SUATU NEGARA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah, bangsa, dan pemerintahan adaah unsur pokok terbentuknya negara, jika ketiga unsur itu dirawat dengan
baik sehingga tumbuh dan berkembang, maka semakin besar dan jayalah negara itu. Akan tetapi, sebaliknya jika
tidak dirawat dengan baik maka negara itu akan lenyap. Peranan daerah bagi kelangsungan hidup suatu negara,
terletak pada kekayaan alam, struktur geografisnya dan posisi geologisnya daerah yang bersangkutan, tetapi suatu
negara yang kaya akan alamnya juga akan mengalami hancur dikarenakan adanya faktor alam yang
menghancurkannya dan menyebabkannya wilayah negara tersebut lenyap. Selain dari faktor alam lenyapnya suatu
negara juga dapat disebabkan oleh beragam faktor sosial yang ada didalam negara dan pernah dialami suatu
negara.
Selain itu bila kita berbicara mengenai negara, maka terbersit pertanyaan dalam benak kita mengenai apa
sebenarnya negara itu ?, bagaimana terbentuknya dan kalau sudah terbentuk apakah bisa runtuh?, dan apa saja yang
menyebabkan negara itu runtuh ?
Dari pemaparan diatas kami tidak akan membahas tentang apa itu negara atau bagaimana bisa terbentuknya, tetapi
kami akan memaparkan atau menjelaskan dimana sebuah negara atau suatu negara dimuka bumi ini bisa hilang
atau tenggelam. Karena suatu negara itu bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang tetapi juga karena keadaan
tertentu suatu negara juga akan bisa hilang atau lenyap, seperti yang dipaparkan oleh beberapa ahli di dalam
beberapa teori mengenai lenyapnya Negara serta faktor-faktor yang mempengaruhi hilang atau lenyapnya suatu
negara.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa yang mempengaruhi lahirnya teori lenyapnya negara?
2. Apa saja teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai lenyapnya negara?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi lahirnya teori lenyapnya negara.
2. Untuk mengetahui apa saja teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai lenyapnya negara.
3. Untuk mengetahui isi mengenai teori organis, teori anarkis, serta mati tuanya negara melalui uraian yang akan
disajikan dalam makalah.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini diharapkan :
1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, terutama pengatahuan tentang teori lenyapnya negara dalam
mata kuliah ilmu negara.
2. Dapat dipertimbangkan sebagai bahan pemikiran atau masukan, serta
3. Memberikan informasi baik bagi penulis maupun pembaca.
BAB 2
KONSEP NEGARA
Negara Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat (Belanda dan
Jerman), atau etat (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu
kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu
negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini perlu ditunjang
dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional yang oleh Mahfud M.D. disebut
dengan unsur deklaratif.
Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh persamaan
dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak bisa dibayangkan jika ada suatu negara tanpa rakyat.
Hal ini mengingat rakyat atau warga negara adalah substratum personel dari negara.
Adapun wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa batas-batas
teritorial yang jelas. Secara umum, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup daratan, perairan (samudra,
laut, dan sungai), dan udara. Dalam konsep negara modern masing-masing batas wilayah tersebut diatur dalam
perjanjian dan perundang-undangan internasional. Sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang
bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara.
Pemerintah, melalui aparat dan alat-alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan keamanan,
mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan warga negaranya yang beragam.
Untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya,
nama sebuah negara identik dengan model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan
sistem pemerintahan parlementer atau presidensial.
Ketiga unsur ini dilengkapi dengan unsur negara lainnya, konstitusi. Unsur pengakuan oleh negara lain hanya
bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif, sehingga tidak
bersifat mutlak.
Ada dua macam pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de facto
ialah pengakuan atas fakta adanya negara. Pengakuan ini didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik
telah memenuhi tiga unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat). Adapun pengakuan de
jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan
memperoleh pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat hak-haknya di samping kewajiban sebagai anggota
keluarga bangsa sedunia. Hak dan kewajiban dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak dan
diberlakukan sebagai suatu negara yang berdaulat penuh di antara negara-negara lain.
BAB 3
PRINSIP PENGAKUAN NEGARA DARI
HUKUM INTERNASIONAL
Kelahiran sebuah negara baru dapat melalui bermacam - macam cara, contohnya : pemisahan diri dari
wilayah suatu negara dan berdiri sendiri sebagai negara merdeka, melepaskan diri dari penjajahan, pecahnya suatu
negara menjadi negara - negara kecil, ataupun penggabungan beberapa negara menjadi sebuah negara yang baru.
Kemerdekaan Kosovo dapat digolongkan sebagai negara yang memisahkan diri dari wilayah suatu negara dan
berdiri sendiri sebagai sebuah negara merdeka, Karena sebelumnya Kosovo merupakan salah satu provinsi dari
Serbia. Kelahiran sebuah negara baru seperti Kosovo dalam masyarakat internasional akan menimbulkan reaksi
dari negara - negara lain yang dicerminkan dalam pernyataan - pernyataan sikap menerima atau mengakui
kelahiran sebuah negara baru atau sebaliknya ada negara - negara yang menolak atau tidak mengakui kehadiran
negara baru tersebut (Setyo, 2008). Dalam hukum internasional pengakuan merupakan persoalan yang cukup
rumit, karena melibatkan masalah Hukum dan masalah Politik. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai
Bagaimana peran pengakuan negara-negara dunia dalam pembentukan sebuah Negara baru? Penelitian ini adalah
diharapkan bermanfaat dan memberikan sebuah evaluasi kerja sehingga hasil ini dapat menyumbangkan pikiran
demi perkembangan, pengetahuan tentang Hukum Internasional, khususnya dalam hal pengakuan Negara baru, dan
juga diharapkan dapat bermanfaat dalam mengambil sikap yang berkaitan dengan kemerdekaan sebuah Negara
baru. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data
bahan pustaka yang merupakan data sekunder, yaitu data - data yang diperoleh dari bahan - bahan bacaan dan
pustaka.
Fungsi Pengakuan Menurut J.B. Moore makna pengakuan adalah sebagai suatu jaminan yang diberikan
kepada suatu negara baru bahwa negara tersebut diterima sebagai anggota masyarakat internasional (Adolf, 1993).
Dari definisi di atas maka dapat diartikan fungsi pengakuan ini yaitu, untuk memberikan tempat yang sepantasnya
kepada suatu negara atau pemerintah baru sebagai anggota masyarakat internasional. Dalam literatur - literatur
hukum terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan ini adalah sebagai suatu keharusan atau sebagai
suatu kewajiban hukum. Hal ini berawal dari doktrin Luterpacht dan Chen yang menyatakan bahwa pengakuan ini
merupakan suatu keharusan agar suatu negara dapat lahir. Menurut Lauterpacht, karena suatu negara tidak dapat
ada sebagai subyek hukum tanpa adanya pengakuan ini, maka hukum internasional membebankan kewajiban
kepada negara - negara yang telah ada untuk memberikan pengakuannya. Agar negara baru itu ada (Adolf, 1993).
