Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“HISAB”

(Diajukan untuk memenuhi tugas)

Mata Kuliah : ILMU FALAQ

KELOMPOK 2

 Muh. Ali (200307011)


 Sri Dewi (200307028)
 Resnawati (200307036)
 A. Alfarabi Mappesangka (200307002)

Semester 3 (Tiga)

Program Studi Hukum Pidana Islam


Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam
Institut Agama Islam Muhammadiyyah Sinjai
Tahun 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatu


Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah tentang
Hisab ini. Dalam proses penyusunan tugas ini penyusun menemui beberapa hambatan,
namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan
tugas ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penyusun
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi
perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan penyusun semoga tugas ini bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Sinjai, 21 oktober 2021


Penyusun,

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. I

DAFTAR ISI............................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan Pembahasan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3

A. Pengertian Hisab Dengan Terkaitnya Ilmu Falaq .......................................................... 3

B. Penggunaan Hisab Untuk Penentuan Waktu Sholat ....................................................... 4

C. Macam-Macam Hisab ..................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan...................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbedaan dalam penentuan awal bulan kamariah khususnya awal ramadan, syawal
dan zulhijah menjadi sebuah fenomena yang berulang di Indonesia. Perbedaan tersebut
seringkali menimbulkan keresahan di kalangan umat islam, mengganggu kekhusuan
ibadah bahkan mengancam kemantapan ukhuwah.1
Perbedaan ini setidaknya berdampak pada integritas umat islam di indonesia. Padahal
pemerintah sendiri dalam pelaksanaan sidang isbath telah melibatkan seluruh golongan
maupun ormas islam yang dinilai memiliki pengaruh di masyarakat. Meskipun demikian,
dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak juga dapat teratasi.2
Ada besar di negeri ini yaitu hisab dan rukyat. Dari setiap mazhab tersebut di
dalamnya terpecah lagi dengan adanya perbedaan dalam menetapkan kriterianya masing-
masing. Dalam mazhab hisab misalnya, ada perbedaan metode hisab yang dipakai dan
perbedaan menentukan kriteria ijtima. Sehingga masalah perbedaan dalam penentuan awal
kamariah ini menjadi semakin kompleks. Situasi yang demikianlah yang tergambar dan
terdapat di dalam masyarakat islam Indonesia dari dulu hingga sekarang.
Dari latar belakang persoalan itulah, maka timbulah sikap kehati-hatian dari umat
islam dalam menentukan hari-hari sakral. Sehingga dengan berbagai metode dan
pemanfaatan tekhnologi canggih umat islam berusaha untuk setepat mungkin menentukan
dan menetapkan jatuhnya hari-hari tersebut. Walaupun pada bulan-bulan islam lain juga
redapat banyak sekali ibadah sunnah yang sangat dianjurkan pelaksanaannya. Akan tetapi,
dalam perkembangannya perayaan hari-hari besar tersebut masih sering berbeda.
Hilangnya kebersamaan umat islam dalam menyambut hari-hari besar yang mulai ini,
menambah konfigurasi umat yang lebih nyata. Banyak faktor yang melatarbelakangi
timbulnya perbedaan tersebut, yang memang menjadi agenda umat islam untuk
menghapusnya.

1
Sambutan ketua badan hisab rukyat pusat, Drs. H. Wahyu Widiana, MA dalam buku Menggagas Fiqih
Astronomi karya Dr. T Djamaluddin 2005
2
Susiknan Azari, hisab dan rukyat (wacana untuk membangun kebersamaan di tegah perbedaan), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, cet 1, 2003, hal. 98

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hisab dengan kaitannya Ilmu Falaq?
2. Bagaimana penggunaan Hisab untuk penentuan waktu sholat?
3. Bagaimana macam-macam Hisab?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian Hisab dengan kaitannya Ilmu Falaq.


