Anda di halaman 1dari 24

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA 2

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019

MODUL : Freeze Drying

PEMBIMBING : Ir. Rintis Manfaati,S.T.,M.T.

Praktikum : 27 Maret 2018

Penyerahan (Laporan) : 03 April 2018

Oleh :

Kelompok :3

Nama : 1. Anti Sukmawati NIM. 161411067

2. Arijan V Tarigan NIM. 161411068

3. Brigita Grace M K NIM. 161411070

4. Vini Rahma Insani NIM. 161411095

Kelas : 2C-TKI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena
dengan izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
lancar. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Praktikum Laboratorium Teknik Kimia 2 pada semester empat jurusan Teknik
Kimia program studi D-III Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung. Adapun
judul dari laporan ini adalah “Laporan Praktikum Freeze Drying”.
Dalam menyusun laporan ini, penulis memperoleh banyak bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ir. Rintis Manfaati selaku dosen Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung
yang telah membimbing penulis dalam menyusun laporan ini.
2. Seluruh rekan di kelas 2C-TKI yang telah membantu dan memberikan
arahan untuk penyusunan laporan ini.
3. Orang tua yang telah memberikan dorongan moril dalam kelancaran
penyusunan laporan ini.
4. Semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberikan arahan
dalam penyusunan laporan ini.
Semoga bantuan dan bimbingan serta dorongan dibalas oleh Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak agar
penulis dapat memperbaiki dan meningkatkan kemampuan diri di masa yang akan
datang.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan
menambah pengetahuan umumnya bagi keluarga besar Politeknik Negeri
Bandung.

Bandung, 14 Maret 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeringan beku, dikenal juga sebagai liofilisasi,banyak digunakan untuk
pengeringan obat-obatan untuk meningkatkan stabilitas dan penyimpanan obat
dalam jangka Panjang.Pengeringan beku memiliki peran penting dalam
teknologi proses pembuatan produk farmasi dengan memungkinkan
pengeringan obat sensitive terhadap panas dan biologi pada suhu rendah di
bawah kondisi yang memungkinkan penghilangan air dengan sublimasi,atau
perubahan fase dari padat ke uap tanpa melewati cair.Aplikasi umum
pengeringan beku produk farmasi adalah pada produksi sediaan bahan injeksi.
1.2 Tujuan
1. Memahami fungsi alat pengering beku (freeze drying).
2. Memahami mekanisme operasi alat pengering beku secara benar dan aman.
3. Mengetahui komponen utama alat pengering beku.
4. Mengetahui cara menghitung kandungan air selama proses pengeringan
beku berlangsung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk menurunkan


kandungan air yang terdapat didalam suatu bahan (Trayball 1981).
Sedangkan menurut Hall (1957) proses pengeringan adalah proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sahingga
dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat biologis dan
kimia sebelum bahan diolah (digunakan). Menurut Brooker, Bakker dan
Hall (1974) Kadar air keseimbangan dipengaruhi oleh kecepatan aliran
udara dalam ruang pengering, suhu dan kelembaban udara, jenis bahan
yang dikeringkan dan tingkat kematangan.

Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara


ini dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dengan
mengalirkan udara panas di sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air
bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara. Perbedaan tekanan
ini menyebabkan terjadinya aliran uap dari bahan ke udara.

Menurut Earle (1969), faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan


adalah

a) Laju pemanasan waktu energi (panas) dipindahkan pada bahan.


b) Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap puond
(lb) air.
c) Suhu maksimum pada bahan.
d) Tekanan pada saat terjadinya penguapan.
e) Perubahan lain yang mungkin terjadi di dalam bahan selama
proses penguapan berlangsung.
2.1.2 Pengertian Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Pengeringan Beku ini merupakan salah satu cara dalam
pengeringan bahan pangan. Pada cara pengeringan ini semua bahan
pada awalnya dibekukan, kemudian diperlakukan dengan suatu proses
pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es ini
yang terbentuk Selma tahap pembekuan, menyublim jika dipanaskan
pada tekanan hampa yaitu berubah secara langsung dari es menjadi uap
air tanpa melewati fase cair. Ini akan menghasilkan produk yang
bersifat porous dengan perubahan yang sangat kecil terhadap ukuran
dan bentuk bahan aslinya. Karena panas yang digunakan sedikit, maka
kerusakan karena panas juga kecil dibandingkan dengan cara-cara
pengeringan lainnya. Produk yang bersifat porous dapat direhidrasi
dengan cepat didalam air dingin (Gaman dan Sherrington, 1981).
Dalam pengeringan beku, perpindahan panas ke daerah
pengeringan dapat dilakukan oleh konduksi atau pemancaran atau oleh
gabungan kedua cara ini. Pengawasan laju pindah panas sangat penting
adalah perlu untuk menghindari pencairan es dan dengan demikian laju
pindah panas harus cukup rendah untuk menjamin hal ini. Selain itu ,
untuk melakukan proses pengeringan dalam waktu yang masuk akal,
laju pindah panas haruslah setinggi mungkin. Unutk mencapai
pengeringan yang aman, perhatian yang utama ditujukan dalam
perencanaan peralatan pengeringan beku dan efisien. Faktor lain yang
perlu diperhatian bahwa suhu permukan tidak boleh sedemikian tinggi
karena akan menyebabkan kerusakan bahan pangan pada
permukaannya (Earle, 1969).
Pengertian lainnya tentang pengeringan beku, air dihilangkan
dengan mengubahnya dari bentuk beku (es) ke bentuk gas (uap air)
tanpa melalui fase cair-fase yang disebut sublimasi. Pengeringan beku
dilakukan dalam hampa udara dan suhu sangat rendah. Pengeringan
beku ini menghasilkan produk terbaik, terutama karena pangan tidak
kehilangan banyak aroma dan rasa atau nilai gizi. Namun, proses ini
mahal karena memerlukan suhu rendah maupun tinggi dan keadaan
hampa udara. Penggunaan cara ini hanya dibenarkan jika panga sangat
peka terhadap panas, dan produk yang diperoleh harus memenuhi
standar gizi yang tinggi (WHO, 1988).

2.1.3 Titik Triple Air


Pada titik teripel air, ditemukan air terdapat dalam tiga bentuk
yaitu cairan, padat, dan uap. Titik potong dari ketiga garis batas fase
tersebut seperti terlihat pada Gambar, dan titik potong ini disebut titik
tripel.

Pada suhu 320F dan tekanan sebesar 4,7 mm air raksa, air berada
dalam kondisi yang demikian. Jika dikehendaki agar supaya molekul-
molekul air berpindah dari fase padat ke fase uap tanpa melalui fase air,
maka akan kelihatan dari diagram bahwa 4,7 mm adalah merupakan
tekanan maksimum unutk terjadinya kondisi tersebut, dan terdapat suatu
rentang suhu yang dapat memenuhinya (Desrosier, 1988).
Pada tekanan diatas 4,7 mm dapat terjadi fase cair. Dengan jalan
menurunkan tekanan menjadi 5 mm maka akan terjadi pendidihan. Blair
telah menemukan bahwa pada tekanan 4 mm dapat terjadi pembusaan
pada beberapa substrat cair, dan pembusaan ini dapat dikendalikan. Pada
tekanan 4 mm biasanya suatu bahan panagn telah berada dibawah titik
tripelnya dan umumnya proses-proses dehidrasi beku dirancang pada
tekanan ini atau lebih rendah (Desrosier, 1988).
a. Perbedaan Dehidrasi Konvensional dan Dehidrasi Beku
Dengan pengendalian suhu dan tekanan yang memadai, dapat
dihasilkan bahan pangan kering yang santa baik, termasuk daging.
Sifat- sifat rehirasi, retensi zat gizi, warna, cita rasa, dan tekstur dari
produk yang dikeringkan dengan benar menunjukkan bahwa aplikasi
proses dapat menjadi luas dimasa mendatang.
Pengembangan perlatan pengeringan beku kontinu akan dapat
mempercepat penyebarluasan aplikasi tenik baru ini. Untuk angkatan
darta sudah dapat diproduksi dengan benar dan baik, makanan praolah
kering beku yang memiliki semua kualitas makanan olahan yang
diolah lagsung dari bahan yang segar (Desrosier, 1988).
Perbedaan dehidrasi beku dan konvesional dapat dilihat pada table
berikut :
DEHIDRASI KONVENSIONAL DEHIDRASI BEKU
Berhasil baik bagi bahan pangan yang Berhasil baik bagi kebanyakan bahan
mudah dikeringkan, misalnya buah- pangan. Berhasil baik terhadap produk-
buahan. Umumnya daging tidak produk hewan yang dimasak atau
memuaskan mentah
Umumnya suhu yang digunakan 1000F Suhu yang digunakan cukup rendah
dan 2000F Biasanya pada tekanan unutk mencegah pencairan
atmosfer
Waktu pengeringan pendek, biasanya Waktu pengeringan umumnya antara 12
kurang dari 12 jam Penguapan air dari dan 24 jam
permukaan bahan pangan
Densitas lebih tinggi dari bahn pangan Densitas lebih rendah dari pada bahan
yang asli pangan yang asli
Biasanya warna lebih gelap Hilangnya air melalui sublimasi dari
perbatasan zona kristal-kristal es yang
abadi

