Anda di halaman 1dari 33

Klasifikasi Penyakit Periradikular

Klasifikasi American Association of Endodontists (AAE 2013)


Diagnosis pulpal:(1)
1. Pulpa normal
Keeadaan dimana pulpa vital dan tidak ada gejala sakit. Responsif terhadap uji termal
dingin (terasa ngilu hingga 1-2detik setelah stimulus dihilangkan).
2. Pulpitis reversible
Merupakan keadaan dimana terjadi inflamasi pada pulpa yang masih dapat sembuh dan pulpa
dapat kembai ke fungsi dan keadaan normalnya ketika etiologi dihilangkan. Etiologi yang
umum: karies dalam, dentin terekspos, restorasi dalam. Gejalaiya berupa keluhan nyeri pada
rangsangan dingin dan manis. Tidak ada perubahan yang teridentifikasi secara radiografis
pada periapikal.
3. Pulpitis ireversibel simptomatik
Keadaan Pulpa vital terinflamasi yang tidak memiliki kemampuan penyembuhan.
Pada uji termal, terasa nyeri tajam dan nyeri menetap bahkan hingga 30detik setelah
stimulus dihilangkan. Etiologi: karies dalam, restorasi dalam, fraktur yang
mengekspos pulpa. Gejala: nyeri tajam yang menetap setelah stimulus dihilangkan,
spontan, dan nyeri alih, Nyeri dapat diperparah oleh perubahan posisi seoerti rebahan
dan menunduk. Analgesik umumnya tidak meringankan rasa sakit. Respon terhadap
perkusi negatif. Membutuhkan perawatan saluran akar.
4. Pulpitis ireversibel asimptomatik
Pulpa vital terinflamasi yang diindikasikan perawatan saluran akar. Tidak terdapat
gejala klinis dan respon normal terhadap tes termal namun terdapat karies atau trauma
yang menyebabkan pulpa terekspos.
5. Nekrosis pulpa
Kematian pada pulpa, membutuhkan perawatan saluran akar. Pulpa tidak responsive
terhadap uji vitalitas dan asimptomatik
6. Pulpa yang sudah pernah drawat (previously treated)
Gigi pernah dirawat endodontik dan sudah dilakukan obturasi. Tidak responsive
terhadap uji termal maupun elektrik
7. Pulpa yang sudah pernah dilakukan perawatan inisial (previously initiated therapy)
Gigi sudah pernah dirawat endodontik parsial seperti pulpotomi.
Diagnosis Apikal(1)
1. Jaringan apikal normal
Tidak sensitive terhadap perkusi atau palpasi, dan secara radiograf lamina dura yang
mengelilingi akar intak, serta ligament periodontal berbentuk uniform. Seperti pada
uji pulpa, uji perkusi dan palpasi harus disertai dengan gigi pembaTnding (gigi
normal pada kontralateralnya) sebagai baseline.
2. Periodontitis apikalis simptomatik
Merepresentasikan kondisi inflamasi pada jaringan periodonsium di apikal,
menghasilkan gejala klinis seperti respon nyeri saat menggigit dan/atau perkusi atau
palpasi. Dapat disertai atau tidak disertai perubahan pada gambaran radiografis
(bergantung pada tingkat keparahan penyakit, dapat ditemukan periodontal ligament
dengan lebar yang normal atau dapat juga ditemukan radiolusensi pada periapikal).
Nyeri yang parah pada perkusi dan/atau palpasi merupakan indikasi bahwa gigi
tersebut mengalami degenerasi pulpa dan membutuhkan perawatan saluran akar.
3. Periodontitis apikalis asimptomatik
Kondisi inflamasi dan destruksi dari apikal periodonsium yang berasal dari pulpa.
Terlihat pada gambaran radiografik adanya radiolusensi apikal, dan tidak
menimbulkan gejala kllinis (tidak ada nyeri saat perkusi maupun palpasi)
4. Abses apikalis kronis
Reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang dikarakteristikkan dengan
adanya onset rasa sakit yang gradual, sedikit atau tanpa rasa tidak nyaman, dan
keluarnya pus secara intermiten melalui saluran sinus. Secara radiograf, umumnya
terlihat destruksi oseus yaitu gambaran radiolusen di periapikal. Untuk
mengidentifikasi sumber dari adanya drainase saluran sinus, kon gutta percha
dimasukkan ke dalam stoma atau bukaan sampai menemukan hambatan dan
dilakukan foto radiograf.
5. Abses apikalis akut
Reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang dikarakteristikkan dengan
onset rasa sakit yang cepat, sakit sponta, rasa nyeri yang amat sangat pada saat gigi
diberi tekanan, formasi pus dan pembengkakan pada jaringan sekitar gigi yang
terinfeksi. Terkadang tidak ditemukan perubahan yang menandakan destruksi tulang
pada gambaran radiograf. Banyak pasien dengan abses apikalis akut yang juga
mengalami malaise, demam, dan limfadenopati.
6. Kondensing osteitis
Merupakan gambaran lesi radiopak difus yang merepresentasikan reaksi local pada
tulang kortikal terhadap strimulus inflamasi ringan yang dapat terlihat pada apeks gigi

Gambar 1 Gigi 46 hipersensitif terhadap dingin dan manis beberapa bulan yang lalu namun sekarang gejala sudah hilang.
Saat ini tidak ada respon terhadap uji termal dan ada nyeri saat menggigit dan sakit pada saat diperkusi. Secara radiograf,
terdapat raiopasitas difus disekitar apikal akar. Diagnosis: nekrosis pulpa, periodontitis apikalsi simptomatik dengan
condensing osteitis. Perawatan endodontik non-bedah diindikasikan diikuti oleh restorasi crown. Seiring berjalannya waktu,
condensing osteitis seharusnya berkurang atau menghilang(1)

Gambar 2 Setelah pemasangan crown emaspada gigi 17, pasien mengeluh adanya sensitivitas terhadap dingin dan panas,
dan saat ini rasa tidak nyamannya terjadi secara spontan. Uji termal dingin menunjukkan nyeri bertahan pada gigi 12 detik
setelah stimulus dihilangkan. Respon terhadap perkusi dan palpasi norml, secara radiografik tidak terlihat perubahan pada
jaringan oseus periapikal. Diagnosis: Ireversibel pulpitis simptomatik, jaringan apikal normal. Diindikasikan untuk
perawatan endodontik nonbedah.(1)

Gambar 3 Gigi 36 menunjukkan adanya radiolusensi apikal yang cukup besar mencakup akar mesial dan distal dengan
keterlibatan furkasi. Probing periodontal dari semua aspek menunjukkan kedalaman yang normal. Gigi tidak merespon
terhadap dingin, perkusi dan palpasi menunjukkan respon normal. Terdapat drainase sinus tract pada area mid-fasial dari
attached gingiva yang kemudian dilakukan penelusuran dengan gutta percha. Terdapat karies sekunder pad amargin distal
dari restorasi crown. Diagnosis: nekrosis pulpa, abses apikalis kronis. Perawatan yang diindikasikan adalah pelepasan
crown, perawatan endodontik non-bedah, dan pemasangan crown baru(1)
Gambar 4 Gigi 26 sudah pernah dirawat saluran akar 10 tahun yang lalu. Pasien mengeluh nyeri ketika menggigit selama
tiga bulan belakangan. Pada foto radiograf ditemukan radiolusensi pada apikal akar gigi tersebut. Gigi terasa nyeri saat di
perkusi. Diagnosis: previously treated, periodontitis apikalis simptomatik. Indikasi untuk perawatan ulang endodontik.(1)

Klasifikasi Torabinejad(2)
1. Jaringan apikal normal
2. Periodontitis apikalis simptomatik
3. Periodontitis apikalis asimptomatik
4. Condensing osteitis
5. Abses apikalis akut
6. Abses apikalis kronis

Klasifikasi Grossman(3)
Penyakit pulpa merupakan salah satu penyebab adanya penyakit pada jaringan periradikular.
Karena adanya hubungan antara pulpa dan jaringan periradikular, inflamasi pulpa
menyebabkan adanya perubahan inflamatori pada ligament periodontal bahkan sebelum
pulpa menjadi nekrosis total. Bakteri dan toksinnya, agen imun, debris jaringan, dan produk
nekrosis jaringan dari pulpa mencapai area periradikular melalui berbagai foramen pada
saluran akar dan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan imunologi. Trauma juga dapat
menyebabkan penyakit periradikular. Penyakit periradikular dapat diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, gejala, dan temuan histopatologi. Klasifikasi berdasarkan temuan klinis
pada penyakit jaringan periradiklar tertera pada gambar dibawah ini:
Tabel 1 Klasifikasi Penyakit Periradikular (Grossman 2013)(3)

1. Penyakit periradikular simptomatik


a. Periodontitis apikalis simptomatik (periodontitis apikalis akut)
 Definisi: merupakan kondisi inflamasi pada jaringan periradikular yang timbul
pertama kali sebagai respon terhadap inflamasi pulpa. Kondisi pulpa dapat
terinflamasi reversibel, terinflamasi ireversibel, ataupun nekrotik.(2,3)
 Penyebab
Iritan yang dapat menyebabkan kondisi periodontitis apikalis simptomatik
antara lain mediator inflamasi dari pulpa yang teinflamasi ireversibel, toksin
bakteri dari pulpa nekrotik, kimia (irigan atau agen disinfeksi saluran akar),
restorasi pada gigi hiperoklusi, overinstrumentasi saluran akar, ekstrusi
material obturasi.(2)
o Pada gigi vital: kontak oklusal abnormal, restorasi yang baru dipasang
yang lebih tinggi dari occlusal plane, retensi/impaksi benda asing
diantara gigi seperti makanan atau tusuk gigi, trauma pada gigi(3)
o Pada gigi nonvital: penyakt pulpa (difusi bakteri dan produk nokius
dari pulpa yang terinflamasi atau pulpa nekrotik), penyebab iatrogenic
(instrumentasi saluran akar yang membuat bakteri atau debris keluar
melalui foramen apikal, keluarnya irigan atau medikamen melalui
apikal foramen, ekstensi material obturasi melalui apikal foramen
sehingga mengenai jaringan periradikular, perforasi akar, dan
overinstrumentasi pada saat preparasi dan pembersihan saluran akar)
(3)
 Tanda dan gejala(2,3)
o Nyeri pada saat menggigit dan mengunyah
o Tekanan dengan jari atau perkusi dengan instrumen dapat
menyebabkan nyeri yang amat sangat
o Nyeri spontan (ringan, sedang, atau parah)
o Jika terasosiasikan dengan pulpitis, uji vitalitas dengan panas, dingin,
dan elektrik menunjukkan respon positif
o Jika terasosiasikan dengan gigi nekrotik, uji vitalitas negatif
 Diagnosis
Nyeri pada perkusi merupakan gejala klinis yang umum ditemukan pada
periodontitis apikalis simptomatik. Gigi terasa nyeri pada saat dilakukan
perkusi atau diberikan sedikit tekanan, dan mukosa pada gigi tersebut dapat
terasa nyeri atau tidak terhadap palpasi.(3)
 Gambaran radiografik: secara umum, gambaran radiografis sering terlihat
normal, tanpa adanya perubahan pada jaringan periradikular seperti pelebaran
ruang PDL. Pada beberapa kasus (umumnyagigi nekrotik), dapat terlihat
pelebaran ruang PDL atau lesi radiolusen kecil.(3)

Gambar 5 (Kiri) Gambaran jaringan periradikular yang normal pada gigi dengan periodontitis apikalis simptomatik setelah
pembuatan restorasi karies dalam dengan kontak oklusal yang abnormal.(3) (Kanan) Perubahan periradikuar minimal pada
gigi dengan apikal periodontitis simptomatik(2)

 Diferensial diagnosis
DD dari periodontitis apikalis simptomatik adalah abses alveolar akut. Abses
alveolar akut merupakan stase lanjutan dari periodontitis apikalis akut, dengan
adanya kerusakan pada jaringan periradikular, sedangkan periodontitis apikalis
hanya merupakan reaksi inflamasi pada periodontal ligament.(3)
 Bakteriologi
Pulpa dan jaringan periradikular dapat terjaga tetap steril jika periodontitis
disebabkan oleh trauma, trauma oklusi, atau iritasi kimia atau mekanis saat
perawatan endodontik. Pada kasus lain, bakteri atau toksik yang ada di saluran
akar dapat terdorong atau tumbuh melewati foramen apikal dan mengiritasi
jaringan periodonsium di apikal(3)
 Histopatologi
Reaksi inflamasi terjadi pada ligament periodontal di apikal. Pembuluh darah
terdilatasi, adanya PMN dan akumulasi eksudat serosa menyebabkan ligament
periodontal di apikal melebar dan gigi sedikit terekstrusi. Jika iritasi parah dan
berkelanjutan, osteoklas akan teraktivasi dan dapat merusak tulang
periradikular, sehingga periodontitis apikalis akan berprogres menjadi abses
alveolar(3)
 Perawatan
Perawatan terdiri dari mengetahui dan mengeliminasi etiologi dan
meringankan gejala. Penting untuk mengetahui apakan periodontitis apikalis
terjadi pada gigi yang vital atau nekrosis. Penyesuaian oklusi (pada kasus
hiperoklusi), penghilangan iritan (pada kasus pulpa terinfeksi nonvital), dan
pengangkatan eksudat peruapikal merupakan perawatan yang dapat segera
dilakukan untuk meringankan rasa sakit. Ketika fase akut sudah lewat, maka
perawatan endodontik dilanjutkan.(3)
 Prognosis
Umumnya baik. Adanya gejala dari periodontitis apikalis simptomatik ketika
perawatan endodontik sedang berlangsung tidak mempengaruhi hasil/
keberhasilan perawatan(3)

