Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

FIKIH ZAKAT

Tentang

Kriteria harta zakat

Oleh kelompok 5

Mutiara Juliani (1813040065)

Salmi Nadiya (18130400)

Haris Muttaqin (1813040064)

Dosen Pembimbing :

Dr.Zulfikri MA

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH (B)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1442 H/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
mengucapkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis
kemudahan dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Kriteria Harta Zakat”. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umatnya dari
zaman jahiliyah ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan penulis dan para pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini diharapkan saran
dan kritikan dari berbagai pihak yang menemukan kesalahan atau kelemahan dari penulisan
laporan ini yang tidak lepas dar berbagai kekurangan, meskipun telah disusun dengan
semaksimal mungkin. Akhirnya hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hidayahnya.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Bukittinggi, Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an,
Hadist dan ijma para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang selalu
disebutkan sejajar dengan shalat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai
salah satu rukun Islam. Adapun zakat menurut terminologi syariat adalah bagaian (harta)
yang telah ditentukan dari harta tertentu, pada waktu tertentu dan dibagikan kepada golongan
orang–orang tertentu.

Zakat mal (harta)menurut syara’ adalah nama dari sejumlah harta yang tertentu yang
diberikan kepada golongan tertentu dengan syarat-syarattertentu. Dinamakan zakat,
karena harta itu akan bertambah (tumbuh) disebabkan berkah dikeluarkan zakatnya dan
do’a dari orang-orang yang menerimanya. Zakat harta ini memiliki ketentuan dan kriteria
sendiri, oleh karena itu pemakalah akan menguraikan materi tentang zakat harta ini, yang
meliputi tentang kriteria zakat harta, kepemilikan yang sempurna, dalil qath’I, nisab, haul,
produktif, melebihi kebutuhan pokok dan selamat dari hutang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemilikan yang sempurna dalam harta zakat?
2. Apakah dalil qath’I dalam harta zakat tersebut?
3. Bagaimana nisab dari harta zakat?
4. Bagaimana haul dari harta zakat?
5. Bagaimana produktif dalam harta zakat?
6. Bagaimana melebihi kebutuhan pokok dan selamat dari hutang?
BAB II

PEMBAHASAN

Kriteria Harta Zakat

Tidak semua jenis harta diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya. Hanya jenis harta tertentu
yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu harta yang memenuhi kriteria. Berdasarkan nash-nash
Al-qur’an dan Sunnah, para ulama telah menyusun kriteria jenis harta yang wajib dizakati. Bila
harta seseorang tidak memiliki kriteria yang telah ditetapkan, tidak ada kewajiban zakat,
meskipun secara nominal nilai harta itu cukup tinggi.

Namun, yang menjadi ukuran apakah harta itu memenuhi kriteria wajib zakat atau tidak,
bukan sekedar nilainya (nisab), tetapi masih ada sisi-sisi lainnya serta kriteria-kriteria tertentu
yang harus dipenuhi.

A. Kepemilikan yang sempurna

Syarat pertama atau kriteria harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kepemilikan yang
sempurna, atau dalam istilah Bahasa Arab disebut al-milkut-taam. Ada beberapa detail uraian
dari makna kepemilikan secara sempurna :

1. Dimiliki Oleh Pihak Tertentu

Para ulama sepakat bahwa hanya harta yang dimiliki oleh perorangan yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Sedangkan harta yang bukan milik perorangan tidak ada kewajiban untuk
dizakati.

a. Harta Wakaf Tidak Wajib Zakat

Salah satu contoh yang mudah tentang syarat ini adalah harta yang sudah diwakafkan.
Harta yang sudah diwakafkan tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena harta wakaf itu sudah
berpindah kepemilikan, dari milik seseorang menjadi milik Allah. Al-hanafiyah mengatakan
bahwa hewan-hewan ternak yang telah diwakafkan di jalan Allah SWT, tidak wajib dizakati,
karena sudah milik perorangan lagi. Demikian juga dengan masjid, madrasah, sekolah, dan asset
lainnya, kalua sudah menjadi wakaf, tidak ada kewajiaban untuk dikeluarkan zakatnya. Sebab
secara status pemiliknya adalah Allah SWT. Sedangkan status para nazir yang mengurus asset
wakaf itu hanya orang yang diberi amanah, dan bukan sebagai pemilik dari asset tersebut.
Sehingga tidak ada pewarisan dan juga tidak boleh diperjualbelikan, karena pada hakikatnya
bukan harta yang dimiliki oleh pihak tertentu.