Cita rasa abnormal Bau asli


Warna asli
Rehidrasi dapat cepat, sempurna
Citarasa asli
Stabilitas penyimpanan sangat baik
Stabilitas penyimpanan baik, cenderung Pengolahan tidak kontinu
menjadi gelap dan tengik

2.1.4 Metode Freeze Drying


Dari semua metode tersebut, salah satu metode pengeringan
yang dianggap paling baik saat ini adalah metode freeze drying atau
yang lebih dikenal dengan nama metode pengeringan beku. Metode ini
juga dikenal dengan berbagai nama seperti metode lyophilisation,
lyophilization dan cryodesiccation.
Liofilisasi adalah solusi farmasi untuk menghasilkan sebuah
produk bubuk yang stabil. Metode ini telah menjadi standar praktek
dalam memproduksi produk sediaan suntik di pasaran. Liofilisasi
dilakukan dibawah triple point untuk mengaktifkan konversi es menjadi
uap, tanpa memasuki fasa cair (sublimasi).
Untuk mendapatkan produk yang baik dengan metode Frezee
drying ini membutuhkan peralatan khusus yang disebut sebagai Freeze
Dryer. Freeze dryer merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk
ke dalam Conduction Dryer/Indirect Dryer karena proses perpindahan
terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan yang akan dikeringkan
(bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding pembatas sehingga
air dalam bahan basah / lembab yang menguap tidak terbawa bersama
media pemanas. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan panas terjadi
secara hantaran (konduksi).
Adapun tahapan-tahapan yang terjadi di dalam mesin freeze dryer, sebagai
berikut :

 Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya


dibekukan terlebi dahulu.
 Vacuum : Setelah beku, produk ini ditempatkan di bawah
vakum. Hal ini memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk
menguap tanpa melalui fase cair, proses yang dikenal sebagai
sublimasi.
 Pemanasan : Panas diterapkan pada produk beku untuk
mempercepat sublimasi.
 Kondensasi : Kondensor dengan suhu rendah akan menghapus
pelarut yang menguap di ruang vakum dengan mengubahnya
kembali ke padat.

Keunggulan produk dengan menggunakan metode pengeringan


beku dibandingkan metode lainnya, antara lain adalah:

 Produk yang dihasilkan akan menjadi lebih stabil kualitasnya (tidak


terjadi perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lainnya)
 Struktur bahan di dalam produk tetap stabil (tidak terjadi
pengkerutan atau perubahan bentuk pada struktur bahan)
 Daya rehidrasi produk meningkat (dengan hasil pengeringan yang
sangat berongga dan lyophile sehingga daya rehidrasi sangat tinggi
dan dapat kembali kesifat fisiologis, organoleptik dan bentuk fisik
yang hampir sama dengan sebelum pengeringan).

Desain Alat Pengering Beku Secara Skematis

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat yang digunakan


Skema peralatan praktikum untuk pengeringan beku di
Laboratorium Teknologi Pangan adalah sebagaimana ditunjukan
gambar
3.1. Peralatan tersebut terdiri atas wadah/bejana pengering ( D1 ), ruang
kondenser ( TW1 ), pompa vakum ( G1 ), refrigerator dilengkapi
kompresor ( P1 ) dan pemanas ( J1 ), dilengkapi dengan termometer
pengukur suhu bejana tempat bahan yang akan dikeringkan ( TB ), suhu
kondensor ( TW1 ) dan suhu refrigerant ( TW2 ).
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Freeze Drying
Keterangan:
 TW1 : Suhu condenser untuk mengkondensasikan uap air hasil sublimasi
bahan yang dikerjakan
 TW2 : Suhu refrigerant keluar dari kompresor.
 TB : Suhu wadah bahan yang akan dikeringkan.
 D1 : Wadah tempat bahan yang akan dikeringkan.
 V1 : Valve untuk pengeluaran air hasil kondensasi.
 V2 : Valve pengaturan tekanan vakum.
3.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah Naga.
3.2 Prosedur Kerja
a. Tahap Persiapan Bahan

Memotong apel menjadi ukuran kecil, ± 1 cm x 0,8 cm x 1 cm


dengan berat total kurang lebih 5 gram. Tempatkan di kaca arloji

Memasukan bahan yang akan dikeringkan ke dalam freezer. Tunggu


sampai membeku sekurang – kurangnya 4 – 6 jam.

b. Operasional Freeze Drying

Menutup valve V1 dan membuka valve V2

Menyalakan panel listrik pada alat pengering dengan menaikan saklar dan memijit tombol STAR

Menyalakan Kompresor P1 dengan memutar saklar ke posisi


I.Tunggu hinga TW1 (suhu condenser) -30oC.

Memasukan bahan yang sudah beku ke dalam reakor D1. Kemudian


nyalakan pompa vakum G1 dengan memutar saklar ke posisi I

Menutup valve V2 secara perlahan hingga tekanan terbaca 1 mBar

dengan memutar saklar ke posisi I dan atur dalam skala yang diinginkan. Hentikan pemanasan setelah ± 1 menit agar suhu ti
menit.
c. Mengukur Kadar Air Bahan Setiap 30 Menit Periode Pengeringan

Menghilangkan tekanan vakum dengan cara membuka valve V2


secara perlahan sampai penuh dan matikan pompa vakum G1.

Mengeluarkan bahan dari reactor D1, kemudian timbang bahan yang


dikeringkan dan catat beratnya.

ali bahan ke dalam reactor D1, kemudian nyalakan kembali pompa vakum G1 dan tutup valve V2 secara perlahan ke tekana
menit dan atur pemanas jika dibutuhkan.

3.3 Keselamatan Kerja


1. Hati-hati dalam menyambungkan kabel ke aliran listrik, usahakan tangan
dalam kondisi kering dan gunakan sandal.
2. Panas Pengering tidak boleh tinggi dan harus terus dikontrol kenaikannya.
3. Mematikan Vakum saat akan dilakukan pengecekan.
4. Bekerja sesuai prosedur kerja.
BAB IV
DATA PENGAMATAN dan PEMBAHASAN
4.1 DATA PENGAMATAN

A. Pengamatan kuantitatif
Kondisi operasi 1
 Suhu kondensor = -35 oC
 Suhu wadah bahan = 27,5 oC
 Suhu kompressor = 22,2 oC
 Tekanan vakum = 0,22 mbar
 Waktu proses = 30 menit

Sampel Berat bersih (gram)


t = 0 menit t = 30 menit
1 12,7307 10,0624
2 9,6804 6,4814
3 8,1382 5,4560
4 9,1344 6,7095
5 11,3644 7,9378

Kandungan air yang hilang = Berat awal (t = 0 menit) – berat akhir (t = 30


menit)

 Sampel 1
(12,7307 - 10,0624) gram = 2,6683 gram

 Sampel 2
(9,6804 - 6,4814) gram = 3,1990 gram

 Sampel 3
(8,1382 - 5,4560) gram = 2,6822 gram

 Sampel 4
(9,1344 - 6,7095) gram = 2,4249 gram

 Sampel 5
(11,3644 - 7,9378) gram = 3,4266 gram
Diagram Balok kadar air dalam sampel
60

