Anda di halaman 1dari 21

RESUME ETIKA PROFESI AKUNTAN

KONSEP ETIKA, ETIKA DALAM AGAMA, FILOSOFI ETIKA,


KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN

DOSEN PEMBIMBING :

IKA BERTY APRILIYAN, SE.,M.Ak.,Ak,CA,CPA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 :

MELTHA FIRA 1962201023


YOKA MAWAR DELIMA 1962201105
RINI UTARI 1962201082

FAKULTAS EKONOMI
PRODI AKUNTANSI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
T.A 2020/2021
BAB I
KONSEP ETIKA

Etika adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang perilaku manusia. Atau
dengan kata lain, cabang filsafat yang mempelajari tentang baik dan buruk. Untuk menyebut
etika, biasanya ditemukan banyak istilah lain : moral, norma dan etiket. Seperti halnya dengan
banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika” pun bersal dari Yunani kuno.
Kata Yunani ethos merupakan bentuk tunggal yang bisa memiliki banyak arti: tempat tinggal
yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap dan cara
berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” dalam filsafat. Dalam sejarahnya,
Aristoteles (384-322 SM) sudah menggunakan istilah ini yang dirujuk kepada filsafat moral.
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum tentang
sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-
ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan
dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan di pelbagai wacana etika. Akhir-akhir ini istilah etika
mulai digunakan secara bergantian dengan filsafat moral sebab dalam banyak hal, filsafat moral
juga mengkaji secara cermat prinsip-prinsip etika.

NORMA, PRINSIP MORAL, DAN NILAI


1. Pengertian Norma
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau kaidah,
yaitu biasanya suatunilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang
atau masyarakatuntuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati
bersama.Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan standar yang
harusditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata
peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau
ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu :
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibatnyadipandang
baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibatnyadipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia
bagaimanaseseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankannya,dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).

Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman


hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.

2. Pengertian Prinsip Moral


Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan,
adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’
sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu
kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka
rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan normanorma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau
adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Etika dan moralitas Etika
bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran
moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik
dan normatif.

3. Penegrtian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah
definisi nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is
personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of
existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about
desirable or undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding
principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan,
(2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi
spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-
kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai,
yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir
tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah
laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar
dalam hidupnya.

SUMBER ETIKA
1. Bisnis dan Profesi sebagai Sumber Etika
Prinsip umum dari “Etika Bisnis dan Profesi” adalah bahwa aktivitas bisnis dan Profesi tidak
boleh merugikan siapapun, melainkan harus menguntungkan semua fihak.Melalui penerapan
“Etika Bisnis dan Profesi” secara tepat, keberhasilan serta keberlangsungan bisnis dan profesi
akan lebih bisa terjamin.
2. Lingkungan sebagai Sumber Etika
Mengenai hubungan antara manusia baik sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang
lebih luas dalam totalitasnya, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan. Etika
Lingkungan dapat berupa : cabang dari etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara
manusia dengan manusia yang berdampak pada lingkungan. Berdiri sendiri, sejauh menyangkut
hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
3. Negara sebagai Sumber Etika
Pancasila merupakan ideologi negara indonesia. Disisi lain Pancasila juga merupakan dasar
negara. Selain itu Pancasila sendiri digunakan sebagai pandangan hidup negara. Gambaran atas
jiwa dan kepribadian bangsa indonesia. Bagaimana aturan-aturan hidup bangsa indonesia tertera
dalam butir butir pancasila yang dijabarkan kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
4. Agama sebagai Sumber Etika
Dalam bisnis modern saat ini, para pebisnis percaya bahwa moralitas bisnis yang utama
ialah moralitas bisnis yang sekuler. Hal tersebut dapat ditelusuri pada gagasan etika
utilitarianisme dan etika relativisme. Kedua teori etika tersebut dianggap dapat memberikan
manfaat kepada masyarakat, baik penjual maupun pembeli. Produsen maupun konsumen. Agama
sebagai sumber etika, dianggap tidak relevan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis. Bahkan
lebih jauh lagi, banyak yang beranggapan agama harus senantiasa dipisahkan dari praktik bisnis.
Carrol dan Buchol mengkonsepsikan 4 (empat) tingkat tanggung jawab perusahaan, yaitu
tanggung jawab sosio ekonomi, hukum, etika dan filantropi. Tahapan terakhir adalah tanggung
jawab filantropis, yang mengacu pada kegiatan yang tidak diperlukan sebuah bisnis tetapi
kegiatan tersebut dapat mempromosikan kesejahteraan manusia atau goodwill (Ferrel, 2011 :33).
Tanggung jawab filantropis akan sulit untuk diwujudkan apabila manusia tidak mengadopsi
spiritualitas agama. Nilai-nilai agama, sangat efektif menanamkan tanggung jawab filantropis
tersebut karena agama tidak semata-mata mengukur suatu aktivitas dari takaran untung-rugi atau
timbangan materi.

SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi merupakan perpaduan dari aturan–aturan atau cara–cara yang menjadi satu
kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian. Hal ini mencakup seluruh
proses dan kegiatan masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup atau mencapai
kemakmuran.
Macam-Macam Sistem Ekonomi
Berdasarkan yang mengatur mekanisme dapat dibedakan menjadi 4 bagian yaitu :
1. Sistem Ekonomi Tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan oleh
masyarakat tradisional secara turun temurun dengan hanya mengandalkan alam dan
tenaga kerja.
2. Sistem Ekonomi Pasar (Liberal/Bebas) adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh
kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya
kepada mekanisme pasar.
3. Sistem ekonomi Komando (Terpusat) adalah sistem ekonomi dimana peran pemerintah
sangat dominan dan berpengaruh dalam mengendalikan perekonomian. Pada sistem ini
pemerintah menentukan barang dan jasa apa yang akan diproduksi, dengan cara atau
metode bagaimana barang tersebut diproduksi, serta untuk siapa barang tersebut
diproduksi.
4. Sistem Ekonomi Campuran merupakan dari sistem ekonomi pasar dan terpusat, dimana
pemerintah dan swasta saling berinteraksi dalam memecahkan masalah ekonomi.
KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN
Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama tercermin dalam
pertanyaan: "Besok apa bisa makan?" Belum pasti, bisa makan, bisatidak. Tahap kedua,
pertanyaan: "Besok makan apa?" Ada kepastian tentang makan.Yang jadi masalah adalah
alternatif makan yang dipilih. Tahap ketiga: "Besok makansiapa?" (Anonim, disitir oleh
Soemarso, 2002: 37). Karena adanya pemikiran-pemikiran akan hal tersebut maka muncul
ketakutan di dalam diri seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhannya.

KESEMPATAN DAN KONSEKUENSI


Atas ketakutan tidak dapat terpenuhinya kebutuhan hidup maka akan ada kesempatan untuk
melakukan pelanggaran yang tidak etis seperti melakukan Korupsi. Jika tidak ada aturan yang
ketat dalam hal tersebut maka manusia akan terus melakukan pelanggaran. Maka dibuatlah suatu
aturan. Jika terjadi hal tersebut akan diberikan konsekuensi berupa sanksi maupun hukuman.

SIKAP, PERILAKU, DAN PERBUATAN


Sikap adalah suatu kecendrungan yan dipelajari untuk merespon secara konsisten dengan
cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, berkenaan dengan suatu objek.
Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam
pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk
hidup.
Perbuatan merupakan hasil pertimbangan moral dan benturan kepentingan rasional.
Perbuatan dilakukan untuk merespon fenomena atau objek yang dihadapi.

ETIKA BISNIS
Etika bisnis tidak dapat lepas dari konsep-konsep etika yang lain, seperti agama, budaya, dan
filsafat-filsafat etika yan mendasarinya. Dalam praktik bisni, terdapat banyak persoalan etika yan
dulunya merupakan masalah hati nurani, kemudian diambil ali oleh pihak otoritas menjadi suatu
regulasi. Etika bisnis (dan juga profesi) berbeda dengan etika social atau agama. Etika bisnis
sarat dengan benturan kepentingan dan sifat oportunitis yan terkandung dalam diri seseorang.
ETIKA PROFESI
Etika profesi memiliki pengertian sebagai suatu sikap hidup yang bertujuan untuk dapat
memberikan suatu pelayanan yang bersifat profesional terhadap masyarakat. Hal ini bisa
dilakukan dengan adanya keahlian atau keterampilan atau bahkan pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat memberikan pelayanan pada masyarakat. Segala
pekerjaannya juga dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Terdiri dari 3 (tiga) pihak : Pengusaha yang didampingi oleh pengacara, Bank, dan Akuntan
Publik. Akuntan Publik merupakan pemegang amanah dari pengusaha (Penanggungjawab atas
laporan keuangan).

ETIKA MURNI DAN ETIKA ORGANISASI


Etika murni merupakan suatu hal yang ada pada setiap individu. Sedangkan Etika organisasi
menekankan perlunya seperangkat nilai yang dilaksanakan setiap orang anggota.
Nilai tersebut berkaitan dengan pengaturan bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku
dengan baik seperti sikap hormat, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Seperangkat nilai-
nilai tersebut biasanya dijadikan sebagai acuan dan dianggap sebagai prinsip-prinsip etis dan
moral.
Dalam kehidupan organisasi terdapat berbagai permasalahan yang pemecahannya
mengandung implikasi moral dan etika. Ada cara pemecahan yang secara moral dan etika
diterima tetapi ada juga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Cara-cara yang secara moral
dan etika dapat diterima merupakan cara yang benar dan sebaliknya cara-cara yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan disebut cara-cara yang salah.

PENGENDALIAN DIRI
Pengendalian diri merupakan kunci dalam mengatasi persoalan etika, terdapat dua perangkat
yang dapat digunakan sebagai penendalian diri, yaitu kemampuan nalar dan kata hati nurani.
Persoalan etika bermula dari pengendalian diri yang bertujuan untuk menjauhkan diri dari
keserakahan, mengatasi ketakutan, dan untuk tidak memanfaatkan kesempatan dan konsekuensi.
BAB II
ETIKA DALAM AGAMA

AGAMA, HUKUM, DAN ETIKA


1. Agama
Etika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari moral, yang berkaitan erat dengan
agama dan budaya. Etika seseorang dalam menjalankan profesinya dipengaruhi ajaran agama
yang dianut serta budaya yang dimiliki pelaku itu sendiri. Sesungguhnya setiap agama telah
mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang lain sehingga dapat dinyatakan
bahwa orang yang mendasarkan tindakannya pada agama akan memiliki moral yang terpuji
dalam profesinya. Etika berperan sebagai rambu-rambu untuk membimbing dan mengingatkan
seseorang untuk melaksanakan dan mematuhi tindakan yang terpuji (good conduct).
Agama adalah unsur budaya yang berdifusi pada setiap aspek masyarakat dan meresapi
kehidupan individu apakah seseorang percaya atau tidak percaya (Hamza, 2010). Agama
mempengaruhi target, keputusan, motivasi, tujuan, dan kepuasan masyarakat. Pengaruh ini
berperan dominan dalam membentuk sikap dan perilaku etis individu (Iannaccone, 1998;
Noland, 2005). Agama diibaratkan sebagai batu bata yang paling dasar untuk dunia kognitif
individu. Johnson et al. (2001) serta Weaver dan Agle (2002) mendefinisikan religiusitas sebagai
komitmen individu atas agama dan ajaran-ajarannya yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku individu tersebut.

2. Hukum
Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut
suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya danjuga adanya kemungkinan
Proses Pembentukan Dermina Dalimun the interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan
suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku
yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang
nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap
hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat,
yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya
apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti
sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih
luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi
termasuk profesi akuntan publik.

Kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit memang
belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan
mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan
dengan kewajiban hukum akuntan.

3. Etika
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini
mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum
menjadi anggota IAI. Kode etik ialah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan kliennya, antara akuntan dengan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat
(Sriwahjoeni, 2000). Di dalam kode etik terdapat muatanmuatan etika, yang pada dasarnya
bertujuan untuk melindungi kepentingan anggota dan kepentingan masyarakat yang
menggunakan jasa profesi.

Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini dan dilakukan oleh akuntan,
misalnya berupa perekayasaan data akuntansi untuk menunjukkan kinerja keuangan perusahaan
agar terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap etika profesinya yang telah
melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik tersendiri
yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi akuntan dalam masyarakat. Pelanggaran
etika profesi akuntan di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu
digalakkan. Diantaranya :

(1) perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak
transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang
untuk korupsi.
(2) Etika profesi paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan
memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya.
(3) Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara
undangundang.
KONFISIUS
Konfusius menekankan bahwa orang harus disiplin terhadap diri. Perilaku seperti ini
menghasilkan masyarakat yang sabar dimana pendekatan konservatif lebih disukai dalam
melakukan sesuatu dan lebih menyukai hasil jangka panjang. Konfusius menyadari bahwa untuk
membangun sebuah bangsa maka diperlukan pengorbanan yang harus dilakukan oleh seorang
individu.
HINDU
Tri Hita Karana merupakan istilah yang muncul pertama kali pada 11 Nopember 1966 di
Konferensi Daerah 1 Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra
Denpasar, Bali. Hal yang mendasari diadakannya Konferensi tersebut yaitu adanya kesadaran
umat Hindu akan kewajibannya untuk berperan serta pada kegiatan pembangunan bangsa demi
terwujudnya masyarakat sejahtera, adil dan makmur sesuai Pancasila. Nilai budaya yang
digunakan sebagai paradigma pemaknaan yaitu Tri Hita Karana yang kemudian disandingkan
dengan kode etik aturan profesi di bidang akuntansi yang berlaku. Mereka percaya bahwa
spiritualitas adalah melakukan pekerjaan sebagai bentuk pengabdian. Menjadi satu hal yang
harus digarisbawahi bahwa “usaha” untuk mencapai tujuan merupakan hal yang paling penting
sedangkan “hasilnya” sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan.

BUDDHA
Melihat bahwa bekerja keras dan pengabdian adalah alat yang digunakan untuk mengubah
hidup seseorang dan institusi secara keseluruhan. Bagi etnis Tionghoa, perusahaan bisnis
merupakan sebuah entitas ekonomi yang mana cara menjalankan perusahaan-perusahaan sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme. Yi, atau kebenaran berarti bahwa seorang atasan
diharapkan dapat menegakkan standar perilaku moral yang tertinggi. Kepentingan diri sendiri
harus dikorbankan demi kebaikan organisasi. Li sebagai pengetahuan tentang bentuk-bentuk
tingkah laku mulia yang telah menjadi kebiasaan orang Tionghoa dan menjadi tingkah laku para
pelaku bisnis yang telah terpola dan mendasar dalam prinsip bisnis walaupun hal tersebut tidak
diperlihatkan dalam tulisan dan dibaca oleh pelanggan tetapi menghayati apa yang termasuk dari
arti Li dan apa yang menyimpang dari Li dalam menjalankan bisnis.

KRISTIANI
Di dalam kelompok profesi tertentu, terdapat suatu peraturan yang harus dipatuhi. Peraturan
ini lebih dikenal sebagai kaidah etika profesional. Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi
profesi dalam bentuk kode etik untuk mengatur tingkah laku anggotanya dalam menjalankan
praktek profesinya kepada masyarakat. Dalam menghadapi tekanan-tekanan pada pelaksanaan
tugasnya, selain harus berpedoman kepada etika profesinya seorang auditor juga harus berpegang
teguh pada etika yang telah ditetapkan agamanya. Salah satu etika yang berdasarkan keagamaan
adalah etika kerja Kristen. Etika kerja Kristen yang bersumber dari seorang motivator ( Jansen H.
Sinamo) etika kerja menurut pandangan kristen adalah :
1. Kerja adalah Rahmat, bekerja tulus penuh syukur
2. Kerja adalah Amanah, bekerja benar penuh tanggung jawab
3. Kerja adalah panggilan, bekerja tuntas penuh integritas
4. Kerja adalah Ibadah, bekerja serius penuh kecintaan
5. Kerja adalah aktualisasi, bekerja keras penuh semangat
6. Kerja adalah seni, bekerja cerdas penuh kreativitas
7. Kerja adalah kehormatan, bekerja tekun penuh keunggulan
8. Kerja adalah pelayanan, bekerja paripurna penuh kerendahan hati Kalau kerja dihubungkan
dengan Alkitab, maka akan kita temukan bahwa manusia dirancang Allah sebagai makluk
yang bekerja. Bekerja adalah perintah Allah sejak manusia pertama diciptakan.
Menurut Alkitab, Allah yang menciptakan manusia segambar dengan dirinya adalah
Allah yang bekerja. Dalam Kitab (Kejadian 1: 28-29) Allah memberkati mereka, lalu Allah
berfirman kepada mereka : Beranakcuculah dan bertambah banyak penuhilah bumi dan
taklukankanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan Burungburung di udara dan atas segala
binatang yang merayap dibumi. Berfirmanlah Allah: Lihatlah, Aku memberikan kepadamu
segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya
berbiji itulah.

