Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN ANALISIS

TENTANG PERMASALAHAN SENGEKETA WILAYAH INDONESIA


DENGAN NEGARA LAIN

Disusun Oleh :
1. Aprilia Rahma Putri (04)
2. Bulan Vinandia Rizan Fahrezi (06)
3. Nada Rizky Syahari (18)
4. Pangesti Dwi Wardani (20)
5. Revita Nada Yuanika Putri (25)

KELAS X MIPA 3
SMA NEGERI 1 MAGETAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
1. Sengketan Wilayah Sipadan-Ligitan
Faktor Penyebab:
Karena adanya ketidakjelasan garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan
Inggris yang merupakan negara pendahulu dari Indonesia dan Malaysia di
perairan timur Pulau Borneo, sehingga pada saat Indonesia dan Malaysia
berunding untuk menentukan garis perbatasan kedua negara di Pulau Borneo,
masalah ini muncul karena kedua pihak saling mengklaim kedaulatan atas
Pulau Sipadan dan Ligitan.

Dampak Yang Ditimbulkan:


Dampak Negatif
• Timbulnya trauma politik bagi Indonesia yang tidak mengenakkan pasca
kalah di Mahkamah Internasional soal Pulau Sipadan-Ligitan
• Bergesernya batas wilayah territorial Indonesia, sehingga wilayah Indonesia
semakin sempit
• Timbulnya konflik dan isu perbatasan yang sensitif mengenai wilayah antara
Malaisya dan Indonesia
• Membuka peluang bagi bangsa lain untuk mengklaim wilayah atau pulau
negara Indonesia terutama karena Bangsa Indonesia memiliki banyak pulau
terluar yang belum berpenghuni dan belum diberi nama.

Dampak Positif
• Memacu dan meningkatkan semangat cinta tanah air.
• Sebagai pelajaran agar kita lebih dapat mencintai wilayah Indonesia
terutama wilayah terpencil
• Mendorong bangsa Indonesia untuk lebih mempromosikan dan mengenalkan
pulau-pulau terutama pulau kecil Indonesia agar lebih dikenal dan tidak mudah
diklaim negara lain.
• Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau terkecil bangsa Indonesia
Upaya Penyelesaian Kasus :
Upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia
dalam menentukan kedaulatan di Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan suatu
cara penyelesaian sengketa secara damai, dimana Indonesia dan Malaysia
memilih Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan sengketa ini, dasar
hukum di dalam penyelesaian sengketa ini adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 33
Piagam PBB. Berbagai pertemuan bilateral dilakukan oleh kedua negara dalam
upaya melakukan pemecahan atas sengketa ini namun sengketa ini tidak dapat
diselesaikan, sehingga kedua negara sepakat untuk menyerahkan penyelesaian
sengketa ini kepada Mahkamah Internasional. Berbagai macam argumentasi
dan bukti yuridis dikemukakan kedua pihak dalam persidangan di Mahkamah
Internasional, dan pada akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa
kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik Malaysia atas
dasar prinsip okupasi, dimana Malaysia dan Inggris sebagai negara pendahulu
lebih banyak melaksanakan efektifitas di Pulau Sipadan dan Ligitan.

2. Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan


Factor Penyebab :
•Laut Cina Selatan menjadi sumber konflik antara negara-negara Asia Tenggara
dan Tiongkok. Penyebabnya batas laut antarnegara di kawasan tersebut saling
tumpang tindih;
•Banyak negara yang saling mengklaim sebagai pemilik pulau-pulau tak
berpenghuni di Laut Cina Selatan, di antaranya Kepulauan Spratly, Paracel, dan
Scarborough. Perebutan terjadi karena potensi ekonomi di Laut Cina Selatan
dan Laut Natuna Utara yang besar;
•Pada 2009 secara nyata China melanggar Sembilan Titik ditarik dari Pulau
Spartly ditengah Laut China Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi
Eksklusifnya.
Akibat Yang Ditimbulkan :
•Krisis ekonomi karena terhentinya aktivitas ekonomi kelautan yang terkait
langsung dengan Laut China Selatan;
•Dampak global yang juga menghantui, yaitu gangguan terhadap lalu lintas
pelayaran akan terganggu.

Upaya Penyelesaian :
•Penyelesaian sengketa Laut China Selatan dalam Putusan Mahkamah
Arbitrase Internasional Tahun 2016, Mahkamah Arbitrase PBB menyatakan
China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di LCS,
namun pemerintah China tidak tidak menerima putusan tersebut.
•Di Penang, Malaysia, telah dilakukan first reading dari single draft Code of
Conduct (COC) yang nantinya akan mengatur lalu lintas keseharian di Laut Cina
Selatan.
•Pemerintah Indonesia tetap melakukan beberapa upaya diplomatik dengan
China, agar sengketa Laut China Selatan tidak meluas sampai ke Natuna. Kedua
belah pihak sudah sepakat mengedepankan diplomasi dengan
mengimplementasikan Declaration on the Conduct of Parties in the South
China Sea (DOC).
Indonesia juga sudah mengusulkan zero draft code of conduct South China Sea
yang bisa dijadikan senjata bagi diplomasi Indonesia. Tiga poin tersebut, yaitu:
1. Menciptakan rasa saling percaya.
2. Mencegah terjadinya insiden.
3. Mengelola insiden, jika memang insiden terjadi dan tidak dapat dihindari.

3. Sengketa Wilayah Ambalat


Faktor Penyebab :
Masalah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di kawasan Ambalat
muncul sebenarnya sudah melalui proses yang relatif panjang, yaitu pada
tahun 1969 sudah mulai diadakan perjanjian tentang garis batas landas
kontinen, yang terletak di Selat Malaka, Laut Cina Selatan di sebelah timur
Malaysia Barat dan Laut Cina Selatan bagian timur di lepas pantai Serawak.
Kemudian sampai pada puncaknya, yaitu setelah Malaysia melalui perusahaan
minyaknya, Petronas, memberikan hak eksplorasi kepada perusahaan Shell
untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan
laut di sebelah timur Kalimantan Timur yang diberi nama Blok ND 6 (Y) dan ND
7 (Z). Mencuatnya kasus Ambalat kepermukaan, seperti telah diungkapkan di
atas tentunya
sudah melalui proses yang cukup lama dan disiapkan secara matang oleh
Malaysia serta tidak dapat dipungkiri bahwa kasus Ambalat adalah suatu
kejutan yang sudah terjadi, karena Malaysia secara tegas menyatakan bahwa
"Ambalat" adalah hak milik mereka dan sudah dijual kepada perusahaan asing.

Akibat Yang Ditimbulkan :


•Menimbulkan insiden diplomatik antara Indonesia dan Malaysia
•Menyebabkan adanya kasus hukum dan kriminalisasi serta perlakuan kurang
manusiawi yang dihadapi oleh para pekerja migran asal Indonesia di Malaysia.
•Munculnya desas desus antar wilayah serta konflik yang berkepanjangan

Upaya Penyelesaian :
•Perundingan dengan mendasarkan kepada aturan-aturan hukum yang
berlaku.
•Perundingan yang lebih mengarahkan kepada penyelesaian secara diplomasi,
yaitu
1. Mengembalikan ke posisi masing-masing negara atas klaimnya di kawasan
Ambalat.
2. Perundingan kedua negara dalam rangka menyepakati jalan keluar dari
klaim tumpang tindih, yang berarti menyepakati solusi tapal batas.
3. Perundingan untuk melakukan pengelolaan bersama.
4. Membawa sengketa ke forum penyelesaian sengketa, seperti Mahkamah
Internasional.

Anda mungkin juga menyukai