Anda di halaman 1dari 89

Bahan Ajar

PERENCANAAN PROGRAM
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.

ii | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Bahan Ajar: Perencanaan Program
Pendidikan Luar Sekolah
Dr. Abdul Rahmat, M.Pd

Pertama kali diterbitkan

oleh Ideas Publishing, Cetakan Pertama, September 2018

Alamat:
Jalan Pageran Hidayat No. 110 Kota Gorontalo
Surel: infoideaspublishing@gmail.com
www.ideaspublishing.co.id
Anggota Ikapi, No. 001/ikapi/gtlo/II/2014

2018, Rahmat, Abdul

ISBN : 978-602-5878-13-8

Penyunting : Yulin Kamumu


Penata Letak: Arypena
Sampul : Abd. Hanan Nugraha

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | iii


KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjat kehadirat Maha Besar Ilahi Rabbi, dimana


pada tulisan buku kali ini telah memberikan kekuatan dan pemikiran
sehingga terwujudlah buku ini.

Pendidikan nonformal menciptakan tenaga-tenaga yang dapat


mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena
pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses
perubahan yang meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa
membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang
berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang
pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta
sosial budaya.
Setiap tindakan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses
menuju kepada tujuan tertentu. Tujuan ini telah ditentukan oleh
masyarakat pada waktu dan tempat tertentu dengan latar belakang
berbagai macam faktor seperti sejarah, tradisi, kebiasaan, sistem
sosial, sistem ekonomi, politik dan kemauan bangsa.
Akhirnya penulis sampaikan sampaikan terimaksih kepada semua
pihak yang telah mendukung terbitnya buku ini, dengan harapan
kiranya buku ini dapat bermanfaat.

Penulis,

Dr. Abdul Rahmat, M.Pd

iv | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Bahan Ajar

PERENCANAAN
PROGRAM PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | v


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................iv


DAFTAR ISI ...................................................................................... v

BAB I
KONSEP PENDIDIKAN NONFORMAL ........................................1
A. Pengertian Pendidikan Nonformal .......................................... 1
B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nonformal ............................ 6
C. Karakteristik Pendidikan Nonformal .................................... 12

BAB II
KAITAN ANTARA MANAJEMEN DAN .....................................17
PERENCANAAN PROGRAM PLS ...............................................17
A. Pengertian Manajemen PLS ................................................... 17
B. Kedudukan Perencanaan Program Dalam Manajemen
PLS ........................................................................................... 19
C. Perencanaan Program PLS ..................................................... 20

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PERENCANAAN ............................. 29
A. Tujuan Peerencanaan .............................................................. 29
B. Manfaat Perencanaan .............................................................. 30
D. Aspek-Aspek Pengelolaan Program PLS ............................. 34

vi | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


BAB IV
LANGKAH STRATEGIS PERENCANAAN PLS ......................... 39

BAB V
PERENCANAAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH ................... 53
DALAM PEMBANGUNAN ........................................................... 53
A. Peta Masalah ............................................................................ 53
B. Prospek Pengembangan .......................................................... 55
C. Beberapa Kebijakan Dan Strategi ......................................... 59
D. Rencana Strategis Pendidikan Nonformal ........................... 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................80

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | vii


BAB I
KONSEP PENDIDIKAN NONFORMAL

A. Pengertian Pendidikan Nonformal


Pendidikan tidak hanya berperan besar dalam kemajuan bangsa,
melainkan juga berkaitan dengan pasar bebas yang semakin
kompetitif, pendidikan hendaknya dipandang dapat mengakomodir
masyarakat agar suatu negara memiliki manusia-manusia yang
berkualitas. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam
kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan
berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan
secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam
mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik
itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Seorang anak yang disayangi akan menyayangi keluarganya,
sehingga anak akan merasakan bahwa anak dibutuhkan dalam
keluarga. Sebab merasa keluarga sebagai sumber kekuatan yang
membangunya. Dengan demikian, akan timbul suatu situasi yang
saling membantu, saling menghargai, yang sangat mendukung
perkembangan anak. Di dalam keluarga yang memberi kesempatan
maksimum pertumbuhan dan perkembangan adalah orang tua. Dalam

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 1


lingkungan keluarga harga diri berkembang karena dihargai, diterima,
dicintai, dan dihormati sebagai manusia. Itulah pentingnya mengapa
kita menjadi orang yang terdidik di lingkungan keluarga. Orang tua
mengajarkan kepada kita mulai sejak kecil untuk menghargai orang
lain.
Sedangkan di lingkungan sekolah yang menjadi pendidikan yang
kedua, dan apabila orang tua mempunyai cukup uang maka dapat
melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi dan akan melanjutkan ke
Perguruan Tinggi kemudian menjadi seorang yang terdidik. Alangkah
pentingnya pendidikan itu. Guru sebagai media pendidik memberikan
ilmunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Peranan guru
sebagai pendidik merupakan peran memberi bantuan dan dorongan,
serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar
anak dapat mempunyai rasa tanggung jawab dengan apa yang dia
lakukan. Guru juga harus berupaya agar pelajaran yang diberikan
selalu cukup untuk menarik minat anak.
Selain itu, peranan lingkungan masyarakat juga penting bagi anak
didik. Hal ini berarti memberikan gambaran tentang bagaimana kita
hidup bermasyarakat. Dengan demikian, bila kita berinteraksi dengan
masyarakat maka mereka akan menilai kita, bahwa tahu mana orang
yang terdidik, dan tidak terdidik. Di zaman era globalisasi diharapkan
generasi muda bisa mengembangkan ilmu yang didapat sehingga
tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Itulah pentingnya
menjadi seorang yang terdidik baik di lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat.

2 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Kemunculan pendidikan nonformal sekitar akhir tahun 60-an
hingga awal tahun 70-an sebagaimana dalam bukunya Philip Coombs
dan Manzoor A., P.H. (1974) The World Crisis In Education
disebabkan oleh adanya kebutuhan akan pendidikan yang begitu luas
terutama di negara-negara berkembang. (Wiratomo, Paulus 1986).
UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 menjelaskan
pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Ayat 2 menjelaskan
pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
professional. Pendidikan ini dianggap mampu menyediakan aktivitas
pendidikan yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan yang tidak
dapat dipenuhi oleh sekolah formal untuk dapat memenuhi tuntutan
global di dunia kerja. Amanat undang-undang tersebut secara
otomatis telah menjamin eksistensi pendidikan nonformal seperti
yang tertuang pada Pasal 13 dan 26. Pasal 13 memuat kedudukan
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang saling melengkapi
dan memperkaya. Sedangkan pada pasal 26 mengatur teknis
penyelenggaraannya. Pada pasal ini ditekankan pentingnya
pendidikan nonformal untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, mengembangkan diri, bekerja, dan
usaha mandiri.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 3


Berikut ini diuraikan berbagai definisi tentang pendidikan
nonformal yang dikemukakan oleh para ahli:
Menurut Philip Coombs (1974:11), pendidikan nonformal adalah
setiap kegiatan yang diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang
mapan apakah dilakukan secara terpisah atau seagian bagian penting
dari kegiatan yang lebih luas, dilakukan secara sengaja untuk
melayani anak didik tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.
Menurut (Mustafa Kamil 2009) pendidikan nonformal adalah
setiap kesempatan diman terdapat komunikasi yang teratur dan
terarah di luar sekolah, dan seseorang memperoleh informasi,
pengetahuan dan latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan
kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan tingkat
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya
menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan
keluarganya bahkan masyarakatnya dan negaranya. (Saleh Marzuki.
2009).
Dasar penyelenggaraan pendidikan nonformal dari segi
kesejahteraan, tidak bisa lepas dari lima aspek yaitu :
1. Aspek pelestarian budaya.
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang
terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui
berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya
bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian, pendidikan
nonformal pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh
pendidikan atau kegiatan yang berlangsung didalam keluarga. Di

4 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau
antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahun,
keterampilan, sikap nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan,
larangan, dan pembimbingan. Pada dasarnya semua tindakan itu
bertujuan untuk mendidi, semua kegiatan yang berlangsung
dilingkugan keluarga dilakukann untuk melestarikan dan
mewariskan kebudayaan secara turun menurun.
2. Aspek Teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan pendidikan nonformal
adalah teori yang diketengahkan Phili H. Cooms (1973:10), tdak
satupun lembaga pendidkan: formal, informal maupun nonformal
yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan
belajar minimum esensial, singkatnya pendidikan harus berjalan
beriringan antara pendidikan formal, informal dan nonformal agar
semua lingup masyarakat dapat mendapat pendidikan tidak
terkecuali orang yang miskin. Uraian diatas cukup dijadikan
gambaran bahwa pendidikan nonformal berperan sangat penting
dalam kehidupan.
3. Dasar Piajakan
Ada tiga dasar pijakan bagi pendidikan nonformal sehingga
memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat yaitu: UUD 1945, UU RI No. 20 tahun 2003 dan
Peraturan Pemerintah RI No. 73 Tahun 1991 tentang pendidikan
luar sekolah atau yang sekarang lebih dikenal pendidikan
nonformal. Ketiga pasal tersebut mempunyai inti bahwa

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 5


pendidikan nonformal adalah kumpulan individu yang memiliki
ikatan satu sama lain untuk mengikuti pendidikan yang
diselenggarakan diluar sekolah dalam rangka mencapai tujuan
belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan pendidikan nonformal,
meliputi pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan
pendidikan sejenis.
4. Aspek Kebutuhan Terhadap Pendidikan
Dewasa ini kebutuhan terhadap pendidikan tidak hanya ada di
masyarakat perkotaan saja melainkan juga sampai kepelosok desa,
hal ini terjadi akibat perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan
perkembangan politik, kesadaran ini juga tumbuh dikarenakan
kebodohan, keterbelakangan, atau kekalahan dalam kompetisi
global yang mengharuskan seseorang untuk mempunyai sebuah
keahlian untuk bekerja. Sehingga pendidikan nonformal menjadi
sebuah alternatif untuk mendapatkan pengetahuan atau untuk
mengasah keahlian.
5. Keterbatasan Lembaga Pendidikan Sekolah
Pendidikan sekolah (pendidikan formal) terpaku dalam sebuah
kurikulum baku yang harus dijalankan, sehingga tidak semua
kebutuhan pendidikan masyarakat terpenuhi (contohnya skill
menjahit dan kemampuan lainnya). Oleh karena itulah pendidikan
nonformal diselenggarakan untuk memenuhinya.

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nonformal


Jalur pendidikan nonformal sebagaimana diamanatkan dalam

6 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat dan mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Substitusi atau pengganti mengandung arti bahwa pendidikan
nonformal sepenuhnya menggantikan pendidikan sekolah bagi
peserta didik yang karena berbagai alasan tidak bisa menempuh
pendidikan sekolah. Materi pelajaran yang diberikan adalah sama
dengan yang diberikan di pendidikan persekolahan. Contoh:
pendidikan kesetaraan yaitu Paket A setara SD untuk anak usia 7-17
tahun, Paket B setara SLTP bagi anak usia 13-15 tahun, dan Paket C
setara SLTA bagi remaja usia SLTA. Setelah peserta didik
menamatkan studinya dan lulus ujian akhir, mereka memperoleh
ijazah yang setara SD, SLTP dan SLTA.
Pendidikan nonformal sebagai komplemen adalah pendidikan
yang materinya melengkapi apa yang diperoleh di bangu sekolah. Ada
beberapa alasan sehingga materi pendidikan persekolahan harus
dilengkapi pada pendidikan nonformal. Pertama, karena tidak semua
hal yang dibutuhkan peserta didik dalam menempuh perkembangan
fisik dan psikisnya dapat dituangkan dalam kurikulum sekolah.
Dengan demikian, jalur pendidikan nonformal merupakan wahana
paling tepat untuk mengisi kebutuhan mereka. Kedua, memang ada
kegiatan-kegiatan atau pengalaman belajar tertentu yang tidak biasa

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 7


diajarkan di sekolah. Misalnya olah raga prestasi, belajar bahasa asing
di SD, dan sebagainya. Untuk pemenuhan kebutuhan belajar macam
itu pendidikan nonformal merupakan saluran yang tepat. Bentuk-
bentuk pendidikan nonformal yang berfungsi sebagai komplemen
pendidikan sekolah dapat berupa kegiatan yang dilakukan d sekolah,
seperti kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, latihan drama, seni suara,
PMR) atau kegiatan yang dilakukan di luar sekolah. Kegiatan terakhir
ini dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang
diselenggarakan masyarakat dalam bentuk kursus, kelompok belajar
dan sebagainya.
Pendidikan nonformal sebagai suplemen berarti kegiatan
pendidikan yang materinya memberikan tambahan terhadap materi
yang dipelajari di sekolah. Sasaran populasi pendidikan nonformal
sebagai suplemen adalah anak-anak, remaja, pemuda atau orang
dewasa, yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah
tertentu (SD sampai PT). Mengapa mereka membutuhkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu sebagai tambahan
pendidikan yang tidak diperoleh di sekolah? Pertama, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung sangat cepat, sehingga
kurikulum sekolah sering ketinggalan. Oleh karena itu, lulusan
pendidikan sekolah perlu menyesuaikan pengetahuan dan
keterampilannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terus berkembang. Hal itu dapat ditempuh dengan
melakukannya melalui pendidikan nonformal. Kedua, pada umumnya
lulusan pendidikan sekolah belum sepenuhnya siap terjun ke dunia

8 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


kerja. Oleh karena itu, lulusan tersebut perlu dibekali dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diminta oleh dunia kerja melalui
pendidikan nonformal. Ketiga, proses belajar itu sendiri berlangsung
seumur hidup.
Pendidikan nonformal bertujuan :
1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang
sedini mungkin dan sepanjang hayat guna meningkatkan martabat
dan mutu kehidupannya.
2. Memenuhi warga belajar agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk
mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan
dan/atau jenjang yang lebih tinggi.
3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Pendidikan nonformal menciptakan tenaga-tenaga yang dapat
mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena
pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses
perubahan yang meningkat dan dinamis. Ini berarti bahwa
membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang
berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang
pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta
sosial budaya.
Setiap tindakan pendidikan merupakan bagian dari suatu proses
menuju kepada tujuan tertentu. Tujuan ini telah ditentukan oleh
masyarakat pada waktu dan tempat tertentu dengan latar belakang

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 9


berbagai macam faktor seperti sejarah, tradisi, kebiasaan, sistem
sosial, sistem ekonomi, politik dan kemauan bangsa.
Berdasarkan faktor-faktor ini UNESCO telah memberikan suatu
deskripsi tentang tujuan pendidikan nonformal.
Pertama, UNESCO menggaris bawahi tujuan pendidikan sebagai
”menuju humanisme ilmiah”. Pendidikan bertujuan menjadikan
orang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai luhur manusia.
Keluhuran manusia haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Maka humanisme ilmiah menolak ide tentang manusia yang
bersifat subjektif dan abstrak semata. Manusia harus dipandang
sebagai mahluk konkrit yang hidup dalam ruang dan waktu dan harus
diakui sebagai pribadi yang mempunyai martabat yang tidak boleh
diobjekkan. Dalam kerangka ini maka tujuan sistem pendidikan
adalah latihan dalam ilmu dan latihan dalam semangat ilmu.
Kedua, pendidikan harus mengarah kepada kreativitas. Artinya,
pendidikan harus membuat orang menjadi kreatif. Pada dasarnya
setiap individu memiliki potensi kreativitas dan potesi inilah yang
ingin dijadikan aktual oleh pendidikan. Semangat kreatif, non
konformist dan ingin tahu, menonjol dalam diri manusia muda.
Mereka umumnya bersikap kritis terhadap nilai-nilai yang ada dan
jika mereka menemukan bahwa nilai-nilai itu sudah ketinggalan
zaman, maka mereka ingin merombaknya. Disini pendidikan
berfungsi ganda, menyuburkan kreativitas, atau sebaliknya
mematikan kreativitas.

10 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Ketiga, tujuan pendidikan harus berorientasi kepada keterlibatan
sosial. Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup
berinteraksi dengan amsyarakat secara bertanggung jawab. Dia tidak
hanya hidup dan menyesuaikan diri dengan struktur-struktur sosial
itu. Disini seorang individu merealisir dimensi-dimensi sosialnya
lewat proses belajar berpartisipasi secara aktif lewat keterlibatan
secara meyeluruh dalam lingkungan sosialnya. Dalam kerangka
sosialitas pada umumnya ini, suatu misi pendidikan ialah menolong
manusia muda melihat orang lain bukan sebagai abstraksi-abstraksi,
melainkan sebagai mahluk konkrit dengan segala dimensi
kehidupannya.
Keempat, tekanan terakhir yang digariskan UNESCO sebagai
tujuan pendidikana adalah pembentukan manusia sempurna.
Pendidikan bertugas untuk mengembangkan potensi-potensi individu
semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga
terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, yang tahu kadar
kemampuannya, dan batas-batasnya, serta kerhormatan diri.
Pembentukan manusia sempurna ini akan tercapai apabila dalam diri
seseorang terjadi proses perpaduan yang harmonis dan integral antara
dimensi-dimensi manusiawi seperti dimensi fisik, intelektual,
emosional, dan etis. Proses ini berlangsung seumur hidup. Jadi
konkritnya pada pokoknya pendidikan itu adalah humansisasi, karena
itu mendidik berarti ”memanusiakan manusia muda dengan cara
memimpin pertumbuhannya sampai dapat berdikari, bersikap sendiri,
bertanggung jawab dan berbuat sendiri”.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 11


C. Karakteristik Pendidikan Nonformal
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi
pendidikan, maka program pendidikan nonformal lebih berorientasi
pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh
sebab itu Program pendidikan nonformal mampu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya
saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha.
Karakteristik pendidikan nonformal memiliki cirri-ciri sebagai
berikut :
a. Dari segi tujuan :
1. Jangka pendek dan khusus, bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan belajar tertentu yang berfungsi bagi kehidupan
masa kini dan masa depan.
2. Kurang menekankan pentingnya ijazah, hasil belajar,
berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam
kehidupan di lingkungan pekerjaan atau di masyarakat.
3. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program, dalam
bentuk benda yang diproduksi, pendapatan, keterampilan.

b. Dari segi waktu


1) Relatif singkat, jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya
kurang dari setahun, lamanya tergantung pada kebutuhan
belajar peserta didik, persyaratan untuk mengikuti program
ialah kebutuhan, minat, dan kesempatan waktu para peserta.

12 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


2) Menekankan masa sekarang dan masa depan. Memusatkan
layanan untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik guna
meningkatkan kemampuan sosial ekonominya dalam waktu
bebas. Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak terus
menerus, waktu ditetapkan dengan berbagai cara, serta
memungkinkan untuk melakukan kegiatan belajar sambil
bekerja atau berusaha.
c. Dari segi isi program
1) Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik,
kurikulum bermacam ragam atas dasar perbedaan kebutuhan
belajar peserta didik.
2) Mengutamakan aplikasi, kurikulum lebih menekankan
keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik
dan lingkungan.
3) Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik, karena
program diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk
mengembangkan kemampuan potensial peserta didik maka
kualifikasi pendidikan formal dan kemampuan baca tulis
sering menjadi persyaratan umum.

d. Dari segi proses belajar mengajar


1. Dipusatkan di lingkungan masyarakat dan lembaga, kegiatan
belajar dilakukan di berbagai lingkungan (masyarakat, tempat
bekerja) atau disatuan Pendidikan nonformal (sanggar
kegiatan belajar) pusat pelatihan dan sebagainya.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 13


2. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat,
pada waktu mengikuti program peserta berada dalam dunia
kehidupan dan pekerjaannya, lingkungan dihubungkan secara
fungsional dengan kegiatan belajar.
3. Struktur program yang fleksibel, program belajar yang
bermacam ragam dalam jenis dan urutannya. Pengembangan
kegiatan dapat dilakukan sewaktu program sedang berjalan.
4. Berpusat pada peserta didik, kegiatan belajar dapat
menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan juru
didik. Peserta didik menjadi sumber belajar, lebih
menitikberatkan kegiatan membelajarkan peserta didik dari
pada mengajar.
5. Peghematan sumber-sumber yang tersedia, memanfaatkan
tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lingkungan
kerja untuk menghemat biaya.
5. Dari segi pengendalian program
1. Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik,
pengendalian tidak terpusat, koordinasi dilakukan oleh
lembaga-lembaga terkait, otonomi terdapat pada tingkat
program dan daerah dan menekankan pada inisiatif dan
partisipasi di tingkat daerah.
2. Pendekatan demokratis, hubungan antara pendidik dan peserta
didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian.
Pembinaan program dilakukan secara demoktratis antara
pendidikan, peserta didik dan pihak lain yang berpartisipasi.

14 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Adapun jenis pendidikan nonformal dapat berupa Pendidikan
Anak Usia Dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan
Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat,
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim,
sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Ada beragam
satuan pendidikan nonformal yang dikembangkan masyarakat saat
ini. Beberapa bahkan sudah familiar di telinga masyarakat, sebut saja
lembaga kursus dan pelatihan. Lembaga ini berfungsi
menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan
hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
berusaha mandiri dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.

Satuan pendidikan nonformal lainnya adalah kelompok belajar


(Kejar), yaitu satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas
sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan
taraf kehidupannya. Adapula yang dinamakan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat, yaitu satuan pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 15


kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk
masyarakat.
Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan
layanan pendidikan nonformal di Indonesia, yaitu:
1. Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal, dan
Informal: adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian
Pendidikan Nasional di bidang pendidikan luar sekolah. Lembaga
ini mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan
program serta fasilitasi pengembangan sumberdaya pendidikan luar
sekolah berdasarkan kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional.
2. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB): adalah unit
pelaksana teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi di
bidang pendidikan luar sekolah. BPKB mempunyai tugas untuk
mengembangkan model program pendidikan luar sekolah sesuai
dengan kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dan kharakteristik
propinsinya.
3. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB): adalah unit pelaksana teknis
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di bidang pendidikan luar
sekolah (nonformal). SKB secara umum mempunyai tugas
membuat percontohan program pendidikan nonformal,
mengembangkan bahan belajar muatan lokal sesuai dengan
kebijakan dinas pendidikan kabupaten/kota dan potensi lokal setiap
daerah.
4. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM): suatu lembaga milik
masyarakat yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh dan

16 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


untuk masyarakat. PKBM ini merupakan wahana pembelajaran dan
pemberdayaan masyarakat sehingga mereka semakin mampu untuk
memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. PKBM merupakan
sumber informasi dan penyelenggaraan berbagai kegiatan belajar
pendidikan kecakapan hidup sebagai perwujudan pendidikan
sepanjang hayat.
5. Lembaga PNF sejenis: adalah lembaga pendidikan yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat, yang memberikan pelayanan
pendidikan nonformal berorientasi life skills/keterampilan dan tidak
tergolong ke dalam kategori-katagori di atas, seperti; LPTM,
Organisasi Perempuan, LSM dan organisasi kemasyarakatan
lainnya.

BAB II
KAITAN ANTARA MANAJEMEN DAN
PERENCANAAN PROGRAM PLS

A. Pengertian Manajemen PLS


Managemen program pendidikan luar sekolah adalah terapan dari
pengertian dan prinsip-prinsip manajemen umum. Beberapa

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 17


pengertian manajemen yang di kemukanan oleh para ahli adalah
sebagai berikut :
1. Menurut Drs. Oey Liang Lee mengartikan manajemen adalah
ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan dari manusia untuk menentukan
capaian tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan.
2. Pengertian manajemen menurut James A.F. Stoner adalah proses
perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan terhadap
sumberdaya organisasi lainnya supaya tujuan organisasi dapat
tercapai sesuai dengan yang ditetapkan.
3. Pengertian manajemen menurut R. Terry adalah suatu proses khas
terdiri tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengontrolan yang dilakukan dalam
menentukan serta mencapai target yang sudah ditetapkan lewat
pemanfaatan sumberdaya manusia dan lainnya.
4. Pengertian manajemen menurut Bateman, Thomas S., and Scott
A. Snell. (2004) adalah suatu seni untuk mencapai tujuan tertentu
lewat usaha yang dilakukan oleh orang lain.
5. Pengertian manajemen menurut stoner adalah suatu proses dalam
membuat perencanaan, ppengorganisasian, mengendalikan dan
memimpin segala macam usaha daripada anggota organisasi dan
menggunakan segala sumber daya organisasi dalam mencapai
sasaran.
Dari beberapa pengertian manajemen diatas, dapat disimpulkan :

18 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


1. Manajemen adalah kegiatan untuk mendayagunakan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, serta berbagai potensi yang
tersedia atau yang dapat disediakan untuk digunakan secara
efisien dan efektif dalam mrncapai tujuan suatu organisasi atau
lembaga.
2. Manajemen dilakukan oleh seseorang atau lebih pengelola
(pemimpin, kepala, direktur, komandan, ketua dan sebagainya)
bersama orang-orang lain, baik secara perorangan atau kelompok.
3. Kegiatan bersama dan melalui orang lain dalam suatu organisasi
mempunyai tujuan yang akan dapat dicapai oleh organisasi
sehingga kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi.
4. Kegiatan bersama dan melalui orang lain dalam suatu organisasi
memerlukan kehadiran tenaga pengelola atau manager
professional yang memiliki kemampuan dasar, kemampuan
akademik, kemampuan personal dan kemampuan sosial.

