Anda di halaman 1dari 16

Nurain Mardani

“BUDAYA POWER KESUKSESAN PERUSAHAAN”

*hNURAIN MARDANI *

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap perusahaan dan elemen-
elemen apa saja yang mendukung berkembangnya budaya yang efektif di perusahaan serta untuk
mengetahui pengelolaan budaya bagi perusahaan yang melakukan penggabungan/akuisisi dengan
perusahaan lain.

Kata kunci : budaya terhadap perusahaan

PENDAHULUAN

Budaya menjadi topik pembahasan di kalangan bisnis dan akademisi pada tahun 1980-an
berkaitan dengan usaha mengungkap rahasia kesuksesan dunia bisnis Jepang (McKenna dkk, 1995).
Pada akhir 1980-an pers bisnis memberi banyak perhatian pada budaya perusahaan yang
digambarkan berperan besar dalam keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan-perusahaan besar
seperti Black & Decker, 3M, Johnson & Johnson, General Motors dan Apple (O’Reilly, 1991).
Peters dan Waterman (dalam Harvey dan Bowin, 1996) dari hasil studinya terhadap 43
perusahaan terkemuka diantaranya IBM, McDonald’s dan Hewlett-Packard menyatakan bahwa
perusahaan di Amerika Serikat mampu menjadi pemimpin dalam persaingan antara lai dengan lebih
banyak memberikan perhatian pada budaya dan orang-orang, yaitu para pelanggan dan karyawan.
Selain perannya tersebut, budaya perusahaan juga dilaporkan oleh Peters dan Waterman (dalam
O’Reilly, 1991) berperan dalam menurunkan tingkat keluarnya karyawan. Meskipun demikian
budaya tidak selamanya mendorong pencapaian keberhasilan perusahaan. Budaya perusahaan
ternyata bisa menjadi faktor kegagalan suatu perusahaan apabila tidak dikelola dengan baik, seperti
yang dialami Time-Warner setelah masa akuisisi Time terhadap Warner (Robbins, 1996), dan bisa

1
Nurain Mardani

menjadi penghambat efektivitas organisasi seperti dialami oleh General Motors-Electronic Data
Systems (Harvey dan Bowin, 1996).
Budaya perusahaan karenanya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, terutama akibat
kaitan dan kemampuannya untuk mempengaruhi kinerja perusahaan serta pengaruhnya terhadap
tingkat keluarnya karyawan (Kotter dan Heskett, 1997), Harvey dan Bowin, 1996, Kreitner dan
Kinicki, 1995, Peters dan Waterman dalam Gibson dkk, 1995). Pengaruh ini semakin besar jika
budaya perusahaan semakin kuat (Robbins, 1996). Karenanya setiap perusahaan harus mampu
mengelola budayanya dengan baik sehingga dapat tercipta suatu budaya yang kuat yang mampu
mendorong tercapainya kinerja tinggi dan pada sisi lain juga mampu menekan tingkat keluarnya
karyawan.
Oleh karena itu, penerapan budaya organisasi tentu saja bertujuan agar seluruh individu
dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan
norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut. Bagaimana pengelolaan
yang baik untuk menerapkan budaya tersebut dan bagaimana pula tata kelola budaya bagi
perusahaan yang saling mengakuisisi menjadi topik artikel ini.

PEMBAHASAN

Pengertian Budaya Perusahaan


Menurut Drs.Triguno, DIPL, EC.LLM. (2000:3) “ Suatu falsafah yang didasari oleh
pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat/organisasi, kemudian tercermin dari
sikap menjadi prilaku.
Terdapat beberapa definisi budaya perusahaan atau budaya organisasi yang dikemukakan
oleh beberapa ahli seperti berikut ini :
Menurut Robbins (dalam Djokosantoso : 2003) mendefinisikan bahwa :
“Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang
dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem-sistem nilai tersebut sebagai
landasan gerak organisasi”.
Menurut Eugene McKenna dan Nic Beech (2000 : 18)
“Budaya perusahaan merupakan nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang anggota.”

2
Nurain Mardani

Menurut Djokosantoso (2003 : 21) mendefinisikan


“Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem
paket, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk menciptakan tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan”.
 Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005 : 113) mendefinisikan
“Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang
dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya
untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal”.
 

