal itu dipancarkan secara serentak di A’ dan B’. di dalam
contoh ini sinyal-sinyal itu tidak tiba di O’ dengan secara serentak, dan
sedemikian rupa hingga O’ harus membuat kesimpulan bahwa kejadian di A’
dan B’ tidak serentak.

Tidak ada dasar untuk mengatakan apakah O itu benar atau O’ itu salah,
maupun sebaliknya. Karena, menurut asas relativitas, tidak ada kerangka
rujukan lembab yang lebih baik daripada yang lainnya dalam merumuskan
hukum-hukum fisika. Masing-masing pengamat di dalam kerangka rujukannnya
sendiri-sendiri adalah benar, akan tetapi bukan suatu konsep mutlak. Dua
kejadian baik serentak maupun tidak bergantung kepada kerangka rujukan, dan
selang waktu antara dua kejadian bergantung kepada kerangka
rujukan[ CITATION Mar94 \l 1033 ].

Untuk menurunkan hubungan kuantitatif antara selang-selang waktu di


dalam berbebagai sistem kordinat, kita lihat percobaan dengan pikiran yang satu

23
lagi. Seperti sebelumnya, sebuah kerangka rujukan S’ bergerak dengan
kecepatan u relatif terhadap sebuah kerangka S. Seorang pengamat di S’
mengarahkan sebuah sumber cahaya kecermin yang jaraknya d, seperti terihat
pada gambar 3 dan mengukur selang waktu Δt’ untuk cahaya melakukan
“perjalanan pulang-pergi” kepada cermin itu. Maka jarak total ialah 2d,
sehingga selang waktu menjadi

2d
Δ t '= (3.1)
c

Jika diukur di dalam kerangka S, waktu untuk perjalanan pulang-pergi


ialah selang Δt yang berbeda. Selama waktu ini, sumber itu bergerak relative
terhadap S menempuh jarak u Δt, dan jarak perjalanan pulang-pergi total tidak
tepat sama dengan 2d melainkan sama dengan 2J, dimana

l= √d +¿ ¿

Kecepatan cahaya untuk kedua-dua pengamata adalah sama, sehingga hubungan


di dalam S yang analog dengan persamaan (3.1)

2l 2
Δt = = √ d+ ¿¿ (3.2)
c c

Untuk mendapatkan hubungan antara Δt dan Δt’ yang tidak berisi d, kita
selesaikan persamaan (3.3) , yang menghasilkan

2
Δt = √ ¿ ¿
c

24
(a) Denyut cahaya yang dipancarkan dari sumber di O’ dan dipantukan
kembali disepanjang garis yang sama, seperti diamati di dalam S’
(b) Lintasan denyut cahaya yang sama, seperti diamati dalam S. kedudukan O’
pada saat berangkat dan kembalinya denyut diperlihatkan. Laju denyut di
dalam S sama seperti di dalam S’, tetapi lintasan di dalam S’ lebih
panjang.

Sekarang persamaan ini dapat dikuadrakan dan dihitung Δt: hasilnya ialah

Δt '
Δt =
u2 ( 3.4)
√ 1−
c2

Hasil yang penting ini dapat kita kembangkan lagi. Jika suatu selang waktu Δt’
memisahkan dua kejadian yang terjadi di titik ruang yang sama di dalam sebuah
kerangka rujukan S’ (dalam hal ini, berangkat dari tibanya sinyal cahaya di O’),
maka selang waktu Δt antara dua kejadian tersebut jika diamati didalam S lebih
besar daripada Δt’, dan dua selang waktu itu dihubungkan oleh persamaan (1.4).
Beararti apabila kecepatan sebuah lonceng (clock) yang diam di S’ diukur oleh
seorang pengamat di S, maka kecepatan yang diukur di dalam S lebih rendah
daripada kecepatan yang diamati di dalam S’. efek ini disebut dilasi waktu
(terlambat waktunya)[ CITATION Mar94 \l 1033 ].

Contoh Soal :

Sebuah kapal angkasa terbang melintasi bumi dengan kecepatan 0.99 c (kira-kira
2,97 x 108 m det-1). Suatu cahaya sinyal berintensitas tinggi (barangkali suatu laser
yang didenyutkan) berkedip, nyala dan padam, dan masing-masing denyut
-6
memakan waktu 2 x 10 det. Pada suatu saat tertentu kapal itu muncul kepada
seorang pengamat bumi langsung di atas kepalanya pada ketinggian 1000 km, dan
sedang bergerak tegak lurus terhadap garis penglihatan. Berapa lama waktu tiap

25
denyut cahaya, jika diukur oleh pengamat tersebut, dan berapa jauh kapal itu
berjalan relatif terhadap bumi selama waktu satu denyut?

Penyelesaian :

Pengamat tidak melihat denyut pada saat ia dipancarkan, sebab sinyal cahaya
memerlukan waktu sama dengan (1000 x 103 m)/ (3 x 108 m det-1. Atau (1/3000)
det. Untuk merambat dari kapal ke bumi. Tetapi jika jarak dari kapal angkasa ke
pengamat benar-benar tetap selama waktu pemancaran sebuah denyut, maka
terlambatnya waktu pada permulaan dan pada akhir denyut adalah sama dan
selang waktu itu tidak mempengaruhi.