b. Aset Negara Tidak Wajib Zakat

Tetapi aset dan harta yang dimiliki oleh pihak tertentu, meski dimiliki secara bersama-
sama tidak termasuk dalam kategori ini, artinya tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Contoh
mudahnya adalah komersial, sebab yang namanya perusahaan itu tetap ada orang yang
memilikinya, meski secara bersama-sama dalam bentuk saham kepemilikan. Koperasi pun ada
pemiliknya, yaitu tidak lain adalah para anggota koperasi itu sendiri. Maka asset dalam bentuk
koperasi tidak bebas zakat.

Lain halnya dengan sekolah milik pemerintah, atau sekolah negeri. Pemiliknya adalah
negara. Dalam hal ini negara tidak dianggap sebagai pihak tertentu yang punya hak kepemilikan.

2. Dikuasai Secara Mutlak

Yang dimaksud dengan harta yang dikuasai secara mutlak adalah seseorang memilki
harta secara sepenuhnya dan dia mampu untuk membelanjakannya atau memakainya, kapan pun
dia mau melakukannya. Hal ini berbeda dengan seseorang yang memiliki harta secara tidak
sempurna. Seseorang secara status memang menjadi pemilik, namun dalam kenyataannya, harta
itu tidak sepenuhnya dikuasai. Contoh-contoh lebih detail dari harta yang dimiliki secara tidak
sempurna antara lain :

a) Harta yang Hilang Tidak Wajib Zakat

Seseorang yang kehilangan hartanya tidak wajib mengeluarkan zakat atas harta itu. Sebab
meski statusnya masih berhak atas harta itu, namuan nyatanya harta itu tidak bias dipakainya,
karena tidak ada di tangannya. Tidak ada kepastian apakah hartanya itu akan kembali atau tidak,
sehingga secara prinsip, tidak ada kewajiban zakat atas harta itu.

Al-Malikiyah mengatakan bahwa bila seseorang kehilangan hartanya, untuk tahun


pertama dia masih wajib mengeluarkan zakat. Tetapi untuk tahun-tahun berikutnya, dia sudah
tidak perlu lagi mengeluarkan zakat. Al-Syafi’iyah mengatakan bahwa bila seseorang sedang
dalam keadaan kehilangan hartanya, dia tidak wajib mengeluarkan zakat atas hartanya itu.
Tetapi, seandainya harta itu ditemukan kembali, wajiblah atasnya mengeluarkan zakat
selama masa kehilangan. Sedangkan bila untuk seterusnya harta tidak pernah kembali,
prinsipnya tidak ada kewajiban zakat atas harta itu.

b) Harta yang Dipinjam Pihak Lain

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum zakat atas harta yang dipinjam pihak lain.
Secara status kepemilikan memang masih jadi milik yang punyanya, tetapi karena kenyataanya
harta itu tidak berada dalam genggamannya, maka keadaan ini membuat suara ulama pecah. Ibnu
Umar, Aisyah, Ikrimah maula Ibnu Abbas ra berpendapat bahwa harta yang berada dipinjam
pihak lain tidak ada kewajiban zakat atas. Alasannya, karena harta itu tidak bias tumbuh selama
di tangan orang lain. Namun Jumhur Ulama tentang harta yang dipinjam pihak lain membedakan
antara yang ada harapan kembali dengan yang tidak ada harapan kembali.

Harta yang dipinjam dan tidak jelas statusnya, akan kembali atau tidak, termasuk jenis
harta yang tidak dimiliki secara penuh.
BAB II

PEMBAHASAN

A.

Anda mungkin juga menyukai