Anda di halaman 1dari 3

ANANDA PUTRI / 10518693 / 1PA24

Psikologi
Secara etimologis, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu psychē  "ψυχή" yang
berarti jiwa dan -logia "-λογί" yang berarti ilmu. Sehingga secara harfiah, psikologi dapat
diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa (Alex Sobur, 2016: 21).

Wilhelm Wundt (1832-1920), seorang dokter yang pertama kali mendirikan


laboratorium psikologi di Leipzig (Jerman) pada 1879, dalam bukunya Devidof mengatakan
bahwa “Psychology is the science of human consciousness” (Psikologi adalah ilmu tentang
kesadaran manusia). Lalu dalam perkembangannya, muncul beragam pendapat para ahli lainnya
mengenai apa itu psikologi. Rentangan makna psikologi dalam berbagai perspektif ditunjukkan
secara jelas pada definisi-definisi berikut ini:

1. Ernest Hilgert (1957) dalam bukunya Introduction to Psychology:


“Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other
animal” (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan
lainnya).
2. George A. Miller (1974: 4) dalam bukunya Psychology and Communication:
“Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and
behavioral events” (Psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan
mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
3. Clifford T. Morgan (1961: 2) dalam bukunya Introduction to Psychology:
“Psychology is the science of human and animal behavior” (Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
4. Robert S. Woodworth dan Marquis D.G. (1957: 7) dalam bukunya Psychology:
“Psychology is the scientific studies of individual activities relation to the environment”
(Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu
dalam hubungannya dengan alam sekitarnya).

Dari beberapa definisi tersebut, pada dasarnya, psikologi itu menyentuh banyak bidang
kehidupan dari organisme, baik manusia maupun hewan. Psikologi dalam kaitan ini
berhubungan dengan penyelidikan mengenai bagaimana dan mengapa organisme-organisme
tersebut melakukan sesuatu (Alex Sobur, 2016: 32-33).

Lalu, bagaimana psikologi menurut sudut pandang pribadi? Mengingat arti kata dari
psikologi adalah ilmu jiwa, maka saya memunculkan sebuah pendapat bahwa psikologi adalah
suatu ilmu yang mengkaji segala tentang jiwa beserta gejala-gejala kejiwaannya melalui
tingkah laku yang disampaikan individu. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan objek
kajian ilmu ini bersifat abstrak dan sangat sulit dikenali secara kasat mata, jadi kita hanya
mampu mempelajari jiwa melalui gejala-gejala yang disampaikannya dalam bentuk tingkah
laku, meskipun tidak sepenuhnya tingkah laku tersebut mampu menggambarkan jiwa secara
keseluruhan.
Psikologi Gestalt

Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris berarti form, shape,
configuration, whole (Fauzi, 1997: 26); dalam bahasa Indonesia berarti “bentuk”, “konfigurasi”,
“hal”, “peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau “bentuk keseluruhan” (Dirgagunarsa, 1996: 86;
Sarwono, 1997: 82). Istilah Gestalt tetap digunakan sebagaimana adanya dalam bahasa Jerman
oleh kalangan para ahli psikologi baik di luar negeri maupun di Indonesia karena tidak ada
penerjemahan yang mampu menggambarkan arti yang sesungguhnya dari istilah Gestalt itu
sendiri (Alex Sobur, 2016: 104).

Max Wertheimer (1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), dan Wolfgang Köhler


(1887-1961) adalah pelopor aliran psikologi gestalt yang mengkritik aliran psikologi yang
berlaku di Jerman sebelumnya, mereka sepakat menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh (gestalt).
Setelah mereka, banyak ahli psikologi yang mencoba mengungkapkan pendapat mereka
mengenai definisi psikologi gestalt, antara lain:
1. Snelbecker (1974: 58-59) menyatakan bahwa psikologi gestalt adalah aliran psikologi
yang berfokus pada keseluruhan, bukanlah gabungan.
2. Kartono dan Gulo (1987: 190) menyatakan bahwa psikologi gestalt adalah aliran
psikologi yang terutama memberi perhatian pada proses-proses persepsi, di mana pokok
pikirannya yang utama adalah bahwa suatu keseluruhan adalah lebih besar daripada
penjumlahan bagian-bagiannya.
3. Danim dan Khairil (2010: 33) menyatakan bahwa psikologi gestalt adalah salah satu
aliran psikologi yang memiliki gagasan bahwa manusia mengalami hal-hal sebagai
keseluruhan yang bersatu.

Dari beberapa ahli yang mengungkapkan pendapatnya, dapat ditarik titik tengah definisi
yang mewakili apa itu psikologi gestalt, yakni aliran psikologi yang fokus mempelajari objeknya
secara keseluruhan.

Dilihat dari terjemahan kata gestalt dalam bahasa Indonesia yang bisa berarti “bentuk”,
“totalitas”, “peristiwa”, “konfigurasi”, juga “bentuk keseluruhan”, maka saya berpendapat bahwa
psikologi gestalt adalah salah satu aliran ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala
kejiwaannya secara menyeluruh dengan mempersepsikannya sebagai kesatuan bentuk
yang utuh. Umumnya, individu memang memandang sesuatu secara keseluruhan dahulu baru
kemudian memerhatikan detail khususnya. Hal ini menimbulkan adanya persepsi melalui
kesatuan bentuk yang utuh dan menyeluruh dimana proses persepsi keseluruhan tersebutlah yang
menjadi fokus utama psikologi gestalt.
Psikologi Fungsional

Kata fungsional dikembangkan dari kata fungsi yang berarti kegunaan dari sesuatu.
Sedangkan fungsionalisme sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
doktrin atau ajaran yang menekankan manfaat kepraktisan atau hubungan fungsional. Disebutkan
pula bahwa fungsionalisme (functional psychology) adalah suatu tendensi dalam psikologi yang
menyatakan bahwa pikiran, proses mental, proses indriawi, dan emosi adalah adaptasi organisme
biologis (Ash-Shadr, 1993: 259-260).

Beberapa definisi mengenai apa itu psikologi fungsionalisme menurut beberapa tokoh
pendukung aliran ini, antara lain:
1. William James (1842-1910) dalam bukunya, Pragmatism, menuliskan bahwa semua
tingkah laku manusia dengan unsur-unsur pengalamannya sangat bergantung pada
fungsi yang diakibatkannya.
2. James Rowland Angell (1869-1949) dalam papernya, The Province of Functional
Psychology, menjelaskan tiga macam pandangannya terhadap psikologi fungsional, yaitu:
1) Fungsionalisme adalah psikologi tentang mental operation sebagai lawan dari
psikologi tentang elemen-elemen mental (elementisme).
2) Fungsionalisme adalah psikologi tentang kegunaan dasar dari kesadaran, yang jiwa
merupakan perantara antara kebutuhan-kebutuhan organisme dan lingkungannya,
khususnya dalam keadaan “emergency” (teori “emergency” dari kesadaran).
3) Fungsionalisme adalah psikofisik, yaitu psikologi tentang keseluruhan organisme
yang terdiri atas jiwa dan badan. Oleh karena itu, ia menyangkut juga hal-hal dibalik
kesadaran, seperti kebiasaan, tingkah laku yang setengah disadari, dan sebagainya.
3. John Dewey (1859-1952) berpendapat bahwa segala pemikiran dan perbuatan harus
selalu mempunyai tujuan.
4. James MC Keen Cattel (1866-1944) mengusung teori mengenai kebebasan dalam mempelajari
tingkah laku. Ia mempunyai dua pandangan mengenai aliran fungsionalisme, yaitu:
1) Fungsionalisme tidak perlu menganut paham dualisme karena manusia dianggap
sebagai keseluruhan yang merupakan suatu kesatuan.
2) Fungsionalisme tidak perlu deskriptif dalam mempelajari tingkah laku, karena yang
penting adalah fungsi tingkah laku. Sehingga yang harus dipelajari adalah hubungan
(korelasi) antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya.

Berdasarkan arti kata fungsi yaitu kegunaan dari sesuatu, maka saya menyimpulkan
sebuah pendapat mengenai psikologi fungsional, yaitu salah satu aliran ilmu jiwa yang fokus
kajiannya mengenai kegunaan dari perilaku individu yang ditimbulkan oleh adanya gejala-
gejala kejiwaan. Fungsionalisme ini lebih menekankan pada aksi dari gejala psikis dan jiwa
seseorang yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk penyesuaian
diri psikis dan sosial. Jadi pada intinya, fungsionalisme ini menaruh minat pada tujuan atau akhir
dari segala aktivitas kejiwaan individu.

Anda mungkin juga menyukai