 Elemen-elemen Budaya Perusahaan


Terdapat beberapa elmen dasar budaya perusahaan, Eugene McKenna dan Nic Beech
(2000:15) mengelompokan elemen-elmen budaya perusahaan sebagai berikut :
a. Artifacts
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang
berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya.
Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti produk, jasa,
dan tingkah laku anggota kelompok.
b.   Espoused Values
Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan.
Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali
kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi.
c.  Basic Underlying Assumption
Yaitu keyakinan  yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya
menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di organisasi,  seringkali
melalui asumsi yang tidak diucapkan namun anggota organisasi meyakini ketepatan
tindakan tersebut.
Ketiga elemen dasar dari budaya perusahaan ini jika dibuat bagan akan menjadi sebagai
berikut:

3
Nurain Mardani

Gambar Hubungan 3 elemen dasar budaya perusahaan

Proses dan struktur organisasi yang jelas


Artifacts
terlihat

Esposed Values Strategi, tujuan, dan filosofi

Basic Underlying Perasaan, pikiran, persepsi,  dan


Assumption keyakinan

Mengelola Budaya Perusahaan


Budaya perusahaan memiliki dua atribut. Pertama intensitas yaitu seberapa besar para
anggota sebuah unit bisnis sepakat pada norma, nilai, atau unsur-unsur budaya lain yang
berhubungan dengan unit bisnis tersebut. Organisasi dengan norma-norma yang kuat mendukung
keberadaan nilai-nilai khusus tertentu, seperti konsep kualitas di Maytag, memiliki budaya yang
intensif, sedangkan perusahaan-perusahaan baru (atau yang sedang berada dalam tahap transisi)
memiliki budaya yang intensif, sedangkan perusahaan-perusahaan baru (atau yang sedang berada
dalam tahap transisi) memiliki budaya yang lebih lemah, budaya kurang intensif. Karyawan sebuah
perusahaan dengan budaya yang kuat cenderung menunjukkan konsistensi dalam perilaku, mereka
cenderung berperilaku sama sepanjang waktu.
Atribut kedua, integrasi yaitu “seberapa besar unit-unit bisnis dalam sebuah organisasi
membagi sebuah budaya yang sama”. Organisasi dengan budaya dominan yang mengakar kuat
biasanya terkendali secara hierarki dan berorientasi pada kekuasaan, misal dalam unit militer, dan
memiliki budaya yang terintegrasi tinggi. Seluruh karyawan perusahaan dengan budaya perusahaan

4
Nurain Mardani

yang tinggi. Seluruh karyawan perusahaan dengan budaya perusahaan yang tinggi cenderung
memegang nilai dan norma budaya yang sama. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai banyak
unit, yang terstruktur berdasarkan fungsi dalam divisi atau SBU, biasanya menunjukkan sub-budaya
yang kuat (misal unit R & D vs unit pemanufakturan) dan biasanya lemah dalam budaya
perusahaaan secara keseluruhan.
Karena budaya organisasi dapat berpengaruh kuat terhadap perilaku seluruh karyawan,
maka budaya organisasi dapat berpengaruh besar pada kemampuan perusahaan untuk mengubah
arah strateginya. Masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan budaya yang kuat adalah
bahwa perubahan dalam :
1. Misi
2. Sasaran
3. Strategi
4. atau Kebijakan perusahaan
Kemungkinan besar tidak berhasil dengan baik jika di dalam perusahaan ada pihak oposisi terhadap
budaya yang dianut. Budaya perusahaan mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menolak
perubahan karena adanya keinginan untuk mepertahankan hubungan dan pola perilaku yang stabil.
Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satupun budaya organisasi yang terbaik.
Budaya yang optimal adalah budaya yang dapat mendukung dengan baik misi dan strategi
perusahaan yang merupakan bagian di dalamnya. Karena itu, seperti halnya struktur dan
penataan staf, budaya organisasi harus mengikuti strategi yang telah ditetapkan. Kecuali ada
kesepakatan dalam penetapan budaya perusahaan yang akan digunakan, maka perubahan mendasar
dalam strategi harus mampu membawa kepada modifikasi budaya organisasi. Walaupun penelitian
mengindikasikan bahwa budaya perusahaan dapat diubah, namun proses tersebut membutuhkan
usaha besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pekerjaan penting yang harus dilakukan
oleh pihak manajemen adalah :
1. Mengevaluasi perubahan khusus apa dalam strategi yang akan berpengaruh besar terhadap
perusahaan.
2. Menilai apakah perubahan dalam budaya memang diperlukan.
3. Memutuskan apakah usaha mengubah budaya perusahaan sebanding dengan biaya yang
harus dikeluarkan.