ISLAM
Sulistiyo (2004) dan Astri (2003) menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam etika kerja Islami
berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap komitmen profesi seorang akuntan. Nilai-
nilai dalam etika kerja Islami mengandung tuntunan dan pedoman bagi setiap orang dalam
menjalankan tugas atau pekerjaannya. Dalam terminologi Islam, bekerja memiliki dua dimensi
yang penting yaitu dimensi duniawi dan dimensi ibadah. Bekerja bukan semata-mata sebagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak namun lebih daripada itu bekerja
merupakan kegiatan ibadah yang mendatangkan pahala dan kebaikan baik di dunia maupun
akhirat kelak. Hal ini sejalan dengan dengan Syafiq dan Achmad (2002) yang menyatakan bahwa
bekerja merupakan perbuatan yang sarat dengan nilainilai religius.
Etika kerja Islami menganjurkan setiap orang untuk bekerja dengan sungguhsungguh, jujur
dalam menjalankan tugas dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi yang dijalaninya,
tak terkecuali dalam hal ini adalah profesi auditor internal. Dalam kenyataannya, profesi auditor
internal sebagai bagian dari perusahaan sering mengalami dilema dalam menjalankan tugasnya.
Di satu sisi harus bertanggung jawab kepada perusahaan sedangkan di sisi yang lain tetap
memegang teguh komitmen pada profesinya. Kondisi yang dilematis terjadi pada saat
perusahaan atau pihak manajemen ingin memanipulasi angka-angka dalam laporan keuangan
sedangkan auditor internal diberikan tugas untuk melakukan hal tersebut dan menutupi
kebohongannya dari pandangan publik (Sulistiyo, 2004).
Sebagai seorang auditor internal yang patuh pada aturan dank ode etik profesi tentunya
harus tetap jujur dan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Jika seorang auditor internal
memahami dengan baik etika kerja dalam Islam yang bersifat universal dan mengandung nilai-
nilai ibadah tentunya mereka tidak akan lagi mengalami kondisi yang dilematis. Mereka
memiliki satu tujuan yang jelas ketika menjalankan tugas atau pekerjaannya yaitu bekerja dengan
jujur, patuh pada kode etik profesi dan bersikap independen terhadap tekanan dari pihak
manapun untuk berbuat kecurangan atau kejahatan.
SANKSI DALAM AGAMA
Mengamati berbagai kejadian yang mencoreng wajah akuntan seperti manipulasi laba, rekayasa
laporan keuangan, kecurangan finansial, modifikasi laporan audit dan tindakan kriminal lainnya
tentu akan meneteslah air mata kita. Begitu banyak cercaan yang datang menghampiri profesi
akuntan sehingga muncullah kesangsian publik terhadap kinerja dan akuntabilitas akuntan.
Laporan akuntan cenderung menutupi kondisi keuangan yang jelek dari perusahaan namun
sebaliknya menampilkan hal-hal yang baik saja tentang perusahaan.
Menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana cara yang paling efektif untuk menanamkan etika
dan moralitas pada diri pribadi seorang akuntan ? Jika ingin menanamkan etika dan moralitas
pada diri pribadi akuntan maka cara yang paling efektif salah satunya dengan lebih menanamkan
nilai-nilai agama serta menekankan bahwa jika kita melaggar aturan dan bebuat curang sebagai
seorag akuntan secara agama sanksi yang didapat sangatlah merugikan bagi kita manusia, selain
ancaman beupa dosa yang ditanggu juga keberkahan akan uang yang dihasilkan juga
dipetanyaan, dan kerugian-kerugian lainnya yang akan seorang akuntan dapatkan jika ia tetap
nekat melakukan kecurangan selama menjadi seorang akuntan.
BAB III
FILOSOFI ETIKA

HAK ASASI MANUSIA

Teori hak beasumsi bahwa setiap manusia mempunyai martabat yang sama, artinya jika
suatu tindakan meupakan hak bagi seseorang, maka tindakan yang sama tesebut meupakan
kewajiban bagi orang lain. HAM berhubungan dengan (1) Hak hukum (legal right), yaitu hak
yang didasarkan atas sistem yuridiksi hkum suatu negara yang dalam hal ini sumber hukum
tetinggi suatu negara adalah UUD negara yang bersangkutan (2) hak moral atau kemanusiaan
(moral, human right) yang bekaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan
individu tesebut tidak melanggar hak-hak orang lain, dan (3) hak kontraktual (contractual right)
yang mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak besama sebagai wujud
hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1. Utilitarianisme

Utilitarisme berasal dari bahasa Latin “utilis” yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini,
perbuatan dikatakan baik jika memberikan manfaat bukan hanya untuk satu atau dua orang saja
melainkan masyarakat secara keseluruhan. Kriteria unutk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah the greates happiness of the greatest number yaitu kebahagiaan terbesar dari
jumlah orang terbesar. Mengapa seorang akuntan perlu mendeteksi adanya korupsi? Mengapa
akuntan perlu mengungkapkan korupsi tersebut? Utilitarisme menjawab: karena hal tersebut
bertujuan untuk menyelamatkan pendapatan negara, meningkatkan pertumbuhan perekonomian,
mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan kualitas pelayanan publik, atau dapat dikatakan
membawa manfaat besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu teori utilitarisme
menganggap upaya pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab moral yang harus dimiliki
oleh seorang akuntan

2. Deontologi

Istilah deontologi berasal dari bahasa Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Apabila
utilitarisme menekankan pada konsekuensi dari suatu perbuatan, maka deotologi menekankan
dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Atas pertanyaan “mengapa akuntan harus
melawan korupsi?” dan “mengapa akuntan tidak boleh menyembunyikan tindakan korupsi yang
diketahuinya?”, deontology menjawab: “karena tindakan pertama tersebut merupakan kewajiban
akuntan dan kerena perbuatan kedua dilarang. Suatu tindakan tidak akan menjadi baik hanya
karena hasilnya baik, melainkan karena hal tersebut harus atau wajib dilakukan. Suatu perbuatan
dikatakan baik jika berdasarkan “imperatif kategoris” yaitu kewajiban tanpa syarat apapun.
Terkadang praktek penyuapan pada proses pengadaan barang dan jasa pada lembaga pemerintah
merupakan suatu hal yang lumrah dilakukan atau bahkan menjadi suatu tradisi yang dilegalkan,
namun pengungkapan praktik penyuapan tersebut tetap harus dilakukan seorang akuntan.
Akuntan dikatakan berperilaku baik jika bisa mengungkapkan rantai penyuapan tersebut
meskipun senyatanya penyuapan tersebut memberikan keuntungan bagi segenap pegawai di
instansi tersebut.

3. Hak dan Keadilan

Dalam pemikiran moral, teori ini paling sering digunakan untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan. Hak didasarkan pada martabat manusia dimana martabat semua
manusia adalah sama. Oleh karena itu tidak boleh mengorbankan manusia secara individual demi
untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan korupsi yang dilakukan oknum pejabat pemerintah
tentunya menyebabkan inefisiensi anggaran sehingga akan mengurangi kualitas pelayanan
publik. Praktik korupsi yang terjadi semata-mata bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi
dan atau golongan sehingga mengabaikan kepentingan orang banyak. Dengan demikian,
tindakan akuntan untuk melawan korupsi merupakan suatu hal yang baik karena melindungi hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik.

