Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep dasar
a. Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.Sindrom Nefrotik dalah merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerulus yang terjadi pada anak dengan
karakteristik: proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema
(Suriadi & Rita Yuliant, 2017).
b. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016). Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun, yaitu suatu reaksi
antigen anti body. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autonom atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah
dicoba pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria quartana atau parasit lainnya
b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulo nefritis akut atau glomerulon efritis kronis, thrombosis vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun otak, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membrane proliferatif hipo komplemen temik.
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Sindrom nefrotik adalah Sindrom yang tidak diketahui penyebabnya atau
juga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histo patologis yang tampak
pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi
electron membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati
membranosa, glomerulo nefritis proliferatif, glomerulo sklerosis fokal
segmental.
c. Manifestasi Klinik
Menurut Hidayat (2016), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:
terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan meningkat, edema
periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen, penurunan jumlah urine, urine
tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu makan menurun, dan kepucatan.
d. Patofisiologi
Menurut Metz & Sowden (2017), Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema.
Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotic
plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi
cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan
vaskuler menstimulasi system renin– angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya
hormone anti diuretic dan aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na) dan air
mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intra vaskuler.
e. Penatalaksanaan medis
Menurut Wong (2016), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik mencakup :
1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi.
Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan
kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
3. Pengurangan edema
a. Terapi diuretic (diuretic hendaknya digunakaan secara cermat untuk mencegah
terjadinya penurunan volume intra vaskular, pembentukan trombus, dan atau
ketidakseimbangan elektrolit)
b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
edema dan terapi invasif)
6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agenslain)
7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) Untuk anak yang
gagal berespons terhadap steroid.
f. pemeriksaan penunjang
Menurut Betz & Sowden (2017), pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.Uji urine
a.Urinalisis: proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk hialin dan
granular, hematuria
b.Uji dipstick urine: hasilpositif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine: meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine: meningkat

2.Uji darah
a. Kadar albumin serum: menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum: meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum: meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit: meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum: bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan

3.Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
g. Patofisiologi Nursing Pathway

Gangguan primer Perubahan


Gangguan sekunder permeabilita
kongenital s membrane
glomerlurus

Mekanisme
Kerusakan penghalang
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam molekul besar
dalam filtrasi & proses (immunoglobuli
masuk ke urine filtrasi n)

Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran


citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


Pembengka kan
pada sirkulasi
periorbita

Ekstravaksi SINDROM Gangg


cairan NEFROTIK uan
Mata

Penumpukan Volume Resiko infeksi


Oedema cairan ke intravaskuler
ruang
intestinum
ADH
Reabsor
bsi air

Penekanan Paru-paru Asites


pada tubuh Kelebih
terlalu dalam an
Tekanan abdomen
volume
meningkat
Meneka
cairan
Efusi pleura n
diafrag
ma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Mendesak Otot
rongga lambung pernafasan
tidak optimal

Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, Nafas tidak
jaringan anaerob vomitus adekuat

Gangguan
Iskemia Produksi asam Ketidakefektif
pemenuhan
laktat an pola nafas
nutrisi
Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefek kurang dari
tifan perfusi kebutuhan
jaringan Kelemahan, tubuh Oliguri
perifer keletihan,
mudah
capek

Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer
Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah jantung

B. Konsep dasar keperawatan


a. Pengkajian
I. Data umum
a. Identitas pasien.
b. Identitas penanggung jawab.
II. Status kesehatan saat ini.
a. Diagnosa medis
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan terdahulu
III. Riwayat kesehatan saat ini.
IV. Riwayat keluaraga.
V. Kebutuhan cairan dan elektrolit.
a. Keseimbangan cairan elektrolit
1. Pemasukan (intake) cairan.
2. Pengeluaran (output) cairan.
a) Urine.
b) Feses.
c) IWL.
b. Pemeriksaan fisik.
1. Kesan umum.
2. Keadaan umum.
3. Head to toe
a) Kepala.
b) Leher.
c) Thorak.
d) Lambung.
e) Abdomen.
f) Ekstermitas.
g) Kulit.
VI. Diagnosa penunjang.
a. Laboratorium.
b. Radiologi.
c. Dan lain-lain.
VII. Thrapy medis

b. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Hipervolemia
3. Gangguan citra tubuh
4. Risiko perfusi perifer tidak efektif

c. Rencana asuhan keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif.
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
 Monitor output dan input cairan
 Atur posisi semi fowler atau fowler
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas dalam hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
 Anjurkan mengualngi tarik napas dalam hingga 3 kali
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran

2. Hipervolemia.
 Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema,
JVP/CVP meningkat,suara napas tambahan)
 Identifikikasi penyebab hipervolemia
 Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanna darah)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor tanda peningkatana tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
protein dan albumin meningkat)
 Batasi asupan cairan dan garam
 Anjurkan cara mengukur dan mencata asupan dan haluaran cairan
 Kolaborasi pemberian diuretik
3. Gangguan citra tubuh.
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Jelaskan tindakan terapeutik untuk mengatasi masalah atau gangguan
fisik yang dialami
 Jelaskan efek samping kemungkinan akibat terapi/pengobatan saaat ini
 Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan beradaptasi terhadap
tuntutan kondisi saat ini
 Ajarkan cara meengidentifikasi adanya depresi, gangguan proses pikir,
dan ekspresi ide bunuh diri
 Ajarkan melakukan teknik proses reminisens (mis. Mendengarkan lagu
lama, mengingat peristiwa masa lalu, dan melihat foto / benda
kenangan)
 Informasikan ketersediaan sumber sumber (mis. Konseling psikatrik
atau eksual , ahli protesa, terapis okupasi)

4. Risiko perfusi perifer tidak efektif.


 Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler,suhu)
 Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan
keterbatasan perfusi 6. Anjurkan berolahraga secara rutin
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega 3)
 Informasihkan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
Daftar pustaka

Naratif & Kusuma 2016. “The Relationship Beetween Fluid Overload and Nephrotic Syndrom at
RSUD dr. H Soewondo Kendal.Media Keperawatan Indonesia, Vol 2 No 1, February 2019/ page
1-9.

Suriadi & Rita Yuliant, 2017.Dasar- dasar Sistem Perkemihan.Yogyakarta : Nuha Medika.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Intikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai