Anda di halaman 1dari 3

Kebutuhan Psikologi Ibu Bersalin (Keluarga, Bidan, Suami)

Secara umum 

1. Kebutuhan Rasa Aman Disebut juga dengan “safety needs”.Rasa aman dalam bentuk
lingkungan psikologis yaitu terbebas dari gangguan dan ancaman serta permasalahan yang
dapat mengganggu ketenangan hidup seseorang. 

2. Kebutuhan akan Rasa Cinta dan memiliki atau Kebutuhan Sosial Disebut juga dengan “love
and belonging next needs”. Pemenuhan kebutuhan ini cenderung pada terciptanya hubungan
sosial yang harmonis dan kepemilikan. 

3. Kebutuhan Harga diri Disebut juga dengan “Self Esteem Needs”. Setiap manusia
membutuhkan pengakuan secara layak atas keberadaannya bagi orang lain. Hak dan
martabatnya sebagai manusia tidak dilecehkan oleh orang lain, bilamana terjadi pelecehan
harga diri maka setiap orang akan marah atau tersinggung. 

4. Kebutuhan Aktualisasi Diri Disebut juga “Self Actualization Needs”. Setiap orang memiliki
potensi dan itu perlu pengembangan dan pengaktualisasian. Orang akan menjadi puas dan
bahagia bilamana dapat mewujudkan peran dan tanggungjawab dengan baik.

5. Dari bidan Dukungan Bidan 


1) Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan baik. 
2) Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya. 
3) Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir. 
4) Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu. 
5) Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu 
6) Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya. 
7) Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan. 
8) Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan 
9) Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung
ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya seperti:
 
a. Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu. 
b. Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut. 
c. Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain. 
d. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman. 
2. Dari Suami dan Keluarga 

Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau
keluarga. Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang membuat nyaman
serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan berlangsung hasilnya akan
mengurangi durasi kelahiran. Pendampingan Pendamping merupakan keberadaan seseorang
yang mendampingi atau terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting
adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan
nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan
bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).  Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan,
suami juga sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena tidak
semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang kesakitan. Pendampingan
persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang dilakukan dalam proses persalinan
nanti. Peran suami yang ideal diharapkan dapat menjadi pendamping secara aktif dalam proses
persalinan. Harapan terhadap peran suami ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari
tingkat kesiapan suami menghadapi proses kelahiran secara langsung. 

Ada tiga jenis peran yang dapat dilakukan oleh suami selama proses persalinan yaitu
peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak, Lowdermilk dan Perry,
2004). Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu proses
persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang
kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson,
2010). Peran sebagai pelatih ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk
mengendalikan diri dan ikut mengontrol proses persalinan. 

 Beberapa dukungan yang diberikan suami dalam perannya sebagai pelatih antara lain
memberikan bantuan teknik pernafasan yang efektif dan memberikan pijatan di daerah
punggung. Suami juga memiliki inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami
oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu memantau atau mengontrol peningkatan nyeri. Selain itu
suami juga dapat memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa. Hasil penelitian Kainz &
Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami
yaitu membantu bidan untuk memantau peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya
pengurangan nyeri, dan mengontrol kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga
memberikan bantuan untuk menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan
selama proses persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering kali fokus bidan
ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk berbicara dengan bidan. Dalam
kondisi ini, kehadiran suami akan sangat membantu jika suami peka dengan apa yang ingin
dikatakan istrinya dan berusaha menyampaikannya kepada bidan. Tingkatan peran yang kedua
adalah peran sebagai teman satu tim, ditunjukkan dengan tindakan suami yang membantu
memenuhi permintaan ibu selama proses persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami
akan berespon terhadap permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan emosi, atau
keduanya (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami sebagai teman satu tim biasanya
sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan biasanya suami dingatkan atau diberitahukan
tentang perannya oleh bidan. Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010) menjelaskan bentuk
dukungan fisik yang dapat diberikan yaitu dukungan secara umum seperti memberi posisi yang
nyaman, memberikan minum, menemani ibu ketika pergi ke kamar kecil, memegang
tangan dan kaki, atau menyeka keringat yang ada di dahi ibu, dan membantu ibu dalam
pemilihan posisi yang nyaman saat persalinan. Bentuk dukungan fisik yang menggunakan
sentuhan, menunjukkan ekspresi psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan
simpati terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses persalinan
(Smith, 1999). Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami antara lain
membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan penguatan (reinforcement)
positif seperti memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian
atas kemampuan ibu saat mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan
yang hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010).Pengaruh
psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih yang mampu diberikan oleh suami kepada
istrinya. Oleh karena itu, kehadiran suami dalam proses persalinan perlu diberikan penghargaan
yang tinggi dan perlu mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan. Suami yang
hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang kurang dibandingkan peran
sebagai pelatih atau teman satu tim.        Dalam berperan sebagai saksi, suami hanya memberi
dukungan emosi dan moral saja (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap
memperhatikan kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar
ruang persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv, atau meninggalkan
ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini ditunjukkan suami karena mereka yakin
tidak banyak yang dapat mereka lakukan, sehinga menyerahkan sepenuhnya pada penolong
persalinan.Alasan suami memilih peran hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri
atau memang kehadirannya kurang diinginkan oleh istri. Ketiga peran suami dalam proses
persalinan dapat diidentifikasi dari keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya
sebagai pendamping persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan dapat
ditunjukkan dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan.Suami dapat mempersiapkan
sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan segala kebutuhan selama mendampingi
istri di rumah sakit atau tempat bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan
pertanyaan kepada dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat diterima,
dipertimbangkan atau ditolak.

Anda mungkin juga menyukai