b. Abses alveolar akut / abses apikalis akut / dentoalveolar abses akut


 Definisi
Reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang dikarakteristikkan
dengan onset yang cepat, nyeri spontan, nyeri ketika gigi diberikan tekanan,
formasi pus, dan pembengkakan intermiten pada jaringan yang terlibat.
Merupakan lesi likuefaksi (local atau difus) yang merusak jaringan
periradikular sebagai respon inflamasi yang parah terhadap iritan microbial
dan nonbacterial pada pulpa nekrosis.(2,3)
 Etiologi
Trauma, iritasi mekanis, iritasi kimia, dan penyebab yang paling sering
menyebabkan kondisi ini adalah invasi bakteri dari jaringan pulpa yang mati.
Terkadang, tidak terdapat kavitas atau restorasi pada gigi, namun pasien
memiliki riwayat trauma. Karena jaringan pulpa tertutup rapat, drainase tidak
memungkinkan dan infeksi terus berlanjut kearah yang paling tidak resisten,
seperti foramen apikalis, dan kemudian menyerang ligament periodontal dan
tulang periradikular(3)
 Gejala(2,3)
o Nyeri spontan dengan onset yang cepat
o Nyeri berdenyut (keparahan bergantung terhadap reaksi tubuh terhadap
inflamasi)
o Pada fase awal, nyeri difus dan tumpul sehingga sulit dilokalisasi
o Respon negative terhadap stimulus termal dan elektrik
o Nyeri pada perkusi, keluhan nyeri saat menggigit, nyeri saat di palpasi
dan dapat ditemui mobilitas gigi
o Dapat disertai dengan adanya pembengkakan dari jaringan lunak di
sekitarnya.
o Jika tidak ada pembengkakan, disebabkan karena abses terperangkap
di dalam tulang. Ketika infeksi terus berlanjut, pembengkakan dapat
membesar dan menyebar melewati area asalnya.
o Pada kasus yang sudah memiliki kerusakan ekstensif pada jaringan
periradikular, gigi dapat terasa goyang Terkadang, nyeri dapat
berkurang atau hilang ketika jaringan lunak terus membengkak. Jika
tidak dirawat, infeksi dapat berprogresi menjadi abses apikalis kronis
dimana pus keluar melalui sinus tract, yang umumnya terdapat pada
mukosa bukal atau labial. Abses apikalis akut juga dapat berprogresi
menjadi osteitis, periosteitis, selulitis, dan osteomyelitis. Ketika
pembengkakan menjadi semakin ekstensif, dapat terjadi selulitis yang
nampak dari ekstraoral dan membuat asimetri wajah. Terkadang,
pembengkakan meluas hingga melewati jaringan sekitar asal penyakit
periradikular. Ketika gigi anterior maksila terinfeksi, khususnya gigi
caninus, pembengkakan bibir atas dapat meluas hingga ke kelopak
mata. Ketika gigi posterior maksila terinfeksi, dapat menyebabkan
pembengkakan pada pipi. Ketika gigi anterior mandibular terinfeksi,
dapat menyebabkan pembengkakan hingga ke bibis bawah, dagu, dan
pada kasus yang sangat parah dapat meluas ke leher. Ketika gigi
posterior mandibular terinfeksi, pembengkakan pada pipi dapat meluas
hingga ke telinga atau sekitar batas rahang hingga ke region
submaksila.

R
Gambar 6 Pembengkakan ekstraoral pada kasus abses apikalis akut

o Jaringan pada permukaan pembengkakan umumnya terlihat tegang dan


terinflamasi /kemerahan. Pus terbentuk dibawahnya. Likuefaksi yang
terjadi merupakan hasil dari aktivitas enzim proteolitik seperti tripsin
dan katepsin. Jaringan pada permukaan menggelembung karena
adanya tekanan dari pus di dalamnya dan selanjutnya dapat ruptur
karena tekanan tersebut yang disebabkan oleh likuefaksi berkelanjutan.
Kemudian, pus dapat keluar melalui celah kecil (yang dapat membesar
seiring dengan berjalannya waktu) dan kemudian dimulai proses abses
apikalis kronis. Sinus tract akan mengalami penyembuhan dengan
jaringan granulasi setelah eliminasi infeksi di dalam saluran akar.
o Dapat ditemukan reaksi sistemik juga seperti demam, malaise, sulit
tidur, dan wajah pucat.
 Diagnosis
Ditentukan dari pemeriksaan klinis dan anamnesa pasien. Pada fase awal,
dapat ditemukan kesulitan dalam melokalisasi gigi karena tidak adanya tanda
klinis dan rasa nyeri umumnya difus dan tumpul. Ketika infeksi telah
berlanjut, identifikasi klinis lebih mudah untuk dilakukan. Diagnosis dapat
dikonfirmasi dengan melakukan uji termal dan uji elektrik pada pulpa. Pulpa
pada gigi dengan abses apikalis akut nekrosis dan tidak merespon terhadap uji
vitalitas. Gigi dapat merespon nyeri pada perkusi, atau pasien dapat mengeluh
gigi terasa sakit ketika mengunyah, mukosa apikal nyeri saat di palpasi, dan
dapat ditemui mobilitas atau sedikit ekstrusi gigi.(3)
 Gambaran radiograf: Bervariasi dari tidak ada perubahan pada jaringan
periradikular hingga adanya lesi radiolusen yang jelas. Pada lesi awal,
umumnya hanya ditemukan pelebaran ligament periodontal dan kehilangan
lamina dura pada apikal.(3)

