Anda di halaman 1dari 6

Pemahaman Masyarakat Mengenai Demam

Marcelino Adiska Megantara


Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
adiskamarcelino@gmail.com

Abstrak. Body temperature measurement is one of the basic medical measurement and
including one of the vital sign measurement.Human body temperature always changing as
adaptation of the condition. Fever is a condition which is human body temperature is above
the temperature at normal condition. Until now, fever still debated it is something good or a
harm for human body.

Kata kunci: fever, body temperature

1. PENDAHULUAN
Suhu tubuh manusia erat hubungannya dengan status kesehatan seseorang, pengukuran suhu
tubuh bahkan menjadi salah satu pemeriksaan dasar tanda vital bersama dengan pemeriksaan tekanan
darah, pemeriksaan denyut nadi, dan pemeriksaan laju napas. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tubuh
manusia merupakan hal yang esensial dan sangat perlu diperhatikan. Tanda-tanda vital adalah ukuran
dari fungsi-fungsi vital tubuh yang paling dasar. Secara spesifik, pemeriksaan suhu tubuh berguna
untuk menilai kondisi metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Pengukuran suhu tubuh dapat
dilakukan pada beberapa lokasi tubuh, yaitu oral, aksila, telinga, dan rektal.
Regulasi Suhu Tubuh
Suhu tubuh manusia yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda, hal ini diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti jenis kelamin, usia, aktifitas fisik, lingkungan, dan kondisi kesehatan fisik.
Selain itu juga terdapat jam sirkadian yang berlaku pada tubuh manusia, hal ini menyebabkan suhu
tubuh manusia di selama satu hari dapat berganti-ganti berdasarkan waktu, sebagai contoh pukul 5-7
sore/malam adalah suhu tubuh tertinggi bagi seseorang dan pukul 6-7 pagi adalah suhu tubuh
terendah. Namun secara umum seseorang pada kondisi normal memiliki suhu tubuh sekitar 36,7 C ̊
saat dilakukan pengukuran menggunakan termometer secara oral (Sherwood, 2016).
Pada tubuh manusia terdapat suhu antar organ memiliki perbedaan dan terdapat bagian utama
di tubuh yang menjadi penghasil panas tubuh utama yang akan meregulasi sistem suhu tubuh yang
dinamakan ‘suhu tubuh inti’, suhu tubuh inti sendiri umumnya berkisar 37,8 C
̊ (Costanzo, 2018).
Seperti yang sudah disebutkan di atas, suhu tubuh manusia dapat bervariasi akibat beberapa
faktor, yaitu:
 Jam sirkadian tubuh, hal ini menyebabkan suhu tubuh bervariasi dalam rentang 1 C ̊ paling
rendah pada sekitar puku 6-7 pagi dan paling tinggi pada sekitar pukul 5-7 malam.
 Siklus menstruasi pada wanita dapat menaikkan set point suhu tubuh inti hingga 0,5 C̊ pada
saat ovulasi di hari ke-14 pada siklus.
 Olahraga dapat meningkatkan suhu tubuh inti akibat kontraksi dari otot-otot.
 Usia yang menua menyebabkan turunnya suhu tubuh inti, pada tengah hari dan kondisi normal
sekitar 36,4 C.
̊
 Cuaca atau suhu lingkungan
Pusat regulasi suhu tubuh berlokasi di hipotalamus anterior. Pusat regulasi ini mendapatkan
informasi terkait suhu lingkungan eksternal melalui reseptor suhu yang terdapat di kulit dan mengenai