Dengan hal yang nada yang sama, namun berbeda redaksinya, Chen berpendapat bahwa karena negara baru itu ada
dan mempunyai hak, maka ada suatu kewajiban bagi Negara - negara lain untuk mengakuinya agar hak negara
tersebut berlaku (Adolf, 1993). Teori - teori Tentang Pengakuan Dalam literature - literatur hukum internasional
terdapat dua teori yang terkenal tentang pengakuan, yaitu : 1. Teori Konstitutif Dalam teori konstitutif ini
dikemukakan bahwa di mata hukum internasional, suatu negara lahir jika negara tersebut telah diakui oleh negara
lainnya. Hal ini mengartikan bahwa hanya dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat diterima sebagai
anggota masyarakat internasional dan dapat memperoleh status sebagai subjek hukum internasional. Pendukung
utama teori ini adalah Lauterpacht yang menyatakan bahwa a state is, and becomes, an international person through
recognition only and exclusively (Mauna, 2003). Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa statehood alone does not
imply membership of the family of nations (Mauna, 2003). Untuk menguatkan sifat hukum dari perbuatan
pengakuan, ia juga menegaskan bahwa recognition is a quasi judicial duty dan bukan merupakan an act of arbitrary
discreation or a political concession (Mauna, 2003). Ada dua alasan yang melatarbelakangi teori ini. Pertama, jika
kata sepakat yang menjadi dasar berlakunya hukum internasional, maka tidak ada negara atau pemerintah yang
diperlakukan sebagai subjek hukum internasional tanpa adanya kesepakatan dari negara yang ada terlebih dahulu.
Alasan kedua, yaitu bahwa suatu negara atau pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status hukum
sepanjang negara atau pemerintah itu berhubungan dengan negara - negara yang tidak mengakui (Adolf, 1993). 2.
Teori Deklaratif Dalam teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara, karena
suatu negara lahir atau ada berdasarkan situasi - situasi/fakta murni. Kemampuan tersebut secara hukum ditentukan
oleh usaha - usahanya serta keadaan-keadaan yang nyata dan tidak perlu menunggu untuk dapat diakui oleh negara
lain. Suatu negara ketika lahir langsung menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya
merupakan pengukuhan dari kelahiran tersebut, maka menurut teori ini pengakuan tidak menciptakan suatu negara,
dan pengakuan bukan merupakan syarat lahirnya suatu negara baru. Dalam perkembangan di lingkungan hukum
internasional kecenderungan praktek negara±negara lebih mengarah kepada teori deklaratif. Contohnya adalah
penolakan pengakuan oleh negara negara Barat sampai tahun 1973 atas pembentukan Republik Demokrasi Jerman
yang dianggap merupakan pelanggaran Uni Soviet terhadap kewajiban - kewajiban yang tercantum dalam
perjanjian - perjanjian yang telah dibuat dengan negara - negara sekutu sesudah perang (Mauna, 2003). Ini adalah
contoh dari pelaksanaan teori konstitutif yang sekarang ini tidak lagi dipakai dalam praktek negara - negara. Salah
satu ciri pokok yang sebagaimana diketahui dalam hubungan internasional sesudah tahun 1945 adalah munculnya
negara - negara baru setelah membebaskan diri dari penjajahan colonial. Berkaitan dengan hal itu hukum
internasional tidak melarang gerakan kemerdekaan nasional untuk lepas dari penjajahan. Meskipun kecenderungan
praktek dalam hukum internasional lebih mengarah kepada teori deklaratif, namun bukan berarti teori konstitutif
sepenuhnya salah. Kedua teori ini mempunyai alasan masing - masing yang benar dan dalam beberapa keadaan
keduanya pun benar. Suatu Negara atau pemerintah tidak akan mendapatkan status dari negara lain kecuali negara
tersebut diakui oleh negara yang bersangkutan (teori konstitutif). Namun bukan berarti bahwa negara tersebut tidak
ada (teori deklaratif). Maka, jika dilihat dari hal tersebut, negara tetap ada meskipun tidak diakui. Negara tersebut
hanya dapat mengadakan hubungan dengan negara yang mengakuinya. Pada waktu rezim komunis Cina berkuasa,
negara Cina ini tetap ada meskipun Amerika Serikat tidak mengakuinya, tetapi negara Cina tidak dapat melakukan
hubungan dengan Amerika Serikat sampai Amerika Serikat memberikan pengakuannya (Adolf, 1993). Dari uraian
di atas dapat dikatakan bahwa muncul atau lahirnya suatu negara adalah suatu peristiwa yang tidak langsung
mempunyai ikatan dengan hukum internasional. Pengakuan yang diberikan kepada negara yang baru lahir tersebut
hanya bersifat politik, atau seperti pengukuhan terhadap statusnya di lingkungan anggota masyarakat internasional
dengan segala hak dan kewajiban yang dimiliki sesuai dengan hukum internasional. Bentuk - bentuk Pengakuan 1.
Pengakuan secara Kolektif Pengakuan suatu negara dalam kategori ini dapat berupa dua bentuk. Bentuk yang
pertama adalah deklarasi bersama oleh sekelompok negara. Contohnya adalah pengakuan negara - negara Eropa
secara koletif/bersama - sama pada tahun 1992 terhadap ketiga negara yang berasal dari pecahan Yugoslavia yakni
Bosnia dan Herzegovina , Kroasia, dan Slovenia (Mauna, 2003). Bentuk kedua yaitu pengakuan yang diberikan
melalui penerimaan suatu negara baru untuk menjadi bagian/peserta ke dalam suatu perjanjian multilateral.
Contohnya seperti perjanjian damai.
Pengakuan kolektif ini dalam kaitannya dengan pengakuan negara baru mempunyai peranan sebagai bukti
pengakuan terhadap adanya negara baru. Pengakuan kolektif berkaitan dengan masuknya suatu negara ke dalam
suatu organisasi internasional terkadang menimbulkan masalah yang cukup penting bagi negara yang
bersangkutan. Penyebab hal ini adalah karena masuknya negara tersebut ke dalam pengakuan terhadapnya bukan
diberikan oleh organisasi internasional melainkan oleh para anggotanya. Pengakuan kepada negara baru diberikan
oleh sekelompok negara yang bergabung dalam organisasi tersebut. Sudah tentu dengan diberikannya pengakuan
kolektif ini akan mempunyai dampak yang cukup berpengaruh terhadap hubungan negara baru tersebut dengan
negara - negara anggota organisasi internasionall tersebut. 2. Pengakuan secara Terang - terangan dan Individual
Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau badan yang berwenang di bidang hubungan luar negeri, ada
beberapa cara seperti : a. Nota Diplomatik, Suatu Pernyataan atau Telegram. Pada umumnya suatu negara
mengakui negara lain secara individual yang hanya melibatkan negara itu saja. Pengakuan individual ini
mempunyai arti diplomatik tersendiri bila diberikan oleh suatu negara kepada negara bekas jajahannya atau kepada
negara yang sebelumnya bagian dari negara yang memberikan pengakuan (Mauna, 2003). Misal pernyataan negara
Republik Indonesia terhadap kemerdekaan Timor Leste dimana sebelumnya Timor Leste adalah salah satu bagian
dari NKRI. b. Suatu Perjanjian Internasional, beberapa contohnya adalah :
1. Pengakuan Prancis terhadap Laos tanggal 19 Juli 1949 dan Kamboja 18 November 1949. 2. Pengakuan
Jepang terhadap Korea tanggal 8 September 1951 melalui pasal 12 Peace Treaty. 3. Pengakuan timbal - balik Italia
- Vatikan melalui pasal 26 Treaty of Latran 14 Februari 1929 (Mauna,2003:68-69). 4. Pengakuan secara Diam -
Diam Pengakuan ini terjadi jika suatu negara mengadakan hubungan dengan pemerintah atau negara baru dengan
mengirimkan seorang wakil diplomatik, mengadakan pembicaraan dengan pejabat resmi atau kepala negara
setempat. Namun dalam keadaan ini harus ada indikasi atau tindakan nyata untuk mengakui pemerintah atau
negara yang baru. Seperti yang terjadi pada hubungan Amerika Serikat dan Cina. Walaupun Amerika Serikat
secara resmi tidak mengakui RRC, tetapi semenjak tahun 1955 negara tersebut telah mengadakan perundingan -
perundingan tingkat duta besar di Jenewa, Warsawa, Prancis, dan yang diikuti dengan pembukaan kantor - kantor
penghubung di kedua negar akhir Mei 1973 (Mauna, 2003). Dapatlah dikatakan bahwa perundingan - perundingan
dan pembukaan kantor penghubung tersebut ditambah dengan kunjungan resmi Presiden Nixon ke Peking tahun
1971 merupakan pengakuan secara timbal-balik secara diam-diam walaupun tidak adanya pengakuan secara resmi.