Gambar 7 Perubahan radiografis awal yang terlihat pada gigi dengan lesi abses alveolar akut

 Diferensial diagnosis
Harus dibedakan dari abses periodontal. Pada abses periodontal, infeksi
berasal dari jaringan periodonsium dan terasosiasi dengan poket periodontal
yang ada dan adanya nyeri ringan dan pembengkakan jaringan lunak yang
terletak pada midseksi akar atau midseksi border gingiva, bukan pada apikal
gigi. Ketika di tekan, pus pada kasus abses periodontal dapat keluar melalui
sulkus gingiva. Abses periodontal umumnya terasosiasi dengan gigi vital.(3)
 Histopatologi
Infiltrasi leukosit PMN dan akumulasi cepat dari eksudat inflamasi sebagai
respon terhadap ingeksi membuat ligament periodontal melebar dan membuat
gigi terasa panjang. Kemuian, jika proses terus berlanjut, fiber periodontal
akan terpisah dan gigi akan mengalami kegoyangan. Ketika jaringan tulang
pada apikal gigi teresorpsi, dan ketika lebih banyak PMN mati setelah
memfagosit bakteri, maka terbentuk pus. Secara mikroskopik, akan terlihat
ruang kosong dimana supurasi mulai terbentuk dan dikelilingi oleh PMN dan
beberapa mononuclear sel. Saluran akar dapat ditemukan tanpa adanya
jaringan, melainkan sumbatan debris dan mikroorganisme dapat ditemukan(3)
 Perawatan
Perawatan emergensi termasuk membuat drainase dan mengontrol reaksi
sistemik(3)
 Prognosis
Prognosis umumnya baik, bergantung terhadap derajat keterlibatan jaringan
dan jumlah kerusakan jaringan. Meskipun gejala abses apikalis akut dapat
terasa cukup parah, nyeri dan pembengkakan akan hilang jika drainase yang
baik dapat didapatkan. Pada kebanyakan kasus, gigi dapat diselamatkan
dengan perawatan endodontik. Jika material purulesi telah keluar melalui
sulkus gingiva dan jaringan periodonsium telah mengalami kerusakan yang
parah, prognosis akan menurun. Pada beberapa kasus, perawatan endodontik
dan periodontal akan mengembalikan gigi ke kesehatan fungsional.(3)

Gambar 8 Abses apikalis akut pada gigi abutmen gigi tiruan permanen

c. Phoenix abses / Eksaserbasi akut dari periodontitis apikalis kronis(3)


 Definisi
Merupakan kondisi inflamasi akut yang merupakan kelanjutan dari
asimptomatik apikal periodontitis. Abses phoenix merupakan abses
simptomatik akut dengan perubahan pada gambaran radiograf yang khas.
Gambar 9 Lesi periradikular berbatas jelas pada kasus phoenix abses

 Etiologi
Ketika penyakit periradikular berada dalam fase equilibrium, jaringan
periradikular asimptomatik. Terkadang, stimulus noksius dari pulpa
terinflamasi dapat menyebabkan respon inflamasi pada lesi dorman tersebut.
Terdorongnya toksim bakteri dari saluran akar atau iritasi yang terjadi ketika
preparasi saluran akar dapat memicu terjadinya respon inflamasi akut
 Gejala
Awalnya, gigi dapat terasa sedikit nyeri saat dipalpasi. Ketika inflamasi
berlanjut, gigi akan sedikit terangkat dan gigi terasa sensitif. Mukosa diatas
area radicular dapat terlihat kemerahan dan bengkak, dan nyeri ketika di
palpasi.
 Diagnosis
Eksaserbasi dari lesi kronis umumnya terasosiasi dengan inisiasi perawatan
saluran akar pada gigi yang asimptomatik. Radiograf menunjukkan lesi
periradikular yang berbatas jelas. Pasien dapat mengeluhkan riwayat trauma
yang kemudian menyebabkan diskolorasi gigi setelah beberapa waktu atau
adanya riwayat nyeri yang saat ini sudah tidak ada. Respon terhadap uji
vitalitas negative. Pada beberapa kasus (sangat jarang), gigi dapat merespon
positif terhadap uji elektrik karena adanya cairan di dalam saluran akar atau
pada gigi yang memiliki akar banyak (parsial nekrosis)
 Diferensial diagnosis
Eksaserbasi akut dari lesi kronis menyebabkan gejala yang mirip dengan abses
apikalis akut. Karena perawatan pada kedua lesi sama, maka tidak diperlukan
diferensial diagnosis. Dapat dibedakan dari abses apikalis akut dari tampakan
radiografis yang hanya menunjukkan pelebaran pada ligament periodonsium.
Kasus ini dapat dibedakan dari pulpitis ireversibel dengan melakukan uji
vitalitas pulpa.
 Histopatologi
Area nekrosis likuefaksi dengan neutrophil PMN terdisintegrasi dan debris
selular terdapat pada lesi. Area ini dikelilingi oleh infiltrasi makrofag dan
sejumlah limfosit dan sel plasma.
 Perawatan
Perawatan endodontik seperti pada abses apikalis akut
 Prognosis
Baik ketika gejala sudah dapat dieliminasi

2. Penyakit periradikular asimptomatik


a. Periodontiitis apikalis asimptomatik (periodontitis apikalis kronis)
 Definisi
Merupakan kondisi asimptomatik dari inflamasi dan destruksi jaringan
periapikal yang disebabkan oleh kondisi pulpa yang nekrotik. Kondisi ini
dapat merupakan kelanjutan dari simptomatik apikal periodontitis.(2,3)
 Etiologi
Nekrosis pulpa yang dilanjukan dengan infeksi ringan berkelanjutan atau
iritasi dari jaringan periradikular yang menstimulasi reaksi selular yang
produktif. Periodontitis apikalis asimptomatik dapat disebut sebagai reaksi
low-grade kronis dari tulang alveolar terhadap iritan dar saluran akar.
Periodontitis apikalis asimptomatik umumnya berkembang segera setelah
pulpa mengalami nekrosis. Pada beberapa kasus, dapat berprogresi menjadi
abses apikalis kronis.(3)
 Gejala(2,3)
o Tidak ada gejala yang menyertai.
o Respon negatif terhadap uji elektrik atau termal
o Ketika diperkusi tidak terasa sakit, atau hanya terasa sakit sedikit
o Dapat ditemukan sensitivitas minor terhadap palpasi, yang
mengindikasikan perubahan pada plat kortikal tulang dan ekstensi
periodontitis apikalis asimptomatik ke jaringan lunak.
o Pada kasus yang sangat jarang terjadi, dapat ditemukan supurasi
 Diagnosis
Keberadaan periodontitis apikalis asimptomatik umumnya ditemukan ketika
dilakukan pemeriksaan radiografik rutin. Gigi tidak nyeri terhadap perkusi.
Mukosa diatas apeks akar dapat terasa nyeri atau tidak ketika di palpasi. Gigi
tidak merespon terhadap uji termal maupun elektrik. Pasien dapat memiliki
riwayat sakit sebelumnya yang telah hilang.(2,3)
 Gambaran radiografis: bervariasi dari pelebaran ligamen periodontal dan
destruksi lamina dura hingga destruksi ekstensif dari jaringan periapikal dan
interradikular. Pada fase awal, area lesi berbatas jelas, dengan pelebaran ruang
ligament periodontal dan diskontinuitas lamina dura. Pada gigi dengan
simptomatik apikal periodontitis, umumnya tidak terlihat perubahan pada
ligament periodontal atau hanya terdapat pelebaran ruang ligament saja.(2,3)