4. Virtuisme

Teori keutamaan tidak menyatakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang
tidak etis. Bila ini ditanyakan pada penganut paham egoisme, maka jawabannya adalah: suatu
tindakan disebut etis bila mampu memenuhi kepentingan individu (self-interest) dan suatu
tindakan disebut tidak etis bila tidak mampu memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan.
Teori ini tidak lagi memepertanyakan suatu tidakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai
sifatsifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia
utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Sebenarnya, teori
keutamaan bukan merupakan teori yang berdiri sendiri dan terpisah dari teori etika tindakan
(deontologi, teleologi) karena sifat keutamaan bersumber dari tindakan yang berulang-ulang.
BAB IV
KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN

Keserakahan dan Ketakutan

Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama tercermin dalam
pertanyaan: "Besok apa makan" Belum pasti, bisa makan, bisa tidak. Tahap kedua, pertanyaan:
"Besok makan apa?" Ada kepastian tentang makan. Yang jadi masalah adalah alternatif makan
yang dipilih. Tahap ketiga: "Besok makan siapa?" (Anonim, disitir oleh Soemarso, 2002: 37).

Etika (termasuk etika bisnis) merupakan pengendalian yang muncul dari dalam diri
seseorang sebagai pelaku kegiatan ekonomi maupun sosial. Etika didasarkan atas keyakinan
(beliefs), hati nurani, dan harapan (expectation) tentang nilai-nilai moral (norma) yang dapat
digunakan sebagai acuan ketika menjalani kehidupan. Namun, dalam kehidupan nyata, selalu ada
tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku. Perilaku tidak etis mungkin orang atau sekelompok orang tersebut telah
memperoleh pendidikan yang baik, berada dalam lingkungan sosial yang layak, atau telah
menguasai agama secara mendalam.

Greed and Fear

Keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang merupakan sifat dasar manusia
mendorong orang untuk berperilaku tidak etis (unethical behaviour). Perilaku ini tercermin
dalam tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud) adalah akhir dari
perilaku tidak etis yang dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan
keputusan yang didasarkan atas peridaku tidak etis dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran
etika atau pelanggaran hukum. Pelanggaran etika berakibat diberikannya sanksi sosial.
Pelanggaran hukum dapat berupa pelanggaran pidana atau pclanggaran perdata. Jika terbukti,
keduanya akan memperoleh sanksi hukum. Keterlibatan sifat serakah dan takut dalam proses
pengambilan keputasan dikawal oleh regulasi dari pemerintah dan pengendalian diri (etika) oleh
pengambil keputusan.

Pada dasarnya, pelanggaran etika dan hukum didorong oleh nafsu. Adalah takdir bahwa
manusia dilahirkan dengan nafsu. Dalam bentuk negatif, nafsu tercermin dalam sifat serakah
(greed). Keserakahan itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan berlebihan (excessive desire)
dibandingkan dengan yang dibutuhkan (needed) atau yang menjadi haknya (deserved). Kalimat
yang lebih popular barangkali adalah mental "ingin cepat kaya". Keserakahan biasanya
dikonotasikan dengan hal- hal yang bersifat duniawi dalam kehidupan, misalnya laba,
keuntungan, kekayaan atau manfaat lain.

Keserakahan dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif masa kecil. Rasa aman terhadap
sesuatu yang tidak diperoleh pada waktu kecil membuat mereka merasa takut untuk menjalani
kehidupan. Dalam hal ini, "sesuatu" dapat berupa rasa cinta kasih (love), perhatian (attention)
interaksi (interaction), kepedulian (care), atau pengasuhan (nurture). Rasa tidak aman atau takut
dapat menimbulkan konsepsi yang salah (nis-conception) tentang diri sendiri, kehidupan, atau
hal- hal lainnya. Konsepsi salah dapat berupa pandangan tentang benar-salah atau baik-buruk.

Bagian lain dari sifat dasar manusia adalah rasa takut (fear). Rasa takut berkaitan dengan
dampak negatif terhadap kehidupan, misalnya kerugian atau bangkrut. Rasa takut mengakibatkan
seseorang berusaha, secara eksesif, memperoleh apa yang menyebabkan rasa takut tersebut.
Hanya dengan itu, ia merasa berani melangkah ke depan. Orang yang dihinggapi rasa takut akan
merasa cemburu (iri) jika orang lain memiliki apa yang diinginkan. Akhirnya, pada saat dewasa,
orang mencoba untuk menyembunyikan rasa tidak aman atau rasa takut masa kecil itu dengan
menyuarakan kebalikan faktor yang ia alami. Rasa takut dapat dihilangkan apabila orang yang
bersangkutan telah merasa aman dan mempunyai kepastian.

Pengendalian Diri

Walaupun tindakan yang mencerminkan perilaku tidak etis dapat disebabkan oleh pengaruh
dari luar, tetapi, pada intinya, munculnya tindakan itu tetap diakibatkan oleh dorongan dari
dalam diri seseorang. Tentu saja, kemunculan tersebut setelah melalui proses pengambilan
keputusan yang didasarkan atas hati nurani dan rasionalitas. Nilai-nilai moralitas atau norma
termasuk dalam pertimbangan hati nurani. la adalah constraints (batasan) dalam rangka
pengendalian diri (self control). Sementara itu, rasionalitas lebih mengacu pada logika dan
sistematika yang dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan. Perilaku tidak etis
mencerminkan gagalnya pengendalian diri.

Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya berupa sikap
ikhlas atau selalu bersyukur dalam sctiap keadaan yang dihadapi. Jika sedang merasa gundah
karena keinginan yang tidak tercapai, hadapilah dengan sikap ikhlas sembari bersyukur. Bahwa
capaian itu merupakan hal terbaik baginya. Bahwa, betapapun kecilnya, masih ada capaian yang
dihasilkan. Sebaliknya, jika sedang merasa senang karena hasil yang melebihi keinginan,
bersyukurlah atas segala karunia yang diberikan. Wartakanlah rasa syukur itu dengan berbagi,
Rasa syukur bukan berarti puas diri (complacent). Akan selalu ada hal yang lebih baik lagi untuk
diraih bagi diri sendiri maupun untuk sesama umat. Itulah sebetulnya inti dari kebahagiaan yang
menjadi tujuan hidup manusia.

Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga, agama, budaya, atau
lingkungan sosial. Jika telah disepakati sebagai suatu kebenaran oleh lingkungan sosial, nilai-
nilai moral, atau norma tersebut, pada dasarnya, telah menjadi hukum sosial yang dapat berupa
hukum adat atau hukum agama. Oleh karena itu, tindakan yang menyimpang akibat gagalnya
pengendalian diri hanya dapat diberikan sanksi oleh sumber sumber pengendalian diri tersebut.
Sanksi-sanksi tersebat diberikan oleh lingkungan sosial dimana yang berangkutan berada dan
sering disebut dengan sanksi sosial.

Regulasi

Pencegahan bagi seseorang (pihak tertentu) untuk tidak melakukan tindakan tertentu juga
dapat dilakukan melalui regulasi, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan
pemerintah. Jika etika merupakan norma-norma yang bersumber dari diri seseorang, hukum
negara adalah ketentuan dari negara yang dapat dipaksakan. Sebagian dari hukum negara,
barangkali berasal dari norma-norma sosial, yang telah diterima oleh masyarakat. Adopsi norma
norma tersebur menjadi hukum negara yang mengandung arti bahwa norma-norma tersebut telah
diterimia sehagai kebutuhan negara. Jika etika tidak dilaksanakan atau organisasi yang
bersangkutan tidak mampu mengatur diri sendiri, subjek-subjek tentang etika dapat diambil alih
dengan cara regulasi.

Karena sifat dapat dipaksakan, regulasi tentu lebih kuat dibandingkan dengan etika.
Pelanggaran etika hanya dapat diadili oleh pengadilan etika yang bisanya dilakukan oleh
masyarakat yang menetapkan etika tersebut dimana pelanggar etika merupakan bagian dari
masyarakat tersebut. Pelanggaran etika juga dapat diadili oleh organisasl yang menaungi
pelanggar yang bersangkutan. Dalam hal ini, organissi tersebut menjadi organisasi regulasi
mandiri (self regulating organization). Pelanggaran hukum, dapat berupa pelanggaran hukum
pidana atau hukum perdata. Pelanggaran hukum pidana dapat dikenakan sanksi penjara atau
sanksi uang dalam bentuk denda atau uang pengganti. Hukum perdata berkaitan dengan pihak
pihak yang bersengketa. Sanksi yang diberikan biasanya berupa uang.

Keserakahan dalam Bisnis

Bisnis memang suatu kegiatan ekonomi yang didirikan dengan tujuan mencari laba. Bisnis
merupakan salah satu sarana dalam ekonomi pasar untuk merealisasikan keinginan manusia,
yaitu untuk maju atau memperoleh kehidupan yang lebih baik, melalui konsep pemilikan pribadi
dan berjalannya mekanisme pasar. Pemupukan modal merupakan konsekuensi dari hak
kepemilikan pribadi. Oleh karena itu, saat berbicara tentang bisnis, kepemilikan pribadi, dan
pemupukan modal, kita akan selalu mengacu pada perorangan. Walaupun bisnis dilakukan oleh
perusahaan, tetap pada akhirnya, kepemilikan dan modal akan bermuara pada perorangan. Selain
itu, bisnis juga akan dilaksanakan oleh orang.

Secara naluriah, kegiatan usaha (bisnis) memang akan selalu bersinggungan dengan orang
(pihak) lain. Tindakan seseorang (perusahaan) dalam bisnis akan memengaruhi kepentingan
ekonomi pihak lain. Di awal sudah dijelaskan bahwa laba adalah bagian dari kegiatan tukar
menukar yang diperbolehkan untuk diambil demi kepentingan diri sendiri. Bagian itu merupakan
imbalan atas risiko yang selalu terkandung dalam setiap usaha (bisnis). Besarnya kegiatan tukar
menukar yang dapat diambil untuk kepentingan diri sendiri sangat tergantung pada kondisi pasar,
kondisi produk dan upaya dari yang bersangkutan.

Dalam pasar dengan kompetisi sempurna (perfect competition), kemungkinan seseorang


memperoleh laba abnormal sangatlah kecil. Namun, kondisi pasar dengan persaingan sempurna
memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi, di antaranya jenis barang harus homogen, jumlah
penjual dan pembeli harus banyak, dan adanya keterbukaan informasi yang juga harus sempurna.
Kondisi pasar dengan persaingan tidak sempurna (imperfect competition), misalnya monopoli
dan oligopoli, memungkinkan seseorang untuk memperoleh laba abnormal.
Ukuran organisasi dan bentuk manajemen dapat mengarah pada ketidak-efisienan. Namun,
besarnya penguasaan pasar dapat membuat mereka tetap berada di dalamnya. Pelayanan,
sebetulnya, bisa termasuk sebagai jasa tersendiri dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu, ada
harga di dalamnya lika pelayanan sudah díakomodasikan ke dalam harga produk, sebetulnya,
yang terjadi adalah efisiensi terselubung. Dampaknya akan sangat besar, tidak saja terhadap
perluasan pasar, tetapi juga perluasan dan kepuasan konsumen. Pelayanan dapat mengubah
preferensi konsumen.

Upaya perluasan, penguasaan pasar, dan insentif yang diperoleh, yaitu laba abnormal,
membuat mereka yang bergerak dalam bidang bisnis berlomba-lomba untuk meraihnya. Ini
adalah asal mula dari sifat serakah, seperti yang telah disebutkan. Keserakahan merupakan
penyebab dari hilangnya pengendalian diri yang kemudian mengarah pada perilaku tidak etis.