suhu tubuh inti dari reseptor di hipotalamus anterior itu sendiri. Kemudian hipotalamus anterior akan
menginisiasi respon yang sesuai untuk mengadaptasi tubuh baik melalui mekanisme pembuangan
panas maupun pembentukan panas (Bartfai et al, 2010)
Pada dasarnya regulasi homeostasis suhu tubuh dilakukan oleh sistem saraf pusat dengan
hipotalamus mengambil mayoritas peran. Meskipun peran regulasi dijalnkan oleh hipotalamus, namun
pembentukan panas tubuh dilakukan di jaringan lemak coklat yang diinduksi melalui aktivasi sistem
saraf simpatis. Sistem regulasi suhu tubuh cukup kompleks karena melibatkan berbagai neuron dan
nukleus (Contreras, 2017).
Demam
Demam adalah kenaikan suhu badan secara abnormal yang disebabkan oleh endogenic
pyrogen yang merubah set point di hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, sebagai respon dari
invasi mikroba akibat infeksi maupun inflamasi. Hal ini menyebabkan suhu tubuh inti saat itu dinilai
terlalu rendah terhadap set point baru. Hipotalamus anterior kemudian mengaktifkan mekanisme
produksi panas untuk meningkatkan suhu tubuh agar sesuai dengan set point baru. (Walter et al, 2016)
Pada tingkat sel, endogenic pyrogen menyebabkan peningkatan produksi interleukin-1 (IL-1).
IL-1 kemudian menyebabkan hipotalamus anterior meningkatkan produksi lokal prostaglandin, yang
mana akan meningkatkan suhu set point (Blomqvist et al, 2018).
Pyrogen tersebut merupakan produk dari sel-sel fagosit mononuklear sebagai respon dari
penyebab eksogen demam seperti bakteri, jamur, dan virus maupun karena kerusakan jaringan, faktor-
faktor imunologik, dan keadaan-keadaan hipersensitivitas (Evans et al, 2015)
Terdapat perbedaan terjadinya demam pada anak-anak dan dewasa, anak-anak lebih mudah
bereaksi terhadap infeksi dan inflamasi sehingga lebih mudah menderita demam dibanding orang
dewasa. Namun di sisi lain anak-anak mampu mentoleransi demam lebih tinggi dibanding dewasa,
selain itu pada orang dewasa demam biasanya disertai dengan keluhan penyerta seperti nyeri kepala
(Martin, 2016).
Epidemiologi
 Frekuensi: Sekitar 10-20% pasien yang mengunjungi layanan kesehatan mengeluhkan demam
 Mortalitas/morbiditas: Pasien yang sulit teridentifikasi sumber infeksinya memiliki risiko
yang kecil namun signifikan terhadap infeksi bakteri. Apabilla demam tidak disadari dan
tertangani dengan baik, hal ini memiliki risiko morbiditas atau mortilitas
 Ras: Tidak terdapat perbedaan terjadinya demam pada perbedaan ras.
 Jenis kelamin: Tidak terdapat perbedaan terjadinya demam pada perbedaan jenis kelamin.
Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi demam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kerusakan langsung pada tingkat sel
Peningkatan suhu merupakan sitotoksik langsung yang dapat mempengaruhi stabilitas
membran dan transport transmembran terkait fungsi protein. Hal ini mengganggu transpor ion
yang menyebabkan peningkatan kadar natrium dan kalsium dengan penurunan kadar kalium
di dalam sel. Ketidakseimbangan ion di dalam sel menyebabkan sintesis protein dan DNA ikut
bermasalah.
 Kerusakan membran, mitokondria, dan DNA
 Stimulasi mekasnisme eksitotoksik
 Denaturasi protein
 Kematian sel

