Anda di halaman 1dari 12

“ RASHDUL KIBLAT GLOBAL DAN LOCAL”

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Ilmu Falak Pada Program Studi Hukum Keluarga Semester 5

Kelas C

Disusun Oleh Kelompok 2:


1. Ai Ernawati (1908201098)
2. Farhan Ijjudin (1908201121)
3. Alif Wildan (1908201111)
4. Haedar Ma’sum (1908201087)

Dosen Pengampu:
Kusdiyana, M.S.I

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON 2021 M/1443 H

1
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terhitung banyaknya. Atas izin-Nya,
telah memperkenankan penulis hingga dapat terselesaiakan makalah ini dengan judul
“Konsep Perhitungan Dan Peraktik Pengukuran Arah Kiblat” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada kekasih-Nya Nabi penutup
zaman, Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dengan warisan petunjuknya
untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

Adapun tujuan makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
terstruktur mata kuliah Ilmu Falak pada program studi Hukum Keluarga (HK) semester 5
kelas C. Penulis berharap mampu menghadirkan sebuah wacana dalam memberikan
pengetahuan dan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Ilmu Falak khususnya
terkait materi ” Rashdul Kiblat Global Dan Local”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan dan


penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran penulis harapkan dari para pembaca
agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya
kepada pihak yang terlibat dan memberikan dukungan dalam proses pembuatan makalah ini.

Penyusun

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
A. Rashdul Kiblat.....................................................................................................................
B. Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat global.........................................
C. Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat ....................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................................
Kesimpulan...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Umat Islam telah sepakat bahwa menghadap ke arah kiblat merupakan syarat sahnya
shalat. Maka mengetahui arah kiblat suatu tempat merupakan suatu kebutuhan bagi umat
Islam. Rashdul Kiblat merupakan salah satu metode dalam penentuan arah kiblat. Rashdul
kiblat terbagi menjadi dua macam, Rashdul Kiblat Global(tahunan) dan Rashdul Kiblat Lokal
(harian). Untuk Rashdul Kiblat Global terjadi setiap 2 kali dalam setahun, yaitu pada tangga
27(Kabisat) / 28 (Basithah) Mei dan 15 (Kabisat) /16(Basithah) Juli. Rinto Anugraha
mengungkapkan dalam bukunya bahwa pengamatan dalam rentang waktu 2 hari sebelum dan
2 hari sesudah hari Rashdul Kiblat masih bisa melakukan pengamatan.
Rasydul kiblat terjadi ketika matahari berada di atas Mekkah ketika nilai deklinasi
matahari sama dengan nilai lintang Mekkah. Deklinasi matahari sendiri selalu berubah setiap
jamnya. Sehingga deklinasi matahari kadang-kala hampir sama dengan lintang Mekkah, dan
kadang-kala juga tidak. Peristiwa rasydul kiblat terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu pada
tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB. Akan tetapi, Thomas
Djamaluddin berpendapat bahwa 2 hari sebelum dan sesudah rasydul kiblat dengan rentang
waktu ± 5 menit masih dapat digunakan untuk mengetahui maupun mengecek kembali arah
kiblat. membandingkan hasil hitung rasydul kiblat harian di berbagai tempat. Tabel selisih
azimuth matahari dan kiblat digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi rasydul kiblat
masing-masing daerah dan metode. Hipotesis dari proposal penelitian adalah pada tanggal 28
Mei 2014 pukul 09.18 UT atau 16.18 WIB merupakan waktu yang akurat untuk mengecek
kembali arah kiblat. Selain itu, tanggal 26, 27, 29, dan 30 Mei 2014 pukul 09.18 UT atau
16.18 WIB ternyata juga masih akurat. Sedangkan untuk rentang waktu ± 5 menit
mempunyai tingkat akurasi yang berbeda-beda bagi masing-masing daerah. Sehingga
toleransi waktunyapun menjadi bervariasi. Secara teoritis, H+2 dan H-2 dengan waktu ± 5
menit tidaklah akurat, tetapi secara praktis waktu-waktu tersebut masih cukup akurat untuk
mengkalibrasi arah kiblat di setiap wilayah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu rashdul Kiblat?
2. Bagaimana Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat global?
3. Bagaimana Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat lokal?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian rashdul kiblat
2. Untuk mengetahui Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat global
3. Untuk mengetahui Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat lokal