Ketakutan karena gagal dalam berusaha merupakan sisi lain dari penyebab terjadinya
pelanggaran terhadap etika. Risiko yang terkandung dalam setiap kegiatan usaha membuat
kegagalan merupakan suatu halyang niscaya. Akibat dari suatu kegagalan usaha terhadap
kehidupan seseorang tergantung pada kondisi orang tersebut, baik dari segi ekonomi maupun
mental. Ketakutan akan gagal membuat orang, dengan segala cara, berusaha untuk
menghindarinya. Rasa takut juga dapat berkaitan dengan upaya kepastian tentang keberlanjutan
usaha.

Laba Abnormal

Laba abnormal sebagai pemicu keserakahan merupakan konsep yang abstrak dan subjektif.
Tidak ada ketentuan yang jelas dan tegas untuk mendefinisikan abnormalitas. Selain aspek
pengertian (unsur apa), abnormalitas dapat berkaitan dengan cara memperolchnya (unsur
bagaimana), dan bersinggungan dengan dari siapa bagian sumber daya ekonomi yang ingin
dialihkan (unsur siapa). Oleh karena itu, pengendalian diri dalam bidang bisnis berhubungan
dengan apa, bagaimana, dan dari siapa laba abnormal diperoleh dan diperuntukkan. Etika (bisnis)
merupakan alat pengendalian diri dalam berusaha. Oleh karena itu, laba sebagai tujuan usaha,
cara melakukan usaha, dan perlakuan terhadap pihak-pihak di luar usaha yang berkepentingan
terhadap usaha merupakan hal-hal yang perlu dijelaskan dan ditegaskan kepada semua pihak
yang melaksanakan usaha (perusahaan).

Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang diterapkan
termasuk cara memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian. Jika produk yang
dijual harus melalui proses produksi, proses perdagangan akan mencakup input-proses-output.
Cara- cara yang benar dalam menghasilkan dan menjual produk menunjukkan tidak adanya
keserakahan dalam bisnis. Cakupan yang jelas dan tegas tentang siapa yang sumber daya
ekonomisnya akan dialihkan, dirugikan, atau dipengaruhi. juga masih merupakan hal yang perlu
dielaborasi.

Konsep stakeholder,seperti yang telah diuraikan di awal, merupakan upaya untuk


menjabarkan pihak-pihak yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan. Kepentingan
dalam hal ini berkaitan dengan pengalihan sumber daya ekonomis atau kerugian yang
ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan. Proteksi terhadap kepentingan para pihak tersebut
dengan sendirinya dapat melepaskan tuduhan keserakahan bagi perusahaan.

Uraian tersebut menyimpulkan bahwa laba (baik normal maupun abnormal) bukan momok
yang dapat digunakan untuk memberikan stigma serakah terhadap perusahaan. Laba tetap
merupakan hak yang sah bagi seseorang yang berani mengambil risiko dengan melakukan usaha.
Keserakahan lebih mengacu pada cara untuk memperoleh laba tersebut dan perlakuan yang tidak
adil (merugikan) terhadap pihak- pihak yang berkepentingan terhadap usaha. Cara curang dan
pengabaian terhadap hak orang lain adalah ciri keserakahan, bukan ciri laba.

Moral Hazard

Moral hazard bersama dengan adverse selection merupakan topik utama dalam ekonomi
informasi (information economic). Moral hazard terjadi apabila dalam suatu transaksi, salah satu
pihak melakukan tindakan yang memengaruhi penilaian pihak lain atas transaksi tersebut dan
pihak lain tidak dapat memonitor/memaksa secara sempurna (Kreps, 1990: 577). Moral hazard
biasanya terjadi dalam suatu kontrak atau regulasi. Pihak yang melakukan moral hazard berusaha
untuk menyembunyikan informasi ril yang ia miliki ketika berhubungan dengan pihak lain yang
bertransaksi dengannya. Secara umum, dapat dikatakan bahwa moral hazard adalah tindakan
yang dilakukan oleh seseorang demi keuntungan diri sendiri dan dapat menimbulkan kerugian
bagi orang lain.

Walaupun moral hazard mungkin tidak didorong oleh keserakahan atau ketakutan, tetapi
tindakan yang mementingkan diri sendiri tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan yang tidak
elok. Jika berkaitan dengan regulasi, tindakan itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
hukum. Istilah moral hazard itu sendiri bukan berarti bahwa tindakan yang dilakukan adalah
tidak bermoral. Tindakan itu merupakan jawaban dari insentif yang diterima. Umumnya, moral
hazard dilakukan dengan memanfaatkan celah yang terdapat dalam kontrak atau regulasi.
Tindakan moral hazard sulit dibuktikan atau barangkali tidak dapat dikatakan sebagai
pelanggaran hukum, tetapi secara etis tindakan itu tidak dilakukan oleh orang yang memiliki
iktikad baik.

Kecurangan (Fraud)

Gordon Gecko, dalam film berjudul Waill Street yang di putar sckitar tahun 1980-an
berkata, "Greed for lack of better word, is good". Untuk merealisir impiannya, lepas dari
kepapaan dan menjadi "orang" di New York, Gecko tidak segan-segan melakukan pelanggaran
etika (bahkan hukum) dalam melakukan perdagangan saham. Gecko bersama Bud Fox,
sekutunya, melakukan insider trading. Menjadi "orang". yang dalam pikiran mereka, tinggal di
apartemen mewah di Manhattan, memakai jas buatan penjahit tertentu, dan makan kaviar di
hotel-hotel mewah di seputar New York. Namun, ketika target perusahaan yang ingin dicaplok
adalah Blue Star, milik ayahnya, Fox berbalik arah. la berusaha dengan segala macam cara
untuk menyelamatkannya, sehingga membuat pasar modal New York kacau balau. Saat itu, Fox
bekerja dengan hati nurani. Walaupan untuk upaya penyclamatan tersebut, ia harus masuk
penjara pada akhirnya.
Di dunia nyata, banyak kasus-kasus seperti yang digambarkan dalam fim Wall Street, Kasus
Enron, Worldcom, Xerox, don Lehman Brothers, jika harus menyebut nama, merupakan
beberapa contoh tentang tidak diterapkannya etika bisnis dalam berusaha. Kasus-kasus di atas
menunjukkan hilangnya pengendalian diri dalam mencapai tujuan perusahaan. Keserakahan
dengan motif kepentingan pribadi sangat menonjol dalam kasus-kasus itu. Perhatikan bahwa
kepentingan pribadi tersebut dibalut dengan cara (praktik) curang Fraud) saat melakukan usaha.
Perhatikan juga bahwa motif pribadi yang mereka lakukan tidak memedulikan kepentingan (hak)
orang lain. Dalam hal ini, kepentingan pribadi bukan lagi cerminan dari self interest, melainkan
selfishness.

Praktik curang, tanpa memedulikan kepentingan (hak)orang lain,adalah ciri dari keserakahan
Dasarnya adalah egoisme (selfishness). Motifnya adalah penipuan. Artinya, praktik curang
memang dengan sengaja dilakukan untuk merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri.
Praktik curang dapat dilakukan di setiap tahap kegiatan usaha. Mulai dari penetapan tujuan
dalam mendirikan usaha, selama proses menghasilkan produk, sampai saat melakukan
pemasaran dan penjualan.

Dalam produksi, praktik curang mencakup komponen input, proses, dan output. Bahkan,
praktik curang juga dapat dilakukan pada proses pendanaan usaha, misalnya pencarian pinjaman
bank, penjualan obligasi, atau pengeluaran saham. Praktik curang dapat dihindari melalui
pengendalian diri, pengendalian sosial, dan pemaksaan hukum. Etika adalah sarana untuk
pengendalian diri dan pengendalian sosial, sedangkan regulasi merupakan alat pemaksa hukum.

Pengambilan Keputusan Bisnis

Kegiatan usaha dilakukan oleh orang melalui kepatusan-keputusan yang mereka lakukan.
Hasil kegiatan usaha adalah akibat dari keputusan-keputusan tersebut. Tentu saja, setiap
keputusan usaha harus mengacu pada tujuan pendirian usaha yang bersangkutan, Namun,
karakter dan motif pribadi pengambil kepatusan dapat memengaruhi proses dan hasilnya.
Keserakahan dan ketakutarn dapat muncul dari orang-orang yang melaksanakan usaha sehinggo
tercermin dalam keputusan- keputusan yang mereka buat.

Ilmu ekonomi mendalilkan bahwa setiap pengambilan keputusan akan didasarkan atas asas
rasionalitas Namun, pada kenyataan sehari-hari, dasar itu tidak dilakukan secara taat mbil
keputusan. Herbert A. Simon dalam"Models of Man menyatakan bahwa seseorang dalam
melakukan tindakan hanya sebagian yang didausarkan atas pemikiran rasional., Sebagian lain
ditentukan oleh emosi/ketidak-rasionalan. Pengalaman seseorang akan membatasi formulasi dan
pemecahan masalah yang komplels. Pemprosesan informasi (penerimaan, penyimpanan,
penemuan kembali, dan penyampaian) dalam rangka pengambilan keputusan juga dibatasi oleh
kerangka berpikir seseorang.

Shefrin (2002: 4-5) menyebutkan adanya dua hal pokok yang mengakibatkan timbulnya bias
dalam pengambilan keputusan. Kedua hal tersebut adalah sifat coba-coba (heuristic) dan
ketergantungan pola pikir (frame of dependence), Pengimbilan keparusan heuristik didasarkan
atas rules of thumb yang diperoleh melalul upaya coba-coba (trial &errors) Pengalaman masa
lalu digunakan sebagai alat predilksi untuk masa mendatang, Keputuisan diambil berdasarkan
stereotype yang telah terjadi. Pengambil keputusan cenderung terlalu percaya diri (over
confidence) dan mengandalkan konservalisme (conservatism). Ambiguitas terhadap kepastian
perlu dihindarl. Bias dalam pengambilan keputusan hearistik dapat disebabkan oleh kesalnhan
dalam aspek kognitif (cognitive) dan emosi akibat stereotip yang pernah dialami.

Bisa akibat ketergantungan pola pikir (frame dependence) seseorang disebabkan oleh
berbedanya proses pengolahan informasi dalam pengambilan keputusan. Perbedaan dalam pola
pikir dapat mengakibatkan berbedanya substansi. Shefrin (2002) menjelaskan ketergantungan
pola ( pikir ) sebagai "the arm used to describe decision problem". Ketakutan terhadap kerugian
( loss awersion), misalnya, merupakan salah satu contoh bagaimana pengambilan keputusan
dapat bias karena pola pikir pengambil keputusan. Pola pikir juga akan memengaruhi aspek
kognitif dan emosi seseorang. Aspek kognitif berkaitan dengan cara mengorganisir informasi,
sementara aspek emosi berhubungan dengan perasaan sescorang pada saat ia mencatat adanya
informasi tersebut.

Pengendalian diri (selfcontrol) berarti mengendalikan emosi. Kecewa (regret) adalah


penyalahan diri sendiri secara emosional larena telah membuat keputusan yang tidak benar.
Kekecewaan tertanam dalam pola pikir dan akan menengaruhi pengamibilan keputusan
selanjutnya. Mereka cenderung tidak bersedia mengambil variasi dalam pengambilan keputusan
agar kekecewaan dapat diminimalkan. Pola pikir juga berkaitan dengan khayalan uang (money
ilusion), Dalam pola pikir ini, orang cenderung hanya memperhatikan nilai normal.

Pengambilan keputusan heuristik maupun yang didasarkan atas frame dependence sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pengambil keputusan. Beberapa hal yang termasuk sebagai
karakteristik pribadi adalah pengalaman, motif, dan egoisme. Pengambilan keputusan yang
demikian dapat mengakibatkan terjadinya bias karena kesalahan. Sementara itu, asumsi yang
digunakan dalam setiap pengambilan keputusan adalah bahwa pemrosesan data selama
pengambilan keputusan, seseorang akan menggunakan data statistik secara benar. Diasumsikan
juga bahwa dalam pengambilan keputusan, seseorang tidak akan dipengaruhi oleh pola pikirnya
frame independence). Artinya, pengambil keputusan memandang bahwa setiap pengambilan
keputusan dilakukan secara transparan dan objektif tentang risiko dan imbalan. Kepentingan
pribadi (self interest) boleh dijadikan dasar, tetapi bukan egoisme.

Anda mungkin juga menyukai