50
Kadar Air (%) 49.35662048 49.16055718
40 43.16813223
36.1412922
30

26.51753061
20

10

0
sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5

4.2 PEMBAHASAN
 Oleh Anti Sukmawati (161411067)
Pada praktikum kali ini yaitu praktikum Freeze draying
memanfaatkan titik triple air dalam prosesnya. Menggunakan
proses sublimasi, sehingga fasa padat bahan (bahan yang
dibekukan) dapat langsung menyublim menjadi fasa gas (dalam hal
ini Uap Air). Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat
memahami fungsi alat pengering beku (freeze drying), memahami
mekanisme operasi alat pengering beku secara benar dan aman,
mengetahui komponen utama alat pengering beku serta dapat
mengetahui cara menghitung kandungan air selama proses
pengeringan beku berlangsung dengan menggunakan buah Naga
sebagai bahan yang akan di Ujinya.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa buah
yang akan dikeringkan haruslah dipotong-potong terlebih dahulu
supaya luas permukaan buah yang akan berkontak dengan udara
kering semakin besar dan hal ini akan mempercepat proses
pengeringan. Pada praktikum kali ini praktikan menggunakan
variasi berat dimana didapatkan hubungan yang berbanding
terbalik antara berat dengan kandungan air yang hilang pada
sampel yang digunakan, semakin sedikit sampel yang digunakan
semakin banyak
kandungan air yang akan hilang. Hal ini ditunjukan oleh diagram
balok pada pengolahan data.
Dalam praktikum ini juga diperoleh pengamatan
organoleptik yang menyatakan bahwa perbandingan rasa dan
warna setelah dan sesudah praktikum berbeda jauh. Jika sebelum
praktikum rasa buah naga lebh segar dan sedikit tawar serta
warnanya (ungu) yang lebih cerah tetapi setelah dikeringkan rasa
buah naga kurang begitu segar tetapi lebih manis dan teksturnya
lebih kenyal serta warnanya menjadi lebih gelap, hal ini
dikarenakan karena kandungan air dalam buah naga tersebut telah
berkurang karena proses pengeringan yang melibatkan proses
pengeringan primer dan sekunder. Berdasarkan literatur yang ada,
buah naga segar mengadung air sebanyak 90% hal ini
memungkinkan proses pengeringan yang membutuhkan tekanan
vakum ekstra ≤ 0,0061 mbar sedangkan pada saat praktikum
kondisi vakum yang berhasil dicapai hanya 0,22 mbar. Hal ini
dinyatakan dalam diagram 3 fasa yang menunjukan titik vakum
maksimum untuk proses pengeringan freeze drying.

Gambar 1. Diagram 3 fasa


(Sumber: http://blog.johnmorris.com.au/freeze-drying-and-
vacuum concentration-rvc/)
 Oleh Arijan V Tarigan (161411068)
Praktikum yang dilakukan pada percobaan ini adalah freeze
drying yang merupakan proses pengeringan dimana bahan akan
dikeringankan dari fasa padat dan langsung ke fasa uap tanpa
melewati fasa cair.Dalam praktikum ini kita menggunakan buah
naga untuk dikeringkan.Pemilihan bahan untuk dikeringkan yaitu
bahan jangan memiliki kandungan air yang terlalu tinggi supaya
pengeringan dapat dilakukan dengan optimum.Dalam percobaan
ini kita menggunakan variasi berat pada buat dengan 5 berat
berbeda dan akan kita amati hasil yang didapatkan.Kondisi operasi
yang dilakukan pada praktikum ini yaitu suhu dan tekanan,dimana
suhu yang awalnya ruangan akan diturunkan olek kondensor
menjadi - 300C dan kemudian tekanan akan dibuat vacuum menjadi
0,006 atm.Tetapi pada keadaan ini kita tidak mendapatkan kondisi
tekanan seperti itu tetapi kita mendapatkan tekanan sebesar 0.0221
atm pada alat.Kondisi tersebut dicapai supaya bahan dapat
melewati triple point sehingga proses pengeringan secara freeze
drying dapat terjadi.Setelah tekanan vacum maka pemanas akan
dinyalakan untuk menaikkan suhu menjadi 300C dan dibiarkan
selama 30 menit setelah suhu tercapai.Setelah terjadi proses maka
hasil buah naga yang didapat bahwa secara organoleptip buah naga
tidak berubah tetapi hanya terjadi pengurangan berat dan rasa dari
buat karena kehilangan kandungan air pada buah.Dan juga
kandungan gizi dalam buat naga tetap terjaga tanpa ada kerusakan.
Dari hasil yang didapat kita mendapatkan pengurangan
berat paling besar ada pada sample ke-5 yaitu sebesar 3,4266 gram
dan yang paling rendah pada sampel ke-4 2,4249.Dalam percobaan
perbedaan berat akan mempengaruhi hasil dari freeze drying
dimana pada setiap berat memiliki perbedaan kekurangan massa
yang tidak sama dan semakin berat bahan makan energi yang
diperlukan semakin besar,apalagi bahan memiliki kandungan air
yang banyak.Kondisi operasi pada percobaan kali ini juga kurang
masksimal akibat dari kondisi tekanan yang didapat terlalu besar
jadinya pengeringan tidak maksimal.
Produk dari freeze drying dalam bidang pangan masih
sangat sedikit di Indonesia karena harga dari alat sangat
mahal.Harga dari olahan pangan ini juga cukup mahal akibat dari
alat dan kondisi operasi yang tinggi.Negara yang menjadi oalahan
ini sebagai produksi yaitu negara tetangga Thailand yang banyak
memproduksi berbagai olahan pangan dari freeze drying.