Gambar 10 Gigi dengan apikal periodontitis asimptomatik

Gambar 11 Periodontitis apikalis asimptomatik pada gigi yang tidak diobturasi secara adekuat

 Histopatologi
Secara histologis, lesi periodontitis apikalis asimptomatik diklasifikasikan
sebagai granuloma. Granuloma periaoikal terdiri dari jaringan granuloma yang
diinfiltrasi oleh sel mast, makrofag, limfosit, sel plama, dan leukosit PMN.
Jaringan granulomatosa yang menggantikan tulang alveolar dan ligament
periodontal memiliki diameter yang beragam dari 1mm hingga 1cm bahkan
bisa lebih besar. Jaringan tersebut terdiri dari kapsul fibrosa yang terhubung
dengan periodontal ligament dan bagian dalam dari jaringan ikat dan
pembuluh darah. Jaringan tersebut terdiri dari jaringan pembuluh dara,
fibroblast dari periodontal ligament, dan infiltrasi moderat dari limfosit dan sel
plasma. Di dalam ligament periodontal di dekat border smental terdapat
kluster sel epitel yang disebut cell rests of Malassez. Sel malassez terbentuk
dari Hertwig’s sheath dan merupakan sisa dari organ enamel.(2,3)
Seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi, eksudat akan terakumulasi di
dalam tulang alveolar di sekitar gigi. Proses ini diikuti oleh penghilangan
jaringan oseus yang mati oleh makrofag atau giant cells, sementara pada area
perifer fibroblast secara aktif membuat dinding fibrosa. Periodontitis apikalis
kronis dapat mengandung sel makrofak yang mengandung material lipid dan
kolesterol. Tulang alveolar pada perifer lesi dapat menunjukkan adanya
resorpsi, dandapat ditemukan juga osteoklas. Dapat terjadi resorpsi eksterna
pada akar yang disebabkan oleh aktivitas sementoklas atau hipersementosis
yang disebabkan oleh aktivitas sementoblas.(2,3)
 Perawatan
Eliminasi penyebab inflamasi dengan perawatan saluran akar akan
menginduksi resorpsi jaringan granulomatosa dan perbaikan (repair) jaringan
dengan tulang trabekula.(3)
 Prognosis(3)
Sangat baik.

b. Abses apikalis kronis / abses alveolar kronis / periodontitis apikal supuratif(2,3)


 Definisi
Merupakan lesi inflamatori yang berasal dari pulpa yang dikarenakan oleh
infeksi low-grade yang berproses cukup lama pada jaringan periradikular yang
secara umum tidak memiliki gejala dan dikarakterisikkan dengan adanya
drainase abses melalui sinus tract.
 Etiologi
Disebabkan oleh bakteri dari saluran akar. Abses apikalis kronis dimulai dari
nekrosis pulpa dengan ekstensi proses infeksi ke apikal, atau dapat juga
merupakan kelanjutan dari abses apikalis akut yang ada.
 Gejala
o Asimptomatik, kecuali ketika ada penutupan pada jalur sinus dapat
terasa nyeri ringan hingga moderat. Dapat terdeteksi pada pemeriksaan
radiografis rutin, karena adanya sinus tract, yang dapat ditemukan
intraoral atau ekstraoral. Sinus tract mencegah terjadinya eksaserbasi
atau pembengkakan dengan menyediakan drainase lesi periradikular.
o Ketika drainase intermiten, drainase didahului oleh adanya
pembengkakan pada mukosa yang disebabkan oleh penutupan sinus
tract atau stoma. Ketika tekanan dari pus didalamnya sudah cukup
untuk menemus dinding tipis jaringan lunak, material supuratif keluar
melalui bukaan kecil / stoma. Stoma dapat sembuh dan menutup
kembali, dan kemudian terbuka kembali ketika tekanan pus melebihi
resistensi jaringan. Episode berulang dari drainase sinus dapat
menyebabkan terjadinya penebalan fibrosa dan elevasi mukosa yang
disebut dengan gumboil.

Gambar 12 Gumboil

Titik dimana pus keluar ke rongga mulut bergantung kepada ketebalan tulang
alveolar dan jaringan lunak diatasnya. Pus mengambil jalur dengan resistensi
paling rendah.
Gambar 13 (a) Abses apikalis kronis dengan drainase sinus pada mukosa bukal terkait dengan perawatan saluran akar
pada gigi molar (b) Gutta percha tracing dilakukan untuk menentukan sumber infeksi (c) Kon gutta percha terlihat secara
radiograf mendetaksi asal infeksi yaitu akar distal gigi molar kedua

Pada rahang atas, jalur sinus umumnya melalui plat alveolar labial yang lebih
tipis dibanding plat alveolar palatal. Supurasi dari lateral incisor rahang atas
dapat keluar melalui mukosa palatal karena akar gigi incisor lateral rahang
atas lebih dekat dengan tulang palatal.
Pada rahang bawah, pembengkakan umumnya terjadi pada vestibulum di
sekitar plat alveolar bukal, namun dapat juga ditemukan pada dinding alveolar
lingual karena posisi akar di tulang alveolar.
Gambar 14 Bukaan sinus pada intraoral dan ekstraoral

