Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIKUM

EMBRIOLOGI HEWAN

ACARA PRAKTIKUM KE : I
FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH PADA PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN EMBRIO HEWAN

Nama : Yusuf Cendrawan


NIM : 24020120130093
Kelompok :9
Hari, tanggal : Kamis, 4 Maret  2021
Asisten : Muna Kamila

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
ACARA I
FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN EMBRIO HEWAN

I. TUJUAN

1.1 Mampu memahami dan mengenal berbagai faktor lingkungan yang


berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan
1.2 Mampu membuat deskripsi singkat mengenai hasil pengamatan
perkembangan embrio hewan
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan

Gambar 2.1 Pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan


(Andreas, 2012)

Embriogenesis adalah proses pertumbuhan embrio. Dimaksudkan


dengan proses pertumbuhan bukan hanya pertambahan jumlah dan massa
sel blastomer embrio namun juga meliputi perubahan dari aktivitas sel
blastomer. Oleh karena itu proses ini lebih tepat disebut dengan proses
pembentukan dan perkembangan embrio. Jadi dalam proses pertumbuhan
embrio akan terjadi tahapan perkembangan sel setelah mengalami
pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan
pengaturan di tingkat sel. Namun kecepatan pembelahan setiap sel tidak
sama. Hasil pembekahan sel pada embriogenesis disebut sebagai sel
blastomer. Karena kecepatan pembelahan berjalan tidak sama, maka akan
dibentuk sel blastomer yang lambat membelah dan sel blastomer yang
membelah lebih cepat. Sel blastomer yang Iambat membelah akan tampak
lebih besar sehingga disebut makromer. Sedangkan sel blastomer yang
membelah lebih cepat akan membentuk sel blastomer yang lebih kecil
sehingga disebut sebagai mikromer. Embriogenesis merupakan proses
perkembangan bentuk zigot. Dari bentuk sederhana satu sel akan
berkembang bentuk multiseluler karena terjadi pembentukan organ tubuh
(organogenesis). Sehingga terbentuk individu yang fungsional
(Soenardirahardjo, 2017).

2.2 Embrio hewan

2.2.1 Telur ikan

Gambar 2.2.1 Telur ikan


(Nindary, 2020)

Dalam perbenihan ikan, keberhasilan pemijahan dan


produksi telur merupakan modal utama dalam keberlanjutan usaha
budidaya. Kualitas telur merupakan faktor primer keberhasilan
pembenihan. Telur yang berkualitas memiliki tingkat pembuahan
dan penetasan yang tinggi. Salah satu faktor lingkungan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tingginya
kematian ikan pada fase awal kehidupannya adalah suhu. Suhu
merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan rata – rata dan menentukan waktu penetasan serta
berpengaruh langsung pada proses perkembangan embrio dan
larva. Secara umum fase awal yaitu fase embrio dan larva
merupakan fase yang paling sensitif dan mudah menjadi stress
dalam menerima pengaruh lingkungan Andriyanto (2013).

Embrio akan mengalami berbagai perkembangan hingga


menetas. Perkembangan tersebut dapat dibagi menjadi lima fase
yaitu pembelahan sel (cleavage), kemudian morula, blastula,
gastrula dan organogenesis (Herjayanto, 2017).

2.2.2 Telur katak

Gambar 2.2.2 Telur katak


(Kim, 2012)

Proses perkembangan embrio katak adalah pertama


Terbentuknya daerah Gray crescent merupakan awal untuk proses
pembelahan. Proses pembelahan pada telur katak R. cancrivora
terjadi setelah 1 jam fertilisasi. Pada perlakuan D waktu yang
dibutuhkan untuk pembelahan 2 adalah 1 jam namun pada
perlakuan lainnya membutuhkan waktu lebih dari 1 jam. Pada
proses pembelahan 1 dihasilkan 2 sel atau 2 blastomer yang sama
besar pada kutub animal sedangkan pada kutub vegetal belum
berlangsung proses pembelahan, hal ini disebabkan oleh
banyaknya yolk yang terdapat pada kutub vegetal dari telur katak.
Pada proses pembelahan ke 2 merupakan proses pembelahan
menghasilkan 4 sel/blastomer. Pada perlakuan D waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pembelahan 4 sel adalah 1 jam,
sedangkan pada perlakuan lain lebih lambat dari perlakuan D.
Setelah tahapan blastula maka embrio memasuki tahapan
selanjutnya yaitu tahapan Gastrula. Pada perlakuan D embrio katak
R. cancrivora membutuhkan waktu 9 jam untuk mencapai tahap
gastrula. Gastrula pada embrio katak dimulai dari sisi dorsal
embrio dan pada daerah ini terbentuk celah blastoporus. Akhir dari
tahap gastrulasi terbentuklah sumbat yolk (yolk plug). Proses
perkembangan selanjutnya adalah Neurulasi yang merupakan
tahapan pembentukan bumbung saraf (neural tube). Pada
perlakuan D membutuhkan waktu 10.30 jam setelah fertilisasi
untuk tahap neurulasi awal dan 12 jam setelah fertilisasi untuk
tahap neurula akhir. Pada perlakuan A (kontrol) membutuhkan
waktu 14 jam untuk proses neurula awal dan 16,50 jam untuk
proses neurula akhir. Tahap neurula dicirikan dengan adanya
penebalan pada lapisan ektoderm membentuk neural plate,
kemudian membentuk neural groove dan tahap selanjutnya yaitu
tahap Organogenesis. Pada tahap organogenesis (pembentukan
otak) ini perlakuan yang menunjukkan proses perkembangan
paling cepat masih pada perlakuan D yaitu dengan waktu 19 jam.
Pada tahap organogenesis terjadi proses perkembangan dari lapisan
lembaga ektoderm, mesoderm dan endoderm. Perkembangan
lapisan ektoderm akan membentuk sistem saraf, otak dan mata.
dengan proses pembentukan jantung dan sistem sirkulasi (Kasmeri,
2014).

faktor luar yang mempengaruhi pengeraman telur adalah


suhu air. Suhu merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
proses perkembangan embrio, daya tetas telur dan kecepatan
penyerapan kuning telur (Kasmeri, 2014).

2.2.3 Telur semut


Gambar 2.2.3 Telur semut
(Ivan, 2020)

Faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio semut


adalah Faktor lingkungan, yang sangat berpengaruh bagi
keberhasilan produksi kroto yang tinggi. Ratu mulai bertelur dalam
sarang dengan suhu 23-27 °C dan intensitas cahaya sekitar 0,01-
0,06 lm/m2. Suhu juga mempengaruhi perkembangan telur menjadi
larva. Pada suhu 30 °C, telur akan berubah menjadi larva dalam
jangka waktu sekitar 8 hari (Yanti, 2018).

Perkembangan embrio semut berawal pada Telur semut


yang berbentuk elips dengan ukuran sekitar 0,5 x 1 mm. Sementara
itu, bentuk larva sangat mirip, hanya dapat dibedakan dengan kaca
pembesar. Saat berumur 8 hari, larva sudah terbentuk mata dan
mulut. Sementara itu, pada saat masih berbentuk telur, kedua organ
itu belum ada. Lalu Larva calon ratu berkembang dengan baik
karena diberi makan secara khusus dan rutin oleh semut perawat.
Selama masa pertumbuhannya, larva mengalami beberapa kali
ganti kulit. Setelah beberapa kali ganti kulit, larva berkembang
benjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena sudah
mempunyai kaki, mata, mulut, dan sayap (khusus penjantan dan
calon ratu). Sayap hanya terbentuk pada semut jantan dan ratu
semut tetapi warnanya masih putih dan tidak aktif. Selanjutnya,
pupa akan menjadi semut dewasa yang berubah warna sesuai
dengan kastanya. Keseluruhan siklus dari telur sampai menjadi
imago pada semut rangrang adalah 20 hari setelah peletakan telur
(Yanti, 2018).

2.2.4 Larva nyamuk

Gambar 2.2.4 Larva nyamuk


(Irmawan, 2019)

Faktor penting yang mempengaruhi persentase menetasnya


telur nyamuk berkembang menjadi stadium pradewasa adalah
suhu, dan pH apabila faktor-faktor tersebut ditemukan pada
keadaan optimal maka akan mendukung tingginya perkembangan
nyamuk pada suatu media. Pada saat faktor-faktor tersebut dalam
keadaan optimal maka pertumbuhan pradewasa akan semakin cepat
dan apabila keadaan tidak optimal akan menghentikan
pertumbuhan dan perkembangan nyamuk (Agustin, 2017).

Nyamuk Aedes aegypti memiliki empat fase yaitu dari


mulai telur, jentik, pupa, sampai menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk
jenis ini mempunyai siklus hidup sempurna. Spesies ini
meletakkan telurnya pada kondisi permukaan air yang bersih
secara individual. Telur yang memilki bentuk elips warnanya hitam
dan juga terpisah satu dengan yang lain. Telurnya dapat menetes
dalam waktu 1-2 hari kemudian akan berubah jentik. Terdiri dari 4
tahap didalam perkembangannya jentik yang dikenal sebagai
instar. Perkembangan instar 1 ke instar 4 membutuhkan waktu
kira-kira 5 hari. Selanjutnya untuk sampai instar ke 4, larva ini
berubah menjadi pupa yang dimana jentik tersebut telah memasuki
masa dorman. Pupa dapat bertahan selama 2 hari sebelum nyamuk
dewasa keluar dari pupa. Perkembangan mulai dari telur hingga
menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu selama 8 hingga 10
hari, namun juga bisa lebih lama jika kondisi lingkungan yang
tidak mendukung (Susanti, 2014)

2.2.5 Telur keong mas

Gambar 2.2.5 Telur keong mas


(Mangayono, 2016)

Banyak faktor yang terkait dengan habitat, diantaranya


adalah sumber pakan, substrat untuk melekatkan telur, dan tempat
berlindung dari predator bagi keong dewasa dan anakan-anakannya
(Romadhona, 2014).

Siklus hidup keong mas meliputi telur, nimfa, juvenil dan


imago. Telur berwarna merah jambu menyerupai buah murbei dan
akan memudar seiring dengan umur telur. Seekor betina dapat
menghasilkan 15-20 kelompok telur. Satu kelompok telur
berjumlah 50-500 butir. Umur telur 10-15 hari dan penetasan dapat
mencapai lebih dari 80%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur
yaitu 1-2 minggu. Nimfa keong mas berukuran 1,7 – 2,0 mm. Kulit
nimfa lemah dan mengeras setelah berumur 2 hari. Anak siput
hidup di permukaan air dan keluar dari permukaan air setelah
beberapa hari. Pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2-4
minggu. Juvenil adalah stadia antara nimfa dan imago, berukuran
11-30 cm. Stadia juvenil sangat rakus sehingga sangat merusak
tanaman padi pada awal penanaman. Imago mempunyai cangkang
berwarna kuning keemasan. Ukuran tubuh 3-4 cm dengan berat
sekitar 10-20 g. Ukuran imago jantan lebih kecil dibandingkan
imago betina. Perbedaan khas antara jantan dan betina terletak
pada garis-garis melingkar di tutup cangkang, yang jantan
menonjol ke arah luar dan yang betina melekuk ke arah dalam.
Keong mas siap kawin pada umur 2 bulan. Keong dewasa biasanya
kawin di tempat yang berair. Keong betina yang bertelur akan
merayap ke permukaan air dan meletakan telur pada malam hari.
Satu siklus hidup keong mas memerlukan waktu antara 2 – 2,5
bulan, bahkan dapat mencapai umur 3 tahun (Bunga, 2018).

2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio


hewan

Gambar 2.3 Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan


perkembangan embrio hewan
(Syauqi, 2017)

Faktor-faktor yang mempengaruh pertumbuhan dan perkembangan


terdiri dari faktor luar dan faktor dalam. Faktor dari dalam (internal)
berupa gen dan hormon. Gen merupakan materi pembawa sifat yang
diwariskan pada keturunan, sedangkan Hormon. Hormon berfungsi
sebagai pengontrol kegiatan dalam tubuh.sedangkan faktor dari luar
berupa nutrisi, suhu, cahaya, air, kelembapan (Wati, 2019).
III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat

3.1.1 Wadah untuk menaruk talur

3.1.2 Kamera/HP untuk dokumentasi

3.1.3 Aplikasi sensor untuk mengukur temperatur dan kelembapan udara

3.2 Bahan

3.2.1 Salah satu telur (semut, katak, ikan, nyamuk, keong mas).

3.3 Cara kerja

3.3.1 Pilihlah salah satu jenis telur, kokon, atau embrio yang akan anda
amati (dapat digunakan: semut, katak, ikan, nyamuk, keong mas).

3.3.2 Praktikan menentukan satu faktor lingkungan yang


berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan
tersebut, dalam praktikum ini menggunakan temperatur dan
kelembapan udara.

3.3.3 Praktikan merancang prosedur kerja untuk membuktikan adanya


pengaruh faktor lingkungan (yang telah anda tentukan tadi)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan.

3.3.4 Praktikan merancang, menyusun, serta menuliskan bahan serta


alat-alat yang digunakan untuk pengamatan pertumbuhan dan
perkembangan embrio hewan.

3.3.5 Setelah rancangan praktikum disusun secara jelas, praktikan


melaksanakan rancangan tersebut. Selanjutnya, mengamati respons
yang muncul di setiap tahap perkembangan dan di akhir kegiatan
ini. Dapat ditambahkan gambar/dokumentasi atau deskripsi
singkat mengenai setiap perubahan yang terjadi pada pertumbuhan
dan perkembangan embrio hewan tersebut.

IV. HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel hasil pengamatan

4.1.1 Telur ikan

Nama spesimen : Telur Ikan Komet (Carassius auratus)


Lama pengamatan    : 7 hari
Jumlah awal telur/ embrio : 18
Jumlah yang berhasil menetas :  0 (tidak ada)
Faktor lingkungan yang berpengaruh : Suhu dan Kelembapan

No Tanggal Pengamatan Dokumentasi Keterangan

1 Kamis, 4 Maret 2021 Pagi  Pagi 


Suhu : 21,5°C
Kelembaban : 49,2%
 Sore
Suhu : 22,8°C
Kelembaban : 43,9 %
 Telur ikan komet yang
diamati berjumlah 18. Telur
ikan komet berbentuk bulat,
berwarna bening kekuningan,
berdiameter 1,5-1,8 mm, dan
berbobot 0,17-0,20 mg. 

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

2 Jumat, 5 Maret 2021 Pagi  Pagi 


Suhu : 23,8°C
Kelembaban : 52,8%
 Sore
Suhu : 29,3°C
Kelembaban : 53,6%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.
(Dokumentasi Pribadi, 2021)

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

3 Sabtu, 6 Maret 2021 Pagi  Pagi


Suhu : 25,2°C
Kelembaban : 50,4%
 Sore
Suhu : 29,8°C
Kelembaban : 56,7%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)
Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

4 Minggu, 7 Maret 2021 Pagi  Pagi


Suhu : 29,5°C
Kelembaban : 49,6%
 Sore
Suhu : 29,8°C
Kelembaban : 49,2%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

5 Senin, 8 Maret 2021 Pagi  Pagi


Suhu : 23,8°C
Kelembaban : 52,8 %
 Sore
Suhu : 29,8°C
Kelembaban : 56,7%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.

(Dokumentasi Pribadi, 2021)


(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

6 Selasa, 9 Maret 2021 Pagi  Pagi


Suhu : 22,8°C
Kelembaban : 43,9%
 Sore
Suhu : 28,3°C
Kelembaban : 52,4%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Selasa, 10 Maret 2021


7. 

 Pagi
Suhu : 25,2°C
Kelembaban : 50,4%
 Sore
Suhu : 29,5°C
Kelembaban : 49,6%
 Perkembangan : telur ikan
komet belum ada yang
menetas.

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Pagi 

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

Sore
(Dokumentasi Pribadi, 2021)

(Dokumentasi Pribadi, 2021)

4.1.2 Telur Nyamuk

Nama spesimen : Larva Nyamuk


Lama pengamatan : Seminggu
Jumlah awal telur/ embrio : 220
Jumlah yang berhasil menetas : 67
No Tanggal Dokumentasi Keterangan
Pengamatan
1. 4 Maret 2021 Sore Hari:
 Suhu 27,1 ℃ dan k
52,9%
 Larva nyamuk yang
menjadi nyamuk berjum

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban


(Dok. Pribadi, 2021)
2. 5 Maret 2021 Pagi Hari:
 Dengan suhu 23,
kelembabannya 56,8 %
 Larva nyamuk yang
menjadi nyamuk berjum
 Larva yang mati yait

Sore Hari:
 Dengan suhu 25
kelembabannya 54, 4 %
 Larva nyamuk yang
menjadi nyamuk berjum
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari  Larva yang mati yait
(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Pagi Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
3. 6 Maret 2021 Pagi Hari:

 Dengan suhu 24,3


kelembabannya 56,6 %
 Larva nyamuk yang
menjadi nyamuk ada  7
 Larva yang mati yait

Sore Hari:
 Dengan suhu 27,4
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari kelembabannya 
(Dok. Pribadi, 2021) 53,3 % 
 Larva yang berkem
nyamuk berjumlah 3
 Larva yang mati yait
Gambar Suhu dan Kelembaban Pagi Hari
(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
4. 7 Maret 2021 Pagi Hari:
 Dengan suhu 23
kelembabannya    55,5 %
 Larva berkemban
nyamuk berjumlah 9
 Larva yang mati yait
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari
(Dok. Pribadi, 2021) Sore Hari:
 Dengan suhu 25
kelembabannya  53,1%
 Larva berkemban
nyamuk berjumlah 5
 Larva yang mati yait

Gmbar Suhu dan Kelembaban Pagi Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
5. 8 Maret 2021 Pagi Hari:
 Dengan suhu 23,6 ℃
kelembabannya 57,7 %
 Larva yang berkemb
nyamuk berjumlah 12
 Larva yang mati yait

Sore Hari:
 Dengan suhu 25,8 ℃
kelembabannya 53,8 %
 Larva yang berkemb
nyamuk berjumlah 6
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari  Larva yang mati yait
(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Pagi Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari
(Dok. Pribadi, 2021)
6. 9 Maret 2021 Pagi Hari:
 Dengan suhu 22
kelembabannya 56,2 %
 Larva yang berkem
nyamuk berjumlah 5
 Larva yang mati berj

Sore Hari:
 Dengan suhu 27
kelembabannya 52,1%
 Larva yang berkem
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari nyamuk yaitu 2
(Dok. Pribadi, 2021)  Larva yang mati yait

Gambar Suhu dan Kelembabab Pagi Hari


(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Larva Nyamuk Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari
(Dok. Pribadi, 2021)

7.  10 Maret 2021 Pagi hari:


 Dengan suhu 22
kelembababnya 55,2 %
 Larva yang berkem
nyamuk berjumlah 6
 Larva yang mati berj

Sore Hari:
 Dengan suhu 27
Gambar Larva Nyamuk Pagi Hari kelembabannya 53,2 %
(Dok. Pribadi, 2021)  Tidak ada larva yan
menjadi nyamuk
 Larva yang mati berj
 Larva yang sisa pad
8

Gambar Suhu dan Kelembaban Pagi Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
Gambar Larva Nyamuk Sore Hari
(Dok. Pribadi, 2021)

Gambar Suhu dan Kelembaban Sore Hari


(Dok. Pribadi, 2021)
4.1.3 Telur Keong Mas

Nama spesimen : Achatina fulica 
Lama pengamatan : 7 (tujuh) hari  
Jumlah awal telur/embrio : 20 butir  
Jumlah berhasil menetas : 20 butir 
 
No.  Tanggal pengamatan  Gambar Referensi  Dokumentasi  Keterangan 
1.  5 Maret 2021  Hari pertama diamati tel
ur keong. Berbentuk bul
at merah muda dengan 
ukuran 3 mm. Diamati 
di bawah mikroskop
pembentukan organ sud
ah dimulai ditandai
dengan terlihatnya mata
dan
  juga bakal cangkang. 
(Byers et al., 2013) 
 
 

 
 
 

 
Pagi hari 
 
 
Sore hari 

 
2.  6 Maret 2021    Hari kedua pengamatan 
terjadi perubahan warna 
dari telur mejadi merah 
muda keabu-abuan. Ini 
merupakan pertanda ba
hwa telur segera matang 
dan akan menetas dala
m waktu dekat. 

 
Pagi hari 
 
 

 
 
Sore hari 
 
 
 
3.   7 Maret 2021    Hari ketiga
pengamatan, telur-telur
mulai menetas ditandai
dengan pecahnya cangk
ang dan adanya mobilit
as dari anak keong. Uku
ran anak keong berkisar
antara 4-5 mm 

 
 
 
Pagi hari 
 

 
 
Sore hari 
 

 
 
4.   8 Maret 2021    Hari keempat, anak-
anak keong semakin
aktif
dan mulai beradaptasi 
dengan lingkungannya
. Hal ini ditandai deng
an pergerakan anak-
anak keong yang sema
kin aktif. Ukuran keon
g berkisar
 
antara 5 mm. 
 
 
Pagi hari 
 

 
Sore hari 
 

 
5.   9 Maret 2021      Hari kelima
pengamatan, anak-
anak keong mati karen
a faktor
lingkungan yang
kurang lembab dan ka
dar air yang minim. 

 
 
Pagi hari 
 

 
Sore hari 
 

 
 
6.  10 Maret 2021    Anak-anak keong yan
g sudah mati 

 
 
 
Pagi hari 
 

 
 
Sore hari 
 

 
7.  11 Maret 2021      Anak-anak keong yan
g sudah mati 

 
 
Pagi hari 
 

 
Sore hari 
 

4.1.4 Telur Semut


Nama spesimen : Telur Semut 
Lama pengamatan : 7 Hari 
Jumlah awal telur/ embrio           : 10 Telur 
Jumlah yang berhasil menetas : 6 telur 

No.  Tanggal Penga Gambar Referensi  Dokumentasi  Keterangan 


matan 
1.  Kamis, 4 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pada
Kamis, 4 Maret 2021
pada pukul 17.42 diperoleh 
hasil bahwa telur tersebut b
erwarna putih. Berbentuk lo
njong dengan dua sisi bagia
 
n ujung yang membulat. De
(Dok. Pribadi, 2021) 
ngan suhu 25,9
°C°C
 dan kelembaban 68,4%.  
 
(Ratri dkk., 2017) 
2.  Jumat, 5 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pad
a Jumat, 5 Maret 2021
pada pukul 07.19 dengan s
uhu 
24,8°C 24,8°C 
   dan kelembaban 52,3% diper
(Dok. Pribadi, 2021)  oleh hasil terdapat bintik hita
  m pada 3 telur di
  salah satu ujungnya, warna tel
ur putih, ukuran telur rata-rata 
sama, tidak ada bentuk tambah
an seperti munculnya garis-
garis
dam sebagainya pada telur.  
Pengamatan pada
sore hari pukul 17.12 deng
an suhu 
22,8°C22,8°C
 dan kelembaban 47,9% diper
  oleh hasil warna telur putih, u
(Dok. Pribadi, 2021)  kuran telur rata-rata sama, ben
tuk telur sama, ada 5 telur yan
g terdapat bintik hitam di
salah satu ujung telurnya, stru
ktur telur masih halus. 
3.  Sabtu, 6 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pad
a Sabtu, 6 Maret 2021
pada pukul 07.23 dengan s
uhu 
28,6°C 28,6°C 
 dan kelembaban 50,2% diper
oleh hasil satu telur mengalam
i penyusutan ukuran dan berw
arna sedikit kekuningan,
  3 dari 10 telur memiliki lapisa
(Dok. Pribadi, 2021)  n telur yang transparan daripa
  da telur lainnya sedangkan 6 d
  ari 10 telur berwarna putih,
5 telur yang terdapat bintik hit
am di
salah satu ujung telurnya, mul
ai terdapat tonjolan dengan uj
ung runcing pada
salah satu ujung telur, struktur 
telur masih sama yaitu lonjong 
halus.  
Pengamatan pada
sore hari pukul 17.39 deng
  an suhu 
(Dok. Pribadi, 2021)  24,5°C24,5°C
 dan kelembaban 52,1% diper
oleh hasil 3 telur mengalami p
enyusutan dan berwarna putih,
3 dari 10 telur memiliki lapisa
n telur yang transparan daripa
da telur lainnya sedangkan 6 d
ari 10 telur berwarna putih,
5 telur terdapat bintik hitam di
salah satu ujung telurnya, mul
ai terdapat tonjolan dengan uj
ung runcing pada
salah satu ujung telur, struktur 
telur terlihat adanya garis-
garis melingkar. 
4.  Minggu, 7   Pengamatan terhadap telur 
Maret 2021  semut yang dilakukan pad
a Minggu, 7 Maret 2021
pada pukul 07.23 dengan s
uhu 
20,4°C 20,4°C 
 dan kelembaban 48,6% diper
oleh hasil bahwa 3 telur meng
alami penyusutan dan berwarn
a putih,
  3 dari 10 telur memiliki lapisa
(Dok. Pribadi, 2021)  n telur yang transparan daripa
  da telur lainnya sedangkan 6 d
  ari 10 telur berwarna putih, ter
  dapat bintik hitam pada
6 telur, terdapat tonjolan tanci
p pada
salah satu ujungnya, bagian tu
buh telur tampak adanya garis
-garis melingkar.  
Pengamatan pada sore har
i pukul 16.43 dengan suhu 
22,8°C22,8°C
 dan kelembaban 47,9% diper
oleh hasil 3 dari 10 telur mulai 
  sedikit memperlihatkan strukt
(Dok. Pribadi, 2021)  ur kaki dan kepala,
1 telur sedikit memperlihatkan 
struktur kepala,
6 telur lainnya dalam bentuk y
ang sama, dan
3 telur mengalami penyusutan 
ukuran,
3 dari 10 telur memiliki lapisa
n telur yang transparan sisany
a berwarna putih. 
5.  Senin, 8 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pad
a Senin, 8 Maret 2021
pada pukul 07.29 dengan s
uhu 
23,4°C 23,4°C 
 dan kelembaban 51,8% diper
oleh hasil hasil 4 telur mulai 
memperlihatkan struktur kaki
  dan kepala dengan rincian 3 te
(Dok. Pribadi, 2021)  lur mulai jelas terlihat kaki
dan kepalanya, sedangkan 1 te
  lur masih samar,
  1 telur sedikit memperlihatkan 
  struktur kepala,
5 telur lainnya dalam bentuk y
ang sama, dan
3 telur mengalami penyusutan 
ukuran,
3 dari 10 telur memiliki lapisa
n telur yang transparan sisany
a berwarna putih. 
Pengamatan pada
sore hari pukul 17.10 den
gan suhu 
  34,1°C34,1°C
(Dok. Pribadi, 2021)   dan kelembaban 45,5% diper
oleh hasil 4 telur mulai memp
erlihatkan struktur kaki
dan kepala dengan rincian 3 te
lur mulai jelas terlihat kaki
dan kepalanya sedangkan 1 tel
ur masih samar,
1 telur sedikit memperlihatkan 
struktur kepala,
5 telur lainnya dalam bentuk y
ang sama, dan
3 telur mengalami penyusutan 
ukuran,
3 dari 10 telur memiliki lapisa
n telur yang transparan sisany
a berwarna putih. 
6.  Selasa, 9 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pad
a Selasa, 9 Maret 2021
pada pukul 07.33 dengan s
uhu 
22,1°C 22,1°C 
 dan kelembaban 45,2% diper
  oleh hasil 4 telur sudah memp
(Dok. Pribadi, 2021)  erlihatkan kaki
  dan kepala serta badan dengan 
  jelas,
  1 telur sedikit memperlihatkan 
  struktur kepala dan kaki,
5 telur lainnya dalam bentuk y
ang sama, dan
3 telur mengalami penyusutan 
ukuran,
2 dari 10 telur memiliki lapisa
n telur yang transparan 1 telur 
berwarna kekuningan serta sis
anya berwarna putih. 
Pengamatan pada
sore hari pukul 17.36 den
gan suhu 
21,6°C21,6°C
   dan kelembaban 47,1% diper
(Dok. Pribadi, 2021)  oleh hasil 6 dari 10 telur telah 
menetas, terlihat struktur tubu
h semut dimana 5 telah memp
erlihatkan struktur semut mud
a dengan jelas dan berwarna p
utih serta 1 telur baik kepala,
kaki, dan
badan masih terlihat semu dan 
berwarna putih juga, belum ad
a pergerakan,
4 telur lainnya mengalami pen
yusutan dengan warna kekuni
ngan. 
7.  Rabu, 10 Maret   Pengamatan terhadap telur 
2021  semut yang dilakukan pad
a Rabu, 10 Maret 2021
pada pukul 07.40 dengan s
uhu 
23,7°C 23,7°C 
 dan kelembaban 47,9% diper
oleh hasil 6 dari 10 telur telah 
  menetas, terlihat struktur tubu
(Dok. Pribadi, 2021)  h semut dengan jelas yaitu kep
  ala, kaki, dan badan
  dan berwarna putih serta belu
  m ada pergerakan,
  4 telur lainnya mengalami pen
  yusutan dengan warna kekuni
ngan dan tidak ada perubahan 
bentuk. 
Pengamatan pada
sore hari pukul 17.16 deng
an suhu 
24,1°C24,1°C
 dan kelembaban 42,6% diper
oleh hasil hasil 6 dari 10 telur 
telah menetas, terlihat struktur 
tubuh semut dengan jelas yait
  u kepala, kaki, dan badan
(Dok. Pribadi, 2021)  dan berwarna putih serta belu
m ada pergerakan,
4 telur lainnya mengalami pen
yusutan dengan warna kekuni
ngan dan tidak ada perubahan 
bentuk. 

4.1.5 Telur Katak

Nama spesimen : Katak (Anura) 
Lama pengamatan : 7 Hari 
Jumlah awal telur/kokon/embrio :  50 telur 
Jumlah yang berhasil menetas :  0 telur

Tanggal Gambar Referensi 
No  Dokumentasi/Gambar  Keterangan 
Pengamatan 
1  4 Maret Sore hari  Suhu : 28°°
2021    
Kelembaban : 45% 
Perkembangan: 
Telur menyatu satu sama lain,
berukuran kecil, bau amis,
berwarna keabu-abuan 

 
(Dok. Pribadi, 2021) 

 
(Kasmeri dan Safitri,
2014) 
2  5 Maret 2021    Pagi hari    
Pagi 
Suhu : 26°°
 
Kelembaban : 62% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
  berwarna keabu-abuan, belum
Sore hari   menetas 
Sore 
Suhu : 30°°
 
Kelembaban : 51% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau
amis, berwarna keabu-abuan,
belum menetas 

 
 
3  6 Maret 2021    Pagi hari  Pagi 
Suhu : 27°°
 
Kelembaban : 41% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu-abu, belum
menetas 
Sore 
Suhu : 25°°
 
Kelembaban : 49,6% 
Perkembangan: 
  Telur masih menyatu satu sama
  lain, berukuran kecil, bau amis,
Sore hari  berwarna abu-abu, belum
menetas 

 
4  7 Maret 2021    Pagi hari   
Pagi  
Suhu : 30°°
 
Kelembaban : 45% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu
sama lain, berukuran kecil, bau
amis, berwarna abu-abu, belum
  menetas 
  Sore  
Sore hari  Suhu : 33°°
 
Kelembaban : 43,8% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu-abu, belum
menetas 

 
5  8 Maret 2021    Pagi hari  Pagi  
Suhu : 28°°
 
Kelembaban : 47% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu kekuningan,
belum menetas 
Sore  
Suhu : 29°°
 
Kelembaban : 50% 
 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu kekuningan,
  belum menetas 

 
6  9 Maret 2021    Pagi hari   
Pagi  
Suhu : 31°°
 
Kelembaban : 46% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
  berwarna abu kekuningan,
  belum menetas 
  Sore 
  Suhu : 30°°
   
  Kelembaban : 55% 
  Perkembangan: 
  Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu kekuningan,
belum menetas 

Sore
hari 
 
7  10 Maret   Pagi  
2021  Suhu : 30°°

Kelembaban : 55% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu kekuningan,
Pagi hari  belum menetas 
  Sore 
Suhu : 30°°
 
Kelembaban : 50% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau amis,
berwarna abu kekuningan,
belum menetas 
Sore hari 
 
 
8  11 Maret   Pagi hari   Pagi  
2021  Suhu : 32°°
 
Kelembaban : 54% 
Perkembangan: 
Telur masih menyatu satu sama
lain, berukuran kecil, bau
amis, berwarna abu
  kekuningan, tidak menetas 
 

V. PEMBAHASAN

Praktikum Embriologi Hewan acara I yang berjudul “Faktor


Lingkungan Yang Berpengaruh Pada Pertumbuhan dan Perkembangan
Embrio Hewan” telah dilaksanakkan pada Kamis, 4 Maret 2021 pukul 13.00-
15.30 WIB secara virtual via Microsoft Teams. Lokasi di Kepulauan Riau,
Tguban. Tujuan praktikum yaitu untuk Mampu memahami dan mengenal
berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan embrio hewan dan Mampu membuat deskripsi singkat
mengenai hasil pengamatan perkembangan embrio hewan. Metodenya
pertama materi dan cara praktikum dijelaskan oleh kakak tingkat melalui MS.
Teams. Lalu sediakan Alat dan Bahan praktikum, Telur dimasukkan kedalam
wadah dan didokumentasi setiap hari jam 6 pagi dan 6 sore selama 7 hari.
Laporan sementara dan resmi dibuat.

5.1 Pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan

Embriogenesis adalah proses pertumbuhan embrio yang


bukan hanya pertambahan jumlah dan massa sel blastomer embrio,
tetapi juga perubahan dari aktivitasnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soenardirahardjo (2017), yang menyatakan bahwa
Embriogenesis adalah proses pertumbuhan embrio. Dimaksudkan
dengan proses pertumbuhan bukan hanya pertambahan jumlah dan
massa sel blastomer embrio namun juga meliputi perubahan dari
aktivitas sel blastomer. Oleh karena itu proses ini lebih tepat
disebut dengan proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Fase pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan berawal pada
pembentukan zigot. Lalu berkembang sel blastomere sebagai hasil
pembelahan sel/Clevage. Sesudah itu, perkembangan berlanjut
menjadi blastula, gastrula, neurula dan akhirnya terbentuk embrio.
Fase-fase tersebut dinamakan tahap embrionik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soenardirahardjo (2017), yang menyatakan
bahwa Fase awal adalah pembentukan sel zigot yang merupakan
sel tunggal yang telah dibuahi. Selanjutnya berkembang sel
blastomer sebagai hasil pembelahan sel (Clevage). Kemudian
diikuti perkembangan fase blastula, gastrula, dan neurula.
Akhirnya terbentuk embrio yang merupakan hasil akhir
pembentukan individu awal. Tahapan embrionik yaitu fase
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa
embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan
terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
5.2 Peran suhu dan kelembaban terhadap perkembangan embrio hewan

Suhu adalah keadaan yang menentukan suatu kemampuan


benda dalam memindahkan panas/menerima panas dari benda lain.
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Dapat
diekspresikan dalam kelembapan absolut, spesifik, dan relatif. Alat
untuk mengukur kelembapan udaran adalah hygrometer. Hal ini
sesuai dengan pendapat Melwinda (2016), yang menyatakan bahwa
Suhu adalah keadaan yang menentukan kemampuan benda
tersebut, untuk memindahkan panas kebenda-benda lain atau
menerima panas dari benda-benda lain. Kelembaban adalah
konsentrasi uap air di udara. Angka konsentrasi ini dapat
diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau
kelembapan relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut
higrometer.

Peran suhu dan kelembapan udara secara umum adalah,


untuk menentukan lingkungan penyimpanan yang optimum,
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup,
membedakan dataran tinggi dan rendah, dan menentukan curah
hujan di suatu tempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ansar
(2011), yang menyatakan bahwa Maka alternatif pemilihan
penyimpanannya adalah pada suhu kamar dengan kelembaban
udara yang rendah. Dan pendapat Rahayu (2015), yang
menyatakan bahwa Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan f. verticillioides dan kontaminasi fumonisin adalah
suhu dan kelembaban. Pada jagung dan kedelai, produksi
fumonisin pada daerah dataran rendah, biasanya lebih besar
dibandingkan dengan daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan
karena pada dataran rendah kondisi suhu dan kelembaban relatif
lebih tinggi dari pada dataran tinggi. Dan Prakoso (2018), yang
menyatakan bahwa Suhu dan kelembaban juga berkaitan dan
berpengaruh terhadap curah hujan.

Pengaruhnya terhadap embrio hewan adalah pengaruhi


pada stress induk, pertumbuhan organisme lain pada telur seperti
jamur, jika tidak optimal, embrio bisa mati. Hal ini sesuai dengan
pendapat Jaenudin (2018), yang menyatakan bahwa Suhu dan
kelembaban udara ikut berkontribusi besar terhadap tingkat stres
panas pada sapi perah. Dan pendapat Hasanuddin (2018), yang
menyatakan bahwa Suhu dan kelembaban merupakan faktor
penting untuk perkembangan embrio. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan kematian embrio ataupun abnormalitas embrio,
sedangkan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan normal dari
embrio. Dan pendapat Indarti (2014), yang menyatakan bahwa
kelompok jamur yang memproduksi substansi toksik atau
antibiotik terhadap nematoda menyebabkan terjadinya telur yang
tidak bisa berkembang baik.

5.2.1 Telur Semut

Dilakukan pengamatan selama 7 hari pada 10 telur semut


dengan 2X dokumentasi pada pagi sekitar jam 7 dan sore sekitar
jam 17.00. Perubahan dapat terlihat pada hari yang ke 2 di mana
pada pagi 3 telur muncul bintik hitam dan sore menjadi 5 telur
muncul bitnik hitam. Hari ketiga 3 telur mulai menyusut dan
menguning. Pada hari keempat, ada 3 telur mulai berdiferensiasi
karena memperlihatkan struktur kepala. Pada hari yang kelima
terlihat struktur kaki. Pada hari yang ketujuh didapatkan 6 dari 10
telur berhasil menetas, yang menguning tidak mengalami
perubahan.

Didapatkan suhu ruangan berkisar antara 20,4°C-34,1°C


dan kelembaban berkisar antara 42,6-68,4%. Hasil yang didapat
adalah 6 dari 10 telur berhasil menetas sedangkan 4 lainnya mati.
Kematian telur tersebut bisa disebabkan oleh ketidak tepatnya
suhu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratri (2017), yang
menyatakan bahwa setidaknya jika diletakkan dalam toples atau
dalam suatu wadah, terdapat kadar oksigen sebanyak 2 cc agar
perkembangan telur dapat berlangsung. Ratu semut sendiri akan
dapat bertelur jika kondisi suhu lingkungan maupun intensitas
cahaya yang ada sudah sesuai yaitu kisaran suhu pada angka
23−27 ° C.

5.2.2 Telur ikan Komet (Carassius auratus)

Dilakukan pengamatan selama 7 hari pada 18 telur ikan


dengan 2X dokumentasi pada pagi dan sore. Telur ikan komet
tidak mengalami perubahan sampai hari ke tiga dimana 1 telur
menghilang. Pada hari ke empat telur menghilang lagi menjadi 15
telur. Sampai pada hari yang ke tujuh, 15 telur tersebut tidak
mengalami perubahan.

Didapat suhu berkisar pada 25,6-60,9°C dan kelembapan


berkisar pada 40-60%. Hasil yang didapat adalah telur berkurang
dari 18 menjadi 15 dengan tidak ada satupun yang berhasil
menetas. Hal itu bisa disebabkan oleh suhu yang tidak optimal. Hal
ini sesuai dengan pendapat Andriyanto (2013), yang menyatakan
bahwa telur ikan yang berada pada suhu sebesar 30°C merupakan
suhu yang paling optimal untuk telur dapat menetas dengan tingkat
normalitas larva yang baik. Pada suhu yang terlalu tinggi maupun
terlalu rendah akan menyebabkan abnormalitas pada telur, baik itu
pada bentuk, maupun pada kemampuan telur untuk menetas.

5.2.3 Telur Keong mas

Dilakukan pengamatan selama 7 hari pada 20 telur keong


mas dengan 2X dokumentasi pada pagi dan sore. Pada hari yang
pertama, telur telah mengalami diferensiasi dimana juka dilihat
menggunakan mikroskop, akan terlihat mata dan juga bakal
cangkang. Pada hari ke dua, warna telur mulai memudar tanda
akan menetas. Pada hari yang ketiga, telur mulai menetas dan
terlihat anak keong yang ukurannya 4-5 mm. pada hari ke empat,
anak keong mulai aktif dan beradaptasi. Pada hari ke lima, anak
keong mati dan seterusnya sampai hari ke 7.

Didapat suhu berkisar pada 24,4-27,5°C dam kelembaban


yang berkisar pada 47,8-51,0%. Hasil yang didapat adalah 20 telur
menetas semua menjadi keong mas muda, tetapi mengalami
kematian. Hal ini bisa disebabkan oleh suhu dan kelembapan yang
tidak optimal dan tidak memiliki air yang cukup. Hal ini sesuai
dengan pendapat Saputra (2018), yang menyatakan bahwa telur
keong mas ini akan dapat menetas jika tidak tergenang oleh air dan
ada pada suhu dengan kelembaban yang tepat pula. Suhu optimal
untuk memungkinkan telur ini dapat menetas yaitu pada rentang
suhu 25−28° C dengan kelembaban yang tinggi sekitar 70-83%
juga dengan pH air yang berkisar antara 5,9-6,5.

5.2.4 Telur Nyamuk

Dilakukan pengamatan selama 7 hari pada telur nyamuk


dengan 2X dokumentasi pada pagi dan sore. Pada hari pertama, 2
larva berkembang menjadi nyamuk. Hari kedua, 10 berkembang
menjadi nyamuk dan 16 mati. Hari ketiga, 10 berkembang menjadi
nyamuk dan 13 mati. Hari keempat, 14 berkembang menjadi
nyamuk dan 37 mati. Hari kelima, 18 berkembang menjadi
nyamuk dan 24 mati. Hari ke enam, 7 berkembang menjadi
nyamuk dan 30 mati. Hari ketujuh, 6 berkembang menjadi nyamuk
dan 19 mati. Sisa 8 larva

Banyak kematian tersebut disebabkan karena kelembapan


yang tidak optimal walaupun suhunya sudah optimal. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wahyudi (2013), yang menyatakan bahwa larva
akan berkembang pada rentang suhu tertentu. Larva akan berhenti
berkembang jika suhu atau temperature ruang dan air terbilang
rendah yaitu kurang dari 10°C dan terlalu tinggi yaitu lebih dari 40
°C. Selain itu, kelembaban udara yang kondusif untuk
perkembangan telur adalah antara 60-80%.

5.2.5 Telur katak

Dilakukan pengamatan selama 7 hari pada 50 telur katak


dengan 2X dokumentasi pada pagi dan sore. Pada hari pertama
sampai hari ketujuh tidak mengalami perubahan sama sekali. 50
telur tersebut tidak mengalami perubahan.

Didapat suhu berkisar pada 25-33°C dan kelembaban


berkisar pada 41-55%. Hasil yang didapat adalah dari 50 telur
katak, tidak ada yang menetas. Tidak berkembangnya telur-telur
katak ini disebabkan oleh suhu dan kelembapan yang tidak
optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasmeri (2014), yang
menyatakan bahwa telur katak yang berada pada suhu 36°C akan
mengalami perkembangan yang cepat daripada telur yang tidak
dalam suhu tersebut atau berada di bawah suhu tersebut. Pada
dasarnya daya tetas telur katak sangat bergantung pada ketinggian
derajat suhu. Jika suhu di sekitar lingkungan telur rendah, maka
daya tetas telur pun akan semakin rendah yang disebabkan oleh
tidak berfungsinya enzim chorion yang menyebabkan embrio tidak
mampu dalam melarutkan kulit telur sedangkan jika suhu di sekitar
telur tinggi maka daya tetas pun turut menjadi tinggi.
VI. KESIMPULAN

6.1 Fase pertumbuhan dan perkembangan embrio hewan berawal pada


pembentukan zigot. Lalu berkembang sel blastomere sebagai hasil
pembelahan sel/Clevage. Sesudah itu, perkembangan berlanjut
menjadi blastula, gastrula, neurula dan akhirnya terbentuk embrio.

 Evaluasi Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan da


perkembangan pada embrio hewan ada Faktor internal (dalam)
yang terdiri dari Gen, Adalah substansi/materi pembawa sifat yang
diturunkan dari induk. Gen mempengaruhi ciri dan sifat makhluk
hidup. Hormon, zat yang berfungsi untuk mengendalikan berbagai
fungsi di dalam tubuh. Ada Faktor eksternal (luar) yang terdiri dari
makanan atau nutrisi, suhu, kelembapan dan air, dan cahaya.

6.2 Dalam penelitian ini, pada telur semut didapatkan suhu ruangan


berkisar antara 20,4°C-34,1°C dan kelembaban berkisar antara
42,6-68,4%. Hasil yang didapat adalah 6 dari 10 telur berhasil
menetas sedangkan 4 lainnya mati. Pada telur ikan komet didapat
suhu berkisar pada 25,6-60,9°C dan kelembapan berkisar pada 40-
60%. Hasil yang didapat adalah telur berkurang dari 18 menjadi 15
dengan tidak ada satupun yang berhasil menetas. Pada telur keong
mas didapat suhu berkisar pada 24,4-27,5°C dam kelembaban yang
berkisar pada 47,8-51,0%. Hasil yang didapat adalah 20 telur
menetas semua menjadi keong mas muda, tetapi mengalami
kematian. Pada telur nyamuk didapat suhu berkisar pada 22,7-27,8
°C dan kelembaban berkisar pada 52,1-57,7%. Hasil yang didapat
adalah dari 220 larva yang ada, hanya 67 ekor yang berhasil
berkembang menjadi nyamuk. Pada telur katak didapat suhu
berkisar pada 25-33°C dan kelembaban berkisar pada 41-55%.
Hasil yang didapat adalah dari 50 telur katak, tidak ada yang
menetas.
DAFTAR PUSTAKA
Soenardirahardjo, Bambang Poernomo. 2017. Teratologi pada Hewan dan
Ternak. Jawa Timur: UNAIR.

Andriyanto, Wawan, Bejo Slamet dan Made Dharma Jaya Ariawan. 2013.
ERKEMBANGAN EMBRIO DAN RASIO PENETASAN TELUR
IKAN KERAPU RAJA SUNU (Plectropoma laevis) PADA SUHU
MEDIA BERBEDA. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
5(1): 192-203.

Herjayanto, Muh., Odang Carman, Dinar Tri Soelistyowati. 2017. Embriogenesis,


Perkembangan Larva dan Viabilitas Reproduksi Ikan Pelangi
Iriatherina Werneri Meinken, 1974 Pada Kondisi Laboratorium.
Jurnal Akuatika Indonesia. 2(1): 1-10.

Kasmeri, Ria, Elza Safitri. 2014. INDUKSI KEJUTAN SUHU 360 C


TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO DAN
KEBERHASILAN POLIPLOIDISASI KATAK (Rana cancrivora).
Jurnal Pelangi. 6(2): 142-151.

Yanti, Yeli Defri. 2018. PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS KROTO


DENGAN PEMANFAATAN KULIT PISANG KEPOK DAN USUS
AYAM SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF. Lampung: UIN RIL.

Agustin, Indira, Udi Tarwotjo dan Rully Rahadian. 2017. PERILAKU


BERTELUR DAN SIKLUS HIDUP Aedes aegypti PADA
BERBAGAI MEDIA AIR. Jurnal Biologi. 6(4): 71-81.

Susanti dan Suharyo. 2014. HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN


KEBERADAAN JENTIK AEDES PADA AREA BERVEGETASI
POHON PISANG. Unnes Journal of Public Health. 6(4): 271-276.

Bunga, Jacqualine Arriani, Nina Jeni Lapinangga, Jemrifs H. H. Sonbai. 2018.


TUMBUHAN INANG DAN DAYA MAKAN KEONG MAS
(Pomacea canaliculata) PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DI
KABUPATEN MALAKA. PARTNER. 23(2): 822 – 831.

Romadhona, Nur Arif. 2014. UJI MOLUSKISIDA NABATI LENGKUAS


PUTIH (Alpinia galanga (L.) Willd.) TERHADAP KEONG MAS
(Pomacea canaliculata Lamarck). Riau: UIN-SUSKA.

Wati, Otorika. 2019. PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE


LEARNING TIPE INDEX CARD MATCH (ICM) TERHADAP
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA BIOLOGI SISWA KELAS VIII
DI SMP N 3 KEPIL WONOSOBO MATERI PRTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN MAKHLUK HIDUP. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga.

Melwinda. 2016. PROTOTYPE BIODIESEL SISTEM KONTINYU (TINJAUAN


TEMPERATUR PEMANASAN DAN JENIS ALKOHOL TERHADAP
BIODIESEL YANG DIHASILKAN). Palembang: POLSRI.

Ansar, 2011, PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA TERHADAP


PERUBAHAN MUTU TABLET EFFERVESCEN SARI BUAH
SELAMA PENYIMPANAN. J.Teknol. dan industri pangan. 12(1):
73-81.

Rahayu, Dwi, Winiati Pudji Rahayu, Hanifah Nuryani Lioe, Dian Herawati,
Wisnu Broto, Santi Ambarwati. 2015. PENGARUH SUHU DAN
KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN Fusarium
verticillioides BIO 957 DAN PRODUKSI FUMONISIN B1.
AGRITECH. 35(2): 156-163.

Prakoso, Dipa. 2018. ANALISIS PENGARUH TEKANAN UDARA,


KELEMBABAN UDARA DAN SUHU UDARA TERHADAP
TINGKAT CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG. Semarang:
UNNES.

Jaenudin, Dadang, Akhmad Arif Amin, Mohamad Agus Setiadi, Hadi Sumarno
dan Sri Rahayu. 2018. Hubungan Temperatur, Kelembaban, dan
Manajemen Pemeliharaan terhadap Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di
Kabupaten Bogor. ACTA VETERINARIA INDONESIANA. 6(1): 16-
23.

Hasanuddin, Apriawan. 2017. PENGARUH SUHU PENETASAN TERHADAP


FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG
PUYUH. Makassar: UNHAS.

Indarti, Siwi dan Bambang Rahayu. 2014. POTENSI JAMUR PARASIT TELUR
SEBAGAI AGENS HAYATI PENGENDALI NEMATODA PURU
AKAR Meloidogyne incognita PADA TANAMAN TOMAT. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia. 18(2): 65-70.

Ratri, Lintang & Basuki, Edi & Darsono, Darsono. 2017. KUANTITAS
ANAKAN KULTUR SEMUT RANGRANG, Oecophylla
smaragdina, SECARA ARTIFISIAL DENGAN MENGGUNAKAN
BEBERAPA JENIS PAKAN BERBEDA. Scripta Biologica. 4(1): 47-
51.

Andriyanto, W., B. Slamet dan I.M.D.J. Ariawan. 2013. Perkembangan Embrio


Dan Rasio Penetasan Telur Ikan Kerapu Raja Sunu (Plectropoma
laevis) Pada Suhu Media Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. 5(1): 192-203.

Saputra, K., Sutriyono, dan Brata, B. 2018. Populasi dan Distribusi Keong Mas
(Pomacea canaliculata L.) sebagai Sumber Pakan Ternak pada
Ekosistem Persawahan di Kota Bengkulu. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia. 13(2): 189-201.

Wahyudi R, Ginanjar P, Sarawati. 2013. Pengamatan Keberadaan Jentik Aedes


sp. pada Tempat Perkembangbiakan dan PSN DBD di Kelurahan
Ketapang. J. Kesehat Masy. 2(2): 3-5.

Kasmeri, Ria & Safitri, Elza. 2014. Induksi Kejutan Suhu 36 ° C Terhadap
Perkembangan Embrio dan Keberhasilan Poliploidisasi Katak (Rana
cancrivora). Jurnal Pelangi. 6(2): 142-151.
LEMBAR PENGESAHAN 
 
 
 
 
Mengetahui, Tguban, 23 Maret 2021 
 
Asisten Praktikan 
 

Muna Kamila Yusuf Cendrawan 

24020117130068 24020120130093 

Anda mungkin juga menyukai