B. Kedudukan Perencanaan Program Dalam Manajemen PLS


Evaluasi program pendidikan luar sekolah merupakan salah satu
fungsi managemen pendidikan luar sekolah. Evaluasi program
dilakukan terhadap seluruh atau sebagian unsur-unsur program serta
terhadap pelaksanaan program pendidikan. Evaluasi merupakan
kegiatan yang bermaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditentukan dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai dengan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 19


rencana, dan/atau dampak apa yang terjadi setelah program
dilaksanakan.
Fungsi-fungsi manajemen dikemukakan oleh para pakar dengan
urutan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang kepakaran
dan wilayah penerapannya. Sudjana dalam bukunya yang berjudul
Managemen Program Pendidikan (2004) menyusun enam fungsi
managemen dengan urutan sebagai berikut :
1. Perencaan (Planing)
2. Pengorganisasian (Organizing)
3. Penggerakan (Motivating)
4. Pembinaan (Comforming)
5. Penilaian (Evaluating
6. Pengambangan (Developin)

C. Perencanaan Program PLS


Perencanaan merupakan titik awal dari sebuah proses
pelaksanaan program. Perencanaan memiliki peran penting dalam
penentuan keberhasilan sebuah pelaksanaan program. Perencanaan,
merupakan bagian dari bagian proses manajemen dimana didalam
proses manajemen terdapat dungsi pelaksanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, pembinaan, penilaian dan pengembangan”.
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah tak lepas dari konsep
manajemen, dimana didalamnya terdapat komponen perencanaan.
Seperti ditekankan oleh Djudju Sudjana (2000 : 56), Penyelenggaraan
manajemen PLS, :”…manajemen pendidikan luar sekolah terdiri atas

20 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


enam fungsi yang berurutan. Keenam fungsi tersebut adalah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pembinaan, penilaian
dan pengembangan”. Waterson (1965) mengemukakan bahwa pada
hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar,terorganisasi, dan
terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari
sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan.
Perencanaan bukan kegiatan yang tersendiri melainkan
merupakan suatu bagian dari proses pengambilan keputusan yang
kompleks. Fungsi dari perencanaan Pendidikan Luar Sekolah dalam
pembangunan masyarakat adalah : 1) Menyusun rangkaian tindakan
penyelengaraan PLS yang sistematis dalam mencapai tujuan
organisasi dan lembaga pendidikan, 2) Upaya untuk mengoptimalkan
penggunaan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karateristik
perencanaan PLS :1) model untuk menetapkan tahapan tindakan yang
spesifik untuk mencapai tujuan, 2) berorientasi pada perubahan dari
kondisi sekarang ke kondisi yang diharapkan oleh masyarakat atau
warga belajar, 3) melibatkan seluruh warga belajar dan orang-orang
tertentu ke dalam proses perubahan untuk mencapai kondisi yang
diharapkan, 4) memberikan arah kapan suatu tindakan akan
dilakukan, siapa akan bertanggung jawab apa, 5) disusun dengan
mempertimbangkan semua faktor yang ada, seperti potensi yang ada,
tingkat keberhasilan yang mungkin dicapai, faktor pendukung dan
faktor penghambat serta berbagai resiko yang akan terjadi dengan
tindakan yang akan dilakukan tersebut., 6) harus mempertimbangkan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 21


dan menentukan prioritas tindakan yang harus dilakukan, 7) titik awal
untuk melakukan pengorganisasian, penggerakan, pembinaan,
penilaian, dan pengembangan.
Jenis perencanaan di antaranya adalah : 1) Perencanaan alokatif.
2). Perencanaan Inovatif; dan 3). Perencanaan Strategis, sedangkan
Prinsip dalam penyusunan perencanaan PLS adalah : 1) disusun
berdasarkan kesepakatan, kebijakan, kepentingan dan ke butuhan
pihak yang ingin dipenuhi (misalnya pihak masyarakat), 2)
mempertimbangkan perencanaan yang sudah ada, supaya
berkesinambungan, 3) harus berorientasi pada pemanfaatan bahan-
bahan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
4) dilaksanakan secara menyeluruh yang mempertimbangkan semua
faktor yang akan mempengaruhi pelaksanaan program PLS, seperti :
faktor masukan, faktor proses, keluaran, dan dampak yang
diharapkan. Tahapan penting yang perlu dilakukan dalam proses
penyusunan perencanaan adalah sebagai berikut : 1) Tahap persiapan
sebelum melaksanakan perencanaan, 2) Tahap pelaksanaan
penyusunan perencanaan.
Pembangunan merupakan usaha-usaha yang terencana untuk
menghasilkan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan
dengan itu, pembangunan menurut Pudjiwati , adalah perubahan
susunan dan pola hidup masyarakat, yang di dalamnya terjadi
perubahan cara pikir, sikap, dan perubahan kebiasaan hidup dalam
menghadapi masa depan yang lebih baik. PLS dirancang dari
kebutuhan masyarakat dan berlangsung ditengah-tengah masyarakat

22 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


tanpa membatasi usia dan jenis kelamin. Karena berangkat dari
kebutuhan masyarakat yang selalu berubah dan berlangsung dalam
masyarakat yang memiliki keragaman karakteristik, maka isi
programnya selalu mengarah pada fleksibilitas. Artinya isi program
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat yang
memerlukannya.
Perencanaan pendidikan luar sekolah dalam pembangunan
harus memiliki ciri khas, diantaranya : memiliki sifat empowerman,
yang bisa merubah posisi mereka dari objek pembangunan menjadi
subjek dan pelaku utama proses pembangunan masyarakat.
Sebelumnya masyarakat hanya sebagai objek pelaksanaan
perencanaan yang disusun oleh pemerintah atau pihak luar.
Seharusnya masyarakat berubah menjadi subjek dan memiliki peran
utama dalam penyusuan perencanaan sesuai dengan kebutuhan
hidupnya. Masyarakatlah yang lebih tahu apa yang dibutuhkan untuk
membangun wilayahnya. Keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan ini sangat penting sebab akan pembangunan di negara
berkembang memiliki ciri adanya keterlibatan masyarakat yang
optimal didalamnya. Secara Khusus, beberapa langkah yang harus
ditempuh dalam kerangka perencanaan PLS dalam pembangunan
masyarakat, yaitu :
1. Melakukan Studi Kelayakan.
Studi kelayakan ini dimaksudkan untuk melihat kondisi daerah
yang akan dijadikan sebagai lokasi sasaran. Aspek yang perlu
mendapat perhatian antara lain :

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 23


a. Tingkat penghidupan masyarakat
b. Sarana pendidikan yang ada.
c. Sumber mata pencaharian penduduk
d. Potensi alam dan lingkungannya
e. Kesehatan lingkungan (gizi, kondisi rumah dll.)
f. Tata cara hidup bersama, adat istiadat, kebiasaan dll.
g. Sarana peribadatan dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
h. Sifat khas masyarakat yang menonjol.
2. Analisis Studi Kelayakan
Hasil analisis studi kelayakan ini, memberi gambaran situasi atau
keadaan lokasi menurut aspek-aspek yang diteliti. Selanjutnay dapat
disusun alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
3. Menetapkan Daerah Pengembangan
Hasil analisis dan alternatif-alternatif yang tersedia, dapatlah
ditentukan lokasi sasaran yang dapat dijadikan sebagai lokasi binaan.
1. Merumuskan Tujuan.
Setelah menetapkan lokasi sasaran, maka perlu merumuskan
tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan PLS.
2. Menentukan populasi sasaran
Deskripsi yang tepat mengenai populasi sasaran sangat
menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu perencanaan.
Ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian antara lain:
a. Motivasi, kecenderungan dan minat peserta.
b. Kegairahan dan kemampuan peserta

24 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


c. Harapan-harapan dan cita-cita.
3. Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar
Kebutuhan belajar sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan belajar. Yang berkaitan dengan hal ini:
a. Apa yang ingin diketahui / dipelajari
b. Sumber-sumber belajar yang dapat mendukung kebutuhan belajar
masyarakat.
c. Kebutuhan belajar yang belum terungkapkan.
d. Mempertemukan kebutuhan belajar dan sumber belajar.
4. Merencanakan Penyampaian yang Tepat
Ada beberapa bentuk sistem penyampaian yang dapat digunakan
dalam pengembangan program PLS :
a. Siaran pendidikan melalui radio dan televisi
b. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
c. Sistem Belajar Jarakn Jauh
d. Buku-buku Paket dan rekaman penjelasannya.
e. Ceramah-ceramah regiuler
f. Taman Bacaan Masyarakat
g. Pameraan-pameran Pendidikan.
5. Menetapkan Tugas-Tugas Pengembangan dan Pelaksanaan
Kegiatan.
Melalui diskusi bersama-sama dengan para peserta dan tokoh-
tokoh masyarakat, maka dapat ditetapkan :
a. Tempat dan waktu belajar
b. Bahan belajar dan alat-alatnya

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 25


c. Cara penyajian bahan
d. Jumlah peserta
e. Nara sumber dll.
6. Melatih Calon-Calon Pelatih
Untuk keberlanjutan program PLS ini, perlu dilakukan pelatihan
bagi tenaga setempat dalam beberapa jenis pengetahuan dan
keterampilan yang memang diperlukan. Dalam hal ini perlu
diidentifikasi tenaga-tenaga yang dapat dilayih sebagai calon pelatih.
7. Pelaksanaan Kegiatan.
Apa yang telah direncanakan, kini saatnya dilaksanakan.
Mungkin saja dapat terjadi perubahan-perubahan yanag diperlukan
bilamana kenyataan lapangan ada sesuatu yang sulit untuk
dilaksanakan.
8. Evaluasi Program.
Evaluasi yang dimaksudkan disini adalah kegiatan untuk menilai
pencapaian tujuan program sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Disamping itu pula dengan evaluasi dapat dilakukan untuk
penyempurnaan program setelah mengetahui apa yang harus
disempurnakan dan bagaimana menyempurnakannya.
Perencanaan pendidikan luar sekolah mempunyai karakteristik,
sebagai berikut :
a. Perencanaan merupakan model pengambilan keputusan secara
rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan-tindakan untuk
mencapai tujuan.

26 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


b. Perencanaan berorientasi pada perubahan dari keadaan masa
sekarang kepada suatu keadaan yang diinginkan dimasa datang
sebagaimana dirumuskan dalam tujuan yang akan dicapai.
c. Perencanaan melibatkan orang-orang ke dalam suatu proses untuk
menentukan dan menemukan masa depan yang diinginkan.
d. Perencanaan memberi arah mengenai bagaimana dan kapan
tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam
tindakan itu.
e. Perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang
akan dilalui. Perkiraan itu meliputi kemungkinan-kemungkinan
keberhasilan sumber-sumber yang digunakan, faktor-faktor
pendukung dan penghambat, serta kemungkinan resiko dari suatu
tindakan yang akan dilakukan.
f. Perencanaan berhubungan dengan penentuan prioritas dan urutan
tindakan yang akan dilakukan. Prioritas ditetapkan berdasarkan
urgensi atau kepentingannya, relevansi dengan tujuan yang akan
dicapai, sumber-sumber yang tersedia, dan hambatan yang
mungkin ditemui.
g. Perencanaan sebagai titik awal untuk dan arahan terhadap
kegiatan pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian,
dan pengembangan.
Ketujuh karakeristik perencanaan di atas saling berhubungan
dan saling menopang antara yang satu dengan yang lainnya.
Karakteristik tersebut perlu dijabarkan dalam rangkaian kegiatan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 27


pendidikan luar sekolah yang akan diselenggarakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Daftar Pustaka
Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.
Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2018
Hartanto, Setyo. 2015. Substansi Dan Aspek Perencanaan Sistem
Pendidikan Selengkapnya:
http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/konsep-dasar-
substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-pendidikan. Diakses
16 Februari 2018
Sudjana, Djuju. (2006). Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah untuk
Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Diakses dari http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-
manajemen-fungsi-prinsip.html

28 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PERENCANAAN

A. Tujuan Peerencanaan
Perencanaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
proses pembangunan dan atau pelaksanaan suatu kegiatan, berkaitan
dengan awal dimulainya proses pembangunan tersebut. Sehingga bila
telah dimulainya suatu proses pembangunan tidak mungkin tanpa
adanya perencanaan terlebih dahulu. Suatu organisasi dikatakan
berhasil menyelesaikan proses pembangunan sebab memang telah
melakukan perencanaan terlebih dahulu, perencanaan yang baik akan
menghasilkan output dan outcome yang memuaskan sesuai dengan
harapan. Mengingat pentingnya suatu perencanaan maka bila suatu

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 29


proses kegiatan sudah melakukan perencanaan terlebih dahulu bisa
dianggap proses kegiatan tersebut telah berhasil 50% kelancaran
menuju hasil yang akan dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik makna perencanaan-
perencanaan dalam kegiatan apapun memiliki beberapa tujuan yang
mendasari antara lain:
a. Standar pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan dengan
perencanaannya.
b. Mengetahui kapan pelaksanaan dan kapan selesainya suatu
kegiatan.
c. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya),
baik kualifikasinya maupun kuantitasnya.
d. Mendapatkan kagiatan yang sistematis termasuk biaya dan
kualitas pekerjaan.
e. Meminimalkan kegatan-kegiatan yang tidak produktif dan
menghemat biaya, tenaga,dan waktu.
f. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan
pembelajaran.
g. Menyerasikan dan memadukan beberpa subkegiatan.
h. Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui.
i. Mengarahkan pada pencapaian tujuan.