5
Nurain Mardani

Menilai Kesesuaian Strategi-Budaya


Ketika implementasi strategi baru, pihak manajemen harus mempertimbangkan pertanyaan-
pertanyaan berikut berkenaan dengan budaya perusahaan.
1. Apakah strategi yang direncanakan sesuai dengan budaya organisasi saat ini ?
Jika ‘ya’, mulailah dengan segera. Gabungkanlah perubahan-perubahan organisasional
dengan budaya perusahaan dengan mengidentifikasi bagaimana strategi baru akan mencapai
misi yang telah ditetapkan dengan lebih baik dari strategi yang saat ini sedang dijalankan.
2. Jika strategi baru tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini, dapatkah budaya tersebut
dengan mudah dimodifikasi sehingga dapat lebih sesuai dengan strategi baru ?
Jika ‘ya’, jalankan strategi baru dengan hati-hati dengan memperkenalkan serangkaian
aktivitas perubahan budaya, seperti modifikasi kecil struktural, aktivitas pelatihan dan
pengembangan, dan atau memperkerjakan manajer-manejr baru yang lebih sesuai dengan
strategi baru tersebut.
3. Jika budaya tidak dapat berubah dengan mudah untuk lebih sesuai dengan strategi baru,
apakah pihak manajemen bersedia dan mampu membuat perubahan besar organisasional dan
menerima kemungkinan penundanaan implementasi strategi baru dan kemungkinan
meningkatnya biaya ?
Jika ‘ya’, manajer harus mampu mengubah sebuah unit struktural baru untuk
mengimplementasi strategi baru
4. Jika pihak manajemen tidak bersedia membuat perubahan besar organisasional yang
menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola budaya organisasi, apakah seluruh
anggota organisasi masih berkomitmen untuk melaksanakan strategi lainnya ?
Jika ‘ya’, carilah mitra kerja dalam usaha patungan atau mengkontrakkan strategi tersebut
kepada perusahaan lain untuk melaksanakannya. Jika ‘tidak’, rumuskan strategi lainnya.

Mengelola Perubahan melalui Komunikasi


Komunikasi adalah hal penting dalam mencapai manajemen perubahan dalam budaya yang
efektif. Setelah melakukan pengamatan terhadap budaya perusahaan pada lebih dari 100 perusahaan
berbeda, G.G Gordon melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan yang berhasil melakukan
perubahan besar dalam budaya memiliki beberapa karakteristik yang sama.

6
Nurain Mardani

1. Para CEO-nya memiliki visi strategi tentang akan menjadi apa perusahaan yang
dipimpinnya di masa yang akan datang.
2. Visi tersebut diterjemahkan ke dalam elemen-elemen kunci yang perlu untuk mencapai visi
tersebut. Sebagai contoh, jika visi mengharuskan perusahaan untuk menjadi pemimpin
dalam kualitas dan jasa layanan yang diberikan, berbagai aspek dalam kualitas dan jasa
layanan dipilih untuk ditingkatkan dan sistem pengukuran yang sesuai pun dikembangkan
untuk memantau aspek-aspek tersebut. Pengukuran ini dikomunikasikan secara luas melalui
berbagai kontes, pengakuan baik secara informal dan formal, penghargaan yang bersifat
moneter, diantara berbagai cara lainnya.
3. Para CEO dan manajer puncak lainnya bersemangat mengkomunikasikan seluas mungkin
kepada para karyawan disegala tingkat, tiga informasi penting berikut ini :
a. Kondisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan para pesaingnya serta perkiraan
kondisi perusahaan di masa yang akan datang.
b. Visi tentang akan menjadi seperti apa perusahaan di masa yang akan datang dan
bagaimana perusahaan dapat mencapai visi tersebut.
c. Kemajuan perusahaan dalam elemen-elemen kunci yang diidentifikasi sebagai hal
penting dalam mencapai visi.

