Anda di halaman 1dari 8

1. Apa diagnosis pd kasus tersebut?

Disesuaikan dengan formula

 Pemeriksaan subjektif (anamnesis): pasien mengeluhkan gigi kiri sakit dan gusi
bengkak, bengkak tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
 Pemeriksaan objektif (klinis)
Intraoral :
- gigi 36 (M1 RB kiri) = terdapat karies profunda pada proksimal distalnya (karies
profunda  Karies profunda adalah karies yang sudah mengenai lebih dari setengah
dentin atau bisa saja sudah mengenai pulpa)

- perkusi (+)
pemeriksaan rangsangan mekanis yang dilakukan dengan ketukan ringan (ujung jari atau
ujung instrument) untuk menentukan ada/ tidaknya kelainan pada jaringan periodontal
Positif = ada linu  ada kelainan jar periodontal

- palpasi (+),
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi lesi pada gingiva dengan perabaan/
tekanan ringan untuk mengetahui
Positif = ada sakit saat diberi tekanan ringan  lesi melewati korteks tulang

- vitalitas (-),
Untuk mendeteksi kondisi pulpa dengan menggunakan thermal panas/dingin
pulpa sudah non vital

- mobilitas derajat 1
Untuk mengetahui derajat kegoyangan gigi sehingga dapat mendeteksi ada atau
tidaknya kerusakan alveolar
Derajat I: penderita merasakan kegoyangan gigi namun operator belum melihat
kegoyangan gigi tersebut

 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiograf pada gambar terlampir menunjukan :
terdapat gambaran radiolusent mencapai kamar pulpa menandakan adanya karies profunda
dan pada apikal gigi 36 tampak radiolusensi berbentuk bulat berbatas diffuse pada apikal
sebesar ±10 mm. Pada membrane periodontalnya juga terdapat pelebaran pd 1/3 apikal,
lalu untuk lamina duranya menghilang pd 1/3 apikal dan pada alveolar crestnya pun
mengalami resorbsi.
Sehingga diagnosis :
“Nekrosis pulpa et causa abses periapical”

Ini adalah reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang ditandai dengan
onset yang cepat, pembentukan nanah, nyeri spontan, nyeri tekan pada perkusi dan
palpasi, dan akhirnya pembengkakan jaringan terkait.
Infeksi pada jaringan pulpa dapat terjadi oleh beberapa penyebab seperti karies atau
trauma yang menyebabkan gigi nekrosis. Destruksi jaringan periapikal berkembang
dari respon tubuh terhadap bakteri dan produknya yang menginvasi jaringan
periapikal yang kemudian mengaktifkan reaksi imun tubuh. Jika dibiarkan terlalu
lama tanpa perawatan lama kelamaan akan mencapai jaringan periapikal dan
menyebabkan abses periapical

2. Apasaja etiopatogenesis pd skenario? Lebih runtut dan skema

Kerusakan jaringan keras gigi akibat karies  dibiarkan terlalu lama tanpa perawatan
lama kelamaan  mengakibatkan bakteri akan berinvasi pada jaringan pulpa yang
mengakibatkan kematian pulpa (nekrosis)  penyebaran infeksi berlanjut ke jaringan
periapikal yang berakibat timbulnya abses periapical.

Abses  kumpulan pus yang terletak dalam suatu kantung yang terbentuk dalam
jaringan yang disebabkan proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing lainnya.
Abses : reaksi pertahanan tubuh bertujuan untuk mencegah agen-agen infeksi
menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Pus  suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme
penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh abses untuk
drainase.

Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang
terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan
setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati
inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan
nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas
abses

Etiologi
 Penyebab paling umum adalah invasi bakteri dari jaringan pulpa nekrotik
 Trauma, bahan kimia, atau cedera mekanis yang mengakibatkan nekrosis pulpa
 Iritasi jaringan periapikal oleh perawatan kimia atau mekanis selama perawatan saluran
akar
Jaringan di permukaan pembengkakan tampak kencang dan meradang dan nanah mulai
terbentuk di bawahnya. Jaringan permukaan mungkin menjadi meningkat dari tekanan
nanah yang mendasari dan akhirnya pecah dari tekanan ini. Awalnya, nanah keluar dalam
bentuk lubang kecil tetapi kemudian bisa bertambah besar atau jumlahnya tergantung pada
jumlah tekanan nanah dan kelembutan jaringan di atasnya. Proses ini merupakan awal dari
abses kronis.