B. Manfaat Perencanaan
Tujuan dengan manfaat berbeda dalam mendeskripsikan kata
tersebut, jika tujuan lebih menitikberatkan pada arah yang hendak

30 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dicapai dari suatu proses kegiatan, sedangkan manfaat dimaknai
sebagai kegunaan dari suatu hasil yang telah didapat atau lebih
menitik beratkan pada hasil guna suatu produk dari proses
kegiatannya. Suatu perencanaan akan bermanfaat sebagai;
a. Standar pelaksanaan dan pengawasan.
b. Pemilihan berbagai alternative terbaik
c. Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan.
d. Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi.
e. Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.
f. Alat memudahkan dlam berkoordinasi dengan pihak terkait.
g. Alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti
C. Langkah-Langkah Penyusunan Program PLS
Perencanaan merupakan titik awal dari sebuah proses
pelaksanaan program. Perencanaan memiliki peran penting dalam
penentuan keberhasilan sebuah pelaksanaan program. Perencanaan,
merupakan bagian dari proses manajemen dimana didalam proses
manajemen terdapat fungsi pelaksanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, pembinaan, penilaian dan pengembangan”.
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah tak lepas dari konsep
manajemen, dimana didalamnya terdapat komponen perencanaan.
Seperti ditekankan oleh Djudju Sudjana (2000:56), Penyelenggaraan
manajemen PLS, :”…manajemen pendidikan luar sekolah terdiri atas
enam fungsi yang berurutan. Ke enam fungsi tersebut adalah

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 31


perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pembinaan, penilaian
dan pengembangan”.
Perencanaan program pendidikan merupakan suatu proses dalam
perumusan kebijaksanaan suatu instrumen dan teknik dalam
penentuan prioritas dan merupakan bagian integral dari perencanaan
pembangunan social ekonomi suatu bangsa, serta merupakan
jembatan penghubung antara harapan peserta didik, orang tua,
masyarakat, dan pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan.
Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan
sekaligus memberi arah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dengan
demikian suatu kerja akan berantakan dan tidak terarah jika tidak ada
perencaan yang matang, perencaan yang matang dan disusun dengan
baik akan memberi pengaruh terhadap ketercapaian tujuan.
Penjelasan ini makin menguatkan alasan akan posisi stragetis
perencanaan dalam sebuah lembaga dalam perencanaan merupakan
proses yang dikerjakan oleh seseorang manajer dalam usahanya untuk
mengarahkan segala kegiatan untuk meraih tujuan.
Langkah-langkah yang harus diambil untuk menyusun
perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan
Dibuat tujuan secara umum kemudian baru di pecah-pecah
menjadi beberapa tujuan untuk masing-masing bagian.Tujuan
menggambarkan tentang apa yang diharapkan dapat dicapai dan
merupakan suatu titik akhir tentang apa yang dikerjakan. Selain
itu tujuan menggambarkan pula tentang apa yang harus dicapai

32 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


setelah dibuatnya pola kerja (network) dari pada kebijakan,
strategi, prosedur, aturan, anggaran dan program.
2. Menyusun anggapan-anggapan (premising)
Menciptakan, mencari kesesuaian penggunaan dan menyebarkan
anggapan perencanaan. Langkah ini merupakan salah satu prinsip
pokok dari perencanaan akan lebih tekoordinir apabila makin
banyak individu yang terlibat didalam perencanaan, dimana
mereka berusaha untuk mengetahui dan menggunakan anggapan
secara acak. Anggapan yang dicari adalah anggapan yang
diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap suatu rencana.

3. Menentukan berbagai alternative tindakan


Ada cara-cara yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan dan
ada pula ada yang sudah sesuai.Agar tujuan tercapai sebaiknya
dipilih cara-cara yang sesuai.
4. Mengadakan penilaian terhadap alternatif tindakan yang
sudah dipilih.
Dalam langkah keempat ini dilakukan usaha-usaha untuk mencari
alternatif mana yang akan memberikan hasil maksimal dengan
pengeluaran tertentu.
5. Mengambil keputusan
Setelah diadakan penilaian dengan mengadakan pembanding serta
pertimbangan-pertimbangan yang masak terhadap berbagai

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 33


alternatif, barulah diambil keputusan tentang alternatif mana yang
diharapkan dapat mencapai tujuan.
6. Menyusun rencana pendukung
Di buatnya suatu perencanaan membutuhkan dukungan dari
perencanaan yang lain. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
membantu rencana awal apabila terdapat hambatan-hambatan
yang mempengaruhi rencana awal, sehingga rencana tersebut
dapat berjalan dengan lancar

D. Aspek-Aspek Pengelolaan Program PLS


Perencanaan merupakan titik awal dari sebuah proses
pelaksanaan program. Perencanaan memiliki peran penting dalam
penentuan keberhasilan sebuah pelaksanaan program. Perencanaan,
merupakan bagian dari proses manajemen dimana didalam proses
manajemen terdapat fungsi pelaksanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, pembinaan, penilaian dan pengembangan”.
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah tak lepas dari konsep
manajemen, dimana didalamnya terdapat komponen perencanaan.
Seperti ditekankan oleh Djudju Sudjana (2000:56), Penyelenggaraan
manajemen PLS, :”…manajemen pendidikan luar sekolah terdiri atas
enam fungsi yang berurutan. Ke enam fungsi tersebut adalah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pembinaan, penilaian
dan pengembangan”.
Perencanaan program pendidikan merupakan suatu proses dalam
perumusan kebijaksanaan suatu instrumen dan teknik dalam

34 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


penentuan prioritas dan merupakan bagian integral dari perencanaan
pembangunan social ekonomi suatu bangsa, serta merupakan
jembatan penghubung antara harapan peserta didik, orang tua,
masyarakat, dan pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan.
Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan
sekaligus memberi arah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dengan
demikian suatu kerja akan berantakan dan tidak terarah jika tidak ada
perencaan yang matang, perencaan yang matang dan disusun dengan
baik akan memberi pengaruh terhadap ketercapaian tujuan.
Penjelasan ini makin menguatkan alasan akan posisi stragetis
perencanaan dalam sebuah lembaga dalam perencanaan merupakan
proses yang dikerjakan oleh seseorang manajer dalam usahanya untuk
mengarahkan segala kegiatan untuk meraih tujuan.
1. Aspek Kuantitatif
Adalah aspirasi dan permintaan masyarakat terhadap pendidikan.
Perencanaan program pendidikan dilakukan berdasarkan sosial
demand aproach dan pendekatan sistem dilakukan melalui kegiatan
berikut. Perumusan proyeksi jumlah kelompok usia peserta didik
menurut jenjang pendidikan didasarkan pada proyeksi jumlah
penduduk secara keseluruhan proyeksi bersumber dari instansi yang
berwenang.
Perumusan kebijakan arus peserta didik biasanya ditentukan oleh
kebijakan politik. Misalnya untuk kurun waktu tertentu sebesar
berapa persen anak usia tertentu harus mengikuti pendidikan. Di
dalam proses perumusan kebijakan arus peserta didik selain

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 35


kebijaksanaan politik perlu dikembangkan berbagai alternatif dengan
memperhatikan faktor eksternal dan internal dalam pendidikan.
Faktor internal perlu dikaji antara lain jumlah satuan, peserta didik,
tenaga kependidikan pada semua satuan, jenjang dan jenis
pendidikan, susunan program pengajaran, jumlah angka partisipasi
murni dan partisipasi kasar penduduk SD, SMP, SMA, dan perguruan
tinggi. Faktor eksternal yaitu berkenaan dengan pertumbuhan
penduduk, letak geografis,, infrastruktur, dan trasnportasi kurang
memadai, dan kemampuna ekonomi orang tua dan masyarakat perlu
diperhatikan.
2. Aspek Kualitatif
Merencanakan kualitas pendidikan berarti merencanakan
kemampuan berfikir, mengubah sikap, dan meningkatkan
keterampilan peserta didik. Suatu pendidikan dikatakan berkualitas
apabila: Proses belajar mengajar berjalan efektif, peserta didik
mengalami proses pembelajaran bermakna ditunjang oleh sumber
daya pendidikan dan lingkungan pembelajaran yang kondusif.
Dalam proses pendidikan peserta didik menunjukkan tingkat
kemampuan prestasi belajar, mengetahui sesuatu dan dapat
melakukan sesuatu secara fungsional serta hasil pendidikan sesuai
dengan tuntutan lingkungannya.
3. Aspek Relevansi/Kebutuhan Kerja
Relevansi pendidikan melekat inherent dengan perkembangan
kemajuan dan aspirasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan
di suatu tempat tertentu dalam kurun waktu tertentu. Aspek relevansi

36 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


menyusun rencana pendidikan yang dilakukan pada hari ini
sebenarnya hasilnya diperuntukkan untuk masa depan. Kaitan masa
kini dan masa depan dalam perencanaan aspek relevansi merupakan
pangkal tolak perencanaan aspek relevansi. Karakteristik perencanaan
aspek relevansi harus bersifat futuristik. Konsep relevansi sebenarnya
lebih mendasari konsep peningkatan peningkatan mutu pendidikan.
Aspek relevansi terkait dengan mutu pendidikan secara otomatis
aspirasi yang masyarakat yang berkembang berpangkal pendidikan
dikatakan bermutu jika hasil lulusannya dapat diserap di lapangan
pekerjaan dikandung maksud bahwa Pendidikan yang baik dan
bermutu yaitu pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan tenaga
kerja atau relevan dengan formasi lapangan pekerjaan yang
berkembang di masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu ada yang
memakai istilah aspek relevansi terkandung maksud pula sama
dengan aspek kebutuhan kerja.
4. Aspek Efisiensi
Dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu efisiensi internal dan
eksternal sistem pendidikan. Efisiensi internal ditandai oleh tinggi
rendahnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas. Efisiensi
eksternal merujuk kepada efektivitas manajemen sistem pendidikan
secara keseluruhan yang disebabkan oleh kelambanan dalam
manajemen sistem pendidikan. Kelembanan ini disebabkan oleh
profesionalisme, mekanisme proses pengambilan keputusan dan
sebagainya.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 37


Untuk mengefesienkan dan mengefektifkan sistem pendidikan
diperlukan rencana terpadu yang mengaitkan masukan instrumental
dan masukan lingkungan dalam proses perencanaan peningkatan
efesiensi manajemen sistem pendidikan guna menghasilkan lulusan
bermutu dan relevan dengan berbagai kebutuhan melalui
pendayagunaan sumber daya pendidikan secra efisien.

Daftar Pustaka
Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.
Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2017
Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.
Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2017
Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.
Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2017
Hartanto, Setyo. 2015. SUBSTANSI DAN ASPEK
PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN
Selengkapnya:http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/
konsep-dasar-substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-
pendidikan
Hartanto, Setyo. 2015. SUBSTANSI DAN ASPEK
PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN
Selengkapnya:http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/
konsep-dasar-substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-
pendidikan

38 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Hartanto, Setyo. 2015. SUBSTANSI DAN ASPEK
PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN
Selengkapnya:http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/
konsep-dasar-substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-
pendidikan
Sudjana, H. Djudju. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar
Sekolah. Bandung: Nusantara Press.
Sudjana, H. Djudju. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar
Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Sudjana, H. Djudju. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar
Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Yusnadi(2012). Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah.
Medan : Universitas Negeri Medan.
http://flairyzah.blogspot.com/2010/05/perencanaan-pls-pnf-
dalam-pembangunan.html

BAB IV
LANGKAH STRATEGIS
PERENCANAAN PLS

A. Titik Awal Perencanaan


Perencanaan merupakan titik awal dari sebuah proses
pelaksanaan program. Perencanaan memiliki peran penting dalam
penentuan keberhasilan sebuah pelaksanaan program. Perencanaan,
merupakan bagian dari bagian proses manajemen dimana didalam

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 39


proses manajemen terdapat dungsi pelaksanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, pembinaan, penilaian dan pengembangan”.
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah tak lepas dari konsep
manajemen, dimana didalamnya terdapat komponen perencanaan.
Seperti ditekankan oleh Djudju Sudjana (2000 : 56), Penyelenggaraan
manajemen PLS, :”manajemen pendidikan luar sekolah terdiri atas
enam fungsi yang berurutan. Keenam fungsi tersebut adalah
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pembinaan, penilaian
dan pengembangan”. Waterson (1965) mengemukakan bahwa pada
hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar, terorganisasi, dan
terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari
sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan. Perencanaan
bukan kegiatan yang tersendiri melainkan merupakan suatu bagian
dari proses pengambilan keputusan yang kompleks.
Fungsi dari perencanaan Pendidikan Luar Sekolah dalam
pembangunan masyarakat adalah : 1) Menyusun rangkaian tindakan
penyelengaraan PLS yang sistematis dalam mencapai tujuan
organisasi dan lembaga pendidikan, 2) Upaya untuk mengoptimalkan
penggunaan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karateristik
perencanaan PLS :1) model untuk menetapkan tahapan tindakan yang
spesifik untuk mencapai tujuan, 2) berorientasi pada perubahan dari
kondisi sekarang ke kondisi yang diharapkan oleh masyarakat atau
warga belajar, 3) melibatkan seluruh warga belajar dan orang-orang
tertentu ke dalam proses perubahan untuk mencapai kondisi yang

40 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


diharapkan, 4) memberikan arah kapan suatu tindakan akan
dilakukan, siapa akan bertanggung jawab apa, 5) disusun dengan
mempertimbangkan semua faktor yang ada, seperti potensi yang ada,
tingkat keberhasilan yang mungkin dicapai, faktor pendukung dan
faktor penghambat serta berbagai resiko yang akan terjadi dengan
tindakan yang akan dilakukan tersebut., 6) harus mempertimbangkan
dan menentukan prioritas tindakan yang harus dilakukan, 7) titik awal
untuk melakukan pengorganisasian, penggerakan, pembinaan,
penilaian, dan pengembangan.
Jenis perencanaan di antaranya adalah : 1) Perencanaan alokatif.
2). Perencanaan Inovatif; dan 3). Perencanaan Strategis, sedangkan
Prinsip dalam penyusunan perencanaan PLS adalah : 1) disusun
berdasarkan kesepakatan, kebijakan, kepentingan dan ke butuhan
pihak yang ingin dipenuhi (misalnya pihak masyarakat), 2)
mempertimbangkan perencanaan yang sudah ada, supaya
berkesinambungan, 3) harus berorientasi pada pemanfaatan bahan-
bahan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
4) dilaksanakan secara menyeluruh yang mempertimbangkan semua
faktor yang akan mempengaruhi pelaksanaan program PLS, seperti :
faktor masukan, faktor proses, keluaran, dan dampak yang
diharapkan. Tahapan penting yang perlu dilakukan dalam proses
penyusunan perencanaan adalah sebagai berikut : 1) Tahap persiapan
sebelum melaksanakan perencanaan, 2) Tahap pelaksanaan
penyusunan perencanaan.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 41


Pembangunan merupakan usaha-usaha yang terencana untuk
menghasilkan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan
dengan itu, pembangunan menurut Pudjiwati, adalah perubahan
susunan dan pola hidup masyarakat, yang di dalamnya terjadi
perubahan cara pikir, sikap, dan perubahan kebiasaan hidup dalam
menghadapi masa depan yang lebih baik. PLS dirancang dari
kebutuhan masyarakat dan berlangsung ditengah-tengah masyarakat
tanpa membatasi usia dan jenis kelamin. Karena berangkat dari
kebutuhan masyarakat yang selalu berubah dan berlangsung dalam
masyarakat yang memiliki keragaman karakteristik, maka isi
programnya selalu mengarah pada fleksibilitas. Artinya isi program
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat yang
memerlukannya.
Perencanaan pendidikan luar sekolah dalam pembangunan harus
memiliki ciri khas, diantaranya : memiliki sifat empowerman, yang
bisa merubah posisi mereka dari objek pembangunan menjadi subjek
dan pelaku utama proses pembangunan masyarakat. Sebelumnya
masyarakat hanya sebagai objek pelaksanaan perencanaan yang
disusun oleh pemerintah atau pihak luar. Seharusnya masyarakat
berubah menjadi subjek dan memiliki peran utama dalam penyusuan
perencanaan sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Masyarakatlah yang
lebih tahu apa yang dibutuhkan untuk membangun wilayahnya.
Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan ini sangat penting
sebab akan pembangunan di negara berkembang memiliki ciri adanya
keterlibatan masyarakat yang optimal didalamnya.

42 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Secara Khusus, beberapa langkah yang harus ditempuh dalam
kerangka perencanaan PLS dalam pembangunan masyarakat, yaitu :
1. Melakukan Studi Kelayakan.
Studi kelayakan ini dimaksudkan untuk melihat kondisi daerah
yang akan dijadikan sebagai lokasi sasaran. Aspek yang perlu
mendapat perhatian antara lain :
a. Tingkat penghidupan masyarakat
b. Sarana pendidikan yang ada.
c. Sumber mata pencaharian penduduk
d. Potensi alam dan lingkungannya
e. Kesehatan lingkungan (gizi, kondisi rumah dll.)
f. Tata cara hidup bersama, adat istiadat, kebiasaan dll.
g. Sarana peribadatan dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
h. Sifat khas masyarakat yang menonjol.

2. Analisis Studi Kelayakan


Hasil analisis studi kelayakan ini, memberi gambaran situasi atau
keadaan lokasi menurut aspek-aspek yang diteliti. Selanjutnay dapat
disusun alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
3. Menetapkan Daerah Pengembangan
Hasil analisis dan alternatif-alternatif yang tersedia, dapatlah
ditentukan lokasi sasaran yang dapat dijadikan sebagai lokasi binaan.
4. Merumuskan Tujuan.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 43


Setelah menetapkan lokasi sasaran, maka perlu merumuskan
tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan PLS.
5. Menentukan populasi sasaran
Deskripsi yang tepat mengenai populasi sasaran sangat
menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu perencanaan. Ada 3 hal
yang perlu mendapat perhatian antara lain :
1) Motivasi, kecenderungan dan minat peserta.
2) Kegairahan dan kemampuan peserta
3) Harapan-harapan dan cita-cita.
6. Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar
Kebutuhan belajar sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan belajar. Yang berkaitan dengan hal ini:
a. Apa yang ingin diketahui / dipelajari
b. Sumber-sumber belajar yang dapat mendukung kebutuhan
belajar masyarakat.
c. Kebutuhan belajar yang belum terungkapkan.
d. Mempertemukan kebutuhan belajar dan sumber belajar.
7. Merencanakan Penyampaian yang Tepat
Ada beberapa bentuk sistem penyampaian yang dapat digunakan
dalam pengembangan program PLS :
a. Siaran pendidikan melalui radio dan televisi
b. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
c. Sistem Belajar Jarakn Jauh
d. Buku-buku Paket dan rekaman penjelasannya.
e. Ceramah-ceramah regiuler

44 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


f. Taman Bacaan Masyarakat
g. Pameraan-pameran Pendidikan.
8. Menetapkan Tugas-Tugas Pengembangan dan Pelaksanaan
Kegiatan.
Melalui diskusi bersama-sama dengan para peserta dan tokoh-
tokoh masyarakat, maka dapat ditetapkan :
a. Tempat dan waktu belajar
b. Bahan belajar dan alat-alatnya
c. Cara penyajian bahan
d. Jumlah peserta
e. Nara sumber dll.
9. Melatih Calon-Calon Pelatih
Untuk keberlanjutan program PLS ini, perlu dilakukan pelatihan
bagi tenaga setempat dalam beberapa jenis pengetahuan dan
keterampilan yang memang diperlukan. Dalam hal ini perlu
diidentifikasi tenaga-tenaga yang dapat dilayih sebagai calon pelatih.
10. Pelaksanaan Kegiatan.
Apa yang telah direncanakan, kini saatnya dilaksanakan.
Mungkin saja dapat terjadi perubahan-perubahan yanag diperlukan
bilamana kenyataan lapangan ada sesuatu yang sulit untuk
dilaksanakan.
11. Evaluasi Program.
Evaluasi yang dimaksudkan disini adalah kegiatan untuk menilai
pencapaian tujuan program sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Disamping itu pula dengan evaluasi dapat dilakukan untuk

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 45


penyempurnaan program setelah mengetahui apa yang harus
disempurnakan dan bagaimana menyempurnakannya.
Perencanaan Program PLS berdasarkan Model Pesson :
1) Pengumpulan Data
Dalam Pengumpulan data atau pun fakta ad tiga macam data
situasional yang perlu dikumpulkan untuk menentukan situasi
apa yang dihadapi oleh sesorang pengabdian pada masyarakat.
Ketiga macam data itu ialah (1) data sosial, (2) data ekonomi, (3)
data teknologi. pertama , data sosial. Data sosial diperlukan
karena dua alasan. Alasan yang pertama ialah karena data sosial
dapat menunjukkan karakteristik khalayak yang berguna untuk
menentukan pendekatan untuk menciptakan situasi belajar yang
diinginkan. Termasuk ke dalam kelompok data ini yang perlu
dikumpulkan ialah tingkat antara lain, pendidikan, karakteristik,
sosial, ekonomik, pola partisipasi sosial, tradisi, kepercayaan,
dan atitud. Kedua, data ekonomi. Data ini dapat menunjukkan
area permasalahan yang relevan. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan menghubungkan data ekonomi lokal dengan data ekonomik
regional dan nasional, maupun internasional. Yang perlu
dikumpulkan anatar lain ialah sumber dan pola penghasilan,
tanah dan penggunaannya, serta sumber daya alami lainnya.
Demikian juga dengan lingkungan fisik dan fasilitas yang
tersedia pada khalayak setempat yang dapat menunjukkan
sumber daya pekerjaan mereka. Ketiga, data teknologi. Data
serupa ini dapat juga menunjukkan potensi masalah yang

46 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dihadapi oleh khalayak terutama dalam cara bekerja yang dapat
dijadikan rekomendasi oleh pendidik tenaga kependidikan
pendidikan luar sekolah.
2) Analisis Keadaan
Untuk menentukan keadaan apa yang dihadapi, maka
perencanaan program pengabdiaan pada masyarakat harus
menganalisis ketiga macam data yang telah diperolehnya itu.
Analisis data tersebut dapat dilakukan dengan mengorganisasikan
data yang telah diperoleh dalam bentuk tabel-tabel. Dalam
hubungan ini perlu diketahui bahwa baik table sederhana maupun
tabel silang dapat digunakan. Berbagai macam perubahan yang
hendak dilihat baik distribusinya maupun dalam tabel-tabel
tersebut dan analisis statiska, baik yang sederhana maupun yang
lebih rumit akan berguna. Sekali lagi perlu diingat bahwa tujuan
analisis keadaan ialah untuk menentukan situasi atau performans
ini, kemudian akan dijadikan dasar bagi program perubahan yang
hendak diubah itu, seperti telah ditunjukkan oleh macam data
yang dikumpulkan, dapat saja berada dalam kawasan sosial,
ekonomik, ataupun teknologi suatu khalayak. Jadi tidak perlu
diragukan bahwa analisis yang mendalam pada ketiga kawasan
kehidupan khalayak ini dan ketajaman awal bagi suatu program
perubahan (Pesson, 1966).
3) Identifikasi Masalah
Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu, potensi
masalah ditunjukkan oleh kesenjangan ini dapat kita lakukan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 47


apabila data tentang situasi saat ini dibandingkan ataupun
dihubungkan dengan data tentang situasi yang diinginkan. Jika
kesenjangan yang di peroleh itu dianggap penting, relevan dengan
apa yang dikehendaki maka kesenjangan tersebut pantas dijadikan
masalah. Dalam proses pengidentifikasian area permasalahan itu,
akan diperoleh lebih dari suatu kesenjangan. Dengan kata lain,
akan ada lebih dari suatu masalah. Terdapatnya lebih dari satu
masalah ini akan menimbulkan pertanyaan masalah mana yang
harus dipecahkan terlebih dahulu. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa kita dituntut untuk menentukan prioritas
masalah-masalah yang dihadapi, caranya ialah dengan
menentukan manfaat yang baik pada khalayak pendidikan luar
sekolah.
4) Perumusan Tujuan
Akhir suatu proses perencanaan program ialah berupa
keputusan tentang tujuan program tersebut. Yang secara
sederhana dapat dinyatakan sebagai apa yang hendak dikerjakan
dengan siapa. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, dalam proses ini kita akan menghadapi banyak
masalah yang akan dilahirkan lebih banyak lagi tujuan. Tujuan-
tujuan ini harus disaring terlebih dahulu untuk menentukan tujuan
mana yang sebenarnya layak dijadikan tujuan suatu program
pendidikan luar sekolah. Dalam usaha memutuskan tujuan mana
yang akan dipilih sebagai tujuan program, Pesson menganjurkan
agar kita menggunakan dua macam saringan yang dianjurkan oleh

48 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Tyler. Kedua macam saringan itu ialah falsafah pendidikan dan
psikologi pendidikan. Misalnya saja memerjuangkan kehidupan
yang lebih banyak bagi masyarakat yang kurang beruntung
merupakan tujuan yang hendak di capai oleh lembaga
penyelenggara pendidikan luar sekolah, dan demikian juga halnya
dengan mengembangkan warga kurang beruntung. Kedua hal ini
dapat digunakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan luar
sekolah pada masyarakat sebagai kriteria untuk memilih tujuan-
tujuan mana yang lebih diinginkan. Melalui cara ini maka prioritas
yang diperoleh akan konsisten dengan nilai-nilai falsafah program
tersebut dan komunitas yang dijadikan khalayak sasaran.
Agar tujuan program-program pendidikan luar sekolah itu
juga konsisten dengan kondisi belajar khalayak. Misalnya saja,
perubahan perilaku yang diharapkan terjadi haruslah berada
dalam batas-batas kemampuan khalayak, dan perilaku tersebut
harus dapat dipraktekkan oleh khalayak. Selanjutnya disarankan
pula agar pengalaman belajar baru itu, hendaknya dikembangkan
atas dasar perilaku baru itu dapat memeberikan khalayak
kepuasan. Disamping itu pun, bagi perencana program pendidikan
luar sekolah. Tyler juga menyarankan agar perilaku baru yang
hendak dibentuk khalayak itu dapat diamati dan diukur secara
empirik.
5) Perencanaan Kegiatan
Perencanaan sebagai kegiatan penyusunan rangkaian
tindakan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan, perlu

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 49


memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : pertama,
perencanaan disusun berdasarkan kebijakan dan kebutuhan apa
dan siapa yang ingin dipenuhi. Hal ini berarti bahwa penyusunan
program pendidikan luar sekolah harus diawali dengan
mengidentifikasi kebutuhan belajar dan karakteristik sasaran,
sehingga perencanaan yang disusun merupakan penjabaran
kebijakan yang telah ditetapkan. Kedua, konsistensi, yang berarti
bahwa perencanaan disusun dengan memperhatikan rencana
yang telah disusun, sehingga kegiatan yang direncanakan itu
berkesinambungan dengan kegiatan yang sebelumnya. Ketiga,
berdaya guna dan berhasil guna, berarti bahwa perencanaan
harus berorientasi pada pemanfaatan sumber daya yang ada
secara cermat dengan hasil yang seoptimal mungkin. Dengan
demikian, kegiatan penyusunan rencana harus memperhatikan
dan mengikutsertakan kemampuan masyarakat sehingga sumber
daya yang ada pada masyarakat dapat dilibatkan dalam
pelaksanaannya. Keempat, menyuruh, dalam arti bahwa dalam
perencanaan program pendidikan luar sekolah perlu
mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan program seperti masukan, proses, keluaran, dan
dampak program pendidikan luar sekolah. Dalam masukan
lingkungan misalnya, perlu diperhatikan faktor lingkungan sosial
budaya, lingkungan alam hayati dan non hayati, serta lingkungan
buatan.
6) Pelaksanaan Rencana Kegiatan

50 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Pelaksanaan suatu strategi yang di dalamnya mengandung
berbagai rencana aksi atau program, maka terlebih dahulu
dilakukan analisis kelayakan untuk menentukan program mana
yang layak untuk dilaksanakan. Analisis kelayakan mencakup
dua aspek, yaitu analisis sumber daya dan analisis pemangku
kepentingan. Analisis sumber daya dimaksudkan untuk
mengetahui bahwa program yang dipilih mendapat dukungan
dari berbagai pihak, baik yang berperan sebagai pelaksana,
penerima, dan pengguna hasil program yang dimaksud. Analisis
pemangku kepentingan dilakukan dengan menganalisis
kedudukan masing-masing pemangku kepentingan. Hasil
analisis menunjukkan pemangku kepentingan memiliki posisi
(menentukan untuk menyediakan dana, hubungan, fasilitas ) dan
skills (penegtahuan, dll), yang memberikan pengaruh pada
program tersebut. Artinya pemangku kepentingan memiliki andil
dalam melaksanakan strategi yang dipilih. Pemangku
kepentingan dapat ditinjau dari empat golongan, yaitu, 1)
pemangku kepentingan yang memiliki kemampuan (posisi) kuat
dan skill yang kuat pula; 2) pemangku kepentingan yang
memiliki posisis kuat, tetapi lemah dalam keterampilan; 3)
pemangku kepentingan yang memiliki keterampilan kuat, tetapi
posisisnya lemah, dan 4) pemangku kepentingan posisi dan
keterampilan sama-sama lemah.
Aspek sumber daya juga menjadi pertimbangan dalam
penentuan pelaksanaan rencana aksi (program kegiatan) yang

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 51


tepat. Sumber daya yang dimiliki diperhitungkan karena
pertimbangan potensi (mendapatkan ketersediaan dana) dan
pentingnya sumber daya tersebut. Ada empat kelompok sumber
daya sebagai pertimbangan, yaitu: 1) sumber daya yang penting
untuk disediakan dan potensi mendapatkannya; 2) sumber daya
yang tingkat kepentingan rendah tetapi potensi mendapatkannya
kuat; 3) sumber daya yang tidak (kurang) penting dan potensi
mendapatkannya mudah (kuat); 4) sumber daya yang potensi dan
kepentingannya rendah, tetapi untuk mendapatkannya sulit.
Dengan demikian, idealnya sebuah rencana aksi dilakukan
apabila hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa terdapat
sumber daya potensi mudah dan banyak terdapat khususnya
sumber daya penting, dan terdapat pemangku kepentingan yang
memiliki potensi dan posisi penting.
7) Rincian Perkembangan Kegiatan
Pada tahap ini menjelaskan bagaimana proses evaluasi dalam
presentasi keterampilan. Setiap program itu tidak selalu mudah
tetapi penuh dengan hambatan dan faktor pendukung, maka pada
bagian ini menjelaskan bagaimana apa dan dimana faktor
pengahambat dan pendukung itu terjadi. Pada tahap ini pengelola
atau pun pendidik dapt mengetahui kelemahan dan kekurangan
dalam program yang dilaksanakan.
8) Rekonsiderasi (Usulan Penyempurnaan)
Setiap program yang dilaksanakan pasti ada rekonsiderasi
(usulan penyempurnaan) sehingga program yang dilaksanakan

52 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini yang
disempurnakan berupa materi, metode, sumber belajar maupun
hal lainnya. Dalam hal ini juga mengandung saran serta tindak
lanjut dari program yang dilaksanakan agar selanjutnya ada
peerkembangan yang dilakukan sehingga program lebih baik.

Daftar Pustaka
Yusnadi (2012). Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah .
Medan : Universitas Negeri Medan.
http://flairyzah.blogspot.com/2010/05/perencanaan-pls-pnf-dalam-
pembangunan.html

BAB V
PERENCANAAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
DALAM PEMBANGUNAN

A. Peta Masalah
Sampai saat ini ternyata PNF belum mendapat pemahaman
dan perhatian yang proporsional dari pemerintah maupun
masyarakat dalam sistem pembangunan nasional, baik yang
berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan
anggaran sehingga pemerataan pelayanan PNF bagi masyarakat
diberbagai lapisan dan diberbagai daerah belum dapat
dilaksanakan secara optimal.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 53


Mengapa demikian? Hal ini sesuai dengan amanat UU no 20
pasal 6 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara
bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan. Kemudian, pelik, dan ketirnya, posisi pendidikan
dalam menggapai dan menuju masyarakat yang adil dan makmur,
sudah menjadi bagian dari tujuan membangun bangsa yang
beradab. Tak dapat disangkal, banyak kalangan (masyarakat) yang
menaruh harapan besar terhadap pendidikan. Pendapatan
masyarakat yang di bawah rata-rata, menguatnya angka
pengangguran, dan meningginya taraf kriminalitas, membuat
sebagian masyarakat (yang kritis) sadar dan mencoba bangkit dari
sekelumit kemiskinan pisik dan psikis ini. Akhirnya, salah satu
harapan untuk menjawab semua itu: strategi pendidikan dalam
kancah pembangunan nasional.
Untuk mengatasi masalah itu ada solusi yang tersedia, yaitu
pendidikan nonformal berupa lembaga kursus, lembaga latihan,
kelompok belajar, dan sebagainya. Kalau merasa masuk sekolah
menyita waktu dan biaya, dan hasilnya tidak mendukung
pekerjaan, mengapa tidak memilih lembaga pendidikan
nonformal. Apabila ingin fasih berbahasa Inggris untuk menjadi
guide, mengapa tidak mengambil kursus Bahasa Inggris yang
biayanya lebih murah dan waktunya lebih pendek.
Menurut catatan Departemen Pendidikan Nasional (2003),
kini ada 22.510 lembaga kursus yang terdiri dari berbagai rumpun,
yaitu kerumahtanggaan (5.755), kesehatan (4.443), keolahragaan

54 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


(101), pertanian dan peternakan (16), kesenian (1.109), kerajinan
dan industri (31), teknik dan perambahan (460), jasa (7.508),
bahasa (2.822), dan khusus (265). Meskipun kita memiliki
lembaga nonformal yang relatif banyak, tetapi kurang "dilirik"
masyarakat.
Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional, pada intinya program PNF berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.

B. Prospek Pengembangan
Ada beragam satuan pendidikan nonformal yang
dikembangkan masyarakat saat ini. Beberapa bahkan sudah
familiar di telinga masyarakat, sebut saja lembaga kursus dan
pelatihan. Lembaga ini berfungsi menyelenggarakan pendidikan
bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri dan atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Satuan pendidikan nonformal lainnya adalah kelompok
belajar (Kejar), yaitu satuan pendidikan nonformal yang terdiri

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 55


atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu
dan taraf kehidupannya.
Adapula yang dinamakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM), yaitu satuan pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk
masyarakat (DOUM).
Selain itu, di kalangan umat Islam sudah dikenal yang
namanya majelis taklim, yang juga termasuk dalam satuan
pendidikan nonformal. Majelis taklim pada umumnya
menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar dengan ciri khas
keislaman, dan biasanya ditambah dengan kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan kebutuhan jemaahnya.
Program-program pendidikan nonformal pun tidak kalah
menarik dengan program pendidikan lainnya. Kebanyakan
program pendidikan yang dilakukan bersifat fungsional, sesuai
dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Di antaranya adalah:
2. Pendidikan kecakapan hidup, yaitu pendidikan yang
memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial,
kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk
bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
3. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal, yaitu
pendidikan yang diselenggarakan sebagai upaya pembinaan
dan pengembangan anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun,

56 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dilaksanakan melalui Kelompok Bermain, Taman Pendidikan
Anak dan bentuk lain yang sederajat.
4. Pendidikan kepemudaan, yaitu pendidikan yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin
bangsa, seperti organisasi pemuda, pendidikan
kepanduan/kepramukaan, keolahragaan, palang merah,
pelatihan, kepemimpinan, pencinta alam, serta
kewirausahaan.
5. Pendidikan pemberdayaan perempuan, yaitu pendidikan
untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
6. Pendidikan keaksaraan, yaitu pendidikan bagi warga
masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca,
menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan
dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
7. Pendidikan kesetaraan, yaitu program pendidikan nonformal
yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI,
SLTP, dan SLTA yang mencakup program Paket A, Paket B,
dan Paket C, dan
8. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dilaksanakan
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang
sesuai kebutuhan dunia kerja.
Salah satu kendala pengembangan PNF di berbagai daerah
adalah adanya paradigma masyarakat yang masih berorientasi
pada pendidikan sekolah atau pendidikan formal semata. Selain

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 57


memerlukan biaya mahal, angka putus sekolah pada pendidikan
formal juga masih sangat tinggi. Padahal, antara pendidikan
sekolah dan PNF dapat saling berkesinambungan dalam
membentuk sumber daya manusia yang cerdas dan terampil.
Melalui tempat kursus, pesantren, atau lembaga pendidikan luar
sekolah lainnya, berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan
dapat diserap.
Apalagi pendidikan nonformal lebih canggih membangun
sikap kemandirian peserta didik karena mereka bermotivasi
mendapatkan keterampilan untuk bekerja dan mengembangkan
diri (skilled orientation), sementara itu peserta didik pada sekolah
dan perguruan tinggi banyak yang hanya mengejar ijazah (paper
orientation).
Itu sebabnya lulusan lembaga pendidikan nonformal
umumnya memiliki kemandirian yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan formal atau
sekolah. Nah, mengapa kita tidak lebih serius mengembangkan
pendidikan nonformal!
Kini sudah saatnya masyarakat tidak terpaku pada pendidikan
sekolah atau pendidikan formal saja. Banyak satuan dan program
pendidikan nonformal yang dapat menjadi alternatif untuk
mendapatkan layanan pendidikan yang memadai. Apalagi kualitas
pembelajarannya pun tidak kalah dengan pendidikan formal.
Perpaduan yang harmonis antara pendekatan formal, nonformal,
dan informal akan mempercepat lahirnya masyarakat gemar

58 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


belajar.

C. Beberapa Kebijakan Dan Strategi


Pendidikan telah memasuki era perubahan yaitu untuk
peningkatan mutu, relevansi, daya saing pendidikan serta
pengembangan sistem manajemen pengelolaan pendidikan yang
transparan dan mempunyai akuntabilitas publik. Untuk menjawab
itu semua kebutuhan perubahan tersebut, perlu dilakukan
reformasi pembangunan pendidikan secara makro maupun mikro.
Reformasi makro pendidikan terkait erat dengan pengambilan
kebijakan, perencanaan program, strategi pencapaian
keberhasilan pendidikan serta penataan regulasi dan kelembagaan
pendidikan, sedangkan di tingkat mikro menyangkut proses
pembelajaran pada setiap satuan jenis dan jenjang pendidikan.
Melalui berbagai kebijakan yang berkaitan dengan mutu
pendidikan, pemerintah sudah bertekad ingin membenahi dan
mengembangkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan
nasional, sambil terus melanjutkan usaha memperluas akses serta
pemerataan pendidikan, khususnya melalui program Wajib
Belajar Sembilan Tahun. Untuk menunjang peningkatan mutu
pendidikan, pemerintah sedang mengembangkan sistem
penjaminan mutu melalui standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi
baik di pendidikan formal maupun nonformal (PNF). Untuk
standardisasi pendidikan pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 59


Pendidikan yang telah mengatur garis-garis besar mengenai
berbagai aspek standar mutu pendidikan, yang meliputi standar
proses, isi, kompetensi lulusan, sarana prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, pendidik dan tenaga pendidikan, dan penilaian.
Sebagai subsistem pendidikan nasional, PNF dihadapkan
pada dua tantangan besar pembangunan PNF, yakni pertama,
bagaimana PNF mampu melaksanakan komitmen nasional untuk
membenahi dan mengembangkan mutu pendidikan; dan kedua,
bagaimana PNF mampu berperan efektif membantu
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat
lapisan bawah, yang memiliki berbagai keterbatasan dan
ketidakberdayaan secara struktural maupun kultural akibat
geologis maupun sosio-demografis. Pendekatan untuk selalu
mengintegrasikan aspek mutu dalam merancang dan
mengembangkan program-program PNF serta melibatkan seluruh
stakeholder pendidikan merupakan strategi untuk menjawab
tantangan tersebut, karena bagi PNF, program-program yang tidak
mempertimbangkan mutu tidak akan efektif dilaksanakan.
1. Pendidikan Keaksaraan
Dalam pendidikan keaksaraan, tantangan mutu terletak
pada bagaimana keaksaraan fungsional dapat memberikan
keterampilan praktis yang benar-benar dapat dirasakan
manfaatnya bagi peserta didik setelah mereka melek aksara.
Dalam pendidikan keaksaraan, pendekatan mutu diwujudkan
melalui muatan kecakapan hidup (life skill) yang terbukti

60 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


dapat mengantarkan para lulusannya mampu memperoleh
mata pencaharian melalui pembukaan usaha baru atau
keterampilan bekerja dunia usaha. Selain itu, mutu pendidikan
keaksaraan juga akan ditentukan pada aspek kecakapan
pribadi, intelktual, sosial vokasional yang mampu
mengembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang
kurang beruntung (miskin) menjadi komunitas masyarakat
pembelajar sepanjang hayat yang lebih maju dalam berpikir
(the new paradigm), bersikap dan berperilaku, untuk
memberikan kontribusinya bagi kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat luas.
Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik PNF adalah
masalah-masalah aktual yang memerlukan solusi efektif dan
cepat. Para penyandang buta aksara, anak-anak usia dini yang
belum memperoleh pendidikan dan perawatan yang memadai,
anak-anak yang putus sekolah atau belum/tidak pernah
bersekolah, penduduk yang menganggur karena tidak
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai,
diskriminasi laki-laki dan perempuan, dan sebagainya, adalah
masalah-masalah sosial-ekonomi yang akan selalu membawa
bangsa dalam persoalan struktural kemiskinan dan
keterbelakangan. Solusi pendidikan melalui Pendidikan
Nonformal diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan
tersebut secara fundamental, asalkan dilakukan dengan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 61


strategi dan program yang efektif, serta komitmen yang
sungguh-sungguh.
Masih tingginya angka buta aksara nasional, sekitar 15,6
juta penduduk berusia >15 tahun pada tahun 2004, sedangkan
di tahun 2005 menurun sedikit menjadi 14,6 juta, lalu pada
tahun 2006 berkurang lagi menjadi 12.9 juta, dari jumlah
tersebut sekitar dua-pertiganya adalah kaum perempuan.
Dengan kondisi buta aksara tersebut, menjadikan Indonesia
masih termasuk 34 negara penyandang buta aksara terbesar.
Menyadari arti penting dan strategisnya memberantas buta
aksara, Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden
Nomor 5 tahun 2006, tertanggal 9 Juni 2006 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GN-
PPWBP-PPBA). Dengan landasan hukum berupa Inpres ini
berarti pemerintah telah menetapkan kebijakan penuntasan
buta aksara sebagai salah satu prioritas pembangunan
pendidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan
Informal, Depdiknas, sebagai penanggung jawab pelaksanaan
program telah menyusun strategi, program dan sasaran hingga
tahun 2009, di mana angka buta aksara ditargetkan turun
hingga tinggal 5% dari jumlah penduduk, atau sekitar 7,5 juta
penduduk berusia >15 tahun yang buta aksara.
Sudah menjadi tekad bersama bahwa masalah buta aksara
harus dituntaskan dalam waktu yang secepatnya, karena

62 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


secara potensiil, jumlahnya akan semakin meningkat sebagai
ekses masalah-masalah sosial-ekonomi. Lebih dari itu,
pemberantasan buta aksara menempati peran strategis karena
akan mengatasi masalah-masalah fundamental sumber daya
manusia yang menyangkut berbagai aspek kepentingan
berikut.
Pertama; pendidikan keaksaraan merupakan salah satu
upaya untuk memenuhi hak-hak dasar memperoleh
pendidikan, yang juga merupakan bagian dari pemenuhan
hak-hak asasi manusia. Pendidikan keaksaraan akan
meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung untuk menuju kualitas
kehidupan yang lebih baik. Pada tingkat ini, pendidikan
keaksaraan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas peserta
didik hingga mencapai kemampuan basic literacy. Kedua;
pendidikan keaksaraan dengan pendekatan keaksaraan
fungsional, juga memberikan keterampilan praktis dan
meningkatkan kecakapan peserta didik yang diarahkan pada
peningkatan keberdayaan ekonomi melalui pemanfaatan
keunggulan potensi lingkungannya untuk mendapatkan
nafkah bagi kehidupannya. Ketiga; pendidikan keaksaraan
juga diarahkan dapat meningkatkan kapasitas berpikir dan
pengembangan potensi pribadi secara optimal sehingga
mampu berperan dalam dinamika kehidupan dan pergaulan
lingkungan sosialnya, serta memberikan kontribusi yang

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 63


positip bagi perkembangan dan dinamika sosial/budaya;
Keempat; dengan meningkatnya kapasitas berpikir dan
kepribadian, peserta didik keaksaraan fungsional akan lebih
mampu menempatkan peran dan aktualisasi dirinya, termasuk
meningkatnya kepercayaan diri dan kesadaran sebagai warga
negara, yang penting bagi pengembangan partisipasi politik
masyarakat. Kelima; meningkatnya kemampuan keaksaraan
masyarakat, dengan berbagai kecakapan fungsionalnya, pada
dasarnya merupakan investasi sumber daya manusia yang
secara potensial dapat menggerakkan dinamika pembangunan
sektoral dalam rangka mencapai kesejahteraan ekonomi dan
sosial masyarakat. Keenam; menurunnya angka buta aksara
secara nasional dengan sendirinya akan memperbaiki indeks
pembangunan manusia (HDI) sebagai salah satu parameter
kemajuan kualitas sumber daya manusia.
Secara konsepsi, keaksaraan (literacy) dapat dijabarkan
dalam tiga kategori, yaitu basic literacy, functional literacy,
dan advanced literacy. Pengertian basic literacy adalah
kemampuan keaksaraan yang paling dasar di mana
penilaiannya didasarkan hanya sebatas kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung. Functional literacy sudah
memberikan muatan kecakapan hidup/keterampilan yang
dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau berperan lebih positip
dalam kehidupan bermasyarakat. Advanced literacy
merupakan tingkat keaksaraan yang paling tinggi di mana

64 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


seseorang sudah memiliki kapasitas melakukan analisis,
berpikir konseptual dan kritis, serta mampu mengembangkan
dan mengaktualisasikan dirinya untuk memberikan kontribusi
yang bernilai bagi kemajuan dan kesejahteraan, baik bagi
dirinya maupun lingkungannya. Program pendidikan
keaksaran yang dilaksanakan hingga tahun 2009, paling tidak
diarahkan untuk dapat mencapai keberhasilan pada tingkat
functional literacy, melalui pendidikan keksaraan fungsional.
Pendidikan keaksaraan diupayakan untuk sejalan dengan
program pengentasan kemiskinan agar lebih terarah,
sistematis, dan berkelanjutan. Program ini menggunakan
pendekatan peningkatan kecakapan hidup (life skills) dengan
mengacu pada standar keaksaraan yang jelas dan terukur agar
hasilnya dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan
produktivitas masyarakat.
Gerakan pemberantasan buta aksara nasional, yang
dicanangkan melalui Inpres No. 5 Tahun 2006, terutama
diarahkan pada sembilan wilayah provinsi yang tertinggi
angka buta aksaranya, yang meliputi Provinsi Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan
Papua. Melalui inpres tersebut Departemen Pendidikan
Nasional melakukan langkah-langkah strategis yang meliputi,
strategi horisontal, di mana pemerintah mengajak segenap
komponen masyarakat, termasuk LSM, Ormas, perguruan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 65


tinggi, organisasi keagamaan, dan komponen masyarakat
lainnya, agar aktivitas gerakkan dapat menjangkau seluas
mungkin sasaran hingga ke pelosok-pelosok wilayah. Di
samping itu, dilakukan strategi vertikal (jalur
birokrasi/struktural), yang melibatkan seluruh jajaran
pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai desa/kelurahan,
atau bahkan RW atau RT.
Untuk mengintensifkan pemberantasan buta aksara,
pemerintah bersama-sama masyarakat akan melaksanakan
Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara
(GN-PPBAI), yang menggunakan strategi berikut.
Pertama, dilaksanakan melalui program reguler yang
sejauh ini sudah berlangsung di lembaga-lembaga
penyelenggara PNF (PKBM, SKB, BPKB, BPPLSP, dll);
kedua, melakukan assessment dan pendataan untuk
mengetahui kondisi dan posisi sasaran/target terkini yang akan
dicapai, serta hasil pencapaian program di setiap akhir
periodisasi pelaksanaan program. Kegiatan yang akan
dilakukan ialah melaksanakan Quick Count, pendataan “by
name”, kerjasama dan koordinasi dengan BPS, dan
memanfaatkan LAMP (Literacy Assessment Monitoring
Program); ketiga, melaksanakan sosialisasi program melalui
berbagai media, termasuk iklan TV, radio, internet, media
cetak, dll; keempat, lebih intensif memusatkan kegiatan pada

66 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


kantong-kantong buta aksara, khususnya yang berada dalam
wilayah 9 provinsi dengan angka buta aksara tertinggi.
Dengan mempertimbangkan penyebarannya yang
bervariasi, kegiatan juga akan diarahkan ke kabupaten-
kabupaten di luar 9 provinsi tersebut yang memiliki penduduk
buta aksara tinggi; kelima, membangun kerjasama melalui
kemitraan dengan berbagai Organisasi Sosial / Perempuan,
Keagamaan, Dewan Masjid, Perguruan Tinggi dan Sekolah,
model pelaksanaan kemitraan ini disebut dengan strategi
pendekatan horisontal; keenam, menggunakan “kapasitas
pemerintahan” dalam program keaksaraan, yaitu dengan
memberikan blockgrant untuk Pemerintah Kab/Kota,
Kecamatan/Desa, dan pelaksana kegiatan, serta menerapkan
instruksi Pemerintahan Daerah dalam menggerakkan seluruh
komponen masyarakat dalam program keaksaraan, model
pelaksanaan ini disebut dengan strategi pendekatan vertikal.
Kebijakan pembangunan pendidikan nonformal telah
menetapkan tujuan pendidikan keaksaraan sebagai salah satu
dari lima tujuan PNF yang ingin dicapai, yaitu “Menurunkan
jumlah penduduk buta aksara melalui gerakan pemberantasan
buta aksara intensif dengan menggunakan mekanisme yang
efektif, efisien dan akuntabel”. Untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah menempuh kebijakan strategis berikut.
1. Pelaksanaan Pemberantasan Buta Aksara (PBA) dengan
strategi vertikal dan horisontal melalui pendekatan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 67


pendidikan kecakapan hidup.
2. Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif
dalam PBA.
3. Kerjasama lembaga masyarakat dan sistem voucher
melalui “Warung PLS”.
4. Pengembangan standar keaksaraan, pengendalian, dan
penjaminan mutu PBA.
5. Menata mekanisme sistem informasi PBA pada unit
pemerintahan terdepan.

2. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


Dengan menyadari arti pentingnya anak-anak yang
termasuk dalam usia 0-6 tahun, pemerintah telah
menempatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai
prioritas lainnya dari pembanguan pendidikan nonformal.
Berdasarkan data yang ada, sebagian besar anak-anak usia dini
kita, khususnya 2-4 tahun, belum mendapatkan pelayanan
pendidikan dan perawatan yang memadai. Hingga tahun 2004,
jumlah anak-anak usia dini kita yang sudah mendapatkan
pelayanan pendidikan baru mencapai angka tidak lebih dari
30%.
Kondisi yang demikian itu merupakan tantangan bagi
pemerintah untuk mengupayakan pemerataan dan perluasan
akses pendidikan anak usia dini, sambil terus memperbaiki
dan mengembangkan mutu penyelenggaraannya. Penanganan
pendidikan pada anak-anak usia dini yang dianggap kritis itu

68 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


harus dilakukan dengan benar untuk mencegah
berkembangnya anak-anak menjadi manusia dewasa yang
kurang produktif dan membawa masalah bagi keluarganya
serta masyarakat pada umumnya.
Beberapa pertimbangan berikut merupakan alasan
pentingnya pendidikan anak usia dini untuk diperhatikan dan
diprioritaskan dalam PNF. Pertama, bahwa usia dini 0-6 tahun
merupakan masa emas (golden age) bagi perkembangan anak-
anak; kedua, perkembangan kecerdasan anak yang terjadi
pada usia dini sangat pesat; ketiga, perkembangan kecerdasan
itu memerlukan stimulasi yang positip dari lingkungan;
keempat, stimulasi harus diberikan dengan cara yang benar
dan dalam porsi yang sewajarnya, untuk mendorong
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan emosi anak secara
optimal, serta mampu melejitkan kecerdasan anak; kelima,
pendidikan anak usia dini yang merupakan suatu lingkungan
dan perlakuan yang dirancang secara sadar, diarahkan untuk
mengembangkan potensi positip anak-anak.
Pendidikan dan perawatan anak usia dini dapat
diibaratkan sebagai dua sisi dari satu mata uang, oleh
karenanya strategi mengembangkan pendidikan anak usia dini
akan diintegrasikan dengan strategi memberikan pelayanan
perawatan. Strategi ini akan diimplementasikan hingga ke
tingkat operasional pelaksanaan pendidikan dan perawatan,
yakni melalui penyelenggaraan, kelembagaan, dan pelayanan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 69


terpadu, seperti model POSPAUD (Posyandu-PAUD
terintegrasi).
Kebijakan pembangunan pendidikan nonformal telah
menetapkan tujuan Pendidikan Anak Usia Dini sebagai salah
satu dari lima tujuan yang ingin dicapai, yaitu “Memperluas,
mengembangkan, dan mengkoordinasikan pelaksanaan
PAUD yang merata, adil dan bermutu dalam rangka
membentuk kesiapan belajar anak untuk menempuh
pendidikan lebih lanjut”. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah menempuh kebijakan strategis berikut.
a. Pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk perluasan
dan pemerataan PAUD.
b. Pengembangan model inovatif PAUD untuk mencapai
standar nasional pendidikan.
c. Koordinasi antar-sektor dalam pendidikan dan
pengembangan Anak Usia Dini.
d. Pengendalian, penjaminan mutu, dan pendirian pusat-
pusat keunggulan PAUD.
e. Pengembangan model pembelajaran PAUD berbasis
ICT/multimedia.

3. Pendidikan Kesetaraan
Program Pendidikan Kesetaraan menempati posisi
strategis untuk mengatasi paling tidak tiga tantangan penting,
yakni pertama, membantu penuntasan program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun, dengan menarik kembali anak-

70 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


anak yang mengalami putus sekolah di pendidikan dasar dan
mengajak anak-anak yang tidak/belum bersekolah karena
miskin, hambatan geografis atau alasan lain untuk mengikuti
program pendidikan kesetaraan Paket A dan Paket B; kedua,
memberikan dorongan dan bantuan kepada anak-anak lulusan
pendidikan dasar yang tidak melanjutkan dan menarik
kembali anak-anak yang putus sekolah di pendidikan
menengah, untuk mengikuti program pendidikan kesetaraan
Paket C; serta ketiga, memberikan muatan pendidikan
kecakapan hidup dengan keterampilan praktis yang relevan
dan dibutuhkan oleh dunia kerja, dan kemampuan merintis
dan mengembangkan usaha mandiri (enterpreneurship),
dalam rangka membantu mengatasi pokok persoalan mereka
yaitu ketidakberdayaan secara ekonomi. Untuk menjawab
berbagai perkembangan dinamika masyarakat seperti diatas,
seiring dengan peningkatan mutu layanan pendidikan
kesetaraan, maka diperlukan reformasi pendidikan
kesetaraan. Reformasi ini bertujuan untuk melakukan
revitalisasi fungsi pendidikan kesetaraan sebanding dengan
pendidikan formal, terjaga mutu pelayanan pendidikannya
melalui kurikulum, bahan ajar yang induktif tematis dan
proses pembelajaran yang ekuivalen dengan pendidikan
formal, serta meningkatkan kompetensi peserta didik dengan
pendidikan kecakapan hidupnya.
Pendidikan nonformal menyadari, diperlukan strategi dan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 71


pendekatan khusus dalam implementasi reformasi pendidikan
kesetaraan ini, agar peserta didik benar-benar dapat merasakan
manfaat pendidikan sesuai dengan kondisi obyektif mereka
yang mengalami kompleksitas ketidakberdayaan sosial-
ekonomi. PNF sedang mengembangkan pendidikan
kesetaraan sebagai “pendidikan alternatif”, agar peserta didik
tidak mendapatkan sistem, muatan, dan perlakuan yang sama
dengan yang diperoleh di pendidikan formal dasar/menengah
umum, yang sekarang ini dianggap belum mampu menjawab
kebutuhan lulusan pendidikan dasar atau menengah yang
ingin langsung bekerja. Pendidikan alternatif yang dimaksud
juga diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan,
ketertarikan, motivasi, dan potensi peserta didik. Sistem dan
model pendidikan kesetaraan akan dikembangkan dengan
berorientasi pada kebutuhan peserta didik, yang mengacu pada
dua hal pokok, yaitu pencapaian standar kompetensi lulusan
dan penguasaan keterampilan bekerja atau membangun usaha
mandiri (berwirausaha).
Kebijakan pembangunan pendidikan nonformal telah
menetapkan tujuan Pendidikan Kesetaraan sebagai salah satu
dari lima tujuan yang ingin dicapai, yaitu “Mewujudkan
pendidikan kesetaraan berbasis kompetensi dan kecakapan
hidup secara efektif dan akuntabel untuk menunjang
penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan
pendidikan berkelanjutan”. Untuk mencapai tujuan tersebut,

72 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


pemerintah menempuh kebijakan strategis berikut.
a. Pelaksanaan Paket A/B/C, melalui pendekatan
kompetensi
b. Pembelajaran kecakapan hidup yang mengacu pada
standar kompetensi pendidikan dasar dan menengah
c. Mengembangkan bahan ajar secara induktif dan tematis
d. Menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada
pemecahan masalah lingkungan
e. Pelaksanaan ujian kesetaraan yang berbasis pada
pencapaian kompetensi

4. Pendidikan Kecakapan Hidup


Kebijakan pendidikan nonformal untuk Pendidikan
Kecakapan Hidup (PKH) ingin melaksanakan dua hal strategis
agar PKH dapat efektif dan bermanfaat bagi peserta didik
pendidikan nonformal, yaitu pertama, mendorong lembaga
berwenang untuk mengembangkan standardisasi, akreditasi,
dan sertifikasi serta penguatan kemampuan lembaga
pendidikan nonformal, termasuk “benchmarking” dengan
standar internasional, nasional dan peningkatan mutu
lembaga-lembaga kursus di pedesaan, dan mengembangkan
mekanisme alih kredit dari satuan pendidikan nonformal
terutama lembaga-lembaga kursus ke pendidikan formal;
kedua, mengupayakan perluasan peserta didik yang orang
tuanya miskin dan orang dewasa miskin dan/atau
pengangguran, agar dapat memperoleh kompetensi yang dapat

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 73


dijadikan modal untuk usaha mandiri atau bekerja.
Mengingat masih besarnya jumlah mereka, kegiatan
strategis ini menjadi sangat penting peranannya bagi
penanggulangan kemiskinan dan pengangguran; ketiga,
melibatkan seluruh komponen pendidikan khususnya satuan-
satuan pendidikan nonformal yang meliputi, Lembaga
Pelatihan Kursus (LPK), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM), Lembaga Pengembangan/Pemberdayaan Terpadu
Masyarakat (LPTM), Organisasi Sosial (Orsos), Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan Organisasi Perempuan. Selain itu, juga dapat
melibatkan satuan pendidikan formal seperti Sekolah
Kejuruan, Politeknik dan Lembaga Pengabdian Masyarakat
Perguruan Tinggi (LPM-PT); keempat membangun jaringan
kerja dengan stakeholder pendidikan untuk pengembangan
kursus dari kalangan dunia usaha/industri (DUDI), dalam
kerangka pengembangan usaha mandiri peserta didik maupun
penyaluran kerja baik di dalam dan luar negeri.
Kebijakan pembangunan pendidikan nonformal telah
menetapkan tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai
salah satu dari lima tujuan yang ingin dicapai, yaitu
”Melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan
yang mampu mengembangkan keterampilan, keahlian,
kecakapan, serta nilai-nilai keprofesian untuk mendorong
produktivitas dan kemandirian berusaha bagi pesertanya”.

74 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menempuh
kebijakan strategis berikut.
a. Mengembangkan kursus berstandar internasional dan
nasional serta inovasi layanan kursus pada masyarakat.
b. Merintis model PKH-PLS wirausaha pedesaan, berbasis
pengembangan potensi unggulan daerah serta wirausaha
bagi para penganggur perkotaan, termasuk meningkatkan
PKH-PLS bagi para pekerja (refitting).
c. Merintis atau mengembangkan model pendidikan
paraprofesi untuk penyaluran kerja di dalam maupun di
luar negeri.
d. Mengembangkan literasi komputer ICDL dalam kerangka
revitalisasi peran dan fungsi BPKB/SKB untuk
memberikan sertifikasi komputer yang berstandar
internasional.
e. Mengembangkan konsorsium-konsorsium kursus dan
pelatihan paraprofesi.
f. Meningkatkan mutu dan manajemen kursus melalui
standardisasi, akreditasi, uji kompetensi, uji profesi, dan
sertifikasi berstandar nasional maupun internasional.

5. Pengarusutamaan Gender (PUG)


Isu kesetaraan gender yang menuntut persamaan hak dan
kesempatan bagi laki-laki dan perempuan di bidang
pendidikan, menjadi dasar kebijakan program
Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG mengupayakan

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 75


memperkecil kesenjangan gender di segala aspek
penyelenggaraan pendidikan. Dengan pendekatan
pengarusutamaan gender, semua perencanaan pembangunan
pendidikan, pengambilan kebijakan dan program pendidikan
nonformal, seperti pemberantasan buta aksara, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan
kecakapan hidup, dirumuskan dan dijabarkan dengan
mempertimbangkan aspek kesetaraan dan keadilan gender.
Kesetaraan dan keadilan tersebut harus tercermin pada
indikator-indikatornya dari aspek peserta didik, tenaga
pendidik dan kependidikan, termasuk para pelaku manajemen
dan tenaga-tenaga struktural dan fungsional lainnya di bidang
pendidikan.
Pada tataran implementasi, program pengarusutamaan gender
menempuh strategi sebagai berikut.
a. Penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama
pendidikan dasar secara merata bagi anak laki-laki dan
perempuan baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal.
b. Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk
usia dewasa laki-laki dan perempuan yang tidak dapat
mengikuti pendidikan formal.
c. Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan
keaksaraan bagi penduduk dewasa terutama perempuan.
d. Peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam

76 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


rangka mengarusutamakan pendidikan berwawasan
gender.
e. Pengembangan dan penguatan kelembagaan (capacity
building) pendidikan berwawasan gender, baik di pusat
maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan
gender.
f. Peningkatan koordinasi dan penyebaran Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE).
6. Peningkatan Budaya Baca
Program Peningkatan Budaya Baca bertujuan untuk
mendorong berkembangnya minat dan budaya baca bagi
anggota masyarakat melalui perluasan Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) dan penyediaan bahan bacaan yang
bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat sehingga
pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya industri
perbukuan. Ditjen PLS melalui program ini memberikan
blockgrant bagi sasaran prioritas sebagai dana stimulan untuk
menyediakan sarana TBM, bahan bacaan yang bermutu dan
relevan, serta sumber informasi lain yang dibutuhkan. Dalam
pelaksanaan program ini Ditjen PLS membuka peluang untuk
bekerjasama dengan departemen/instansi dan
organisasi/masyarakat yang berkepentingan dengan program
budaya baca dan pembinaan perpustakaan.
Pengembangan program budaya baca dan Taman Bacaan
Masyarakat yang dilakukan melalui strategi berikut,

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 77


1. mengintegrasikan pelaksanaan program pendirian dan
peningkatan mutu TBM di daerah kelompok sasaran
program-program PNF.
2. memberikan dana stimulasi berupa blockgrant pada TBM
dengan spektrum pedesaan dan perkotaan.
3. menjadikan TBM sebagai sumber bahan belajar dan
sumber informasi melalui ICT.
4. mengambangkan jaringan kemitraan pengembangan TBM
dengan stakeholder pendidikan terkait.

D. Rencana Strategis Pendidikan Nonformal


Rencana strategis program pendidikan nonformal diarahkan
untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat
yang belum sekolah, tidak pernah sekolah atau buta aksara, putus
sekolah dan warga masyarakat lainnya yang kebutuhan
pendidikannya tidak dapat terpenuhi melalui jalur pendidikan formal.
Dengan demikian, pendidikan nonformal bertujuan untuk
memberikan layanan pendidikan kepada semua warga masyarakat,
baik laki-laki maupun perempuan, agar memiliki kemampuan untuk
mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan vokasional, serta pengembangan sikap
dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan nonformal dapat
pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.

78 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, berbagai program
pendidikan nonformal (PNF) yang dikembangkan terdiri dari; (1)
Pendidikan Kesetaraan yang diarahkan pada anak usia Wajar Dikdas
9 tahun untuk mendukung suksesnya Wajar Dikdas beserta
tindaklanjutnya (setara SMU), (2) Pendidikan Keaksaraan yang
diarahkan pada pendidikan keaksaraan fungsional serta penurunan
penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas secara signifikan pada
akhir tahun 2009, (3) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), agar
peserta didik dapat berkembang sesuai dengan tingkat usianya dan
berdampak pada kesiapan anak usia sekolah masuk sekolah, (4)
Peningkatan Pembinaan Kursus dan Pelatihan untuk memenuhi
kebutuhan belajar masyarakat di berbagai bidang keterampilan yang
dibutuhkan, (5) Pendidikan Kecakapan Hidup, yang dapat
diintegrasikan dalam berbagai program pendidikan nonformal
sebagai upaya agar peserta didik mampu hidup mandiri, (6)
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan yang diarahkan pada
peningkatan kecakapan hidup dan pengarusutamaan gender di bidang
pendidikan, (7) Peningkatan Budaya Baca Masyarakat sebagai upaya
untuk memelihara keaksaraan peserta didik yang telah bebas buta
aksara melalui penyediaan Taman Bacaan Masyarakat, dan (8)
Memperkuat Unit Pelaksana Teknis Pusat dan Daerah sebagai tempat
pengembangan model program PNF. Disamping hal-hal di atas, PNF
juga akan melaksanakan berbagai komitmen dunia seperti Pendidikan
Untuk Semua, pengarusutamaan gender, perawatan dan pendidikan
pada anak-anak yang tergolong tidak beruntung.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 79


DAFTAR PUSTAKA

Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.


Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2018
Agnes, Yulia. 2014. Pengantar Manajemen Perencanaan.
Selengkapnya:http://semuatugass.blogspot.co.id/2014/02/maka
lah-pengantar-manajemen-perencanaan.html. Diakses 16
Februari 2017
Akses dari http://flairyzah.blogspot.com/2010/05/perencanaan-pls-
pnf-dalam-pembangunan.html
Banghart, Frank W. and Albert Trull, Jr. (1973). Educational
Planning. New York: The Macmillan Company.
Bateman, Thomas S., and Scott A. Snell. (2004). Management, The
New Competitive Landscape. Sixth Edition. International
Edition. New York: McGraw-Hill & Irwin.
Coombs, P.H. and Ahmed, M. 1974, Attacking rural poverty: Hoe
educatin can help, Baltimore: John Hopkins University Press
Diakses dari http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-
manajemen-fungsi-prinsip.html
Hartanto, Setyo. 2015. Substansi Dan Aspek Perencanaan Sistem
Pendidikan Selengkapnya:
http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/konsep-dasar-
substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-pendidikan. Diakses
16 Februari 2018
Hartanto, Setyo. 2015. Substansi Dan Aspek Perencanaan Sistem
Pendidikan.

80 | Dr. Abdul Rahmat, M.Pd.


http://lppks.kemdikbud.go.id/berita/artikel/331/konsep-dasar-
substansi-dan-aspek-perencanaan-sistem-pendidikan
Mustafa Kamil 2009. Pendidikan Nonformal: Pengembangan
Melalui PKBM di Indonesia. (Bandung: Alfabeta Press)
Saleh Marzuki. 2009. Dimensi-dimensi Pendidikan Nonformal.
Malang: UNM Press, hlm.136
Sudjana, Djuju. (2006). Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah untuk
Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sudjana, H. Djudju. 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar
Sekolah. Bandung: Nusantara Press
Wiratomo, Paulus 1986, Indonesian Non Formal Education
Program: Problems of Access and The effect of The Programs
on The Attitudes of Learners, Albany: State University of New
York.
Yusnadi (2012). Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah .
Medan : Universitas Negeri Medan.
Yusnadi(2012). Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah.
Medan : Universitas Negeri Medan.

Perencanaan Program Pendidikan Luar Sekolah | 81

Anda mungkin juga menyukai