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Rashdul Kiblat
Kata rashd ( ‫ ( رصذ‬mempunyai arti pengawasan, pengintaian, dan jalan. Sedangkan
al-Qiblat artinya adalah kiblat atau arah ke Kabah. Sehingga Rashd al-Qiblat secara umum
dapat diartikan sebagai jalan atau arah kiblat. Definisi Rashd al-Qiblat sendiri di dalam
Ensiklopedi Hisab Rukyat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang terkena
sinar matahari menunjuk ke arah Kiblat. Kata rashd ( ‫ ( رصذ‬mempunyai arti pengawasan,
pengintaian, dan jalan. Sedangkan al-Qiblat artinya adalah kiblat atau arah ke Kabah.
Sehingga Rashd al-Qiblat secara umum dapat diartikan sebagai jalan atau arah kiblat.
Definisi Rashd al-Qiblat sendiri di dalam Ensiklopedi Hisab Rukyat adalah ketentuan waktu
di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk ke arah Kiblat.
Pada dasarnya pengukuran arah kiblat dengan metode ini termasuk metode
pengukuran arah kiblat dengan menggunakan bayang-bayang matahari. Bayangan benda
yang terkena sinar matahari akan membentuk bayangan yang menunjuk ke arah kiblat. Oleh
karena itu, metode ini sering disebut sebagai metode pengukuran arah kiblat dengan
menggunakan bayang-bayang kiblat. Dalam kajian ilmu Falak, metode ini disebut juga
degan metode pengukuran arah kiblat dengan memanfaatkan peristiwa Rashd al-Qiblat.
Hanya saja, dalam metode ini tidak diperlukan terlebih dahulu untuk mengetahui arah Utara
sejati.
Rashdul Kiblat dipercaya sebagai metode yang paling akurat dan murah, sehingga
banyak digunakan oleh masyarakat. Hanya saja ada hal yang perlu diperhatikan yaitu ketika
Rashdul Kiblat Global, matahari hampir tidak pernah mer pass 4 tepat di titik zenith5 Ka‟
bah. Yang terjadi saat Rashdul Kiblat, matahari hanya dekat dengan titik zenith Ka‟ bah,
terkadang lebih ke utara atau ke selatan dari titik zenith Ka‟ bah. Sehingga melakukkan
pengukuran menggunakan metode ini bisa sebelum hari Rashdul kiblat itu.
Di Indonesia sendiri, Rashd al-Qiblat pernah disinggung oleh KH. Turaichan dalam
kalender Menara Kudus. Dalam kalender ini ditetapkan bahwa setiap tanggal 28 Mei dan
tanggal 15/16 Juli dinamakan “Yaumu arRashd al-Qiblat” karena pada tanggal-tanggal
tersebut dan jam yang ditentukan matahari berada di atas Ka‟bah. Jika dilihat pada
ketentuan dua waktu untuk Rashd al-Qiblat oleh KH. Turaichan di atas, maka yang
dimaksud pastilah Rashd al-Qiblat global. Hal ini dikarenakan selain terdapat Rashd al-
Qiblat global, terdapat juga Rashd al-Qiblat lokal yang waktunya hampir tiap hari bisa
dilakukan untuk pengukuran arah kiblat.
Pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari atau bayang-bayang
kiblat (Rashd al-Qiblat) ini mempunyai dua cara, yaitu: Pertama, pengukuran arah kiblat
dengan berpedoman pada posisi matahari yang sedang persis berada pada azimuth Ka‟bah
atau berposisi pada arah yang berlawanan dengan azimuth Ka‟bah (Rashd al-Qiblat lokal.).
Kedua, pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari yang persis atau
hampir persis berada pada titik zenith Ka‟bah (Rashd al-Qiblat Global).1

Ila Nurmila, Metode Azimuth Kiblat dan Rashd Al-Qiblat dalam Penentuan Arah Kiblat:
1

ISTINBATH, VOL: 15 No. 02,,, 199-200

5
Rashdul Kiblat terjadi saat-saat waktu Dzuhur, di mana matahari tengah melawati
garis meridian, sehingga memiliki altitude maksimum atau berkulminasi atas dengan
perhitungan yang mempertimbangkan tiga parameter: koordinat bujur tempat, koordinat
waktu referensi, serta equation of time.
Banyak pendapat para ahli falak mengenai metode Rashdul Kiblat tersebut, beberapa
di antaranya ialah:
1) Dr.Susiknan Adzhari
Dalam tulisannya Saatnya Mengecek Kembali Arah Kiblat menjelaskan bahwa
ketika posisi Matahari berada diatas Ka’bah berlangsung 5-10 menit. Pengamat yang
tidak bisa tepat melakukan pengukurannya tepat waktu, bisa menyusulkan pada 5-10
menit sesudahnya. Dalam rentang waktu tersebut, pengukuran arah kiblat masih bisa
dilakukan.6 Dalam tulisannya tersebut Suksiknan Azhari menjelaskan tentang
diperbolehkannya melakukan pengukuran dengan metode Rashdul Kiblat pada
tanggal 28 Mei pada pukul 16:18 WIB dan pada tanggal 16 juli pada pukul 16:18
dengan rentang waktu 5-10 menit dari waktu tersebut.
Dalam bukunya Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan sains modern
menjelaskan cara untuk menentukan arah kiblat dengan metode Rashdul Kiblat yaitu:
 Letakkan satu tegakan (tongkat dan sejenisnya) di tempat yang terkena cahaya
matahari
 Amati jatuhnya bayangan tersebut yang terbentuk oleh cahaya matahari
 Tentukan arah jatuhnya bayangan itu sebagai arah kiblat.2
2) Slamet Hambali
Dalam Karyanya Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Sahlat dan Arah Kiblat
Seluruh Dunia mencantumkan beberapa hal yang perlu di persiapkan sebelum
melakukan pengukuran dengan metode Rashdul Kiblat, diantaranya :
 Mencocokan alat-alat Pencatat waktu (semisal jam tangan) dengan sumber yang
akurat. Ini dapat dilakukan melalui media, semisal TVRI atau RRI, jam atom
ataupun GPS, atau hubungi no.tlp 103
 Cari tempat terkena sinar matahari, kemudian tancapkan tongkat tegak lurus,
dengan cara memakai lot.
 Amati bayangan sampai jam yang telah dihitung. Kemudian beri tanda, dan
dihubungkan antara bayangan dan tongkat, maka bayangan tersebut
menunjukan arah kiblat.
 Matahari diatas ka’bah itu terjadi pada sore hari.3
Selain pendapat ahli falak ada juga pendapat dari ahli di bidang lain seperti Fisika,
Geodesi, Astronomi yang memiliki keahlian dalam ilmu falak serta melakukan penelitian -
penelitian mengenai ilmu falak . selain itu ada juga yang membuat buku - buku tentang
kajian dalam ilmu falak.
Salah satu ahli tersebut adalah Prof. Dr.Thomas Djamaludin12, beliau menejelaskan
dalam tulisanya Menyempurnakan Arah Kiblat Dari Bayang Matahari bahwa jadwal
pengukuran arah kiblat berdasarkan Rashdul kiblat terbagi menjadi dua bagian yaitu, daerah
yang siangnya bersamaan dengan Mekkah (Indonesia Barat,Asia Tengah,Eropa, Afrika) dan

2
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, Cet. Ke - 2, 2007, hlm. 56
3
Slamet Hambali ,Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Sahlat dan Arah Kiblat Seluruh Dunia,cet 1
Semarang : PROGRAM PASCA SARJANA IAIN WALISONGO SEMARANG 2011, hlm 243

6
daerah yang siangnya berlawanan dengan Mekkah (Indonesia Timur,Pasifik, dan Benua
Amerika).
2. Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat global/tahunan
Rashd al-qiblah global yakni matahari berada di atas kota Mekah. Sehingga bayangan
yang terbentuk pada saat itu mengarah ke kota Mekah; kota di mana tempat berdirinya
Masjidil Haram yang di dalamnya terdapat bangunan Ka’bah. Kondisi ini dimanfaatkan
untuk mengukur atau mengecek arah kiblat masjid bagi daerah-daerah yang sama-sama
mengalami siang hari bersamaan dengan kota Mekah dengan menyesuaikan waktu Mekah
dengan waktu daerah atau kota tersebut. Rashd al-qiblah global itu terjadi dua kali setiap
tahunnya, yakni saat matahari naik ke utara dan pada saat turun menuju selatan. Peristiwa itu
terjadi pada tanggal 28 Mei pada jam 12:18 waktu Mekah (pukul 16: 18) dan tanggal 16 Juli
pada jam 12:27 waktu Mekah (pukul 16: 27 WIB) bagi daerah-daerah di Indonesia bagian
barat. Pelaksanaan Rashd al-Qiblah global pada tahun-tahun Kabisat,172 ditambahkan satu
hari. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Rashd al-Qiblah global itu menjadi tanggal 29 Mei
dan 17 Juli.
Peristiwa rashdul kiblat global terjadi karena perjalanan matahari tiap tahunnya yang
berbeda. Posisi matahari yang berubah-ubah terhadap ekuator atau yang disebut juga dengan
deklinasi matahari membuat matahari selama satu tahun, ia akan dua kali berada di zenith
Kabah. Deklinasi adalah ukuran jarak sudut baik dari Utara maupun dari Selatan ekuator
langit, deklinasi merupakan salah satu koordinat dari sistem koordinat equatorial, sedangkan
koordinat yang kedua adalah asensio rekta. Deklinasi diberi lambang dengan huruf Yunani δ,
deklinasi diukur mulai dari 0° sampai +90° antara ekuator langit sampai kutub Utara langit,
dan dari 0° sampai –90° antara ekuator langit sampai kutub Selatan langit. Lingkaran
deklinasi sendiri merupakan lingkaran kecil yang sejajar dengan lingkaran ekuator langit.
Deklinasi matahari berubah sewaktu-waktu selama satu tahun, tetapi pada tanggal-
tanggal yang sama, bilangan deklinasi itu kira-kira sama pula. Dari tanggal 21 Maret sampai
tanggal 23 September deklinasi matahari positif (+), sedang dari tanggal 23 September
sampai 21 Maret negatif (-). Pada tanggal 21 Maret dan tanggal 23 September matahari
berkedudukan di ekuator, deklinasinya berjumlah 0°. Sesudah tanggal 21 Maret matahari
berangsur-angsur bergerak ke Utara menjauhi ekuator, dari hari ke hari makin lama makin
jauh, hingga pada tanggal 21 Juni ia mencapai kedudukannya yang paling jauh dari ekuator,
yaitu 23° 27‟ Utara. Setelah itu ia bergerak kembali ke Selatan, setiap hari makin mendekati
ekuator, hingga pada tanggal 23 September ia berkedudukan di ekuator lagi. Ia lalu
melanjutkan perjalanannya ke Selatan, hingga pada tanggal 22 Desember ia mencapai
tempatnya yang paling jauh pula dari equator, yaitu 23° 26‟ Selatan. Setelah itu ia berbalik
bergerak ke Utara kembali, berangsur-angsur setiap hari lebih mendekati ekuator. Pada
tanggal 21 Maret ia berkedudukan tepat di ekuator lagi.
Perubahan deklinasi dalam satu tahun “secara kasar” dapat dilihat pada daftar sebagai
berikut:
Tanggal Deklinasi Tanggal
1 22 Desember -23° 30´ 22 Desember
2 21 Januari -20° 22
November
3 8 Februari -15° 3 November
4 23 Februari -10° 20 20 Oktobe
5 8 Maret -5° 6 Oktober

7
6 21 Maret 0° 23
September
7 4 April +5° 10
September
8 16 April +10° 28 Agustus
9 1 Mei +15° 12 Agustus
10 23 Mei +20° 24 Juli
11 21 Juni +23°30´ 21 Juni

Tabel. Daftar deklinasi rata-rata dalam satu tahun


Jika dilihat pada daftar deklinasi “rata-rata” di atas, maka dalam perjalanan matahari
pada saat menjauhi ekuator menuju ke arah Utara pada tanggal 23 Mei dan kemudian mulai
meninggalkan titik balik Utara pada tanggal 24 Juli dengan nilai deklinasi dari +20° sampai
+23° 30‟, matahari akan melewati zenith Kabah dua kali karena nilai lintang Kabah adalah
+21° 25‟.
Pada saat matahari berkulminasi di atas Mekah maka bayangan semua benda tegak di
setiap permukaan bumi yang mengalami siang hari akan menuju ke arah kiblat. Peristiwa di
mana matahari berada di atas Mekah ini selain disebut dengan rashdul kiblat global, juga
dikenal dengan istilah Istiwa A’dzam. Peristiwa ini terjadi jika deklinasi matahari sama
dengan lintang tempat kota Mekah. Istiwa adalah fenomena astronomis saat posisi matahari
melintasi meridian langit. Dalam penentuan waktu shalat, Istiwa digunakan sebagai pertanda
masuknya waktu shalat dhuhur.
Metode penentuan arah kiblat dengan menggunakan rashdul kiblat global sebenarnya
sudah lama dipakai yaitu sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di
Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga banyak menggunakan teknik ini sebab
teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat
melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebilah tongkat dengan panjang kurang lebih 1
meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar matahari. Pada
tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa Utama tersebut maka arah bayangan tongkat
menunjukkan kiblat. Karena di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah
bayangan tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke arah
Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar. Metode ini cukup sederhana
dan tidak memerlukan keterampilan khusus serta perhitungan rumus-rumus. Jika hari itu
gagal karena matahari terhalang oleh mendung maka masih diberi toleransi penentuan
dilakukan pada H+1 atau H+2.
Saat matahari di atas Mekah semua bayangan matahari mengarah ke sana. Penentuan
arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk daerah-daerah yang
pada saat peristiwa rashdul kiblat global dapat melihat matahari secara langsung dan untuk
penentuan waktunya menggunakan konversi waktu terhadap waktu Mekah. Sementara untuk
daerah lain di mana saat itu matahari sudah terbenam misalnya wilayah Indonesia bagian
Timur praktis tidak dapat menggunakan teknik ini. Sedangkan untuk sebagian wilayah
Indonesia bagian Tengah barangkali masih dapat menggunakan teknik ini karena posisi
matahari masih mungkin dapat terlihat.

8
Metode pengukuran arah kiblat dengan memanfaatkan peristiwa rashdul kiblat global
ini merupakan metode yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa harus
mengetahui koordinat Kabah dan koordinat tempat yang akan dicari arah kiblatnya. Oleh
karena itu, metode ini tidak memerlukan peralatan seperti kompas, GPS, informasi tempat
atau pengetahuan fungsi trigonometri dan kalkulator .
Peristiwa ini dapat digambarkan seolah-olah di Masjidil Haram terdapat menara yang
sangat tinggi dengan lampu yang sangat terang di puncaknya, sehingga semua orang di
banyak negara bisa melihatnya. Dengan demikian kita dapat menentukan arah kiblat dengan
mudah, cukup dengan melihat lampu di atas Masjidil Haram tersebut. Ahli falak mengetahui
lampu alami yang sangat terang yang pada saat-saat tertentu berada di atas kota Mekah, di
sekitar Masjidil Haram, yaitu matahari. Metode ini memang merupakan metode yang paling
mudah dalam prakteknya.4

3. Konsep perhitungan dan pengukuran rashdul kiblat Harian/ Lokal


Rashdul Kiblat Harian/ Lokal terjadi ketika matahari berimpit dengan arah yang
menuju Ka’bah untuk suatu lokasi atau tempat sehingga pada waktu itu setiap benda berdiri
tegak di lokasi yang bersangkutan akan langsung menunjukan arah kiblat. Posisi matahari
seperti itu dapat diperhitungkan kapan akan terjadi.
Metode ini pada intinya adalah mencari waktu kapan arah garis bayang-bayang
matahari terletak pada arah kiblat, baik bayang-bayang itu menuju ke arah kiblat atau
berlawanan dengan arah kiblat. Misalnya kita memiliki tongkat istiwa‟ yang dipancang
benar-benar tegak. Pada waktu siang, bayang-bayang tongkat tersebut dapat diikuti terus
sampai pada suatu saat bayang-bayang itu memanjang tepat di arah kiblat. Keadaan ini bisa
mempunyai dua kemungkinan. Kemungkinan pertama bayang-bayang puncak tongkat
menunjuk ke arah kiblat, dan kemungkinan kedua bayang-bayang tersebut menunjuk ke arah
yang berlawanan dengan arah kiblat.
Kelebihan metode ini adalah sangat mudah digunakan untuk mencari arah kiblat
karena setelah ditemukan hasilnya, bisa langsung mengetahui arah kiblat tanpa harus mencari
arah Utara terlebih dahulu sehingga memperkecil kemungkinan kesalahan dalam mencari
arah Utara Sejati. Sedangkan kekurangan metode ini adalah ia hanya bisa digunakan
sepanjang matahari kelihatan dan tidak dapat digunakan jika matahari tertutup awan atau
pada malam hari atau pada daerah-daerah tertentu yang tidak mendapatkan sinar matahari.
Selain itu, metode ini juga memerlukan proses perhitungan yang lebih rumit dan memerlukan
data yang banyak. Untuk perhitungan ini, yang harus dilakukan adalah:
 Menentukan lokasi atau tempat untuk diketahui data lintang dan bujur tempatnya.
 Menghitung arah kiblat untuk tempat yang bersangkutan
 Menentukan tanggal untuk diketahui data Deklinasi matahari dan Equation of Time
 Menghitung unsur- unsure yang diperlukan dalam rumusan
 Melakukan perhitungan dengan rumus yang ada. Data yang diperlukan dalam
perhitungan adalah:
a) Lintang Tempat (LT) dan Bujur Tempat (BT) untuk lokasi yang bersangkutan.
b) Arah kiblat untuk lokasi yang bersangkutan disertai arahnya.
c) Deklinasi matahari pada tanggal yang bersangkutan. 4. Equation of Time pada
tanggal yang bersangkutan.
4
Ila Nurmila, Metode Azimuth Kiblat dan Rashd Al-Qiblat dalam Penentuan Arah Kiblat,,,. 203-206

9
Rumus yang digunakan :
Cotan P = sin b . tan AQ
Cos ( C – P ) = cotan a . Tan b . cos P
C=(C–P)+P
Bayangan = C : 15 + MP
Keterangan :
P = sudut pembantu

C = Sudut Waktu Matahari (yakni busur pada garis edar harian matahari antara lingkaran
meridian dengan titik pusat matahari yang sedang membuat bayang-bayang menuju arah
Kiblat. Kalau C hasilnya negatif (-) berarti pada waktu itu matahari belum melewati MP
(tengah siang hari). Kalau C hasilnya positif (+) berarti terjadi sesudah melewati MP).
AQ = Arah Kiblat
a = jarak antara kutub utara dengan deklinasi matahari diukur sepanjang deklinasi.
b = yaitu jarak antara Kutub Utara langit Zenit. (besarnya zenith = besarnya ϕ atau lintang
tempat).

MP = Meridian Pass (adalah Meridian Pass yaitu waktu pada saat matahari tepat di titik
kulminasi atas atau tepat di meridian langit.
Harga mutlak C ini tidak boleh lebih besar dari setengah busur siangnya (½ BS), karena
kalau lebih besar maka matahari akan menempati posisi arah kiblat pada malam hari,
sehingga bayangan arah kiblat tidak akan terjadi. Bayangan arah kiblat tidak akan terjadi jika:
 Harga mutlak deklinasi matahari lebih besar dari harga mutlak 90 – Az.
 Harga deklinasi matahari sama besarnya dengan harga lintang tempat.
 Harga mutlak C lebih besar daripada harga setengah busur siangnya.

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Rashdul Kiblat dipercaya sebagai metode yang paling akurat dan murah, sehingga
banyak digunakan oleh masyarakat. Hanya saja ada hal yang perlu diperhatikan yaitu
ketika Rashdul Kiblat Global, matahari hampir tidak pernah mer pass 4 tepat di titik
zenith5 Ka‟ bah. Yang terjadi saat Rashdul Kiblat, matahari hanya dekat dengan titik
zenith Ka‟ bah, terkadang lebih ke utara atau ke selatan dari titik zenith Ka‟ bah.
Sehingga melakukkan pengukuran menggunakan metode ini bisa sebelum hari
Rashdul kiblat itu.
2. Rashd al-qiblah global yakni matahari berada di atas kota Mekah. Sehingga bayangan
yang terbentuk pada saat itu mengarah ke kota Mekah; kota di mana tempat
berdirinya Masjidil Haram yang di dalamnya terdapat bangunan Ka’bah. Kondisi ini
dimanfaatkan untuk mengukur atau mengecek arah kiblat masjid bagi daerah-daerah
yang sama-sama mengalami siang hari bersamaan dengan kota Mekah dengan
menyesuaikan waktu Mekah dengan waktu daerah atau kota tersebut. Rashd al-qiblah
global itu terjadi dua kali setiap tahunnya, yakni saat matahari naik ke utara dan pada
saat turun menuju selatan.
3. Rashdul Kiblat Harian/ Lokal terjadi ketika matahari berimpit dengan arah yang
menuju Ka’bah untuk suatu lokasi atau tempat sehingga pada waktu itu setiap benda
berdiri tegak di lokasi yang bersangkutan akan langsung menunjukan arah kiblat.
Posisi matahari seperti itu dapat diperhitungkan kapan akan terjadi.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ila Nurmila, Metode Azimuth Kiblat dan Rashd Al-Qiblat dalam Penentuan Arah Kiblat:
ISTINBATH, VOL: 15 No. 02
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, Cet. Ke - 2, 2007,
Slamet Hambali ,Ilmu Falak 1 Penentuan Awal Waktu Sahlat dan Arah Kiblat Seluruh
Dunia,cet 1 Semarang : PROGRAM PASCA SARJANA IAIN WALISONGO
SEMARANG 2011,

12

Anda mungkin juga menyukai