Dalam hubungan internasional, hubungan antar dua negara atau perundingan-perundingan tingkat duta besar tidak
mungkin dapat terjadi jika antara negara satu dengan yang lain tidak saling me ngakui keberadaan masing ±
masing walaupun secara diam ± diam. Kunjungan PM Israel Shimon Peres ke Maroko tanggal 21 Juli 1986 dan
pembicaraan ± pembicaraan yang dilakukannya dengan Raja Hasan II untuk mencari penyelesaian Timur Tengah
dapatlah dianggap sebagai pengakuan se-cara diam ± diam antara kedua negara (Mauna, 2003). Contoh lainnya
adalah Vatikan yang sering mengadakan hubungan dengan Israel pada tingkat duta besar walaupun kedua negara
ini tidak mem-punyai hubungan diplomatik, dan pada akhirnya Vatikan secara resmi mengakui Israel pada tanggal
30 Desember 1993. 4. Pengakuan Terpisah Pengakuan terpisah ini juga dapat diberikan kepada suatu Negara baru.
Apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru, namun tidak kepada pemerintahnya, atau sebaliknya
pengakuan diberikan kepada suatu pemerintah yang baru yang berkuasa, tetapi pengakuan tidak diberikan kepada
negaranya (Tasrif, 1966). 5. Pengakuan Mutlak Suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara baru
tidak dapat ditarik kembali. Institut Hukum Internasional dalam suatu Resolusi yang disahkannya pada 1936
menyatakan bahwa pengakuan de jure suatu negara tidak dapat ditarik kembali (Tasrif, 1966). Moore menyatakan
bahwa pengakuan sebagai suatu asas umum bersifat mutlak dan tidak dapat ditarik kembali (absolute and
irrevocable) (Tasrif, 1966). Hal ini dapat dikatakan sebagai konsekuensi dari pengakuan de jure. Namun
pengakuan secara de facto yang telah diberikan, dalam keadaan tertentu pengakuan ini dapat ditarik kembali
(Malcolm, 1986). Penyebab hal ini karena biasanya pengakuan de facto diberikan kepada negara, sebagai hasil dari
penilaiannya yang bersifat temporer atau sementara dan hati± hati terhadap lahirnya suatu negara baru. Hal seperti
ini dilakukan untuk mengahadapi suatu situasi dimana pemerintah yang diakui secara de facto tersebut kehilangan
kekuasaan, karena hal ini maka alasan untuk memberikan pengakuan menjadi hilang. Oleh karena itu pengakuan
yang telah diberikan dapat ditarik kembali bagi negara yang memberi pengakuan (Adolf, 1993). Pada waktu
pertama kali Indonesia menyatakan kemerdekaanya, Belanda tidak mengakuinya, tetapi ketika Indonesia berhasil
mempertahankan kemerdekaan setelah dilalui oleh aksi ± aksi militer, Belanda tidak langsung memberikan
pengakuan de jure, tetapi hanya pengakuan de facto. Tindakan ini dilakukan karena Belanda masih berharap situasi
di dalam negeri Indonesia dapat berubah dan Belanda dapat kembali berkuasa. Dalam praktek hukum internasional,
penarikan suatu pengakuan jarang terjadi atau ditemui, namun hal ini mempunyai kemungkinan untuk terjadi.
Tahun 1936 Inggris mengakui secara de facto penaklukan Italia atas Ethiopia dan kemudian diikuti pengakuan de
jure di tahun 1938, namun Inggris menarik pengakuannya ini di tahun 1940 menyusul terjadinya pergolakan
senjata di negeri Ethiopia yang diduduki itu (Malcolm, 1986). 6. Pengakuan Bersyarat suatu pengakuan yang
diberikan kepada suatu negara baru yang disertai dengan syarat ± syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara
baru tersebut sebagai imbangan pengakuan (Tasrif, 1966). Menurut Hall, pengakuan ini ada dua macam, yakni
pertama, pengakuan dengan syarat± syarat yang harus dipenuhi sebelum pengakuan diberikan. Kedua, pengakuan
dengan syarat± syarat yang harus dilakukan kemudian sesudah pengakuan diberikan. Dalam hal yang pertama,
pengakuan tidak perlu dilakukan apabila syarat ± syarat yang telah disetujui tidak dilakukan atau dilaksanakan.
Dalam hal yang kedua, tidak dipenuhinya syarat ± syarat pengakuan yang telah disetujui untuk dilaksanakan maka
hal ini member alasan kepada negara yang memberikan pengakuan untuk melaksanakan penataan syarat ± syarat
tersebut melalui pemutusan hubungan diplomatik atau bahkan dengan mengadakan intervensi. Pengakuan bersyarat
ini diberikan sebagai pengikat dan sebagai suatu cara tekanan politik kepada suatu negara baru. Contoh dari
pengakuan ini adalah, ditandatanganinya perjanjian Litvinov tahun 1933, perjanjian ini berisi pengakuan Amerika
Serikat terhadap pemerintah Soviet. Dalam perjanjian tersebut diisyaratkan agar Uni Soviet membayar seluruh
tuntutan keuangan Amerika Serikat dan bahwa Uni Soviet tidak akan melakukan tindakan ± tindakan yang dapat
mengganggu keamanan dalam negeri Amerika Serikat (Adolf, 1993). Pada tahun 1878 Bulgaria, Montenegro,
Serbia, dan Rumania diakui oleh sekelompok negara± negara Eropa dengan syarat bahwa negara± negara ini tidak
akan melarang warga negaranya menganut agamanya. Contoh lain adalah pengakuan Amerika Serikat dan Inggris
terhadap Pemerintahan sementara Cekoslovakia dan Polandia, dimana dalam pengakuan tersebut tercantum
didalamnya persyaratan agar kedua negara ini mengadakan pemilihan umum yang bebas sesudah pendudukan yang
dilakukan Jerman atas kedua negara ini berakhir (Adolf, 1993). Sehubungan dengan persyaratan± persyaratan ini
pula, Mahkamah Agung Amerika Serikat, dalam kasus U.S vs pink mengatakan bahwa recognition is not always
absolute, it is sometimes conditional. Pengakuan bersyarat ini tidak berakibat hukum apapun juga, hal ini
disebabkan karena pengakuan yang demikian merupakan tindakan sepihak saja, dan dilatarbelakangi oleh maksud
± maksud politik (Adolf, 1993). Dalam hukum internasional dikenal dua macam bentuk pemerintah baru, yaitu
pengakuan pemerintah de jure dan de facto Pengakuan Pemerintah Baru Pengakuan pemerintah baru ini adalah hal
yang kerapkali muncul. Pemerintah dalam suatu negara akan dan pasti berganti ± ganti. Perubahan seperti ini
sebetulnya tidak memerlukan pengakuan dari negara± negara lain. Jika dibutuhkan pengakuan diberikan hanya
sebatas tindakan formalitas saja dan biasanya dilakukan secara diam ±diam. Keadaan seperti ini terjadi khususnya
manakala penggantian pemerintah tersebut dilakukan menurut cara ± cara konstitusional, yaitu cara ±cara yang sah
dan terjadi secara normal sesuai dengan kehidupan politik negara yang bersangkutan. Baik itu dilakukan dengan
pemilihan umum, penggantian sementara kepala negara karena yang bersangkutan meninggal. Contohnya adalah,
ketika Soekarno digantikan kedudukannya oleh Soeharto, masalah pengakuan ini tidak lahir karenanya (Adolf,
1993). Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam penggantian pemerintahan suatu negara terjadi karena cara
±cara yang tidak konstitusional. Contoh, pemerintah yang berkuasa mendapatkan kekuasaanya melalui kudeta,
pemberontakan atau penggulingan pemerintah yang sah melalui cara ± cara yang tidak sah. Contohnya, Rezim
Tinoco di Kosta Rica yang berkuasa antara tahun 1917 ± 1919 tidak diakui oleh negara ±negara sekutu yang
sebagian besar disebabkan karena Amerika Serikat tidak menyetujui rezim tersebut (Adolf, 1993). Dalam praktek
pengakuan terhadap negara dan pemerintah memang biasanya berjalan bersamaan. Ketika Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945, negara lain seperti India dan Mesir mengakui Indonesia dimana
didalamnya pengakuan ini mencakup pengakuan terhadap negara dan pemerintah. Namun karena ada pemisahan
pengakuan terpisah, maka pemberian atau penolakan pemberian pengakuan terhadap pemerintah baru tidak ada
hubungannya dengan pengakuan negara. Oleh karena itu pula, jika suatu negara menolak pengakuan suatu
pemerintah baru yang berkuasa didalam suatu negara, hal ini tidak mengakibatkan negara tersebut kehilangan
statusnya sebagai subjek hukum internasional (Adolf, 1993).
BAB 4
Teori Positivisme
Teori positivisme juga turut menjelaskan tentang asal mula negara. Hans Kelsen, salah satu tokoh
positivisme hukum, sering mengaitkan antara teori hukum, negara, dan hukum internasional. Sebenarnya Hans
Kelsen bukan merupakan bagian penuh dari aliran positivisme empiris, dan juga bukan merupakan bagian penuh
dari aliran hukum alam. Menurut para ahli, Hans Kelsen lebih pada posisi di tengah-tengah antara dua aliran
tersebut (Asshiddiqie dan Safaat, 2006:9). Walaupun demikian, karya-karya Hans Kelsen yang selalu
mempromosikan teori hukum murni membuat Hans Kelsen dapat dianggap cenderung pada teori hukum
positivisme. Selain mempromosikan teori hukum murni yang dekat dengan teori 20 Dasar-Dasar Ilmu Negara
hukum positivisme, Hans Kelsen juga mengkaji tentang negara. Salah satu buku yang ditulisnya, yaitu General
Theory of Law and State, khususnya pada bagian dua, mengkaji tentang negara (Kelsen, 1949: 181). Dalam
pandangannya, Hans Kelsen menyatakan bahwa Ilmu Negara harus terlepas dari pengaruh-pengaruh lain, dan
harus memusatkan kajian negara secara yuridis-normatif. Asal mula negara adalah salah satu problem karena
sifatnya yang tidak murni hukum. Dengan demikian Hans Kelsen berpandangan bahwa asal mula negara
merupakan objek kajian filsafat hukum, sehingga tidak dapat dibicarakan dalam tataran Ilmu Negara. Artinya,
menurut Hans Kelsen, asal mula negara bukan merupakan objek dari Ilmu Negara (Hufron dan Hadi, 2016: 90).
Hans Kelsen juga berpandangan bahwa negara harus terlepas dari fenomenafenomena lain selain fenomena hukum.
Negara dibuat oleh kelompok masyarakat dari satu bangsa berdasarkan hukum yang sah. Pembentukan hukum
dalam membuat negara tertuang dalam konstitusi yang disepakati bersama oleh masyarakat (Kelsen, 1949: 181).
Pendapat Hans Kelsen tentang negara menarik dikaji lebih mendalam. Pandangan Hans Kelsen tentang negara,
yang harus lepas dari segala fenomena kecuali hukum, membuat asal mula negara tidak harus diperdebatkan secara
keras. Negara dapat lahir karena adanya masyarakat yang membuat konstitusi sebagai dasar untuk menjalankan
negara. Selain itu, konstitusi sebagai hukum tertinggi yang dapat dijadikan untuk mengetahui hakikat negara yang
sejatinya, juga dapat digunakan untuk mengkaji asal mula berdirinya negara tersebut. Walaupun Hans Kelsen
beranggapan bahwa asal mula negara bukan menjadi objek kajian Ilmu Negara, tetapi teori positivisme setidaknya
dapat dijadikan landasan untuk mengetahui asal mula suatu negara dari sudut pandang yuridis. Hanya saja asal
mula negara yang dikaji lebih pada negara secara kongkrit, bukan secara umum dan menyeluruh. Misalnya,
mengkaji asal mula negara Indonesia dari sudut pandang Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi atau
hukum tertinggi di negara Indonesia.
Teori Organis
Teori organis dalam kaitan dengan asal mula negara lebih mensimulasikan negara seperti anatomi manusia.