Salah satu cara mengkomunikasikan visi baru tersebut dalam sebuah perusahaan adalah
melalui program pelatihan dan pengembangan. Di General Electric misalnya, manajemen puncak
ingin mengubah budaya perusahaan. Budaya lama yang selama ini dibangun berdasarkan prinsip-
prinsip pertumbuhan penjualan yang harus lebih besar dari GNP, memiliki banyak SBU
ketergantungan pada keunggulan keuangan, staf pekerja yang cermat dan berfokus pada domestik.
Jack Welch, CEO baru menghendaki perusahaan mengkaji ulang pertumbuhan nilai para pemegang
saham yang berada dalam lingkungan pertumbuhan yang lambat, melalui keunggulan kompettitif
dalam proses operasi dengan menekankan kepemimpinan yang dinamis pada semua tingkat
organisasi. Manajemen puncak memandang lembaga pengembangan manajemen GE (yang berada
di Crotonville, New York) sebagai sebuah instrumen untuk mengubah budaya, sehingga dengan
drastis memodifikasi pelatihan untuk mencerminkan penekanan baru tersebut ke dalam persaingan
global yang agresif. Pusat pengembangan Crotonville mempelopori upaya untuk mengubah cara
manajer madya GE beroperasi. Dalam setiap workshop-nya, GE menekankan perubahan radikal
terhadap birokrasi lama pada hierarki yang selama ini ada dengan menciptakan perusahaan yang

7
Nurain Mardani

tanpa batas, bergerak cepat, dan organisasi yang fleksibel. Program pengembangan manajemen
menjadi sebuah katalisator dalam memobilisasi energi pada 30.000 sampai 40.000 manajer madya,
memampukan mereka memimpin perubahan dari dalam organisasi.

Mengelola Budaya ketika Bertumbuh melalui Akuisisi


Ketika melakukan akuisisi atau bergabung dengan perusahaan lain, manajemen puncak
harus mempertimbangkan potensi terjadinya benturan budaya. Bahaya jika mengganggap bahwa
perusahaan dapat dengan mudah disatukan dalam struktur pelaporan yang sama. Pada umumnya
para investor bersikap skeptis terhadap merger antar perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya
berbeda. Makin besar kesenjangan antara budaya perusahaan yang diakuisisi dengan perushaan
yang mengakuisisi, makin cepat pula para eksekutif perusahaan yang diakuisisi meninggalkan
pekerjaannya dan menggunakan bakat berharga mereka di perusahaan lain. Contoh klasik kesalahan
manajemen dalam menangani budaya perusahaan yang memiliki teknologi tinggi. Manajemen
puncak Exxon memutuskan untuk mendiversifikasi perusahaannya karena menurunnya bisnis
minyak bumi. Diversifikasi dilakukan dengan membeli perusahaan-perusahaan dari para usahawan
yang kreatif, Exxon mengakuisisi tiga teknologi pengolah kata dan teknologi cetak (disebut QWIP,
QYX, dan Vydec) untuk membentuk Exxon Office Systems. Sebagai bagian dalam tawar-menawar
proyek, Exxon juga mempekerjakan para usahawan yang telah mengembangkan produk baru
tersebut. Sayangnya, perusahaan menempatkan mereka yang berkembang dalam dunia yang penuh
ide cemerlang dan dalam keputusan-keputusan cepat serta berisiko di bawah wewenang eksekutif
senior Exxon, yang telah lama hidup dalam kebijakan dan prosedur manual perusahaan dan biasa
membuat keputusan setelah melakukan banyak pertemuan kelompok.
Satu demi satu, ‘anak-anak muda’ yang kreatif dan tidak disiplin itu meninggalkan
perusahaan, membawa semua hasil temuan dan kerjanya, dan memulai sesuatu yang baru dengan
perusahaan barunya. Exxon mengganti mereka dengan para manajer profesional dari perusahaan
perlengkapan lainnya seperti IBM, Xerox, dan Burroughs. Terbiasa dengan staf yang berjumlah
besar dan dukungan yang terus-menerus, para manajer tersebut menata staf unit-unit bisnis kecil itu
sebagaimana mereka mengatur perusahaan lama yang mereka tinggalkan. Bukannya menekankan
pada riset dan inovasi, mereka malah memfokuskan pada periklanan dan promosi. Hasilnya,
kerugian yang diperkirakan sebesar $2 Milyar, dan pada akhirnya Exxon menjual Exxon Office
Systems kepada Olivetti dan Lanier.

8
Nurain Mardani

Setelah mengkaji ulang dampak budaya perusahaan terhadap efektivitas merger dan akuisisi,
Malekzadeh dan Nahavandi mengajukan empat metode umum dalam mengelola perbedaan budaya
(lihat gambar). Metode yang paling sesuai tergantung pada :
1. Berapa banyak anggota perusahaan yang diakuisisi menjaga nilai-nilai budaya mereka.
2. Persepsi mereka terhadap daya tarik perusahaan yang mengakuisisi.