2. Untuk mengetahui penggunaan Hisab untuk penentuan waktu sholat.
3. Untuk mengetahui macam-macam hisab.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Hisab

Secara etimologi, kata Hisab berasal dari bahasa arab yakni al-hasb yang berarti al-
adad wa al-ihsha’ yaitu bilangan atau hitungan.3 Kalau dihubungkan dengan al-nasab
(keturunan), hisab berarti menghitung keberanian, kemuliaan, dan kebaikan nenek
moyangnya. Hisab juga berarti al-katsir (banyak) dan al-kafa (cukup) seperti dalam al-
qur’an terdapat ungkapan ‘atha’an hisaban yang berarti ‘atha’an katsiran kafiyan
(pemberian yang banyak yang mencukupi).4

Adapun secara terminologi berarti perhitungan arithmetic (ilmu hitung), rechoning


(perhitungan), calculus (hitung), computation (perhitungan), estimation (penilaian,
perhitungan), appraisal (penaksiran).5 Oleh karena itu ilmu hisab bermakna ilmu hitung
atau aritmatika, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk
perhitungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Hisab adalah hitungan atau
perhitungan. Bila dikaitkan dengan benda langit maka ilmu hisab adalah perhitungan
benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.

Dalam literatur klasik, ilmu hisab disamakan dengan dengan ilmu falaq, yaitu suatu
ilmu yang mempelajari tentang benda-benda langit, matahari, bulan, bintang-bintang, dan
planet-planetnya.6 Sedangkan menurut istilah ulama hisab atau ahli ilmu falaq adalah ilmu
yang mempelajari tentang perhitungan benda-benda langit pada orbitnya untuk diketahui
kedudukannya antara satu dengan yang lainnya supaya diketahui waktu-waktu yang ada di
bumi. Ilmu hisab nama lain dari ilmu falaq, dinamakan ilmu hisab karena kegiatan yang
menonjol dari ilmu ini adalah memperhitungkan kedudukan benda-benda langit itu.

3
Ahmad Warson Munawwir, Al-munawwir kamus arab Indonesia (Yogyakarta: PP “Al-Munawwir” krapyak,
1984) h. 282
4
Ibnu Manzur, Lisan al-Arabi (baerut: Dar al-Shaghir) juz I, hal. 210-211
5
Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (Berut: Librairie Du Liban, 1980). Hal. 4
6
Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Haeve, 1994), juz I, hal. 330

6
2. Penggunaan Hisab untuk penentuan waktu sholat

Data astronomi terpenting dalam penentuan awal waktu sholat adalah posisi matahari,
terutama tinggi (irtifa (h)), atau jarak zenith (al-bu’d as-samit (z)), z = 90° - h. Fenomena
awal fajar (morning twilight), matahari terbit (sunrise), matahari melintasi meridian
(culmintion), matahari terbenam (sunset), dan akhir senja (evening twilight) berkaitan
dengan jarak zenith matahari. Adapun penjelasan secara rinci ketentuan waktu-waktu
sholat sebagai berikut:

1. Waktu Dhuhur
Suatu hari Nabi SAW. Melakukan sholat dhuhur ketika “matahari tergelincir”,
pada kesempatan lain beliau melakukan sholat dhuhur ketika “bayang-bayang sama
panjang dengan dirinya”. Hal ini dalam analisis ahli hisab tidaklah saling
bertentangan. Menurut mereka, konteks arab saudi yang berlintang sekitar 20° - 30°
LU memungkinkan panjang bayang-bayang pada saat tergelincir sama panjangnya
dengan bendanya atau bahkan lebih, yaitu ketika matahari berada jauh di selatan saudi
arabia, misalnya saat matahari berdeklinasi (berubah ke arah yang lebih kecil)7 -23°
LS. Analisis ini juga berlaku terhadap awal waktu sholat ashar.
Pada dasarnya, hisab awal waktu sholat senantiasa dihubungkan dengan sudut
matahari. Sementara ini, awal waktu dhuhur matahari berada pada titik meridian
(garis khayal permukaan bumi). Maka pada saat matahari di meridian tentunya
mempunyai sudut waktu 0°. Dan pada waktu itu menunjukkan jam 12 menurut
matahari hakiki. Pada saat ini waktu pertengahan belum tentu menunjukkan jam 12,
malainkan kadang kurang atau bahkan lebih dari jam 12 tergantung pada nilai
equation or time (selisih waktu antara waktu matahari haqiqi dengan waktu matahari
rata-rata) (e).
Oleh karenanya, awal pertengahan pada saat matahari di meridian langit (meridian
pass) dirimuskan MP = 12- e. Sesaat setelah waktu inilah sebagai pemula waktu
dhuhur menurut waktu pertengahan dan waktu ini pula lah sebagai pangkal hitungan
untuk waktu-waktu sholat lainnya.
2. Waktu Ashar

7
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

7
Barang yang berdiri tegak lurus di permukaan belum tentu memiliki bayangan,
ketika matahari berkulminasi atau berada di meridian. Bayangan itu terjadi manakala
harga lintang tempat dan harga deklinasi matahari itu berbeda.
Panjang bayangan yang terjadi pada saat matahari berkulminasi (mencapai puncak
tertinggi) adalah sebesar tan ZM, dimana ZM adalah jarak sudut antara zenith dan
matahari ketika berkulminasi sepanjang meridian, yakni ZM = (f – dₒ) (jarak antara
zenit dan matahari adalah sebesar harga muthlak lintang dikurangi deklinasi
matahari).
Sebagaimana penjelasan di waktu dhuhur, oleh karena itu kedudukan matahari atau
ketinggian matahari pada posisi awal waktu ashar ini dihitung dari ufuk sepanjang
lingkaran vertikal (h Ashar) dirumuskan: Cotan has : tan (f – dₒ) +1
3. Waktu Maghrib
Waktu maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai tiba waktu isya’.
Dikatakan matahari terbenam apabila menurut pandangan mata piringan atas matahari
bersinggungan dengan ufuk.
Perhitungan tentang kedudukan maupun posisi benda-benda langit, termasuk
matahari, pada mlanya adalah perhitungan kedudukan atau posisi titik pusat matahari
diukur atau dipandang dari titik pusat bumi, sehingga dalam melakukan perhitungan
tentang kedudukan matahari terbenam kiranya perlu memasukka Horizontal Parallax
Matahari, kerendahan ufuk atau Dip, Refraksi (pembiasan) dan Semidiameter
Matahari. Hanya saja karena parallax matahari itu terlalu kecil nilainya sekitar 0° 0’
8”, sehingga parallax matahari sering diabaikan dalam perhitungan waktu maghrib.
hmg = - (sdₒ+Refraksi+Dip).
Atas dasar itu, kedudukan matahari atau tinggi matahari pada posisi awal waktu
maghrib dihitung daru ufuk sepanjang lingkaran vertikal (hmg) dengan rumus:
Sd = 0° 16’ 0”
Refraksi = 0° 34’ 30”
Dip = 0,0293 x √tinggi tempat atau 0° 1’ 46” x √tinggi tempat
Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu maghrib dengan rumus di atas
sangat dianjurkan apabila untuk awal bulan. Tetapi apabila perhitungan awal waktu
sholat cukup dengan hmg = -1°.
4. Waktu Isya
Begitu matahari terbenam di ufuk barat, permukaan bumi tidak otomatis langsung
menjadi gelap. Hal ini karena ada partikel-partikel berada di angkasa yang

