Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HAKIKAT HADIS

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulum Al-Hadis

Dosen Pengampu : Khoirul Anam, SHI., MSI.

Disusun oleh :

Ikhsan Al Fatih (20103040055)

R.M. Syafiq Mi’dad Arafat (20103040119)

Jihan Akhifah (20103040122)

Wahyopi (20103040111)

Rabia Mumtaz Muna (20103040148)

Kelas Ulum Al-Hadis C

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul Hakikat Hadis ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Khoirul
Anam, SHI., MSI pada Mata Kuliah Ulum Al-Hadis. Selain itu, penulisan makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hakikat Hadis bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Khoirul Anam, SHI., MSI selaku dosen
Mata Kuliah Ulum Al-Hadis yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, begitupun
masih banyak kesalahan tata cara dalam penulisan sumber referensi. Oleh sebab itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan tulisan ini.

Brebes, 15 September 2021

Kelompok 1

(Penulis)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang Masalah.................................................................................................................4
Tujuan Penulisan...........................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
Definisi Hadis.................................................................................................................................5
Kedudukan dan Fungsi Hadis.........................................................................................................6
Perbedaan antara Hadis Nabawi dan Hadis Qudsi.........................................................................8
BAB III..................................................................................................................................................10
PENUTUP.........................................................................................................................................10
KESIMPULAN...................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah al-Quran. Sebab
hadis mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna yang dikandung oleh teks suci
tersebut. Apalagi, banyak terdapat ayat-ayat yang masih global dan tidak jelas maknanya
sehingga seringkali seorang mufassir memakai hadis untuk mempermudah pemahamannya.

Seiring dengan perkembangan ulumul hadis, maka terdapat beberapa kalangan yang
serius sebagai pemerhati hadis. Hal ini tidak lain bertujuan untuk mengklasifikasikan hadis
dari aspek kualitas hadis baik ditinjau dari segi matan hadis maupun sanad hadis. Sehingga
dapat ditemukan hadis-hadis yang layak sebagai hujjah dan hadis yang tidak layak sebagai
hujjah.

Posisi hadis sebagai sumber hukum. Tidak lain karena adanya kesesuaian antara hadis
dengan teks suci yang ditransmisikan kepada Nabi Muhammad. Bisa juga dikatakan bahwa
hadis merupakan wahyu Tuhan yang tidak dikodifikasikan dalam bentuk kitab sebab lebih
banyak hasil dari proses berpikirnya Nabi dan hasil karya Nabi. Akan tetapi bukan berarti
hadis adalah al-Quran. Berangkat dari apa yang tertulis di atas maka tulisan ini akan
bermaksud menjelaskan terbatas pada definisi hadis, fungsi dan kedudukan hadis, dan
perbedaan antara hadis nabawi dan hadis qudsi.

Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan definisi dari hadis.


2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi dari hadis.
3. Untuk untuk mengetahui perbedaan antara hadis nabawi dan hadis qudsi.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Hadis

“Hadis” atau al-hadits menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata
dari al-qadim. Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk pluralnya adalah al-hadits. Hadis
sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang berarti pembicaraan.
Kemudian didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada
Nabi SAW. Barangkali al-Farra’ telah memahami arti ini ketika berpendapat bahwa mufrad
kata ahadits adalah uhdutsah (buah pembicaraan).

Lalu kata ahadith itu dijadikan jama’ dari kata hadith. Ada sejumlah ulama yang
merasakan adanya arti “baru” dalam kata hadis lalu mereka menggunakannya sebagai lawan
kata qadim (lama), dengan memaksudkan qadim sebagai kitab Allah, sedangkan “yang baru”
ialah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW.

Dalam Sharah al-Bukhari, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata, bahwa dimaksud dengan
hadits menurut pengertian shara’ adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, dan hal itu
seakan-akan dimaksudkan sebagai bandingan Alquran yang qadim. Adapun secara
terminologis, menurut ulama hadis sendiri ada beberapa perbedaan definisi yang agak
berbeda diantara mereka. Perbedaan tersebut ialah tentang hal ihwal atau sifat Rasul sebagai
hadis dan ada yang mengatakan bukan hadis. Ada yang menyebutkan taqrir Rasul secara
eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadis dan ada yang memasukkannya secara
implisit ke dalam aqwa atau af’al-nya. Ulama ushul memberikan definisi yang terbatas, yaitu
“Segala perkataan Nabi SAW yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum shara’.”

Dari pengertian di atas bahwa segala perkataan atau aqwal Nabi, yang tidak ada
relevansinya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tentang cara
berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum, atau segala yang menyangkut hal ihwal Nabi,
tidak termasuk hadis.Ulama Ahli Hadis memberi definisi yang saling berbeda. Perbedaan
tersebut mengakibatkan dua macam ta’rif hadis.

Pertama, ta’rif hadis yang terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh jumhur al-
muhaddisin, “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.” Ta’rif ini mengandung empat
macam unsur, yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan
Nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepadanya saja, tidak
termasuk hal-hal yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’i.

Kedua, pengertian yang luas, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian muhaddisin, tidak
hanya mencakup sesuatu yang di-marfu’-kan kepada Nabi SAW saja, tetapi juga perkatan,
perbuatan, dan taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’i pun disebut hadis.
Pemberian terhadap hal-hal tersebut yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
disebut berita yang marfu’, yang disandarkan kepada sahabat disebut berita mauquf dan yang
disandarkan kepada tabi’i disebut maqthu’. Sebagaimana dikatakan oleh Mahfudh,
“Sesungguhnya hadis itu bukan hanya yang di-marfu’-kan kepada Nabi SAW saja, melainkan
dapat pula disebutkan pada apa yang mauquf dan maqthu’. Begitu juga dikatakan oleh al-
Tirmisi. Dari beberapa pengertian di atas, baik dari ulama ushul maupun dari ulama hadis,
dapat ditarik benang merah bahwa hadis adalah sesuatu yang disandarkan pada Nabi
Muhammad SAW, sahabat, dan tabiin yang dapat dijadikan hukum syara’. Maka pemikir
kontemporer membagi hadis menjadi dua, yaitu hadis tasyri’ dan hadis ghair tasyri’

Kedudukan dan Fungsi Hadis

Kedudukan Hadis1
Seperti yang kita ketahui bahwa hadis adalah perkataan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Dalam kedudukannya hadis adalah sebagai salah satu sumber hukum bagi
umat muslim. Hal ini bisa kita temukan dalam telaah histori.

Pada suatu hari, Imran bin Husayn duduk dan berbincang-bincang dengan sahabat-
sahabatnya. Kemudian diantara mereka ada yang berkata “Janganlah kamu menceritakan
kepada kami kecuali Al-Quran.” Imran bin Husayn berkata kepadanya, Tahukah kamu
seandainya kamu dan sahabat-sahabat kamu hanya berpegang teguh kepada Al-Quran, maka
apakah kamu akan mendapatkan penjelasan bahwa sholat Dzuhur itu empat rakaat dan sholat
Maghrib itu tiga rakaat, serta kamu mengeraskan bacaanmu dua rakaat pertama dari sholat
Maghrib ? Selanjutnya dia berkata “Wahai kaumku, berpegang teguhlah dan ambillah
daripadaku hadis Nabi Muhammad SAW, karena sesungguhnya jika kamu mengabaikannya,
niscaya kamu akan sesat.”

1
M. Jayadi, “Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Islam”, Jurnal Adabiya, Vol. XI, No. 2, hlm. 244-245.
Banyak ayat Al-Quran maupun hadis Nabi Muhammad SAW yang dengan jelas
memerintahkan untuk mengikuti dan mengamalkan hadis.

1. Firman Allah dalam QS Al-Maidah : 92 yang artinya : Dan taatlah kamu kepada
Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling,
maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat)
dengan jelas
2. Firman Allah dalam QS Al-Imran : 32 yng artinya : Katakanlah (Muhammad),
“Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang kafir.”
3. Firman Allah dalam QS Al-Anfal : 24 yang artinya : Wahai orang-orang yang
beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah
kamu akan dikumpulkan.
4. Nabi Muhammad SAW bersabda : Barangsiapa menghidupkan satu sunah dari
sunah-sunahku yang telah ditinggalkan sesudahku, maka dia mendapat pahala
sama dengan pahala orang-orang yang mengerjakannya, tanpa dikurangi
sedkitipun.

Sehingga dapat dipahami dari ayat-ayat di atas bahwa kedudukan hadis adalah sebagai
landasan dalam menetapkan ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya. Hadis menempati
urutan kedua setelah Al-Quran sebagai yang pertama dan utama. Hal demikian didasari atas
perintah Allah untuk menaati-Nya dan Rosul-Nya Muhammad serta nilai kerasionalannya.

Fungsi Hadis2
Hadis memiliki fungsi utama yaitu sebagai penjelas daripada Al-Quran. Hal ini karena
sebagian besar ayat-ayat dalam Al-Qur’an masih dalam bentuk garis besar, yang mana
secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dungsi hadis
terhadap Al-Quran ini sebenarnya sudah disebutkan dalam Al-Quran itu sendiri, yaitu
sebagai bayan atau penjelas atau menerangkan sesuatu yang kabur. Yaitu salah satunya
QS. Al-Nahl : 44 yang berbunyi “Dan kami turunkan kepadmu Al-Quran, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”

2
M. Jayadi, “Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Islam”, Jurnal Adabiya, Vol. XI, No. 2, hlm. 245.
Fungsi hadis terhadap Al-Quran adalah sebagai berikut.

1. Bayan al-Taqrir
Maksudnya adalah memperkuat, mempertegas dan mendukung sesuatu yang telah
diungkapkan Al-Quran. Di sini hadis mengungkapkan kembali isi kandungan dari Al-
Quran tanpa ada penjelasan lebih terperinci.
2. Bayan al-Tafsir
Hadis di sini berfungsi menjelaskan ayat yang tidak mudah diketahui pengertiannya
3. Bayaan al-Tasyrii’
Hadis sendiri mewujudkan, membuat, dan menetapkan suatu ketentuan, aturan, dan
hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran
4. Bayan al-Nasikh
Hadis datang sesudah Al-Quran dan menghapus ketentuan-ketentuannya. Banyak
ulama yang menolak fungsi hadis ini, namun ada pula yang membolehkannya dengan
ketentuan tertentu.

Perbedaan antara Hadis Nabawi dan Hadis Qudsi

A. Pengertian Hadist Qudsi

Secara etimologi, kata al-qudsi adalah nisbah, atau sesuatu yang dihubungkan, kepada al-
quds, yang berarti “suci”. Dengan demikian, al-Hadist al-Qudsi berarti hadis yang
dihubungkan kepada zat yang Quds, Yang Maha Suci, yaitu Allah SWT.

Hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi melalui ilham atau mimpi, kemudian
Rasulullah menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Akan tetapi, meskipun itu
adalah perkatan atau firman Allah, hadis qudsi bukan termasuk Al-Quran.

B. Pengertian Hadis Nabawi

Hadis nabawi adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW. baik dengan
perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat-sifatnya.

C. Perbedaan

Hadis Qudsi Hadis Nabawi


Hadis qudsi isi atau maknanya dari Allah Hadis Nabawi isi dan redaksinya berasal
SWT. sedangkan redaksinya berasal dari dari Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW.
Hadis qudsi disandarkan kepada Nabi SAW. Hadis nabawi disandarkan kepada Nabi
dan kepada Allah SWT. Contohnya: SAW. Contohnya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.a, Dari Anas RA, Nabi SAW. bersabda: "Yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw pertama kali akan dihisab dari seseorang
bersabda, Allah SWT berfirman, pada hari kiamat adalah sholat. Jika
“Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, sholatnya baik, akan baik pula seluruh
Yang Paling tidak membutuhkan sekutu; amalnya. Jika sholatnya rusak akan rusak
Barang siapa beramal sebuah amal pula seluruh amal perbuatannya."
menyekutukan Aku dalam amalan itu, maka
Aku meninggalkannya dan sekutunya.”
(HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Disampaikan melalui ilham atau mimpi Berasal dari ijtihad Nabi dengan panduan
wahyu
Pada Hadis Qudsi, Nabi hanya Pada Hadis Nabawi, bentuk hadisnya bisa
memberitakan sebuah hadis dengan bentuk meliputi perkataan, perbuatan, dan
perkataan persetujuan
Jumlah hadis jauh lebih sedikit Jumlah hadisnya banyak
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN :

Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa hadis merupakan ketetapan nabi


Muhammad dan sumber hukum selain Al- Quran yang dilandaskan pada syariat
islam.Kedudukan dan fungsi utamanya merupakan penjelas dari pada Al-Quran serta
menempati urutan kedua setelah Al-Quran sebagai yang pertama dan utama.
Perbedaan sangat mencolok antara Hadis qudsi ini, maknanya dari Allah SWT dan
redaksinya dari Nabi Muhammad, sedangkan hadis nabawi isi dan maknanya dari
Nabi Muhammad. Serta perbedaan yang lainnya dilihat dari beberapa aspek lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fatah Idris, Abdul. (2016). “Memahami Kembali Pemaknaan Hadis Qudsi”. International
Journal Ihya’ ‘Ulum Al-Din. Vol. 18. No. 2.
Jayadi, M. (2011). “Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Islam”. Jurnal Adabiya. Vol. XI.
No. 2.
Rofiah, Khusniati, 2018. Studi Ilmu Hadis. Ponorogo: IAIN PO Press.
As-Shalih, Subhi 2009. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Rahman, Fatchur, 1974. Ikhtisar Mushthalah al- Hadis. Bandung: PT. Al-Ma’arif.

Anda mungkin juga menyukai