Gambar Metode Mengelola Budaya Perusahaan yang Diakuisisi


Metode Malekzadeh dan Nahavandi

Sangat Banyak Tidak Sama Sekali


Sangat Menarik

Integrasi Asimilasi
Tidak Menarik
Sama Sekali

Pemisahan Dekulturasi

Sumber : A. Nahavandi dan A. R. Malekzadeh, “Acculturation in Mergers and Acquisitions’’,


Academy of Management Review (Januari 1988), halaman 83. Hak cipta © 1988 oleh
Academy of Management. Dicetak ulang dengan ijin.

a. Integrasi
Integrasi melibatkan keseimbangan relatif antara menerima dan memberi praktik-praktik
manajerial dan budaya antara mitra merger dan tidak adanya pemaksaan untuk mengubah budaya
dari salah satu perusahaan yang tergabung. Integrasi memberikan kesempatan kepada kedua budaya
untuk bergabung, sementara memelihara kesempatan kepada keduanya dalam mencapai budaya
bersama. Ketika perusahaan kereta api Seabord dan Chesapeake & Ohio bergabung membentuk
CSX Corporation, para eksekutif puncak sangat peduli bahwa budaya kedua belah pihak akan

9
Nurain Mardani

dihargai setara sebagaimana mereka tetap menjaga perusahaan baru mereka sebagai “kemitraan
yang sama dan setara”.
b. Asimilasi
Dalam asimilasi, perusahaan yang diakuisisi menyerahkan budayanya dan mengadopsi
budaya perusahaan yang mengakuisisi. Dominasi yang dilakukan oleh perusahaan yang
mengakuisisi bukanlah hal yang dipaksakan, melainkan disambut baik oleh para anggota
perusahaan yang diakuisisi, yang dengan berbagai alasan merasa bahwa budaya dan praktik
manajerial yang selama ini dilakukan tidak mampu membawa keberhasilan.
c. Pemisahan
Metode pemisahan, budaya kedua perusahaan secara struktural tetap terpisah, tanpa ada
pertukaran budaya. Dalam kasus merger Shearson – American Express, kedua belah pihak setuju
untuk tetap menjaga percepatan laju Shearson yang sepenuhnya terpisah dari orientasi perencanaan
American Express.
d. Dekulturasi
Dekulturasi adalah metode yang paling umum dan paling merusak dalam kaitannya dengan
perbedaan dua budaya. Metode tersebut melibatkan disintegrasi budaya salah satu perusahaan yang
terjadi karena adanya tekanan dan penolakan terhadap perusahaan lain yang datang untuk
memaksakan budaya dan praktik manajerialnya. Metode ini seringkali menimbulkan kebingungan
besar, konflik, kemarahan, dan stress. Merger jenis ini biasanya menghasilkan kinerja yang buruk
dari perusahaan yang diakuisisi dan pada akhirnya perusahaan tersebut dilepas kembali.

Merencanakan Tindakan
Dua masalah yang biasa ditemui dalam implementasi strategi adalah tidak efektifnya
koordinasi aktivitas dan buruknya penjabaran implementasi tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
penting. Aktivitas dapat diarahkan langsung pada pencapaian tujuan strategis melalui perencanaan
tindakan. Pada tingkat yang sederhana, rencana tindakan mengidentifikasi tindakan-tindakan yang
harus diambil, orang-orang yang bertanggung jawab terhadapnya, waktu yang tersedia untuk
menyelesaikannya, dan hasil yang diharapkan. Setelah menyeleksi sebuah program untuk
mengimplementasi strategi secara khusus, karyawan harus mengembangkan rencana tindakan
supaya program tersebut memberikan hasil.

10
Nurain Mardani

Perhatian perusahaan yang memilih untuk melakukan integrasi vertikal ke hulu melalui
akuisisi atau mengembangkan rantai ecerannya sebagai bagian dalam strategi pertumbuhannya.
Setelah melakukan akuisisi, perusahaan harus mengintegrasi gerai ecerannya ke dalam
perusahaannya. Salah satu dari berbagai program yang harus dilaksanakan adalah perusahaan yang
harus mengembangkan strategi periklanan baru. Hasil dari rencana tindakan yang akan diambil
perusahaan haruslah meliputi beberapa elemen berikut ini :
1. Harus diambil tindakan-tindakan khusus untuk membuat program berjalan :
Menghubungi tiga agen periklanan yang terkenal dan meminta mereka untuk
mempersiapkan proposal kampanye periklanan untuk sebuah stasiun radio, stasiun TV, dan
majalah dengan tema “Jones Surplus sekarang bagian dari Ajax Continental. Harga lebih
murah. Pilihan lebih baik.”
2. Tanggal untuk memulai dn mengakhiri setiap tindakan : waktu tidak hanya dialokasikan
untuk memilih dan menghubungi ketiga agen periklanan tersebut, tetapi juga memberikan
kepada mereka waktu yang cukup untuk mempersiapkan proposal yang detail. Sebagai
contoh, memberikan waktu satu minggu untuk memilih dan menghubungi ketiga agen
periklanan dan waktu tiga bulan bagi mereka untuk mempersiapkan proposal dan
mempresentasikannya di depan direktur pemasaran perusahaan. Juga memberikan waktu
yang cukup untuk memutuskan proposal mana yang dipilih.
3. Menetapkan orang (diidentifikasi dengan nama dan jabatan) yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan setiap tindakan : berikan tugas tersebut kepada seseorang misalnya
Jan Lewis, manajer periklanan untuk melaksanakan program tersebut.
4. Menetapkan orang yang akan bertanggung jawab untuk memantau waktu dan
efektivitas setiap tindakan : pastikan bahwa Jan Lewis bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa kualitas proposal tersebut baik dan sesuai dengan anggaran yang telah
ditetapkan. Ia akan menjadi kontak langsung dengan agen periklanan dan akan melaporkan
kemajuan program tersebut setiap minggunya kepada direktur pemasaran perusahaan.
5. Perkirakan konsekuensi finansial dan fisik dari setiap tindakan : estimasi kapan
kampanye periklanan siap diperlihatkan kepada manajemen puncak dan berapa lama waktu
yang diperlukan oleh program tersebut untuk disetujui untuk mulai diudarakan. Lakukan
juga estimasi kenaikan yang diharapkan di toko-toko penjualan dalam periode enam bulan
setelah iklan tersebut pertama kalinya ditayangkan. Tunjukkan apakah akan digunakan
pengukuran “evaluasi” untuk membantu menilai efektivitas kampanye iklan yang sudah

11
Nurain Mardani

dilakukan, dan bagaimana, kapan dan siapa yang akan mengumpulkan serta menganalisis
data yang diperoleh.
6. Rencanakan tindakan-tindakan kontigensi : tunjukkan kapan kampanye iklan yang lain
dapat diberikan kepada manajemen puncak bila tidak ada satu pun dari proposal awal yang
diterima oleh manajemen puncak.

Menurut J. C. Camilus, seorang ahli dalam implementasi dan pengendalian strategi untuk
beberapa alasan rencana tindakan merupakan hal yang penting. Pertama, rencana tindakan berperan
sebagai penghubung antara perumusan strategi dan evaluasi serta pengendaliannya. Kedua, rencana
tindakan menjelaskan secara khusus hal-hal yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan program
yang berbeda dengan cara operasi yang selama ini dijalankan. Ketiga, selama proses evaluasi dan
pengendalian yang akan berlangsung kemudian, rencana tindakan dapat membantu baik dalam
penilaian kinerja dan dalam identifikasi tindakan perbaikan yang diperlukan. Sebagai tambahan,
penugasan yang jelas terhadap tanggung jawab untuk mengimplementasi dan memantau program-
program tersebut dapat memperkuat motivasi.

Management By Objectives (MBO)


Management By Objectives (MBO) merupakan pendekatan organisasional yang secara luas
telah digunakan untuk membantu diambilnya tindakan-tindakan yang bermanfaat dalam mencapai
sasaran yang diinginkan. MBO menghubungkan sasaran organisasional dengan perilaku individu.
Karena sistem tersebut mampu menghubungkan rencana dengan kinerja. MBO merupakan teknik
implementasi yang sangat bermanfaat.
Proses MBO meliputi :
1. Menetapkan dan mengkomunikasikan sasaran organisasional
2. Menyusun sasaran individual (melalui interaksi karyawan – atasan) yang akan membantu
implementasi sasaran organisasional
3. Mengembangkan sebuah rencana tindakan terhadap aktivitas-aktivitas yang diperlukan
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
4. Secara periodik (sedikitnya tiap triwulan) menganalisis kinerja yang berhubungan dengan
sasaran yang telah ditetapkan dan termasuk di dalamnya hasil penilaian kinerja tahunan

12
Nurain Mardani

Teknik MBO juga memberikan kesempatan untuk menghubungkan sasaran tiap orang
disetiap tingkat kepada mereka yang ada di tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, MBO
menghubungkan bersama-sama sasaran perusahaan, sasaran unit bisnis, dan sasaran fungsional dan
strategi-strategi yang dikembangkan untuk mencapai sasaran tersebut.
Walaupun program-program MBO perusahaan telah memberikan berbagai hasil, program-
program tersebut biasanya cenderung mendukung kepercayaan bahwa MBO seharusnya
menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dibanding yang dapat dicapai oleh pendekatan-pendekatan
lainnya yang tidak melibatkan sasaran kinerja, umpan balik yang relevan, dan kerja sama penetapan
sasaran antara atasan dan bawahan.
Salah satu manfaat nyata dari MBO adalah MBO dapat mengurangi sejumlah besar proses
politik internal dalam sebuah perusahaan besar. Tindakan-tindakan politis seringkali menyebabkan
konflik dan memecah belah banyak orang dan kelompok-kelompok kerja yang seharusnya bekerja
sama dalam mengimplementasi sebuah strategi. Orang-orang akan kurang berminat untuk berebut
posisi jika misi dan sasaran perusahaan jelas dan mereka tahu bahwa sistem penghargaan atas
kinerja bukan didasarkan pada aturan main semata, namun pada pencapaian yang dikomunikasikan
dengan jelas, dan dapat diukur dengan objektif.

Total Quality Management (TQM)


Total Quality Management (TQM) adalah sebuah filosofi operasional yang menekankan
komitmen pada kepuasan pelanggan dan peningkatan berkelanjutan. TQM merupakan
“payung” bagi berbagai kumpulan konsep dan prosedur yang pertama kali diajukan oleh W. Edward
Deming dan diteruskan oleh Joseph Juran dan Philip Crosby. Dengan kata lain, TQM melibatkan
komitmen pada kualitas, keunggulan, dan menjadi yang terbaik dalam seluruh fungsi. Menurut R. J.
Schonberger pakar dalam manajemen operasi dan rekayasa produksi, ada empat tujuan dalam
TQM:
1. Kualitas produk dan jasa yang lebih baik dan sedikit variabel
2. Respon yang lebih cepat dan sedikit variabel dalam memproses kebutuhan pelanggan
3. Fleksibilitas yang lebih besar dalam penyesuaian terhadap perubahan kebutuhan pelanggan
4. Biaya yang lebih rendah melalui peningkatan kualitas dan eliminasi pekerjaan yang tidak
memiliki nilai tambah

13
Nurain Mardani

Karena TQM berusaha mengurangi biaya serta meningkatkan kualitas, TQM dapat
digunakan sebagai program untuk mengimplementasi baik strategi biaya rendah pada seluruh
tingkatan atau strategi bisnis diferensiasi.
Berdasarkan TQM, proses yang salah adalah penyebab utama buruknya kualitas, bukan
kurangnya motivasi karyawan. Walaupun salah satu akar TQM adalah statistical process control,
TQM melibatkan serangkaian luas teknik, mulai dari scatter diagram sampai benchmarking dan tim
lintas fungsi. Program tersebut juga biasanya melibatkan perubahan signifikan dalam budaya
perusahaan, menuntut kepemimpinan yang kuat dari manajemen puncak, pelatihan karyawan,
pemberdayaan karyawan tingkat rendah (dengan memberikan karyawan lebih banyak kontrol atas
pekerjaan mereka), dan kerja tim untuk membuatnya berhasil. TQM menekankan pencegahan,
bukan perbaikan walaupun pemeriksaan terhadap kualitas masih dilakukan. Tekanannya adalah
pada peningkatan proses untuk mencegah terjadinya kesalahan dan defisiensi dengan menetapkan
gugus kendali mutu (quality circle) atau tim peningkatan kualitas yang mengidentifikasi masalah
dan menyarankan berbagai cara untuk memperbaiki proses yang menyebabkan masalah.
Berikut ini elemen-elemen penting dalam TQM :
1. Fokus yang kuat terhadap kepuasan pelanggan
Seluruh karyawan (tidak hanya orang-orang di bagian penjualan dan pemasaran) harus
memahami bahwa pekerjaan mereka ada karena adanya kebutuhan pelanggan. Oleh karena
itu, pendekatan yang harus diambil oleh karyawan sehubungan dengan pekerjaan mereka
adalah bagaimana hasil pekerjaan itu akan mempengaruhi kepuasan pelanggan
2. Pelanggan adalah internal dan eksternal
Karyawan bagian pengemasan adalah pelanggan internal bagi karyawan bagian lainnya yang
sedang menyelesaikan perakitan produk, dan orang yang membeli produk adalah pelanggan
bagi seluruh anggota perusahaan. Seorang karyawan harus memuaskan pelanggan internal
dan juga pelanggan eksternal.
3. Pengukuran yang akurat terhadap seluruh variabel kritis dalam operasi perusahaan
Karyawan harus dilatih dalam hal apa saja yang akan diukur, bagaimana mengukur, dan
bagaimana menerjemahkan data yang ada. Aturan penting dalam TQM adalah “Anda hanya
akan berkembang pada bagian yang Anda ukur”.
4. Peningkatan berkelanjutan pada produk dan jasa
Setiap orang menyadari perlunya memantau operasi perusahaan secara berkesinambungan
untuk menemukan berbagai cara untuk meningkatkan produk dan layanan.

14
Nurain Mardani

5. Hubungan kerja yang baru yang didasarkan pada saling percaya dan kerja tim
Kuncinya adalah gagasan pemberdayaan, atau memberikan keleluasaan kepada karyawan
dalam cara mereka mencapai sasaran perusahaan.

PENUTUP

Selain kepuasan konsumen terhadap penjualan produk atau jasa yang berkualitas menjadi
salah satu tolak ukur penilaian kesuksesan perusahaan dan meningkatnya laba, budaya memiliki
peran penting pula dalam menunjang keberhasilan perusahaan. Pentingnya struktur budaya yang
kuat dalam perusahaan atau organisasi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini oleh semua
anggota organisasi, yang diimplementasikan dengan dasar nilai-nilai yang lahir dari masing-masing
diri anggota perusahaan atau organisasi atau dengan bahasa ilmiahnya adalah budaya perusahaan
memiliki intensitas dan integrasi. Merujuk pengertian budaya perusahaan menurut Djokosantoso
(2003 : 21) mendefinisikan “Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua
anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan,
berfungsi sebagai sistem paket, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk
menciptakan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan”. Berdasarkan pengertian di atas, kualitas
baik buruknya perusahaan dapat dinilai dari budaya yang berkembang di perusahaan/organisasi
tersebut. Oleh karenanya perilaku kinerja para anggota/karyawan menjadi prioritas dalam skala
penilaian baik buruknya perusahaan/organisasi.
Budaya menjadi penting pada proses mergerisasi/penggabungan perusahaan yang satu
dengan lainnya. Sebab benturan budaya antar perusahaan menjadi hal yang tak mudah untuk
disatukan misalnya dalam hal ini adanya kesamaan dalam struktur pelaporan. Maka manajemen
puncak berperan penting dalam mengambil keputusan untuk mengatasi perbedaan budaya. Ada
empat metode menurut Malekzadeh dan Nahavandi dalam mengelola perbedaan budaya yaitu
Integrasi, Asimilasi, Pemisahan dan Dekulturasi. Keempat metode tersebut memiliki perbedaan
dalam segi penerapan tergantung dari keputusan pihak manajemen dalam mengambil metode yang
tepat dan sesuai dengan kondisi akuisisi. Dari pemilihan metode, manajemen akan merencanakan
tindakan berkelanjutan. Pada tingkat yang sederhana, rencana tindakan mengidentifikasikan
tindakan-tindakan yang harus diambil, orang-orang yang bertanggung jawab terhadapnya, waktu
yang tersedia untuk menyelesaikannya dan hasil yang diharapkan. Dan perlu diingat bahwa

15
Nurain Mardani

mengelola proses tersebut dibutuhkan pula komunikasi antar karyawan dalam mencapai manajemen
perubahan dalam budaya yang efektif.
Budaya yang optimal adalah budaya yang dapat mendukung dengan baik misi dan strategi
perusahaan yang merupakan bagian di dalamnya. Karena itu, seperti halnya struktur dan penataan
staf, budaya organisasi harus mengikuti strategi yang telah ditetapkan. Kecuali ada kesepakatan
dalam penetapan budaya perusahaan yang akan digunakan, maka perubahan mendasar dalam
strategi harus mampu membawa kepada modifikasi budaya organisasi. Meskipun demikian menurut
penelitian budaya dapat diubah namun pada prosesnya membutuhkan waktu yang lama dan
usaha/biaya yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

David, Hunger J. dan Thomas L. Wheelen. 2001. Manajemen Strategis. Yogyakarta : Andi.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : PT. Refika
Aditama.
PDF Analisis Budaya Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pura
Barutama Kudus.

16

Anda mungkin juga menyukai