8
membiaskan sinar matahari, sehingga walaupun sinar matahari sudah tidak mengenai
bumi namun masih ada bias cahaya dari partikel-partikel itu. Dalam ilmu falaq
dikenal dengan “cahaya senja” atau “Twilight”.
Ketika posisi matahari berada antara 0° sampai 6° di bawah ufuk benda-benda di
lapangan terbuka masih tampak batas-batas bentuknya dan saat itu sebagai bintang-
bintang terang saja yang baru dapat dilihat. Keadaan ini dalam astronomi dikenal
dengan “Civil Twilight”. Ketika matahari berada pada posisi -6° sampai -12° dibawah
ufuk, benda-benda di lapangan terbuka sudah samar-samar batas bentuknya, dan pada
waktu itu semua bintang terang sudah tampak. Keadaan ini dikenal dengan “Natical
Twilight”.
Ketika posisi matahari berada antara -12° sampai -18° di bawah ufuk, bumi sudah
gelap, sehingga benda-benda di lapangan terbuka sudah tidak dapat batas bentuknya,
dan semua bintang yang bersinar sudah tampak. Mulai saat itulah para astronom
memulai kegiatan penelitian benda-benda langit. Keadaan ini dikenal dengan
“Astronomical Twilight”. Oleh karena itu, posisi matahari -18° di bawah ufuk, malam
sudah gelap karena telah hilang bias partikel (mega merah). Maka ditetapkan bahwa
awal waktu isya apabila tinggi matahari (his) -18°. Dan ketinggian ini dipakai BHR
(Badan Hisab Rukyat) Departemen Agama RI. Sementara itu terdapat ahli hisab yang
menggunakan ketinggian -17° dan ada juga yang menggunakan kriteria -19°. Bahkan
ada yang -15° dan -16°. Tentu saja ketinggian tersebut masih perlu dikoreksi lagi
dengan kerendahan ufuk.
5. Waktu Subuh
Waktu subuh sama keadaannya waktu isya. Hanya saja chaya fajar lebih kuat dari
pada cahaya senja. Dan disini ada beberapa pendapat mengenai posisi matahari. Tapi
yang digunakan Kemenag. RI posisi matahari -20° di bawah ufuk timur.sehingga
ditetapkan tinggi matahari hsb = -20°.

3. Macam-macam Hisab
1) Hisab Urfi
Kata “Urfi” bersal dari bahasa Arab yang artinya “secara tradisi, kebiasaan”. Jadi
Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penangalan yang didasarkan kepada peredaran
rata-rata bumi mengelilingi matahari, atau bulan mengelilingi sekaligus bumi dan
matahari yang diperhitungkan secara konvensional. Jangka waktu sehari semalam,
sebulan atau setahun menurut sistem hisab urfi dapat dikatakan konsten (tetap) dan

9
beraturan. Misalnya sehari selama 24 jam. Bulan dalam kalender shamsiyah (solar
sistem surya berumur 31/30/29/ juga 28 hari. Bulan dalam kalender kamariyah (lunar
sistem/tahun candra), jika urutan ganjil berumur 30 hari, jika urutan genap 29 hari.1
tahun shamsiyah berumur 365 atau 366 hari, sementara 1 tahun kamariyah berumur
355 hari. Hisab urfi disebut juga “Hisab Istilahi”.
2) Hisab Haqiqi
Hisab Haqiqi adalah sistem hisab (perhitungan) yang didasarkan pada peredaran
bumi mengelilingi matahari atau peredaran bulan mengelilingi bumi sekaligus
matahari menurut yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur sehari semalam, umur
bulan dan umur tahun belum tentu tepat dan beraturan sebagaimana ditetapkan dalam
hisab urfi. Dalam praktek perhitungannya hisab haqiqi mempergunakan data
sebenarnya dari peredaran bumi dan bulan serta mempergunakan kaedah-kaedah ilmu
ukur segit tiga bola. Data sebenarnya dapat diperoleh karena didasarkan kepada
perkembangan ilmu pengetahuan dan peralatan-peralatan canggih yang sudah
ditemukan. Melalui hisab haqiqi, beberapa gerak benda langit yang jauh dari bumi
seperti diklinasi, ijtimak, tinggi hilal, gerhana dll, sekarang sudah dapat
diperhitungkan dengan teliti dan cermat oleh manusia, jauh sebelum waktunya.
Sistem hisab haqiqi ini juga diklasifikasikan menjadi 3 bagian:
a. Hisab Haqiqi Taqribi
Pengertian hisab haqiqi taqribi adalah sistem hisab yang berdasarkan data-data
yang telah disusun oleh Ulugh Beik Al-Samarqhandi (wafat: 1420 M) yang
biasa dikenal dengan nama “Zeij Ulugh Beyk”. Adapun observasi penelitian
ini menggunakan teori Geosentris yaitu teori yang mempunyai asumsi dan
meyakini bahwa bumi adalah pusat peredaran benda-benda langit.
b. Hisab Haqiqi Tahqiqi
Pengertian sistem perhitungan hisab ini didasarkan oleh data-data astronomi
yang telah disusun oleh Syeikh Husein Zaid Alauddin Ibnu Syatir.
Pengamatannya didasarkan pada teori Nicolas Copernicus, yakni teori
Heliosentris yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat peredaran benda-
benda langit. Perhitungannya dengan menggukan rumus Spherical
Trigonometri dengan koreksi data gerakan bulan maupun matahari yang
dilakukan dengan teliti dan membutuhkan bantuan alat hitung elektronik
berupa kalkulator, komputer, dan daftar logaritma. Kitab-kitab yang