 Diagnosis
Tanda utama dari kerusakan jaringan osseus dapat dilihat dengan gambaran
radiografis yang menunjukkan lesi radiolusensi di area apikal atau adanya
diskolorasi gigi. Foto radiograf yang dilakukan setelah gutta percha
dimasukkan ke dalam sinus tract menunjukkan gigi yang terlibat dengan
menelusuri sinus tract ke area asalnya. Pada beberapa kasus, sinus tract dapat
ditemukan jauh dari asalnya. Ketika terdapat kavitas yang terbuka lebar,
drainase dapat terjadi melalui saluran akar ke korona. Gambaran radiograf
menunjukkan penebalan ligament periodontal. Area rarefaksi dapat terlihat
difus seperti tulang normal. Pasien umumnya mengeluhkan riwayat nyeri
tajam yang telah hilang, atau riwayat trauma. Pada pemerksaan klinis dapat
ditemukan kavitas, restorasi pada korona dimana dapat terjadi kematian pulpa
tanpa adanya gejala. Pada kasus lain, pasien mengeluhkan sakit pada saat
mengunyah. Pada uji termal dan uji elektrik hasilnya negatif.
 Diferensial diagnosis
Periodontitis apikalis dan kista odontogenik. Harus dilakukan pemeriksaan
klinis, radiografis, dan histologis untuk mendapatkan diagnosis yang benar-
benar akurat.
 Histopatologi
 Perawatan
Eliminasi infeksi di dalam saluran akar (perawatan endodontik)
 Prognosis
Bergantung kepada cleaning, shaping, dan obturasi saluran akar. Faktor lain
seperti status periodontal, dan restorasi juga membantu menentukan prognosis.

c. Kista radikular / Cystic apical periodontitis(3)


 Definisi
Kista merupakan kavitas tertutup atau kantung yang diselubungi oleh jaringan
epitelium, dengan bagian tengah lesi berisi cairan atau material semisolid
. Kista pada rahang dibagi menjadi odontogenik, nonodontogenik, dan
nonepitelial.
Kista radicular merupakan kantong epitelium pada apikal gigi yang membesar
secara perlahan, yang berisikan kavitas patologis pada tulang alveolar. Lumen
kista diisi oleh cairan proteinaceous. Kista 75% ditemukan pada maksila dan
25% pada mandibular.

Gambar 15 Cystic apical periodontoitis pada maksila

 Etiologi
Kista radicular dapat disebabkan oleh injuri fisik, kimia, atau bakteria yang
menyebabkan kematian pulpa diikuti dengan stimulasi dari epithelial rests of
Malassez, yang normalnya ada pada ligament periodontal. Menurut Nair, kista
periapikal berkembang dari sisa jaringan epitel dorman yang berproliferasi
dibawah pengaruh sitokin inflamasi dan growth factors yang dilepaskan oleh
sel-sel pada lesi.
Kista radicular dapat berkembang dari abses yang sebelumnya ada. Ketika
abses terbentuk pada jaringan ikat dan dikelilingi oleh jaringan epitel yang
berproliferasi, maka akan menghasilkan kista.
Dua jenis dari kista radicular adalah:
1. Periapical pocket cyst: terdiri dari kavitas yang dibatasi oleh jaringan
epitel yang terbuka ke saluran akar dari gigi yang terkait. Kista ini
kemungkinan besar diinisiasi oleh akumulasi neutrophil di sekitar foramen
apikalis yang merespon terhadap keberadaan biofilm mikroba pada apikal
saluran akar. Mikroabses terbentuk dan dilapisi oleh epitel yang
berproliferasi, membentuk collar dengan perlekatan epitel pada ujung
akar.
Gambar 16 Magnifikasi gambaran CBCT menunjukkan lumen dari kista dengan epitelium lining terbentuk pada ujung akar
dan terkoneksi dengan foramen apikal akar

2. Periapical true cyst: dikarakteristikkan oleh adanya kavitas yang benar-


benar tertutup oleh batas epitelium dan terpisah dari saluran akar gigi
terkait.

Gambar 17 Gambaran CBCT periapical true cyst menunjukkan bahwa lumen kista benar-benar tertutup dengan jaringan
epitel tanpa komunikasi ke saluran akar. Kista periapikal ini terbentuk dari periodontitis apikalis yang persisten

 Gejala
Tidak ada gejala, kecuali adanya nekrosis pada gigi. Tekanan dari kista dapat
menyebabkan mobilitas gigi atau menyebabkan gigi terdorong keluar dari
susunannya. Jika dibiarkan tidak dirawat, kista dapat terus membesar di dalam
maksila atau mandibular.
 Diagnosis
Reaksi terhadap uji elektrik atau termal negative, respon terhadap perkusi dan
palpasi normal. Kista umumnya ditemukan melalui gambaran radiograf.
Pasien dapat mengeluhkan riwayat sakit.
Karakteristik gambaran radiografisnya adalah hilangnya lamina dura dengan
area radilusen. Area radiolusen pada kista biasanya berbentuk membulat
kecuali pada kasus dimana kista membesar ke gigi tetangganya, kista dapat
berbentuk lonjong. Outline kista berbatas jelas (radiopak tipis). Area
radiolusensi umumnya lebih besar dibandingkan pada abses apikalis kronis
dan dapat melibatkan lebih dari satu gigi.

Gambar 18 Kista radikular dengan keterlibatan lebih dari satu gigi

 Diferensial diagnosis
Lesi kista radicular yang kecil sulit dibedakan secara radiograf dengan
periodontitis apikalis asimptomatik. Akan tetapi, kista umumnya berukuran
lebih besar dibandingkan dengan lesi periodontitis apikalis dan dapat
menyebabkan akar gigi tetangganya bergeser menjauh karena tekanan terus-
menerus dari akumulasi cairan kista. Klinisi harus dapat membedakan kista
radicular dengan kavitas tulang normal seperti foramen insisivus. Kavitas
normal pada tulang akan terlihat terpisah jika foto diambil dari angel berbeda,
sementara kista akan tetap lekat dengan apeks gigi meskipun posisinya diubah.
Kista radicular harus dibedakan dengan kelainan periapikal yang tidak
disebabkan oleh kematian pulpa, seperti kista globulomaksila, kista lateral
periodontal, dan traumatic bone cyst.
Gambar 19 Kista lateral periodontal

 Perawatan
Enukleasi surgikal tidak direkomendasikan pada semua kasus. Pada 80%-98%
kasus, terjadi penyembuhan pada area rarefaksi setelah perawatan saluran
akar. Persentase dari area ini dapat termasuk kasus kista. Perawatan yang
diindikasikan adalah perawatan saluran akar nonsurgical yang diikuti oleh
evaluasi periodic. Perawatan bedah diindikasikan jika lesi tidak mengalami
resolusi atau jika kista membesar.
 Prognosis
Bergantung terhadap jumlah tulang yang mengalami kerusakan, kondisi gigi,
dan aksesibilitas perawatan.
d. Kondensing osteitis
 Definisi
Merupakan variasi dari periodontitis apikalis asimptomatik yang ditandai
dengan lesi radiopak difus yang dipercaya merepresentasikan reaksi local
tulang kortikal (peningkatan densitas tulang) terhadap stimulus inflamasi
/iritan low-grade persisten. Umumnya terlihat pada apeks gigi yang telah
mengalami penyakit pulpa cukup lama.
 Etiologi
Iritasi ringan dari penyakit pulpa (inflamasi atau nekrosis) yang menstimulasi
aktivitas osteoblast pada tulang alveolar.
 Gejala
o Asimptomatik.
o Pada beberapa kasus dapat sensitif terhadap palpasi atau perkusi
 Diagnosis
Ditentukan dari gambaran radiograf yang menunjukkan area radiopak
terlokalisasi yang mengelilingi gigi terkait. Terlihat seperti area tulang dengan
pola trabekulasi yang tidak terlalu terlihat. Sering ditemui pada gigi posterior
mandibular.

Gambar 20 Kondensing osteitis

 Perawaatan
Eliminasi iritan/stimulus. Perawatan endodontik harus dilakukan jika ada
gejala ireversibel pulpitis.
 Prognosis
Sangat baik jika perawatan saluran akar dilakukan dan restorasi adekuat. Lesi
condensing osteitis dapat bertahan setelah perawatan endodontik

3. Resorpsi eskternal akar(3)


 Definisi
Merupakan proses lisis yang terjadi pada sementum atau sementum dan dentin
akar gigi. Resorpsi akar eksternal diklasigikasikan berdasarkan tampakan
klinis dan histologisnya, yaitu: external surface resorption, external
inflammatory root resorption, dan external replacement resorption or
ankylosis
Tabel 2 Klasifikasi Resorpsi Eksterna Akar dan Perbedaannya dengan Resorpsi Interna

 Etiologi
Belum diketahui secara pasti, namun diduga karena adanya inflamasi
periradikular yang disebabkan oleh trauma, tekanan berlebihan, granuloma,
kista, tumor, bleaching gigi, impaksi gigi tetangga, dan reaksi dari penyakit
sistemik. Jika tidak ditemukan salah satu dari penyebab diatas, maka disebut
sebagai resorpsi idiopatik. Disebabkan oleh reaksi osteoklas pada permukaan
akar gigi. Secara mikroskopik, gambarannya beragam dari area kecil resorpsi
sementum yang digantikan dengan jaringan ikat atau oleh sementum baru,
area luas resorpsi yang digantikan oleh jaringan oseus, hingga area “scoped
out” yang digantikan oleh jaringan inflamasi atau neoplastik
 Gejala
Pada saat proses perkembangannya asimptomatik. Namun ketika akar sudah
teresorpsi secara menyeluruh, akan ditemukan mobilitas gigi. Jika resorpsi
eksterna akar berlanjut hingga ke mahkota, akan menyebabkan gambaran
“pink tooth” seperti pada resorpsi interna. Pada resorpsi akar tipe ankilosis
dimana struktur akar digantikan oleh tulang sehingga gigi immobile, akan
terdengan suara perkusi seperti suara perkusi metal.
 Gambaran radiograf: dapat berupa area konkaf radiolusen pada permukaan
saluran akar, area radiousen irregular pada permukaan saluran akar, atau
penumpulan pada ujung akar. Pada gigi ankylosis gigi tidak memiliki ligamen
periodontal namun digantikan dengan tulang yang menggantikan area defek
resorpsi

Gambar 21 (Kiri) Resorpsi permukaan eksternal akar (Tengah) Resorpsi eksternal akar inflamatori (Kanan) Ankylosis
(external replacement resorption)

Gambar 22 Resorpsi eksterna akar yang mengalami ekstensi ke mahkota sehingga menyebabkan gambaran “pink tooth”
4. Apikal periodontitis persisten
 Merupakan periodontitis apikalis yang tetap ada setelah gigi telah diberikan
perawatan saluran akar
 Periodontitis apikalis dapat bertahan setelah perawatan saluran akar salah satunya
karena adanya kompleksivitas dari anatomi saluran akar yang tidak dapat
terjangkau oleh instrumen atau oleh irigasi dan medikamen intrakanal. Area
tersebut juga mungkin tidak dapat terisi oleh material obturasi
 Etiologi lainnya pada kasus periodontitis apikalis persisten antaralain adanya
biofilm apikal, infeksi aktinomikosis, kristal kolesterol, granuloma selulose, scar
tissue periapikal, dan juga dapat merupakan reaksi asing tubuh terhadap gutta
percha.

Gambar 23 Periodontitis apikalis persisten pada gigi yang sudah dirawat endodontik

Klasifikasi Abott (1999)(4)


1. Jaringan periodontal normal
2. Periodontitis apikalis
a. Akut
b. Kronis
 Granuloma
 Kista radikular
 Condensing osteitis
3. Abses periapikal
a. Akut
b. Kronis
4. Selulitis fasial
5. Resorpsi akar eksterna
Terdapat sedikit perbedaan pada klasifikasi Abott dengan sistem klasifikasi yang
dipublikasikan oleh Grossman, Torabinejad, dan juga AAE. Pada klasifikasi Abott terdapat
kategori granuloma dan selulitis fasial.

