Anda di halaman 1dari 3

Nama : Revail Jehosua

Nim : 20061043

Sem : 2

Fakultas keperawatan

1. Albert Einstein mengatakan bahwa agama masa depan itu harus menghindari dogma-
dogma. Buddhisme tidak meragukan hal ini, karena pada prinsipnya Buddhisme tidak
mempercayai dogma-dogma.

2. Siddharta Gautama menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh lima hukum kosmis
(Niyama Dhamma) yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan
Dhamma Niyama.

Menurut agama Buddha, alam semesta telah mengalami banyak siklus pembentukan dan
kehancuran yang tidak terhitung. Periode dari terbentuknya alam semesta sampai dengan
kehancurannya disebut mahakappa atau mahakalpa.

Penyebab kehancuran alam semesta ini tak lain adalah tiga (3) akar kejahatan, yaitu keserakahan
(lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha).

Jika para makhluk memiliki keserakahan yang lebih dominan, maka alam semesta akan hancur oleh
api, Jika kebencian lebih dominan, Maka alam semesta akan hancur oleh air, Jika kebodohan batin
(yaitu ketidakmampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah), maka alam semesta
akan hancur karena angin.

Ketika seluruh alam semesta hancur sampai ke alam Brahma, periode kedua, yaitu periode
berlangsungnya kehancuran dimulai. Periode ini berakhir saat munculnya hujan deras yang
menandai akan terjadinya pembentukan semesta. Selama periode ini alam semesta dalam keadaan
kosong karena semua materi telah musnah, hanya terdapat kegelapan yang mencekam.

“31 Alam Kehidupan” terdapat di dalam sebuah cakkavala (alam semesta). Menurut ajaran Sang
Buddha, alam semesta yang berkondisi ini terdapat dimensi dimensi/alam-alam kehidupan (bhûmi)
sebanyak 31 (tiga puluh satu) alam.

Terdapat 4 alam sengsara (menyedihkan) yaitu alam Niraya (neraka), alam Tiracchâna (binatang),
alam Peta (hantu kelaparan), dan alam Asurakâya (jin).
Sedangkan alam-alam kebahagiaan (indrawi) ada tujuh (7) yaitu alam Manusaa (manusia) dan enam
alam deva yaitu alam Catumahârâjikâ (alam empat raja), alam Tâvatimsâ (alam Tiga Puluh Tiga
Dewa), alam Yâmâ, alam Tusitâ (alam Penuh Kebahagiaan), alam Nimmârati (alam deva yang
menikmati ciptaannya), dan alam Paranimmitavasavattî. Dalam dua puluh alam brahma, ada enam
belas alam Rûpa-brahma dan empat alam Arûpa- brahma.

Setiap makhluk di semua alam kehidupan ini memiliki kondisi masing-masing berdasarkan
hubungannya dengan kesenangan indera yang mereka alami, dari yang jauh dari kesenangan indera
(yaitu makhluk-makhluk di alam Apaya) hingga makhluk-makhluk yang telah mengatasi kesenangan
indera (terbebas dari kekotoran batin). Sesuai dengan sifat ketidakkekalan kemudian berkurang lagi
sampai batas (anicca), begitu pula dunia kita (bumi) pun sepuluh tahun, lama jangka waktu tersebut
akan mengalami kehancuran pada suatu saat.

Dalam kehidupan ini, yang masih diberikan kondisi yang cukup. Tetap menjaga satu sama lain,
Dengan menerbarkan kebahagiaan yang berarti untuk sesama makhluk, menjaga seluruh alam
semesta. Kebagiaan yang ditaburkan akan berdampak bagi kita sendiri, bagi anak cucu kita untuk
generasi yang akan datang.

Rûpa secara mudah dapat dikatakan keadaan yang bersekutu (muncul bersama) sebagai materi atau
jasmani (sebutan untuk dengan Citta (kesadaran). Citta hanya makhluk). Sedangkan Citta dan
Cetasika berfungsi mengenali obyek, maka citta itu sebenarnya merupakan bagian dari Nama sendiri
tidak dapat dikatakan baik atau secara mudah dapat disebut batin buruk.

3. Tidak terdapat satu pandangan Buddhis mengenai aborsi. Beberapa sumber dalam
tradisinya, termasuk sejumlah peraturan monastik Buddhis, berpegang pada keyakinan
bahwa kehidupan dimulai sejak saat pembuahan dan bahwa aborsi, yang sesungguhnya
melibatkan pemusnahan hidup secara sengaja, harus ditolak. Yang menjadikan isu ini
kompleks adalah keyakinan Buddhis bahwa “kehidupan merupakan suatu rangkaian
kesatuan tanpa titik awal yang dapat dipahami”. Di antara kalangan Buddhis, tidak terdapat
sudut pandang resmi atau yang lebih diutamakan berkenaan dengan aborsi.

Dalai Lama ke-14 mengatakan bahwa aborsi adalah “negatif”, tetapi ada pengecualian-pengecualian.
Ia mengatakan, “Saya pikir aborsi seharusnya disetujui ataupun ditolak berdasarkan keadaan
masing-masing.”

Menginduksi atau cara lain yang mengakibatkan aborsi dipandang sebagai suatu hal serius dalam
peraturan membiara (monastik) yang dianut oleh para rahib Theravāda maupun Wajrayana; para
rahib dan rubiah tidak diperkenankan untuk membantu seorang wanita dalam melakukan aborsi.
Sumber-sumber dalam tradisi Buddhis tidak mengenal perbedaan antara aborsi fase-awal dan fase-
akhir, tetapi, di Sri Lanka dan Thailand, “stigma moral” terkait aborsi bertambah seiring dengan
perkembangan fetus atau janin. Sementara sumber-sumber dalam tradisi tampaknya tidak melihat
kemungkinan keterkaitan aborsi dengan kesehatan sang ibu, para guru Buddhis modern dari banyak
tradisi – dan hukum aborsi di banyak negara Buddhis – mengakui kalau ancaman bagi kehidupan
atau kesehatan fisik sang ibu dapat dijadikan suatu pembenaran yang dapat diterima untuk
melakukan aborsi sebagai suatu hal praktis, kendati hal itu dapat dipandang sebagai suatu perbuatan
dengan konsekuensi karma atau moral negatif.

4. Manfaat meditasi ialah dapat mempunyai pikiran yang selalu positif yang mendorong
seseorang untuk bertambah taat dan rajin dalam beribadah, selain pikiran, hati juga menjadi
tenang, dan damai yang membawa seseorang selalu dekat dengan ajaran kebaikan Sang
Buddha.

5. Tidak. Beberapa umat Buddha adalah vegetarian, tetapi beberapa tidak. Sikap tentang
vegetarian bervariasi dari sekte ke sekte serta dari individu ke individu. Jika Anda bertanya-
tanya apakah Anda harus berkomitmen menjadi vegetarian untuk menjadi seorang Buddhis,
jawabannya adalah, mungkin, tetapi mungkin tidak.

Anda mungkin juga menyukai