 Oleh Brigita Graceria Medi Kusuma (161411070)


Freeze drying merupakan teknik pengeringan pangan
menggunakan prinsip sublimasi. Proses pengeringan freeze drying
terdiri atas beberapa tahap dimulai dari penyiapan sampel diikuti
oleh pembekuan, pengeringan, lalu diperoleh produk akhir. Freeze
drying sangat cocok digunakan untuk pengeringan bahan yang
thermolabil atau bahan yang mudah rusak akibat panas,
dikarenakan proses sublimasi dilakukan pada suhu dan tekanan
yang rendah yakni berada di titik triple point (0.010C dan 0.00603
atm). Bahan pangan yang dikeringkan berupa potongan buah naga
dengan berbagai ukuran untuk mengetahui pengaruh luas
permukaan terhadap pengeringan.
Buah naga yang telah dibekukan dikeringkan dalam wadah
dengan kondisi suhu -300C dan pada tekanan vacuum 0,22 mbar.
Kondisi ini berada pada kondisi suhu dan tekanan dibawah titik
triple point air (0,010C, 0,00603 atm), kemudian suhu dalam wadah
buah naga dinaikkan menjadi 300C sehingga akan terjadi peristiwa
sublimasi, yaitu perubahan fasa dari padat (es) ke uap tanpa
melewati fasa cair. Kondisi ini dipertahankan sehingga air dalam
buah akan berkurang secara kontinyu tanpa mengubah struktur
buah yang dikeringkan.
Berat sampel buah naga dicek saat 30 menit. Berdasarkan
hasil pengamatan, sampel ke-1 dengan ukuran 1 cm x 0,8 cm x 1
cm massanya berkurang 2,6683 gram sehingga massa akhir adalah
10,0624 gram, sampel ke-2 dengan massanya berkurang 3,1990
gram sehingga massa akhir adalah 6,4814 gram, sampel ke-3
dengan massanya berkurang 2,6822 gram sehingga massa akhir
adalah 5,4560 gram, sampel ke-4 dengan massanya berkurang
2,4249 gram sehingga massa akhir adalah 6,7095 gram sedangkan
sampel ke-5 dengan massanya berkurang 3,4266 gram sehingga
massa akhir adalah 7,9378 gram. Hal ini menunjukkan semakin
tipis sampelnya atau semakin besar luas permukaannya maka
semakin cepat proses pengeringannya. Hubungan antara kadar air
dengan massa sampelnya adalah berbanding lurus, semakin kecil
massa sampel karena proses pengeringan maka semakin sedikit
kadar air yang terkandung dalam padatan.
Menurut literatur, air yang terkandung dalam buah naga
yang segar adalah sekitar 90,2%. Namun pada percobaan,
praktikan hanya dapat mengeringkan sampai 49,35% air
dikarenakan waktu yang tidak mencukupi untuk melakukan
pengeringan sampai mencapai berat yang konstan dan juga faktor
dari buah naga yang dimasukkan terlebih dulu ke dalam freezer
selama satu hari sehingga ada air yang.membeku dan menjadi uap
dingin dan tidak diketahui jumlah kadarnya.
 Vini Rahma Insani (NIM 161411095)
Dari praktikum yang telah dilakukan, bahan pangan yang
praktikan gunakan (buah naga) telah mengalami proses
pengeringan. Hal ini ditandai dengan adanya pengurangan massa
awal dikurang akhir yang membuktikan kehilangan air setelah
proses pengeringan. Akan tetapi, proses pengeringan yang
dilakukan tidak mengubah kualitas dari buah naga baik visual
ataupun organoleptik. Hal ini dibuktikan dari warna buah naga
yang tetap berwarna merah keunguan segar dan rasa yang tidak
berubah sama sekali. Selain itu, tidak ada perubahan struktur bahan
/ bahan tetap stabil tanpa ada pengerutan sehingga kandungan gizi
yang ada tidak rusak. Fenomena tersebut menunjukan jika alat
pengering beku (freeze drying) merupakan metode pengeringan
yang paling cocok dipakai untuk mengeringkan bahan pangan yang
peka terhadap panas akan tetapi tanpa merusak mutu pangan.
Keunggulan-keunggulan tersebut dapat diperoleh jika
kondisi operasi dan prosedur diterapkan secara tepat dan sesuai
dengan karakteristik bahan. Kondisi operasi yang tepat ialah di
bawah titik triple yaitu pada suhu 0,0099 oC dan tekanan 0,006
mbar. Akan tetapi, tekanan tersebut tidak tercapai pada saat
praktikum dikarenakan keterbatasan alat sehingga buah naga hasil
pengeringan masih terdapat sedikit kandungan air. Prosedur
pengeringan memiliki prinsip dasar penghilangan air yang telah
beku (es) tanpa melalui fase cair yang dilakukan meliputi dua
tahap pengeringan yaitu pengeringan primer dan sekunder.
Pengeringan primer dilakukan dengan menjaga buah naga yang
ada di dalam chamber tetap dalam kondisi beku (-30 oC), kemudian
dilakukan sublimasi sehingga air akan bermigrasi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Proses ini dapat dicapai dengan mengatur
tekanan pada kondisi vakum dengan menyalakan pompa vakum.
Setelah kondisi tersebut tercapai, maka dilakukan pengeringan
sekunder
dengan cara menaikkan suhu ke suhu lebih tinggi dari suhu ruang
(30 oC) sehingga air didesorpsi dari bahan.
Bahan pangan yang telah melalui proses pengeringan
metode freeze drying memiliki nilai jual yang tinggi karena selain
visual dan organoleptik yang tidak berubah, kandungan gizi yang
terkandung pun tidak rusak. Hal ini ditandai dengan harga produk
tersebut yang mahal. Akan tetapi, di Indonesia masih belum
banyak diterapkan pada produk buah atau sayur (biasanya produk
farmasi) karena membutuhkan daya konsumsi listrik yang relatif
tinggi karena interval waktu yang tak singkat sehingga
meningkatkan fixed cost.
BAB V
SIMPULA
N

1. Freeze drying merupakan proses pengeringan bahan dengan


menggunakan prinsip melewati triple point dari bahan tersebut,yaitu
dengan mengubah fasa padat menjadi fasa uap tanpa melewati fasa
cair.
2. Mekanisme dari proses ini yaitu dengan membuat alat menjadi
kondisi beku atau suhu diturunkan dan membuat alat menjadi vacuum
kemudian alat akan dipanaskan kembali untuk menaikkan suhu
supaya pengeringan terjadi
3. Komponen yang digunakan pada alat yaitu freezer, kompresor,
kondensor, heating dan tangki penampung.
4. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hubungan berbanding lurus
antara massa sampel yang digunakan dengan kadar kehilangan airnya,
yaitu semakin luas permukaan sampel yang digunakan semakin cepat
proses pengeringannya.
DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N.W..1988. Teknologi Pengawetan Pangan Edisi Ketiga, Terjemahan


M.Muljohardjo.Jakarta:UI-Press
Earle,R.L..1969.Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan, Terjemahan
Z.Nasution.Bogor:Sastra Budaya
Gaman,P.M. dan K.B.Sherrington.1981.Ilmu Pangan:Pengantar Ilmu
Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta:UGM-Press
Rifandi, Achmad.2017.Modul Praktikum Freeze Drying. Bandung
Barat:POLBAN
World Health Organization ( WHO ).1991.Iradiasi Pangan:Cara
Mengawetkan dan Meningkatkan Keamanan Pangan.
Bandung:ITB
LAMPIRAN

Pengamatan Hasil Praktikum

Gambar 1. Sampel 1 Gambar 2. Sampel 2

Gambar 3. Sampel 3 Gambar 4. Sampel 4

Gambar 5. Sampel 5 Gambar 6. Sampel keseluruhan

Anda mungkin juga menyukai