Negara dianggap sama dengan makhluk hidup yang mempunyai struktur seperti kepala, badan, kaki, tangan, otak
dan lain.lain. Kepala, badan, kaki, tangan dapat disamakan dengan struktur lembaga negara, sedangkan otak dapat
disamakan dengan pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara. Selain persamaan tersebut, negara dan
makhluk hidup juga mempunyai persamaan dalam hal pertumbuhan dan perkembangan. Artinya, sebagaimana
makhluk hidup, negara juga mengalami masa kelahiran atau asal mula, masa tumbuh dan berkembang, serta masa
kematian atau lenyap dari muka bumi. Teori organis mempunyai substansi atau materi yang terbagi menjadi empat
yaitu organisme moral, organisme psikis, organisme biologis, dan organisme sosiologis. (Hufron dan Hadi, 2016:
92-93). Konsep asal mula negara yang menyamakan negara dengan makhluk hidup membuat teori organis
cenderung menjadikan asal mula negara secara alamiah yang artinya negara lahir dipandang secara alamiah. Teori
ini hampir mirip dengan teori hukum alam. Hanya bedanya, teori ini menjadikan negara seperti makhluk hidup
yang mempunyai organ. Begitu juga negara yang mempunyai organ, dan dapat menjalankan organnya dengan
fungsi-fungsi tertentu. Teori organis dipopulerkan oleh George W. Hegel, J.K. Bruntscli, John Salisbury,
Marsigilio Padua, Pfufendorf, Henrich Ahrens, J.W. Scelling, serta F.J. Schitenner (Ismatullah dan Gatara, 2007:
66). Teori organis merupakan salah satu teori yang mudah dipahami untuk mengkonstruksi asal mula negara.
Penggunaan imajinasi dalam teori organis terkait asal mula negara lebih dapat diterima dan dapat dimengerti
dengan cepat. Pemahaman yang mudah tersebut dapat memberikan pemahaman terkait asal mula negara, khusunya
dalam menganalisis contoh-contoh kongkrit suatu negara. Misalnya, sebuah negara yang pasti lahir kemudian
tumbuh dan berkembang, bahkan menjadi maju. Namun setelah itu, ia akan mati atau lenyap, walaupun kita tidak
pernah tahu pasti kapan akan ia akan lenyap atau mengalami kematian.
Teori Garis Kekeluargaan
Teori garis kekeluargaan, atau teori patriarkhal-matriarkhal, merupakan salah satu teori asal mula negara.
Teori garis kekeluargaan fokus pada penciptaan negara yang bersumber dari adanya keluarga. Negara dapat
terbentuk dari adanya keluarga kecil yang saling bersatu, dan kemudian membentuk keluarga yang lebih besar,
sampai pada akhirnya tercipta atau terbentuk sebuah negara. Garis kekeluargaan yang dimaksud juga dapat
berbentuk suku atau keturunan. Oleh karena itu, teori ini menganggap bahwa negara bisa jadi lahir dari keluarga
atau suku yang berasal 22 Dasar-Dasar Ilmu Negara garis keturunan bapak (patriarkhal), atau bisa juga dari garis
keturunan ibu (matriarkhal) (Ismatullah dan Gatara, 2007: 66). Teori garis kekeluargaan patriarkhal memiliki
perbedaan dengan teori garis keturunan matriarkhal. Teori garis kekeluargaan patriarkhal, yang memusatkan garis
keturunan pada bapak, beranggapan bahwa negara dapat tercipta dari garis keturunan bapak. Keadaan tersebut akan
menjadikan penguasa atau orang yang menjalankan negara tersebut adalah dari keturunan bapak (patriarkhal).
Adapun teori garis kekeluargaan matriarkhal menjadikan keturunan dari ibu sebagai pemimpin. Dengan kata lain,
orang yang menjalankan negara berasal dari garis keturunan Ibu. Menariknya, teori ini tidak menentukan penguasa
atau pemimpin dari suatu negara berdasarkan gen atau jenis kelamin. Penentuan penguasa atau pemimpin dari
negara yang diciptakan oleh teori garis kekeluargaan adalah berdasarkan pada klan (Hufron dan Hadi, 2016: 91-
92).
Teori Modern
Teori selanjutnya yang bisa menjelaskan tentang asal mula negara yaitu teori modern. Kranenburg
menjelaskan bahwa negara lahir karena adanya komunitas manusia yang disebut sebagai bangsa. Negara akan lahir
apabila terdapat suatu bangsa. Oleh karena itu, bangsa menjadi fondasi bagi terciptanya negara. Pendapat
Kranenberg ini menyimpulan bahwa tidak akan mungkin ada negara jika tidak ada komunitas yang disebut bangsa.
Keadaan tersebut menyebabkan penguasa dari sebuah negara adalah bangsa yang menciptakan negara. Penjelasan
dari Kranenberg bertolak belakang dengan penjelasan Logemann, yang menjelaskan bahwa negara lebih dulu ada
sebelum tercipta bangsa. Logemann berpandangan bahwa negara, dengan kekuasaan yang dimilikinya, kemudian
menciptakan suatu bangsa, sehingga bangsa itu ada karena adanya suatu negara (Hufron dan Hadi, 2016: 91).
Teori Sosiologis
Teori sosiologis yaitu teori yang memandang negara sebagai suatu institusi sosial yang tumbuh di wilayah
masyarakat agar dapat mengurus, mengatur, dan menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Teori sosiologis
menurut Rudolf Smend tidak lain ialah suatu himpunan kehendak masyarakat yang tidak berubah dan mengadakan
integrasi-integrasi agar dapat bersatu. Pandangan dari Rudolf Smend mengantarkan pada hakikat negara yang
berawal dari persamaan nasib dan kemudian menyatu untuk mewujudkan tujuan bersama. Tujuan bersama tersebut
merupakan kehendak yang dicita-citakan oleh masyarakat dan tetap dijaga secara konsisten oleh masyarakat yang
ada di negara tersebut (Atmadja, 2012: 42). Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Kranenburg, yang
berpandangan bahwa manusia selalu hidup bersama agar dapat bertahan hidup (survive). Kehidupan bersama
tersebut kemudian akan menjadikan masyarakat yang ada di negara tersebut membuat tujuan bersama. Mereka
mengupayakan secara kuat agar tujuan tersebut dapat diwujudkan. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Heller
dan Logemann, yang menyatakan bahwa hakikat negara terletak pada otoritas tertinggi dari suatu negara.
Kekuasaan yang ada pada siapa dan berlaku untuk siapa merupakan hakikat dari suatu negara (Sabon, 2014: 33-
35). Pendapat yang lain tentang hakikat negara berdasarkan teori sosiologis dikemukakan oleh Openheimer dan
Leon Duguit. Openheimer berpendapat bahwa hakikat negara terletak pada negara yang dijadikan sebagai alat oleh
penguasa, atau pihak yang kuat, untuk menindak pihak yang lemah. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta
ketertiban dalam masyarakat. Sama dengan Openheimer, Leon 28 Dasar-Dasar Ilmu Negara Duguit juga
menyatakan bahwa negara merupakan milik kelompok yang kuat untuk dapat menguasai kelompok yang lemah.
Dalam memiliki negara, kelompok yang kuat kerap sekali menggunakan cara-cara politis untuk mencapai
tujuannya (Busroh, 2009: 22). Teori sosiologis tentang hakikat negara ini juga dipopulerkan oleh beberapa tokoh
lain, di antaranya Rudolf Smend, Kranenburg, Herman Heller, Logemann, Gumplowicks, dan Horald J. Laski
(Sabon, 2014: 33-35).
BAB
SYARAT TERBENTUKNYA
NEGARA
A.