2. Efek lokal
 Stimulasi sitokin
 Respon inflamasi
 Stasis pembuluh darah
 Pendarahan
 Oedema
3. Efek sistemik
 Endotoxemia
 Translokasi bakteri usus
Penanganan Medis
Pada pasien tanpa kriteria spesifik diperlukan adanya evaluasi menyeluruh untuk menentukan
penyebab utama infeksi yang memicu terjadinya demam. Kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik dan monitoring dari rumah sakit. Dalam pemberian antibiotik perlu
memperhatikan kadar leukosit tubuh.
Pengobatan menggunakan antipyretik masih merupakan kontroversi karena demam
merupakan respon pertahanan terhadap infeksi (Sullivan, 2011). Namun, terdapat bukti-bukti bahwa
demam karena infeksi bersifat menguntungkan karena mengurangi stabilitas lisososm, meningkatkan
efek interferon, dan merangsang stabilitas leukositas dan aktivitas bakterisidal.
Sebagai usaha dalam menangani demam juga dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
 Menggunakan pakaian tebal untuk membuat pori-pori berdilatasi dan mempercepat
pengeluaran panas.
 Melakukan kompres. Pada dasarnya kompres es atau air dingin akan lebih cepat memberikan
hasil dibanding kompres air hangat, namun hasil tersebut hanya akan bertahan singkat.
 Memastikan asupan garam dan cairan cukup, karena selama demam tubuh kehilangan
sejumlah natrium klorida dan cairan baik melalui keringat maupun urin.
 Menjaga lingkungan luar tubuh agar tidak lembab agar mempermudah terjadinya perpindahan
panas ke luar tubuh.
 Tidak menggunakan pendingin ruangan berlebih dan/atau terpapar suhu dingin tersebut secara
langsung ke kulit.
 Pada kondisi demam tinggi dilakukan infus dengan larutan dingin dan memaksa pendinginan
dari dalam tubuh melalui peredaran darah.
 Dapat mengonsumsi obat-obatan aspirin, flurbiprofen, parasetamol/asetaminofen, naproksen,
dan prednison berdasar resep dokter.
Namun, ada baiknya jika seseorang yang menderita demam untuk segera menemui dokter
untuk segera mendapatkan penanganan yang tepat dan lebih baik, serta mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi. Hal-hal di bawah ini merupakan tanda-tanda seseorang penderita demam harus
segera menemui dokter:
Pada anak-anak:
 Demam tinggi, atau demam yang berlangsung lebih dari 3 hari.
 Gejala yang berlangsung lebih dari 10 hari.
 Kesulitan bernapas atau bernapas dengan sangat cepat.
 Muncul warna kebiruan pada kulit.
 Nyeri pada telinga
 Kejang
 Memburuknya kondisi medis yang kronis
Pada orang dewasa:
 Demam tinggi berkepanjangan.
 Gejala yang berlangsung lebih dari 10 hari.
 Kesulitan bernapas atau sesak napas.
 Nyeri dada atau rasa tertekan di dada.
 Pingsan atau rasa seperti akan pingsan.
 Disorientasi
 Rasa mual dan muntah parah atau berkepanjangan.
 Nyari hebat di area wajah atau dahi
 Suara serak, sakit tenggorokan, radang tenggorokan, atau batuk yang tidak hilang setelah 10
hari.
(Hymes, 2016)

2. METODE
Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif. Teknik sampling menggunakan metode total
sampling technique yang pengambilannya menggunakan kuisioner.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Total responden berjumlah 50 orang acak, tidak terdapat acuan tertentu baik terhadap jenis
kelamin, ras, maupun umur. Pada akhir pengisian kuisioner, setiap responden dapat mengetahui hasil,
jawaban benar, pembahasan, dan saran edukatif yang telah disertakan, sehingga kuisioner ini tidak
hanya berfungsi sebagai media sampling dan pengambilan data, namun juga sebagai media pemberi
informasi dan edukasi. Pada kuisioner ini terdapat tiga macam pertanyaan, yaitu multiple choices
(memiliki 1 jawaban benar), check box (memiliki lebih dari 1 jawaban benar), dan isian singkat (untuk
mengetahui opini dan pengetahuan responden). Pertanyaan multiple choices terdapat pada nomor 1–3,
5–10, 12–14, dan 16. Pertanyaan check box terdapat pada nomor 4, 15, dan 17-19. Pertanyaan isian
singkat terdapat pada nomor 11.
Berikut disertakan pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner beserta jawaban dan kesimpulan
dari keseluruhan respon.
A. Hasil kuisioner:
1. Sebanyak 28 responden (56%) menyatakan bahwa mengukur suhu tubuh itu penting
dilakukan meskipun dalam kondisi dirasa sehat, sedangkan 22 responden (44%)
menyatakan bahwa pengukuran suhu badan dilakukan hanya saat sakit.
2. Sebanyak 38 responden (76%) mengetahui bahwa pengukuran suhu tubuh termasuk
dalam pengukuran vital sign, sebanyak 1 responden (2%) menyatakan pengukuran suhu
tubuh tidak termasuk dalam pengukuran vital sign, dan sebanyak 11 responden (22%)
belum pernah mendengar mengenai vital sign.
3. Sebanyak 44 reponden (88%) mengetahui dan menjawab benar bahwa suhu badan normal
berkisar 36,5 - 37,2 C,
̊ sebanyak 6 responden (12%) menjawab salah.
4. Seluruh responden (100%) mengetahui bahwa pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan di
ketiak, namun hanya beberapa responden yang mengetahui bahwa pengukuran suhu tubuh
dapat dilakukan di lokasi lain, 30 responden (60%) mengetahui bahwa dapat dilakukan di
mulut, 17 responden (34%) mengetahui bahwa pengukuran dapat dilakukan di telinga, dan
27 responden (54%) mengetahui bahwa pengukuran dapat dilakukan di rektum.
5. Sebanyak 20 responden (40%) menjawab benar bahwa seseorang wajib menemui dokter
saat suhu tubuh sudah mencapai 39 ̊ C, sebanyak 30 responden (60%) menjawab salah.
6. Sebanyak 30 responden (60%) sudah pernah mendengar mengenai ‘jam sirkadian’ pada
tubuh manusia, sedangkan 20 responden (40%) belum mengetahui.
7. Sebanyak 26 responden (52%) menjawab dengan benar bahwa seseorang mencapai suhu
tubuh terendah pada sekitar pukul 5 pagi, sedangkan 24 responden (48%) menjawab
salah.
8. Sebanyak 13 responden (26%) menjawab dengan benar bahwa seseorang mencapai suhu
tubuh tertinggi pada sekitar pukul 6 sore, sedangkan 37 responden (74%) menjawab salah.
9. Sebanyak 30 responden (60%) menjawab dengan benar bahwa letak pusat regulasi suhu
tubuh manusia terdapat pada hipotalamus anterior, sedangkan 20 responden (40%)
menjawab salah.
10. Sebanyak 11 responden (22%) menjawab dengan benar bahwa suhu tubuh seseorang yang
terkena demam yaitu lebih dari 37,2 ̊ C, sedangkan 39 responden (78%) menjawab dengan
kurang tepat.
11. Pengetahuan mayoritas responden mengenai mekanisme terjadinya demam sebatas bahwa
demam merupakan respon tubuh untuk mempertahankan tubuh dari penyakit yang
berusaha menginvasi.
12. Sebanyak 34 responden (68%) menjawab dengan benar bahwa endogenic pyrogen
menyebabkan kenaikan set point di pusat regulasi suhu tubuh manusia, sedangkan 16
responden (32%) menjawab salah.
13. Sebanyak 29 responden (58%) menjawab dengan benar bahwa demam bersifat general
pada keseluruhan ras, sedangkan 21 (42%) responden menjawab salah.
14. Sebanyak 31 responden (62%) menjawab dengan benar bahwa demam bersifat general
pada laki-laki dan perempuan, sedangkan 19 (38%) responden menjawab salah.
15. Hal apa sajakah di bawah ini yang dapat memicu terjadinya demam pada seseorang?*
 Inflamasi: 39 responden
 Infeksi: 41 responden
 Olahraga: 9 responden
 Sress: 22 responden
 Kelelahan: 24 responden
16. Sebanyak 31 responden (62%) menjawab dengan benar bahwa pakaian yang digunakan
oleh seseorang yang sedang demam sebaiknya tebal dan tertutup, sedangkan 19 orang
(38%) menjawab salah.
17. Apakah sebaiknya yang dilakukan terhadap orang yang sedang demam?*
 Kompres air dingin: 16 responden
 Kompres air hangat: 32 responden
 Didinginkan dengan AC atau kipas angin: 4 responden
 Dihindarkan dengan AC atau kipas angin: 23 responden
 Menjaga konsumsi garam dan cairan: 31 responden
 Menjaga kelembapan lingkungan sekitar tubuh: 18 responden
18. Obat dengan kandungan apakah yang biasanya dikonsumsi oleh penderita demam sesuai
dengan resep dokter?*
 Prednison: 2 responden
 Naproksen: 2 responden
 Parasetamol: 48 responden
 Flurbiprofen: 3 responden
 Aspirin: 10 responden
19. Hal-hal di bawah ini adalah indikasi yang benar saat seseorang yang menderita demam
harus segera menemui dokter atau dilarikan ke rumah sakit.*
 Demam tinggi atau demam lebih dari 3 hari: 49 responden
 Gejala demam berlangsung lebih dari 10 hari: 29 responden
 Kesulitan bernapas atau sesak napas: 32 responden
 Bernapas dengan sangat cepat: 23 responden
 Muncul warna kebiruan pada kulit: 21 responden
 Nyeri pada telinga: 11 responden
 Nyeri dada: 23 responden
 Kejang: 38 responden
 Pingsan atau rasa seperti akan pingsan: 24 responden
 Disorientasi: 21 responden
 Rasa mual atau muntah parah dan/atau berkepanjangan: 34 responden
 Nyeri hebat di area wajah atau dahi: 17 responden
 Nyeri tenggorokan, suara serak, atau batuk lebih dari 10 hari: 27 responden
*nomor 15, 17, 18, dan 19 merupakan jenis soal check box sehingga memungkinkan
responden memilih lebh dari satu pilihan, data di atas merupakan persebaran responden
berdasar jumlah responden yang memilih pilihan tersebut, pilihan jawaban benar adalah
pilihan jawaban yang tecetak tebal.
B. Pembahasan soal dan saran edukatif:
Pada bagian pembahasan soal dan saran edukatif di akhir kuisioner mendapat respon
sangat baik dari responden. Responden menyampaikan bahwa bagian ini dinilai bermanfaat
dan membantu mereka untuk lebih memahami mengenai demam.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Mayoritas responden memiliki pemahaman yang cukup mengenai demam, namun minoritas
responden memiliki pemahaman yang sangat kurang. Terdapat pemahaman yang salah dalam hal-hal
tertentu, terlebih dalam merespon demam sepeti penggunaan pakaian yang tipis dan berkontak
langsung dengan pendingin ruangan, hal ini justru dapat berakibat fatal.
Pemahaman masyarakat terhadap demam masih sangat perlu ditingkatkan agar masyarakat
dapat memberikan respon yang benar dan meminimalisir kasus-kasus kesalahan penanganan di
masyarakat awam.
5. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Costanzo, Linda S. 2018. Physyology, Sixth Edition. Philadelphia: Elseiver.
Sherwood, Lauralee. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems, Ninth Edition. USA: Cengage
Learning.
Jurnal
Bartfai, T., & Conti, B. (2010). Fever. TheScientificWorldJournal, 10, 490–503.
doi:10.1100/tsw.2010.50
Blomqvist, A., & Engblom, D. (2018). Neural Mechanisms of Inflammation-Induced Fever. The
Neuroscientist : a review journal bringing neurobiology, neurology and psychiatry, 24(4), 381–
399. doi:10.1177/1073858418760481
Contreras, C., Nogueiras, R., Diéguez, C., Rahmouni, K., & López, M. (2017). Traveling from the
hypothalamus to the adipose tissue: The thermogenic pathway. Redox biology, 12, 854–863.
doi:10.1016/j.redox.2017.04.019
Evans, S. S., Repasky, E. A., & Fisher, D. T. (2015). Fever and the thermal regulation of immunity:
the immune system feels the heat. Nature reviews. Immunology, 15(6), 335–349.
doi:10.1038/nri3843
Martin D. D. (2016). Fever: Views in Anthroposophic Medicine and Their Scientific
Validity. Evidence-based complementary and alternative medicine : eCAM, 2016, 3642659.
doi:10.1155/2016/3642659
Walter, E. J., Hanna-Jumma, S., Carraretto, M., & Forni, L. (2016). The pathophysiological basis and
consequences of fever. Critical care (London, England), 20(1), 200. doi:10.1186/s13054-016-
1375-5
Laman Daring
Hymes, Saul .R., MD, FAAP (2016). Fever Without a Focus. https://emedicine.medscape.com/article/
970788-overview diakses pada: 20 Juni 2019, 11.29

Anda mungkin juga menyukai