Andaikan S ialah kerangka tujuan bumi, S’ kerangka rujukan kapal


angkasa. Maka, menurut notasi persamaan (3.4) , Δt = 2 x 10-6 det. Selang ini
menunjukan dua peristiwa yang terjadi dititik yang sama relatif terhadap S’, yaitu,
mulai bergerak dan berhentinya denyut. Selang yang bersangkutan di dalam S
ditentukan oleh persamaan (3.4)

Δt ' 2 x 10−6 s
Δt = =
u2 √1−¿ ¿ ¿
√ 1−
c2

Berarti dilasi waktu di dalam S kira-kira suatu factor tujuh. Jarak D yang
dijalani di dalam S selama selang tersebut ialah

D = uΔt = (0,99) (3 x 108 m.s-1) (14,2 x 10-6 s)

= 4220 m = 4,22 km

Jika kapal angkasa itu bergerak langsung menuju pengamat, maka selang
waktu tidak dapat diukur langsung oleh seorang pengamat tunggal, karena
keterlambatan waktu pada permulaan dan pada akhir denyut tidak sama. Salah

26
satu rencana yang mungkin, paling sedikit asasnya, harus ada dua pengamat di
dalam S, dengan lonceng-lonceng diserempak , satu berada dikedudukan kapal
ketika denyut mulai muncul, yang lainnya dikedudukannya pada akhir denyut.
Pengamat-pengamat tersebut sekali lagi akan mengukur selang waktu di dalam S
sebesar 14,2 x 10-6 det.

Efek dilasi waktu tidak terlihat dalam kehidupan sehari-hari, karena


kecepatan semua modus praktek angkutan jauh lebih kecil daripada kecepatan
cahaya. Sebagai contoh, untuk sebuah pesawat terbang jet terbang dengan
kecepatan 600 mil/jam (kira-kira 270 m det-1)

v2
=¿
c2

Dan faktor dilatasi waktu dalam menghampiri 1 + (4 x 10 -13). Jadi untuk


mengamati dilatasi waktu dalam situasi tersebut memerlukan sebuah lonceng
dengan suatu ketelitian bertingkat satu bagian di dalam 1013[ CITATION Mar94 \l
1033 ].

Akan tetapi kesanggupan jam-atom dan ketelitian tersebut baru-baru ini


telah dikembangkan, dan dalam beberapa tahun yang lalu percobaan-percobaan
dengan jam semacam itu di dalam pesawat terbang jet telah langsung memutuskan
(mem-verifikasi) persamaan (3.4).

Berdasarkan turunan persamaan (3.4) dan contoh kapal angkasa, dapatlah


dilihat bahwa selang waktu antara dua peristiwa yang terjadi di titik yang sama di
dalam sebuah kerangka rujukan yang diketahui merupkan suatu besaran yang
lebih mendasar lagi daripada suatu selang antara kejadian-kejadian di berbagai
titik, Istilah waktu wajar (proper time) diperlukan untuk menunjukan suatu selang
antara dua peristiwa yang terjadi dititik ruang yang sama. Jadi persamaan (3.4)
dapat digunakan hanya apabila Δt’ merupakan selang waktu wajar di dalam S’,
dimana hal Δt bukan selang waktu wajar di dalam S, kalau sekiranya Δt
merupakan selang waktu wajar di dalam S, maka Δt dan Δt’ di dalam persamaan
(3.4) harus ditukarkan tempatnya.

27
u2
Apabila kecepatan relatif u dari S dan S’ sangat kecil, maka factor 1−
c2

Sangat hampir sama dengan satu, dan persamaan (1.5) akan mendekati hubungan
newtonia Δt =Δt’ (yaitu skala waktu yang sama untuk semua kerangka rujukan).
Karena itu, dugaan tersebut tetap memegang teguh keberlakuannya dalam batas
kecepatan-kecepatan yang relatif kecil[ CITATION Mar94 \l 1033 ].

28
BAB III
KESIMPULAN

A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:

1. Latar belakang teori relativitas yaitu pada tahun 1905, Einstein


mengusulkan suatu pendekatan sederhana terhadap masalah yang timbul
dalam percobaan Michelson-Morley. Dia mengajukan dua postulat yang
mendasar, saat ini telah meningkat statusnya menjadi asas Relativitas
Khusus,
a) Hukum-hukum fisika mempunyai kerangka acuan yang sama di dalam
setiap kerangka acuan inersial
b) Laju cahaya di ruang hampa sama besarnya di semua kerangka
inersial, tidak bergantung pada gerak sumber maupun pengamatannya.
2. Teori relativitas khusus di kemukakan oleh Albert Einstein pada tahun
1905.
3. Terdapat dua teori relativitas khusus diantaranya :
1) Prinsip relativitas : menyatakan hukum fisika dapat dinyatakan dalam
persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan yang
bergerakdengan kecepatan tetap satu terhadap yang lainnya.
2) Ketidak bakuan laju cahaya : menyatakan bahwa kelajuan cahaya
dalam ruang hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak
bergantung dari keadaan gerak pengamat itu.
4. Kontraksi panjang yaitu hasil ukur panjang oleh pengamat yang bergerak
terhadap benda selalu lebih kecil daripada hasil ukur pengamat yang
berada di kerangka rehat benda. Dengan demikian, pengertian panjang
kehilangan sifat mutlaknya. Dirumuskan sebagai berikut:

v2

L' =L 1−
c2

29
5. Apabila kecepatan sebuah lonceng (clock) yang diam di S’ diukur oleh
seorang pengamat di S, maka kecepatan yang diukur di dalam S lebih
rendah daripada kecepatan yang diamati di dalam S’. efek ini disebut
dengan dilasi waktu (terlambat waktunya). Dirumuskan sebagai berikut:
Δt '
Δt =
u2
√ 1−
c2

30
DAFTAR PUSTAKA

Beirer, A. (1982). Konsep Fisika Modern edisi ke tiga. Bandung: Penerbit


Erlangga.

Krane, K. (1992). Fisika Modern. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-


press).

Kusminarto. (2011). Esensi Fisika Modern. Yogyakarta : C.V Andi.

W.Zemansky, M. (1994). Fisika untuk Universitas 3. Bandung: Binacipta.

31

Anda mungkin juga menyukai