10
menggunakan sistem ini diantaranya : al-khalashah al-wafiyah, dan hisab
haqiqi Nur Anwar.
c. Hisab Haqiqi Tathqiqi (kontemporer)
Dalam perhitungan sistem hisab ini menggunakan data-data astronomi modern
yang merupakan pengembangan dari sistem hisab haqiqi tahqiqi yang
merupakan penggabungan beberapa sistem ilmu astronomi modern yaitu
dengan cara menggunakan, mengembangkan dan memperluas serta
menambahkan koreksi gerak bulan dan matahari dengan spherical
trigonometri, sehingga akan menghasilkan perolehan data yang sangat teliti
dan akurat. Dan sistem ini berkarakteristik dinamis karena menggunakan alat
hitung elektronik, sistem ini juga mengginakan GPS (Global Positioning
System) untuk mengetahui koordinasi lintang dan bujur. Beberapa buku yang
berpedoman pada sistem ini diantaranya : Newcomb, Jean Meuus, Almanak
nautika, dan The American Ephemeris.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

Hisab merupakan suatu cara untuk menentukan awal bulan kamariyah atau hari-hari
tertentu dengan jalan menggunakan sistem perhitungan secara ilmu astronomi dan matematis.
Dalam literatur klasik, ilmu hisab disamakan dengan dengan ilmu falaq, yaitu suatu ilmu
yang mempelajari tentang benda-benda langit, matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-
planetnya. Sedangkan menurut istilah ulama hisab atau ahli ilmu falaq adalah ilmu yang
mempelajari tentang perhitungan benda-benda langit pada orbitnya untuk diketahui
kedudukannya antara satu dengan yang lainnya supaya diketahui waktu-waktu yang ada di
bumi.

Data astronomi terpenting dalam penentuan awal waktu sholat adalah posisi matahari,
terutama tinggi (irtifa (h)), atau jarak zenith (al-bu’d as-samit (z)), z = 90° - h. Fenomena
awal fajar (morning twilight), matahari terbit (sunrise), matahari melintasi meridian
(culmintion), matahari terbenam (sunset), dan akhir senja (evening twilight) berkaitan dengan
jarak zenith matahari.

Hisab memiliki berbagai macam jenis yaitu, hisab urfi yang sistemnya perhitungan
penangalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bumi mengelilingi matahari, atau
bulan mengelilingi sekaligus bumi dan matahari yang diperhitungkan secara konvensional,
dan hisab haqiqi yang sistemnya didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari atau
peredaran bulan mengelilingi bumi sekaligus matahari menurut yang sebenarnya. Hisab
haqiqi dibagi menjadi 3 yaitu, hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi tahqiqi dan hisab haqiqi
tathqiqi (kontemporer).

12
DAFTAR PUSTAKA

Sambutan ketua badan hisab rukyat pusat, Drs. H. Wahyu Widiana, MA dalam buku
Menggagas Fiqih Astronomi karya Dr. T Djamaluddin 2005

Susiknan Azari, hisab dan rukyat (wacana untuk membangun kebersamaan di tegah
perbedaan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet 1, 2003, hal. 98

Ahmad Warson Munawwir, Al-munawwir kamus arab Indonesia (Yogyakarta: PP “Al-


Munawwir” krapyak, 1984) h. 282

Ibnu Manzur, Lisan al-Arabi (baerut: Dar al-Shaghir) juz I, hal. 210-211

Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (Berut: Librairie Du Liban, 1980).
Hal. 4

Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Haeve, 1994), juz I, hal. 330

https://www.academia.edu/40607945/MACAM_MACAM_HISAB

https://kbbi.web.id/deklinasi.html

13

Anda mungkin juga menyukai