3. Bagaimana perawatan pd kasus tersebut beserta indikasi dan kontraindikasi? Cara


mengeluarkan pus hanya dengan insisi atau tidak

Kunjungan pertama, pasien dijelaskan tentang prosedur perawatan. Pasien setuju tindakan
perawatan ini maka pasien menandatangani informed consent.

Perawatan terdiri dari mengadakan drainase dan mengontrol reaksi sistemik. kalau gejala
telah mereda, gigi harus dirawat Endodontik secara konservatif. Pada waktu kunjungan
pertama, bila gigi telah dibiarkan terbuka pada drainase, secara hati-hati dan cermat
dilakukan debridemen dengan irigasi dan instrumentasi sebelum mengobati dan menutup
saluran akar. Pada kasus Abses alveolar akut, gigi dapat ditutup dengan suatu antiseptik,
medikamen obtunden ( meringankan rasa sakit ) setelah preparasi biomekanis kamar dan
saluran akar

Acute Dentoalveolar Abscess Merupakan infeksi akut purulen yang berkembang pada bagian
apikal gigi pada tulang cancellous. Biasanya disebabkan oleh bakteri yang berasal dari gigi
yang terinfeksi baik pada maksila maupun pada mandibula. Gejala yang khas adalah rasa
sakit yang berat, gigi goyang, serta gigi penyebab serasa memanjang. Perawatan pertama
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan dilanjutkan dengan drainase. Drainase dilakukan
melalui saluran akar dengan cara mengebur dengan handpiece high-speed dengan lembut.
Selanjutnya jaringan nekrotik dibersihkan dengan barbed broach dan tekanan diberikan
pada daerah apikal gigi. Jika drainase dari saluran akar tidak memungkinkan, dapat dilakukan
trepanasi setelah posisi apeks ditentukan secara radiograf. Insisi horizontal dilakukan pada
bukal sedekat mungkin dengan apeks gigi yang terinfeksi. Selanjutnya periosteum direfleksi
sehingga tulang bukal terlihat. Lalu tulang dibuka menggunakan roundbur low speed sampai
eksudat keluar. Kemudian dilakukan suturing

--------------------------
Perawatan
 Drainase abses harus dimulai sedini mungkin mungkin. Ini mungkin termasuk
Perawatan endodontik non-bedah
 Insisi dan drainase
 Ekstraksi
 Dalam kasus infeksi lokal, antibiotik sistemik tidak memberikan manfaat tambahan
atas drainase abses
 Pada kasus komplikasi sistemik seperti demam, limfadenopati, selulitis, atau pasien
immunocompromised, antibiotik harus diberikan selain drainase gigi.
 Melepaskan gigi dari oklusi pada kasus hiperoklusi
 Untuk mengontrol nyeri pasca operasi setelah terapi endodontik, obat anti inflamasi
nonsteroid harus diberikan

4. Bagaimana prognosis pd skenario?

Keberhasilan perawatan endodontik  ditentukan kemampuan mengeliminasi bakteri


patogen penyebab infeksi (Siquera,Rocas, Ricucci,Hulsmann 2014).

Perawatan saluran akar berhasil (kalau tidak ada keluahan serta kelainan patologis pada
gigi yang dirawat saluran akar)
kriteria keberhasilan PSA :
 tidak ada rasa sakit atau pembengkakan pada gigi yang dirawat tidak ada gejala klinis
 gigi dapat kembali berfungsi secara fisiologis serta gambaran foto rontgen di daerah apeks
terlihat normal
 Pada gigi dengan lesi periapikal sebelum perawatan tidak terdapat keluhan dan lesi
periapikal yang ada sebelum perawatan dapat berkurang atau tetap.

pada gigi yang telah nekrosis, keberhasilan perawatan saluran akar adalah menghilangkan
bakteri yang ada dalam saluran akar sehingga lesi periradikuler yang diakibatkan dapat
pulih.

prognosisnya buruk  terjadi kesalahan saat perawatan seperti Terlalu besarnya


pengurangan jaringan sehat gigi menyebabkan melemahnya mahkota gigi dan sering
berdampak pada fraktur korona atau mahkota, Underfilling atau tidak sempurna nya
pengisian saluran akar
Kegagalan mengeliminasi bakteri penyebab infeksi saluran akar dan periapikal dapat
menyebabkan kegagalan dalam perawatan endodontik (Suchitra,Kundabala,dan Shenoy
2006). Kegagalan  memicu terjadinya infeksi sekunder akibat bakteri yang persisten 
gigi yang telah dirawat harus dilakukan perawatan endodontik ulang.

5. Kontraindikasi perawatan endodontic

Kontraindikasi untuk perawatan endodontik, sebagai berikut (Grossan et al., 1995 ; Lost et al,
2016) :

1. dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari sepertiga
panjang akar
2. Gigi dengan jaringan periodontal yang tidak sehat
3. Gigi dengan fraktur akar vertikal
4. Gigi dengan resorbsi akar eksternal
5. Gigi yang tidak dapat dikembalikan fungsinya walaupun setelah direstorasi
6. Gigi yang tidak dapat digunakan untuk oklusi ataupun abutment
7. Gigi yang sulit dijangkau instrument karena saluran akar mengalami kalsifikasi dan
akar bengkok yang parah
8. Gigi dengan prognosis buruk dan pasien tidak kooperatif

kontraindikasi perawatan saluran akar

1) fraktur akar gigi yang vertical;

2) tidak dapat lagi dilakukan restorasi;

3) kerusakan jaringan periapikal melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar gigi;

4) resorbsi tulang alveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi;

5) kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol.

6. Fungsi dari palpasi, perkusi, vitalitas, sondasi, mobilitas

Perkusi  

Cara : memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari, kemudian
intensitas pukulan ditingkatkan, Selain ujung jari pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan ujung instrumen.
Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan
diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah
pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau
horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi respon nyeri perkusi vertikal-oklusal  kelainan di periapikal disebabkan lesi karies.

Gigi  respon nyeri perkusi horisontal-bukolingual  kelainan di periapikal yang disebabkan


kerusakan jaringan periodontal.

Sondasi

pemeriksaan menggunakan sonde, cara : menggerakkan sonde pada area oklusal atau insisal
untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak.

Nyeri  sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa.

gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka
 menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

tes mobilitas

Tes mobilitas  mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi,


mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.

Tes mobilitas  menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari
atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar
gerakannya, makin jelek status periodontalnya.

Hasil tes mobilitas :

 tiga klasifikasi derajat kegoyangan

1. Derajat pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya


2. derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan bisa bergerak dengan
sentuhan lidah dan mobilitas
3. derajat ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala arah.
(Burns dan Cohen, 199

Tes vitalitas

mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari
empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada
gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida,
salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton
roll maupun rubber dam
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.
 Tes kavitas,  mengetahui vitalitas gigi dengan melubangi gigi.

Alat yang digunakan  bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit.
Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit
dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).

 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran
akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi
sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan
Torabinejad, 2008)
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik,
untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya Electronic pulp tester (EPT).

Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh
dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai
jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa
pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid.

Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang
menggunakan alat pemacu jantung.

Gigi vital  terasa kesemutan, geli, atau hangat

gigi dikatakan non vital jika sebaliknya

Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati
akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor
antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang
belum immature, gigi yang trauma (Grossman, dkk, 1995).

 Garg, N., & Garg, A. (2010). Textbook of endodontics. Boydell & Brewer Ltd.]
 Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek,
edisi kesebelas, EGC, Jakarta.
 Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.
 Bachtiar, Z. A. (2016). Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta
percha. Jurnal PDGI, 65(2), 60-67.
 Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book,
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai