Anda di halaman 1dari 15

MODUL PENGANTAR HEMATOLOGI

DIVISI HEMATOLOGI
PS PATOLOGI KLINIK FKUB
HEMATOPOISIS

Hematopoisis berarti pembentukan sel darah. Bermula dari satu sel yang masih
primitip yang disebut Sel Induk Hematopoitik (SIH) atau ‘ Hematopoietic stem cell ‘ dan
berakhir pada pembentukan sel darah yang sudah matang. Sepanjang proses ini terjadi
proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel
mengakibatkan pelipat-gandaan jumlah sel, sehingga dari satu SIH dihasilkan sejumlah sel
darah. Sedangkan maturasi dan diferensiasi ‘ menggiring ‘ sel-sel darah muda menjadi sel
darah yang sudah matang dan memiliki sifat khusus.
SIH adalah sel masih primitip dan mempunyai kemampuan mempertahankan jumlah
populasinya ( self renewal capacity ) dan mempunyai kemampuan berdiferensiasi untuk
menghasilkan berbagai jenis sel darah. Oleh karena itu bila tidak ada gangguan, SIH tidak
pernah habis dan akan selalu membuat sel darah selama hidup manusia. SIH yang sangat
primitip dan sanggup berdiferensiasi menjadi semua macam sel darah disebut SIH berpotensi
banyak ( multi potent stem cell ), sedangkan yang hanya mampu membentuk satu macam sel
darah saja disebut SIH berpotensi tunggal ( commited stem cell ). Diantara kedua kutub ini
terdapat SIH yang dapat menghasilkan beberapa ( dua atau tiga ) macam sel darah.
Mula-mula SIH berpotensi banyak bermitosis berkali-kali menghasilkan sejumlaj sel
turunan. Sebagian dari sel turunan ini tetap sebagai SIH berpotensi banyak, sebagian lainnya
berdiferensiasi menjadi SIL ( Sel Induk Limfosit ) dan SI-GEMM ( Sel Induk – Granulosit,
Eritrosit, Monosit, Megakaiosit ). Baik SIL maupun SI-GEMM masing-masing bermitoais
barkali-kali menghasilkan sel turunan. Sebagian dari sel turunan SIL tetap menjadi SIL,
sebagian lainnya menjadi limfosit T dan limfosit B. Sebagian dari limfosit B berdiferensiasi
menjadi sel plasma untuk membuat antibodi humoral, terutama jika mendapat rangsangan
antigen.
Sebagian dari sel turunan SI-GEMM tetap menjadi SI-GEMM, sebagian lainnya
berdiferensiasi menjadi bermacam-macam SIH berpotensi tunggal ( commited stem cell )
yaitu: BFU-E ( Burst Forming Unit Erythroid ), SI-G ( Seil Induk Granulosit ), SI-M ( Sil
Indul Monosit ), SI-EOS ( Sel Induk Eosinofil ), SI-BASO ( Sel Induk Basofil ), SI- MEG (
Sel Induk Megakariosit ) dan selanjutnya menghasilkan sel darah dewasa ( lihat gambar 1 ).
Hematopoisis pada manusia
Hematopoisis pada manusia terdiri atas tiga periode yaitu:
1. Periode mesoblastik ( hematopoisis dalam yolk sac ).
Pada periode ini hematopoisis terjadi sejak mudigah ( embriyo ) berumur 2 minggu
dan berlangsung selama kira-kira 10 minggu.
Sifatnya:
• Terutama membuat eritrosit primitip ( berinti dan berukuran besar )
2. Juga membuat hemoglobin primitip yang disebut hemoglobin Gower ( G ). Hb
Periode hepatik
Periode ini dimulai pada mudigah berusia 6 minggu. Hematopoisis di hati ini terjadi
karena adanya migrasi SIH menuju hati melalui sistem peredaran darah mudigah.
Sifatnya:
• Terutama menghasilkan eritrosit tidak berinti dan berukuran besar
(makrositik)
• Hemoglobin yang terbentuk adakah hemoglobin foetus ( Hb F = α 2 γ 2 ), dan
dibuat sampai menjelang persalinan.
• Mulai terbentuk granulosit berinti besar dan kromatin halus dan megakariosit
berukuran kecil ( mikro-megakariosit ).
Karena umur eritrosit kira-kira 4 bulan ( 120 hari ), maka ketika bayi lahir sampai
berumur beberapa bulan, di dalam darahnya masih terdapat eritrosit yang
mengandung Hb F.
Hematopoisis di limpa terjadi pada mudigah berusia 12 minggu, disini juga dibuat
eritrosit yang mengandung Hb F, tetapi eritrosit yang dihasikan jauh lebih sedikit dari
pada eritrosit yang dihasilkan oleh hati.
3. Periode Mieloid
Pada periode ini hematopoisis terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar limfonodi dan
timus, yang dimulai pada usia kehamilan kira-kira 20 minggu, setelah terjadi migrasi
SIH dari hati ke sumsum tulang.
a. Hematopoisis di dalam sumsum tulang berlangsung seumur hidup dan telah
memiliki sifat-sifat hematopoisis seperti pada orang dewasa yaitu terutama
menghasilkan:
• Eritrosit yang normositik dan terutama mengandung Hb A ( α 2 β 2 ).
• Granulosit
• Trombosit
b. Kelenjar limfonodi terutama membuat sel-sel limfosit
c. Kelenjar timus terutama juga membuat sel limfosit , walaupun secara
kuantitatip tidak menonjol tetapi secara kualitatip sangat penting terutama di
dalam sistem imun yaitu membuat limfosit T.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada hematopoisis antara lain:
1. Asam amino : merupakan bahan dasar sel darah dan bila kekuranga bahan ini akan
mengakibatkan penurunan produksi hematopoisis.
2. Vitamin : misalnya Vit. B12 dan asam folat. Kekuranga vitamin ini dapat
menimbulkan anemia megaloblastik, karena terjadi gangguan sintesa
DNA
3. Mineral : zat besi sangat penting untuk sintesa hemoglobin, bila kekurangan zat
besi akan menimbulkan anemia hipokrom-mikrositik.
4. Hipoksia jaringan: keadaan ini akan merangsang pembentukan eritropoitin oleh ginjal
yang selanjutnya akan merangsang eritropoisis. Oleh karena itu, pada penderita
jantung atau paru yang mengakibatkan hipoksia jaringan kronik seperti, Tetralogi
Fallot, Chronic obstructive pulmonary diseases ( COPD ), kadar hemoglobinnya akan
lebih tinggi dari pada orang normal.
5. Hormon: hormon androgen, tiroid, kortikosteroid dan hormon pertumbuhan
merangsang eritropoisis. Sedangkan hormon estrogen menghambat eritropoisis.
6. Transfusi darah: transfusi darah dalam jumlah besar dapat menekan eritropoisis,
sebaliknya kehilangan darah akan merangsang eritropoisis sampai jumlah darah
kembali ke asal semula.
7. Faktor-faktor perangsang hematopoitik.
Tabel 1: Faktor-faktor perangsang hematopoisis

FAKTOR MERANGSANG SUMBER


M-CSF Monosit Endotel, Monosit,
GM-CSF Granulosit, Megakariosit, Eritrosit, SIH. Fibroblas.
G-CSF Granulosit, Makrofag, Endotel, Endotel, Limfosit T,
IL-3 Fibroblas. Fibroblas.
IL-4 Granulosit, Eritrosit, SIH. Endotel, Placenta, Monosit.
IL-5 Limfosit B, Limfosit T. Limfosit T.
IL-6 Limfosit B, CFU-Eo Limfosit T
Limfosit B, T, CFU-GEMM, BFU-E, Limfosit T
IL-7 Makrofag, Sel Neural, Hepatosit. Fibroblas, Lekosit, Epitel
IL-8 Limfosit B
IL-9 Limfosit T, Netrofil Lekosit
IL-11 BFU-E, CFU-GEMM Lekosit
Eritropoitin Limfosit B, T, CFU-GEMM, Makrofag Limfosit
CFU-E, BFU-E Makrofag
Ginjal, Hepar.
Keterangan:
G-CSF : Granulocyte Colony Stimulating Factor
GM : Granulocyte-Macrophage
IL : Interleukin
CFU : Colony Forming Unit
BFU : Burst Forming Unit

ERITROSIT
Sel eritrosit bermula dari CFU-E → Pronormoblas → Normoblas → Retikulosit → Eritrosit.
Fungsi eritrosit terutama untuk transportasi O2 dan CO2. Pendewasaan sel di dalam
sumsum tulang berlangsung sekitar 7 hari. Di dalam peredaran darah perifer umumnya
eritrosit tidak berinti dan retikulosit merupakan sel eritrosit termuda. Masa hidup eritrosit
setelah pelepasan dari sumsum tulang lebih kurang 120 hari. Eritrosit yang sudah tua diambil
dari sirkulasi dan dihancurkan oleh sel-sel retikulo-endotelial. Protein yang berasal dari
proses penghancuran ini dipecah menjadi asam amino yang selanjutnya dipergunakan lagi
atau mungkin mengalami deaminasi. Sedangkan zat besinya disimpan oleh tubuh atau
dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin, dan pigmen hemoglobin dikeluarkan melalui
saluran empedu sebagai bilirubin.
Pada orang dewasa hemoglobin terdiri atas :
• Hb A1 ( adult ) : 96 – 98 %
• Hb A2 : 0,8 – 3,8 %
• Hb F : 0,0 – 1,2 %

PERUBAHAN MORFOLOGI ERITROSIT


1. Kelainan kadar hemoglobin.
a. Normokrom adalah bentuk eritrosit yang di bagian tengahnya terlihat pucat
seluas 1/3 bagian tengahnya. Keadaan ini terlihat pada eritrosit normal.
b. Hipokrom adalah bila bagian tengah eritrosit yang terlihat pucat lebih luas
dari 1/3 bagian, keadaan ini dapat terlihat pada penurunan nilai MCH.
c. Anulosit bila bagian tengah eritrosit yang terlihat pucat sangat luas mirip
cicin. Eritrosit hipokrom maupun anulosit dapat dijumpai pada Anemia
kurang besi yang parah dan Thalassemia.
2. Kelainan ukuran.
a. Normositik adalah ukuran eritrosit normal kurang lebih sebesar inti limfosit
kecil.
b. Makrositik bila ukuran eritrosit lebih besar dari pada eritrosit normal.
Keadaan ini terlihat pada peningkatan nilai MCV. Eritrosit makrositik dapat
dijumpai pada Anemia megaloblastik, Retikulositosis, Penyakit hepar.
c. Mikrositik bila ukuran eritrosit lebih kecil dari pada eritrosit normal.
Keadaan ini terlihat pada penurunan nilai MCV. Eritrosit mikrositik dapat
dijumpai pada Anemia kurang besi, Thalassemia, Sferositosis heriditer.
d. Anisositosis bila ukuran eritrosit bervariasi ada yang besar, normal dan kecil.
Keadaan ini akan terlihat pada peningkatan nilai RDW (Red cells distribution
width) pada ‘autoanalyzer haematology’
3. Kelainan bentuk.
Dalam keadaan normal eritrosit berbentuk cakram-bikonkaf.
a. Poikilositosit bila bentuk eritrosit bervariasi.
b. Sferosit bila ukuran eritrosit lebih kecil, berbentuk lebih bulat dan lebih gelap
warnannya dari pada eritrosit normal ( seperti kelereng ) . sel demikian dapat
dijumpai pada Sferositosis heriditer dan Anemia hemolitik autoimun.
c. Schistosit atau fragmentosit adalah eritrosit yang berbentuk abnormal, bisa
berbentuk segitiga, ‘ boat cell ‘atau ‘ helmet cell ‘. Eritrosit yang demikian
dapat dijumpai pada Thalassemia, Hemolitik mikroangiopati, DIC (
Disseminated intravascular coagulation ).
d. Krenasi adalah bentuk eritrosit menyerupai buah durian. Keadaan ini
merupakan artefak karena pembuatan hapusan darah tidak segera kering.
e. Sel Burr adalah eritrosit menunjukkan tonjolan-tonjolan pendek. Eritrosit ini
dapat dijumpai pada Uremia dan Karsinomatosis.
f. Sel Tear drop adalah eritrosit yang berbentuk seperti tetesan air mata.
Eritrosit ini terdapat pada Mielofibrosis, Thalassemia.
g. Sel Target adalah eritrosit yang berbentuk seperti papan sasaran anak panah.
Terdapat pada Penyakit hati, Thalassemia, Penyakit HbC.
h. Sel Cerutu ( Cigar cell ) adalah eritrosit berbentuk cerutu. Terdapat pada
Anemia kurang besi.
4. Benda-benda Inklusi.
a. Benda Howell-Jolly adalah bentuk inklusi berwarna biru, tunggal atau ganda ,
biasanya terdapat ditepi eritrosit, berukuran 1 µ. Merupakan sisa inti eritrosit,
sering terlihat pasca splenektomi.
b. Benda Heinz bentuk inklusi terlihat refraktil berukuran 1 - 2 µ terletak ditepi
eritrosit, mudah dilihat pada pengecatan supravital dengan methyl-violet.
Berasal dari polimerisasi dan presipitasi molekul hemoglobin yang telah
mengalami denaturasi. Terdapat pada Defisiensi G-6PD, Hb F dan pasca
splenektomi.
c. Titik basofil atau Basofilic stippling, merupakan titik-titik berwarna pada
eritrosit. Terdapat pada Keracunan timah (Pb), Thalassemia.
5. Lain – lain
a. Fenomena Rouleaux adalah eritrosit beragregasi menyerupai susunan uang
logam, akibat pengaruh para protein di dalam darah. Keadaan ini terdapat pada
Mieloma multipel dan Waldenstorm’s disease.
b. Autoaglutinasi adalah gumpalan – gumpalan eritrosit yang terlihat pada
counting area hapusan darah. Keadaan ini terdapat pada Anemia hemolitik
autoimun.

LEKOSIT
Lekosit terbagi menjadi dua kelompok : fagosit ( granulosit , monosit ) dan limfosit.
Granulosit dibentuk di dalam sumsum tulang, sedangkan limfosit dibentuk di limpa dan
jaringan limfoid lainnya, tetapi sebagian kecil dibentuk di sumsum tulang.
Di dalam darah tepi dikenal 5 jenis lekosit yaitu:
1. Basofil
2. Eosinofil
3. Netrofil
4. Monosit
5. Limfosit
1. B A S O F I L
Di dalam tubuh terdapat dua macam basofil yaitu:
1.1.Basofil darah biasanya hanya ditulis basofil
Di dalam darah basofil hanyaterdapat ½ - 1 % dari jumlah lekosit seluruhnya, dan
jika hanya dihitung 100 lekosit kemungkinan besar belum akan terlihat satu
basofilpun. Pada peristiwa alergi granula basofil luluh dalam sel dan bahan-bahan
pencetus alergi yang terkadung di dalamnya keluar menembus membran dan
beredar dalam aliran darah.
Jumlah basofil meningkat (basofilia) antara lain terdapat pada :
• Lekemia mielositik kronik
• Polisitemia vera
• Mielofibrosis
1.2.Basofil jaringan ( Mastosit = Mast cells )
Mastosit berperan lebih besar dalam pencetusan alergi, karena pada
sitoplasmanya mengandung banyak granula yang kaya dengan pelbagai bahan
yang dapat mencetuskan reaksi alergi dari yang ringan sampai yang berat. Bahan
yang terkadung dalam granula basofil maupun mastosit antara lain:
1. Histamin (terutama), heparin, prostaglandin
2. SRS-A (slow reacting substance of anaphylactic)
3. NFC (Netrophyl chemotactic factor)
4. PAF (Platelet actifating factor)
5. ECF-A (Eosinophyl chemotactic factor of anaphylactic)
Membran mastosit sangat banyak mengandung reseptor IgE, dan membran tadi
terselubungi oleh lapisan IgE yang siap berikatan dengan suatu alergen tertentu
yang cocok. Jika terjadi ikatan antara alergen dengan IgE, mastosit mengadakan
reaksi dengan mengeluarkan granulanya. Di luar sel mastosit granula yang kaya
akan bahan-bahan tersebut pecah dan akan timbul reaksi alergi seperti asma
bronkeale, urtikaria, rinitis alergika, atau jika menyeluruh dapat terjadi syok
anafilaksis.
Seperti juga basofil, kehadiran mastosit bukan sengaja untuk menyiksa individu
dengan reaksi alerginya, tetapi juga berperan dalam metabolisme lemak dan
pembentukan serat kolagen.

2. E O S I N O F I L
Di dalam sirkulasi darah jumlah eosinofil berkisar 1 – 3% dari seluruh lekosit.
Jumlahnya meningkat pada keadaan alergi, penyakit Hodgkin, cacingan, lekemia
mielositik kronik (CML).
Eosinofil memegang peranan besar dalam meringankan reaksi alergi
dengan cara menetralkan bahan - bahan aktip yang dikeluarkan oleh mastosit.
Eosinofil juga mampu memfagosit granula mastosit yang keluar dari sel.
Kedatangan eosinofil ketempat alergi karena pengaruh ECF-A yang dikeluarkan oleh
mastosit.
Netralisasi tersebut terjadi karena eosinofil melepaskan granulanya ( degranulasi)
yang kaya dengan bahan-bahan aktip, seperti antihistamin, peroksidase,
aminopeptidase, plasminogen, antibradikinin.
Karena reksi alergi umumnya terjadi di dalam jaringan, maka ditempat tersebut terjadi
peningkatan eosinofil, demikian pula dalam cairan yang terbentuk karena adanya
reaksi alergi tersebut (ingus atau dahak pada rinitis alergika atau asma bronkeale).
Oleh karena eosinofil berfungsi di dalam jaringan maka keberadaannya di dalam
aliran darah boleh dikatakan hanya numpang lewat saja.
Mobilisasi eosinofil dari sumsum tulang ke tempat reaksi alergi dapat dilihat adanya
peningkatan jumlah eosinofil di darah tepi, dan bila reaksi alergi sudah hilang maka
jumlah eosinofilnya akan menjadi normal kembali.
Peningkatan eosinofil ( Eosinofilia ) antara lain terdapat pada:
• Infeksi parasit : Ankilostomiasis, Askariasis
• Penyakit alergi : Rinitis alergika, Asma, Urtikaria
• Keganasan : Limfoma, CML.

3. N E T R O F I L
Netrofil merupakan jenis lekosit yang terbanyak di dalam darah dan sumsum
tulang. Sebagai suatu sel yang fungsi utamanya untuk fagositosis, netrofil terutama
berfungsi di dalam jaringan, dan di dalam aliran darah dianggap sebagai dalam
perjalanan saja. Deret netrofil terdiri atas mieloblas, promielosit, mielosit,
metamielosit, batang dan segmen. Kemampuan berproliferasi hanya tedapat sampai
mielosit sedangkan maturasi sudah sempurna pada tahap batang dan segmen.
Pada keadaan normal di sirkulasi darah hanya ditemukan batang dan segmen,
sedangkan yang lebih muda terdapat dalam sumsum tulang. Dalam beberapa keadaan
di sirkulasi darah dapat ditemukan tahap yang lebih muda, disebut ‘shift to the left ‘.
Pada orang dewasa jumlah absolut netrofil dalam darah berkisar antara 2.500 – 7.000
/ uL dan dalam hitung jenis berkisar 50 -70 %.
Beberapa keadaan dapat meningkatkan jumlah netrofil ( netrofilia ) atau menurunkan
jumlah netrofil ( netropenia ) . Netropenia potensial berbahaya karena memudahkan
infeksi, sehingga pada netropenia yang berat memerlukan antibiotika dan isolasi
penderita.
Tabel 2. Beberapa penyebab netrofilia dan netropenia

Netrofilia terdapat pada Netropenia terdapat pada

Infeksi bakteri Anemia aplastik


Proses radang Post Radiasi
CML Hipersplenisme
Perdarahan mendadak Lupus eritrematosus
Postr splenektomi Artritis rematoid
Terapi kortikosteroid Terapi sitostatika
Kehamilan Penyakit virus
Pada beberapa keadaan bentuk netrofil dapat mengalami perubahan ukuran, bentuk
dan warna granulanya.
Netrofil berukuran besar seperti ‘ giant metamielosit ‘, ‘ giant stab ‘ atau bersegman
banyak ( > 5 lobi = hipersegmentasi ) terdapat pada anemia megaloblastik dan
prelekmia ( Myelodysplastic syndrome = MDS )
Di dalam sitoplasma netrofil jumlah granula dapat meningkat ( hipergranulasi )
seperti yang terdapat pada penyakit infeksi bakteri, tetapi jumlahnya juga dapat turun
( hipogranulasi) seperti yang terlihat pada MDS.

Tabel 3. Harga normal hitung jenis dan jumlah absolut lekosit

Hitung jenis Jumlah absolut

Rata - rata Rata-rata


Jumlah absolut / µL
Jenis sel Range (%) (%) jumlah absolut / µL
Eo 1-5 3 50 - 500 200
Ba 0-1 0,5 0 - 100 40
St 0-5 3 0 - 500 250
Seg 50 - 70 60 2.500 – 7.000 4.500
Ly 20 - 40 30 1.000 – 4.000 3.000
Mo 1-6 4 50 - 600 300

4. M O N O S I T
Deret monosit terdiri dari monoblas → promonosit → monosit → makrofag.
Monoblas dan promonosit terdapat di dalam sumsum tulang, monosit di dalam
sirkulasi darah dan makrofag di dalam jaringan seluruh tubuh.
Pada setiap jaringan tubuh makrofag mempunyai nama yang berbeda, seperti di
dalam:
Hati → Kupffer cell
Limpa → Reticulum scell
Tulang → Osteoclast
Jaringanikat → Histiocyte
Paru - paru → Alveolar macrophage
Sumsum tulang → Macrophage
Otak → Microglia
Dalam hematologi biasanya digunakan nama makrofag untuk keseluruhannya, kecuali
pada beberapa penyakit seperti malignant histiocytosis, retculum cell leukemia.
Fungsi makrofag:
1. Sebagai fagosit
2. Sebagai sel penyantun dalam perkembangan eritrosit membentuk ‘
erythroblastic island ‘, dan dalam perkembangan sel plasma membentuk ‘
plasmacytic island ‘.
3. Berperan dalam proses imunologi
Monositosis antara lain terdapat pada:
• Malaria
• Lekemia monositik akut
• Subacute bacterial endocarditis
• Tuberkulosa aktip
• Myelodysplastic Syndrome

4. L I M F O S I T
Limfosit dibagi menjadi limfosit T dan limfosit B, yang sangat berbeda fungsinya
dalam proses imunologi, tetapi berkaitan erat.
Sebagian besar limfosit di darah tepi adalah limfosit T yang berciri:
• Terdiri atas limfosit kecil
• Berumur panjang ( bulan sampai tahun )
• Mengalami resirkulasi berulang
• Dengan rangsangan antigen akan mengalami transformasi imunoblastik
menjadi limfosit atipik.
Limfosit B merupakan kira - kira 15 – 20% dari jumlah limfosit dalam darah dan
terutama termasuk limfosit yang berumur pendek. Bila limfosit B mendapat
rangsangan antigen, dia akan berubah menjadi sel Plasma guna membuat antibodi.
Limfositosis antara lain terdapat pada :
• Anak-anak, dalam keadaan normal jumlah limfosit lebih tinggi dibanding
orang dewasa.
• Infeksi virus ( Hepatitis, Morbilli, Influenza )
• Setelah vaksinasi
Pada infeksi virus, dapat terjadi perubahan morfologi limfosit menjadi limfosit atipik
( limfosit plasma biru ).
Limfopenia jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari, kecuali pada penderita yang
mendapat pengobatan dengan kortikisteroid.
Di luar hal tersebut, limfopenia dapat timbul pada beberapa penyakit / keadaan yang
disebut ‘ immunodeficiency states ‘ baik bawaan seperti DiGeorge Syndrome dan
Wiscott Aldrich Syndrome, maupun didapat seperti Acquired Immunodeficiency
Syndrome ( AIDS ).

TROMBOSIT
Bermula dari SIH-Meg → Megakarioblas → Promegakariosit → Megakariosit →
Trombosit.
Megakarioblas tidak memiliki daya ‘ self renewal ‘, karena sel ini akan terus berkembang
menjadi dewasa untuk dapat menghasilkan trombosit. Untuk menjaga kontinuitas
pembentukan trombosit, maka megakarioblas baru akan selalu dipasok oleh SIH-Meg dari
‘stem cell compatment ‘.
Pada proses maturasi megakariosit, inti sel mengalami endomitosis yaitu suatu proses
dimana terjadi reduplikasi unsur inti (kromosom) tetapi tidak diikuti pembelahan inti sel,
sehingga semakin banyak terjadi endomitosis ukuran inti sel semakin besar dan mengandung
kromosom poliploid. Secara serial endomitosis akan menghasilkan serial ploidi kromosom
(‘nuclear number = N) mulai dari 2N (diploid) , 4N, 8N, 16N, 32N (poliploid) kadang-kadang
sampai 64N.
Bersamaan dengan proses endomitosis tersebut akan diikuti proses maturasi sitoplasma
yang ditandai oleh peningkatan jumlah sitoplasma, warna sitoplasma dari biru berubah
menjadi pink dan tampak bergranula.. Pada sitoplasma tersebut juga terbentuk ‘ demarcation
zone ‘ yang tersebar kuas, dimana semakin tinggi ploidi inti sel (sering endomitosis) semakin
banyak jumlah ‘ demarcation zone ‘ yang selanjutnya akan berubah menjadi dinding sel yang
mebagi-bagi sitoplasma megakariosit untuk membentuk sel trombosit yang kemudian
dimasukkan kedalam sirkulasi untuk hidup selama sekitar 10 hari. Jadi sebenarnya sel
trombosit adalah merupakan potongan-potongan dari sitoplasma megakariosit.
Didalam sel trombosit antara lain terdapat zat-zat seperti ADP (Adenosine diphosphate),
faktor Von Willebrand, PF3 (Platelet factor 3) yang berguna untuk fungsi trombosit dalam
proses hemostasis ( penghentian perdarahan).
Reaksi trombosit bila terjadi perlukaan pada pembuluh darah adalah:
• Trombosit akan melekat pada jaringan subendotel (kolagen) diperantarai oleh
faktor von Willebrand, karena sel trombosit mempunyai daya adhesi dimana
trombosit akan melekat bila bersentuhan dengan jaringan selain endotel.
• Trombosit tersebut akan mengeluarkan ADP dan akan merangsang trombosit
saling melekat satu dengan yang lain membentuk ‘primary plug’ atau sumbat
trombosit.
• Trombosit mengeluarkan PF3 yang ikut berperan dalam proses koagulasi.
Dalam keadaan normal di dalam darah jumlah trombosit 150.000 – 400.000 / µL.
Trombositopenia bila jumlah trombosit tersebut kurang dari 150.000 / µL
Trombositopenia dapat terjadi pada keadaan berikut ini:
❖ Gangguan produksi
• Anemia aplastik
• Lekemia akut
• Myelodysplasia
• Kemoterapi
• Radiasi
• Infeksi Virus, mis. Hepatitis B
❖ Immune mediated
• ITP ( Idiopathic Thrombocytopenic Purpura )
• SLE ( Systemis lupus erythematosus )
• CLL, Limfoma
• Obat-obatan mis. Methyldopa, Quinine, Sulfa.
❖ Splenic sequestration
Pada splenomegali dapat terjadi hipersplenisme dimana terjadi
peningkatan aktifitas perusakan komponen seluler darah yang juga akan
menimbulkan trombositopenia, tetapi penurunan jumlah trombosit jarang
kurang dari 50.000 / µL.
Trombositosis bila di dalam darah jumlah trombosit lebih 600.000 / µL.

INDEKS ERITROSIT
Nilai hematokrit
1. Mean Cospuscular volume (MCV) = x 10 fl
Jumlah eritrosit (juta)

Nilai normal : 80 - 94 fl, bila lebih besar dari nilai normal disebut makrositik, lebih
kecil dari nilai normal disebut mikrositik
Nilai hemoglobin
2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = x 10 pg
Jumlah eritrosit (juta)

Nilai normal : 26 - 32 pg, lebih kecil dari nilai normal disebut hipokrom
Nilai hemoglobin
3. MCHC = x 100 g/L
Nilai hematokrit

Nilai normal : 30 - 36 % g/L, lebih kecil dari nilai normal disebut hipokrom
MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

Kepustakaan :
1. Bain B.J.; Leukaemia Diagnosis, 2nd Ed , Blackwell Science, United Kingdom, 1999.
2. Lichtman.M.A et al ; Williams Manual of Hematology, 6th Ed, Mc Graw-Hill,
Singapore, 2003.
3. Mazza J.J ; Manual of Clinical Hematology, 2nd Ed, Little, Brown and Company,
Boston, 2002.
4. Setiawan.L, Dharma. R ; Gamopati monoclonal. In Wirawan R , editor. Kumpulan
Ekspertis, Departemen Patologi Klinik FKUI 2005, p 15.
5. Pine J.W Jr Edit.: Wintrobe’s Clinical Hematology, 10th Ed, William & Wilkins,
Baltimore, Maryland, 1999.

Anda mungkin juga menyukai