 Granuloma(4)
o Merupakan reaksi inflamasi kronis yang terdiri dari jaringan granulomatosa
yang diinfiltrasi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofak. Lesi ini dapat
diselubungi oleh jaringan epitelium ataupun tidak.
o Seringkali, untuk membedakan antara granuloma dengan abses ataupun kista
sulit dilakukan secara radiografis, sehingga harus dilakukan secara histologis
 Selulitis fasial(4)
o Terjadi ketika pus dari gigi yang terinfeksi menyebar ke jaringan sekitarnya
o Merupakan kelanjutan dari perkembangan abses yang tidak dirawat
o Penyebaran pus mengikuti jalur yang memiliki resistensi paling rendah, seperti
facial plane diantara otot fasial
o Memiliki potensi menjadi serius dan mengancam keselamatan sehingga
membutuhkan perawatan emergensi
o Dapat disebabkan oleh sistem saluran akar yang terinfeksi
o Ketika dilakukan palpasi terasa keras dan tidak fluktuan

Seleksi Kasus dan Penentuan Prognosis pada Perawatan Endodontik

Seleksi kasus yang tepat sebelum melakukan perawatan endodontik sangat penting untuk
dilakukan untuk menghindari terjadinya kegagalan perawatan dan membantu meningkatkan
angka keberhasilan perawatan endodontik. Sebelum melakukan seleksi kasus, klinisi harus
mempertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari perawatan, antara
lain:(5)
 Status kesehatan umum dan riwayat sistemik pasien
 Anatomi saluran akar
 Ukuran restorasi yang telah ada
 Keberadaan patosis periradikular
 Interpretasi radiograf
 Derajat kesulitan dalam menentukan lokasi, melakukan shaping dan cleaning, dan
melakukan obturasi saluran akar
 Status kesehatan periodontal gigi
 Keberadaan fraktur akar atau fraktur mahkota
 Keberadaan resorpsi akar
 Keinginan, motivasi, kooperasi, dan ambang batas sakit pasien
 Keahlian operator

Pada mayoritas kasus, seleksi kasus dapat dilakukan berdasarkan interpretasi radiografik. Apa
yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiograf, umumnya akan ditemukan pada saat proses
perawatan saluran akar dilakukan. Pemeriksaan radiograf pada umumnya dapat menemukan
beberapa masalah berikut ini: (5)
 Besarnya keterbatasan karies pada gigi
 Lesi periradikular
 Resorpsi interna dan eksterna
 Fraktur gigi atau akar
 Status periodontal gigi
 Kompleksivitas dari anatomi gigi
 Fusi
 Gigi atau akar supernumerary
 Akar dilaserasi atau bengkok
 Resorpsi patologis ujung akar
 Apeks terbuka lebar pada gigi permanen muda
 Saluran akar yang terkalsifikasi
 Obstruksi di dalam saluran akar
 Pulp stone yang berada pada kamar pulpa atau saluran akar
 Dens invaginatus
 Geminasi
 Obturasi pada gigi yang telah dirawat saluran akar

AAE Case Difficulty Assessment Form


American Association of Endodontics (AAE) telah mengembangkan sebuah metode yang
menjadikan seleksi kasus menjadi lebih efisien, lebih konsisten, dan lebih mudah di
dokumentasi. Endodontic Case Difficulty Assessment Form dubuat untuk membantu praktisi
dalam merencanakan perawatan endodontik, dan dapat juga digunakan untuk membantu
keputusan untuk melakukan rujukan. Form penilaian mengidentifikasi tiga kategori
pertimbangan yang dapat mempengaruhi kompleksivitas perawatan:(6)
 Pertimbangan pasien: riwayat medis, anestesi, disposisi pasien, bukaan mulut, reflex
muntah, kondisi emergensi
 Diagnosis dan pertimbangan perawatan: diagnosis, kesulitan radiografik, posisi di
dalam lengkung rahang, isolasi gigi, anomali morfologi mahkota, morfologi saluran
akar, penampakan radiografis dari saluran akar, resorpsi
 Pertimbangan lainnya: riwayat trauma, riwayat perawatan endodontik, kondisi
periodontal-endodontik
Kondisi yang di masukkan ke dalam form merupakan kondisi yang dapat menjadi faktor
resiko yang mempersulit perawatan dan mempengaruhi hasil perawatan. Level kesulitan
merupakan kondisi yang tidak dapat dikontrol oleh dokter gigi.
Level kesulitan (6)
a. Tingkat kesulitan minimal
Kondisi preoperatif mengindikasikan kasus yang tidak kompleks. Tipe kasus dalam
kategori ini hanya memiliki faktor yang ada dalam kategori Minimal Difficulty. Hasil
perawatan yang terprediksi seharusnya mudah didapatkan oleh praktisi yang
kompeten dengan pengalaman yang terbatas.
b. Tingkat kesulitan moderat
Kondisi preoperatif cukup kompleks, memiliki satu atau lebih faktor resiko yang
berada dalam kategori Moderate Difficulty. Hasil perawatan yang terprediksi cukup
sulit didapatkan untuk praktisi kompeten berpengalaman.
c. Tingkat kesulitan tinggi
Kondisi preoperative sangat kompleks, memiliki banyak faktor dalam kategori
Moderate Diffculty atau paling tidak satu faktor dalam kategori High Difficulty. Hasil
perawatan yang terprediksi sangat sulit didapatkan bahkan untuk praktisi kompeten
yang sangat berpengalaman dengan riwayat keberhasilan perawatan yang tinggi.
Tabel 3 AAE Case Diffuculty Assessment Form(6)
Prognosis / Pertimbangan Perawatan (Pedoman AAE)(7)

1. Penentuan prognosis pada kasus resorpsi eksterna

2. Penentuan prognosis pada kasus resorpsi interna

3. Penentuan prognosis pada kasus fraktur gigi


4. Penentuan prognosis pada kasus dengan lesi pada apikal gigi
1. American Association of Endodontists. Endodontics: Colleagues for Excellence. In American
Association of Endodontists; 2013. Available from: https://www.aae.org/specialty/publications-
research/endodontics-colleagues-excellence/
2. Torabinejad M, Walton R, Fouad A. Endodontics: Principles and Practice. 5th ed. Elsevier. Missouri:
Elsevier; 2015. 310 p.
3. Chandra BS, Gopikrishna V. Grossman’s Endodontic Practice. 13th ed. Wolters Kluwer; 2014.
4. Abbott P V. Endodontics and Dental Traumatology: An Overview of Modern Endodontics. Australia;
1999.
5. B Suresh Chandra VG. Grossman ’ s Endodontic Practice 13th Edition. India: Wolters Kluwer; 2014.
6. American Association of Endodontists. AAE Endodontic Case Difficulty Assessment Form and
Guidelines [Internet]. 2010. Available from: https://www.aae.org/specialty/wp-
content/uploads/sites/2/2017/10/2006casedifficultyassessmentformb_edited2010.pdf
7. American Association of Endodontists. Treatment Options for the Compromised Tooth: A Decision
Guide. In American Association of Endodontics; 2014. Available from:
https://www.aae.org/specialty/wp-
content/uploads/sites/2/2017/06/2014treatmentoptionsguidefinalweb.pdf

Anda mungkin juga menyukai