WILAYAH
Merupakan landasan material atau landasan fisik Negara. Secara umum dapat dibedakan menjadi
1. Wilayah Daratan
Batas wilayah suatu negaradengan Negara lain di darat , dapat berupa :
· Batas
Alamiah
· Batas Buatan
· Batas Secara geografis
2.Wilayah Lautan
Negara yang tidak memiliki lautan disebut land locked. Sedangkan Negara yang memiliki
wilayah lautan denganpulau-pulau di dalamnya disebut archipelagic state
Dewasa ini, yang dijadikan dasar hukum masalah wilayah kelautan suatu Negara adalah Hasil
Konferensi Hukumlaut nternasional III tahun 1982 di Montigo Bay (Jamaika) yang
diselenggarakan oleh PBB, yaitu UNCLOS (United Nations Conference on The Law of the
Sea).
Batas Lautan :
1) Laut Teritorial
(LT)
2) Zona Bersebelahan (ZB)
3) Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
4) Landas Kontinen (LK)Pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969,
Telah mengeluarkan Deklarasi tentang “ Landas Kontinen” dengan kebiasaan
Negara praktik
dan dibenarkan pula oleh Hukum Internasional bahwa suatu Negara pantai
mempunyaipenguasaan dan yurisdiksi yang ekslusif atau kekayaan mineral dan kekayaan lainnya
dalam dasar laut dan tanahdi dalamnya di landas kontinen. Contoh hasil perjanjian landasan
kontinen :
a. Perjanjian RI – Malaysia tetang Penetapan garis Batas Landas Kontinen Kedua Negara
(di Selat Malaka danLaut Cina Selatan) ditandatangani 27 Oktober 1969 dan mulai
berlaku 7 November 1969.
b. Perjanjian RI – Thailand tentang Landas Kontinen Selat Malaka Bagian Utara dan
Laut
Andaman,ditandatangani17 Desember 1971 dan mulai berlaku 7 April
c. 1972.
Persetujuan RI – Australia tentang Penetapan Atas Batas-Batas Dasar Laut Tertentu
di
daerah Laut Timor dan laut Arafuru sebagai tambahan pada persetujuan tanggal 18
Mei
1971, dan berlaku mulai 9 Oktober 1972.
5). Landas Benua (LB)
3.Wilayah Udara
Pasal 1 Konvensi Paris 1919 : Negara-negara merdeka dan berdaulat berhak
mengadakan eksplorasi dan eksploitasidii wilayah udaranya, misalnya untuk kepentingan radio,
satelit, dan penerbangan.
Konvensi Chicago 1944 (Pasal 1) : Setiap Negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan
ekslusif di ruang udara di atas wilayahnya UU RI No. 20 tahun 1982, batas wilayah kedaulatan
dirgantara yang termasuk orbit geo- stationer adalah
setinggi35.671km.
4.Wilayah Ekstrateritorial
Wilaya suatu Negara yang berada di luar wilayah Negara itu. Menurut Hukum
h
Internasional, yang mengacu padahasil Reglemen dalam Kongres Wina(1815) dan
Kongres
Aachen (1818), “ perwakilan diplomatik suatu Negara di Negara lain merupakan daerah
ekstrateritorial”
Daerah Ekstrateritorial , mencakup :
(1) Daerah perwakilan diplomatik suatu Negara
(2) Kapal yang berlayar di bawah bendera suatu Negara
B.
RAKYAT
Berdasarkan hubungannya dengan daerah tertentu, dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Penduduk
Mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara
(menetap) untuk jangka waktu yang lama.
2. Bukan Penduduk
Mereka yang bearada di dalam suatu wilayah Negara hanya untuk sementara waktu (tidak
menetap).
Berdasarkan hubungannya dengan pemerintah, rakyat dapat dibedakan menjadi :
1. Warga
NegaraMereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu Negara, dengan
C. PEMERINTAH YANG
BERDAULAT
Kata kedaulatan atau “daulat” berasal dari kata daulah (Arab), souvereignty (Inggris),
Souvereiniteit (Perancis), supremus (Latin), yang berarti “ kekuasaan tertinggi ”. Kekuasaan
yang dimiliki pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku kedalam (interne-souvereiniteit )
dan keluar (extrene-souvereiniteit).
Menurut Jean Bodin (1500-1596) kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk
menentukan hukum dalam suatuNegara. Kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok sebagai berikut
Asli
Kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
Permanen
kekuasaan itu tetap ada selama Negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan
berganti-
berganti.
Tunggal (Bulat)
Kekuasaan itu merupakan satu-kesatuan tertinggi dalam Negara yang tidak diserahkan
atau dibagi-bagikan kepada badan lain.
Tidak terbatas ( absolute)
kekuasaan itu tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Bila ada kekuasaan lain yang
membatasinya, maka kekuasaan tertinggi yang dimilikinya akan lenyap.
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak dimiliki, maka tidak bisa disebut negara
1. Rakyat (unsur
2. konstitutif)
Wilayah (unsur
3. konstitutif)
Pemerintah yang Berdaulat (unsur
4. konstitutif)
Pengakuan dari Negara Lain (unsur
deklaratif)
Sumber: http://www.scribd.com/doc/34169341/5/UNSUR-UNSUR-
TERBENTUKNYA-
NEGAR
A
BAB 5
Menurut para ahli, negara bukan hanya bisa tumbuh dan berkembang tetapi juga
karena keadaan tertentu negara bisa hilang atau lenyap. Beberapa teori tentang lenyapnya
negara, yaitu sebagai berikut : (D.S. Diponolo)
Teori organis
Tokoh-tokoh teori organis, diantaranya adalah Herbert Spencer, F. J. Schmitthenner ,
Gonstantin Frantz, dan Bluntsehi. Para penganut teori ini berpandangan bahwa negara
dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan.
Individu yang merupakan komponen-komponennegara diibaratkan sebagai sel-sel dari
makhluk hidup.
Sebagai suatu organisme, negara tidak akan lepas dari kenyataan dan perkembangannya dari
mulai berdiri, berkembang, besar, kokoh, dan kuat. Kemudian, melemah sampai akhirnya
tidak mampu lagi untuk mempertahankan eksistensinya sebagai negara. Setelah itu, lenyap
dari percaturan dunia. Dengan demikian, teori organis berpandangan bahwa suatu negara
pada saat tertentu akan lenyap seperti suatu organisme hidup.
Teori ini berkembang pada abad XIX (19) yang memandang negara sebagai organisme. Teori
ini berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan terutama biologi, dengan
ditemukannya sistem sel pada binatang dan tumbuhan dan teori evolusi dari Darwin.
Pengant teori ini memperkuat argumentasinya dengan mengambil beberapa contoh, yaitu :
Mesir, Babilonia, Persia, Phunisia, Romawi, dan lain-lain yang semuanya menjalani dari
Negara kecil, hingga besar dan kuat dan akhirnya menjadi kecil kembali, lemah dan akhirnya
lenyap.
Namun tidak pula semua organisme mati karena tua, maka negara pun juga demikian, ada
yang hancur karena peperangan walaupun belum tua. Bluntschi memandang negara terjadi
tidak langsung karena karya manusia. Negara adalah zat yang hidup yang tumbuh baik di
dalam maupun di luar dan berkembang seperti organisme biologis. Negara adalah suatu unit
besar yang akan menua dan mati.
Teori Kekuatan
Teori kekuatan juga dapat disebut sebagai teori kekuasaan. Teori kekuatan sendiri
dapat dibagi menjadi dua: teori kekuatan fisik dan teori kekuatan ekonomi. Teori kekuatan
fisik menyatakan bahwa kekuasaan adalah bentukan orang-orang yang paling kuat, berani,
dan berkemauan teguh untuk memaksakan kemauannya kepada pihak yang lemah. Voltaire
menyatakan bahwa raja yang pertama merupakan “the winning hero”. Teori kekuatan fisik
mendeklarasikan bahwa negara dapat muncul disebabkan oleh kemenangan dari pihak yang
secara fisik lebih unggul dan kuat dari pihak lain (Atmadja, 2012: 33). Teori kekuatan yang
kedua adalah teori kekuatan ekonomi. Teori kekuatan ekonomi menyatakan bahwa kekuasaan
pada dasarnya berasal dari orang-orang yang kuat secara ekonomi dan ingin melanggengkan
kekuatannya tersebut dengan Dasar-Dasar Ilmu Negara 19 kekuasaan. Franz Oppenheimer
menyatakan dalam pendapatnya bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan
menempuh dua jalan, yaitu jalan ekonomi atau memeras keringat dan jalan politik atau
merampas jerih payah orang lain (Atmadja, 2012: 34). Pendapat tentang teori kekuatan
ekonomi juga dikemukakan oleh Karl Marx. Sebagai penggagas marxsisme, Marx
menyatakan bahwa teori kekuatan ekonomi tidak lain merupakan perjuangan kelas atau
pertarungan antar kelas. Karl Marx juga menyatakan bahwa teori kekuatan ekonomni tidak
lain adalah eksploitasi kaum borjuis atau pemilik modal terhadap kaum proletar atau buruh.
Karl Marx berpandangan bahwa munculnya negara diikuti dengan lahirnya hak milih
individu. Kondisi tersebut menyebabkan terjadi perpecahan antara dua kelas, yaitu kelas
pemilik modal dan kelas buruh. Perpecahan tersebut yang menyebabkan pemilik modal
berusaha menguasai alat produksi agar dapat mengekspolitasi negara dan kelas buruh
(Ismatullah dan Gatara, 2007: 62). Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Harold J.
Laski, yang berpandangan bahwa kekuasaan ekonomi merupakan puncak perebutan bagi
orangorang yang ingin menguasai sistem perekonomian. Dengan penguasaan sistem
perekonomian, maka semuanya bisa didapat. Dalam konteks ini, negara dijadikan alat untuk
merebut kekuasaan ekonomi bagi orang-orang memiliki modal. Jalan yang dilakukan untuk
menguasai sistem ekonomi adalah jalan hukum dan politik, yang merupakan bagian dari
negara. Jadi, dengan teori ini, terciptanya negara berawal dari orang yang mempunyai modal
dan ingin menguasai sistem ekonomi, sehingga memerlukan negara sebagai alat untuk
menguasai (Hufron dan Hadi, 2016: 88-89). 2.1.5.
Teori Anarkis
Menurut teori ini, negara merupakan suatu bentuk susunan tata paksa yang sesuai jika
diterapkan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang masih primitif. Teori ini tidak cocok
bagi masyarakat modern yang beradab dan bertatakrama. Para penganut teori ini
berkeyakinan bahwa pada suatu saat negara pasti akan lenyap dan muncul lah masyarakat
yang penuh kebebasan dan kemerdekaan, tanpa paksaan, tanpa pemerintahan, serta tanpa
negara. Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala
bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan,
beserta perangkatnya harus dihilangkan atau dihancurkan. Penganut teori ini antara la\in
William Godwin, Joseph Proudhon, Kropotkin, dan Michael Bakounin.
Penganut teori ini dapat di bedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan pertama yang
berpandangan bahwa untuk menghapuskan atau melenyapkan “tata paksa” harus dilakukan
dengan cara menghancurkan organisasi tersebut bersama perlengkapan dan pendukungnya,
maksudnya untuk melenyapkan negara harus dengan jalan terorisme (Joseph Proudhon,
Kropotkin, dan Michael Bakounin). Menurut mereka untuk menjamin kebebasan manusia
tidak perlu ada negara, karena negara dianggap sebagai “alat pemaksa” yang dapat
mengekang kebebasan, karenanya negara dengan pemerintahannya harus dihapuskan.
Adapun golongan kedua berpandangan bahwa masyarakat yang penuh kebebasan tanpa
pemerintahan akan dapat diwujudkan melalui evolusi dan pendidikan, tanpa harus melalui
kekerasan dan kekejaman. Leo Tolstoy, salah satu seorang penganut golongan kedua,
berpendapat bahwa kekerasan dari mana pun datangnya akan mengundang dendam dan
pembalasan dengan kekerasan. Kekerasan dapat dihilangkan dengan kasih sayang dan
pendidikan.
Terorisme dan kekerasan adalah tindakan berlebihan dan tindakan melampaui batas. Teori ini
mencapai puncaknya pada zaman Tsar Alexander II di Rusia.
3. Teori Marxisme
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl
Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem
sosial, dan sistem politik. Penganut teori ini disebut Marxis. Teori ini merupakan dasar teori
komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto komunis yang dibuat oelh
Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Merxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap
paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan
mengorbankan kaum proleter. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa
bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh
kaum kapitalis.
Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx
berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “ kepentingan pribadi” dan penguasaan
kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini
terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan.
Itulah dasar dari Marxisme. Para penganutnya adalah orang-orang komunis, dan pelopornya
adalah Karl Marx. Menurut Marx ini negara dipandang sebagai “alat pemaksa” dari kelas
yang kuat terhadap kelas yang lemah. Lahirnya negara adalah perjuangan kelas. Kelas yang
menang artinya kelas yang kuat, membutuhkan susunan tata paksa Negara sebagai alat untuk
memaksakan kehendaknya kepada kelas yang kalah (kelas lemah). Karena itu jika dalam
pertentangan kelas yang menang akan berusaha melenyapkan kelas yang kalah.
Akan tetapi, suatu saat jika masyarakat yang adil dan makmur sudah terwujud, disana
tidak ada lagi perbedaan kelas, karena tidak ada lagi perjuangan kelas, disitulah negara akan
lenyap. Penganut teori ini adalah Karl Marx, Reidrich, Engles, dan Lenin.
4. Teori Mati Tuanya Negara
Menurut teori ini, negara sebagai suatu susunan tata paksa tidak perlu dihapus atau
diperangi, karena keberadaannya, berdirinya, atau hilangnya negara sesuai dengan hukum
yang berlaku. Dengan kata lain, negara akan berdiri atau lenyap menurut syarat-syarat
objektifnya sendiri. Jika syarat-syarat untuk berdirinya suatu negara terpenuhi, negara akan
tetap berdiri. Sebaliknya, apabila persyaratan tidak terpenuhi dengan sendirinya negara akan
lenyap atau hilang.
Prof. Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bila negara dianggap berhenti, hancur atau jatuh
maka unsut wilayah, dan masyarakat tetap ada, hanya unsur pemerintahannya yang musnah.
Di Indonesia pernah terjadi pada Zaman Sriwijaya, di abad VII pernah jaya namun kemudian
tenggelam. Demikian juga dengan kerajaan Majapahit, tapi unsur daerah dan rakyatnya tetap
ada yang hilang unsur pemerintahannya saja
Selain teori-teori tersebut, hilang atau lenyapnya suatu negara dapat disebabkan oleh dua
faktor yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Alam
Yang dimaksud dengan hilangnya negara karena faktor alam adalah suatu negara yang sudah
ada, tetapi dikarenakan faktor alam negara tersebut menjadi lenyap. Karena disebabkan oleh
alam maka wilayah dari negara tadi akan hilang dan hilangnya wilayah tadi berarti, hilanglah
negara itu dari dunia kenegaraan. Hilangnya negara karena faktor alam, misalnya dapat
disebabkan oleh :
· Gunung meletus
· Pulau yang terendam air laut, atau bencana alam yang lainnya.
Contoh wilayah negara yang lenyap di karenakan faktor alam, misalnya adalah bisa kita
ketahui yang mana dulunya pulau Jawa dan Sumatra itu sebenarnya menyatu tapi
dikarenakan sebagian wilayah pulau tersebut ditelan oleh air laut yang menurut para ahli hal
tersebut dikarenakan meletusnya gunung krakatau pada 416 masehi yang lalu, kemudian
membentuk daratan yang disebut sunda besar.
b. Faktor Sosial
Yaitu suatu negara yang sudah ada dan diakui oleh negara lain, tetapi dikarenakan oleh faktor
sosial negara itu menjadi hilang dan lenyap. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor,
antara lain :
1) Karena adanya Revolusi (kudeta yang berhasil)
Revolusi berarti suatu pergantian tatanan sosial. revolusi menstranfer kekuasaan dari tangan-
tangan kelas yang telah kehabisan tenaganya kepada kelas lain yang berada di atas
kekuasaan.
Runtuhnya negara karena revolusi sebabnya banyak dipengaruhi oleh faktor internal sebuah
negara dalam menjalankan fungsinya. Menurut Mac Iver, ada dua cara atau sebab lenyapnya
negara, yaitu : cara peperangan atau pemberontakan, dikarenakan revolusi (cara secundaire
wording), dan cara evolusioner, karena pertentangan intern atau percektokan dinasti (cara
premaire wording).
2) Karena adanya Penaklukan
Penaklukkan terjadi jika suatu daerah belum ada yang menguasai kemudian diduduki oleh
suatu bangsa.
3) Kerena adanya Persetujuan
4) Karena adanya Penggabungan
Setelah adaanya penggabungan atau pemisahan dan juga penukaran nama, banyak
negara yang diantaranya sangat dikenal umum, telah hilang atau lenyap dari peta dunia.
Contohnya :
Jerman Timur dan Jerman Barat, bergabung pada tahun 1989 dan membentuk kesatuan
Jerman, sehingga negara Jerman Timur dan Jerman Barat menjadi lenyap.
Yaman Utara dan Yaman Selatan, Yaman pecah pada tahun 1967 dan membentuk dua negara
yaitu Yaman Utara (dikenal sebagai Republik Arab Yaman) dan Yaman Selatan ( dikenal
dengan nama Republik Demokratis Rakyat Yaman) sebelum kembali bersatu pada tahun
1990 dan kembali menjadi Yaman, sehi2ngga kedua negara Yaman yang dahulu yaitu yaman
Utara dan Yaman Selatan menjadi lenyap.
Contoh negara yang lenyap atau hilang di karenakan faktor sosial, misalnya adalah perang
antara Uni Soviet melawan Afghanistan. Uni Soviet memang salah satu negara yang hebat
pada zaman dahulu, Uni Soviet menguasai teknologi-teknologi canggih, khususnya dalam
mengembangkan senjataperangnya. Sedangkan Afghanistan tidak terlalu maju
pengembangan teknologinya, tetapi mereka sangat menguasai alam, menggunakan taktik
yang memanfaatkan alam negara mereka.
Jadi saat Uni Soviet menyerang, negara Afghanistan membuat bunker-bunker didalam tanah
yang berisi senjata-senjata yang di tempatkan dimana kemungkinan datangnya tentara-tentara
Uni Soviet, tentara Uni Soviet tidak pernah mengetahui itu, mereka sangat tidak menguasai
alam yang akan ditempatinya, jadi pada saat itu beratus-ratus ribu tentara Uni Soviet mati.
Uni Soviet pun akhirnya jadi negara miskin karena kalah perang.
Pada saat itu tanggal 24 agustus 1991, Uni Soviet menghadapi kesulitan ekonomi, di dalam
negaranya semakin parah inflasi dan terjadi di mana-mana, selain itu kelompok militer mulai
terpecah-pecah dan negara-negara bagian semakin banyak yang menuntut kemerdekaan.
Pada saat itulah seakan-akan timbul kekosongan kepemimpinan, apalagi dengan hal ini
kemudian disusul dengan pernyataan pengunduran diri Gorbachev sebagai sejen PKUS dan
sekaligus mengeluarkan dekrit pembubaran PKUS pada 24 agustur 1991.
Sehari sesudah peristiwa itu, Boris Yeltin mengambil alih kekuasaan, sayang sekali tindakan
Boris Yeltin tidak didukung semua negara bagian Uni Soviet, mereka malahan dengan
leluasa dapat melepaskan diri dari Uni Soviet.
Akibatnya, runtuhlah negara adidaya yang telah dibangun dengan susah payah itu, secara
resmi, pembubaran Uni Soviet berlangsung pada 8 Desember 1991, kemudian bendera Uni
Soviet diturunkan.
Dari uraian diatas mengenai Uni Soviet dan Afghanistan dapat disimpulkan bahwa negara itu
timbul dapat disebabkan karena peperanga, dan negara itu lenyap juga dapat dikerenakan
peperangan, walaupun tidak semata-mata muncul dan tenggelamnya negara adalah akibat
dari peperangan, melainkan juga faktor yang lain, termasuk faktor-faktor lain yang telah
diuraikan diatas.
Akibat peperangan negara yang kalah akan hancur dan muncul negara baru, demikian
seterusnya, jadi faktor peperangan merupakan yang turut serta menentukan hidup dan
matinya suatu negara.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lenyapnya suatu nengara dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya, faktor alam yang
disebabkan oleh gunung meletus, pulau yang ditelan air laut dan bencana alam lainnya. Dan
faktor sosial karena adanya penaklukan dan adanya revousi (kudeta yang berhasil),
perjanjian, penggabungan, seperti contohnya perang Uni Soviet melawan Afghanistan.
Selain itu teori lenyapnya negara menurut pandangan teoritis yaitu teori organis, teori anarkis,
teori marxisme, dan teori mati tuanya sebuah negara.
Jadi, hilangnya suatu negara atau lenyapnya suatu negara baik dikarenakan faktor alam
maupun sosial semuanya dapat mempengaruhi terhadap hilang atau runtuhnya suatu negara
yang dulunya ada dalam suatu percaturan dunia.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA