Anda di halaman 1dari 143

1

PENGANTAR LINGUISTIK

Pengertian linguistik
Linguistik berarti ilmu bahasa, kata linguistik berasal dari bahasa latin “lingua” yang
berarti bahasa.
Kata bahasa dalam bahasa roman yaitu bahasa yang berasal dari bahasa latin
ditampilkan sebagai berikut :
a. Itali : Lingua
b. Spanyol : Lengue
c. Prancis : Langue dan Langage
d. Inggris : Language ( Terambil dari langage prancis )
Adapun dalam bahasa Arab kata bahasa ditampilkan mirip dengan yang di atas
yaitu lughatun ( ٌ‫ ) لُـغَـة‬, namun apakah hal ini masih berkaitan dengan penamaan di atas
atau tidak jawabannya adalah masih wallahu a`lam, perlu penelitian.
Kemudian linguistik dalam beberapa bahasa ditampilkan dengan istilah sebagai
berikut :
a. Prancis : Linguistique
b. Inggeris : Linguistics
c. Belanda : Linguistiek
d. Indonesia : Linguistik
e. Arab ْ ‫ِع‬
: ‫ــلـ ُم الـُّلــغَـ ِة‬
Dalam literatur Arab diketemukan defenisi linguistik seperti diungkapkan oleh Dr.
Taufik Muhammad Shahien :
ِ ‫َف َوا ِح ٌد َوه َُو ِد َرا َسةُ الظَّ َوا ِه ِر اللُّغ َِويَّ ِة لَ ِدىْ اإل ْن َس‬
‫ان‬ ٌ ‫َمجْ ُموْ َعةٌ ِمنَ ْال ُعلُوْ ِم يَجْ َم ُعهَا هَد‬
) Keseluruhan ilmu yang dihimpun oleh suatu sasaran yang sama yaitu kajian gejala-gejala
bahasa manusia ).
Dan dalam literatur lain defenisi linguistik terdapat dalam ungkapan Martinet
seperti yang dikutip oleh Drs. Abdul Chaer dalam bukunya linguistik umum: Talaah ilmiah
mengenai bahasa manusia. Rumusan defenisi linguistik boleh sedikit berbeda tapi objek
kajiannya harus sama yaitu bahsa sebagai bahasa.
Orang ahli dalam ilmu linguistik atau pakar linguistik disebut linguis ( Ingris :
Linguist ), namun dalam bahasa Inggris kata linguist mempunyai dua pengertian :
a. Ahli Linguistik
b. Fasih dalam berbahasa
Perlu diketahui bahwa orang yang faseh dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu bahwa dia adalah pakar basa, dan seorang pakar bahasa belum tentu fasih
2

dalam beberapa bahasa, meskipun tentunya adalah wajar kalau seorang pakar bahasa
menguasai dengan baik beberapa bahasa.
Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik itu tidak
hanya mengkaji salah satu bahasa tertentu saja; seperti bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa
Jepang, bahasa Indonesia dll. Melainkan mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya.
Dimana bahasa-bahasa di dunia ini adalah banyak sekali perbedaannya satu sama yang lain,
akan tetapi tak sedikit pula persamaan-persamaannya, yaitu di sana ada ciri-ciri universal
terdapat pada masing-masing bahasa itu, hal seperti itu lah yang diteliti oleh linguistik,
karena itu linguistik dikatakan bersifat umum.
Objek Linguistik
Tadi telah disinggung bahwa objek kajian ilmu linguistik adalah bahasa ( Thie true
and unique object of linguistics is language studied in and for itself ),
‫موضوع علم اللغة الصحيح و الوحيد هو اللغة فى حد ذاتها‬
Tapi kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki banyak pengertian yang berbeda, oleh
karena itu timbul pertanyaan : Bahasa yang mana yang dimaksud oleh kajian linguistik ini ?
Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikanlah pemakaian kata bahasa dalam kalimat-
kalikmat berikut :
(1) Dita belajar bahasa Jepang, Zainuddin belajar bahasa Inggris.
(2) Manusia mempunyai bahasa, sedangkan binatang tidak.
(3) Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata daripada dan
akhiran ken.
(4) Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai bahasa yang
sama.
(5) Katakanlah dengan bahasa bunga !
(6) Pertikaian itu tidak bisa diselesaikan dengan bahasa militer.
(7) Hati-hati bergaul dengan dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
(8) Kabarnya Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut.
Kata bahasa pada kalimat (1) jelas menunjuk pada bahasa tertentu, langue
dalam bahasa prancis dan ‫ الـلـغــة‬dalam bahasa Arab yang diistilahkan :
‫ عبارة عن مجموعة اإلمكانيات التعبيرية الموجودة فى بيئتها الواحدة‬.
Artinya : Keseluruhan potensi ungkapan yang ada pada suatu lingkungannya.
Kata bahasa pada kalimat (2) menunjuk bahasa pada umumnya, langage dalam bahasa
prancis dan dalam literatur Arab ‫ القدرة اللغوية عند اإلنسان‬Artinya : Kemampuan berbahasa
bagi manusia. Kata bahasa pada kalimat (3) menunjuk pada ujarannya, yang diberi nama
parole dalam bahasa prancis dan ‫ الـكـالم‬dalam bahasa Arab yang mereka istilahkan :
‫كيفية اختيار الفرد لعناصر بعينها من اإلمكانيات التعبيرية الكثيرة فى اللغة‬
3

Artinya : Cara pengambilan seseorang pada unsur-unsur dari beberap potensi ujaran
dalam bahasa. Tegasnya adalah cara penggunaan seseorang pada bahasa;
Pada kalimat (4) kata bahasa berarti kebijakan dalam bertindak; pada kalimat (5) kata
bahasa berarti maksud-maksud dengan bunga sebagai lambang; pada kalimat (6) kata
bahasa berarti dengan cara; pada kalimat (7) kata bahasa berarti sopan santun dan pada
kalimat (8) kata bahasa berarti hipotesis.
Jadi dari kedelapan kalimat di atas yang lolos jadi objek kajian linguistik hanya
kalimat (1), (2) dan (3) karena bahasa di sini digunakan secara harfiah, sedang dalam
kalimat-kalimat (4) hingga (8) kata bahasa digunakan secara kiasan.
Pada kalimat (1) bahasa sebagai langue, pada kalimat (2) bahasa sebagai langage
dan pada kalimat (3) bahasa sebagai parole
Sebagai objek kajian linguistik, parole merupakan objek kongkrit ( ‫ )محدد‬karena
parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para bahasawan dari suatu
masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak ( ‫ )مجــرد‬karena langue itu
berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara kesuluruhan; sedangkan langage merupakan
objek yang paling abstrak (‫ )أكثر تجردا‬karena dia berwujud sistem bahasa secara universal.
Yang dikaji oleh linguistik secara langsung adalah parole, karen parole yang
berwujud kongkrit, nyata dan dapat diamati atau diobservasi. Kajian terhadap parole
dilakukan untuk mendapatkan kaedah-kaedah suatu langue; dan dari kajian terhadap langue
akan diperoleh kaedah-kaedah langage, yaitu kaedah bahasa secara universal.

Hakekat bahasa
Dari berbagai hasil penelitian para ahli, dapat kita simpulakan bahwa tabiat atau ciri
yang menjadi hakekata bahasa itu sendiri adalah :
a. Bahasa itu adalah sebuah sistem.
b. Bahasa itu adalah berwujud lambang.
c. Bahasa itu adalah berupa bunyi.
d. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer.
e. Bahasa itu adalah bermakna.
f. Bahasa itu adalah bersifat konvensional.
g. Bahasa itu adalah bersifat unik.
h. Bahasa itu adalah bersifat universal.
i. Bahasa itu adalah bersifat produktif.
j. Bahasa itu adalah bervariasi.
k. Bahasa itu adalah dinamis.
l. Bahas itu adalah berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan
m. bahasa itu adalah merupakan identitas penuturnya.
4

Berikut ini tabiat bahasa itu akan dibicarakan satu persatu secara singkat :
A. Bahasa Sebagai Sistem
Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan makna
‘cara’ atau ‘aturan’ seperti dalm kalimat “ kalau tahu sistemnya tentu mudah
mengerjakannya” tapi dalam kaitan dengan keilmuan ‘sistem’ berarti susunan teratur
berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi, sistem ini
dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan lainnya berhubungan secara
fungsional untuk mendapat pengertian yang lebih baik, kita ambil contoh yang kongkrit
yaitu sebuah sepeda atau kereta angin, sebuah sepeda disebut sebagai sepeda yang
berfungsi kalau unsur-unsurnya atau komponen-komponennya seperti roda, sadel, kemudi,
rantai, rem, lampu dan sebagainya tersusun sesuai dengan pola atau pada tempatnya. Kalau
komponen-komponennya tidak terletak pada tempatnya yang seharusnya, meskipun secara
keseluruhan tampaknya utuh, maka sepeda itu tidak dapat berfungsi sebagai sebuah
sepeda, karena susunannya itu tidak membentuk sebuah sistem.Barang tersebut barangkali
lebih tepat disebut sebagai tumpukan suku cadang sepeda, atau sepeda yang perakitan
komponen-komponennya tidak benar.
Sistem bahasa pun begitu juga. Bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponen yang
secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan. Kalau kita
perhatikan dua deretan kata-kata berikut :
a. Kucing itu melompatlah ke meja.
b. Kucinglah melompat itu meja ke.
Kita secara intuis, sebagai penutur bahasa Indonesia, akan tahu bahwa kalimat a adalah
sebuah kalimat bahasa Indonesia karena tersusun dengan benar menurut pola aturan kaedah
bahasa Indonesia. Sebaliknya, deretan b bukan kalimat bahasa Indonesia karena tidak
tersusun menurut pola aturan atau sistem bahasa Indonesia.
Pola-pola sistem dapat dipelajari.karena itu kita akan tahu, kalau kita sudah pelajari,
apakah suatu deretan kata adalah kalimat bahasa Indonesia atau bukan. Malah kita juga bisa
mengenali suatu deretan kata adalah kalimat bahasa Indonesia atu bukan meskipun ada
unsurnya yang ditinggalkan.
Misalnya : Ibu mem … seekor ……
A b c d
Pada contoh di atas unsur b dihilangkan sebahagian unsurnya dan unsur d dihilangkan
seluruhnya. Namun, sebagai penutur bahasa Indonesia kita dapat memahami dari polanya,
bahwa contoh di atas itu adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia yang baik malah kita juga
dapat meramalkan bahwa bagian b yang dihilangkan pasti sebuah kata yang dimulai
dengan konsonan /b/. mungkin beli, bakar, atau bunuh. Mengapa ? coba jelaskan ! bagian
5

d yang dihilangkan juga dapat diramalkan berupa kata benda nama binatang, mungkin
ikan, kucing, atau tikus. juga, coba jelaskan mengapa harus nama binatang ?
Kalau kita bandingkan dengan sebuah sepeda, maka bisa dikatakan contoh di atas
adalah sama dengan sebuah sepeda yang lampunya, tutup rantainya, atau pedalnya sudah
dicopot. Meskipun tanpa lampu, tanpa tutup rantai, dan tanp pedal, sepeda itu secara
keseluruhan masih tampak sebagai sebuah sepeda. Begitu juga dengan contoh tersebut di
atas.
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekali gus bersifat sistematis dan sistemis.
Dengan sistematis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tidak tersusun secara
acak, secar sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem
tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-sub sistem atau sistem bawahan. Di sini dapat
disebutkan, antara lain, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan
subsistem semantik. Bandingkan lah dengan sebuah sepeda yang terdiri juga dari subsistem
kemudi, subsistem pedal, dan subsistem roda. Tapi unsur dalam setiap subsistem juga
tersusun menurut aturan atau pola tertentu, yang secara keseluruhan membentuk suatu
sistem. Jika tidak tersusun menurut aturan atau pola tertentu, maka subsistem itu pun tidak
dapat berfungsi.
Agak berbeda dengan subsistem-subsistem dalam sepeda, subsistem-subsistem
bahasa, terutama subsistem fonologi, morfologi, dan sintaksis tersusun secara hierarkial.
Artinya, subsistem yang satu terletak di bawah subsistem yang lain, lalu sub sistem yang
lain ini terletak pula di bawah subsistem lainnya lagi. Ketiga subsistem itu ( fonologi,
morfologi, dan sintaksis) terkait dengan subsistem semantik. Sedangkan subsistem
leksikon yang juga diliputi subsistem semantik, berada di luar ketiga subsistem struktural
itu.
Jenjang subsistem ini dalam linguistik dikenal dengan nama taataran linguistik atau
tataran bahasa. Jika diurutkan dari tataran yang terendah sampai tataran yang tertinggi,
dalam hal ini yang menyangkut ketiga subsistem struktural di atas adalah tataran fonem,
morfem, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Tataran fonem masuk dalam bidang kajian
fonologi; tatarn morfem dan kata masuk dalam bidang kajian morfologi; tataran frase,
klausa, kalimat, dan wacana masuk dalam bidang kajian sintaksis. Tetapi perlu dicatat
bahwa kata selain dikaji dalam morfologi juga dikaji dalam sintaksis. Dalam morfologi
kata menjadi stuan terbesar, sedang dalam sintaksis menjadi satuan terkecil. Dalam kajian
morfologi kata itu dikaji struktur dan proses pembentukannya, sedangkan dalam sintaksis
dikaji sebagai unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar.
Perlu dicatat pula, kajian linguistik itu sendiri dibagi dalam beberapa tataran, yaitu
tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik dan tataran leksikon.
Tataran morfologi sering digabung dengan tataran sintaksis menjadi, yang disebut,
6

gramatika, atau tata bahasa. Di atas semua itu ada tataran pragmatik, yaitu kajian yang
mempelajari penggunaan bahasa dengan pelbagai aspeknya, sebagai saran komonikasi
verbal bagi manusia. Kalau hierarkial subsistem bahasa itu dibagankan akan menjadi
sebagai berikut :
Subsistem Bahasa

Fonologi Morfologi Sintaksis


Frase
Fon Fonem Morfem Kata Klausa
Kalimat
Wacana

B. Bahasa Sebagai Lambang


Kata lambang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari kita, seperti warna
merah adalah lambang keberanian dan warna putih lambang kesucian, padi dan kapas pada
burung garuda adalah lambang keadialan sosial. Kata lambang sering dipadankan dengan
kata simbol, dengan pengertian yang sama. Juga kata lambang kadang disamakan dengan
kata tanda, padahal kalau kita cermati ternyata di sana ada perberbedaannya.
Dalam ilmu semiotika atau semiologi ( Ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada
dalam kehidupan manusia ) dibedakan adanya beberapa jenis tanda. Dan tanda
didefenisikan sebagai suatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan,
benda dan tindakan secara langsung dan alamiah; misalnya kalau ada di kejauhan tampak
ada asap membumbung tinggi, maka kita tahu bahwa di sana pasti ada api, sebab asap
merupakan tanda akan adanya api itu, kalau di tengah jalan raya terlihat banyak pecahan
kaca mobil berhamburan maka kita akan tahu bahwa di tempat itu sudah terjadi tabrakan
mobil, dan pecahan kaca itu menjadi tanda akan peristiwa tabrakan itu,
Tanda berbeda dengan lambang atau simbol, karena lambang atau simbol tidak
bersifat langsung dan alamiah. Dimana lambang menandai sesuatu yang lain secara
konvesional ( Kebiasaan ) tidak secara alamiah dan langsung; misalnya kalau kita jalan di
jalan raya lantas kita lihat bendera putih dipajang di pinggir jalan itu maka kita akan tahu
bahwa di sekitar lokasi itu ada orang yang baru meninggal, mengapa ? Karena secara adat
bendera putih dijadikan tanda adanya orang yang baru mati. Ini perbedaan antara lambang
dan tanda. Jadi asap adalah tanda adanya api dan bendera berwarna putih adalah lambang
adanya orang yang baru meninggal dunia.
Dalam bahasa kata adalah lambang atau simbol. Jadi misalnya kata [ kuda ] yang
berwujud bunyi adalah lambang yang mewakili seekor binatang berkaki empat yang bisa
7

dikendarai, dimana secara kebetulan dalam bahasa Indonesia ( Atau orang Indonesi sepakat
) bahwa untuk konsep “binatang berkaki empat yang bisa dikendarai “ dilambangkan
berupa bunyi [ Kuda ], sebab dalam bahasa lain lambangnya berbeda; dalam bahasa Bugis
lambangnya adalah berupa bunyi [ An nyarang ], dalam bahasa Makassar [ Jarang ] dan
dalam bahasa Arab [ Hishaan ] ‫ حصان‬.
C. Bahasa Adalah Bunyi
Dari uraian di atas yang menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem dan bahasa
adalah lambang; dan kini bahasa adalah bunyi; maka dapat dikatakan bahwa bahasa adalah
sistem lambang bunyi. Jadi sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.
Masalahnya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan bunyi itu, dan apakah semua
bunyi itu termasuk dalam lambang bahasa ?
Kata bunyi susah dibedakan dengan suara, bunyi adalah kesan pada pusat saraf
sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perobahan-perobahan
dalam tekanan udara. Bunyi ini bisa bersumber dari gesekan atau benturan benda-benda,
alat suara pada binatang dan manusia. Lalu yang dimaksud bunyi yang termasuk lambang
bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi bunyi yang bukan
dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi juga tidak semua
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa; bunyi batuk, teriak,
bersin dan yang sejenisnya bukan bunyi bahasa karena tidak masuk dalam sistem bunyi
bahasa. Kalau begitu apa yang dimaksud bunyi bahasa ? Bunyi bahasa atau bunyi ujaran
adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dalam fonetik diamati
sebagai “fon” dan dalam fonemik sebagai “fonem” , hal ini akan dibicarakan dalam
pembahasan selanjutnya insya Allah.
Kalau bahasa itu berupa bunyi, bagaimana masalahnya dengan dengan bahasa
tulisan ? Dalam linguistik hanya bahasa yang dilisankan saja yang pertama-tama menjadi
objeknya; sedangkan bahasa tulisan meskipun juga tidak dilupakan mengingat bahasa
tulisan juga besar perannya dalam kehidupan manusia, tapi hanyalah bersifat sekunder.
Pada hakekatnya bahasa tulisan hanyalah “rekaman” dari bahasa lisan. Jadi bahasa yang
seharusnya dilisankan, dalam bahasa tulisan diganti dengan huruf-huruf menurut suatu
sistem aksara. Bahasa Indonesia, misalnya, dulu hanyalah berupa bahasa lisan; kemudian
dengan datangnya agama Islam di Indonesia dengan tulisan Arabnya, maka bahasa
Indonesia bisa menjadi bahasa tulisan dengan sksara Arab itu, kemudian dengan datangnya
orang Eropa yang membawa huruf Latin, maka bahasa Indonesia pun mempunyai bahasa
tulisan dengan aksara Latin.
Di duninia ini masih banyak bahasa yang tak punya sistem aksara, tapi pasti punya
buyi, karena memang hakekat bahasa adalah bunyi.
D. Bahasa Itu Bermakna
8

Di atas telah kita bicarakan bahwa bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud
bunyi. Sebagai lambang, tentu ada yang dilambangkan, maka yang dilambangkan itu adalah
suatu pengertian, konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan kepada orang lain dalam
wujud bunyi. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide atau
pikiran maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna yang berupa konsep,
ide atau pikiran itu; misalnya lambang bahasa yang berwujud bunyi [ kuda ] adalah
mengacu pada konsep “sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai” , kemudian,
konsep tadi dihubungkan dengan benda yang ada dalam dunia nyata.
Perlu diingat bahwa tidak semua lambang bahasa yang berwujud bunyi itu
mempunyai hubungan dengan benda-benda kongkrit, contohnya adil, jujur, rajin, pintar dan
sebagainya; jenis lambang bunyi seperti ini umumnya disebut tidak punya rujukan.
E. Bahasa Itu Arbitrer
Kta arbitrer bisa diartikan ‘sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana
suka, dalam bahasa Arab disebut ‫ اعتِباطى‬atau ‫شوائىـ‬ ْ ‫ ِع‬. yang maksudnya adalah bahwa
tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa yang berwujud bunyi itu dengan konsep
atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya antara lambang
bunyi[ kuda] dengan yang dilambangkannya, yaitu ‘sejenis binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai’ tak ada hubungan wajib. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang
tersebut dilambangkan dengan bunyi [kuda] , mengapa bukan [aduk] atau [kadu] atau
lambang lainnya; hal ini karena adanya sifat arbitrer tadi.
Andaikata ada hubungan wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya,
niscaya lambang yang dalam bahasa Indonesia berbunyi [kuda], akan disebut juga [kuda]
oleh orang bugis, dan bukannya [ an nyarang]. Di Arab juga orang akan menyebut [kuda]
dan bukannya [hishaan] begitupun di Inggris akan disebut [kuda] bukan [horse]. Dengan
demikian tidak akan ada di muka bumi ini macam-macam bahasa.
Memang ada juga yang berpendapat bahwa ada sejumlah kata dalam bahasa apa
pun, yang lambangnya berasal dari bunyi benda yang diwakilinya. Misalnya, lambang
[tokke] dalam bahasa bugis, yang mempunyai hubungan dengan konsep yang
dilambangkannya, yaitu sejenis reptil yang bunyinya [ okke, okke, okke]. Begitu pula
[embe] dalam bahasa madura, mewkili sejenis binatang sejenis domba yang bunyinya
[embe, embe, embe]. Jadi, di sini kata-kata yang disebut onomatope ( kata yang berasal dari
tiruan bunyi ) ini lambangnya memberi “saran” atau “ petunjuk” bagi konsep yang
dilambangkannya. Kalau begitu dapat dikatakan bahwa hubungan antara lambang dengan
konsep yang dilambangkannya tidak bersifat arbitrer, karena paling tidak ada “saran” bunyi
yang menyatakan hubungan itu.
Namun, kalau diteliti lebih jauh yang disebut onomatope ini pun, ternyata tidak
persis sama antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Bunyi ayam jantan yang dalam
9

bahasa Indonesia dan dialek jakarta berbunyi [kukuruyuk] ternyata dalam bahasa sunda
berbunyi [kongkorongok]; bunyi letusan senjata api yang dalam bahasa Indonesia berbunyi
[tar], [dar] atau [dor] dalam bahas Inggris berbunyi [pang]; begitu pula bunyi meriam yang
dalam bahasa Indonesia berbunyi [blegur] atau [jlegur] tapi dalam bahasa Inggris berbunyi
[blam].
Kalau ditanya, mengapa bunyi benda yang sama terdengar berbeda oleh dua penutur
bahasa yang berlainan ?, agak sukarlah menjawabnya. Mungkin juga sebagai akibat
kearbitreran bahasa bahasa itu, atau juga karena sistem bunyi bahasa-bahasa itu tidak sama.
F. Bahasa Adalah Konvensional
Konvensi bisa berarti rapat, adat, perjanjian, persetujuan dan ketentuan; maka kalau
dihbungkan dengan sifat bahasa, bisa berarti adat dan ketentuan yang berarti bahwa semua
anggota masyarakat bahasa itu mematuhi adat dan ketentuan tersebut, dimana bahwa
lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya, kalau misalnya
binatang yang berkaki empat biasa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan
bunyi [kuda] maka semua anggota masyarakat Indonesia harus mematuhinya, kalau tidak,
bahkan menggantikannya dengan lambang lain maka komonikasi akan terhambat, karena
bahasanya tidak difaham oleh penutur bahasa Indonesi lainnya, dan berarti pula bahwa dia
telah keluar dari konvensi itu.
Dari hubungan dengan lambang dengan konsep yang dilambangkannya serta sifat
konvensional dari bahasa itu, ada tiga masalah berkaitan yang perlu dikemukakan yaitu :
a. Mungkinkah sebuah lambang dapat melambangkan lebih dari sebuah
konsep ?
b. Mungkinkah sebuah konsep bisa dilambangkan dengan lebih dari sebuah
lambang ?
c. Mungkinkan kita dapat “menyodorkan” sebuah lambang untuk mewakili
sebuah konsep ?
Dari kenyataan fakata bahasa, ketiga pertanyaan itu bisa dijawab dengan yang
berikut :
Pertanyaan pertama dapat dijawab: mungkin. Misalnya dalam kasus semantik yang
disebut polesemi dan homonimi. Dalam kasus polisemi lambang bunyi [kepala], misalnya,
bukan saja melambangkan konsep “bagian tubuh manusia sebelah atas” , tapi juga
melambangkan konsep “ketua” atau “pimpinan suatu organisasi”. Dalam kasus homonimi,
lambang [pacar], misalnya dapat dilambangkan konsep “kekasih” tetapi juga dapat
melambambangkan konsep “inai” . dalam bahasa Arab hal ini disebut ‫ المشتركـ اللفظى‬.
Pertanyaan kedua juga dapat dijawab: mungkin. Misalnya dalam kasus semantik
yang disebut sinonimi. Konsep “orng tua laki-laki” selain mempunyai lambang bunyi
[ayah], juga mempunyai lambang lain yaitu [bapak]
10

Sedangkan pertanyaan yang ketiga juga dapat dijawab : mungkin. Misalnya dalam
kasus pembentukan istilah baru. Dalam pembentukan istilah baru, sebuah konsep yang
belum ada lambangnya dicarikan atau dibuatkan lambangnya, entah dengan mengambil
dari khazanah lambang-lambang yang sudah ada, meminjam dari bahasa lain, atau juga
benar-benar ciptaan baru. Kosep untuk menyatakan “pencurian yang disertai penganiayaan
berat” misalnya, dilambangkan dengan bunyi [curat]. Lambang ini berasal dari gabungan
kata pencurian yang diambil suku [cu]-nya, dan kata berat yang diambil suku [rat]-nya.
Dalam bahasa malaysia ada lambang bunyi [gasar] yang digunakan untuk melambangkan
konsep “ manusia yang ganas dan kasar”. Lambang [gasar] itu merupakan gabungan
singkatan dari kata ganas yang diambil suku [ga]-nya dan kata kasar yang diambil suku
kata [sar]-nya.
Berbeda dengan kata yang merupakan lambang “siap pakai” , yaitu lambangnya
sudah ada memang tanpa harus diciptakan dulu, lambang atau istilah baru adalah
merupakan hal yang “dibuat” untuk menampung konsep yang ada tapi belum punya
lambang.
G. Bahasa Itu Produktif
َ ‫ُمـ ْنـتِـ‬
Produktif artinya terus-terus menghasilkan, dalam istilah Arabnya ‫جـة‬
atau ‫ ُمـ َولِّـــدَة‬, maksud ungkapan ini adalah bahwa walaupun unsur-unsur bahasa itu
terbatas, tapi dengan keterbatasannya itu dia mampu membuat satuan-satuan serta kalimat-
kalimat bahasa yang jumlahnya tak terbatas. Umpamanya, kalau kita ambil fonem-fonem
bahasa Indonesia /a/, /i/, /k/, dan /t/; maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan
satuan-satuan bahasa sebagai berikut :
/i/ - /k/ - /a/ - /t/
/k/ - /i/ - /t/ - /a/
/k/ - /i/ - /a/ - /t/
/k/ - /a/ - /i/ - /t/
/k/ - /a/ - /t/ - /i/
Sedangkan bentuk-bentuk seperti :
/k/ - /t/ - /i/ - /a/ - /k/
/k/ - /t/ - /a/ - /i/
/t/ - /k/ - /a/ - /i/
/t/ - /k/ - /i/ - /a/
adalah tidak mungkin, karena dalam sistem fonologi bahasa Indonesia tidak ada urutan
konsonan /k/ - /t/ dan urutan /t/ - /k/.
Juga fonem dalam bahasa Arab : / ‫ ر‬/ - / ‫ ب‬/ dan / ‫ ع‬/
Dapat kita hasilkan satuan-satuan sebagai berikut :
11

‫ع ر ب = عـرب‬
‫ب ر ع = بـرع‬
‫ر ع ب = رعـب‬
Dan juga seperti : / ‫ ك‬/ ‫ ش‬/ dan / ‫ ر‬/ dapat menjadi
‫ش ك ر = شـكـر‬
‫ش ر ك = شـرك‬
‫ك ر ش = كـرش‬
H. Bahasa Itu Unik
Artinya bahwa setiap bahasa mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki
oleh bahasa lainnya, ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata,
sistem pembentukan kalimat atau sistem-sistem lainnya.
Salah satu keunikan bahasa Indonesi adalah tekanan katanya tidak bersifat
mofemis, melainkan bersifat sintaksis, maksudnya kalau pada kata tertentu di dalam
kalimat kita berikan tekanan, maka makna itu tetap, yang berobah adalah makna
keseluruhan kalimat, umpamnya ungkapan :
Dia menangkap ayam
Tekanan diberikan pada dia, maka makna kalimat itu adalah bahwa yang melakukan
tindakan menangkap ayam adalah dia bukan orang lain, kalau tekanan diberikan kepada
menangkap maka makna kalimat itu adalah bahwa yang dilakukan dia adalah bukan
tindakan lain melainkan menangkap bukan mengurung atau menyembelih misalnya, kalau
tekanan diberikan kepada yam maka bermakna bahwa yang ditangkap oleh dia itu adalah
ayam bukan bebek atau ansa. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang tekanan pada
katanya bersifat morfemis, misalnya kalau tekanan diberikan pada suku kata prertama maka
akan berbeda dengan kalau diberikan pada suku kata kedua misalnya :
Kata Arti Ka ta Arti
`import impor im`port mengimpor
`nsult penghinaan in`slt menghina
`object obyek ob`ject berkeberatan
`permit izin per`mit mengizinkan

salah satu keunikan bahasa jawa, barangkali, bahwa setiap kata yang dimulai
dengan konsonan /b/, /d/, /g/, /k/, /p/, dan /t/ dalam pengucapannya selalu didahului oleh
konsinsn nasal yang homorgan dengan konsonsonsn itu. Misalnya, kata bandung dilafalkan
mBandung, dan Depok dilafalkan nDepok, dan kata gopek dilafalkan ngopek. Kemudian
dalam pengucapan kata-kata seperti lompat tendang dan tongkat
akan dilafalkan lo-mpat, te-ndang dan to-ngkat, tampak bahwa konsonan nasalnya ikut
dalam suku kata berikutnya.
12

Keunikan yang menjadi salah satu ciri bahasa ini terjadi pada masing-masing
bahasa, seperi bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Arab dll. Kalau keunikan terjadi pada
kelompok bahasa yang berada dalam satu rumpun atau satu kelompok bahasa, lebih baik
jangan disebut keunikan, melainkan ciri rumpun atau golongan bahasa itu.
I. Bahasa Itu Universal
Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa itu juga
bersifat universal artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada
di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang paling
umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu berupa ujaran maka ciri universal dari bahasa yang paling
umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi vokal dan konsonan. Tetapi berapa
banyak vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan
keunivesalan. Bahasa Indonesi, misalnya, mempunyai enam buah vokal dan 22 buah
konsonan, sedangkan bahasa Arab mempunyai tiga buah vokal pendek dan tiga buah vokal
panjang serta 28 buah konsonan, bahasa Inggris memiliki 16 buah vokal termasuk diftong
dan 24 konsonan. Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa
mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata,
frase, klausa, kalimat dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungkin
tidak sama. Kalau pembentukan itu bersifat khas , hanya dimiliki oleh sebuah bahasa, maka
hal itu merupakan keunikan dari bahasa itu. Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa
dalam satu rumpun atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal
dan keunikan rumpun atau subrumpun bahasa tersebut .Universal kalau dilihat dari rumpun
atau subrumpun sebagai satuan; dan keunikan kalau dilihat dari rumpun atau subrumpun
lain. Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang
berada dalam satu rumpun atau subrumpun, atau juga dimiliki oleh sebagian besar bahasa-
bahasa yang ada di dunia ini sebagai ciri setengah universal kalau dimiliki oleh semua
bahasa yang ada di dunia ini baru bisa disebut universal.
J. Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai mahluk yang
berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.
Malah dalam bermimpipun manusia menggunakan bahasa.
Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam
kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah,
maka bahasa itu juga menjaei ikut berubah, menjadi tidak tetap , menjadi tidak statis.
Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis.
13

Perubahan bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, maupun leksikon. Dalam bidang fonologi, misalnya, bahasa Indonesia
dulu belum mengenal fonem /f/, /kh/, dan /sy/. Ketiga fonem itu dianggap sama dengan
fonem /p/, /k/, dan /s/, sehingga kata fikir disamakan dengan kata pikir, kata khabar sama
dengan kata kabar, dan kata masyarakat sama dengan kata masrakat. Tetapi kini
keberadaan ketiga fonem itu, yang berbeda dengan fonem /p/, /k/, dan /s/ dianggap otonom,
sebab terdapat pasangan minimal yang membedakannya fonem /f/ dari /p/, /kh/ dari /k/
dan /sy/ dari /s/. dam bidang morfologi keberadaan alomorf menge- yang dulu diharamkan,
kini dianggap otonom, karena kehadirannya berkaidah yaitu pada kata dasar yang ekasuku.
Begitu juga bentuk kata dimengerti yang pada tahun lima puluhan diharamkan para guru,
tetapi kini tidak dipersoalkan lagi.
Perubahan yang paling jelas, dan paling banyak terjadi, adalah pada bidang leksikon
dan semantik. Barangkali, hampir setiap saat, ada kata-kata baru muncul sebagai akibat
perubahan budaya dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Hal
ini mudah difahami, karena kata sebagai satuan bahasa terkecil, adalah saran atau wadah
untuk menampung suatu konsep yang ada dalam masyarakat bahasa. Dengan terjadinya
perkembangan kebudayaan, perkembangan ilmu dan teknologi, tentu bermuculanlah
konsep-konsep baru, yang tentunya disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata atau
istilah-istilah baru. Kalau toh kelahiran konsep itu belum disertai wadahnya, maka manusia
akan menciptakan istilahnyal. Betapa pesatnya perkembangan leksikon dalam bahasa
Indonesia dapat kita lihat kalau kita membandingkan jumlah kata yang ada dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarmita yang hanya berjumlah sekitar
23.000 buah, dengan kata yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
berjumlah lebih dari 60.00 buah. Bukan tidak mustahil dalam waktu yang tidak terlalu
lama bahasa Indonesia akan mempunyai 100.000 buah kosa kata.
Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan bukan terjadi berupa pengembangan
dan perluasan, melainkan berupa kemunduran, sejalan dengan perubahan yang dialami
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagai alasan sosial dan politik menyebabkan
banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasanya, lalu
menggunakan bahasa lain. Di Indonesia, kabarnya, telah banyak bahasa daerah yang telah
ditinggalkan para penuturnya terutama dengan alasan sosial, orang kampung misalnya yang
sudah sekolah dan tinggal di kota, enggan memakai bahasa daerahnya, karena takut dinilai
bukan orang maju atau moderen, dia takut dinilai sebagai orang kolot atau kampungan. Jika
ini terjadi terus menerus, maka pada suatu saat nanti banyak bahasa yang hanya berada
dalam dokumentasi belaka, karena tidak ada lagi penuturnya. Contoh yang kongkrit adalah
bahasa Latin dan bahasa Sanskerta. Masih untung kosakata bahasa Latin dan Sanskerta
tetap dipakai sebagai istilah dalam bidang ilmu pengetahuan.
14

K. Bahasa Itu Berfariasi


Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu
masyarakat bahasa. Siapakah yang menjadi atau termasuk dalam satu masyarakat bahasa ?
Yang termasuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan
bahasa yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang
yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota
masyarakat bahasa Sunda adalah orang-orang yang merasa memiliki dan menggunakan
bahasa Sunda; dan yang termasuk anggota masyarat bahasa Madura adalah mereka yang
merasa memiliki dan menggunakan bahasa Madura. Dengan demikian , banyak orang
Indonesia yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena di samping dia
sebagai orang Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya.
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan
berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Anggota
masyarakat bahasa itu ada yang berpendidikan dan ada pula yang tidak; ada yang tinggal
di kota ada yang tinggal di desa; ada orang dewasa ada pula kanak-kanak. Ada yang
berprofesi dokter, petani, pegawai kantor, nelayan dan sebagainya. Oleh karena itu, maka
bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam, di mana antara variasi atau
ragam yang satu dengan yang lain seringkali mempunyai perbedaan yang besar.
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek,
dialek dan ragam.
Idiolek adalah variasai atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang
tentu mempunyai ciri khas bahasanya masing-masing. Kalau kita banyak membaca
karangan orang yang banyak menulis, misalnya, Hamka, Sutan Takdir, M. Quraish Shihab
dll. Maka kita akan dapat mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu.
Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
pada suatu tempat atau suatu waktu. Misalnya, di Indonesia, ada bahasa jawa dialek
Banyumas, dialek Tegal, dialek Surabaya; dan ada juga bahasa Bugis dialek Bone, dialek
Soppeng, dialek Sinjai dan sebagainya. Variasi bahasa berdasarkan tempat ini lazim disebut
dialek regional, dialek areal, atau dialek giografi. Variasi bahasa yang digunakan pada masa
tertentu, misalnya bahasa Indonesia zaman Balai Pustaka, zaman Orde Baru, atau zaman
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, laziam disebut dialek temporal atau juga kronolek.
Sedangkan variasi bahasa yang digunakan kelompok anggota masyarakat dengan status
sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau
untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam
baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak
baku atau standar. Dari sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan
15

ragam tulisan. Juga ada ragam bahasa bertelpon, ragam bahasa bertelegram, dan
sebagainya. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah,
ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, ragam bahasa hukum
dan lain sebagainya.
L. Bahasa Itu Manusiawi
Dalam kisah nabi-nabi ada diceritakan bahwa nabi Sulaiman dapat berbicara dengan
kupu-kupu, dan mengerti percakapan raja semut dengan pasukannya. Adanya kisah ini
menimbulkan pertanyaan: Apakah binatang mempunyai bahasa ? pertanyaan ini diperkuat
lagi dengan adanya fakta bahwa ada beberapa jenis burung yang dapat diajar bicara. Atau
lebih tepat kalau dikatakan burung-burug itu dapat menirukan ucapan manusia.
Kalau kita menyimak kembali ciri-ciri bahasa, yang sudah dibicarakan di muka,
bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,
bersifat arbitrer, bermakna dan produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak
mempunyai bahasa. Bahwa binatang dapat berkomonikasi dengan sesama jenisnya, bahkan
juga dengan manusia, adalah memang suatu kenyataan. Namun, alat komonikasinya
tidaklah sama dengan alat komonikasi manusia, yaitu bahasa. Lebah madu misalnya, seperti
dilaporkan Kari von Frisch (lihat Fromkin 1974 atau Akmajian 1979) menggunakan gerak
tari tertentu untuk menyampaikan berita adanya sumber madu kepada teman-temannya.
Burung gereja menggunakan siulan dengan nada tertentu untuk menyatakan maksud
tertentu. Sedangkan kera menggunakan “teriakan”, gerak tubuh (gesture), serta mimik
wajah sebagai alat komonikasinya (lebih jauh lihat Akamajian 1979). Begitu juga dengan
binatang-binatang lain, tentu mempunyai alat komonikasinya masing-masing.
Dari penelitian para pakar terhadap alat komonikasi binatang bisa disimpulkan
bahwa stuan-satuan komonikasi yang dimiliki binatang-binatang itu bersifat tetap.
Binatang tidak dapat menyampaikan konsep baru atau ide baru dengan alat komonikasinya
itu, selain, yang secara alamiah telah dimiliki, yang pada umumnya hanya berkisar pada
sekitar kebutuhan hidup dan biologisnya. Mimang ada binatang, seperti anjing, simpanse,
dan lumba-lumba, yang dapat dilatih untuk bisa melakukan perintah manusia. Tetapi yang
dapat dilakukan tetap terbatas pada perintah-perintah yang telah dilatihkan. Perintah baru
yang belum dikenal tidak akan dilakukan oleh binatang itu. Apalagi berinisiatif untuk
melakukan sesuatu yang diluar kebiasaannya. Begitu juga dengan burung beo yang bisa
menirukan suara manusia itu. Ternyata burung ini juga hanya dapat menirukan dan
mengulang-ulang ucapan yang pernah dilatihkan atau pernah berulang-ulang didengarnya.
Dia tidak akan dapat mengucapkan kalimat-kalimat baru yang belum pernah didengarnya.
Hal ini jauh berbeda dengan manusia. Asal saja alat ucapnya normal, manusia akan dapat
membuat kalimat-kalimat baru yang belum pernah ada; dan dapat juga memahami kalimat-
16

kalimat baru yang diucapkan orang lain, meskipun kalimat-kalimat itu baru pada saat itu
didengarnya.
Sebetulnya yang membuat alat komonikasi manusia itu, yaitu bahasa, produktif dan
dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat
komonikasi binatang, yang hanya itu-itu saja dan statis, tidak dapat dipakai untuk
menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komonikasi
binatang itu, melainkan pada perbedaan besar, yaitu hakekat manusia dan hakekat binatang.
Manusia sering disebut-sebut sebagai homo sapien `mahluk yang berfikir`, homo sosio
`mahluk yang bermasyarakat`, homo faber `mahluk pencipta alat-alat`, dan juga animal
rationale `mahluk rasional yang berakal budi`. Maka dengan segala macam kelebihannya
itu jelas manusia dapat memikirkan apa saja yang lalu, yang kini dan yang masih akan
datang, serta menyampaikannya pada orang lain melalui alat komonikasinya, yaitu bahasa.
Binatang tidak mempunyai akal budi itu. Oleh karena itu, alat komonikasinya juga tetap,
tidak akan berubah. Tidak ada yang dipikirkan, maka tentunya juga tidak akan ada yang
ingin disampaikan dengan alat komonikasinya itu. Segala tindakan binatang untuk makan,
menyelamatkan diri, dan keperluan biologis lainnya dilakukan secara instingtif, tidak
melalui pemikiran terlebih dahulu. Termasuk juga binatang primata, seperti simpanse,
yang bentuk fisiknya dekat manusia, juga tidak dapat berfikir seperti manusia, dan alat
fisiologis untuk bisa berbicara pun berbeda dengan manusia.
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa alat komonikasi manusia yang namanya
bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya miliik manusia dan hanya dapat
digunakan oleh manusia. Alat komonikasi binatang bersifat terbatas, dalam arti hanya
digunakan untuk keperluan hidup “kebinatangannya” itu saja. Kalau pun ada binatang yang
dapat mengerti dan dapat memahami, serta dapat melakukan perintah manusia yang
diberikan dalam bahasa manusi, adalah bukan karena intelgensinya, melainkan berkat
latihan yang diberikan kepadanya. Tanpa latihan yang berulang-ulang mustahil binatang itu
bisa “mengerti” bahasa manusia; lalu melakukan perintah manusia yang diberikan dalam
bahasa. Ahirnya, bisa juga dikatakan kisah yang menyatakan bahwa Nabi Sulaiman dapat
bercakap-cakap dengan kupu-kupu, dan dapat mengerti bahasa semut, tentunya, di luar
keistimewaannya sebagai seorang nabi, haruslah ditafsirkan sebagai, bahwa Nabi Sulaiman
dapat berkomonikasi dengan kupu-kupu, serta dapat memahami alat komonikasi semut.
Kalau seorang tarzan saja, dalam cerita moderen sekarang, dapat berkomonikasi dengan
segala macam binatang hutan, apalagi seorang nabi yang mempunyai banyak kelebihan
daripada manusia biasa.
M. Bahasa Itu Adalah Telinga
Bahasa bukan milik suku etnis tertentu, tapi bahasa adalah milik semua manusia
secara umum, bahasa Arab bukan milik suku Arab, bahasa Inggris bukan milik etnis
17

Inggris, begitu pula bahasa-bahasa yang lain, bukan milik suku tertentu. Orang Jawa bisa
pandai bahasa Arab dan orang Inggris bisa pandai bahasa Jawa.
Seorang anak dari bapak ibu suku bugis yang dilahirkan di London, hidup di sana
dan bergaul hanya dengan penutur bahasa Inggris hinga dewasa, yang didengar oleh
telinganya bahasa Inggris saja, maka anak tersebut akan bertutur dengan bahasa Inggris dan
tak mengerti sama sekali bahasa suku orang tuanya yaitu bahasa bugis, hal ini karena yang
selalu didengar oleh telinganya adalah bahasa Inggris saja. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa bahasa itu adalah telinga.

MASYARAKAT BAHASA

Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang
banyaknya relatif), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau
yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Karena itu, karena itu bisa disebutkan
masyarakat Indonesia, masyarakat betawi, masyarakat Rt 001, atau juga masyarakat Eropa.
Lalu, apakah yang dimaksud dengan masyarakat bahasa ? Yang dimaksud dengan
masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang
sama. Dengan demikian kalau ada sekelompok orang yang merasa sama-sama
menggunakan bahasa Sunda, maka bisa dikatakan meraka adalah masyarakat bahasa
Sunda; kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Mandailing, maka
mereka bisa disebut masyarakat bahasa Madailing; dan kalau ada sekelompok orang merasa
menggunakan bahasa Inggris, maka mereka bisa disebut masyarakat bahas Inggris.
Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa adalah pada “merasa menggunakan
bahasa yang sama”, maka konsep masayrakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi
sempit. Masyarakat bahasa bisa melewati batas provinsi, batas negara, bahkan juga batas
benua. Masyarakat bahasa Baduy dan masyarakat bahasa Osing ( di Jawa Timur) tentu saja
sangat sedikit atau sempit; masyarakat bahasa Jawa dan masyarakat bahasa Sunda tentu
lebih luas, dan masyarakat bahasa Indonesia tentu lebih luas lagi. Masyarakat bahasa
Prancis dan masyarakat bahasa Inggris, malah bukan hanya melewati batas negara, tetapi
juga melewati batas benua.
Akibat lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan
linguistik umum mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistik bahasa Indonesia dan
bahasa Malaysia adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa itu banyak sekali
persamaannya, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa
Indonesia, dan sebaliknya orang Indonesia dapat pula mengerti dengan baik akan bahasa
malaysia. Namun orang Indonesia tidak merasa berbahasa Malaysia, dan orang Malaysia
18

tidak pula merasa berbahasa Indonesia. Jadi, dalam kasus ini ada dua masyarakat bahasa,
yaitu masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Malaysia. Contoh lain, bahasa
Denmark, bahasa Swedia, dan bahasa Norwegia secara linguistik merupakan satu bahasa,
sebab penduduk ketiga negara itu dapat berkmonikasi dengan bahasa mereka tanpa
hambatan. Namun, mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda, yaitu bahasa
Denmark, bahasa Swedia, dan bahasa Norwegia. Jadi di sana ada tiga masyarakat bahasa.
Lain halnya dengan masyarakat bahasa Arab, meskipun mereka terdiri dari
beberapa negara, tapi mereka merasa menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Arab (
‫) كالم عربى‬, terpecahnya mereka kepada berbagai negara adalah karena akibat pengaruh
kolonial yang pernah menjajah orang Arab itu, orang Arab lebih suka mengatakan ‫أنا‬
‫( عـربى‬saya adalah orang Arab) ketimbang kalau mengatakan ‫( أنا مصرىـ‬saya adalah
orang Mesir) atau ‫( أنا سـعـودى‬saya adalah orang Saudi) dan begitu pula yang terjadi
kepada orang-orang Arab lainnya yang mukim di negara yang berbeda. Jadi, boleh
dikatakan bahwa masyarakat bahasa Arab adalah tersebar luas mencakup seluruh negara-
negara Arab. Kita berbeda dengan orang Arab, yang sedikit sekali diantara kita yang mau
mengatakan Saya orang Melayu.
Dengan demikian, rasanya sulit akan terjadi adanya masyarakat bahasa Saudi,
masyarakat bahasa Mesir, masyarakat bahasa Sudan, masyarakat bahasa Irak, masyarakat
bahasa Palestina dan seterusnya; apalagi di sana tidak ada yang namanya bahasa Arab
sistem Mesir, bahasa Arab sistem Saudi, bahasa Arab sistem Irak; semua bahasa Arab
adalah hanya satu sistem, satu kaedah dan satu semangat sejak dari zamannya sayyidina Ali
karramallahu wajhahu hingga sekarang.
Hal ini berbeda dengan apa yang kita prediksikan terhadap bahasa Inggris, besar
kemungkinan kelak akan terjadi bahasa Inggris sistem Amerika, bahasa Inggris sistem
Australia, bahasa Inggris sistem British, yang berdampak kepada terbentuknya masyarakat
bahasa Australia, masyarakat bahasa Amerika, masyarakat bahasa British dan seterusnya;
mengingat kecendrungan ke arah itu sudah ada benihnhya.
Sehubungan dengan masyarakat bahasa ini, kita di Indonesia ada di antara kita yang
bilingual dan ada pula yang multilingual, umumnya orang Indonesia memiliki dua bahasa
yaitu bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia itu sendiri, bahkan tidak sedikit yang
memiliki lebih dari dua bahasa, di samping mengetahui bahasa daerahnya sendiri mereka
menguasai bahasa-bahasa daerah orang lain ditambah lagi dengan bahasa Indonesia.
Walau demikian di sana ada perbedaan fungsi antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah,
bahasa Indonesia difungsikan pada tingkat nasional sedang bahasa daerah hanya digunakan
pada tingkat kedaerahan saja.
Yang unik adalah masyarakat bahasa Cina. Orang-orang cina menjadi anggota
masyarakat bahasa Cina adalah dalam bahas tulis, bukan dalam bahasa lisan, secara tertulis
19

mereka dapat berkomonikasi, tapi secara lisan mereka belum tentu bisa, karena yang
disebut bahasa Cina itu banyak dan berbeda-beda, namun sistem aksara mereka yang
disebut aksara pigtogram memungkinkan mereka untuk bisa saling berkomonikasi.

VARIASI DAN STATUS SOSIAL BAHASA


Telah kami jelaskan bahwa bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur
bahasa itu sangat beragam, dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang
beragam-ragam pula. Berdasarkan penuturnya kita mengenal adanya dialek-dialek regional
maupun dialek sosial. Lalu berdasarkan penggunaannya kita mengenal adanya ragam-
ragam bahasa, seperti ragam jurnalistik, ragam sastra, ragam ilmiah dan sebagainya.
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan
adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainya. Yang
pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain vaiasi
bahasa rendah (biasa disingkat R). variasi T digunakan dalam situasi resmi, seperti pidato
kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah , surat-menyurat resmi, dan
buku-buku pelajaran. Variasi T harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-
sekolah. Sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di
rumah, di warung, di jalan dan dalam surat-surat peribadi atau catatan untuk diri sendiri.
Variasi R ini dipelajari secara langsung dari masyarakat umum, dan tidak pernah dalam
pendidikan formal. Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R desebut dengan
istilah diglosia, dan masyarakat yang mengadakan perbedaan ini disebut masyarakat
diglosis.
Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai nama yang berlainan. Variasi
bahasa Yunani T disebut katherevusa dan variasi bahasa Yunani R disebut dhimotiki
; variasi bahasa Arab R disebut dariji ( ‫ ) دارجى‬atau `ammi ( ‫ ;) عا ّمى‬variasi bahasa
Jerman Swis T disebut schriftsdrache dan variasi bahasa Jerman Swis R disebut
schweizerdeutsch. Dalam bahas Indonesia variasi bahasa T, barangkali, sama dengan ragam
bahasa Indonesia baku dan variasi bahasa R sama dengan bahasa Indonesia non baku.
Variasi bahasa T dan variasi bahasa R ini biasanya mempunyai kosakata masing-
masing yang berbeda, sekedar contoh:
Ragam T Ragam R Arti
Bahasa Yunani
Ikos spiti rumah
Idhor nero air
Ala ma tetapi

Bahasa Arab
20

Ma ( ‫) ما‬ eh ( ‫) إيه‬ apa (logat Mesir)


“ syinu ( ‫) شنو‬ “ (logat Sudan)
“ syu ( ‫) شو‬ “ (logat Libanon)
“ isy ( ‫) إيش‬ “ (logat Saudi)
Al aan ( ‫) اآلن‬ dil wa`ti ( ‫ت‬
ِ ‫) دى الوق‬ sekarang
Maujud ( ‫) موجود‬ fi ( ‫) فى‬ ada
Ana uriyd ( ‫) أنا أريـد‬ ana `aaiz ( ‫) أنا عائـز‬ aku mau
Bahasa Indonesia
Uang duit
Tidak nggak, kagak
Istri bini
Saya gue
Kamu loe

PENGGUNAAN BAHASA
Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulakan masalah , yaitu
bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Mungkin anda akan
menjawab ‘ ikuti saja kaidah-kaidah gramatical bahasa itu, pasti anda berbahasa dengan
benar’, jawaban ini sungguh keliru, sebab dengan hanya mematuhi kaidah gramatikal saja,
bahasa yang kita gunakan mungkin tidak bisa diterima di masyarakat. Unpamanya dalam
bahasa Indonesia ada disebutkan bahwa kata ganti orang kedua adalah kamu atau engkau.
Kenyataannya, secara sosial kedua kata ganti itu tidak dapat dipakai untuk menyapa orang
kedua yang lebih tua atau yang dihormati. Kamu dan engkau hanya dapat digunakan untuk
orang kedua yang sebaya, lebih muda, atau kedudukan sosialnya lebih rendah. Akibatnya,
kedua kata ganti itu jarang dipakai, meskipun dalam kaidah ada.
Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komonikasi
dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan
menjadi SPEAKING, yakni:
(1) Setting and Scene, yaitu unsur berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya
percakapan. Umpamanya percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu istirahat
tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Tentu
berbeda pula dengan percakapan di rumah duka ketika jenazah belum dikebumikan.
(2) Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya,
antara Ali murid kelas dua SMA dengan pak Ahamad gurunya. Percakapan antara pak Ali
dan pak Ahmad ini tentu berbeda kalau partisipasinya bukan Ali dan pak Ahmad,
melainkan antara Ali dan Karim, teman sekelasnya.
21

(3) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Mislnya, seorang guru bertujuan
menerangkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik; tetapi hasil yang didapat adalah
sebaliknya; murid-murid bosan karena mereka tidak berminat dengan pelajaran bahasa.
(4) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
Misalnya dalam kalimat:
a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik.”
b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudahan lamaranya diterima dengan baik.
Perkataan “mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kalimat (a) adalah
bentuk perckapan; sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.
(5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan
percakapan. Misalnya, pelajaran linguistik dapat diberikan dengan cara yang santai; tetapi
dapat juga dengan semangat yang menyala-nyala.
(6) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan; apakah secara
lisan atau bukan.
(7) Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
(8) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Kedelapan unsur yang oleh Del Hymes diakronimkan menjadi menjadi SPEAKING itu,
dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomonikasi lewat bahasa harus diperhatikan
faktor-faktor siapa mitra bicara kita, topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa,
jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan ragam bahasa yang digunakan yang mana. Sebagai
contoh dari hal di atas, silakan anda membayangkan diri anda sendiri, yang baru menjadi
mahasiswa tahun pertama, harus berbicara dengan teman sekelas yang baru anda kenal,
dengan kakak-kakak mahasiswa lama, dengan dosen linguistik yang juga baru anda kenal,
atau dengan adik anda di rumah yang sudah lama anda kenal. Silakan !

BAHASA DAN BUDAYA


Salah satu objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan bahasa dengan
budaya atau kebudayaan. Apakah bahasa yang merupakan alat komonikasi verbal milik
manusia itu merupakan bagian dari unsur kebudayaan atu bukan. Kalau bahasa merupakan
bagian dari kebudayaan, lalu wujud hubungannya itu bagaimana; kalau bukan merupakan
bagian dari kebudayaan, wujud hubungannya itu bagaimana pula.
Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai
hubungan bahasa dan kebudayaan ini. Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf)
yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas,
bahasa itu mempengaruhi cara berfikir dam bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi,
bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia
22

selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam bahasa-bahasa yang
mempunyai kategori waktu, masyarakat penuturnya sangat menghargai dan terikat oleh
waktu. Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.
Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak mempunyai kategori waktu, masyarakatnya sangat
tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang telah disusun seringkali tidak dapat dipenuhi
waktunya. Itulah barangkali sebabnya kalau di Indonesia ada ungkapan “jam karet”,
sedangkan di Eropa dan di Arab tidak ada. Hipotesis Sapor-Whorf ini memang tidak
banyak diikuti orang; tetapi hingga kini masih banyak dibicarakan orang, termasuk juga
dalam kajian antropologi. Yang banyak diikuti orang malah pendapat yang merupakan
kebalikan dari hipotesis Sapir-Whorf itu, yaitu bahwa kebudayaanlah yang mempengaruhi
bahasa. Umpamanya, karena masyarakat Inggris tidak berbudaya makan nasi, maka dalam
bahasa Inggris tidak ada kata untuk menyatakan padi, gabah, beras dan nasi. Yang ada
cuma kata rice untuk keempat konsep itu. Sebaliknya karena bangsa Indonesia berbudaya
makan nasi, maka keempat konsep itu ada kosakatanya. Masyarakat Arab yang makanan
pokoknya adalah roti maka mereka mempunyai banyak kosakata untuk konsep roti, yaitu :
‫ عيش‬, ‫ تميس‬, ‫ ُخبز‬, dan ‫ رغيف‬. Masyarakat Eskimo yang sehari-hari bergelut dengan
salju mempunyai lebih dari sepuluh buah kata untuk menyebut berbagai jenis salju.
Sedangkan masyarakat Indonesia yang tidak dikenai salju hanya mempunyai satu kata,
yaitu salju, itu pun serapan dari bahasa Arab ‫ ثـلـج‬yang artinya adalah es bukan salju,
sedangkan salju bahasa Arabnya adalah ‫ جـليد‬.
Kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kegiatannya sangat tebatas, seperti
masyarakat suku-suku bangsa yang terpencil, hanya mempunyai kosakata yang juga sangat
terbatas jumlahnya. Sebaliknya, masyarakat yang terbuka yang anggota-anggota
masyarakatnya mempunyai kegiatan yang sangat luas, memiliki kosakata yang sangat
banyak. Bandingkanlah, dalam kamus Inggris Webaster`s terdaftar lebih dari 600.000 buah
kata; sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak lebih dari 60.000 buah kata.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayaan ini, maka ada pakar
yang menyamakan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak
bisa dipisahkan. Atau sebagai keping mata uang; sisi yang satu adalah bahasa dan sisi yang
lain adalah kebudayaan. Atau dalam ungkapan orang Arab adalah ‫ جـزء ال يتجـزأ‬bagian
yang tak terpisahkan.

SUBDISIPLIN LINGUISTIK
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau
cabang-cabang yang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-
masalah lain. misalnya ilmu kimia dibagi atas kimia organik dan kimia anorganik;
psikologi dibagi atas, antara lain, psikologi klinik dan psikologi sosial; ilmu kedokteran
23

dibagai, antara lain, atas kedokteran gigi, kedokteran umum dan kedokteran hewan.
Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya karena objek yang menjadi kajian
disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi luas karena perkembangan dunia ilmu.
Demikian pula dengan linguistik. Mengingat bahwa objek linguistik, yaitu bahasa,
merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia
bermasyarakat, sedangkan kegiatan itu sangat luas, maka subdisiplin atau cabang linguistik
itu pun menjadi sangat luas. Dalam pelbagai buku teks linguistik mungkin akan kita dapati
nama-nama subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik deskriptif, linguistik
komparatif, linguistik struktural, linguistik antropologis dan sebagainya. Penamaan
subdisiplin itu tentunya berdasarkan suatu kriteria atau dasar tertentu. Di sini kami akan
mencoba mengelompokkan nama-nama subdisiplin linguistik itu berdasarkan :
a. Objek kajiannya, adalah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu.
b. Objek kajiannya, adalah bahasa pada masa tertentu atau bahasa sepanjang masa.
c. Objek kajiannya, adalah struktur internal bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya
dengan berbagai faktor di luar bahasa.
d. Objek kajiannya, adalah sisi perbedaan dan persamaan antara dua bahasa atau lebih.
e. Tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori belaka atau untuk tujuan
terapan.
f. Teori atau aliran yang digunakan untuk menganalisis objeknya.
A. Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat
dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus.
Linguistik umum ( ‫ ) علم اللغــة العــام‬adalah linguistik yang berusaha mengkaji
kaidah-kaidah bahasa secara umum; . Pernyataan-pernyataan teoritis yang dihasilkan akan
menyangkut bahasa pada umumnya, bukan bahasa tertentu. Sedangkan linguistik khusus
( ‫) علم اللغــة الخــاص‬adalah berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada
bahasa tertentu, seperti bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa
Bugis dan seterusnya. Kajian khusus ini bisa juga dilakukan terhadap satu rumpun atau
subrumpun bahasa, misalnya , rumpun bahasa Melayu, rumpun bahasa Austronesia atau
subrumpun Indo-German.
Kajian umum dan khusus ini dapat dilakukan terhadap keseluruhan sistem bahasa
atau juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa itu. Oleh karena itu mungkin ada studi
mengenai fonologi umum atau fonologi khusus, morfoologi umum atau morfologi khusus,
atau juga studi sintaksis umum atau sintaksis khusus.
B. Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa pada
sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik diakronik.
Kata singkronik berasal dari bahasa Yunani, syn berarti dengan, dan khronos berarti
waktu; sedang dia berarti melalui. Jadi singkronis artinya bersamaan dengan waktu sedang
24

diakronik artinya adalah melalui waktu. Dengan demikian maka Linguistik singkronik
adalah mengkaji bahasa pada masa yang terbatas. Misalanya mengkaji bahasa Indonesia
pada tahun dua puluhan, bahasa Inggris pada zaman William Shakespeare. Studi linguistik
singkronik ini biasa disebut juga linguistik deskriptif ( ‫) علم اللغة الوصفى‬, karena berupaya
mendeskripsikan bahasa secara apa adanya pada suatu masa tertentu.
Linguistik diakronik adalah mengkaji bahasa atau bahasa-bahasa pada masa yang
tidak terbatas; bisa sejak awal kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya bahasa tersebut
kalau bahasa tersebut sudah punah, seperti bahasa Latin dan bahasa Sanskerta, atau sampai
zaman sekarang seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan komperatif. Oleh
karena itu dikenal juga adanya linguistik historis komperatif ( ‫) علم اللغة التاريخى المقارن‬.
Tujuan linguistik diakronik ini terutama adalah untuk mengetahui struktural bahasa itu
beserta dengan segala bentuk perubahan dan perkembangannya. Pernyataan seperti “kata
batu berasal dari kata watu” adalah pernyataan yang bersifat diakronik. Begitu juga dengan
pernyataan “kata pena dulu berarti `bulu angsa`, sekarang berarti alat tulis bertinta”. Hasil
kajian diakronik seringkali diperlukan untuk menerangjelaskan deskripsi studi singkronik.
C. Berdasarkan objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa atau bahasa itu dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa dibedakan adanya linguistik mikro dan
linguistik makro ( Dalam kepustakaan lain disebut mikrolinguistik dan makrolinguistik )
Linguistik mikro ( ‫) علم اللغة الصغيرـ‬mengarahkan kajiannya pada struktur internal
suatu bahasa tertentu atau struktur internal bahasa pada umumnya. Sejalan dengan adanya
subsistem bahasa, maka dalam linguistik mikro ada subdisiplin linguistik fonologi,
morfologi, sintsksis dan leksikologi. Ada juga yang menggabungkan morfologi dan
sintaksis menjadi morfosintaksis; dan menggabungkan semantik dengan leksikologi
menjadi leksikosemantik. Fonologi menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya dan
fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan. Morfologi menyelidiki struktur
kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya. Sintaksis menyelidiki satuan-satuan
kata dan satuan-satuan lain di atas kata, hubungan satu dengan lainnya, serta cara
penyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran. Morfologi dan sintaksis dalam peristilahan
tata bahasa tradisional biasanya berada dalam satu bidang yaitu gramatika atau tata bahasa.
Semantik menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun
kontekstual. Sedangkan leksikologi menyelidiki leksikon atau kosakata suatu bahasa dari
berbagai aspeknya.
Studi linguistik mikro ini sesungguhnya merupakan studi dasar linguistik sebab
yang dipelajari adalah struktur internal bahasa itu. Sedangkan linguistik makro ( ‫علم اللغة‬
‫) الكبير‬, adalah yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar
bahasa, bahkan lebih banyak membahas faktor luar-bahasanya itu daripada struktur internal
25

bahasa. Karena banyaknya masalah yang terdapat di luar bahasa, maka subdisiplin
linguistik makro itu pun menjadi sangat banyak. Dalam berbagai buku teks biasanya kita
dapati subdisiplin seperti sosiolinguistik ( ‫) علم اللغة االجتماعى‬, psikolinguistik ( ‫علم اللغة‬
‫) النفسى‬, antropolinguistik, etnolinguistik,stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa dan
neurolonguistik. Semua subdisiplin itu bisa bersifat teoritis maupun bersifat terapan.
Sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam
hubungan pemakaiannya di masyarakat. Dalam sosiolinguistik ini, antara lain, dibicarakan
pemakai dan pemakaian bahasa, tempat pemakaian bahasa, tata tingkat bahasa, pelbagai
akibat adanya kontak dua buah bahasa atau lebih, dan ragam serta waktu pemakaian
ragam bahasa itu. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan
linguistik. Psikolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan bahasa
dengan perilaku dan akal budi manusia, termasuk bagaimana kemampuan berbahasa itu
dapat diperoleh. Jadi, psikolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara psikologi
dan linguistik. Antropolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan
bahasa dengan budaya dan pranata budaya manusia. Bisa juga dikatakan penggunaan cara-
cara linguistik dalam penyelidikan antropologi budaya. Antropolinguistik merupakan ilmu
interdisipliner antara antropologi dan linguistik. Stilistika adalah subdisiplin linguistik yang
mempelajari bahasa yang digunakan dalam bentuk-bentuk karya sastra. Jadi, stilstika
adalah ilmu interdisipliner antara linguistik dan ilmu susastra ( kesusastraan ). Filologi
adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah
suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis. Bahan atau teks yang dikaji
biasanya adalah naskah kuno atau naskah klasik yang dimiliki suatu bangsa. Filologi
merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik, sejarah dan kebudayaan. Filsafat bahasa
merupakan subdisiplin linguistik yang mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan bahasa
sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual dan teoritis linguistik. Dalam
filasafat bahasa ini terlibat ilmu linguistik dan ilmu filsafat. Dialektologi adalah subdisiplin
linguistik yang mempelajari batas-batas dilalek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu.
Dialektologi ini merupakan ilmu interdisipliner antar linguistik dan geografi.
D. Kalau objek kajiannya adalah sisi perbedaan dan persamaan antara dua bahasa atau lebih
dan dua bahasa ( atau lebih )itu masih termasuk kategori satu rumpun maka diberi nama
linguistik perbandingan ( ‫) علم اللغة المقارن‬, tapi kalau dua bahasa ( atau lebih ) itu bukan
satu rumpun maka diberi nama linguistik kontras (‫ ) علم اللغة التقابلى‬.
E. Berdasarkan tujuannya, apakah penyelidikan linguistik itu semata-mata untuk
merumuskan teori ataukah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bisa dibedakan
adanya linguistik teoretis ( ‫) علم اللغة النظرىـ‬dan linguistik terapan
( ‫ ) علم اللغة التطبيقى‬.
26

Linguistik teoretis berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau


bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di
luar bahasa hanya untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya
itu. Jadi, kegiatannya hanya untuk kepentingan teori belaka. Berbeda dengan linguistik
teoritis, maka linguistik terapan berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau
hubungan bahasa dengan factor-faktor di luar bahasa untuk kepentingan memecahkan
masalah-masalah praktis yang terdapat di dalam masyarakat. Misalnya, penyelidikan
linguistik untuk kepentingan pengajaran bahasa, penyusunan buku ajar, penerjemahan
buku, penyusunan kamus, pembinaan bahasa nasional, penelitian sejarah, pemahaman
terhadap karya sastra, dan juga penyelesaian masalah politik.
Dewasa ini penyelidikan linguistik memanga lebih banyak dilakukan untuk
keperluan terapan ini.
F.Berdasarkan aliran atau teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya
linguistik tradisional ( ‫) علم اللغة التقليدى‬, linguistik struktural ( ‫) علم اللغة التركيبىـ‬, linguistik
tranformasional ( ‫) علم اللغــة التوليــدى التحــويلىـ‬, linguistik generatif semantik, linguistik
relasional, dan linguistik sistemik.
Linguistik tradisional adalah ilmu yang menganalisis bahasa berdasarkan filsafat
dan semantik; sedangkan linguistik struktural adalah ilmu bahasa yang menganalisis
bahasa berdasarkan struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu.
Adapun pengertian linguistik lainnya akan kami kemukakan nanti dalam pelajaran
tentang sejarah dan aliran linguistik.
Di luar bidang atau cabang yang sudah dibicarakan di atas masih ada bidang lain,
yaitu yang menggeluti sejarah linguistik. Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki
perkembangan seluk beluk ilmu linguistik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari
pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat ( seperti kepercayaan,
adat istiadat, pendidikan dan sebagainya ) terhadap linguistik sepanjang masa.
Dari uraian di atas kita lihat betapa luasnya bidang, cabang atau subdisiplin
linguistik itu. Ini terjadi karena objek linguistik itu, yaitu bahasa, memang mempunyai
jangkauan hubungan yang sangat luas di dalam kehidupan manusia. Boleh dikatakan tidak
ada kegiatan manusia yang tidak melibatkan bahasa itu. Biasa saja bila muncul kegiatan
baru dalam kegiatan manusia akan muncul lagi cabang linguistik baru, dulu belum ada
kegiatan dengan computer dan juga hand phone, belaum ada cabang linguistik yang disebut
mekanolinguistik atau linguistik computer dan HP. Entah cabang linguistik apa pula yang
akan muncul pada masa yang akan datang.
27

1. HAKIKAT BAHASA

PENGERTIAN orang tentang bahasa sangat beraneka ragam, bergantung kepada


teori apa yang dipakai. Setiap teori mempunyai definisi yang berbeda antara yang satu
dengan yang lain. Apabila hal ini kita perturutkan maka kita tidak akan mungkin berbicara
tentang bahasa dengan “bahasa” yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut, tanpa
mengurangi eksistensi dan peranan teori yang lain, untuk sementara pembicaraan tentang
bahasa kali ini akan bertolak dari salah satu teori yang secara kebetulan telah tersebar
secara umum, tidak terlalu modern, dan juga tidak terlalu kuno. Teori yang dimaksudkan
itu ialah teori struktural.
Menurut teori struktural, bahasa dapat didefenisikan sebagai suatu sistem tanda
atbitrer yang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan
sistemik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-
kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan
suatu sistem atau subsistem-subsistem. Misalnya, subsistem fonologi, subsistem morfologi,
subsistem sintaksis, subsistem simantik dan subsistem leksikon. Berkaitan dengan ciri
tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan antara dua unsur, yaitu signifie dan
signifiant (de sausure, 1974: 114). Signifie adalah unsur bahasa yang berada dibalik tanda
yang berupa konsep didalam benak sipenutur. orang awam menyebutnya sebagai makna.
Signifiant adalah unsur bahasa yang merupakan wujud fisik atau yang berupa tanda ujar.
Dalam pengertian ini wujud fisik harus atau hanya yang berupa bunyi ujar. Bunyi non-ujar
dan tanda yang lain selain bunyi ujar tidak dapat digolongkan signifiant. Wujud ujaran
seorang individu pada suatu saat tertentu disebut parole, sedangkan sistem yang bersifat
sosial disebut langue. Paduan antara parole dan langue oleh de sausure disebut langage.
Selain hal yang telah dikemukakan diatas bahasa juga mempunyai ciri atbitrer,
yakni hubungan yang sifatnya semena-mena anatara signifie dan signifiant atau antara
makna dan bentuk. Ksemena-menaan ini ini dibatasi oleh kesepakatan anta-penutur. Oleh
sebab itu, bahasa juga mamiliki ciri konvensional. Ciri kesepakatan anatar penutur
(konvensional) ini secara implisit sudah mengisyaratkan bahwa fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi sosialjuga diatur dalam suatu konvensi tersebut. Fungsi bahasa ini secara
khusus akan dibicarakan dalam bab tersendiri.
Sebagai suatu bukti bahwa bahasa bersifat arbitrer dan konvensional dapat
dikemukakan contoh berikut ini. Sebuah tuturan (yang diucapkan oleh seorang pemuda
kepada seorang pemudi): “nanti malam kita nonton film dipermata” merupakan suatu
tuturan yang bersistem, dan sistem tersebut telah diketahui (disepakati) oleh kedua belah
pihak. Namun untuk maksud tertentu , misalnya agar kerahasiaan kencan mereka berdua itu
tetap terjaga, si pemuda dapat mengubah sistem bahasa secara semena-mena (sudah barang
28

tentu harus mendapat kesepakatan dari lawan kencannya). Salah satu sistem yang
dipilihnya ialah dengan jalan memotong dan menyisakan suku depan yang selanjutnya
ditambah dengan awalan wa-. Dengan demikian tuturan itu sekarang akan menjadi: “wanan
wamal waki wanon wafil wadi waper”. Walaupun sistem bahasa tersebut telah berubah
dengan semena-mena, namun komunikasi sosial tetap berlangsung dengan baik, sebab telah
ada perjanjian atau kesepakatan terlebih dahulu.
Beberapa kemungkinan lain untuk mengubah sistem:
1) Dengan cara menambah sisipan –si- pada kata yang sudah dibalik urutan suku
katanya: “tasinan lamsina tasiki tonsinon lemsifil sidi tasiperma”
2) Dengan cara menambah akhiran –al pada penggalan suku pertama: “nanal maal kial
nonal fial dial peral”
3) Dengan cara menyisipi –em- pada penggalan suku pertama: “neman kemit nemon
femil demi pemer”
Berdasarkan pengertian bahasa seperti yang dikemukakan didepan, maka hanya
berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa. Bentuk-bentuk dan perwujudan lain seperti
gerak anggota badan, rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, morse, bunyi kentongan, tepukan
tangan, dan tulisan pada hakikatnya tidak dapat disebut bahasa dalam arti sebenarnya.
Kesemuanya yang disebutkan tadi hanyalah merupakan bentuk lain atau perwujudan lain
dari bahasa yang sebenarnya, sebab bahasa yang sebenarnya hanya yang berupa ujaran.
Dengan demikian isyarat dengan gerakan anggota badan (gesture) merupakan perwujudan
lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan gerakan anggota badan. Gerakan
anggota badan yang hanya menyertai tindak berbahasa (kinesik) sama sekali bukan bahasa.
Rambu lalu lintas merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan
menggunakan perwujudan gambar pada papan lalu lintas. Lampu lalu lintas merupakan
perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media sinar lampu
merah, kuning dan hijau. Morse merupakan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya
dengan menggunakan media sinar lampu dan bunyi non-ujar. Semaphore merupakan
perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media lambaian
bendaera. Isyarat bunyi kentongan dan tepukan tangan merupakan perwujudan lain dari
bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media bunyi non-ujar.
Berdasarkan contoh-contoh perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya itu,
maka tulisan (istilah awam “bahasa tulis”) juga tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti
yang sebenarnya, melainkan sekedar perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan
menggunakan media huruf. Bunyi ujar didalam istilah awam “bahasa lisan” itulah yang
disebut bahasa dalam arti yang sebenarnya.
29

II. FUNGSI BAHASA

A. FUNGSI BAHASA

Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat kumunikasi sosial. Didalam masyarakat ada
komunikasi atau saling hubungan antar anggota. Untuk keperluan itu dipergunakan suatu
wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap masayarakat dipastikan memiliki
dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan
tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat. Ada orang mempertanyakan mana yang lebih dulu
ada, bahasa atau masyarakat. Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan yang lebih dulu, ayam
atau telur?
Berkaitan dengan teka-teki “ ayam dan telur” muncul persoalan lain, yakni mana
yang lebih menentukan diantara keduanya. Bahasa menentukan corak suatu masyarakat
ataukah masyarakat menentukan corak suatu bahasa. Pada umumnya orang lebih cenderung
untuk memilih gagasan yang kedua. Akan tetapi lain halnya dengan whorf dan sapir dua
ahli menentukan suatu hipotesis yang terkenal dengan nama “ hipotesis whorf-sapir”
menurut hipotesis ini bahasalah yang menentukan corak suatu masyarakat. Hipotesisi ini
agak mengejutkan dan melawan arus. Akan tetapi bagaimanapun juga kebenaran hipotesis
itu masih harus diuji.
Disuatu media masa (abadi, 1971) seorang bernama kang En (mungkin nama
samaran) menulis sebuah artikel yang isinya agak provikatif, yaitu: “bahasa yang merusak
mental bangsa.” Hal ini perlu diketengahkan sebab tulisan itu tampaknya beranjak dari
hipotesis whorf-sapir. Ada tiga persoalan dalam bahasa indonesia yang dikemukakan oleh
Kang –En yaitu (1). Masalah kata sapaan,(2) masalah kala (tenses), dan (3) salam
(greeting).
1. Masalah kata sapaan
Disana dikemukakan oleh Kang-En bahwa kata sapaan dalam bahasa indonesia
(bapak, ibu, saudara) meminjam kata dari pembendaharaan hubungan
kekerabatan/famili (bapak,ibu,saudara). Hal ini tampaknya ada suatu dampak yang
signifikan,, yakni mengakibatkan masyarakat pemakainya memiliki sifat familier
dan nepotis. Mungkinkah berkembangnya nepotisme di negeri ini disebabkan oleh
prilaku bahasa? Jawabanya masih terus dikaji secara cermat dengan data yang
lengkap.
2. Masalah kala( tenses)
Masalah kedua yang juga dikemukakan oleh Kang-En adalah perihal kala (tenses).
Bahasa indonesia sebagai bahasa. Tipe aglutinatif memang tidak mengenal tenses
(kala). Hal ini mengakibatkan masyarakatnya kurang begitu peduli waktu dan
30

kurang menghargai waktu atau kurang disiplin dalam masalah waktu. Kenyataan
memang banyak yang menunjukan kebenaran prasangka demikian. Jam karet
memang hampir merupakan budaya bangsa. Akan tetapi apakah penyebabnya
memang betul dari prilaku bahasa indonesia yang tidak mengenal tenses? Apakah
bahasa-bahasa lain yang setipe dengan bahasa indonesia perilaku bangsanya juga
sama dengan perilaku bangsa indonesia? Jawabannya sudah barang tentu tidak
hannya spontanitas, harus diteliti dan dibuktikan dengan data yang lengkap dan
otentik.
3. Masalah salam (greeting)
Salam kita yang paling populer adalah apa kabar? Atau hallo, apa kabar? Yang
menjadi persoalan ialah, samakah perilaku bangsa yang menggunakan salam apa
kabar? Dengan perilaku bangsa yang menggunakan salam how do you do! Dampak
pemakaian kata do tampaknya berbeda dengan pemakian kata apa kabar. Kata do
memilki sugesti untuk berbuat sesuatu, sedangkan apa kabar memilki sugesti untuk
“memburu berita”. Bangsa yang menggunakan how do you do! Sangat terbiasa
bekerja dan bekerja, misalnya didalam perjalanan dengan bus atau kereta api selalu
tidak luput dari aktivitas membaca buku. Sebaliknya bangsa yang menggunakan
salam apa kabar! Sangat umum dijumpai selalu ngobrol didalam perjalanan yang
sejenis. Apakah ini merupakan bukti bahwa perilaku bangsa ini telah ditentukan
oleh perilaku bahasanya, khususnya dalam menggunakan salam? Jawabannya harus
diteliti lebih lanjut agar ketahuan benar salahnya hipotesis whorf-sapir tersebut.

B. FUNGSI KHUSUS

Jakobson membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif, konatif,
referensial, puitik, fatik, dan metalingua. Ahli bahasa yang gagasannya terilhami oleh
buhler ini mendasarkan pembagiannya atas tumpuan perhatian atau aspek. Seperti kita
ketahui bahwa bahasa memiliki enam aspek yakni apsek addresser, context, message,
contact, code, dan addresce. Apabila tumpuannya pada si penutur (addresser), fungsi
bahasanya dinamakan emotif. Apabila tumpuan pembicaraan pada kontek (context), fungsi
bahasanya disebut referensial. Apabila tumpuan pembicaraan pada amanat (message)
fungsi bahasanya puitik ( poetic) apabila tumpuan pembicaraan pada kontak (contact),
fungsi bahasanya disebut fatik (phatic). Apabila tumpuan pembicaraan pada kode (code),
fungsi bahasnaya disebut metalingual. Apabila tumpuan pembicaraan pada lawam bicara
(addresce), fungsi bahasanya dinamakan konatif.
Fungsi emotif biasanya dipakai apabila kita mengungkapkan rasa gembira, kesal,
sedih dan sebagainya. Jika kita membicarakan suatu permasalahan dengan topik tertentu
31

maka hal tersebut tercakup didalam fungsi referensial. Jika kita menyampaikan suatu amat
atau pesan tertentu fungsi bahasa yang terlibat adalah fungsi puitik. Selanjutnya apabila kita
didalam berbicara sekedar ingin mengadakan kontak dengan orang lain, maka fungsi
bahasa yang terlibat adalah fungsi fatik. Orang jawa apabila berpasangan dengan orang
sudah kita kenal selalu menggunakan fungsi fatik ini dengan ucapan : “mangga!” atau
dengan kalimat tanya “ badhe tindak pundi?” yang kesemuanya itu tiada maksud lain
kecuali sebagai alat kontak. Orang belanda menggunakan ucapan “dag!” untuk tujuan yang
sama seperti diatas.
Apabila kita berbicara masalah bahasa dengan menggunakan bahasa tertentu maka
fungsi bahasa disitu adalah metalingual. Selanjutnya apabila kita berbicara atau berbahasa
dengan tumpuan pada lawan tutur, misalnya agar lawan bicara kita bersikap atau berbuat
sesuatu, maka fungsi bahasa tersebut adalah konatif.

Skema tumpuan dan fungsi bahasa adalah sebagai berikut :

PENUTUR MATERI LAWAN


TUTUR

Konteks

REFERENSIAL

Amanat

PUITIK

Penutur Lawan Tutur


Kontak
EMOTIF KONATIF
FATIK

Kode

METALINGUA
L
32

Keterangan : 1. huruf kapital : fungsi bahasa


2. huruf kecil : tumpuan

Dell Hymes mengembangkan fungsi-fungsi bahasa yang pada prinsipnya merupakan


rincian dari fungsi bahasa yang telah dikemukakan di depan. Fungsi-fungsi bahasa tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma soasial. Misalnya, untuk menulis
surat lamaran, untuk mengajukan permohonan, untuk minta izin, dan sebagainya.
2. Untuk menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan , keluhuran budi,
keagungan dan sebagainya.
3. Untuk mengatur kontak sosial, misalnya untuk tegur sapa, greeting, salam, dan
sebagainya.
4. Untuk mengatur perilaku atau perasaan diri sendiri, misalnya berdoa, menghitung
dan sebagainya.
5. Untuk mengatur perilaku atau perasaan orang lain, misalnya memerintah, melawak,
mengancam, dan sebagainya.
6. Untuk mengungkapkan perasaan, misalnya memaki, memuji, menyeru, dan
sebagainya.
7. Untuk menandai hubungan sosial, misalnya menyatakan unggah-ungguh, tutur sapa,
panggilan dan sebagainya.
8. Untuk menunjukan dunia luar bahasa, misalnya membeda-bedakan, menyusun, dan
mengungkapkan berbagai ilmu pengetahuan.
9. Untuk mengajarkan berbagai kemampuan dan keterampilan.
10. Untuk menanyatakan sesuatu kepada orang lain,
11. Untuk menguraikan tentang bahasa, misalnya untuk menguraikan tentang morfen,
fonem, alomorf, alofon, frasa, klausa dan sebagainya.
12. Untuk menghindarkan diri dengan cara mengungkapkan keberatan dan alasan
13. Untuk mengungkapkan suatu perilaku performatif, misalnya mengungkapkan
sesuatu sambil melakukannya.

III. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU BAHASA

Sesjarah perkembangan ilmu bahasa pada dasarnya dapat dikatakan bermula dari dua
dunia, yakni dunia barat dan dunia timur. Secara kebetulan bermulanya sejarah bahasa di
33

dunia barat dan dunia timur hampir bersamaan masaanya, yaitu sekitar abad IV sebelum
masehi. Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat tersebut di awali dari yunani
kuno, sedangkan sejarah perkembangan di dunia timur diawali dari india.

A. PEREKEMBANGAN ILMU BAHASA DI DUNIA BARAT


Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai sejak dua puluh empat
abad yang lalu, yaitu abad IV sebelum masehi. Asal muasalnya seorang ahli filsafat bangsa
yunani kuno bernama plato (429 SM-348 SM) menelorkan pembagian jenis kata bahasa
yunani kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Murid socrates tersebut sebenarnya tidak
berfikir bahwa ia akan menjadi orang yang pertama yang memimikirkan bahasa dan ilmu
bahasa. Dalam kerangka telaah filsafatnya itu Plato membagi jenis kata bahasa yunani kuno
menjadi dua golongan yakni onoma dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang biasanya
menjadi pangkal pernayataan dan pembicaraan. Rhema adalah janis kata yang biasanya
dipakai untuk mengun gkapkan pernyataan atau pembicaraan. Jika onoma merupakan
pernyataan pertama atau pernyataan utama, rhema merupakan pernyataan kedua. Secara
awam atau secara mudahnya onoma ini lebih kurang dapat disejajarkan dengan kata benda,
sedangkan rhema lebih kurang dapat disejajarka dengan kata kerja atau kata sifat.
Pokok pikiran Plato tersebut kemudian dikembangkan oleh seorang muridnya
yang bernama arestoteles (384 SM-322 SM). Arestoteles membagi jesis kata bahasa yunani
kuno menjadi tiga golongan, yakni onoma, rhema, dan syandesmos. Dua jenis kata sama
dengan pokok pikiran gurunya, sedangkan yang satu lagi sebagai buah pikirannya sendiri
sebagai usaha melengkapi pembagian itu. Menurut kenyataan memang ada golonangan
kata-kata tertentu yang tidak dikelompokkan ke golongan onoma ke rhema sehingga perlu
ada jenis atau golongan kata tersendiri untuk menampungya.
Kriteria pembagian jenis kata yang dipergunakan oleh Aristoteles tidak lagi
semata-mata filosofis, akan tetapi sudah mengarah sedikit kepemikiran linguistik. Onoma
sekarang ditafsirkan sebagai jenis atau golongan kata yang mengalami perubahan bentuk
secara deklinatif, yaitu perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbendaharaan jenis
kelamin, jumlah dan kasus. Rhema diartikan sebagai golongan kata yang mengalami
perubahan secara konjugatif, yaitu perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perbedaan
persona, jumlah dan kala(tenses). Syandesmos adalah golongan kata yang tidak mengalami
perubahan bentuk secara deklinatif maupun konjugatif, jadi tidak pernah mengalami
perubahan bentuk oleh perbedaan apapun.
Perkembangan ilmu bahasa sampai pada masa itu memang baru terbatas sampai
dengan telaah kata saja, khususnya tentang jenis kata. Tata bahasa atau gramatikal baru
mulai diperhatikan pada akhir abad kedua masehi (130 SM) oleh Dyionisius Tharx. Buku
tata bahasa yang pertama disusun itu bernama/berjudul “ Techne Gramatike”. Buku inilah
34

yang kemudian menjadi anutan para ahli bahasa yang lain. Para ahli tata bahasa yang
mengikuti Tharx ini kemudian dikenal sebagai penganut aliran tradisionalisme. Pada zaman
ini pembagian jenis kata sudah mencapai delapan, yakni: 1.) nomina, 2.) pronomina, 3.)
artikel, 4) verva 5.) adverbia 6.) preposisi 7.) partisipium, 8.) konjugasi
Sebelum Dyonisius Tharx pembagian jenis kata menjadi empat yakni : 1.) nomina 2.)
verba, 3.) artikel, 4.) konjugasi. Pembagian ini melakukan oleh Zeno.
Ketika bangsa Romawi manaklukan bangsa yunani, mereka mengoper juga cara
berfikir dan pendapat-pendapat bangsa yunani tersebut. Semua istilah bahasa yunani
diterjemahkan kedalam bahasa Latin. Sistem bahasa yunani pun dikenakan pada bahasa
Latin. Gramtisi yang terkenal pada saat itu ialah Donatius ( abad IV ) dan priscianus (abad
V). Karangan kedua gramatisi ini sangat terkenal dan besar sekali pengaruhnya diseluruh
eropa, baik sebagai tumpuan penyidikan maupun sebagai bahan pelajaran di sekolah.
Pembagian jenis kata pada saat itu menjadi tujuh : 1.) nomina, 2.) pronomia, 3.) verba, 4.)
adverbia 5.) peposisi 6.) partisipium, dan 7.) konjugasi/ konjungsio.
Pada abad pertengahan orang-orang Eropa berlomba-lomab mempelajari bahasa
latin. Status bahasa latin pada saat itu memang sangat tinggi , sebab disamping sebagai
bahasa gereja juga sebagai “linguafranca” bagi kaum terpelajar. Didalam bahasa latin itulah
orang melihat pengejawantahan logika dalam bentuk bahasa (baca : . tulisan). Bahasa-
bahasa yang termasuk bahasa-bahasa asli mereka sendiri dianggap sebagai vulgar (bahasa
rendahan, bahasa rakyat jelata, bahasa kasar.) setelah abad XVI barulah muncul kesadaran
untuk mempelajari bahasa mereka sendiri.
Bahasa inggris, bahasa jerman, bahasa belanda, bahasa perancis, dan sabagainya
mulai dipelajari dan diselidiki. Akan tetapi kesemuanya itu masih tetap menggunakan
kerangka bahasa Latin. Modus, kasus, tempo, infleksi, konjugasi, gender dan sebagai yang
merupakan kaidah dalam bahasa latin dipaksa untuk di terapkan pada bahasa-bahasa
mereka. Cara tersebut berlangsung terus sampai akhir abad XIX. Pembagian jenis kata pada
abad pertengahan dilakukan oleh Modistae. Ia membagi jenis kata menjadi delapan : 1.)
Nomina, 2.) pronomia, 3.) partisipium 4.) verba, 5.) adverbia 6.) preposisi, 7.) konjungsio,
8.) interjeksi.
Pada zaman renaisance pembagian jenis kata kembali menjadi tujuh, yakni : 1.)
Nomina, 2.) pronomia, 3.) partisipium,4.) adverbia 5.) preposisi 6.) konjungsi dan
interjeksi. Pada zaman renaisance ini orang Eropa berlomba-lomba menghidup-hidupkan
kembali kebudayaan romawi dan yunani kuno, termsuk juga ilmu bahasanya.
Pembagian jenis kata ini di negeri belanda bekembang menjadi sepuluh yaitu: 1.)
nomina 2.) verba 3.) pronomina 4.) adverbia, 5.) adjektiva 6.) numeralia, 7.) preposisi 8.)
konjungsio, 9.) interjeksi, 10.) artikel. Tradisi belanda inilah yang kemudian dikutip oleh
para ahli tata bahasa tradisional di Indonesia.
35

Di indonesia ada tradisi lain didalam hal pembagian jenis kata ini, yaitu pembagian
jenis kata atas tiga golongan yakni : 1.) isim 2.) fi’il, 3.) harf. Pembagian semacam ini
dilakukan oleh sutan Muhammad zain. Dia terpengaruh oleh ahli tata bahasa melayu raja
alihaji. Raja alihaji sendri pada dasarnya terpengaruh oleh tradisi arab, yakni dari seorang
ahli tata bahasa arab yang bernama sibawaihi. Sibawaihi sendiri meneruskan pokok
pikirannya gurunya yaitu Ad’ Du’ali membagi jenis kata bahasa arab menjadi tiga, yaitu :
1.) isim : golongan kata yang mengalami deklinasi.
2.) Fi’il : golongan kata yang mengalami konjugasi.
3.) Harf: golongan kata yang tidak pernah mengalami perubahan bentuk, baik yang
bersifat deklinatif maupun yang bersifat konjugatif.
Tradisi arab pada dasarnya sama dengan tradisi yunani kuno (Aretoteles) bahkan
menurut sejarhnya boleh dikatakan memang alurnya berasal dari sana.
Sejak zaman yunani kuno sampai dengan menjelang akhir abad XIX ilmu bahasa
lebih banyak menggeluti kata, khususnya masalah pembagian jenis kata (part of speech).
Ilmu bahasa komparatif yang juga berkembang pesat pada abad XIX hanya berasil
memperbandingkan kata-kata. Teori leksikostatistiknya isodore Dyen, teori jarak kosa
katanya herbert Guiter dan Daftar Swadesh merupakan acuan pokok oleh para ahli ilmu
bahasa komparatif. Kecenderungan studi komparatifini tampaknya mulai memudar sejak
akhir sembilan belas.
Awal abad XX fajar mulai merekah, apaham baru mulai muncul, munculnya
karangan ferdinand de saussure yang berjudul “ cours de linguistique generale” (1916)
merupakan angin segar bagi perkembangan ilmu bahasa modern.bahkan secara ekstrem
orang mengatakan buku tersebut (pokok pikiran de sausure tersebut) meruapakan revolusi
di dalam sejarah perkembangan ilmu bahasa. Semula buku itu merupakan bahan kuliah
yang tersebar, yang kemudian oleh dua orang bekas mahasiswanya (Bally dan sachahaye)
diterbitkan menjadi sebuah buku sebagai penghormatan kepada bekas dosenya pada
peringatan 3 tahun meninggalnya de saussure. Konsepnya tentang signifiant dan signifie
merupakan kunci utama untuk memenuhi hakikat bahasa. Konsep lain yang ditampilkan
anatara lain parole, langue, dan langage, representasi garfis serta deretan sintakmatik dan
paradigmatik.pandangan de saussure ini kemudin berkembang menjadi suatu aliran dengan
nama aliran strukturalisme. Orang yang lebih fanatik menyebutnya sausssurian. Dibawah
panji-panji strukturalisme ini linguistik modern berkembang dengan pesatnya hingga
sekarang. Walaupun sekarang ini bermunculan beranekan macam aliran linguistik seperti
transformasionalisme, tagmemik, case grammer ,relasiobalisme, fungsionalisme, london,
praha, kopenhagen, dan sebagainya , pada dasarnya semua berkembang dari strukturalisme
atau setidak tidaknya terilhami dan terangsang oleh aliran strukturalisme. Dan para ahli
bahasa di Eropa yang fanatik menganggap bahwa semua aliran baru yang bermunculan itu
36

merupakan suatu “bida’h” (penyimpangan) dari strukturalisme. Mereka menghimbau untuk


kembali ke de saussure yang dianggapnya sebagai nabinya linguistik modern.
Teori de saussure ini dieropa tidak saja menjadi anutan para ahli bahasa (linguisi)
akan tetapi juga menjadi anutan ahli sastra, antropologi, dan ahli-ahli bidang lain.
Pembagian jenis kata pada zaman strukturalisme tidak lain lagi menggunakan
kriteria filosofis. Kriteria yang dipakai adalah kriteria struktur yang meliputi struktur
morfologis, struktur faseologis, dan struktur klausal. Berdasarkan kriteria itu Maeliono
(dalam kridlaksana, 1986:19) membagi jenis kata bahasa indonesia menjadi tiga, yakni: (1)
nominal, (2) verbal, dan (3) partikel. Apabila ini kita bandingkan dengan tradisi Arab dan
tradisi Yunani, terdapat kesesajaran sebagai berikut.
Aristoteles: Arab: Struktural:
1.Onoma, 1.Isim, 1.Nominal,
2.Rhema, 2.Fi’il, 2.Verbal,
3.Syindesmo, 3.Harf, 3.Partikel,
Aristoteles: Arab:

Apabila dilihat secara keseluruhan sejarah perkembangan jenis kata kelas kata tersebut
merupakan suatu daur, yang semula berpangkal dari plato-Aristoteles kemudian
berkembang menjadi aneka versi dan akhirnya kembali lagi bertemu pada suatu titik.
Berdasarkan uraian di atas, sejarah perkembangan kelas kata dapat dirangkum dalam
bentuk gambar skema berikut ini :
37

Tharx (8)
Zeno (4)
Donatius (7)

Ad Du’ali (3)

Modistae (8)
Plato--Aristoteles
(3) Sibawaihi (3)

strukturalisme M. Zain (3)


(3)

Renaisance (7)
Raja Alihaji (3)

.
Tradisionalisme indonesia
(10)

Trad.Belanda
(10)

B. PERKEMBANGAN ILMU BAHASA DI DUNIA TIMUR


Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia timur dimulai dari india pada lebih
kurang empat abad sebelum masehi, jadi hampir bersamaan dengan dimulainya sejarah
ilmu bahasa di dunia Barat 9tradisi Yunani). Perkembangan bahasa di dunia timur ditandai
dengan munculnya karya panini yang berjudul “Vyakarana”. Buku tersebut merupakan
buku tata bahasa sansekerta yang sangat mengagumkan dunia karena pada zaman yang
sendiri itu telah dapat mendeskripsikan bahasa sansekerta secara lengkap dan sangat
saksama, teristimewa dalam bidang fonologinya. Sayangnya buku tersebut teramat sulit
dipahami oleh orang awam. Hal itulah yang menyebabkan seorang muridnya yang bernama
patanjali terpaksa harus menyusun tafsir atau penjelasannya yang diberi judul
“Mahabhasa”.
38

Karya panini itu pada dasarnya disusun semata-mata berdasarkan dorngan atau
motivasi religius. Para brahmana dan brahmacarin dalam mengajarkan pemahaman dan
pengalaman isi kitab veda kepada para pengikutnya tidak dilakukan secara tertulis,
melainkan secara lisan. Hal tersebut dilakukan agar hal pengucapannya benar-benar
mendapat perhatian. Pengucapan yang salah tidak hanya menyebabakan mantranya tdiak
terkabul, akan tetapi justru akan mendatangkan malapetaka. Demikianlah anggapan
mereka. Dengan anggapan semacam itu mengakibatkan mereka sangat cermat dan berhati-
hati di dalam pengucapan. Untuk keperluan itu maka pengucapan / sistem fonoligi bahasa
sansekerta dipelajari dengan tekun. Hasilnya memang sangat mengagumkan. Huruf
Devanagari yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa sansekerta sedemikian
lengkapnya. Setiap bunyi di upayakan untuk dilambangkan dengan cara khas. Di seluruh
dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan sistem tulisanya. Banyak ahli
bahasa barat yang kagum dan terperanjat setelah mengetahui bahwa tata bahasa sansekerta
pada zaman yang sedini itu sudah memiliki deskripsi bahasa yang tidak ubahnya dengan
deskripsi ahli bahasa struktural di barat pada awal abad dua puluh, atau katakanlah akhir
abad sembilan belas. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistik panin ini
merupakan deskripsi strutural yang paling cermat dan paling murni. Dengan demikian
seandainya kita bandungkan antara barat dan timur dengan mengambil tarikh yang sama,
maka dapat dikatakan bahwa ilmu bahasa didunia Barat tertinggal dua puluh tiga abad dari
dunia timur. Sayangnya puncak strukturalisme pada saat itu terputus sama sekali dan tidak
ada kelanjutannya barng sedikit pun. Hal tersebut dapat kita pahami karena motivasinya
bukanlah motivasi yang sifatnya linguistis tetapi motivasi religius.

IV. LINGUISTIK DAN BIDANG CAKUPANNYA

LINGUISTIK atau ilmu bahasa adalah disiplin ilmu yang mempelajari bahasa
secara luas dan umum. Secara luas berarti cakupannya meliputi semua aspek dan
komponen bahasa. Secara umum berarti sasarannya tidak hanya terbatas pada salah satu
bahasa saja (misalnya bahasa indonesia saja), akan tetapi semua bahasa yang ada didunia.
Secara garis besar cakupan linguistik meliputi dua lingkup, yaitu lingkup
mikrolinguistik dan lingkup makrolinguistik.

A. MIKROLINGUISTIK
Mikrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka
kepentingan ilmu bahasa itu sendiri, tanpa mengaitkan dengan ilmu lain dan tanpa
39

memikirkan bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Mikrolinguistik ini meliputi bidang dan sub-disiplin berikut.
1. Teori-teori linguistik:
a. Teori tradisonal
b. Teori Struktural
c. Teori Transformasi
d. Teori Tagmemik
2. Linguistik historis / historis-komparatif
3. Perbandingan bahasa (linguistik komparatif dan kontrastif)
4. Deskripsi bahasa (linguistik deskriptif):
a. Fonetik
b. Fonemik
c. Morfologi
d. Sintaksis
e. Semantik
f. Morfosintaksis
g. Leksikologi

B. MAKROLINGUISTIK
Makrolinguistik adalah lingkup linguistik yang mempeljari bahasa dalam kaitannya
dengan dunia diluar bahasa, yang berhubungan dengan ilmu lain dan bagaimana
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Makrolinguistik meliputi bidang linguistik
interdisipliner dan bidang linguistik terapan.

1. Bidang Linguistik Interdisipliner


Bidang linguistik interdisipliner meliputi beberapa sub-disiplin / subbidang berikut.
a. Fonetik indisipliner
b. Sosiolinguistik
c. Psikolinguistik
d. Etnolinguistik
e. Antropolinguistik
f. Filologi
g. Stilistik
h. Semiotik
i. Epigrafi
j. Paleografi
k. Etologi
40

l. Etimologi
m. Dialektologi

2. Bidang Linguistik Terapan


Bidang linguistik terapan meliputi beberapa subbidang / subdisiplin berikut.
a. Fonetik Terapan
b. Perencanaan Bahasa
c. Pembinaan Bahasa
d. Pengajaran bahasa
e. Penerjemahan
f. Grafonomi atau ortografi
g. Grafologi
h. Leksikografi
i. Mekanolinguistik
j. Medikolinguistik
k. Sosiolinguistik terapan (pragmatik)

Beberapa istilah yang perlu dijelaskan:


1) Teori linguistik: subdisiplin linguistik yang membahas bahasa dan ilmu bahasa dari
sudut pandang teori tertentu. Misalnya, teori tradisional, struktural,
transformasional, dan tagmemik.
2) Linguistik historis : subdisiplin linguistik yang membahas bahasa secara diakronis.
Oleh karena telaah bahasa secara historis ini biasanya disertai dengan
membandingkan bahasa-bahasa tersebut pada masa yang berlainan, maka
subdisiplin linguistik ini sering juga dinamakan linguistik historis-komparatif.
3) Linguistik komparatif: subdisiplin linguistik yang membandingkan bahasa satu
dengan bahasa yang lain dalam rangka untuk menentukan perkerabatan bahasa-
bahasa tersebut dimaksudkan untuk mencari perbedaan-perbedaan, maka subdisiplin
longuistik tersebut dinamakan linguistik kontrastif.
4) Linguistik Deskriptif: subdisplin linguistik yang menelaah bahasa berdasarkan
kenyataan yang ada pada saat ditelaah. Deskripsi bahasa meliputi bidang: fonetik,
fonemik, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi.
5) Fonetik : subdisiplin linguistik yang menelaah bunyi bahasa tanpa menghiraukan
bermakna atau tidaknya bunyi tersebut.
6) Fonemik : subdisiplin linguistik yang menelaah bunyi bahasa yang bermakna saja
atau lebih tepatnya bunyi bahasa yang mendukung maknanya saja. Menurut aliran
Amerikan, fonetik dan fonemik keduanya tergabung menjadi satu yang dinamakan
41

fonologi. Menurut aliran Kontinental bidang fonetik berdiri sendiri, sedangkan


istilah fonologi dipakai sebagai sinonim fonemik.
7) Morfologi : subdisiplin linguistik yang menelaah bentuk, proses, dan prosede
pembentukan kata.
8) Sintaksis : subdisiplin linguistik yang menelaah struktur bahasa dari tatanan frasa
samapai dengan kalimat. Biasanya morfologis dan sintaksis digabung menjadi satu
dengan istilah grammar atau gramatika.
9) Morfosintaksis : subdisiplin linguistik yang menelaah struktur bahasa yang ada
dipersimpangan antara morfologi dan sintaksis.
10) Semantik : subdisiplin linguistik yang mempelajari bidang makna atau arti.
11) Leksikologi : subdisiplin linguistik yang mempelajari bidang leksikografi
mempelajari teknik dan cara menyusun kamus, dengan demikian termasuk
makrolinguistik bidang terapan, sedangkan leksikologi termasuk dalam cakupan
mikrolinguistik.
12) Fonetik interdisipliner : subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa dalam
kaitannya dengan ilmu yang lain, misalnya fisika dan musik.
13) Sosiolinguistik : subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya
dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau faktor sosial.
14) Psikolinguistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya
dengan faktor-faktor kejiwaan si penutur dan lawan tuturnya.
15) Etnolinguistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya
dengan faktor-faktor etnis.
16) Antropolinguistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya
dengan faktor-faktor antropologis.
17) Filologi: subdisiplin linguistik yang mempelajari naskah-naskah lama dalam rangka
untuk mengetahui latar belakang kebudayaan masyarakat pemakainya.
18) Stilistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
faktor seni.
19) Semiotik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
lambang dan simbol.
20) Epigrafi: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
tulisan kuno pada prasasti-prasasti. Dengan demikian erat kaitannya dengan ilmu
sejarah.
21) Paleografi: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
pendiskripsian tulisan-tulisan kuno terutama yang berasal dari abad pertengahan.
42

22) Etologi: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
alat komunikasi yang dipergunakan oleh binatang. Dengan demikian erat kaitannya
dengan biologi, khususnya tentang tingkah laku hewan.
23) Etimologi: subdisiplin linguistik yang mempelajari sejarah dan asal usul kata.
24) Dialektologi: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya
dengan faktor geografis.
25) Fonetik terapan: subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa dan
penggunaannya di dalam praktek (misalnya olah vokal di dalam seni drama dan seni
musik, dan untuk pembetulan ucapan anak-anak yang pelat lidah).
26) Perencanaan bahasa: subdisplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka
untuk mengarahkan perkembangan bahasa. Pembakuan bahasa termasuk juga di
dalam lingkup subdisiplin ini.
27) Pembinaan bahasa: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka
mengarahkan agar pemakai bahasa sadar dan patuh terhadap kaidah yang berlaku.
28) Pengajaran bahasa: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa untuk
kepentingan proses belajar mengajar bahasa, baik bahasa ibu maupun kedua /
bahasa asing.
29) Penerjemahan: subdisplin linguistik yang mempelajari bahasa untuk kepentingan
mengalihbahasakan bahasa tertentu ke bahasa yang lain.
30) Grafonomi (disebut juga ortografi) : subdisiplin linguistik yang mempelajari cara-
cara mewujudkan bahasa dalam bentuk tulisan. Grafonomi atau ortografi disebut
juga ilmu ejaan. Harap dibedakan dengan grafologi.
31) Grafologi: subdisiplin linguistik yang mempelajari tulisan dengan tujuan untuk
mengetahui sifat, nasib, jodoh, dan peruntungan si penulis. Subdisiplin ini sangat
erat kaitannya dengan ilmu klenik. Oleh karena itu, tidak salah pula apabila
subdisiplin ini dikelompokkan kedalam lingkup linguistik interdisipliner.
32) Leksikologi: subdisplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam rangka untuk
menuliskan leksikon dalam bentuk kamus, ensiklopedi, dan thesaurus. Secara
ringkas dapat juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari cara penyusunan
kamus (ilmu perkamusan).
33) Mekanolinguistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa yang
dipergunakan di dalam menyusun program-program mekanik.
34) Medikolinguistik: subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa untuk diterapkan
di dalam pengobatan. Misalnya untuk pengobatan bagi orang yang sedang stress da
terapi medis untuk anak autis.
35) Sosiolinguistik terapan: subdisplin linguistik yang mempelajari
penerapan/penggunaan bahasa dalam komunikasi sosial. Penerapan/penggunaan
43

bahasa dalam komunikasi sosial ini harus selalu memperhatikan faktor-faktor


situasi, maksud pembicaraan, dan status lawan tutur. Penerapan/penggunaan bahasa
semacam ini selanjutnya lebih dikenal dengan istilah “pragmatik”.

TIPOLOGI BAHASA

Yang dinaksudkan dengan tipologi bahasa adalah pembicaraan dan pembahasan


perihal tipe bahasa. Tipe bahasa diartikan secara mudah sebagai corak khusus suatu
bahasa. Pembicaraan corak khusus suatu bahasa sudah barang tentu tidak akan lepas dari
masalah pengelompokan. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai tipologi bahasa sekaligus
akan menyangkut pula klasifikasi atau penegelompokan bahasa.
Kita menegnal tiga macam tipologi yakni : a.) tipologo genealogis, b.) tipologi
geografis atau tipologi areal, c.) dan tipologi struktural.

A. TIPOLOGO GENEALOGIS
Tipologi ini sering juga disebut tipologi genetis. Kriteria tipologi ini ialah garis
keturunan. Dalam hal ini bahasa diperlakukan sama dengan manusia yang memiliki garis
keturunan. Secara teori dibayangkan bahwa bahasa berasal dari satu induk yang kemudian
menurunkan beberapa bahasa dan dialek-dialek. Menurut teori, semua bahasa akan
tercakup didalam pengelompokan ini, tidak yang ada tersisa. Akan tetapi kenyataan teramat
banyak bahasa yang belum dapat dikelompokan. Kemungkinan besar pada saat dilakukan
rekonstruksi bahasa-bahasa tersebut belum terdaftar di dalam perbendaharaan peneliti.
Kemungkinan lain dapat terjadi karena kenyataan-kenyataan tersebut tidak sesuai dengan
teori yang mereka reka-reka. Akhirnya dapat mengherankan apabila ada kemudian
kelpompok yang dinamakan kelompok independen.
Contoh pengelompokan secara geneologis :

NORTRIS: a. Indo-Gerjam : 1.) Germania : a.) Jerman


: b.) Belanda
: c.) Inggris
: d.) Frisia
: e.) Swedia
: f.) Denmark

2.) Roman : a.) Portugias


: b.) Spanyol
44

: c.) Italia
: d.) Rumania
: e.) Prancis

3.) Indo Irania : a.) Kashmir


: b.) Bengali
: c.) Punjabi
: d.) Kurdi
: e.) Afghan
: f.) Baluchi

4.) Slavia : a.) Rusia


: b.) Polandia

b. Semit-Hamit: 1.) Semit : a.) Arab


: b.) Ibrani
: c.) Phoenesia
: d.) Kanaan

2.) Hamit : a.) Mesir kuno


: b.) Kopt
: c.) Berber
: d.) Somalia

c. Ural-Altai 1.) Fin-Urgia : a.) Finisia


: b.) Hongaria
: c.) Laponia
: d.) permia
: e.) Ugria

2.) Altai : a.) Tartar


: b.) Turki
: c.) Uzbek
: d.) Yakuzt
3.) Mongolia-Mnachuria

AUSTRIS: a.) Austri-Asia : 1.) Timur : a.) Monk


45

: b.) Kmer
: c.) Champ
2.) Barat : a.) Khasi
: b.) Nikobar

b.) Austronosia : 1.) Timur : a.) Polinesia


: b.) Miukronesia
: c.) Melanesia
2.) Barat : a.) malagasi
: b.) Formusa
: c.) Melayu
: d.) Jawa
: e.) Sunda
: f.) Batak
: g.) Bugis, dll.

B. TIPOLOGI GEORAFIS
Tipologi ini disebut juga tipologi areal. Kriteria yang digunakan adalah lokasi
georafis atau areal ( Comrie, 1981: 197). Setiap daerah atau lokasi georafis mewarnai corak
pemakaian bahasanya. Bahasa melayu yang di pergunakan di wilayah jakarta berbeda
coraknya dengan bahasa melayu yang dipakai wilayah minang, Riau, Banjar, Ambon,
Makassar, Irian, Larantuka, Manado, dan sebagainya. Dengan demikian terdapar berbagai
corak bahasa melayu, yakni bahasa melayu jakarta,bahasa melayu Riau, bahasa melayu
Banjar, bahasa melayu ambon, bahasa melayu makassar, bahasa melayu Irian, bahasa
melayu Larantuka, bahasa melayu Manado, dan sebagainya. Pendapat corak tersebut
semata-mata pengaru faktor regional
Pengelompokan terhadap bahasa-bahasa nusantara yang dilakukan oleh S.J Esser
seperti yang tertera dibawah ini dapat juga digolongkan peneglompokan berdasarkan
tipologi regional.
Contoh pengelompokan bahasa indonesia secara georafis yang dilakukan oleh Esser
pada tahun 1938 :

1. Kelompok Sumatra
2. Kelompok jawa
3. Kelompok Dayak Kalimantan
4. Kelompok Bali-Sasak
46

5. Kelompok Sulawesi Utara


6. Kelompok Gorontalo
7. Kelompok Tomini
8. Kelompok Toraja
9. Kelompok Loinang-Banggai
10. Kelompok Bungku- Laki
11. Kelompok Sulawesi Selatan
12. Kelompok Muna Butung
13. Kelompok Bima-Sumba
14. Kelompok Ambon- Timur
15. Kelpompok sula-Bacan
16. Kelompok Halmahera Selatan dan Irian
17. Kelompok Melanisia

C. TIPOLOGI STRUKTURAL
Tipologi ini mempergunakan kriteria struktural bahasa yang meliputi struktur
morfologis, struktur morfisintaksis, struktur frasiologis, maupun struktur kalusal.
1. Tipologi struktur morfologis
Berdasarkan perbedaan struktur morfologis terdapat empat macam tipe bahasa,
yakni a.) aglutinatif, b.) fleksi, c.) flekso-aglutinatif, d.) isolatif.
a. Tipe bahasa aglitinatif
Bahasa yang bertipe aglutinatif struktur katanya terbentuk oleh penggabungan
unsur pokok dan unsur tambahan, unsur pokok dan unsur pokok, ataupun
pengulangan unsur pokok. Jadi, prosede morfologis pada bahasa yang bertipe
ini ada tiga macam, yakni afiksasi, pemajemukan, dan pengulangan.
Bahasa-bahasa yang tergolong tipe ini anatar lain : bahasa jawa, bahasa melayu,
bahasa gorontalo, bahasa sunda, bahasa dayak, bahasa makassar, bahasa
malagasi, bahasa tagalog, bahasa bahasa bisaya, bahasa hova, dan bahasa-
bahasa austronesia pada umumnya.
b. Tipe bahasa Fleksi
Bahasa yang bertipe fleksi struktur katanya terbentuk oleh perubahan bentuk
kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata yang bertipe ini, yakni deklinasi
dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh
perbedaan jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan bentuk kata
yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan kala. Bahasa-bahasa
yang secara murni bertipe fleksi adalah bahasa arab, sanksekerta dan bahasa
latin. Bahasa-bahasa tersebut bisa dikatakan bahasa yang bertipe fleksi secara
47

murni karena bahasa tersebut memilki perangkat paradigma deklinasi dan


konjugasi secara lengkap.
Contoh deklinasi kata benda maskulin bahasa sansekerta :
( kata benda deva “dewa”)
Jumlah
Kasus
tunggal dual plural
1. Nominatif Devah Devau Devah
2. Vokatif Deva Devau Devah
3. Akusatif Devam Devau Devan
4. Instrumentalis Devena Devabyam Devaih
5. Datif Devaya Devabyam Devabyah
6. Ablatif Devat Devabyam Devabyah
7. Genetif Devasya Devayoh Devanam
8. Lokatif deve devayoh devesu

Contoh kojugasi kata kerja parasmaipadam bahasa sansekerta :


( akar kata vad “berkata”)
Persona Jumlah
Tunggal Dual Plural
Persona 1 Vadami Vadavah Vadamah
Persona 2 Vadasi Vadathah Vadatha
Persona 3 Vadati Vadatas Vadami

Contoh deklinasi kata benda maskulin/feminin bahasa Arab: (maskulin “raja”)

Kasus jumlah
Tunggal Dual Plural
Normatif (M) Malikun Malikani Mulukun
(raf’) (F) Malikatun Malikatani Malikatu
Genetif (M) Malikin Malikaini Mulukin
(Jarr) (F) Malikatin Malikataini Malikatin
Akusatif (M) Malikan Malikain Mulukan
(nsb) (F) Malikatan Malikatain Malikatin

c. Tipe bahasa flekso- aglutinatif


48

Tipe ini merupakan rangkuman dua tipe, yakni tipe fleksi dan tipe aglutinatif. Bahasa
yang bertipe ini sebagian prosede morfologisnya mengikuti corak bahasa fleksi dan
sebagian lagi mengikuti cirak bahasa yang bertipe aglutinatif. Salah satu bahasa yang
sangat tampak nyata yang bertipe flekso-aglutinantif adalah bahasa inggris.
1. Pada pembentukan jamak dan kala lampau dibawah ini mengikuti corak bahasa
aglutinatif.
Pembentukan jamak :

Book + -s --- books


Horse +-s --- horses
House +-s---- houses
Room +-s----- rooms
Pencil +-s------ pencils
Chair +=s---- cahirs

Pembentukan kala/waktu lampau:

Walk + -ed ---- walked


Work + -ed----- worked
Talk + -ed---- talked
Cook + -ed---- cooked
Look + ed---- looked
Climb + -ed--- climbed
2. Pada pembentukan kata lampau dan kata benda dibawah ini mengikuti corak bahasa
yang bertipe fleksi.
Pembentukan kata lampau:

Sleep -----slept
Write -----wrote
Drink ---- drank
But --------bought
Go -------- went

Pembentukan kata benda:

Young ----youth
49

Deep ----- depth


Long ----- length

Adapun latar belakang mengapa bahasa inggris bertipe flekso-aglutinatif karena


konon bahasa inggris sedang dalam tahap evolusi dari bahasa fleksi ke bahasa aglutinatif.

d. Tipe bahasa isolasi


Bahasa yang bertipe isolasi tidak mengalami prosede morfologis atau dengan kata
lain tidak ada pembentukan kata. Semua kata tidak pernak mengalami perubahan dan
penambahan bentuk secara segmental. Unsur distingtif yang banyak dijumpai disini adalah
perubahan atau perbedaan nada. Oleh sebab itu, tipe bahasa ini sering juga disebut bahasa
tonis.
Bahasa-bahasa yang tergolong dalam kelompok tipe ini antara lain bahasa thai,
vietnam, dan kelompok bahasa-bahasa china seperti mandarin, kiangsi, shanghai, ningpo,
hangkow, kantong, hakka, fooshow, dan sebagainya.

2. Tipologi struktural morfosintaksis


Berasarkan struktur morfosintaksisnya, kita mengenal tiga macam bahasa, yaitu: a.)
tipe bahasa analitik, b.) tipe bahasa sintetik, c.) tipe bahasa polisintetik.

a. Tipe bahasa analitik


Pada bahasa yang bertipe analitik ini setiap kata memiliki satu konsep, dan tidak
terdiri dari gabungan konsep.
Pembentukan frasa, klausa, maupun kalimat dilakukan dengan cara menggabungkan
kata-kata monokonsep itu kedalam struktur yang lebih besar polikonsep. Atau dikatakan
dengan cara lain bahasa yang bertipe analitik adalah bahasa yang strukturnya terdiri atas
unsur-unsur lepas.
Bahasa-bahasa yang tergolong dalam tipe ini antara lain bahas china, bahasa vietnam,
bahasa indonesia , bahasa jawa, bahasa sunda, bahasa malagasi, bahasa bisaya, bahasa
tagalog, bahasa bugis, bahasa batak, bahasa gorontalo, bahasa banjar, bahasa dayak, dan
sebagainya.
Bahasa inggris tidak termasuk kelompok tipe analitik murni, sebab bentuk-bentuk
kata tertentu dalam bahasa inggris ada yang sudah berpolikonsep. Misalnya, kata “went”
sudah mengandung konsep “pergi” dan konsep masa lampau. Kata “goes” mengandung
konsep “pergi” persona ketiga, tunggal, dan masa kini,.

b. Tipe bahasa sintetik


50

Bahasa yang bertipe sintetik memiliki ciri bahwa satu bentuk bahasa (katakan satu
bentuk kata) telah mengandung konsep makna sintaksis dan sekaligus juga sudah
merupakan hubungan sintaksis. Bahasa-bahasa yang tergolong dalam tipe ini antara lain
bahasa Arab, bahasa Sansekerta, bahasa latin, bahasa biak.

Contoh bahasa Arab : kataba ‘ia (M) menulis


Katabat ‘ia (F) menulis
Katabta ‘engkau (M) menulis
Katabti ‘engkau (F) menulis
Katabu ‘saya menulis

Contoh bahasa Sanksekerta vadami ‘saya berkata


Vadasi ‘engkau berkata
Vadati ‘ia berkata
Vadamah ‘kami berkata
Vadanti ‘mereka berkata

Contoh bahasa Biak yawos ‘saya berkata


Wawos ‘engkau berkata
Iwos ‘engkau berkata
Ngawos ‘kami berkata
Siwos ‘mereka berkata

c. Tipe bahasa polisintetik


Bahasa yang bertipe polisintetik ini citranya hampir sama dengan bahasa yang bertipe
sintetik hanya lebih kompleks. Suatu bentuk kata tertentu tidak hanya rangkaian klausa
sederhana atau akar klausa, akan tetapi merupakan suatu kalimat. Bahasa-bahasa yang
tergolong dalam tipe ini antara lain bahasa eksimo dan kelompok-kelompok bahasa indian
di Amerika Utara.

Contoh bahasa Indian hupa ( parera, 1987 : 134)


1. Xonta ‘ini rumah yang sekarang ada
2. Xontate ‘ini rumah yang akan dibagun
3. Xontaneen ‘ini rumah yang dulu pernah ada

3. Tipologi struktur fraseologis


51

Berdasarkan perbedaan struktur frasanya kita mengenal dua macam tipe bahasa, yaitu
bahasa yang bertipe senteratrbut dan bahasa yang bertipe atribut-senter, atau secara
tradisional dapat juga disebut bahasa yang bertipe diterangkan-menerangkan (D-M) dan
bahasa yang bertipe menerangkan-diterangkan (M-D) bahasa yang bertipe senter-atribut (S-
A) struktur frasenya senter (hand-axis) terlatak atau berada didepan atribut. Bahasa yang
bertipe atribut-senter (A-S) struktur frasanya terletak didepan senter. Yang tergolong
bahasa yang bertipe senter atrubut antara lain, bahasa arab, bahasa melayu, bahasa jawa,
bahasa sunda, bahasa madura, bahasa batak, bahasa bugis, bahasa malagasi, bahasa
formosa, bahasa dayak, dan sebagainya. Bahasa yang tergolong bahasa atribut senter antara
lain bahasa inggris, bahasa belanda, bahasa jerman, bahasa prancis, bahasa portugis, bahasa
spanyol, bahasa italia, bahasa swedia, dan sebagainya.

Brandes dalam “brijdrage tot de klankleer der westersche afdeling van de maleisch-
ploynesische taalfamilie” (1884), membagi bahasa-bahasa indonesia mejadi dua bagian.
Bagian barat struktur frasenya bertipe (D-M) sedangkan bagian timur bertipe M-D.
Batasanya adalah garis wallace.

Contoh bahasa A-S : beautiful girl gadis cantik


(bahasa Inggris) crazy boys anak nakal
Green garden kebun hijau
Social seciences ilmu sosial
Langguage teaching pengajaran bahasa
Contoh bahasa S-A : bustanun kabirun kebun luas
(bahasa Arab) baitun shaghirun rumah kecil
Baldatun thoiyibun negeri makmur
Malikun adilun raja adil
Rihun syadidun angin kencang

4. Tipologi struktur klausal


Berdasarkan struktur kalusalnya, kita mengenal dua macam bahasa, yakni bahasa
yang bertipe V-O (verb-object) dan bahasa yang bertipe O-V (object-verb). Oleh karena
verb biasanya berfungsi sebagai predikat, setiap bahasa O-V sering juga disebut O-P
(object-predikat) dan bahasa yang bertipe O-V sering disebut P-O (predikat-object).
Struktur kalusa bahasa yang bertipe O-V predikatnya berada dibelakang object, sedangkan
bahasa yang bertipe V-O ini sejajar dengan tipe susunan heand- adjunct atau operand-
operator, sedangkan susunan O-V sejajar dengan tipe susunan adjunt-heand atau operator-
operand (Comrie, 1981:204)
52

Yang tergolong bahasa V-O ini antara lain bahasa jawa, bahasa malaya, bahasa
sunda, bahasa biak, bahasa bugis, bahasa batak, bahasa aceh, bahasa inggris, bahasa
jerman, bahasa indonesia, dan lain sebagainya. Adapun yang tergolong bahasa O-V antara
lain bahasa sanksekerta, bahasa nepal, dan bahasa Magar.

Contoh bahasa V-O ( bahasa Biak)


1. Rebeka isun kruben rebeka memakai kain
2. Simon iwasa refo simon membaca kitab/buku
3. Silas idan mbyef silas makan siang
4. Simon idun kruben simon membawa kain
5. Rebeka idub refo rebeka membawa buku

S V O

Contoh bahasa O-V (bahasa sansekerta)


1. Putrah jalan pibati ‘anak lelaki minum air
2. Narah phalam disyati ‘orang menunjuk buah
3. Meghah jalam sincati ‘awan memercikan air
4. Narah grham visyanti ‘orang-orang masuk rumah
5. Balah kuntam limpati ‘anak lelaki melemparkan tombak

S O V
53

VI. TEORI /ALIRAN LINGUISTIK

JUDUL bab ini sengaja menggunakan garis miring, sebab yang dimaksudkan
dengan teori linguistik disini ialah teori yang dikemukakan atau yang dipakai oleh aliran
linguistik tertentu dan mempunyai corak tertentu pula. Oleh karena itu, maka tidak dipakai
kata dan atau atau. Namun yang jelas makna teori memang berbeda dengan makna aliran.
Kriteria yang dipakai untuk membedakan dan mengelompokan teori/ aliran
linguistik disni ialah kekhususan cara memahami bahasa dan kekhususan corak analisisnya.
Sudah barang tentu tdak semua teori dapat dirangkum disini. Hanya teori/aliran linguistik
yang besar (dalam arti terkenal maupun karena banyak pengaruhnya) saja yang
dikemukakan. Aliran yang kecil dan kurang berpengaruh akan disebut sekedarnya saja.
Berdasarkan kriteria diatas kita dapat membedakan empat macam teori/aliran dan
beberapa aliran kecil-kecil yang lain, yaitu :
a. Teori/aliran tradisional
b. Teori/aliran struktural
c. Teori/aliran transformasioanal
d. Teori/aliran tagmemik dan
e. Beberapa teori/aliran yang lain

A. TEORI/ALIRAN TRADISIONAL

Teori ini bedasarkan pola pemikiran secara filosofis. Dari latar belakang sejarahnya,
kita ketahui bahwa munculnya teori ini bermula dari Plato dan Aristoteles yang kita kenal
sebagai filosof-filosof besar bangsa Yunani, walaupun sebenarnya teori tradisional yang
sebenarnya baru berkembang setelah zaman yunani berlaku.
Adapun ciri-ciri teori tradisional tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bertolak dari pola pikir secara filosofis


Pembahasab dan penjelasan mengenai ciri pertama ini pada dasarnya telah
dikemukakan di depan, yaitu pada bab “ sejarah perkembangan ilmu bahasa”, khususnya
pada subbab “ perkembangan ilmu bahasa di dunia barat”.

2. Tidak membedakan bahasa dan tulisan


Teori ini mencampurkanadukan penegrtian bahasa (dalam arti yang sebenarnya) dan
tulisan (perwujudan bahasa dengan media huruf). Dengan demikian secara otomatis juga
mencampurkanadukkan pengertian bunyi dan huruf. Sebagai bukti bagaimana seorang ahli
54

bahasa mencampuradukkan pengertian bunyi/fonem dan huruf, dapat dibaca pada kutipan
berikut ini: “ antara vokal-vokal itu haruf a adalah yang membentuk lubang mulut yang
besar, i yang kecil, e biasanya terbentuk didalam mulut sebelah muka, dan o di belakang
sebelah ke kanan.” (mees, 1950:35). Setelah membaca kutipan itu, kita dapat menilai
bahwa ada sesuatu yang tidak masuk akal, yakni :”huruf a yang membentuk lubang mulut”.
Menurut logika dan menurut kenyataan tidak ada huruf yang berurusan dengan mulut.
Biasanya huruf brurusan dengan pensil, pena, kaur, spidol, papan tulis, dan barang-barang
lain yang berkaitan dengan produksi huruf.
Pengertian yang kacau balau tersebut merupakan akibat kebiasaan oranr-orang
romawi yang mendewa-dewakan bahasa tulis, dan juga kerana terpacu oleh pesatnya
teknologi Guttenberg, (Guttenberg adalah penemu mesin tulis/mesin cetak.
3. Senang bermain dengan defenisi
Ciri ini merupakan pengaruh dari cara berfikir secara deduktif. Semua istilah diberi
defenisi terlebih dan untuk selanjutnya diberi contoh , yang kadang-kadang hanya ala
kadarnya. Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan-kenyataan bahasa yang kemudian
dianalisis dan disimpulkan. Yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghafal
defenisi yang dirumuskan secara filosofis.
4. Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah
Ketaatan pada pola ini diwarisi sejak para ahli tata bahasa tradisional mengambil alih
pola-pola bahasa latin untuk diterapkan pada bahasa mereka sendiri.kaidah bahasa yang
telah mereka susun dalam suatu bentuk buku tata bahasa harus benar-benar ditaati oleh
pemakai bahasa. Setiap pelanggaran kaidah dinyatakan sebagai bahasa yang salah atau
tercela. Pengajaran bahasa di sekolah mengajarkan bahasa persis yang tercantum dalam
buku tata bahasa. Praktek semacam itu mengakibatkan siswa pandai dan hafal teoro-teori
bahada akan tetapi tidak mahir berbicara atau berbahasa didalam kehidupan masayarakat.
Tata bahasa yang mereka pakai itu biasa disebut tata bahas normatif dan tata bahasa
preskriptif. Dinamakan tata bahasa normatif karena pemakai bahasa harus taat pada norma
yang sudah digariskan oleh tata bahasa, sedangkan tata bahasa preskriptif adalah tata
bahasa yang cendrung menghakimi benar-salah pemakaian bahasa. Kedua model tata
bahasa itu sekarang banyak ditentang oleh para pakar penganut tata bahasa pragmatik,
yakni tata bahasa yang orientasinya pada maksud dan keperluan kita berbahasa di dalam
kenyataan hidup di masyarakat. Tata bahasa pragmatik dan pengajaran pragmat ini mulai
mendapat perhatian besar dari para ahli bahasa masa kini karena selaras dengan pendekatan
kominikatif.
5. Level-level gramatik belum ditata secara rapi.
Level (tataran) yang terendah menurut teori ini adalah huruf. Level diatas huruf
adalah kata, sedangkan level yang tertinggi adalah kalimat. Menurut teori ini, huruf
55

didefenisikan sebagai unsur bahasa yang terkecil, kata didefenisikan sebagai kumpulan dari
huruf yang mengandung arti, sedangakn kalimat didefenisikan sebagai kumpulan kata yang
mengandung pengertian yang lenagkap.
Memang dalam teori ini telah ada istilah-istilah seperti ‘anekdi’ dan ‘anak kalimat’
yang dapat dipadankan dengan ‘frasa’ dan ‘klausa’ akan tetapi eksistensinya ternyata masih
kabur. Eksistensi frasa dan klausa baru tegas pada zaman strukturalisme.
6. Tata bahasa didominasi oleh jenis kata (part of speech)
Ciri ini merupakan ciri yang paling menonjol diantara ciri-ciri yang lain. Hal ini dapat
dimengerti karena masalah penjenisan kata merupakan aspek lunguistik yang paling tua
dalam sejarah kajian linguistik. Sejak plato menemukan dua macam jenis kata, yang
kemudian dilanjutkan oleh Aritoteles yang mengukuhkan menjadi tiga jenis kata, kajian
jenis kata ini dari tahun ke tahun dan dari abad ke abad semakin kokoh dan selalu menjadi
perhatian utama (dari abad ke 4 SM sampai dengan abad 20- SM). Sampai saat ini, buku
“tata bahasa buku bahasa indonesia” pun masih menempatkan kajian tentang jenis kata
secara istimewa dan berlebihan.
Atas dasar penjelasan di atas, jika saat ini masih ada buku tata bahasa yang
menempatkan ‘jenis kata’ sebagai kajian utama, dipastikan buku ini mengikuti teori/aliran
tradisional,baik didasari oleh penulisannya ataupun tidak.
Beberapa tokoh aliran tradisional yang pantas disebut antara lain: sandvoort, C.A.
Mees, Van Ophuyusen, R.O. Winstendt, St. M. Zain, St Takdir Alisyahbana, Madong
Lubis, Poedjawijatna, tardjan Hadidjaja, dan sebagainya.

B. TEORI/ALIRAN STRUKTURAL
Teori ini berlandaskan pola pemikiran secara behavioristik. Paham behavioristik
beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa dideteksi lewat tingkah
laku dan perwujudan lahiriahnya yang tampak sejalan dengan itu,aliran struktural
mengamati bahasa dan hakikatnya dalam perwujudannya yang konkrit sebagai bentuk
ujaran.
Aliaran struktural ini lahir pada awal abad XX aatau tepatnya tahun 1916. Tahun
tersebut menjadi tahun monumental lahirnya aliran struktural, sebab pada tahun itu terbit
sebuah buku berjudul
“ Course de Linguistique generale” karya de sausure yang berisi pokok-pokok teori
struktural yang juga sebagai pokok-pokok pikiran linguistik mmodern. Sebelum teori ini
muncul dunia linguistik belum beranjak dari teori tradisional. Kehadiran karya de sausure
ini benar-benar dirasakan sebagai suatu revolusi. Oleh sebab itu, tidak mengherankan
apabila de sausure digelari “bapak strukturalisme” dan sekaligus sebagai bapak linguistik.
56

Semula aliran struktural ini menempatkan bentuk dan makna dalam kedudukan
yang seimbang namun dalam perkembangannya menjadi beraneka versi ada versi yang
lebih menekankan pada segi bentuk adapula versi yang lebih menekankan pada segi makna.
Adapun ciri-ciri aliran struktural tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berlandaskan pada behavioristik
Sejalan dengan paham behaviorisme, proses berbahasa sebagaimana tingkah laku
yang lain merupakan suatu proses rangsang-tanggap (stimulus respons). Setiap manusia
berujar pada dasarnya merupakan respons dari suatu stimulus. Stimulus ada kalanya berupa
ujaran, adakalanya berupa isyarat dengan gerakan anggota badan (gesture), dan ada kalanya
berupa situasi.
2. Bahasa berupa ujaran
Ciri ini menunjukan bahwa hanya yang berupa ujaran saja yang dapat disebut bahasa.
Bentuk-bentuk perwujudan yang selain ujaran tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti
yang sebenarnya, termasuk juga tulisan. Dalam pengajaran bahasa teori struktural
melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral (oral approach).
Apabila didalam teori tradisional orang masih mengacaukan pengertian bahasa dan
tulisan serta bunyi dan huruf, maka semenjak teori struktural ini muncul, masalah tersebut
telah terpecahkan. Bahasa benar-benar dibedakan dengan tulisan sedangkan bunyi/fonem
benar-benar dibedakan dengan huruf. Dalam kaitannya dengan perbedaan huruf dan bunyi
serta bahasa dan tulisan ini lebuh lanjut dapat dikaji lagi pada bab “hakikat bahasa”.
3. Bahasa berupa sistem tanda (signifie dan signifiant)
Pada haikatnya bahasa adalah sistem. Sistem tanda tersebut bersifat arbitrer dan
konvensional. Sistem tanda dalam bahasa berupa dua sisi, sisi yang pertama berupa signifie
(tertanda) sedangkan sisi lain berupa signifiant (penanda). Adapun yang dimaksudkan
dengan arbiter adalah sifat bagi tanda tersebut adalah semena-mena. Namun demikian,
kesemena-menaan itu dibatasi oleh suatu konvensi atau kesepakatan anatar pemakai.
4. Bahasa merupakan faktor kebiasaan (habit)
Ciri ini dipertentangkan dengan ciri teori transformasi yang beranggapan bahwa
bahasa bukan faktor kebiasaan melainkan berupa faktor wraisan (innate). Aliran struktural
berkeyakinan bahwa teorinya benar dan dapat memberikan bukti yang meyakinkan. Bukti
yang dikemukakan itulah bukti tentang cerita seorang bayi yang dibesarkan oleh
sekelompok serigala. Bayi tersebut setelah dewasa sama sekali tidak dapat berbahasa
ksrena ia sama sekali tidak pernah melihat tingkah laku dan suara manusia yang ia lihat
sehari-hari hanyalah tingkah laku dan suara serigala saja, sehingga akhirnya ia hanya dapat
berjaalan dengan merangkak, makan langsung dengan mulut, dan melolong seperti serigala.
Cerita yang konon terjadi dinegeri India ini merupakan bukti kuat bahwa bahasa benar-
benar merupakan faktor kebiasaan. Walaupun manusia mempunyai warisan (innate) untuk
57

berbahasa, namun tanpa di biasakan atau dilatih mustahil faktor warisan itu dapat
berkembang menjadi bahasa.
Berkaitan dengan konsep habit ini, kaum strukturalis menerapkan metode didalam
pembelajaran bahasa yang kemudian terkenal dengan metode drill and practice, yakni suatu
bentuk metode yang menerapkan pemberian latihan yang terus menerus dan berulang-ulang
sehingga akhirnya membentuk suatu kebiasaan. Sayangnya bentuk latihan semacam ini
sangat menjemukan.
5. Kegramatikalan berdasarkan keumuman
Ciri ini sebenarnya sejaalan dengan ciri pada butir ke empat diatas. Bentuk dan
struktrur. Bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang sudah umum sajalah yang dimulai
sebagai bentuk yang gramatikal. Bentuk-bentuk yang secara kaidah sebenarnya betul akan
tetapi belum bisa dipakai atau belum umum, maka bentuk tersebut terpaksa dinyatakan
sebagai bentuk yang tidak gramatikal. Dengan demikian standar yang dipakai untuk
menetapkan kegramatikalan suatu bahasa adalah standar keumuman, bukan standar kaidah
atau norma. Contoh: kata bupati + ke-an seharusnya menurut kaidah menjadi kebupatian,
sama halnya dengan kata menteri + ke-an menjadi kementerian. Akan tetapi bentuk kata
kebupatian tidak dianggap karena tidak umum.
6. Level-level gramatikal ditebakkan secara rapi
Level-level gramatikal mulai ditegakkan mulai dari level terendah bedrupa fonem
sampai level tertinggi yang berupa kalimat. Secara berturut-turut level atau tataran
gramatikal tersebut adalah morfem, kata, frasa, klausa dan kalimat. Tataran diatas kalimat
sebelum terjangkau oleh aliran ini. Morfem dan kata merupakan cakupan bidang morfologi,
sedangkan frasa, klausa, dan kalimat merupakan cakupan bidang sintaksis. Morfologi dan
sintaksis merupakan dua bidang yang berdiri sendiri walaupun masih tetap berhubungan
oleh bidang morfosintaksis.
7. Tekanan analisis pada bidang morfologi
Aliran struktrralisme lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini tidak berarti
bahwa bidang yang lain diabaikan begitu saja. Pola anlisis kata yang kemudian dipakai
sebagai model analisis struktural ini adalah analisis kata eugine nida dalam buku
morfhology.
8. Bahasa merupakan deratan sintakmatik dan paradigmatik
a. Deretan sintakmatik
Deretan sintakmatik adalah suatu deratan unsur secara horisontal. Deretan
sintakmatik ini terjadi dalam segala tataran. Fonem-fonem segmental secara sintakmatik
membentuk struktur yang lebih besar berupa silabel dan morfem prosede semacam ini
dinamakan fonotatik. Morfem-morfem secara sintakmatik membentuk strukur yang lebih
besar, yakni kata prosede semacam ini dinamakan prosede morfologis. Kata-kata yang
58

secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar, yakni frasa. Kemudian frasa-frasa
secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar yakni klausa. Akhirnya, klausa-
klausa secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar nanti yakni kalimat. Tiga
prosede yang disebutkan terakhir itu dinamakan prosede sintaktis.
b. Deretan paradigmtik
Yang dimaksudkan dengan deretan paradigmatik adalah deretan struktur yang sejenis
secara vertikal. Contoh: (bahasa spanyol)
Elgatoestaestaaki kucing itu ada di sini
Ungatoestaaki seekor kucing ada di sini
Elgatoestaenfermo kucing itu sakit
Ungatoestaenfermo seekor kucing sakit

Kegunaan deretan paragdirmatik ini ialah untuk mencari atau menentukan unsur-
unsur bahasa. Dari deretan paradigmatik diatas kita bisa menentukan bahwa unsur-unsur
bahasa gato berarti ‘kucing’. Deretan paradigmatik ini juga berlaku untuk segala tataran.
9. Analisis bahasa secara deskriptif
Menurut aliran struktural analisi bahasa harus didasarkan atas kenyataan yang ada.
Data bahasa yang dianalisis hanyalah data yang ada pada saat penelitian dilakukan.
Semboyan mereka: describe the facts, all the facts, and nothing but the facts. Unsur historis
sama sekali diabaikan. Analisis semacam ini bertolak dari pendekatan sinkronik.
10. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung
Yang dimaksud dengan unsur langsung adalah unsur yang setingkat lebih
rendah atau lebih bawah dari struktur tersebut. Unsur langsung ini biasa juga disebut
dengan istilah immidiate constituents disingkat Ics atau “unsur bawahan terdekat”,
disingkat UBT.
Dalam teori struktural ada beberapa model analisis unsur langsung , antara
lain model nida, model hockett, model nelson, dan Model Wells.

Contoh:
a. Model Nida : a beautiful girl

b. Model Hockett: a beautiful girl


59

Beautiful girl

a beautiful girl

c. Model Nelson : (a) (beautiful) (girl)


d. Model Wells:

a beautiful Girl

Ahli bahasa yang beraliran struktural antara lain ferdinand de Saussure, Leonard
Bloomfield, Eugine, Nida, charles F. Hockett, Nelson, Wells, H.A. Gleason, Bernard
Bloch, G.L. Trager, Robert Lado, E. Haugen, Zelling Harris, Ch. C. Fries, Eduard Sapir,
N.S. Trubetzkoy, William Francis Mackey, Roman Jakobson, Martin Joos, dan lain-lain.

C. TEORI/ALIRAN TRANSFORMASIONAL
Aliran yang dipelopori olen N. Chomsky ini merupakan reaksi dari paham
strukturalisme. Konsep strukturalisme yang paling ditentang aliran ini ialah konsep bahwa
bahasa sebagai faktor kebiasaan (habit).
Adapun ciri-ciri aliran transformasional ini secara lengkap adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan paham metalistik


Aliran ini beranggapan bahwa proses berbahasa bukan sekedar proses rangsang
tanggap semata-mata, akan tetapi justru menonjol sebagai proses kejiwaan. Proses
berbahasa bukan sekedar proses fisik yang berupa bunyi sebagai hasil sumber getar yang
diterima oleh alat auditoris, akn tetapi berupaproses kejiwaan di dalam diri peserta bicara.
Oleh karena itu, aliran ini sangat erat kaitannya dengan subdisiplin psikolinguistik.
2. Bahasa merupakan innate
Kaum transformasi menertawakan anggapan kaum struktural bahwa bahasa
merupakan faktor kebiasaan. Mereka beranggapan dengan penuh keyakinan bahwa bahasa
merupakan faktor innate 9warisan keturunan). Apabila kaum struktural dapat memberikan
60

bukti bahwa bahasa merupakan habit, maka kaum transformasi pun dapat menunjukan
bahwa bahasa bukan habit. Dalam kasus ini Chomsky pernah minta bantuan seorang
rekannya ahli bedah otak. Berkat bantuan rekannya itu dapat dibuktikan bahwa struktur
otak manusia dengan struktur otak simpanse persis sama, kecuali satu simpul saraf bicara
yang ada pada struktur otak manusia tidak terdapat pada struktur otak simpanse. Itulah
sebabnya simpanse tidak dapat berbicara walaupun kadang-kadang ada simpanse yang
keterampilan dan kecerdasannya mendekati manusia. Walaupun dilatih dengan metode dril
and practice seribu kali sehari tidak akan mungkin seekor simpanse dapat berbicara, sebaab
dapat atau tidaknya berbicara itu bukan karena faktor latihan atau kebiasaan melainkan
karena faktor warisan atau innate. Menurut kenyataan dan memang telah dikodratkan
bahwa simpanse memang tidka mempunyai innate itu. Jadi tidak mungkin seekor simpanse
dapat berbahasa.

3. Bahasa terdiri atas lapisan dalam dan lapisan permukaan


Teori transformasional memisahkan bahasa atas dua lapisan, yakni deep structure
(struktur dalam/ lapisan batin). Dan surface stucture (sturktur luar, struktur lahiriah).
Lapisan batin adalah tempat terjadinya proses berbahasa yang sesungguhnya/ secara
metalistik, dan laipsan permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasikan dari
lapisan batin. Aku tresno marang kowe, aku cinta padamu, i love you,wo ai ni merupakan
empat struktur permukaan yang ditransformasikan dari satu struktur dalam yang sama.

4. Bahasa terdiri atas unsur compotent dan performance


Linguistic compotent atau kemampuan linguistik adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh seorang penutur tentang bahasanya, termasuk juga di sini kemampuan seseorang untuk
menguasai kaidah-kaidah yang berlaku bagi bahasanya. Linguistic performance atau
performansi linguistis adalah keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa. Kedua
unsur tersebut sama-sama penting kedudukannya. Yang satu tidak lebih penting dari yang
lain. Namun kenyataannya, ada orang yang kompotensi linguistisnya sangat baik akan
tetapi performasinya tidak baik. Sebaliknya ada pula orang yang kompotensi linguistiknya
kurang baik akan tetapi performasinya ternyata cukup baik. Yang paling ideal adalah
kompotensi dan performansi kedua-duanya baik.
5. Analisis bahasa bertolak dari kalimat.
Kaum transfoemasional beranggapan bhwa kalimat merupakan tataran gramatik yang
tertinggi. Dari kalimat analisisnya turun ke frasa dan frasa turun ke kata. Keistimewaan
teori transformasional ini ialah tidak diakuinya seksistensi klausa. Itulah sebabnya mengapa
analisisnya dari kalimat turun ke frasa, tanpa melalui klausa. Pengingkaran ntarhadap
61

keberadaan tataran klausa ini oleh aliran lain dianggap sebagai perlakuan yang semena-
mena.
6. Bahasa bersifat kreatif
Ciri ini merupakan reaksi atas anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap
standar keumuman. Bagi Kaum transformasional masalah umum atau tidak umum bukan
persoalan. Yang paling penting adalah kaidah. Walaupun suatu bentuk bahasa belum umum
asalkan pembentukannya sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka tidak ada halangan
untuk mengakuinya sebagai bentuk gramatik. Bentuk akata menggunung ‘ menyerupai
gunung’ pada konteks “ sampah telah menggunung di tepi jalan” terbentuk oleh
penggabungan bentuk dasar gunung dan prefiks me-N. Hal serupa terjadi pada bentuk
menganak sungai yang artinya ‘menyerupai anak sungai’ pada konteks “ peluhnya
menganak sungai”.

Dengan kaidah semacan itu , kita dapat membentuk konstruksi-konstruksi lain yang
secara kreatif, misalnya:

a.) Bajunya robek membibir ‘menyerupai bibir’


b.) Pohon itu memayung ‘menyerupai payung’
c.) Larinya mengejet ‘menyerupai jet’
d.) Batu itu mengursi ‘menyerupai kursi’
e.) Buah jeruk itu membola ‘menyerupai bola’

7. Membedakan kalimat inti dan kalimat transformasi


Aliran ini membedakan dua macam kalimat, yaitu kalimat inti dan kalimat
transformasi. Kalimat inti adalah kalimat yang dikenai kalimat kaidah transformasi,
sedangkan kalimat transformasi adalah kalimat yang dikenai kaidah trnsformasi. Adapun
ciri-ciri nkalimat inti ialah a.) lengkap, b.) simpel, c.) aktif, d.) statemen, e.) positif, f.)
runtut. Tiga ciri yang pertama merupakan ciri pokok, sedangkan tiga ciri berikutnya
merupakan ciri tambahan.
Secara skematik dapat dikemukakan sebagai berikut.

KAIDAH
KALIMAT INTI K.TRANSPORMASI
K.TRANSPORMASI
a) Lengkap Pelepasan/delisi Kalimat elips/minor
b) Simpel Penggabungan Kalimat kompleks
c) Aktif Pemasifan Kalimat pasif
d) Statemen Tanya/perintah Kalimat tanya/perintah
62

e) Positif Pengingkaran Kalimat ingkar


f) Runtut Pembalikan Kalimat inversi

Di dalam buku tata bahasa dan buku pelajaran bahas indonesia kalimat inti diartikan
sebagai kalimat yang terdiri atas dua kata, yaitu: 1.) KB + KK, 2.) KB + KB, 3.) KB + KS,
4.) KB + Kbil, dan 5.) KB + Kket. Hal tersebut merupakan suatu wujud kesalahan dalam
memahami konsep teori transformasi.

8. Analisis diwujudkan dalam bentuk rukus dan diagram pohon

Kalimat “Hunter mengakap penyulundup itu” dapat dianalisis sebagai berikut.


a.) Diagram pohon (tree diagram) :
S

NPI VP

N V NP2

N Det

Hunter menangkap Penyulundup itu

b.) Rumus
S NP + VP
NP1 N
NP2 N + Det
VP V + NP2
N Hunter, penylundup
V Mengkap
Det itu

9. Gramatik bersifat generatif


Tata bahasa yang bertolak dari teori ini dinamakan tata bahasa generatif
transformasi (TGT). Diadalam teori ini ada anggapan bahwa aturan garamtika memberikan
63

mekanisme dalam otak yang membagkitkan kalimat-kalimat. Dengan kaidah (atau dengan
sedikit kaidah) kita dapat menghasilkan yang tidak terhingga banyaknya.
Teori tansformasional ini pada garis besarnya terdiri atas dua generasi, yaitu generasi
pertama dan generasi ke dua. Generasi pertama ini biasa disebut generasi “syantactis
strustures”, sedangkan generasi ke dua biasa desebut generasi “Aspects of the theory of
syantax”. Generasi pertama berangka tahun monumental 1957 dan generasi ke dua 1965.
Perbedaan prinsip kedua generasi kedua ini ialah pada generasi pertama komponen
semantik belum diintegrasikan, sedangkan pada generasi kedua komponen semantik sudah
diintegrasikan bersama dengan komponen sintaksis dan fonologi.
Ahli bahasa beraliran transformasional ini antara lain : N. Chomsky, P. Postal, J.A
Fodor, M. Halle, R. Palmatier, J.Lyons, J.J Katz, Y.P.B. Allen, P. Van Burren, R.D. King,
R.A Jacobs, J. Green, W.A.Cook (sebelum pindah ke tagmemik) dan lain-lain.

D. TEORI / ALIRAN TAGMETIK


Penanaman teori tagmemik ini berangkat dari konsep tagmen. Tagmen adalah bagian
dari kostruksi gramatikal dengan empat macam kelengkapan spesifikasi ciri, yakni: slot,
kelas, peran dan kohesi.
Secara relatif teori ini memang boleh dikatakan masih cukup baru. Kebulatan dan
kelengkapannya baru terwujud pada tahun 1977 dengan terbitnya buku “Gramatical
Analisis” karangan keneth L.Pike dan Evelyn G. Pike. Keduanya merupakan suami istri
dari unversity of Texas at Arlington dan sebagai Direktur SIL (Symmer Institute of
Linguisticts).
Pada garis besarnya teori ini terbagi atas dua generasi. Generasi pertama adalah
generasi sebelum GA (Gramatical Analysis, 1977) dan generasi kedua adalah generasi GA
itu sendiri.
a) Generasi pertama
Generasi ini sebenarnya belum dapat disebut teori tagmemik yang sebenarnya. Paling
tepat disebut sebagai rintisan menuju tegmemik. Pada waktu itu kelengkapan spesifikasi
ciri tagmemik baru ada dua, yakni slot dan filler class saja. Dengan demikian analisisnya
masih agak sederhana. Sebagai misal, klausa “kepalan Tyson telah mengenai rahang
spinks” dianalisis sebagai:S:NP + P:VP + O:NP.
Ahli bahasa yang terlibat pada generasi pertama ini antara lain: B. Esen (1962), V.
Pickett (1962), R.E. Longacre (1964), W.A Cook (1969,1970,1971).

b) Generasi kedua
Pada generasi kedua ini teori tagmemik baru mencapai kesempurnaannya. Untuk
melahirkan buku “Grammatical Analysis” Pike suami istri memerlukan waktu sepuluh
64

tahun. Salah satu tempat yang dipakai untuk uji coba adalah Indonesia, yakni di daerah
Irian Jaya atau lebih tepatnya di Danau Bira (1976). Ciri tagmen tidak lagi dua dimensi,
melainkan empat dimensi, yakni slot, class, role, dan cohesion.
Untuk selanjutnya yang akan di pakai acuan teori tagmemeik adalah versi
“Grammatical Analysis” ini.
Sebenaranya Verhaa pernah mengemukakan konsepnya tentang analisis
kalimat/klausa yang senada dengan teori tagmemik ini. Akan tetapi ia sendiri tidak mau
mengatakan bahwa teorinya itu sebagai teori tagmemik. Istilah fungsi, kategori, dan peran
yang dipakainya semakna dan semaksud dengan slot,class, dan role. Menurut pengamatan
saya, sebenaranya teori Verhaar ini merupakan teori antar, dari tagmemeik generasi
pertama ke tagmemik generasi kedua. Dikatakan demikian karena pada teori Verhaar ini
belum memasukkan kohesi sehingga belum merupakan teori tagmemik yang lengkap.
Adapun ciri-ciri aliran tagmemik tersebut secara lengkap sebagai berikut.

1. Setiap struktur terdiri atas tagmen-tagmen


Seperti telah dikemukakan didepan bahwa tagmen adalah bagian dari suatu
konstruksi gramatikal yang memiliki empat macam kelengkapan spesifikasi ciri
slot, kelas, peran, dan kohesi.

a. Slot
Slot adalah suatu ciri tagmen yang merupakan tempat kosong di dalam struktur yang
harus diisi oleh fungsi tagmen. Di dalam tataran klausa fungsi tagmen tersebut berupa
subjek, predikat, objek, dan adjung. Pada tataran ini umumnya fungsi tagmen berupa inti
(nucleus) dan luar ini (margin). Pada teori tradisional dan struktural, slot ini lebih kurang
sama dengan jabatan kalimat dan fungtor.

b. Kelas (class)
Kelas adalah suatu ciri tagmen yang merupakan wujud nyata dari slot. Wujud nyata
slot tersebut berupa satuan-satuan lingual seperti morfem, kata,frasa, klausa, alinea,
monolog, dialog, dan wacana. Verhaar menyebutnya dengan istilah kategori. Kelas dapat
dipecah lagi menjadi kelas yang lebih kecil (subkelas). Kelas frasa dapat dipecah menjadi
frasa benda dan frasa kerja. Kelas klausa dapat dipecah menjadi klausa transitif, klausa
intransitif, klausa ekuatif, dan sebagainya.

c. Peran (role)
Peran adalah ciri atau benda penanda tagmen yang merupakan pembawa fungsi
tagmen. Memang agak sulit membedakan fungsi dan peran. Pelaku (aktor) dan penderita
65

(undergoer) adalah nama peran. Pelaku dan penderita tersebut menjadi pembawa fingsi
subjek dengan peran penderita.

d. Kohesi
Kohesi adalah ciri atau penanda tagmen yang merupakan pengontrol hubungan
antartagmen. Pengontrol hubungan yang hampir terdapat pada semua bahasa ialah kaidah
ketransitifan pada klausa yang berlaku untuk klausa transitif, klausa intransitif, dan klausa
ekuatif.
Di dalam rumus keempat ciri atau penanda itu ditempatkan pada sudut penempatan
garis. Sudut kiri atas ditempati oleh slot, sudut kanan atas ditempati oleh kelas, sudut kiri
bawah ditempati oleh peran, dan sudut kanan bawah ditempati oleh kohesi, seperti yang
tertera pada gambar dibawah ini.

SLOT KELAS

PERAN KOHESI

2. Bersifat Eklektik
Teori tagmemik bersifat elektik, yaitu merupakan perpaduan dari aneka macam teori
yang dirangkum sesuai dengan proporsi masing-masing. Teori tradisional dan fungsional
ditempatkan pada ciri slot, teori struktural dan tagmemik ditempatkan pada ciri kelas, teori
kasus (case grammar) ditempatkan pada ciri peran, dan teori relasional ditempatkan pada
ciri kohesi. Hal ini tidak berarti bahwa teori tagmemik tidak memiliki corak yang khas.
Dalam beberapa hal teori tagmemik mempunyai kekhasan yang berbeda dengan teori-teori
yang lain.

3. Bersifat Universal
Teori tagmemik bersifat universal. Keuniversalan atau kesemestaan dalam teori ini
bukan saja kesemstaan dalam arti berlaku untuk semua bahasa, akan tetapi juga
kesemestaan dakam arti dapat berlaku untuk semua bidang kehidupan manusia. Eduard
Travis (1980) telah berhasil menganalisis makanan orang sunda dengan menggunakan teori
ini. Hasilnya cukup meyakinkan.

4. Tiga Hierarki Linguistis


Menurut ini ada tiga macam hierarki linguistik, yaitu : (a) hierarki referensial, (b)
hierarki fonologikal, (c) hierarki gramatikal.
66

Hierarki referensial adalah kierarki dalam kawasan tata nama dan tata makna.
Hierarki fonologikal adalah hierarki dalam kawasan bunyi bahasa. Hierarki gramatikal
adalah hierarki dalam kawasan tata bahasa (grammar). Morfologi dan sintaksis tercakup
dalam hierarki gramatikal ini, namun menurut teori ini tidak ada lagi batas antara morfologi
dan sintaksis.

5. Tataran Pada Hierarki Gramatikal


Tataran terendah dalam hierarki gramatikal menurut teori ini adalah morfem,
sedangkan tataran tertinggi adalah wacana. Pike & Pike (1977: 24) membuat urutan tataran
secara skematis sebagai berikut.
MEANING MINIMUM UNIT EXPANDED UNIT
Social interaction Exchange Conversation
Theme development Paragraph/sentence cluster Monolog
Proposition Clause Sentence
Term Word Phrase
Lexical package Morpheme Morpheme cluster
Dipandang dari segi maknanya, morfem merupakan satuan gramatikal yang belum
mempunyai makna secara tegas, sehingga boleh disebut bungkus leksikal. Kata dan frasa
mempunyai makna sebagai istilah. Klausa dan kalimat mempunyai makna sebagai
preposisi. Oleh karena itu, klausa dapat didefinisikan sebagai stuan gramatikal terkecil
untuk menyatakan proposisi.
Tata urutan seperti yang tercentum pada skema di atas semata-mata hanya berlaku
untuk tatanan normal (normal mapping). Cook (1969: 31) menunjukkan adanya berbagai
kemungkinan tatanan sebagai berikut.

TAGMEMIK LEVEL NORMAL LAYERING ATALEVEL BACK LOOPING


FILLERS SKIPPING MAPPING
Above the Clause Sentences -
setences
At- sentences Phrase Clause Sentences
level
At-Clause level Word Phrase Clause Sentences
At-phrase level Morpheme Word Phrase Clause
At- word level -- Morph Word Phrase
67

Pada tatanan normal: unsur sebuah kalimat berupa klausa, unsur klausa berupa frasa,
unsur frasa berupa kata, unsur kata berupa morfem. Pada loncatab tataran (level skipping):
unsur suatu struktur diatas kalimat berupa klausa atau tataran lain yang dua jenjang atau
lebih dibawahnya, unsur kalimat berupa frasa atau jenjang dibawah frasa, unsur frasa
berupa kata atau morfem, dan unsur frasa berupa morfem. Pada tataran layering atau
resucive: unsur sebuah kalimat berupa kalimat juga, unsur klausa berupa klausa juga,
unsur frasa berupa frasa juga, dan unsur kata berupa kata juga. Pada hierarki terputar atau
beck looping: unsur suatu klausa berupa kalimat, unsur suatu frasa justru berupa klausa,
dan unsur suatu kata justru berupa frasa. Pada hierarki terputar ini struktur yang jenjangnya
lebih rendah justru membawahi struktur yang jenjangnya lebih tinggi. Oleh karena itu,
barangkali lebih tepat digunakan istilah hierarki terputar (bahasa jawa: kuwalik).

6. Slot pada tataran klausa


Slot pada tataran klausa subjek, predikat, objek, dan adjung. Pada tataran kalimat
tadak ada subjek dan tidak pula predikat. Objek dan adjung pun sudah barang tentu tidak
ada juga. Kesemuanya itu hanyalah klausa bukan milik kalimat. Slot pada tataran kalimat
berupa inti (nucleus) dan luar inti (margin) atau pokok dan sebutan, atau topic dan
comment.
7. Predikat kata kerja
Menurut teori tagmimik slot predikat harus kata kerja. Selain kata kerja tidak
mungkin menduduki slot perdikat. Denagn demikian tidak ada istilah kalimat nominal.
Bentuk-bentuk gramatikal seperti: “ayahnya seorang guru”, “rumahnya ditengah kota”,
“lukisan itu indah”, dan sebagainya samasekali bukan kalimat nominal melainkan klausa
ekuatif. Didalam klausa ekuatif bahasa indonesia kehadiran predikatnya bersifat opsiona
(soeparno, 1980: 28). Penyataan kaun tagmimik bahwa predikat harus kata kerja ini
memang tampaknya sangat mengejutkan, namun sebenarnya keterkejutan ini tidak perlu
terjadi, seandainya mereka tidak terlanjur terbelenggu oleh teori tradisional dan
semacamnya.
8. Ciri etik dan ciri emik
Aliran tagmemik mulai menegakkan eksistensi ciri –etik dan ciri –emik didalan
suatu struktur. Ciri-etik adalah ciri yang tidak membedakan struktur, sedangkan ciri -emik
adalah ciri yang membedakan struktur. Ciri –etik dan ciri –emik ini tidak hanya terbatas
pada penggunaan istilah fonetik dan fonemik saja, akan tetapi berlaku untuk semua struktur
gramatikal. Bahkan berlaku pula untuk semua bidang kehidupan manusia.
9. Rumus di dalam analisis
68

Didalam analisis selalu menggunakan rumus yang rapi, lengkap, dan tuntas. Apabila
dipandang perlu dapat juga mengunakan diagram pohon. Akan tetapi cara yang terakhir itu
kurang du sukai kerena kurang praktis. Sebuah klausa “ marco van Basten telah
memasukan lima gol” dapat dirumuskan sebagai berikut:

S KB P FK O FB
Kla T = + + +
Tik -- Sta T Pdr --

Rumus ini dibaca: Klausa transitif terdiri atas tagmen subjek bersifat wajib dengan
peran pelaku yang diisi oleh kata benda tagmen predikat bersifat wajib dengan peran
statement yang diisi oleh frasa benda dengan tagmen objek bersifat wajib dengan peran
penderita yang diisi oleh frasa benda. Kaidah kohesinya, predikat dengan frasa kerja
transitif memaksa hadirnya objek sebagai penderita. Analisis tersebut harus diteruskan
samapi tuntas ketataran terendah, yakni morfen.

10. Analisis dimulai dari klausa


Apabila aliran struktural mengawali analisisnya dari kata, teori transformasional
mengawali anailisnya dari kalimat, maka teori tagmemik mengawali analisisnya dari
tataran klausa. Dengan demikina tataran klausa kedudukannya sangat penting.

11. Tidak ada batas antara morfologi dan sintaksis


Hal ini telah dikemukakan didepan bahwa morfologi dan sintaksis melebur menjadi
satu hierarki, yakni hierarki garamatikal yang rentangan levelnya dari morfem sampai
dengan wacana (morfem- kata –frasa- kalimat- aline-monolg-dialog- percakapan-wacana).
Teori tamemik memang secara formal belum pernah diterapkan didunia pengajaran.
Akan tetapi berdasarkan beberapa ciri ya ng dikemukakan tadi tampaknya teori ini
mempunyai peluang besar untuk menjadi landasan bagi pengajaran bahasa (khusunya
pengajaran bahasa indinesia).

E. BEBERAPA TEORI/ALIRAN YANG LAIN


Beberapa teori/aliran lunguistik berikut ini dimasukan teori/aliran lain-lain keran
kebanyakan merupakan teori yang tidak terlalu terkenal dan kebanyakan juga sudah
tercakup dalam teori yang lebih besar dan lebih umum, yakni strukturalisme.
69

Beberapa teori yang disebutkan disini antara lain adalah teori/aliran bloomfieldian,
stratifikasi, kopenhagent, praha, london, case grammar dan l;ain-lain.

1. Aliran bloomfieldian
Penamaan ini berangkat dari nama bloomfield, seorang tokoh dari aliran struktural.
Secara garis besar sebenarnya termasuk dalam aliran struktural. Buku karangan bloomfield
yang paling populer berjudul “ language”. Buku ini sangat lengkap keran mengungkapkan
segala hal mengenai bahasa, sehingga tidak berlabihan apabila buku ini dinamakan “
babon-nya ilmu bahasa”. Buku setebal 556 halaman yang dikarang tahun 1933 itu dipakai
sebagi pedoman dan sering dikutip para ahli bahas yang lain yang paham. Mereka antara
lain : F.Boaz, E. Sapir, dan lain-lain. Aliran mereka sering juga disebut aliran strukturalal
Amerika ( American strukturalism)

2. Aliran neo-bloomfieldian
Aliran ini sebenarnya merupakan pengembangan dari aliran bloomfieldian.
Aliran disebut juga aliran postbloomfieldian, tatabahasa taksonomik atau tatabahasa
segmentasi. Walaupun masalah makna tetap diperhatikan, namun pengamatan
bentuk/struktur merupakan priorits. Oleh karena itu, analisis mereka cenderung
menggunakan lambang-lambang visual yang sangat skematis. Para ahli bahasa struktural
yang mempunyai kecenderungan menggunakan lambang-lambang. Para ahli bahasa
struktural yamh mempunayi kecenderungan demikian itu antara lain: B. Bloch, R.Wels, Ch.
F. Hockett, Ch. C. Fries, D. Crystal, Z. Harris, dan lain-lain.
3. Aliran stratifikasional
Aliran ini beranggapan bahwa bahasa merupakan suatu perangkat hubungan
antar bagian. Oleh karena itu, aliran ini biasa juga dinamakan aliran relasional. Stratifikasi
adalah penyusunan satu dari tata urut tataran didalam suatu struktur yang berkaitan satu
sama lain. Ada dua macam stratifikasi, yakni stratifikasi vertikal dan stratifikasi horizontal.
Stratifikasi vertikal tampak pada bunyi dan pengalaman atau bentuk dan makna. Stratifikasi
horizontal berupa hubungan antara fonem dan fonem ( fonotaktik), morfem-dengan morfem
(morfotaktik), leksem dengan leksem (leksotaktik dan sebagainya. Pengikut ini anatara
lain : S. Lamb, F. West, G. Sampson dan lain-lain.
4. Aliran kopenhagen
Aliran ini sebenarnya merupakan aliran yang mengilhami timbulnya aliran
stratifikasional. Perbedaan aliran stratifikasional melihat bahasa sebagai satu sistem
hubungan-hubungan baik secara praktis maupun secara teoritis. Kopenhagen lebih
cenderung secara teoritisnya saja. Tokoh aliran kopenhagen adalah L. H. Hjelmslev. Selain
itu perlu juga disebut nama R. Carnap, dan H. Hindrikson.
70

5. Aliran praha
Aliaran ini disebut juga aliran fungsional kerana titik telaahnya pada fungsi.
Secara garis besar memang masih berada didalam lingkup struktural walaupun tidak lagi
strukturalisme tulen sebagaimana ajaran saussure. Didalam telaah yang menekankan pada
segi fungsi itu dibidang fonologi cukup banyak memperoleh penggarapan. Boleh dikatakan
bahwa bidang fonologi merupakan bidang yang paling digemari. Teorinya tentang
penentuan fonem cukup terkena,l yakni teori “oposisi otonom”. Hal lain yang juga
memperoleh perhatian ialah perbedaan antara “ grammar” dan “syle” mereka yang
tergolong aliran antara lain V. Mathesius, J. Mukarovsky, N.S. Trubetzkoy, B. Havranek,
dan lain-lain.
6. Aliran london
Aliran ini dipelopori oleh J. R. Firth. Oleh keran itu sering pula disebut aliran
firthians. Berat perhatinnya pada bidang fonetik dan fonologi. Istilah fonologi menurut
aliran kontinental ini pada aliran Amerika dipakai istilah fonemik. Apabila aliran
bloomfieldian di sebut dengan nama strukturalime Amerika, maka aliran Firthians biasa
digelari dengan strukturalisme kontinental. Kaum firthians ini sangat terkenal karena
kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis. Mereka yang beraliran ini
antara : H. Sweet, D. Jones, B. Malinowsi, dan barang tentu tidak lupa di sebut yakni J. R.
Firth sendiri.
7. Aliran neo-firthians
Aliran ini sebenarnya aliran london atau firthians yang kemudian dikembangkan
oleh M.A.K. Halliday. Aliran Neo-firthians atau aliran Halliday ini disebut juga aliran
tatabahasa sistemik (systemetic) menurut teori ini bahasa terdiri atas separangkat
komponen, level, dan skala. Komponen : unit, class, system. Level : form, subtance,
context, skala : rank, exponence, delicacy.
8. Aliran Case Grammar
Aliran ini lebih menitik beratkan pada peran. Oleh sebab itu biasa juag disebut
tatabahasa peran. Peran adalah pemabawa fungsi suatu komponen didalam struktur. Para
pengikut aliran ini antara lain : J.M. Anderson, Ch. J. Fillmore, R.E. longacre, W.A. Cook,
dan alin-lain. Disamping berkecimpung pula “case grammar” R.E. Longacre dan W.A.
Cook juga berkecimpung pada transformasi dan tagmemik.
71

VII. VARIASI BAHASA DAN –LEK

VARIASI bahasa dan –lek merupakan dua hal yang sebenarnya berbeda akan tetapi
kenyataannya tidak pernah dapat dipisahkan. Yang dimaksud variasi bahasa adalah
keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan –lek adalah wujud nyata dari suatu variasi. Istilah lain untuk –lek adalah varian atau
varietas. Istilah ragam tampaknya kurang begitu teknis walaupun istilah ini sudah sangat
sering dipakai.
Ada beberapa variasi bahasa yang kita kenal, yakni (a) variasi kronologis, (b)
variasi geografis, (c) variasi sosial, (d) variasi fungsional, (e) variasi gaya / style, (f) variasi
kultural, dan (g) variasi individual.

A. VARIASI KRONOLOGIS
Variasi bahasa ini disebabakan oleh faktor keurutan waktu atau masa. Perbedaan
pemakaian bahasa telah mengakibatkan perbedaan wujud pemakaian bahasa. Wujud nyata
pemakaian bahasanya dinamakan kronolek.
Contoh kronolog bahasa jawa:
1). Bahasa Kawi / jawa kuno : pada masa sebelum akhir majapahit
2). Bahasa Jawa Tengahan : pada masa akhir majapahit
3). Bahasa Jawa Baru : pada masa sekarang

B. VARIASI GEOGRAFIS
Variasi bahasa ini disebabkan oleh perbedaan geografis atau faktor regional. Oleh
karena itu juga sering disebut juga variasi regional. Wujud / varietasnya dinamakan dialek
atau lebih jelasnya lagi dialek regional. Beberapa contoh dialek regional, misalnya bahasa
jawa dilek banyumas, dialek tegal, dialek banten, dialek osing, dan sebagainya. Subdisiplin
linguistik yang memepelajari bidang ini disebut bidang dialektologi. Akan tetapi kadang-
kadang dialektologi diberi arti lebih luas, yakni subdisiplin linguistik yang mempelajari
dialek reginal dan dialek sosial sekaligus ( Trudgill & Chambers 1980:54).

C. VARIASI SOSIAL
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan sosiologis. Realisasi variasi sosial ini berupa
sosiolek. Beberapa macam sosiolek yang kita kenal antara lain sebagai berikut.
1) Akrolek: realisasi variasi bahasa yang diapandang lebih bergengsi atau lebih tinggi dari
varietas-varietas yang lain. Sebagai contoh akrolek ini, kita dapat menunjuk “bahasa
Bagongan” yang khusus dipakai oleh para bangsawan di kalangan kraton Jawa. Dialek
Jakarta tampaknya juga cenderung semakin bergengsi sebagai ciri metropolitan.
72

2) Basilek: realisasi variasi bahasa yang dipandang kurang bergengsi atau bahkan
dipandang rendah. Para bahasa Jawa “Krama Ndesa” tampaknya termasuk dalam
kelompok ini. Pada bahasa inggris, bahasa yang dipakai oleh para cowboy dan kuli
tambang juga dapat digolongkan basilek.
3) Vulgar: wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukan pemkaian bahasa oleh
penutur yang kurang terpelajar atau dari kalangan orang-orang bodoh. Bahasa-bahasa
di Eropa pada zaman Romawi sampai abad pertengahan dianggap sebagai bahasa
vulgar, sebab bahasa para kaum intelek adalah bahasa latin.
4) Slang: wujud atau realisasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia. Bersifat khusus
berarti dipakai oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas. Bersifat rahasia berarti
tidak boleh orang di luar kelompoknya mengerti. Sebagai langkah untuk menjaga
kerahasiaan slang akan selalu diubah/berubah, jadi bersifat temporal. Beberapa contoh
slang kita dapat melihat pada “hakikat Bahasa” perihal kearbitreran.
5) Kolokial: bahasa percakapan sehari-hari dalam situasi tidak resmi atau bahasa yang
biasanya dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah.
6) Jargon: wjud variasi bahasa yang pemakainya terbatas pada kelompok-kelompok sosial
tertentu. Istilah-istilah yang dipakai sering tidak dimengerti oleh masyarakat umum dan
masyarakat diluar kelompoknya. Kelompok sosial pemakai jargon ini biasanya
menggunakan istilah—istilah khusus namun tidak bersifat rahasia. Misalnya bahasa
tukang batu, bahasa montir, bahasa kernet, dan sopir, dan sebagainya
7) Argot: wujud variasi bahasa yang pemakainya terbatas pada profesi tertentu yang sifat
rahasia. Dengan kata lainargot dapat diartikan sebagai selang profesi. Misalnya bahasa
para pencuri, pecopet, penggarong, dan sebagainya. Letak kekhususan biasanya
terletak pada kosakatanya. Letak kekhususan biasanya terletak pada kosakata,
misalnya: kata mata artinya “polisi”, daun artinya “ uang kertas”.
8) Ken (cant): wujud variasi bahasa yang dipakai pada kelompok sosial tertentu dengan
lagu yang dibuat-buat supaya lebih menimbulkan kesan “memelas”. Hal ini tampak
pada pemakaian bahasa oleh para pengemis atau para peminta-minta.

D. VARIASI FUNGSIONAL
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa sampai seberapa jauh
funsi-fungsi bahasa itu dimanifestasikan akan tampak pada wujud variasi fungsional atau
yang telah populer dengan sebutan fungsiolek. Pemakaian bahasa dengan pokok
pembicaraan khusus dan dengan modus atau cara yang khusus didalam dunia
sosiolinguistik dikenal dengan istilah register. Dengan demikian register tercskup dalam
lingkup sosiolek dalam arti yang lebih luas. Beberapa register yang dapat disebut disini
antara lain:
73

1. Bahasa untuk khotbah


2. Bahasa untuk tukang jual obat
3. Bahasa telegram
4. Bahasa reportase
5. Bahasa wartaberita
6. Bahasa MC/ pewara, dan lain-lain

E .VARIASI GAYA/STYLE
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan gaya. Gaya adalah cara bahasa seseorang
perpormansinya secara terencana maupun tidak, baik secara lisan maupun tertulis.
Mario Pei (alwasilah, 1985:53) mengemukakan adanya lima macam gaya, yakni : 1)
gaya puisi, 2) gaya prosa, 3) gaya ujaran baku, 4) gaya kolokial, atau gaya percakapan kelas
rendah, dan 5) gaya vulgar dan slang, sedangkan Martin Joos membedakan lima macam
gaya didalam bukunya “ The five Cloks” berdasarkan tingkat kebakuan. Adapun lima
macam gaya tersebut adalah sebagai berikut.
1) Gaya Frozen: gaya ini disebut gaya beku supaya pembetukannya tidak pernah
berubah dari masa kemasa dan oleh siapa pun penuturnya. Jadi ibarat es yang tealh
mebeku dikutub Selatan. Bahasa yang diapakai dalam pewayangan, semisalnya
pada “suluk” tidak pernh berubah oleh lakon apapun dan oleh siapa pun
didalangnya. Contoh lain gaya baku ini ialah bahasa dalam bacaan shalat, doa,
mantra, khiasan, klise pada bahasa melayu lama, dan lain sebagainya.
2) Gaya formal: gaya ini juga disebut gaya baku. Pola dan kaidahnya sudah ditetapkan
secara mantap sebagai suatu standar dan pemakaiannya dirancang pada situasi
resmi. Gaya semacam ini bisa dipergunakan pada lembaga-lembaga pendidikan,
kantor-kantor pemerintahan, pidato, ceramah, buku-buku peajaran, rapat dinas, dan
lain-lain.
3) Gaya konsultatif: gaya ini disebut juga setengah resmi atau gaya usaha. Disebut
demikian karena bentuknya terletak diantara gaya formal dan gaya non formal, dan
pemakaiannya kebanyakan dipergunakan oleh para pengusaha dan kalangan bisnis.
4) Gaya kasual (casual): gaya ini diisebut juga gaya informal atau santai. Ciri gaya ini
antara lain banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk yang diperpendek
baik pada level kata, frasa, maupun kalimatnya. Ciri lain ialah banyaknya unsur
leksikal dialek dan unsur daerah. Gaya bahasa ini biasa dipergunakan oleh para
pembicara diwarung kopi, ditempat rekreasi, dipinggir jalan, dan pembicaraan
santai lainnya.
74

5) Gaya intim (intimate): gaya ini disebut juga gaya akrab karena biasanya
dipergunakan oleh para penutur dan hubungannya sudah amat akrab. Crinya hampir
sama dengan gaya santai akan tetapi pada gaya akrab ini pemakaian bentuk
alegronnya, sudah keterlaluan sehingga tidak mungkin dimengerti oleh orang lain
tanpa mengetahui situasinya. Gaya intim ini biasa juga dipakai oleh pasangan
bermesraan, seorang ibu dengan anak kecilnya, suami istri dalam situsi khusus dan
lain sebagainya. Nababan 1984 22-23 memasukan gaya berdasarkan tingkat
keformalan ini kedalam variasi fungsional (fungsiolet)

F. VARIASI KULTUREL
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakaiannya suatu
bahasa yang dipergunakan oleh penutur asli atau penutur pribumi kadang-kadang
mengalami perubahan dengan masuknya budaya lain. Varietas yang termasuk sebagai
variasi kultural ini antara lain sebagai berikut.
1) Vernaturel: bahasa asli atau bahasa penduduk pribumi disuatu wilayah.
Misalnya bahasa-bahasa di Eropa (selain bahasa latin) sampai dengan abad
pertengahan. Contoh lain bahasa-bahasa di Irian Timur sebelum kehadiran
orang-orang Inggris.
2) Pidgin: bahasa yang struktur maupun kosakatanya merupakan struktur
campuran sebagai akibat percempuran dua budaya yang bertemu. Beberapa
pidgin yang kita kenal antara lain “pidgin English” diPapua nigini melanesia
Hongkong.
3) Kreol (Creol): pidgin yang sudah berlangsung turun temurun sehingga struktur
maupun kosakatanya menjadi mantap. Bahkan kreol dapat diangkat menjadi
bahasa resmi suatu negeri.
4) Linguafranca: bahasa yang diangkat oleh para penutur yang berbeda budayanya
untuk dipakai bersama-sama sebagai alat komunikasi. Misalnya bahasa arab di
Timur Tengah, bahasa latin di Eropa pada abad pertengahan, bahasa melayu di
Nusantara pada zaman Sriwijaya, bahasa Swahili di Afrika Tengah, dan lain
sebagainya.

Bertalian dengan perihal lingufranca ini di dalam sejarah pernah ada bahasa ciptaan
orang yang direncanakan sebagai alat komunikasi antar bangsa atau yang mereka sebut
sebagai bahasa dunia. Bahasa-bahasa tersebut adalah volapuk, Espernato, dan Interlingua.

a. Volapuk
75

Bahasa ini diciptakan oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama johan Martin
Schleyer pada tahun 1879. Kosakatanya diramu dari unsur-unsur bahasa Inggris,
Perancis, Jerman, dan bahasa-bahasa Roman. Semula bahasa ini mendapat sebutan
hangat dari masyarakat Eropa, akan tetapi sistemnya terlalau sukar, akhirnya banyak
orang yang enggan mempelajari dn menggunakannya. Tamatlah riwayat bangsa
dunia ini sebelum genap usia epuluh tahun.

b. Esperanto
Bahasa ini diciptakan oleh seorang dokter berkembangsaan Polandia bernama
Ludwik Zamenhof dengan motif untuk mempersatukan atau mendamaikan
masyarakat yang selalu berselisih karena perbedaan bahasanya. Kosakata diramu
dari undur-unsur bahasa Jerman dan Roman belajar dari kegagalan volapuk, maka
kaidah bahasa ini disusun sedemikian sederhananya sehingga sangat mudah untuk
dipelajari oleh berbagai lapisan dalam waktu yang sangat singkat. Misalnya semua
kata kerja berakhir –i, semua kata benda berakhir –o, semua kata benda berakhir
dengan –a dan sebagainya. Dengan cara ini bahasa esperanto tersebar luas samapai
keseluruh Eropa, bahkan sampai keluar Eropa. Oleh karena pemakainya sangat luas
menyebabkan bahasa ini terpecah menjadi berbagai dialek. Dialek-dialek yang
berjauhan kadang-kadang terlalu banyak perbedaannya, sehingga penutur kedua
dialek itu menemui kesulitan untuk berkomunikasi. Akhirnya, sia-sialah makna
bahasa dunia karena sudah gagal berfungsi sebagai alat komunikasi internasional.
Contoh konkrit bahasa esperanto dapat dilihat pada “tanda bahasa” dibagian
belakang buku ini (hal. 140).

c. Interlingua
Bahasa in i diciptakan oleh seorang berkebangsaan Amerika bernama Alexander
Gode. Unsur-unsur bahasa yang dipergunakan diambil dari bahasa prancis, Italia, Rusia,
Spanyol, Inggris, dan Jerman. Struktur bahasanya mirip bahasa esperanto. Sayangnya
bahasa ini hanya cocok bagi orang Eropa dan akhirnya lenyap pula dari peredaran.

G. VARIASI INDIVIDUAL
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan perorangan. Wujud varietasnya dinamakn
idioleg. Setiap individu penutur memiliki ciri tuturan yang berbeda dengan penutur
lainnya. Itula sebabnya kita dapat mengenal seseorang lewat penuturanya. Meskipun tidak
melihat sipenutur itu.
Contoh idioleg yang paling jelas ialah pada pewayangan yang dikenal dengan istilah
“antar wacana”. Didalam anta wacana itu dengan mudah kita kenal ciri-ciri tuturan kresna,
76

wrekudara, sangkuni, lesmana mandukumara, janaka, critraksi, bethara narada,semar,


gareng, petruk, bagong, dan sebagainya.

VIII. HIERARKI LINGUISTIK

Seperti yang telah dikemukakan di depan bahwa hierarki linguistik terdiri atas a.)
hierarki fonologika, b.) hierarki gramatikal, dan c.) hierarki referensial. Berdasarkan itu
pembidangan linguistik juga didasarkan atas hierarki itu. Hierarki fonologikal melingkupi
badang fonologi. Hierarki gramatikal meliputi badang morfologi adan sintaksis. Hierarki
referensial melingkupi bidang semantik.
Berikut ini akan dibicarakan agak rinci perihal hierarki-hierarki tersebut.

A. HIERARKI FONOLOGIKAL
Hierarki fonologikal adalah hierarki kajian linguistik yang meliputi bidang
fonologi. Fonologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara
umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa yang tanpa menghiraukan arti mapupun yang
tidak. Ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti desebut
fonetik, sedangkan ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa yang membedakan arti
disebut fonemik. Hal tersebut merupakan defenisi dari aliran amerika. Aliran Eropa atau
aliran kontinental menggunakan dua macam istilah saja, yakni fonetik dan fonologi.
Pengertian fonetik sama dengan aliran amerika, sedangkan pengertian fonologi agak
berbeda. Yang dimaksud fonologi oleh aliran kontinental adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang memdakan arti. Jadi sama dengan fonemik menurut
aliran amerika. Untuk pembicaraan selanjutnya kita memprgunakan cara Amerika sebab
tampaknya lebih sistematik.
1. Fonetik
Fonetik mempelajari bunyi bahasa tanpa mengiraukan arti. Ada dua macam fonetik
yang kita kenal, yakni fonetik akustik dan fonetik artikulator. Fonetik akustik mempelajari
bunyi bahasa sebagai hasil sumber getar semata-mata. Jadi berkaitan erat dengan fisika.
Fonetik artikulatoris mempelajari bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil alat ucap manusia.
Yang sangat relevan untuk dibicarakan disini adalah fonetik artikulatoris.
a. Alat Ucap
Alat ucap sebagai penghasil bunyi bahasa pada dasarnya hanya terdiri atas dua
hal, yakni pita suara sebagai sumber getar dan mulut/hidung sebagai saluran alat
ucap. Secara rinci alat ucap tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
77

14

5 6 7
3
1 8
16
9 10
2 4 11

12
17

13
18

Keterangan gambar :
1. Bibir atas
2. Bibir bawah
3. Gigi atas
4. Gigi bawah
5. Lengkung kaki gigi (alveolum)
6. Langit-langit keras (palantum)
7. Langit-langit lunak (velum)
8. Anak tekak (uvala)
9. Ujung lidah (apex)
10. Daun lidah (lamina)
11. Pangkal lidah (dorsum)
12. Epiglotis
13. Pita suara
14. Rongga hidung
15. Rongga mulut
16. Rongga tekak (pharynx)
17. Pangkal tenggorok (larynx)
78

18. Adam’s apple

b. Terjadinya bunyi
Bunyi bahasa terjadi karena bergetarnya pita suara sebab tertiup udara dari paru-
paru yang kemudian diteruskan keluar lewat mulut atau hidung. Pita suara yang terdiri atas
dua lembaran tipis itu mempunyai emapat macam kemungkinan sikap atau posisi.

1. Posisi pita suara yang satu dengan lain terbuka atau renggang, posisi ini tidak
menghasilkan bunyi, biasanya terjadi pada saat bernafas biasa.
2. Posisi antara pita suara yang satu dengan lain rapat. Posisi ini tidak menghasilkan
bunyi, akan tetapi apabila udara ditiupkan kecang akan terjadi bunyi letupan keras,
misalnya bunyi batuk.
3. Posisi pita suara yang satu dengan lain sebagian agak berimpit. Posisi ini
menghasilkan bunyi ujar , yaitu bunyi pada saat kita berbicara biasa.
4. Posisi pita suara yang satu dengan yang lain sebagian tertutup rapat, sebagian agak
berimpit, dan sebagian lagi terbuka. Sepertiga bagian ujung tertutup rapat, sepertiga
bagian tengah agak berhimpit, dan sepertiga bagian pangkal terbuka. Posisi ini
menghasilkan bunyi yang lembut, mislanya bisikan.
Apabila bunyi yang keluar itu berasal dari hembusan nafas yang berasal dari paru-
paru dinamakan bunyi progressive lung air, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh
hembusan udara yang masuk ke paru-paru dinamakan bunyi ingressive lung air.
Berdasarka posisi anak tekak, bunyi bahasa dapat dibedakan atas bunyi nasal dan
bunyi oral. Bunyi nasal terjadi apabila anak tekak membuka sehingga udara keluar melalui
mulut dan hidung. Bunyi oral terjadi apabil anak tekak menutup sehingga udara yang keluar
seluruhnya melalui mulut.
Berdasarkan ada tidaknya rintangan didalam saluran bicara , bunyi dibedakan atas
vokoid dan nonvokoid (kontoid)
1. Vokoid : bunyi yang kelua tanpa mengalami rintangan sama sekali didalam
saluran ucap.
2. Kontoid atau non vokoid bunyi yang kelua melalui saluran ucap dan dalam
aluran ucap mengalami rintangan, baik rintangan total maupun rintangan
sebagian.

c. Artikulator dan artikulasi


Artikulator adalah alat ucap yang secara aktif bergerak didalam pembentukan
bumi bahasa. Artikulasi atau yang disebut juga daerah artikulasi atau titik
79

artikulasi adalah daerah temapt terbentuknya atau terjadinya bunyi bahasa.


Berdasarkan daerah artikusianya kontoid dapat dibedakan atas:
1. Kontoid bilabial (antara bibir atas dan bibir bawah)
2. Kontoid labiodental (antara bibir bawah dan gigi atas)
3. Kontoid apikodental (antara ujung lidah dan gigi atas)
4. Kontoid apikoalveolar (antara ujung lidah dan alveolum)
5. Kontoid apikopalatal ( antara ujung lidah yang tertekuk dan alveolum)
6. Kontoid laminopalatal (antara daunlidah dan palatum)
7. Kontoid dorsovelar (antara pangkal lidah velum)
8. Kontoid faringouvular ( antara pharyanx dan uvula) dan
9. Kontoid laringoglotal ( antara larynx dan epiglottis)
Berdasarkan cara terhambatnya kontoid adapat dibedakan atas:
1. Kontoid stop ( hambat total)
2. Kontoid afrikatif (pertengahan antara hambat da geser)
3. Kontoid frikatif ( geseran udara dengan saluran ucap)
4. Kontoid nasal (udara melalui hidung)
5. Kontoid lateral ( udara lewat sisi kiri kanan lidah)
6. Kontoid getar ( bergetarnya ujung lidah) dan
7. Semivokoid (saluran ucap hampir hampur terlambat).
80

Apabila dibuat denah adalah sebagai berikut


Denah kontoid:

Cara Daerah artikulasi


terjadi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Stop/hambat B d d{ g
ʡ
p t t} k
Afrikatif Ә j
Θ c
Frikatif v Z
x h
f s
Nasal
m n n{ n>

Leteral
L r

Getar
r

Semivokoid
w y

Denah vokoid:

Depan Tengah Belakang


Tinggi
1 o> u

Madya Tinggi I U

Madya e Ə 0

Madya-Rendah E Ʌ O
81

Rendah a ᴐ

d. Transkripsi
Transkripsi adalah suatu cara pengalihan bentuk bunyi di dalam abjad fonetis. Abjad
fonetis tersebut bersifat konvensional, dan konvensi yang paling luas merupakan konvensi
internasional. Organisasi fonetik internasional. The International Phonetics Association
(IPA) telah berhasil menetapkan simbol fonetik internasional yang disebut The
International Phonetics Alphabets (IPA).
Ada dua macam transkripsi, yakni transkripsifonetis dan transkripsi fonemis.
1) Transkripsi fonetis: mentranskripsikan semua bunyi baik yang membedakan arti
maupun yang tidak. Simbol fonetiknya dituliskan di antara dua kurung siku tegak.
2) Transkripsi fonemis: hanya mentranskripsikan khusus bunyi yang mendukung arti
saja. Simbol fonetik yang dipakai sama dengan transkripsi fonetis akan tetapi
dituliskan di antara dua garis miring.

Di dalam transkripsi biasa dioergunakan tanda kecil yang statusnya sebagai tanda
tambahan pada simbol fonetik pokok. Tanda tersebut di namakan diakritik. Status diakritik
cukup signifikan, karena ikut menentukan nilai fonetis simbol pokok.
2. Fonemik
Fonemik khusus mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang membedakan arti saja. Bunyi
bahasa yang membedakan arti itu di sebut fonem. Dengan demikian fonemik mempelajari
fonem-fonem dan segala realisasi dan variasinya.

a. Macam fonem
Secara garis besar fonem terbagi atas dua macam, yakni fonem segmental dan
fonem suprasegmental. Fonem segmental adalah fonemyang mempunyai tempat di dalam
urutan atau deretan sigmatik. Fonem suprasegmental adalah fonem yang tidak memiliki
tempat di dalam urutan sintagmatik. Keberadaanya di dalam urutan menumpang pada
fonem segmental. Fonem suprasegmental ini biasa juga disebut fonem prosodi.
1) Fonem Segmental
Fonem segmental terdiri atas vokal dan konsonan. Ada dua nama juga yang sering
disebut karena berkaitan dengan vokal dan konsonan, yaitu diftong dan klaster. Diftong
sering didefinisikan sebagai gabungan dua vokal. Hal ini sebenranya tidak tepat. Di dalam
satu suku hanya ada satu vokal (puncak sonoritas), dengan demikian diantara yang
dikatakan dua vokal itu tentu ada salah satu yang puncak sedangkan yang lain bukan
puncak. Jika bukan puncak tentulah bukan vokal, kemungkinannya glide atau lucuran atau
82

semivokal. Jadi diftong yang paling tepat adalah gabungan vokal dan semi vokal dalam
batas silabel.
Contoh bahasa Indonesia: silau / silaw /
Pisau / pisaw /
Harimau / harimaw /
Huruf u terakhir itu bukanlah vokal / u /, melainkan semivokal / w /.
Klaster adalah gugus konsonan dalam bahasa silabel. Berdasarkan posisinya dalam
suku kata ada dua macam klaster, yaitu klaster inisial dan klaster final.
Klaster inisial : / drama/, / tradisi/
Klasrter final : / film/, /modern/
Secara sintakmatik fonem-fonem membentuk struktur yang lebih besar. Salah satu
produk prosede fonotaksik berupa suku kata atau silabel. Trubetzkoy mendefinisikan
silabel sebgai satuan ucapan yang terdiri atas “one chest pull”. Definisi ini menunjukan
bahwa setiap satuan bahasa yang terdiri atas satu hembusan nafas adalah satu kata. Bloch
dan trager mendefinisikan satu kata berdasarkan berdasarkan sonoritas. Sonoritas adalah
kemungkinan terdengar atau tidaknya suatu bunyi. Vokal merupakan suatu bunyi yang
sonoritasnya tinggi, dengan demikian vokal dapat didengar dengan mudah dan jelas sampai
dikejauhan. Itulah sebabnya Tarzan menggunakan fonem /o/,/a/,/i/,/u/ untuk memanggil
teman-temannya di hutan. Adapun karakter konsonan berbeda dengan vokal. Konsonan
merupakan bunyi yang sonoritasnya rendah, dengan demikian tidak dapat kita dengar atau
sulit kita dengar. Setiap suku kata dipastikan memiliki satu dan hanya satu puncak sonoritas
(vokal), sedangkan lembah sonoritasnya dapat terdiri atas satu ada beberapa atau bahkan
dapat juga tanpa lembah sonoritas (konsonan). Atas dasar itu silabel atau suku kata
didefinisikan sebagai satuan ucapan yang terdiri atas satu puncak sonoritas (vokal) dan satu
atau lebih dari satu tanpa lembah sonoritas (konsonan).
Contoh: 1 vokal tanpa konsonan: /a-da/
1 vokal dan 1 konsonan: /da-ri/
1 vokal dan 1 konsonan: /dra-ma/, /pas-ti/
1 vokal dan 3 konsonan: /stra-te-gi/, /dras-tis/
1 vokal dan 4 konsonan: /struk-tur/

2) Fonem Suprasegmental
Fonem suprasegmental tidak mempunyai temapt di dalam struktur. Kehadirannya
hanya “membonceng” pada fonem segmental atau struktur lain. Fonem suprasegmental ini
terdiri atas tiga macam, yakni: stress (tekanan), tone (nada) atau pich, dan length
9kepanjangan). Bahasa yang mengenal fonem-fonem suprasegmental ini antara lain:
Stress: Inggris, Belanda, Jerman
83

Pitch : Vietnam, China, gola (di Liberia)


Length: sansekerta, Belanda, Inggris
Dalam bahasa indonesia ketiga macam prosodi tersebut tidak membedakan arti
(tidak fonemis), akan tetapi jika bergabung bersama akan membentuk suatu lagu (intonasi).
Intonasi ini membedakan arti dan biasanya terdapat pada kalimat.
b. Cara menetukan fonem
Cara menentukan fonem tidak menggunakan deretan paradigmatik, akan tetapi
menggunakan pasangan minimal. Hal ini sebabkan fonem merupakan unsur bahasa yang
belum mempunyai arti, melinkan hanya mendukung arti atau mengandung arti atau
membedakan arti. Pasangan minimal atau minimum pairs adalah pasangan bunyi0bunyi
yang secara arttikulatoris berdekatan didalam lingkungan yang sama. Bunyi-bunyi yanga
daerah artikulasinya berdekatan biasanya merupakan bunyi-binyi yang meragukan.
Pasangan bunyi-bunyi yang meragukan atau mencurigakan tersebut dinamakan suspicous
pairs. Bunyi-bunyi yang mencurigakan inilah yang biasanya dites dalam pasangan minimal
untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tersebut berstatus fonem atau tidak.

Contoh pasangan minimal dalam bahasa jawa :


Milih/milih/’memilih’ vs. Nyilih / nilih / ‘meminjam’
kutuk / kutu’ / ‘ikan gabus.’ Vs kuthuk / kutu’ / ‘anak yatim’
pati / pati / ‘kematian’ vs. Pathi / pa i/ ‘sari’
didalam deret pengetasan itu ternyata /m/ dan /n/ membedakan arti, dengan
demikian keduanya berstatus fonem. Demikian halnya /t/ dan /. / di dalam bahasa jawa
masing-masing berstatus fonem.
Cara penentuan fonem seperti ini di atas adalah cara penentuan fonem yang biasa
dilakukan oleh kaum struktural pada umumnya. Aliran praha mempunyai cara khusus
untuk menentukan fonem, yakni dengan cara mencari opsisi otonom. Walaupun khusus
akan tetapi pada dasarnya sama dengan cara yang dipakai oleh kaum struktural pada
umunya.
Contoh : /k/ /g/ : oposisi tak bersuara-bersuara
/x/ : oposisi letus-geseran
/’/ : oposisi velar-glotar
/n/ : oposisi oral-nasal

c. Alopon, Arkhifonem. Dan Variasi terbatas


1. Alopon
Alopon adalah variasai fonem kerena pengaruh lingkungan. Oleh karena itu fonem
merupakan suatu nama realisasinya berujud alopon-alopon. Sifat aopon adalah fonetis, jadi
84

tidak membedakan arti. Pengucapan vona vokoid pada suku akhir tertutup un utk kata
ampun, dan simpul berbeda pengucapannya apabila kata-kata tersebut sudah ditambah
denganakhiran –an yang menjadi ampunan dan simpulan. Yang pertama pebgucapannya
sebagai vokoid belakang—tinggi—bundar, sedangkan yang ke dua sebagai vokoid
belakang—madya—tinggi—bundar. Simbol fonetisya yang pertama sebagai (u) dan yang
kedua (U). Apada pasangan( ampUn) dan (ampunan) serta (simpUl) dan (simpulan)
ternyata tidak membedakan arti. Keduanya berbeda hanya keran pengaruh lingkungan,
yaitu yang pertama pada lingkungan suku tertutup dan yang kedua pada lingkungan
terbuka. Oleh karena itu, keduanya berstatus sebagai olopon yang tergolong dalam satu
fonem, yankni fonem /u/. Fonem /u/ mempunyai dua alopon. Yaitu (u) dan (U).
2. Alkhifonem
Alkhifonem adalah fonem yang pada suatu pososo tertentu kehilangan ciri
pembedanya atau kehilangan kontrasnya. Fonem /d/ dan /t/ masing-masing barstatus
sebagai fonem. Ha; ini tampak pada kontras antara/ dari/ vs. /tari/, dada/ vs. /tata/, dalam/
vs. /talam/ dan sebagainya. /abad/ vs. /abat/ ternyata /d/ dan /t/ telah kehilangan kontras
sehingga /d/ dan /t/ disitu dinamakan arkhifonem.
3. Variasi bebas
Variasi bebas yang dimaksud disini adalah variasi fonem yang tidak disebabkan oleh
kondisi lingkungna tertentu dan juga tidak disebabkan oleh posisi tertentu, akan tetapi
hanya terjadi pada kata-kata tertentu saja. Oleh karena itu ada pula yang menyebitnya
dengan nama variasi terbatas. Misalnya fonem /i/ dan /e/ pada kata /nasihat/ dan
/nasehat/ , / u/ dan /o/ pada kata / luban/ dan /loban/
B. HIERARKI GRAMATIKAL
Hierarki gramatikal adalah hierarki kajian linguistik pada lingkup bentuk gramatik
yang pada objek kajiannya dari morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, alinea, dialog,
monolog, percakapan, dan wacana. Namun demikian ada juga yang bependapat bahwa
hierarki gramatikal ini hanya mengkaji dari tataran morfem sampai dengan kalimat
(tradisionalisme, strukturalisme, tranfprmasi). Dengan demikina hierarki ini hanya meliputi
bidang morfologi dan sintaksis.
1. Morfologi
Morfologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bentuk dan pemebetukan
kata. Tataran terendah yang dipelajari oleh morfologi adalah morfem, sedangkan tataran
tertinggi yang dipelajari adalah kata kompleks. Berikut akan dibicarakan berturut-turut
perihal morfem, prosede morfologis dan kontruksi morfologis.
a. Morfem
Morfem adalah bentuk gramatikal terkecil yang tidak dapat dipecah lagi menjadi
bentuk gramatikal yang lebih kecil.
85

1. Prinsip-prinsip pengenalan morfem


Hakikat morfem dapat kita ketahui dan kita pahami melalui prinsip-prinsip
pengenalan morfem seperti berikut:

a. Bentuk –bentuk yang beulan-ulang muncul dan mempunyai pengertian sama,


termasuk morfem yang sama.
Contoh : menjalankan
Berjalan
Perjalanan
Dijalankan
b. Bentuk-bentu yang mirip (hampir sama) yang mempunyai pengertian yang sama
termsuk morfem yang sama, apabila kondisinya atau sebab perbedaannya dapat
diterangkan secara fonologis.
Contoh : imposible
Inconventional
Irreguler
c. Bentuk-bentuk yang mirip (hampir sama) yang mempunyai pengetian yang sama
termasuk morfem yang sama, apabila kondisinya atau sebab perebdaannya dapat
diterapkan secara morfologis.
Contoh : beranjak
Belajar
Beternak
d. Bentuk-bentuk yang sama merupakan morfem yang berbeda apabila berbeda
pengertiannya. Didalam semantik bentuk semacam ini disebut homonim.
Contoh : bisa ular
Bisa membaca
e. Bentuk-bentuk yang sama merupakan morfem yang berbeda apabila
pengertiannya berhubungan dengan distribusi yang berbeda. Didalam semantik
bentuk semacam ini disebut polisemi.
Contoh : kepala sekolah
Kepala kantor
Sakit kepala
f. Apabila suatu bentuk terdapat didalam kombinasi satu-satunya dengan bentuk
lain yang apada gilirannya dapat berdiri sendiri atau dalam kombinasi
dengan bentuk-bentuk lain, maka bentuk tersebut dapat disebut morfem juga
(morfem unik)
Contoh : beras petas
86

Sayur mayur
g. Apabila dalam suatu deretan struktur terdapat perbedaab yang tidak terwujud
(berupa kekososngan), Maka kekososngan itu dianggap morfem (morfem
zero)
2. Wujud morfem
Bardasarkan wujudnya morfem dibedakan atas:
1.) Morfem segmental : berupa deretan fonem-fonem
2.) Morfem prosodi : berupa tekanan, nada, atau panjang. Contohya
dala bahasa Vietnam, kata jigra dengan nada tinggi artinya
‘lembu kecil’ dan jigra dengan nada rendah ‘lembu besar’. Jadi
nada tinggi dan nada rendah merupaka morfem.
3.) Morfem intonasi : berupa paduan beberapa prosodi
4.) Morfem kosong (zero) : tidak terwujud.
Contoh bahasa Aztec : tayi’ ia minum
Nitayi’ saya minum
Titayi’ engkau minum
Dari kata itu kita temukan morfem tayi artinya ‘minum’ ni artinya ‘saya’, dan ti
artinya ‘engkau’. Adapun morfem yang barati “ia” adalah morfem kosong.
3. Sifat kontruksi morfem
Berdasarkan sifat kontruksinya morfem dapat dibedakan atas tiga
macam sebagai berikut:
a. Morfem aditif : bersifat penambahan
Contoh : book + -s books
Work + ed workwd
Go + -ing going
b. Morfem subtraktif : bersifat pengurangan
Contoh bahasa prancis
BETINA JANTAN
Ptit pti ‘kecil’
Bon bo ‘baik’
Sod so ‘panas’

c. Morfem replasif : bersifat penggantian


Replasi total : go went
Good best
Bad worst
87

Replasi partial sleep slept


Young youth
Long length
4. Distribusi morfem
Berdasarkan distribunya morfem dapat dibedakan atas dua macam,
yakni morfem bebas dan morfem terikat.
a. Morfem bebas : morfem yang dapat berdiri sendiri. Setiap morfem
bebas sudah dapat di sebut kata. Misalnya : kata, jalan, rumah,
buku, mandi.
b. Morfem terikat : morfem yang tidak dapat berdiri sendiri.
Kehadirannya selalu bersama-sama dengan morfem yang lain.
Misalnya : -an, di- ber-, meN-.
Bentuk bebas biasanya mempunyai arti leksikel, sedangkan bentuk terikat biasanya
tidak mempunyai arti leksikel namun mempunyai arti gramatikal. Ada juga bentuk terikat
mempunyai arti leksikel. Bentuk bebas yang tidak mempunyai arti leksikel disebut partikel.
Bentuk terikat yang mempunyai arti leksikel di sebut klitik. Matriksnya adalah sebagai
berikut :

bentuk Arti
Bebas Terikat Leksikal Gramati
kal
Kata  -  -
Afiks -  - 

Pertikel  - - 

Klitik -   -

b. Prosede Morfologi
Dalam istilah sehari-hari biasa dipergunakan istilah proses morfologis. Sebenarnya
kedua istilah itu berbeda. Proses morfologis adalah peristiwa pemebentukan kata kompleks
atau kata polimorfemik secara diakronis, sedangkan prosede morfologis adalah suatu cara
pembentukan kata kompleks secara sinkronis. (Uhlenbceck,1978 : 5)
Secara umum ada enam macam prosede morfologi, yakni : afiksasi, reduplikasi,
komposisi, suplisi, peubahan internal, dan modifikasi kosong.
1. Afiksasi
88

Afiksasi adalah prosede pembentukan kata kompleks dengan cara penambahan afik
pada bentuk dasar. Ada empat macam afik, yakni : prefiks, infiks, sifiks, dan konfiks.
Berdasarkan produktifitasnya ada afiks produktif dan afiks inproduktif. Afiks produktif
adalah afiks yang dapat manghasilakn banyak kata kompleks (dapat bergabung dengan
banyak bentuk dasar), misalnya dalam bahasa indonesia, ber-, me-, an, -i. Afiks
improduktif adalah afiks yang hanya bergabung dengan bentuk-bentuk dasar tertentu,
misalnya dalam bahasa Indonesia : -el, am, -er, -at, -wati.
2. Reduplikasi
Uhlenbeck (1978 : 98-116) membedakan istilah duplikasi dan reduplikasi. Duplikasi
adalah prosede pembentukan kata kompleks dengan jalan pengulanagn morfem secara
penuh, sedangkan reduplikasi adalah prosede pembentukan kata kompleks pengualangan
morfem secara parsial. Berikut ini beberapa contoh dalam bahasa jawa dan biak.

Duplikasi (bahasa Jawa ):


Omah ‘rumah’ omah-omah ‘berumah tangga’
Oleh ‘mendapat’ oleh-oleh ‘buah tangan’
Kaca ‘kaca’ kaca-kaca ‘berkaca-kaca’
Reduplikasi inisial (bahasa Biak) :
Lara ‘sakit’ lelara ‘penyakit’
Tuku ‘membeli’ tetuku ‘berbelanja’
Gaman ‘senajat’ gegaman ‘aneka senjata’
Reduplikasi medial (bahasa Biak) :
Kandor ‘takut’ kanandor ‘ketakutan’
Sandik ‘memuji” sanandik ‘pujian’
Mawor ‘sunyi’ mawawor ‘kesunyian’
Reduplikasi finak bahasa biak :
Farkor ‘belajar’ farkarkor’ ‘pelajaran’
Param ‘menepuk’ paramram ‘tepukan’
Myawum ‘bergema’ myawamum ‘gema’
3. Komposisi atau Compounding (Matthews, 1978 : 33)
Prosede komposisi adalah pembangunan dua morfem bebas atau lebih untuk
membentuk kata kompleks. Kata komplek yang terbentuk biasanya dinamakan kata
majemuk. Kata mejemuk mempunyai ciri yang berbeda dengan frasa. Adapun ciri kata
majemuk adalah sebagai berikut :
a.) Memiliki makna dan fungsi baru yang tidak persis sama dengan
fungsi masing-masing unsurnya.
89

b.) Unsur-unsurnya tidak dapat dipisahkan, baik secara fonologis,


secara morfologis, maupun secara sintaksis.

Contoh : kambing hitam iron horse ‘kereta api’


Kaki tangan blackboard ‘papan tulis’
Rumah makan bluebied ‘nama jenis burung’
Walaupun kriteria diatas kelihatannya dengan mudah dapat diterapkan, tetapi
kenyataannya batas antara kata mejemuk dan kelompok kata yang bukan kata mejemuk
selalu tidak pasti atau setidak-tidaknya sangat tipis/sangat gradual dan meragukan. Oleh
sebab itu, banyak ahli bahasa barat yang tidak mengakui ekasistensi kata majemuk sebagai
hasil prosede morfologis. Contoh-conto kata majemuk diatas tidak dianggap sebagai kata
majemuk melainkan sebuah idiom biasa, sebagaimana halnya dengan take off, look after,
make up, pick up, dan sebagainya. Semakin dicermati tampaknya memang keberadaan kata
majemuk ini semakin problematis.
4. Suplisi
Suplisi ialah prosded morfologis dengan cara pengubahan bentuk dasar secara total.
Contoh: good best
Bad worst
Go went
5. Perubahan internal
Prosede morfologis yang berupa perubahan unsur didalam bentuk dasar disebut
perubahan internal.
Contoh: foot feet
Man men
Drink drank
Sing sang
6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosonh adalah prosede morfologis yang tidak terwujud dalam suatu
bentuk.
Contoh: TUNGGAL JAMAK MASA KINI MASA
LAMPAU
Sheep -sheep cut put
Deer -deer put put
Suatu bahasa belum tentu mengenal ke enam macam prosede morfologis
tersebut.sebagaimana contoh bahasa indonesia hampir mengenal tiga macam prosede, yaitu
afikasi, reduplikasi, dan komposisi.
c. Konstruksi Morfologis
90

1. Berdasarkan kompleksitas konstruksinya dapat dibedakan atas dua macam kontruksi,


yakni kontruksi simpel dan kontruksi berlapis.
a.) Kontruksi simple adalah konstruksi yang hanya terjadi dari salah satu kali
prosede saja.
Contoh : book + -s books
Talk + -ed talked
b.) Konstruksi berlapis adalah konstruksi terjadi dari berkali-kali konstruksi
berturut-turut.
Contoh : form +-al formal
Formal + -ize formalize
Formalize + -toin formalizetion
Formalization formalizations
2. Berdasarkan sifat konstruksinya dapat dibedakan atas dua macam konstruksi, derivasi
dan infleksi.
a.) Derivasi adalah konstruksi yang berbeda distribusinya dengan bentuk
dasarnya. Dengan kata lain juga didefenisikan sebagai prosede morfologis
yang mengubah kelas kata.
Contoh bahasa Biak:
KATA KERJA KATA BENDA
Wos ‘berkata’ wawos ‘perkataan’
Fir ‘berfikir’ fafir’pikiran’
Ker ‘menanam kaker ‘tanaman’
Fau ‘mengetahui’ fafau ‘pengetahuan’
b.) Infl;eksi adalah konstruksi yang sama distribusinya dengan bentuk
dasarnya. Dapat juga dikatakan bahwa infleksi adalah prosede morfologis
yang tidak mengubah kelas kata.
Contoh: malikun ‘raja’ : KB kasus nominatif
Malikin ‘ raja’ : KB kasus genetif
Malikan ‘raja’ : KB kasus akusatif

d. Morfofonemik
Morfofonemik adalah perubahan fonem sebagai akibat prosede morfologis.
1.) Berdasarkan sifaf perubahannya dapat dibedakan atas tiga macam morfofonemik,
yakni asimilasi, desimilasi, dan fusi.
a.) Asimilasi adalah proses penyesuaian fonem yang semula tidak homorgan menjadi
fonem yang homorgan (artikulsi selaras)
Contoh : in- + productive improductive
91

/In-/ + /produktIf/ ImprodukIf

b.) Disimilasi adalah proses perubahan fonem yang semula sama menjadi tidak sama.
Contoh: /ber-/ + /kerja/ /bekerja/
/ber/ + /ternak/ /beterna’/
c. Fusi adalah luluhnya dua fonem menjadi satu fonem yang baru.
Contoh: /meN-/ + /sapu/ /menapu/
/meN-/ + /tulis/ /menulis
2. Berdasarkan wujud perubahannya dapat dibedakan atas empat macam
morfofonemik, yakni pengurangan, penggantian, dan pergeseran.
a. Pengurangan : contoh dalam bahasa biak :
/si/ mereka/ + / an/ makan/ /san/ mereka makan
b. Penanmbahan : /kata/ +/ per-an/ /perkataan/
Didalam bahasa jawa ada kasus yang sangat unik, yakni penambahannya tidak hanya
satu fonem, tetapi satu morfen. Bentuk dasar bisilabel akhiran –an memiliki karakter yang
bertbeda dengan bentuk dasar monosilabel dengan prosede yang sama.
/jaran/ kuda +/ -an/ /jaranan/ bermain kuda
/pit/ sepeda +/ -an/ /pitpitan/ bermain sepeda
/bal/ bola + / -an/ balbalan/ bermain bola
Bentuk /pipitan/ dan /balbalan/ bukan hasil perulangan, melainkan hasil dari prosede
afikasi yang morfofonemiknya berupa penambahan morfem (Uhlenbeck,1978 :49)
c. Penggantian : /ber-/ + /ajar/ belajar
d. Pergeseran : /ba-las/ + /-an//ba-la-san/
/li-pat/ + /-an/ /li-pa-tan/
/ku-tip/ + /-an/ /ku-ti-pan/
Perubahan-perubahan tersebut apabila ditinjau berdasarkan fonem yamg berubah
semata-mata, maka kajian kita akan berupa kajian morfofonemik. Akan tetapi apabila
ditinjau berdasarkan morfemnya (yang juga berubah karena salah satu fonemnya berubah),
maka kajian kita akan berupa kajian alomorf. Alomorf adalah variasi morfem karena
pengaruh lingkungan. Dapat juga dikatakan secara lisan bahwa alomorf adalah realisasi dar
morfem.
Contoh:
ORFEM ALOMORF KONDISI/LINGKUNGAN
/me- /… Fonemawal bentuk dasarnya
/men-/ … /l, r, w, y, m, n/
/mem-/ … /t, d,/
(men /men-/ … /p, b/
92

/men-/ … /s, c, j,/


/k, g/ dan vokal

2. Sintaksis
Menurut aliran struktural sintaksis diartikan sebagai subdisplin linguistik yang
mengkaji tata susun frasa sampai kalimat. Dengan ada tiga tataran gramatikal yang menjadi
garapan sintaksis, yakni frasa, klausa, dan kalimat.

a. Frasa
Frasa adalah suatu konstruksi terdiri atas dua kata atau lebih sebagai unsurnya,
demikian defenisi yang diberikan berdasarkan pola pikiran Hockett. Defenisi ini dianggap
kurang meyakinkan, oleh karena itu banyak yang menambahkan dengan keterangan “tidak
merupakan konstruksi S-P. Hal ini pun oleh kaum transformasi dan tagmemik dianggap
tidak mantap. Frasa dapat saja terdiri atas satu kata, asalkan dari satu morfem, mengapa
tidak boleh ada frasa yang terdiri dari satu kata? Apabila dilanjutkan lagi, mengapa tidak
mungkin ada kalimat yamg terdiri dari satu kalusa?

Di dalam teori tagmemik ada tataran yang namanya “level Skpping” atau loncatab
tataran. Pada tataran itu unsur dari satu kontruksi berada pada jenjang atau lebih di
bawahnya. Dengan demikian dapat terjadi suatu wacana yang hanya terdiri dari satu
morfem. Hal ini terjadi karena ada wacana yang hanya terdiri dari satu dialog, ada dialog
yang terdiri dari satu monolog, ada monolog yang terdiri dari satu alinea, ada alinea yang
terdiri dari satu kalimat, ada kalimat yang terdiri dari satu klausa, ada kalusa yang terdiri
dari satu frasa, ada frasa yang terdiri dari satu kata, dan ada kata yang terdiri dari satu
morfem.
Dengan demikian defenisi frasa yang paling tepat adalah suatu konstruksi gramatikal
yang secara potensial terdiri dari dua kata atu lebih, yang meruapakan unsur dari suatu
klausa dan tidak bermakna proposisi.
Kaum struktural membagi frasa atas dua tipe konstruksi, yakni tipe konstruksi
endosentrik dan eksosentrik.
1.) Tipe konstruksi endosentris
Tipe konstruksi endosentris adalah suatu tipe konstruksi frasa yang kelasnya
sama dengan salah satu atau semua unsur lansungnya. Tipe konstruksi ini terdiri atas tiga
subtipe, yaitu :
a.) Subtipe endosentrik atributif/ subordinatif
Rumah bambu agak sukar
Jalan aspal belum makan
93

b.) Subtipe endosentrik koordinatif


Ayah bunda handai taulan
Kampung halaman kaum kerabat
c.) Subtipe endosentrik apositif
Pak Edi, guru matematika kami hari ini berulang tahun
2.) Tipe konstruksi eksosentrik
Tipe konstruksi eksosentrik adalah suatu tipe konstruksi frasa yang kelasnya
tidak sama dengan slah salah satu atau kedua unsur langsungnya. Contoh :
Dari cianjur untuk rekreasi
Ke libanon oleh orang lain
Di Nicaragua yang menggiurkan
Berdasarkan kelas unsur intinya, frasa dapat dibedakan atas frasa benda, frasa
kerja, frasa adjektif, dan sebagainya. Frasa benda adalah frasa yang intiny kata benda, frasa
kerja adalah frasa yang intinya frasa kerja, frasa adjektif adalah frasa yang intinya kata
sifat.
Contoh frasa benda : jalan tol
Orang yahudi
Teknologi canggih
Frasa kerja : akan merayu
Telah berprestasi
Hampir berangkat
Frasa adjektif sangat genit
Agak lesu
Terlalu merah
Biasanya frasa membentuk kontruksi yang setingkat lebih besar dari padanya,
yakni klausa. Akan tetapi ada kalanya justru membentuk kontruksi yang jenjangnya lebih
rendah yang berstatus kata. Kejadian ini dinamakan hierarki berputar ( jawa: kuwalik, cook,
1969 :31) menamakannya “back looping”
Contoh :
Tidak adil (PRASA)
Tidak adil + ke-an ketidakadilan (KATA)
Kurang wajar (PRASA)
Kurang wajar + ke-an kekurangwajaran (KATA)
Saling mengerti(PRASA)
Saling mengerti+ ke-an kesalingmengertian (KATA)
Tidak sengaja (PRASA)
Tidak sengaja + ke-an ketidaksengajaan (KATA)
94

b. Klausa
Klausa struktural pada umumnya mendefinisikan klausa sebagai suatu asatuan
gramatikal yang berkonstruksi S-P. Ada juga yang mendefenisikan bahwa klausa adalah
suatu string ( hubungan untaian) yang berisi S-P dan merupakan unsur kalimat (Cook, 1969
:65). Defenisi yang lain lagi tampaknya lebih sederhana namunbertolak dari konsep yang
agak berbeda, menyebutkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal proposisi (Pike & Pike,
1977 : 482).
Defenisi ketiga itu tampaknya lebih menarik karena mendefenisiskan klausa tidak
hanya dari struktur semata-mata tetapi juga dari segi maknanya. Proposisi adalah suatu
pernyataan tentang sasuatu atau tentan bagaimana sesuatu itu dinyatakan. Bentuk
gramatikal lain di samping klausa yang bermakna proposisi adalah kalimat, hanya saja
kalimat sudah merupakan bentuk yang lebih besar dari pada klausa. Berdasarkan defenisi
itu kita tidak usa terlalu terpancang ada atau tidaknya S-P. Klausa bisa saja tanpa S, dapat
juga tanpa P, bahkan dapat juga tanpa S dan P. Yang penting sudah menyatakan proposisi.
Pada klausa ekuatif predikat tdak harus hadir, pada klausa buntung (verhaar, 1979) juga
tidak ada predikatnya, demikian juga pada klausa dependen.
Berdasarkan ketransitifannya klausa dapat dibedakan atas klausa transitif, klausa
intransitif, dan klausa sekuatif.
1. Klausa transitif
Klausa transitif adalah klausa yang kohesi predikatnya memaksa hadirnya
objek sebagai penderita.
Contoh : bentar cari lasmini
Pak sasongko memanggil herlambang
Mike tyson mengajar spinks
2. Klausa intransitif
Klausa intransitif adalah klausa yang kohesi predikatnya memaksa tidak
hadirnya objek penderita.
Contoh : pelatih kesebelasan Rusia menggerutu
Ruud gullit tersenyum
Marco van Basten bergembira
3. Klausa ekuatif
Klausa ekuatif adalah klausa yang kohesi ketransitifannya memaksa hadirnya
komplemen sebagai karakter subjek. Predikat pada klausa ekuatif fungsinya digantikan oleh
“link” di dalam bahasa indonesia ini “link” boleh tidak hadir.
Contoh : he is a football player
Paman saya adalah orang terkaya dikampungku
Kakak ipar saya pemain sandiwara
95

Kemenakan saya dokter gigi


Di dalam tata bahasa tradisional klausa ekuatif ini dikenal dengan nama kalimat
nominal.
c. Kalimat
Kaum struktural memberikan defenisi bahwa kalimat adalah satua gramatikal
yang tidak berkonstruksi lagi dengan bentik lain. Tidak berkontruksinya dengan bentuk lain
itu ditandai dengan adanya intonasi final. Defenisi lain yang sesuai dengan defenisi klausa
yang ketiga, kalimat adalah satua gramatik yang bermakna proposisi yang secara potensial
terdiri atas klausa-klausa. Disini dikatakan secara potensial sebab memnag ada kalimat
yang hanya terdiri dari satu klausa. Oleh para ahli tata bahasa tradisional dinamakan
kalimat tunggal.

Berdasarka kelengkapan fungtor-fungtornya kaum struktural biasanya


membedakan kalimat mayor dan kalimat minor.
1. Kalimat mayor adalah kalimat yang fungtor-fungtornya lengkap.
Contoh: Ia tidur
Adik saya akan membeli buku tulis

2. Kalimat minor adalah kalimat yang fungtor-fungtornya tidak lengkap


Contoh : pergi!!
Sudah?
Dikolong tempat tidur!!
Berdasarkan kemandiriannya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat mandiri
(inedependent) dan kalimat (dependent). Kalimat-kalimat mayor pada umumnya
independent, sedangkan kalimat minor pada umumnya dependent.
Bagi kaum tradisional, struktural, dan transformasional kalimat dianggapnya sebagai
tataran gramatikal yang tertnggi. Teori tegmemik melihat bahwa masih banyak tataran lain
diatas kalimat, misalnya alina, monolog, dialog, dam wacana.
D. HIERARKI REFERENSIAL
Hierarki referensial adalah hierarki kajian linguistik pada bidang makna. Subdisiplin
linguistiknya dinamakan semantik. Semantik adalah subdisiplin linguistik yang
mempelajari makna secara umum, baik makna leksikal maupaun gramatikal. Arti leksikal
adalah arti yang memiliki oleh kata atau leksikon itu sendiri. Arti gramatikal bukan hanya
arti yang timbul oleh prosede morfologis seperti yang kebanyakan dikemukakan orang ,
akan tetapi dalam struktur gramatikal, baik struktur kata, frasa, klausa, kalimat, alinea,
maupun wacana.
96

Berdasarkan itu makna semantik pun ada dua macam, yaitu semantik leksikal dan
semantik gramatikal.
1. Semantik leksikal
Semantik leksikal berurusan dengan makna leksikon itu sendiri, bukan makna suatu
struktur gramtikal. Sangat sulit kita memberikan definisi makna. Biasanya makna
didefinisikan dengan ekuivalennya yakni arti, jadi makna itu arti, dan arti itu makna.
Terjadinya bolak-balik seperti lingkaran setan. Ebeling mengemukakan definisi bahwa arti
atau makna adalah proyeksi sekelompok ciri yang bersama-sama dimiliki oleh sekelompok
referen.
Beberapa hal yang berurusan dengan makna dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Sinonim: beberapa kata yang artinya hampir sama. Di sini dikatakan hampir sama
sebab memang tidak akan pernah ada dua kata yang sama artinya. Setiap perbedaan
maupun perubahan bentuk mesti membawa perbedaan atau perubahan makna.
Contoh: wanita – perempuan
Gagah – perkasa
Istri – bini
Baik – bagus
b. Antonim: dua kata yang maknanya berlawanan/bertentangan.
Contoh: laki-laki vs. Perempuan
Takut vs. Berani
Panas vs. Bagus
c. Homonim: dua kata atau lebih yang bentuknya sama, baik penulisan maupun
pengucapannya.
Contoh:
Buku ‘kitab’ vs. Buku ‘ruas’
Tanggal ‘lepas’ vs. Tanggal ‘urutan hari/bulan
Paku ‘semacam pakis’ vs. Paku ‘pasak dari besi’
Adalah satu kesalahan besar apabila homonim diartikan atau didefinisikan satu kata
yang mempunyai arti lebih dari satu. Hal itu salah karena setiap kata mesti memiliki satu
arti. Apabila memiliki arti lebih dari satu, tentunya juga lebih dari satu kata.
d. Homofon: dua kata atau lebih yang ucapannya sama, namun penulisannya berbeda.
Contoh: bank / ban /’ kantor tempat bursa/simpan uang’
Bang / ban/ ‘ mas (panggilan)’
Sanksi /sansi/’ancaman, hukuman’
Sangsi /sansi / ‘bimbang’
e. homograf : dua kata atau lebiah yang penulisanya sama,tetap pengucapannya
berbeda.
97

Contoh : teras /teras ‘beranda,emper


Teras / teras / ‘inti’
Persen / persen / ‘ngeden (jawa)
Pesen /persen / ‘hadiah’
f. polisemi : satu kata yang pada distribusi yang beribada memiliki beberapa variasi
makna,yaitu makna yang agak berbeda akan tetapi masi tergolong dalam satu arti.
Contoh : kepala desa,kapala kantor,loktor kepala, dan sebagainya.
g. Hipernim: makna generik yang membawahi makna-makna spesifik. Misalnya,
makna binatang membawahi makna-makna ayam, kambing, lembu, kerbau, kusing
dan lain-lain. Kedudukannmakna kambing, lembu, kerbau, kucing, terhadap
binatang disebut hiponim.
h. Kolokasi : persandingan dua kata yang dilihat dari segi maknanay cocokdan
sinkron secara sintagmatik. Contoh : sang raja wafat, pahlawan gugur, ayam mati,
dan sebagainya.
i. Denotasi : makna lugas. Contoh.: banyak bintang di langit.
j. Konotasi : makna kias. Contoh: marco van basten dan ruud gullit adalah bintang
lapangan pada perebutan piala Eropa.
2. Semantik gramatikal
Seperti telah dikemukakan didepan bahwa semantik gramatikal berurusan dengan
makna dalam struktur gramatikal. Di dalam semantik gramatikal juga terdapat hal-hal yang
terdapat didalam semantik seksikal. Apabila didalam semantik leksiksal terdapat sinonim,
misalnya sinonim kalimat. Hononim, homofon, homograf, antonim, dan sanding kalimat
pun terdapat didalam semantik gramatikal. Contoh homonim kalimat:
a. Istrinya yang tinggal di jakarta melahirkan
b. Istrinya yang tinggal di jakarta melahirkan
c. Istri jendral yang gemuk itu cantik sekali
d. Istri jendral yang gemuk itu cantik sekali
Kalimat (a) dan kalimat (b) bentuknya sama akan tetapi maknanya berbeda. Pada
kalimat (a) istrinya ada dua, yang satu tinggal di jakarta yang lain tinggal di tempat yang
lain. Pada kalimat (b) istrinya hanya satu dan kebetulan tinggal dijakarta.
Kalimat (c) dan kalimat (d) bentuknya sama akan tetapi maknanya berlainan. Pada
kalimat (c) yang gemuk istrinya jendral, sedangkan pada kalimat (b) yang gemuk
jendralnya.
Semantik gramatikal tidak hanya mempelajari makna kalimat saja, akan tetapi
mempelajari juga makna/arti struktur gramatikal yang lain sejak dari kata kompleks sampai
dengan wacana. Makna kata simpel tidak dipelajari dalam semantik gramatikal sebab sudah
dipelajari dalam semantik leksikal.
98

3. Hierarki makna
Menurut aliran tagmetik , jenjang,/ hierarki makna adalah adalah sebagai berikut
(Pike & Pike, 1977 : 24).
Jenjang Gramatil Jenjang makna
Morfem Bungkus leksem
Kata dan frasa Istilah
Klausa dan kalimat Proposisi
Paragraf dan monolog Pengembangan tema
Dialog dan percakapan Interaksi social
99

IX. ORTOGRAFI
Ortigrafi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari ejaan. Oleh karena itu,
subdisiplin dapat juga disebut ilmu ejaan dan grafonomi. Harap tidak disamakan dengan
grafologi. Grafologi adalah ilmu yang mempelajari ilmu dan dan tulisan dalam kaitannya
dengan nasib peruntungan seorang. Jadi merupakan bidang interdisipliner antara linguistik
dan ilmu klenik.
Didalam ortografi atau grafonomi dipelajari bagaimana mewujudkan bentuk bunyi
ke dalam bentuk huruf dan sekaligus sebagaimana kaidah menyusun huruf-huruf itu
menjadi kontruksi yang lebih besar, yakni tulisan.
Pada prinsipnya ada tiga macam sistem ortografis, yaitu ejaan fonologis, ejaan silabis,
dan ejaan morfomis.

A. EJAAN FONOLOGIS
Ejaan fonologis ini dapat dibekan menjadi dua macam, yaitu ejaan fonetis dan ejaan
fonemis.
1. Ejaan Fonetis
Ejaan fonetis berusaha melambangkan setiap bunyi yang berbeda, baik bunyi itu
membedakan arti ataupun tidak. Bahasa yang menggunakan sistem ejaan fonetis ini bahasa
melayu malaysia atau disingkat bahasa malaysia. Pada penulisan kata agung di dalam
bahasa kita, dalam bahasamalaysia ditulis agong. Penalartan fonetisnya ialah huruf O disitu
memang untuk melambangkan bunyi yang lebih dekat ke (O) dari pada ke (U). Akan tetapi
pada penulisan keagungan kembali menggunakan huruf U sebab memang pengucapannya
benar-benar (U) murni. Sebenranya di dalam kasus itu kedua bunti tersebut tergolong
dalam satu morfem, namunkarena yang dipakai dasar penulisannya bunyinya (bukan
fonemnya) maka keduanya terpaksa dibedakan.
2. Ejaan Fonem
Ejaan fonemis lebih sederhana dari pada fenetis, sebab hanya bunyi-bunyi berstatus
feoenm saja yang diperhitungkandalam penentuan huruf yang dipergunakan. Penulisan kata
agung, dan keagungan, kurang dan kurungan, sarung dan sarungan, menggunakan huruf u
sebagaiman perwujudan fonem /u/ baik pada suku terbuka maupu pada waktu tertutup.
Apabila dipandang dari segi pengucapanya memang keduamya berbeda, akan tetapi karena
keduanya tergolong dalam satu fonem, maka sesuai dengan sistem fonemis keduanya
100

dituliskan dengansatu macam huruf saja. Hal tersebut berlaku juga untuk penulisan kata
pilih dan pilihan, kering dan kekeringan, hampir dan menghampiri.
Berikut ini kita perbandingkan ejaan fonetis dan ejaan fonemis dengan beberapa
contoh yang biasa dijumpai.

EJAAN FONETIS EJAAN FONEMIS


a) Jaelani Sidek Jaelani Sidik
b) Yang Dipertuan Agong Yang Dipertuan Agung
c) Sarong Kelantan Sarung Kelantan

Ejaan fonoliogis pada prinsipnya memang ingin menuangkan setiap bunyi/fonem


kedalam satu huruf. Satu bunyi satu fonem, itulah yang dikehendaki oelh sitem ejaan
fonologis ini. Namun demikian apa boleh buat, karena jumlah huruf yang tersedia tidak
seimbang dengan jumlah bunyi bahasa yang ada, maka terpaksa ada hal-hal yang tidak
sesuai dengan prinsip ejaan fonologis.
Berdasarkan kenyataan diatas, berikut ini didaftar adanya aneka kemungkinan
penuangan bunyi kedalam huruf menurut sistem ejaan fonologis (penegrtia bunyi disini
mencakup baik fonem maupun fona.
Tabel konvensi bunyi-huruf :

JENIS BUNY/FPNEM HURUF


I 1 1
II 1 0
III 0 1
IV 1 2
V 2 1
VI 1 x, y, z
VII x, y, z 1

Contoh :
Jenis I : satu bunyi dilambangkan dengan satu huruf.
/kita/ kita
101

/jitu/ jitu
/tinju/tinju

Jenis II : ada bunyi yang tidak dilambangkan dengan huruf.


/perkataan/ perkataan
/ta’at/ taat
/do’a/ doa
Jenis III: tidak ada bunyinya tetapi ada hurufnya.
/tai/ tahi
/taun/ tahun
/tau/ tahu
Jenis IV: satu bunyi/fonem dilambangkan dengan huruf . hal ini biasanya disebut digraf.
/buni/ bunyi
/buna/ bunga
/axir/ akhir
/acik/ asyik
Jenis V: dua bunyi dilambangkan dengan satu huruf.
Bahasa inggris : /ai/ I am
/mai/ my book
/waif/wife
Jenis VI: satu amacam bunyi dilambangkan aneka macam huruf (bebagai macam huruf)
Bahasa inggris: /a/ the book
/a/ a book
Jenis VII: aneka macam bunyi dilambangkan dengan satu macam hruf.
/ Ә / pada /telah/ telah
/e/ pada /oleh/ oleh
/ €/ pada / n€n€ / nenek

Di dalam ejaan fonologis ini ada dua orang berkata bahwa ejaan bahasa inggris
merupakan ejaan yang jelek dipandang dari sistem tersebut karena tidak konsisten
didalamnya menyajikan konversi bunyi-huruf. Pernyataan di atas dikuatkan dengan
penyajian teka-teki sebagai berikut: “seandainya ghotika itu ada dalam perbendaharaan kata
bahasa inggris, bagaimana kah pengucapannya?”
Jawabannya : (silahkan anda tebak!)

Kuncinya : cough /kAf/


Enaugh /inAf/
102

Womwn /wemen/
Nation / nesan/
Knife / naif/
Sudah barang tentu ini agak semena –mena sebab hanya sekedar untuk mennunjukan
betapa semrautnya konvensi bunyi-huruf didalam bahasa inggris. Walaupun demikian para
pemakai bahasa inggris sama sekali tidak risau sebab mereka sudah teralau biasa sehingga
tidak ada masalah asama sekali. Bahkan pada waktu ada seorang jutawan berkebangsaan
Amerika serikat (Sir benard Shaw) menawarkan dana untuk perbaikan/penyempurnaan
ejaan bahasa inggris ternyata tidak ada orang berminat. Bagi mereka disempurnakan atau
tidak sama saja. Yang penting sudah memenuhi fungsinya sebagai alat komunikasi tulis dan
menjadi konvensi oleh seluruh pemakainya sejak puluhan abad yang lalu.

B. EJAAN SILABIS
Ejaan silabis adalah sistem ejaan yang menggunakan dasar suku kata. Setiap
susku kata dilambangkan dengan satu huruf. Sebagai kelengkapannya sudah barang tentu
diperlukan juga tanda-tanda tambahan disamping huruf pokok.
Bahasa yang menggunakan sistem ejaan silabis ini antara lain bahasa
sanksekerta dengan huruf jawa, bahasa arab dengan huruf arab, bahasa bugis dengan huruf
bugis, bahasa batak mandailing dengan huruf mandailing, bahasa rejang dengan huruf
rejang, bahasa minang dengan huruf minangkabau, dan sebagainya.
C. MORFEMIS
Ejaan morfomis adalah sistem ejaan yang menggunakan dasar morfem, konsep dan
pengertian tertentu. Dalam sistem ini setiap huruf atau setiap tanda sudah melambangkan
kata tertentu dengan pengertian tertentu. Ejaan ini disebut juga ejaaan ideografis,
fiktografis, atau logografis. Yang menggunakan ejaan morfemis antara lain tulisan China,
Mesir kuno, Hiroglyph, tulisan apaku di poenesia, dan lain-lain. Pemakaian lambang seperti
dibawah ini dapat digolongkan didalam sistem logografis.
+ ‘tambah’ % ‘persen’
& ‘dan’ = ‘sama dengan’
< lebih kecil > lebih besar
Didalam sistem logografi kita kenal istilah alograf, yaitu suatu variasi grafem (huruf,
aksara) karena pengaruh lingkungan. Alograf yang nyata terdapar dalam tulisan Arab
Contoh:
‫‪103‬‬

‫‪POSISI AKHIR‬‬ ‫‪POSISI TENGAN‬‬ ‫‪POSISI AWAL‬‬ ‫‪BERDIRISENDIRI‬‬

‫ــــع‬ ‫ــــــعــــــ ‪...‬‬ ‫عـــــ ‪...‬‬ ‫ع‬

‫ــــــح‬ ‫ــــــحـــــ ‪...‬ـ‬ ‫حــــ ‪...‬ـ‬ ‫ح‬

‫ــــــــه‬ ‫ـــــــهــــــ ‪...‬ـ‬ ‫هــــ ‪...‬ـ‬ ‫ه‬

‫ـــــــــك‬ ‫ـــــــكــــــ ‪...‬ـ‬ ‫كـــــــ ‪...‬ـ‬ ‫ك‬


104

X. ANALISI BAHASA

A. PENDEKATAN
Didalam analisis kita kenal adanya tiga macam pendekatan, yaitu 1.) pendekatan
sinkronik, 2.) penedkatan diakronik, 3.) pendekatan pankronik
1. Pendekatan Sinkronik
Analisis bahasa yang mendasarkan pada pendekatan ini menggunakan prinsip
kesejamanan atau kesesatan sebagai pegangannya. Dengan demikian cara kerjanya
analisisnya dilakukan terhadap fenomena bahasa pada suatu saat tertentu. Unsur
kesejarahan sama sekali tidak menjadi perhatian, bahkan cenderung utnuk diabaikan begitu
saja. Keunggulan pendekatan ini ialah segi keobjektifitasnya, sebab data yang dianalisis
benar-benar data yang nyata pada saat itu, data yang ada pada saat penelitian dilakukan.
Tidak ada sama sekali data yang dimanipulasi atau data yang diada-adakan untuk
mempermudah penyimpulan. Semboyan atau parodinya ialah “ descibe the facts, all the
facts, and nothing but the facts”. Linguistik yang dihasilkan oleh telaah model ini
dinamakan ‘linguistik deskriptif’. Adapun kelemahan dari pendekatan ini ialah tidak
terungkapnya latar belakang penggunaan bahasa yamg dianalisis.
2. Pendekatan Diakronik
Analisis bahasa dengan pendektan ini disebut juga analisis kesejarahan atau
analisis ketidaksejamanan. Prosedur analisisnya dilakukan dengan jalan mengikuti dan
menelusuri data bahasa dari zaman ke zaman, dari masa –ke masa, dan dari waktu ke
waktu. Telaah kebahasaan model ini melahirkan corak linguistik yang dinamakan ‘
lnguistik historis’. Keunggulan pendekatan ini ialah dapat terungkapnya dengan tuntas latar
perkembangan dan kesejarahan bahasa yang dianalisis. Adapun kelemahannya ialah
terletak pada kekurangobjektifitasnya. Data yang diaanalisis kadang-kadang bahkan sering
berupa data yang tidak ada dalam pemakaian nyata.

3. Pendekatan Pankronik
Pendekatan ini merupakan paduan antara pendekatan sinkronik dan pendekatan
diakronik. Analisis pankronik beruapaya menelaah fenomena bahasa pada suatu saat
perkembangan tertentu yang sekaligus juga dapat mengungkap latar belakang
kesejarahannya. Sebagai contoh konkrit ialah penelitian yang dilakukan oleh Labov
terhadap bahasa inggris di Amerika. Labov mengambil data bahasa pada saat itu dengan
subjek dari berbagai stratifikasi usia, yakni usia bawah 20 tahun, usia 20 tahun sampai
105

dengan 30 tahun, usia 30 tahun sanapi 40 tahun, 40 btahun sampai 50 tahun, 50 tahun
samapi 60 tahun dan usia 60 tahun keatas. Hasilnya menunjukan bahwa bahasa yang
dipakai oleh penutur yang berusia 60 tahun keatas merupakan representasi bahasa masa
lalu, bahasa yang dipakai oleh penutur sekitar 40 tahunan merupakan representasi pemakian
bahasa masa kini, dan pemakian bahasa pada usia dibawah 20 tahun merupakan
representasi pemakaian bahasa pada depan.
Dengan demikian itu dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa inggris di Amerika
pada kurun waktu itu menunjukan adanya perkembangan yang tampak pada perbedaan
reperesentasi pemnggunaan bahasa pada kelompok-kelompok umjur tersebut. Jadi dengan
demikian jelas penelitian Labiv tersebut telah berhasil memadukan dua model pendekatan
menjadi satu, yang disebut model pendekatan ‘pankronik’ (pan = ovel all)

B. METODE DAN TEKNIS ANILISIS


1. Teori Einar Hougen
Haougen (dalam Sudaryanto, 1985 : 2-4) mengemukakan adanya dua macam metode
analisis bahasa, yakni metode padan dan metode disstribusioanal. Metode padan adalah
metode analisis bahasa yang alat ukurnya atau alat penentunya berada diluar struktur
bahasa yang bersangkutan. Adapun metode distribusional adalah metode analisis bahasa
yang alat ukurnya atau alat penentunya meruapak bagian dari bahasa itu sendiri.
a. Metode Padan
Berdasarkan alat penetunya, metode padan dapat dikelompokan menjadi
beberapa submetode, yaitu: 1.) submetode padan refernsial, 2.) submetode padan fonetikal,
3.) submetode padan ortografik, 4.) submetode padan translasional, 5.) submetode padan
pragmati.
1. Submetode padan referensial
Submetode ini alat penentunya berupa kenyataan yang ditunjuk atau diacu
oleh bahasa. Contoh penentuan model ini misalnya ‘ kata benda’ diartikan sebagai ‘kata
yang menunjukan pada benda-benda atau kata yangb menyatakan benda. Kata kerja
adalah kata yang menyatakan suatu tindakan. Kata sifat adalah kata yangb menyatakan
sifat suatu benda atau orang.
2. Submetode padan fonetikal
Submetode ini alat penentunya berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Misalnya, kalimat adalah suatu konstruksi gramatik yang tidak berkonstruksi
denagn struktur lain, tidak berkonstruksi dengan strukstur lain tersebut ditandai oleh adanya
lagu akhir. Contoh lain, kalimat tanya adalah kalimat yang lagu akhirnya naik.
3. Submetode padan ortografik
106

Submetode ini alat penentunya berupa aturan penulisan atau ejaan. Misalnya,
kalimat adalah struktur gramatik yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
titik. Kalimat perintah adalah kalimat yang diakhiri dengan tanda seru. Kalimatv tanya
adalah kalimat yang diakhiri dengan tanda tanya. Bentuk di sebagai kata depan ialaha
bentuk bahasa yang penulisannya dipisahkan dengan kata yang mengikutinya, sedangkan
awalan di ialah bentuk bahasa yang penulisannya dirangkaikan dengan kata lain.
4. Submetode translasional
Submetode ini alat penentunya berupa padanan pada bahasa lain. Misalnya,
kata depan di dalam bahasa indonesia, sama dengan ing dalam bahasa jawa, atau sama
dengan in/at dalam bahasa inggris.
5. Submetode pragmatilk
Submetode ini alat penentunya berupa maksud yang dikehendaki oleh
penutur. Misalnya, kalimat tanya ialah kalimat memerlukan jawaban orang lain. Kalimat
perintah adalah kalimat yang menhendaki sesorang melakukan sesuatu yang dikehendaki
oleh penutur.
b. Metode Distribusional
Berbeda dengan metode padan yang alat penentunya diluar bahasa yang
berseangkutan, metode distribusional ini alat penentunya jusrtu dari dalam bahasa iotu
sendiri, yaitu yang teknik dasar analisis metode ialah teknik “ bagi unsur langsung” (BUL).
Teknik bagin unsur langsung ini meliputi berbagai teknik lanjutan sebagai berikut :
1) Delisi (pelepasan) : a) pelepasan tunggal
: b) Pelepasan berpasangan
2) Substitusi (penggantian) : a) substitusi sama tataran
: b) substitusi turun tataran
: c) substitusi naik tataran
3) Ekspansi (perluasan) : a) ekspansi depan
: b) ekspansi belakang
4) Interupsi (penyisipan) ; a) interupsi pisah
: b)interupsi tambah
5) Permutasi (pembalikan): a) permutasi tunggal biasa
: b) permutasi tunggal loncat
: c) permutasi ganda biasa
: d) permutasi ganda loncat
6) Repetisi (pengulangan)
7) Parafase

3. Teori Hockett
107

Hockett mengemukakan tiga macam cara menganalisis bahasa, yaitu : a.) words and
paradigm, b.) item and arrangement, c.) item and process (Matthews, 1978 :18)

a. Word and Paradigm (WP)


Analisis ini menggunakan dasar deretan paradigmatik sebagai alat untuk menetukan
unsure bahasa. Deretan paradigmati adalah deretan struktur sejenis secara vertikal. Dengan
deretan ini dapat ditetatapkan unsur-unsur bahasa yang dicari, misalnya fonem, morfem,
kata, frasa, klausa, kalimat dan lain sebaginya.
Contoh deretan paradigmatik unutk menetapkan morfem :
Ibur ia pergie
Yabur saya pergi
Wabur engkau pergi
Sibur mereka pergi
Kobur kita pergi
Ngobur kami pergi
Bur pergi

b. Item and arrangement (IA)


Analisis ini menggunakan landasan deretan sintakmatik sebagai alat untuk
menentukan bentuk gramatik yang dicari. Deretan sintakmatik adalah deretan bentuk-
bentuk gramatik secara horizontal untuk membentuk struktur yang lebih besar. Apabila
telah diketahui bahwa makna sibur adalah mereka pergi dan makna bur adalah pergi, maka
dapat dipastikan bahwa bentuk si berarti mereka. Hal dapat disimpulkan karena si dan bur
merupakan suatu deretan sintamatik. Analisis AI ini biasanya dipakai untuk melengkapi
analisis WP sehingga kesimpulan akhir lebih cepat diperoleh. Jika analisis WP secara
murni saja dipakai, jalan sampai ke kesimpulan akhir akan cukup panjang.

c. Item and Process (IP)


Analisis ini menggunakan pendekatan proses. Pengertian proses disini adalah
dibedakan dengan prosede. Proses adalah cara terjadinya sesuatu kontruksi gramatik secara
diakronik, sedangkan prosede adalah cara terjadinya konstruksi gramatik secara sinkronik.
Pemebntukan kata berjalan yang berasal dari ber- dan jalan pada dasarnya bukan proses
morfologis melainkan prosede morfologis, sebab kejadian tersebut beruapa peristiwa
sinkronik (Uhlenbeck, 1982 :82).
Berdasarkan pendapat Uhlenbeck di atas, berrti selama ini telah terjadi salah
kaprah yang kita anggap sebagai proses morfologis ternyata bukan proses morpologis,
108

melinkan prosede morfologis. Atau dengan kata lain kita tidak dapat membedakan konsep
proses dan prosede.
Adapun proses morfologis yang sebenarnya (prosede diakronik) dapat diberikan
contohnya sebagai berikut:
1. Per + empu + an perempuan
2. Selat + an selatan
3. Betina wetian wetina wanita
Contoh (1) kata perempuan secara sinkronik merupakan bentuk dasar, akan tetapi
secara diakronik merupakan kata bentukan dari bentuk dasar empu mendapat imbuhan per-
dan –an
Contoh (2) kata selatan secara sinkronik merupakan bentuk dasar, akan tetapi secara
diakronik merupakanj kata bentukan dari bentukan dasar selat mendapat akhirab –an.
Contoh (3) kata wanita secara diakronik bberasal dari kata betina, yang secara berturut-
turut mengalami perubahan /b/--/w/ kemudian mengalami metatesis, dan akhirnya
mengalami perubahan /e/---/a/.

3. Langakah-langkah Analisis
a. Analisis data lengkap
Cara analisis yang paling umum dilakukan setelah semua data terkumpul. Model ini
merupakan cara analisis yang paling tradisional. Cara ini tidak mau tahu jika ada data yang
masuk kemudian, walaupun data tersebuy soheh dab terpecaya. Analisis semacam ini bisa
dilakukan oleh peneliti yang tujuannya bukab mencari kebenraran secara otentik, akan
teta[i semata-mata untuk mengejar target waktu. “biarlah penelitian tidak terlalu bermutu,
asalkan laporan dapat masuk tepat waktu”, itulah semboyan mereka. Berdasarkan
semboyan itu maka cara kerja mereka selalu menggunakan jadwal yang harus diikuti secara
ketat.
b. Analisis Data Trebuka
Lankah-langkah analisis model data terbuka ini di pelopori oleh Einer Haugen. Cara
yang ditempuh didalam menganalisis data bahasa tidak ditunggu sampai semua data
terkumpul, akan tetapi dimulai sejak awal. Berapa pun data yang ada suadah dapat dimulai
analisis dan diambil simpulan. Selanjutnya juka nanti ada data baru yang masuk, maka
diadakan analisis lagi yang simpulannya barangakali akan mengubah simpulan pertama.
Selanjutnya setelah simpulan kedua diperoleh dan ada dat baru yang masuk, maka analisis
dilakukan lagi dan simpulannya barangkali akan berbeda dengan simpulan yang kedua.
Demikian seterusnya. Pada dasarnya setiap ada data baru , maka akan ada analisis baru, dan
ada simpulan baru. Semboyanntya ialah “hadirnya data baru selalu mengubah
kesimpulan”. ( Haugen, 1972 : 262).
109

4. Data Bahasa
Analisis bahasa dalam arti latihan untuk membongkar struktur bahasa, pada
dasarnya baru akan bermakna jika data bahasa yang dianalisis itu bukan data bahasanya
sendiri (untuk kita bukan data bahasa indonesia) atau bahasa yang sudah diketahui. Jika
yang dianalisis berupa data bahasa indonesia atau bahasa yang sudah diketahui, maka
latihan itu nyaris tidak bermakna, sebab si penganalisis sudah mengerti struktur bahasa
indonesia sebelum ia menganalisis. Jadi yang terjadi bukannya latihan analisis bahasa,
melainkan latihan mengingat-ingat struktur bahasa yang sudah diketahui.
‫‪110‬‬

‫كان صاحب الــدعوة صــلى هللا عليــه وســلم يحض أصــحابه على تعلم لغــات األمم‬
‫ومما يروى عنه ـ عليه الصالة السالم ـ قوله‪ :‬من تعلم لغة قــوم أمن غــوائلهم‪ .‬وقــد قيــل ‪:‬‬
‫من تعلم لغة قوم أمن مكرهم ‪.‬‬
‫إن تعلم اللغة العربية واجب على كل مسلم باإلجماع ‪ ،‬كمــا قــرره اإلمــام الشــافعى‬
‫فى رسالته ‪ ،‬وهو الذى جرى عليه العمل ‪ ،‬حتى كثر األعــاجم وقــل العلم وغلب الجهــل ‪،‬‬
‫فصاروا يكتفون من لغــة الــدين بمــا فرضــه هللا فى العبــاده والــذكر ‪.‬أمــا حكم تعلم اللغــات‬
‫األجنبية فهو الجواز‪ ،‬وقد يصل إلى حد الوجوب عند الحاجة إليه ‪ ،‬وهو داخــل فى عمــوم‬
‫األمر بطلب العلم ومدح العلمــاء ‪ ،‬والنصــوص الكثــيرة الــواردة لم تحــدد نوعــا معينــا من‬
‫وس ـعت ميدانــه وممــا يــدل على ذلــك قولــه تعــالى ‪:‬إنمــا يخشــى هّللا من عبــاده‬
‫العلم ‪ ،‬بــل َّ‬
‫العلمـاء[فــاطر‪ ]28 :‬بعـد ذكـر نـزول المــاء من السـماء ونمـو النباتــات واختالف طبقــات‬
‫األرض ومكونات الجبال واختالف المخلوقات الحيـة من اإلنسـان والحيـوان ‪ ،‬ممـا يـدعو‬
‫إلى اإليمان باهلل وحسن استخدام كنوز األرض شكرً ا هّلل وتحقي ًقا للخالفة ‪ ،‬حتى العلم الذى‬
‫يظن أنه شر ال بأس بتعلمه التقاء شره كما قيل ‪:‬عرفت الشــر ال للشــر لكن لتوقيــه * ومن‬
‫ال يعرف الشر من الناس يقع فيه وتعلم اللغات األجنبيــة فيــه خــير ال شــك فى ذلــك ‪ ،‬فمن‬
‫تعلم لغــة قــوم أمن من مكــرهم ‪ ،‬حيث نتمكن من االطالع على مــاكتبوا لنفيــد من خــيره‬
‫ونتقى شره ونرد عليه واليهود كــانوا يســبون الرســول صــلى هللا عليــه وســلم بعبــارة يــدل‬
‫ظاهرها على أنهــا خــير مثــل "راعنــا" فهى فى لغتهم تعــنى الرعونــة‪ ،‬كــانوا ينــادون بهــا‬
‫الرسول ‪ ،‬والمسلمون يقلدونهم فيها دون علم بما يقصدون منها ‪ ،‬ظانين أنها‪-‬كمــا فى لغــة‬
‫العرب ‪-‬تدل على الرعاية ‪ .‬قال تعالى ‪ :‬يا أيها الذين آمنوا ال تقولوا راعنا وقولوا انظرنــا‬
‫واسمعوا[ البقرة ‪. ]104 :‬‬
‫وكــان ابن عبــاس رضــى هللا عنهمــا يــترجم بين يــدى الرســول عنــد قــدوم الوفــود‬
‫بلهجاتهم المختلفة "(البخارى جـ ‪ 1‬ص ‪)32‬ويقال ‪ :‬إن الذين حملوا كتب النبى صــلى هللا‬
‫عليه وسلم بدعوة الملوك كانوا يعرفون لغاتهم ‪.‬‬
‫وأمر الرسول صلى هللا عليه وسلم زيد بن ثابت أن يتعلم لغة يهود ‪ ،‬ألن كتبًا تأتى‬
‫منهم تحتاج إلى من يترجمها له ‪ ،‬روى البخارى تعليقا والبغوى وأبــو يعلى موصــوال عن‬
‫زيد بن ثابت األنصارى قال ‪ :‬أتى بى إلى النبى صلى هللا عليــه وســلم مقدمــه فقيــل ‪ :‬هــذا‬
‫غالم من بنى النجار وقد قرأ سبع عشــرة ســورة ‪ .‬فقــرأت عليــه فأعجبــه ذلــك فقــال "تعلم‬
‫كتاب يهود‪ ،‬فإلى ما اَمنهم على كتابى" فتعلمت ‪ ،‬فما مض لى نصف شهر حــتى حذقتــه ‪،‬‬
‫فكنت أكتب لــه إليهم ‪ ،‬وإذا كتبــوا إليــه قــرأت لــه ‪( .‬الزرقــانى على المــواهب اللدنيــة‬
‫للقسطالنى جـ ‪ 3‬ص ‪.)323‬فتعلم اللغات االجنبية مشروع ‪ ،‬ويجب أن يكــون فى الــوطن‬
‫من يتقنونها كلها‪ ،‬حتى ال يعيش المجتمع فى عزلة عن العالم‬
111

JUDUL MAKALAH LINGUISTIK

1. Fungsi Bahasa
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
3. Linguistik dan Bidang Cakupannya
4. Tipologi Bahasa
5. Aliran Linguistik
6. Fonetik dan Fonemik
7. Morfen, Kata, Proses Morfemis dan Morfofonemik
8. Kata, Frase, Klausa, Kalimat, dan Wacana
9. Hakekat Makna, jenis makna, Relasi Makna, Perubahan Makna, dan Medan
Makna, dan Komponen Makna.
112

STAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
V/PBA

1. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?


2. Apa arti dari ungkapan berikut :
- Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
- Bahasa itu adalah sebuah sistem
- Bahasa itu adalah telinga
3. Sebutkan subsistem bahasa !
4. Menurut Hymes, komonikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan
delapan unsur yang disingkat speaking, sebutkan itu !
Selamat bekerja
Dosen pembimbing ::
Drs. M.Rasyid Ridha, M.Ag
Ahmad Sehri Bin Punawan
113

STAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
V/PBA

1. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?


2. Apa arti dari ungkapan berikut :
a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
b. Bahasa itu adalah sebuah sistem
c. Bahasa itu adalah telinga
3. Sebutkan subsistem bahasa !
4. Menurut Hymes, komonikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan
delapan unsur yang disingkat speaking, sebutkan itu !
Selamat bekerja

Dosen pembimbing :
Drs. M.Rasyid Ridha, M.Ag
Ahmad Sehri Bin Punawan

STAIN DATOKARAMA PALU


SOAL ILMUL LUGHAH
III/PBA

! Langage, langue, parole ‫ ما هو علم اللغة و ما موضوعه ؟ ثم بين الفرق بين‬.1


: ‫ ما معنى المصطلحات اآلتية‬.2
‫ اللـغـة ظاهرة إنسانية‬-
‫ اللـغـة اعتباطية‬-
‫ اللـغـة نظامـ‬-
‫ بين ثالثة من الفوارق بين فقه اللغة و علم اللغة ! و ما وجهة نظرك فى ذلك ؟‬.3
‫ ما الفرق بين علم اللغة المقارن و علم اللغة التقابلى ؟‬.4
‫ ) ؟‬phonemic ( ‫ ) و فونيميكـ‬phonetic ( ‫ ما الفرق بين فوناتيك‬.5
‫بالتوفيقـ و النجاح‬
‫محمدـ رشيد رضا‬/‫األستاذ‬
‫أحمـد سهرىـ‬/‫األسـتاذ‬
‫‪114‬‬

‫‪STAIN DATOKARAMA PALU‬‬


‫‪SOAL ILMUL LUGHAH‬‬
‫‪III/PBA‬‬

‫‪ .6‬ما هو علم اللغة و ما موضوعه ؟ ثم بين الفرق بين ‪! Langage, langue, parole‬‬
‫‪ .7‬ما معنى المصطلحات اآلتية ‪:‬‬
‫‪ -‬اللـغـة ظاهرة إنسانية‬
‫‪ -‬اللـغـة اعتباطية‬
‫‪ -‬اللـغـة نظامـ‬
‫‪ .8‬بين ثالثة من الفوارق بين فقه اللغة و علم اللغة ! و ما وجهة نظرك فى ذلك ؟‬
‫‪ .9‬ما الفرق بين علم اللغة المقارن و علم اللغة التقابلى ؟‬
‫‪ .10‬ما الفرق بين فوناتيك ( ‪ ) phonetic‬و فونيميكـ ( ‪ ) phonemic‬؟‬
‫بالتوفيقـ و النجاح‬
‫األستاذ‪/‬محمدـ رشيد رضا‬
‫األسـتاذ‪/‬أحمـد سهرىـ‬
115

KISI-KISI SOAL LINGUISTIK


Mei 2014
1. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?
2. Apa arti dari ungkapan berikut :
a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
b. Bahasa itu adalah sebuah sistem
c. Bahasa itu adalah telinga
3. Sebutkan subsistem bahasa !
4. Menurut Hymes, komonikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan
delapan unsur yang disingkat speaking, sebutkan itu !
5. Jelaskan hakekat bahasa, fungsi bahasa baik umum maupun husus !
6. Jelaskan perkembangan ilmu bahasa di dunia barat maupun timur !
7. Jelaskan cakupan mikrolinguistik !
8. Jelaskan bidang linguistik interdisipliner dan bidang linguistik tarapan !
9. Jelaskan tiga tipologi bahasa : a. Genealogis b. Geografis/areal, dan c. Struktural,
lalu beri contoh masing-masing !
10. Bedakanlah empat teori/aliran liguistik : a. Tradisional b. Struktural c.
Trasformational, dan d. Tagmemik !
11. Jelaskanlah variasi-variasi bahasa berikut : kronologis, geografis, sosial, fungsional,
gaya/style, kultural dan individu !
12. Jelaskan unsur-unsur hierarki linguistik !
13. Jelaskan pendekatan : a. Singkronik b. Diakronik c. Pankronik !
14. Jelaskan tiga macam sistem otografis, beri contoh masing-masing !

SELAMAT BELAJAR !
Dosen : Ahmad Sehri
116

KISI-KISI SOAL LINGUISTIK


Mei 2009

15. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?


16. Apa arti dari ungkapan berikut :
a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
b. Bahasa itu adalah sebuah sistem
c. Bahasa itu adalah telinga
17. Sebutkan subsistem bahasa !
18. Menurut Hymes, komonikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan
delapan unsur yang disingkat speaking, sebutkan itu !
19. Jelaskan hakekat bahasa, fungsi bahasa baik umum maupun husus !
20. Jelaskan perkembangan ilmu bahasa di dunia barat maupun timur !
21. Jelaskan cakupan mikrolinguistik !
22. Jelaskan bidang linguistik interdisipliner dan bidang linguistik tarapan !
23. Jelaskan tiga tipologi bahasa : a. Genealogis b. Geografis/areal, dan c. Struktural,
lalu beri contoh masing-masing !
24. Bedakanlah empat teori/aliran liguistik : a. Tradisional b. Struktural c.
Trasformational, dan d. Tagmemik !
25. Jelaskanlah variasi-variasi bahasa berikut : kronologis, geografis, sosial, fungsional,
gaya/style, kultural dan individu !
26. Jelaskan unsur-unsur hierarki linguistik !
27. Jelaskan pendekatan : a. Singkronik b. Diakronik c. Pankronik !
28. Jelaskan tiga macam sistem otografis, beri contoh masing-masing !

SELAMAT BELAJAR !
Dosen : Ahmad Sehri
117

SOAL LINGUISTIK IV PABA


STAIN DATOKARAMA
Mei 2009

1. Jelaskan tiga tipologi bahasa : a. Genealogis b. Geografis/areal, dan c. Struktural,


lalu beri contoh masing-masing !
2. Jelaskan unsur-unsur hierarki linguistik
Dosen : Ahmad Sehri

SOAL LINGUISTIK IV/PBA


STAIN DATOKARAMA
PALU
Mei 2009

1. Apa arti dari ungkapan berikut :


a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
b. Bahasa itu adalah sebuah sistem
c. Bahasa itu adalah telinga
2. Menurut Hymes, komonikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan
delapan unsur yang disingkat speaking, sebutkan itu !
3. Jelaskan tiga tipologi bahasa : a. Genealogis b. Geografis/areal, dan c. Struktural,
lalu beri contoh masing-masing !
4. Bedakanlah empat teori/aliran liguistik : a. Tradisional b. Struktural c.
Trasformational, dan d. Tagmemik !
5. Jelaskan unsur-unsur hierarki linguistik !
SELAMAT BEKERJA !
Dosen : Ahmad Sehri
118

STAIN DATOKARAMA PALU


KISI-KISI SOAL LINGUISTIK
lV/PBA 2010

1. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?


2. Kemukakan dengan jelas sejarah ilmu bahasa :
a. Di dunia barat
b. Di dunia timur
3. Mikro linguistic meliputi empat bidang, masing-masing bidang mempunyai sub
disiplin, sebutkan !
4. Ada tiga macam tipologi bahasa :
a. Genealogis
b. Geografis
c. Struktural
Jelaskan !
5. Apa yang dimaksud dengan teori/aliran structural dan teori/aliran
transpormational ?
6. Dalam variasi bahasa, ada yang disebut variasi kronologis, dan variasi geografis.
Berikan gambaran jelas tentang dua hal tersebut !
7. Dalam menganalisis bahasa, ada tiga macam pendekatan, yaitu : a. Diakronik b.
Singkronik d. Pankronik. Jelaskan ketiga hal ini !

Selamat bekerja

Dosen pembimbing :
1. Ahmad Sehri Bin Punawan
NIP. 19641013 200003 1 001

2. Drs. M.Rasyid Ridha, M.Ag


119

STAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
lV/PBA 2010

1. Kemukakan dengan jelas sejarah ilmu bahasa :


a. Di dunia barat
b. Di dunia timur
2. Mikro linguistic meliputi empat bidang, masing-masing bidang mempunyai sub
disiplin, sebutkan !
3. Ada tiga macam tipologi bahasa :
a. Genealogis
b. Geografis
c. Struktural
Jelaskan !
4. Dalam menganalisis bahasa, ada tiga macam pendekatan, yaitu : a. Diakronik b.
Singkronik d. Pankronik. Jelaskan ketiga hal ini !

Selamat bekerja

Dosen pembimbing :
Ahmad Sehri Bin Punawan
Drs. M.Rasyid Ridha, M.Ag

STAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
lV/PBA 2010
120

1. Kemukakan dengan jelas sejarah ilmu bahasa :


a. Di dunia barat
b. Di dunia timur
2. Mikro linguistic meliputi empat bidang, masing-masing bidang mempunyai sub
disiplin, sebutkan !
3. Ada tiga macam tipologi bahasa :
a. Genealogis
b. Geografis
c. Struktural
Jelaskan !
4. Dalam menganalisis bahasa, ada tiga macam pendekatan, yaitu : a. Diakronik b.
Singkronik d. Pankronik. Jelaskan ketiga hal ini !

Selamat bekerja

Dosen pembimbing :
Ahmad Sehri Bin Punawan
Drs. M.Rasyid Ridha, M.Ag

SOAL LINGUISTIK LV/PBA


1. Jelaskan pengertian konsep-konsep yang terkait dengan semantik berikut,
dengan disertai contoh masing-masing !
a. Makna gramatikal.
+ Diakibatkan proses gramatikal; contoh: ber+baju melahirkan makna
mengenakan atau memakai baju. Ber+kuda melahirkan makna
mengendarai kuda. Ber+rekreasi melahirkan makna melakukan rekreasi.
Sate+ayam melahirkan makna bahan, bila ditambah Madura melahirkan
makna asal, bila ditambah lontong melahirkan makna bercampur, bila
ditambah pak Kumis melahirkan makna buatan. Kalimat 'Adik
menendang bola' melahirkan makna gramatikal adik pelaku, menendang
aktif, dan bola bermakna sasaran.
b. Makna leksikal.
+ Yang sesuai dengan hasil observasi indra kita; contoh, leksim kuda
bermakna sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai.
c. Makna denotatif.
+ Sama dengan makna leksikal.
d. Makna konotatif.
121

+ Makna lain yang ditambahkan pada denotatif, berhubungan dengan nilai


rasa; contoh, babi pada orang Islam mempunyai konotasi yang negatif,
kata kerempeng yang sinonem dengan kurus (netral) dan ramping (positif)
mempunyai konotasi yang negatif.
e. Makna idiomatik.
+ Takdapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya; menjual gigi,
bermakna tertawa keras-keras, membanting tulang bermakna bekerja
keras, meja hijau bermakna pengadilan, sudah beratap seng bermakna
sudah tua, daftar hitam berarti daftar yang memuat nama-nama orang
yang diduga berbuat kejahatan.
f. Hubungan referensial.
+ Sebuah kata yang mempunyai referensi/acuan; contoh kata kuda, merah
dan gambar adalah memiliki acuan di dunia nyata, sebaliknya kata-kata
seperti dan, atau,dan karena adalah tidak mempunyai referens atau acuan.
2. Apa yang dimaksud dengan tata bahasa transformasi ?
+ Tata bahasa yang terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya,
dan dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlanya, dan objek
kajiannya adalah kemampuan.
3. Pandangan Ferdinal de Sausure dalam linguistik, dapat diringkas, dalam
bentuk dikotomi berikut:
a. Telaah diakronis dan singkronis.
+ Diakronis berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata dia=melalui dan
khronos=waktu/perkembangan, jadi ia adalah linguistik yang menyelidiki
tentang perkembangan suatu bahasa dari waktu ke waktu; misalnya
bahasa Indonesia sekarang berlainan dengan bahasa Melayu klasik.
Adapun singkronis berasal dari bahasa Yunani juga, terdiri dari kata
syn=dengan dan khrono=waktu/perkembangan, jadi ia adalah linguistik
yang menyelidiki tentang bahasa tanpa memperhatikan perkembangan
yang terjadi pada masa lampau, misalnya bahasa Indonesia dengan bahasa
Melayu, juga bahasa Inggris dengan Anglo-axon.
b. Langage dan parole.
+ Langage adalah kemampuan berbahasa bagi manusia, seperti manusia
mempunyai bahasa, sedang burung tidak. Parole adalah ujaran bahasa
atau cara seseorang memilih ujaran dari komponen-komponen bahasa
yang banyak.
c. Signifiant dan signifie.
122

+ Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul
dalam pikiran kita, sedangkan signifie adalah adalah pengertian atau
kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Ada orang yang mengatakan
signe=kata, signifie=makna, dan signifiant=bunyi bahasa dalam bentuk
urutan fonem-fonem tertentu (bentuk).
d. Hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Jelaskan keempat point di atas !
+ Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat
linear; seperti berikut: kita, kiat, kait, kati, dan ikat. Seperti juga: Hari ini
barangkali dia sakit, barangkali dia sakit hari ini, dan dia sakit hari ini
barangkali. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur
yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak
terdapat dalam tuturan yang bersangkutan; seperti: rata, kata, bata, mata,
dan data. Juga merawat, dirawat, perawat, dan terawat. Juga Ali membaca
koran, Lina menulis puisi, dan Ahmad makan pisang.
4. Jelaskan klasifikasi bahasa berdasarkan pendekatan genetik, tipologis dan
areal !
+ Pendekatan genetik atau geneologi adalah klasifikasi bahasa yang
dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa, di mana bahasa proto
akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih.
Adapun pendekatan tipologi adalah klasifikasi bahasa yang dilakukan
berdasarkan persamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah
bahasa.
Sedang pendekatan areal adalah klasifikasi bahasa yang berdasarkan adanya
hubungan timbal-balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di
dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu
berkerabat secara genetik atau tidak.
123

IAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
V/PBA

1. Sebutkan definisi linguistik


2. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?
3. Apa arti dari ungkapan berikut :
- Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
- Bahasa itu adalah sebuah sistem
- Bahasa itu adalah telinga
4. Sebutkan subsistem bahasa !
5. Jelaskan secara ringkas :
- Sejarah perkembangan Ilmu bahasa di Barat dan Timur
- Tipologi bahasa
- Fonetik dan Fonemik
Selamat bekerja
124

IAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
V/PBA

1. Sebutkan definisi linguistik


2. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue ?
3. Apa arti dari ungkapan berikut :
a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer
b. Bahasa itu adalah sebuah sistem
c. Bahasa itu adalah telinga
4. Sebutkan subsistem bahasa !
5. Jelaskan secara ringkas :
- Sejarah perkembangan Ilmu bahasa di Barat dan Timur
- Tipologi bahasa
- Fonetik dan Fonemik
Selamat bekerja

IAIN DATOKARAMA PALU


SOAL LINGUISTIK
‫‪125‬‬

‫‪V/PBA‬‬

‫‪1. Sebutkan definisi linguistik‬‬


‫? ‪2. Apa yang dimaksud dengan : Langage, Parole dan Langue‬‬
‫‪3. Apa arti dari ungkapan berikut :‬‬
‫‪a. Bahasa itu adalah bersifat arbitrer‬‬
‫‪b. Bahasa itu adalah sebuah sistem‬‬
‫‪c. Bahasa itu adalah telinga‬‬
‫! ‪4. Sebutkan subsistem bahasa‬‬
‫‪5. Jelaskan secara ringkas :‬‬
‫‪- Sejarah perkembangan Ilmu bahasa di Barat dan Timur‬‬
‫‪- Tipologi bahasa‬‬
‫‪- Fonetik dan Fonemik‬‬
‫‪Selamat bekerja‬‬

‫الفصل األول‬
‫من أساسيات علم اللغة‬
‫المبحث األول‬
‫تعريف كل من اللغة و اللغوى وعلم اللغة و موضوع علم اللغة‬

‫تشيع مصطلحات فى الدراسات اللغوية ‪ ,‬و يختلف العلماء أحيانا على مفــاهيم هــذه‬
‫المصطلحات ‪ ,‬و من الخير تحديدها أوال ‪ ,‬حتى يكون الطالب على بينة منها ‪:‬‬
‫تعريف اللغة ( ‪) Language‬‬
‫اللغة فى اللغة ك ُك َرة ‪ ,‬أصلها لغو‪ ,‬من باب‪ :‬دعــا و ســعى و رضــى‪ .‬ووزنهــا فعــة‪,‬‬
‫حذفت المها ‪ ,‬وعوض عنهــا هــاء التــأنيث‪ .‬وابن جــنى يزنهــا على ‪ :‬فعــة ‪ ,‬من لغــوت إذا‬
‫‪126‬‬

‫تكلمت ‪ ,‬ويلزم على ذلك ‪ :‬الجمــع بين العــوض و المعــوض عنــه ‪ ,‬وهـو غـير جـائز ‪ .‬لكن‬
‫اللقانى يبرره بقوله ‪ ( :‬وقد يذكر األصل مقرونا بهاء و نية العوضيةـ تكون الحذف )‪.‬‬
‫و تجمــع على ‪ :‬لغى ‪ ,‬و لغــات ‪ ,‬ولغــون أى أنهــا ألحقت بجمــع المــذكر الســالم‪ ,‬و‬
‫أعربت بالحرف جبرا لما فاتها من رد المها فى الجمع‪.‬‬
‫و معنى اللغة ‪ :‬الصوت مطلقا ‪ ,‬و اللهج ( الولــوع ) بالشــىء ‪ ,‬و الخطــأ ‪ ,‬و الســقط‬
‫( مــاال يعتــد بــه ) و النطــق ‪ ,‬و الهــذيان ‪ ,‬والباطــل ‪ ( ....‬جــاء تفصــيل لكــل ذلــك فى كتب‬
‫األقدمين من علمائنا )‪.1‬‬
‫و اللغة فى االصطالح‪:‬‬
‫اللغة هى عبارة عن نظام صوتى بالغ التنسيق أو إنها أصــوات للكالم تختــار وتنظم‬
‫بطريــق عفويــة ويســتعمل أهــل مجموعهــا هــذه األصــوات المنظمــة تنظيمــا عفويــا وســيلة‬
‫لالتصال‪.‬‬
‫‪2‬‬
‫قال ابن جنى ‪ :‬حـد اللغــة أصـوات يعــبر كــل قـوم عن أغراضـهم ‪ .‬و يـرى الشـيخ‬
‫العاليلى أن ذلك التعريف إنما كان فى الدور النشوئى لها ‪ ,‬لكن بعد اكتمالها أصبحت جزءا‬
‫من التفكير‪.‬‬
‫وفى نظرنــا أن هــذا التعريــف دقيــق إلى حــد بعيــد حيث يــذكر كثــيرا من الجــوانب‬
‫المميزة للغة ‪ .‬أكد ابن جنى أوال الطبيعة الصوتية للغة ‪ ,‬كما ذكــر وظيفتهــا االجتماعيــة فى‬
‫التعبــير و نقــل الفكــر ‪ ,‬و ذكــر أيضــا أنهــا تســتخدم فى مجتمــع فلكــل قــوم لغتهم ‪ .‬و يقــول‬
‫الباحثون المحدثون بتعريفات مختلفة للغــة ‪ ,‬و تؤكــد كــل هــذه التعريفــات الحديثــة الطبيعــة‬
‫الصوتية للغة ‪ ,‬و الوظيفة االجتماعية للغة ‪ ,‬وتنوع البنية اللغوية من مجتمع إنسانى آلخر‪.‬‬
‫جدير بالذكر أن علماء اللغة لم يتفقوا على تعريف واحد للغة ‪ ,‬و يعود عــدم اتفــاقهم‬
‫إلى ارتبــاط علم اللغــة بعلــوم عــدة أهمهــا ‪ :‬علم النفس و علم االجتمــاع و علم المنطــق و‬
‫الفلسفة و البيولوجيا وغيرها من العلوم ‪ .‬فكــان كــل عــالم ينظــر إلى اللغــة من زاويــة العلم‬
‫الذى يعمل فى ميدانه ‪ .‬فنظر فريق من الباحثين إلى اللغة من الزاوية الفلســفية المنطقيــة و‬
‫نظر فريق آخر من الناحية العقلية النفسية ‪ ,‬كما عالجها فريق ثالث من زاويــة وظيفتهــا فى‬
‫المجتمع‪ .‬و لكل فريق آراؤه الخاصة فى تعريفها ‪.‬‬
‫إن اللغــة ظــاهرة اجتماعيــة تمــيز اإلنســان عن الكائنــات األخــرى ‪ ,‬و اختص بهــا ‪,‬‬
‫فأتاحت له أن يُ َك ّون المجتمـ َع و أن يُقِيـــم الحضــارة ‪ ,‬و لــذا فاللغــة و المجتمــع و الحضــارة‬
‫ظواهر متداخلة متكاملة ‪ .‬لقد أثار كثــير من المفكــرين على مضــى القــرون قضــية أوليــة ‪,‬‬
‫اللغة أم المجتمع أم الحضارة ‪ ,‬شأن قضية الفرخ و البيض ‪ ,‬كما أثاروا أيضــا قضــية اللغــة‬
‫و الفكــر ‪ ,‬أيهمــا ســبق اآلخــر ‪ ,‬و لكن البحث الحــديث يحــاول أن يبتعــد عن هــذه الــدائرة‬
‫المفرغة من التساؤالت حول مراحــل يصــعب الوصــول إليهــا ليثبت تالزم اللغــة مــع فكــر‬
‫اإلنسان و ضرورة اللغة لقيام المجتمع اإلنسانى و ضرورةـ وجود مجتمع إنســانى يتعــاون‬
‫فى إقامة الحضارة‪.‬‬

‫تعريف اللغوى‬

‫‪ .1‬علم اللغة العام دكتور توفيق محمد شاهين مكتبة وهبة القاهرة ط األولى مايو ‪ 1980‬م ص‪12‬‬
‫‪ .2‬الخصائص البن جنى ‪1/33‬‬
‫‪127‬‬

‫اللغوى هو الشخص الذى ميدانه علم اللغة أى يتخصص فى العلم الخاص باللغات ‪.‬‬
‫و اللغوى قد يتكلم بلغة واحدة أو أكثر ‪ ,‬و إنما يحصــل على تســمية " لغــوى " ألنــه يتملــك‬
‫معرفة تخصصية فى تحليل اللغة ووصفها ‪.‬‬
‫و الشخص الذى يعرف عدة لغات ويتخاطب بها يسمى متعدد اللغات وهو قد يكــون‬
‫لغويا و قد ال يكون ‪ ,‬فاللغوى قد يكون متعدد اللغات و قد ال يكون ‪.‬‬

‫تعريف علم اللغة‬


‫علم اللغة هو العلم الذى يدرس اللغة دراســة علميــة ‪ .‬أو أنــه هــو دراســة اللغــة على‬
‫نحو علمى ‪ ,‬و يعنى هذا أن الدراسة اللغوية موضوعية و ليست انطباعية ‪ ,‬و قد أدت هذه‬
‫الموضوعية إلى استقرار كثير من الحقائق و تكوين الكثير من المناهج ( المدارسـ اللغويــة‬
‫المختلفة ) ‪ .‬و عرفه دكتور توفيق محمد شاهين بأنه ‪ :‬مجموعــة من العلــوم يجمعهــا هــدف‬
‫واحد وهو دراسة الظواهر اللغوية لدى اإلنسان ‪ .‬يشــير هــذا التعريــف أن علمــاء اللغــة فى‬
‫دراستهم للغة البد أن يستعينوا بالعلوم المختلفة و التى من شأنها تتعلق باللغة ‪.‬‬

‫موضوع علم اللغة‬


‫و موضوع علم اللغة هو اللغة نفسها أى فى حد ذاتهــا ‪ ,‬بمــا أن لفــظ اللغــة فى كثــير‬
‫من اللغات فى العالم قد يكون لديه عدة معان مختلفة ‪ ,‬فمن الضرورى أن نحدد اللغة المرد‬
‫بها و التى يكون موضوعا لعلم اللغة ‪.‬‬
‫لقد ميز اللغوى السوسـرى دى سوسـير ‪ Ferdinand de saussure‬بين ثالثـة‬
‫مصطلحات أساسية فى نظرية اللغة ‪:‬‬
‫‪ langage .1‬و يعنى القدر اللغوية عند اإلنسان بصفة عامة ‪.‬‬
‫‪ langue .2‬و يعنى اللغة الواحدة ‪ ,‬مثل العربية و اإلنجليزية و الفرنسية إلخ ‪.‬‬
‫‪ parole .3‬و يعنى الكالم أو االستخدام الفردى للغة الواحدة ‪.1‬‬

‫فالكالم ( ‪ ) parole‬هـو موضــوع علم اللغـة المحــدد ‪ ,‬و اللغـة ( ‪ ) langue‬هى‬


‫موضوعه المجرد ‪ ,‬ثم القدرة اللغوية ( ‪ ) langage‬هى موضوعه األكثر تجردا ‪ .‬و الذى‬
‫قام علم اللغة بدراسته مباشرة هو الكالم الشخصى ( ‪ ) parole‬و ذلــك ألن ‪ parole‬هــو‬
‫الذى له كيان محدد فهو الوحيد الذى يقبل للمالحظة عليه ‪ .‬فكانت دراســة الكالم تســفر عن‬
‫قواعد اللغة ‪ ,‬و دراسة اللغة تسفر عن قواعــد القــدرة اللغويــة ‪ ,‬وهى قواعــد اللغــة بصــفتها‬
‫العامة ‪.‬‬

‫المبحث الثانى‬
‫طبيعة اللغة و وظيفتها‬

‫‪ . 1‬مدخل إلى علم اللغة د‪ .‬محمود فهمى حجازى دار الثقافة للنشر و التوزيع القاهرة ط الثانية ‪ 1993‬ص ‪.12‬‬
‫‪128‬‬

‫الفصل الثانى‬

‫نشأة اللغة اإلنسانية‬


‫أصل اإلنسان و نشأة لغته أمر يثير الخيال و يدفع العقل إلى التفكير ‪ ,‬و لذا كان‬
‫البحث عن أصل اللغة اإلنسانية األولى من أقدم المشاكل الفكرية التى جابهت الباحثين و‬
‫المفكرين‪.‬‬
‫و كلما زادت معرفتنا بتاريخ اإلنسان فيما قبل التاريخ المدون ‪ -‬كما حدث فى قرننا‬
‫األخير ‪ -‬كلما تطلعنا فى إصرار إلى كشف حجاب األستار و األسرار التى تحجب عنا‬
‫معرفة أصل اللغة ‪ ,‬و تحول اإلنسان من حيوان أبكم إلى حيوان ناطق ‪ ,‬ألن أصل اللغة‬
‫وثيق االتصال بأصل اإلنسان ذاته وتطور مخه ‪ ,‬و تطوره االجتماعى‪.‬‬
‫و على هذا فإن قضية اللغة و أصل نشأتها ليست قضية لغوية فحسب ‪ ,‬و ال تدخل‬
‫فى نطاق علم اللغة وحده ‪ ,‬و إنما هى داخلة فى نطاق البسيكولوجيا و األنتروبولوجيا و‬
‫الفلسفة‪.‬‬
‫و لذا كانت اللغة و جهازها عند اإلنسان أمرا عجيبا مثيرا ‪ ,‬غاية فى التعقيد و‬
‫الغرابة ‪ .‬و من ثم عسر تعريفها تعريفا جامعا مانعا ‪ ,‬كما تعسرت اإلجابة عن ماهيتها و‬
‫أصلها و كيف تدرجت ‪ ...‬إلخ‪.‬‬
‫و نحن نعرف سلفا أن العلم اليقينى ال يعترف بشىء اسمه الحدس و الخيال ‪ ,‬كما ال‬
‫تدخل الغيبيات فى تجربته ‪ ,‬إال إذا كانت افتراضات قيد البرهان حين يصمت التاريخ‪.‬‬
‫و قد يشط العلماء و الفالسفة إلى اإلجابة على ذلك التساؤل المحير ‪ ,‬ووجدوا أن‬
‫اللغة – فى أول األمر – لم تخضع للمنطق و العقل حيث لم يكن ثمة منطق و ال عقل ‪ ,‬و‬
‫إنما دلت الشواهد األولية لها على أنها كانت وليدة فوضى الوضع االرتجالى القديم ‪ ,‬قبل‬
‫أن تخضع للفكر و المنطق و الوضع النظامى ‪ ,‬تمشيا مع رقى اإلنسان‪.‬‬
‫و كان الغرض منها أن تعبر عن الغرائز و العواطف ‪ ,‬ثم للغناء و المتعة ‪ ,‬ثم‬
‫أصبحت ذات أهداف فى التعبير و التفاهم و إيصال المعانى‪.‬‬
‫و لم يقتصر البحث فى أصل اللغة على فترة معينة ‪ ,‬بل امتد حتى شمل فترة ما قبل‬
‫الميالد إلى العصر الحديث ‪ ,‬و حتى ال يدور البحث فى هذا الجانب فى حلقة مفرغة ‪ ,‬بعد‬
‫‪129‬‬

‫كثرة القول و تعدد النظريات ‪ ,‬نادت الجمعية اللغوية الفرنسية بقصر الكالم فى الموضوع‬
‫إلى هذا الحد‪ .‬بل و دعا كثير من الباحثين المعاصرين إلى عدم االشتغال به البتة ‪ ,‬ألنه‬
‫أصبح غير ذى موضوع و ال مفيد ‪ .‬و باعتبار أن أحداثها كانت فيما قبل التاريخ‪.‬‬
‫غير أننا نقول ‪ :‬بأن درستها ضرورة منهجية ال ينبغى تجاهلها ‪ ,‬كما أنها مدخل‬
‫طبيعى لدراسة هذه الظاهرة العجيبة ‪ ,‬و إن كان أمرا يضرب فى ميتافيزيقا التاريخ و‬
‫بخاصة و أن التخيل و االفتراض هنا لهما سند من الواقع ‪ ,‬ولم ينطلقا من فراغ ‪ ,‬بل لهما‬
‫واقع عملى وظاهرة ملموسة ‪.‬‬
‫‪1‬‬
‫و يجدر بنا أن نلم بإيجاز ببعض هذه النظريات التى حاولت كشف أصل اللغة و‬
‫كننها استكماال للمنهج و استعراضا لتفكير القدماء و تبيانا لفضل علمائنا القدامى الذين‬
‫أسهموا بسهم وافر فى الحضارة و التاريخ ‪ ,‬و لم يكونوا عجزة ‪ ,‬وال عياال على غيرهم‬
‫كما لم يكونوا نقلة بريد ‪ ,‬كما يرميهم خصومهم‪ , 1‬فنقول ‪:‬‬
‫أوال ‪ -‬نظرية اإللهام و الوحى و التوفيق ‪:‬‬
‫و تتخلص هذه النظرية فى أن هللا الخالق أوحى لما خلق األشياء ألهم آدم –‬
‫اإلنسان األول _ أن يضع لها أسماء بكل اللغات ‪ ,‬مباشرة أو بواسطة ‪ ,‬بعد أن علمه النطق‬
‫‪ ,‬فوضعها ‪.2‬‬
‫وهذه النظرية قديمة قال بها الفيلسوف اليونانى هيراقليط ( ‪ 480‬ق‪ .‬م )‪ .3‬و‬
‫الفيلسوف اإلغريقى هيراكليت ( ‪ 480‬ق‪ .‬م )‪.‬‬
‫و يرى أفالطون أن اللغة ظاهرة طبيعية و أن الكلمات و أصواتها جزء ال يتجزء‬
‫من المعنى بينما يرى أرسطو أنها ظاهرة اجتماعية ‪ ,‬و أن أصوتها رموز اصطالحية ‪ ,‬ال‬
‫عقلية طبيعية أو مباشرة لها بالمعنى ‪ .‬فأفالطون مع هذه النظرية و أرسطو مع اآلتية ‪.‬‬
‫و يسند أصحاب هذه النظرية إلى أدلة نقلية مقتبسة من الكتب المقدسة ‪ ,‬فاليهود و‬
‫النصارى يستدلون بما ورد فى التوراةـ من قولها ‪ " :‬و هللا خلق من الطين جميع حيوانات‬
‫العقول ‪ ,‬و جميع طيور السماء ‪ ,‬ثم عرضها على آدم ‪ ,‬ليرى كيف يسميها ‪ ,‬و ليحمل كل‬
‫منها االسم الذى يضعه له اإلنسان ‪ ,‬فوضع آدم أسماء لجميع الحيوانات المستأنسة ‪ ,‬و‬
‫لطيور السماء ‪ ,‬و دواب الحقول ‪. "1‬‬
‫و استند علماء المسلمين إلى قوله تعالى ‪ :‬و علم آدم األسماء كلها ثم عرضهم على‬
‫المالئكة ( البقرة ‪ . ) 31‬و ارتضى هذه النظرية منهم ‪:‬‬
‫أ‪ -‬أبو عثمان الجاحظ ( ‪ 255‬هـ ) حيث قرر أن هللا سبحانه أنطق نبيه إسماعيل‬
‫بالعربية ‪ ,‬دون سابق تمهيد أو تعليم ‪ ,‬يقول ‪ " :‬و قد جعل هللا إسماعيل – وهو ابن‬
‫أعجمين – عربيا ‪ ,‬ألن هللا لما فتق لسانه بالعربية المبنية على غير التلقين و الترتيب‬
‫‪ ,‬و فطره على الفصاحة العجيبة ‪ ,‬على غير النشؤ و التمرين ‪ ,‬و سلخ طباعه من‬
‫طبائع العجم ‪ ,‬و نقل إلى بدنه تلك األجزاء ‪ ,‬وركبه اختراعا على ذلك التركيب ‪ ,‬و‬
‫سواه تلك التسوية ‪ ,‬و صاغه تلك الصيغة ‪ .‬ثم حماه من طبائعهم ‪ ,‬و منحه من‬
‫‪ .11‬علم اللغة العام للدكتور توفيق محمد شاهين مكتبة وهبة ط األولى سنة ‪ 1980‬م ‪ 14‬شارع الجمهورية – عابدين القاهرة ص‪-49‬‬
‫‪50‬‬
‫‪ .2‬الصاحبى البن فارس ‪6‬‬
‫‪.3‬فى علم للغة العام د‪ .‬عبد الصبور شاهين ط ثانية ‪ 1398‬هـ ص ‪70‬‬
‫‪ .1‬سفر التكوين – األصحاح الثانى – الفقرة ‪19‬‬
‫‪130‬‬

‫أخالقهم و شمائلهم ‪ .‬وطبعه من كرمهم و أنفتهم وهممهم على أكرمها و أسناها ‪ ,‬و‬
‫أشرفها و أعالها و جعل ذلك برهانا على رسالته ‪ ,‬و دليال على نبوته ‪ ,‬و صار أحق‬
‫بهذا النسب و أولى بشرف ذلك الحسب "‪. 1‬‬
‫ب‪ -‬و نادى بهذه النظرية أيضا ‪ :‬أبو على الفارسى ( ‪ 377‬هـ ) أستاذ ابن جنى‪.‬‬
‫ج‪ -‬و ارتضاها أبو الحسن أحمد بن فارس الرازى ( ‪ 395‬هـ ) ‪ ,‬و اتخذ موقف‬
‫الدفاع عنها دائما‪.‬‬
‫د‪ -‬و مال إليها العالمة ‪ :‬أبو الفتح عثمان بن جنى ( ‪ 395‬هـ ) ‪ ,‬غير أنه متردد بين‬
‫اإللهام و االصطالح ‪ ,‬يقول ‪ " :‬و أعلم – فيما بعد أننى على تقادم الوقت دائم التنقير‬
‫و البحث عن هذا الموضوع ‪ ,‬فأجد الدواعى و الخوالج قوية التجاذب لى ‪ ,‬مختلفة‬
‫جهات التغول على فكرى ‪:‬‬
‫وذلك أننى إذا تأملت حال هذه اللغة الشريفة ‪ ,‬الكريمة اللطيفة ‪ ,‬وجدت فيها من‬
‫الحكمة و الدقة اإلرهاف و الرقة ‪ ,‬ما يملك على جانب الفكر ‪ ,‬حتى يكاد يطمح به أما غلوة‬
‫السحر ‪.‬‬
‫فمن ذلك ما نبه عليه أصحابنا رحمهم هللا ‪ ,‬و منه ما حذوته على أمثلتهم ‪ ,‬فعرفت‬
‫بتتابعه و انقياده ‪ ,‬و بعد مراميه و اماده ‪ ,‬صحة ما وفقوا لتقديمه منه ‪ ,‬و لطف ما أسعدوا‬
‫به ‪ ,‬و فرق لهم عنه ‪ ...‬و انضاف إلى ذلك وارد األخبار المأثورة ‪ ,‬بأنها من عند هللا جل‬
‫وعز ‪ ,‬فقوى فى نفسى اعتقاد كونها توقيفا من هللا سبحانه ‪ ,‬و أنها وحى"‪ . 2‬على أننا‬
‫سنرى ابن جنى بعدئذ يحمل لواء المعارضة لهذه النظرية‪.‬‬
‫فابن جنى كان يرى _ فى أول األمر – أن أكثر أهل النظر على أن أصل اللغة ‪,‬‬
‫إنما هو توضع و اصطالح ‪ ,‬ال وحى و توفيق ‪ ,‬ثم يقول ‪ :‬إال أن أبا على – يقصد أستاذه‬
‫أبا على الفارسى – قال لى يوما ‪ :‬هى من عند هللا تعالى ‪ ,‬و احتج بقوله سبحانه ‪ :‬و علم‬
‫آدم األسماء كلها"‪ .1‬فقوى ذلك االعتقاد فى نفس ابن جنى‪.‬‬
‫و ما زالت طائفة فى العصورـ الحديثة ‪ ,‬تذهب إلى هذا الرأى كالفيلسوف الفرنسى‬
‫دوبانالد ‪ ,‬من علماء القرن التاسع عشر ‪ ,‬و األب ( فرانسوا المى ) (‪ 1711‬م ) فى كتابه (‬
‫فن الكالم )‪.2‬‬
‫و توجه النقد لهذه النظرية ‪:‬‬
‫إذ ما فائدة أن يتعلم اإلنسان األول كل اللغات ؟ و أى عبقرية تتيح له ذلك ؟ و لماذا‬
‫تعليم األسماء دون غيرها من أجزاء الكالم ؟ ( اللهم إال إذا قلنا ‪ :‬إن األسماء بمعنى‬
‫اإلعالم ‪ ,‬التى يمكن أن تتطور إلى ألفاظ عامة ذوات معنى )‪.‬‬
‫على أن فقرة التوراة تشير إلى أن آدم هو الواضع للتسمية ‪.‬‬
‫و يحتمل أن يكون المراد بقوله تعالى ‪ ":‬وعلم آدم " ‪ :‬أى أقدره سبحانه على أن‬
‫يضع األسماء للمسميات ‪ ,‬فالواضع لها هو اإلنسان بتوفيق هللا تعالى‪.‬‬
‫و من شاء مزيدا من البحث فى هذا المقام ‪ ,‬فليراجع المزهر للسيوطى ‪ ,‬ففيه‬
‫الشىء الكثير للمستزيد ‪.‬‬
‫‪ .1‬فى علم اللغة العام ص ‪ 29‬نقال عن مخطوطة‬
‫‪ .2‬الخصائص ‪46 -1/40‬‬
‫‪ .1‬المصدر السابق ‪ ,‬و انظر ‪ :‬فقه اللغة العربيه د‪ .‬نجا – ص ‪15‬‬
‫‪ .2‬نشأة اللغة عند اإلنسان و الطفل ص ‪25‬‬
‫‪131‬‬

‫و على كل حال فهذه النظرية كانت اتجاها دينيا ‪ ,‬ربطت خلق اإلنسان على النمط‬
‫البديع بخلق اللغة الفذة ‪ ,‬و أدى ذلك االتجاه إلى اتجاه آخر فلسفى حاول أن يضع نظريات‬
‫أخرى ‪ .‬على طريق يتلمس األسباب و العلل ‪ ,‬للوصول إلى الصواب على أسس منهجية‪.1‬‬
‫ثانيا – نظرية‪ h‬االتفاق و المواضعة و االصطالح ‪:‬‬
‫و تقتضى هذه النظرية بأن اللغة ابتدعت و استحدثت بالتواضع واالتفاق ‪,‬و ارتجال‬
‫ألفاظها ‪.‬‬
‫و مال كثير من العلماء و المفكرين إلى هذه النظرية ‪ ,‬كأرسطو و المعتزلة و‬
‫األخفش األوسط ‪ :‬أبو الحسن سعيد بن مسعدة (‪ 211‬هـ ) ‪ ,‬و قال بها ابن جنى‪ 2‬قبل أن‬
‫يرى أن اللغة وحى و إلهام ‪ ,‬حين رآها مذهب أستاذه الفارسى ‪ ,‬و قال بها من المحدثين آدم‬
‫سميت األنجليزى‪.‬‬
‫و سبق أن قلنا ‪ :‬إن أرسطو يرى أن اللغة ظاهرة اجتماعية ‪ ,‬و أن أصواتها رموز‬
‫اصطالحية ‪ :‬ال عالقة طبيعية أو مباشرة لها بالمعانى‪.‬‬
‫و يرسم ابن جنى صورة لكيفية بناء اللغة و ارتجالها ‪ ,‬على هذا النحو يقول ‪ ,‬و ذلك‬
‫" كأن يجتمع حكيمان أوة ثالثة فصاعدا ‪ ,‬فيحتاجون إلى اإلبانة عن األشياء ا ‪ ,‬فيضعوا‬
‫لكل واحد منها سمة و لفظا يدل عليه ‪ ,‬إذا ذكر عرف به مسماه ‪ ,‬ليمتاز عن غيره ‪...‬‬
‫فكأنهم جاءوأ إلى واحد من بنى آدم ‪ ,‬فأومأوا إليه و قالوا ‪ " :‬إنسان" فأى وقت سمع هذا‬
‫اللفظ علم أن المراد به هذا الضرب من المخلوق ‪ .‬و إن أرادوا سمة عينه أو يده ‪ ,‬أشاروا‬
‫إلى ذلك فقالوا ‪ :‬يد ‪ ,‬عين ‪ ,‬رأس ‪ ,‬قدم ‪ ... ,‬أو نحو ذلك ‪ .‬فمتى سمعت اللفظة من هذا‬
‫عرف معناها‪.‬‬
‫ثم لك من بعد ذلك أن تنقل هذه المواضعة إلى غيرها ‪ ,‬فتقول ‪ :‬الذى اسمه‬
‫( إنسان ) فليجعل مكانه ‪ :‬مرد و الذى اسمه ( رأس ) فليجعل مكانه ‪ :‬سر‪.‬‬
‫(مرد ‪ ,‬و سر ) بمعنى إنسان و رأس فى الفارسية ‪ ,‬و على هذا بقية الكالم ‪...‬‬
‫و على هذا ما نشاهده اآلن من اختراعات الصناع آلالت صنائعهم من األسماء‬
‫كالنجار و الصائغ ‪ ...‬و لكن ال بد ألولها من أن يكون متواضعا بالمشاهدة و اإليماء ‪.‬‬
‫و هذه النظرية تفسر جانبا من نشأة اللغة ‪ ,‬لكنها ال تفسر اللغة قبل اجتماع هؤالء‬
‫الحكماء ‪ ’,‬و فى حياة السذ ج و البسطاء‪.‬‬
‫و ليس لهذه النظرية أى سند عقلى أونقلى أو تاريخى ‪ ,‬بل إن ما تقرره ليتعارض‬
‫مع النومس العامة التى تسير عليها النظم االجتماعية ‪ ,‬فعهدنا بهذه النظم أنها أنها ال ترتجل‬
‫ارتجاال وال تخلق خلقا ‪ .‬بل تتكون بالتدرج من تلقاء نفسها ‪ .‬هذا إلى جانب أن التواضعـ‬
‫على التسمية ‪ ,‬يتوقف فى كثير من مظاهره ‪ ,‬على لغة صوتية يتفاهم بها المتواضعون ‪.‬‬
‫فكيف نشأت هذه اللغة الصوتية إذن ؟ و هكذا نرى أن ما يجعله أصحاب هذه النظرية‬
‫منشأ للغة ‪ ,‬يتوقف هو نفسه على وجودها من قبل‪.1‬‬
‫ثالثا ‪ :‬نظرية المحاكاة ‪:‬‬

‫‪ .1‬علم اللغة العام دكتور توفيق محمد شاهين ص ‪53‬‬

‫‪ . .2‬الخصائص ‪/1‬‬
‫‪ . 1‬المدخل إلى علم اللغة للدكتور رمضان عبد التواب مكتبة الخانجى بالقاهرة ط ثالثة سنة ‪1417‬هـ = ‪ 1997‬م ص ‪112 -111‬‬
‫‪132‬‬

‫و هى أن يسمى اإلنسان األشياء بأسماء مقتبسة من أصوتها ؛ أو بعبارة أخرى أن‬


‫تكون أصوات الكلمة نتيجة تقليد مباشر ألصوات طبيعية صادرة عن األشياء سواء كانت‬
‫إنسانا أو حيوانا أو جمادا و ما إلى ذلك ‪ .‬و تسمى مثل هذه الكلمات عند علماء الغرب‬
‫‪. 1 Onomatopoeia‬‬
‫حديثا‬ ‫‪Whitny‬‬ ‫و ذهب إلى هذه النظرية ابن جنى قديما ‪ ,‬و العالم اإلنجليزى وتنى‬
‫فى القرن التاسع عشر ‪.‬‬
‫و ذلك كالتأوه ‪ ,‬و التأفف و القهقهة ‪ ,‬و النخنخة فى تقليد اإلنسان‪.‬‬
‫و مثل ‪ :‬الصهيل ‪ ,‬و الزئير ‪ ,‬و المواء ‪ ,‬و الرغاء فى العربية ‪ .‬و ‪ Meong‬للقط و‬
‫‪ Cecak‬للوزغة فى اإلندونيسية‪.‬‬
‫و مثل ‪ :‬صرير القلم ‪ ,‬و صليل السيف ‪ ,‬و حفيف الشجر ‪ ,‬و قصف الريح ‪ ,‬و هزيم‬
‫الرعد ‪ ...‬ألصوات الجمادات و الظواهر الطبيعية‪.‬‬
‫و مثل األعمال التى يزاولها اإليسان ‪ :‬كالقط ‪ ,‬و القد ‪ ,‬و القص ‪ ,‬و الجر ‪ ,‬و الجز ‪,‬‬
‫‪2‬‬
‫و الصب ‪...‬‬
‫لذلك ذهب بعض العلماء إلى أن هناك مناسبة بين اللفظ و المعنى مناسبة حتمية ‪,‬‬
‫بمعنى أن اللفظ يدل على معناه داللة وجوب ‪ ,‬ال انفكاك فيها‪ .‬و ممن نادى بهذا الرأى عبادّ‬
‫بن سليمان الصيمرى من المعتزلة ؛ فذهب إلى أن بين اللفظ و مدلوله مناسبة طبيعية ‪,‬‬
‫حاملة للواضع على أن يضع هذه اللفظة أو تلك بإزاء هذا المعنى أو ذاك ‪.4‬‬
‫و ليست هذه النظرية من اختراع ما كس مولر ‪ 1864 ( Max Mueller‬م ) كما أشار‬
‫بعضهم‪ ,1‬بل عرفها ابن جنى ( ‪ 395‬هـ ) و ذكر أنه نقلها عمن سبقه ‪ ,‬مما يدل على أنه‬
‫كان مذهبا شائعا و مقررا ‪ ,‬يقول ‪:‬‬
‫وذهب بعضهم إلى أن أصل اللغات كلها ‪ ,‬إنما هو من األصوات المسموعات ‪:‬‬
‫كدوى الريح ‪ ,‬و حنين الرعد ‪ ,‬و خرير الماء ‪ ,‬و شحيج الحمار‪ ,‬و نغيق الغراب ‪ ,‬و‬
‫صهيل الفرس‪ ,‬و نزيب الظبى‪ ,‬و نحو ذلك ‪ ...‬ثم ولت اللغات عن ذلك فيما بعد‪ .‬و هذا‬
‫عندى وجه صالح ومذهب متقبل‪ .2‬مما يدل على أن ابن جنى قد ارتضى هذا الرأى‪.‬‬
‫و ذكر ابن جنى هذه النظرية ثانية فى فصل بعنوان ‪" :‬أساس األلفاظ أشباه‬
‫المعانى‪ "3‬أى أن الصوت له قيمة تعبيرية أو معنوية خاصة به ‪ ,‬فحيث يقلد اإلنسان صوت‬
‫الطبيعة تتشابه األصوات فى المعنى‪.‬‬
‫فاإلنسان رأى فى التقليد حل مشكلة ‪ ,‬و اختار أنسب طرق للحل ‪ ,‬و قديما كان‬
‫الغراب دليال البن آدم حيث قال هللا تعالى‪ :‬ليريه كيف يوارى سواة أخيه ( المائدة ‪ ) 31‬و‬
‫بمالحظة الصلة بين الصوت و مدلوله و بمتابعة التلقى و التقليد ‪ ,‬و استمرار مرير‬
‫اإلنسان على ذلك تطورت لغة اإلنسان شيئا فشيئا فأمست ذات دالالت رشيدة‪.4‬‬
‫‪ .1‬انظر المصد السابق ص ‪ 112‬و انظر ‪Linguistik Umum by Drs. Abdul chaer, PT.Renika Cipta Jakarta Indonesia,‬‬
‫‪cet. ke II 2003, Page 46-47‬‬

‫‪ .2‬سر لليال ‪ ,‬للشـدياق ص ‪23‬‬


‫‪ .4‬المدخل إلى علم اللغة ص ‪113‬‬
‫‪ .1‬نظريات فى اللغة ‪ ,‬ألنيسـ فريحه ص ‪17‬‬
‫‪ .2‬الخصائص ‪1/46‬‬
‫‪ .3‬نفس المصدر ‪1/544‬‬
‫‪.4‬فقه اللغة العام ص ‪56‬‬
‫‪133‬‬

‫و مما يؤيد هذه النظرية ‪ ,‬ما نجده فى بعض األحيان ‪ ,‬من اشتراك فى بعض‬
‫األصوات ‪ ,‬فى الكلمات التى تحاكى الطبيعة فى عدة لغات ؛ فإن الكلمة التى تدل على‬
‫الهمس ‪ ,‬هى فى العربية كما نعرف " همس" ‪ ,‬وفى اإلنجليزية ‪ , Whisper‬وفى األلمانية‬
‫فلوستيرن ‪ , Flustern‬وفى العبرية " صفصف " ‪ ,‬و فى الحبشة " فاصى" ‪ ,‬و فى التركية‬
‫سوسمك ( ‪ . ) Susmak‬فالعامل المشترك بين هذه اللغات جميعها فى تلك الكلمة ‪ ,‬هو صوت‬
‫الصفير ‪ :‬السين أو الصاد وهو الصوت لمميز لعملية الهمس فى الطبيعة‪.‬‬
‫غير أن اشتراك اللغات فى الكلمات المحاكية للطبيعة على هذا النحو أمر نادر ‪ .‬و‬
‫لو كانت هذه النظرية صحيحة لالحظنا اشتراكا بين اللغات فى الكلمات التى تحاكى‬
‫الطبيعة ؛ فالديك العربى و الديط األلمانى يصيحان بطريقة واحدة إال أن العرب يحكون‬
‫صوت الديك فيقولون ‪ :‬كوكوكو ! بينما يقول األلمان ‪ :‬كيكيركى ‪.! Kikeriki‬‬
‫و أشار كثير من علمائنا إلى أن للحروف معنى ‪ ,‬و أن هناك صلة بين اللفظ و‬
‫المعنى ‪ ,‬فحرف الحاء يدل على االنبساط و السعة و الراحة؛ و حرف الغين يدل على‬
‫الظلمة و االنطباق و الخفاء و الحزن ‪ ,‬مثل ‪ :‬غيب و غيم و غم و غبن و‬
‫‪1‬‬
‫غبطة ‪...‬‬
‫لكن توضيح النظرية و نقدها يمكن أن ينسب إلى ماكس مولر و رينان الفرنسى فى‬
‫كتابه ‪ :‬التاريخ العام للغات السامية ومن جاء بعدهم‪.‬‬
‫فقد أتى رينان بأمثلة كثيرة من مختلف اللغات تؤيد النظرية و تبين تشابها كثيرا من‬
‫األلفاظ نتيجة المحاكاة‪.‬‬
‫و أطلق المحدثون من األجانب عليها ‪ :‬نظرية البو‪ -‬وو ( ‪) Bow – Waw‬و أتوا لها‬
‫بشواهد تؤيدها ‪ ,‬مثل ‪ ( :‬مو ) بمعنى هرة فى اللغة الصينية و المصرية القديمة ‪ ,‬و مثل (‬
‫‪ ) Kockoo‬لطائر سمى بالصوت الذى يحدثه‪.‬‬
‫و االعتراض على هذه النظرية ينصب على أنها جعلت اإلنسان فى الوضع الثانى‬
‫بالنسبة للحيوان و معلما له ‪ ,‬و دافع جسبرسن عن هذا بأن األصوات التى تصدر عن‬
‫الحيوان و غيره إنما يقصد منها شىء محدود من اإلنسان ‪ ,‬وهو الداللة على مصدرها ‪,‬‬
‫بينما ال يقصد منها شئ حين صدورها عن مصدرها األصلى‪. 1‬‬
‫و من سلبيات هذه النظرية أنها ال تبين لنا كيف نشأت الكلمات الكثيرة التى نجدها‬
‫فى اللغات الختلفة ‪ ,‬و ال نرى فيها محاكاة ألصوات السميات ‪ ,‬و يتضح ذلك بصفة خاصة‬
‫فى أسماء المعانى ؛ كالعدل و المروءة و الكرم و الشجاعة و الصبر و اإلخالص و غير‬
‫ذلك‪ .‬و أنها تحصر أساس نشأة اللغة فى المالحظة المبنية على اإلحساس بما يحدث فى‬
‫البيئة ‪ ,‬ويتجهل فى نفس الوقت الحاجة الطبيعية الماسة إلى التخطب و التفاهم ‪ ,‬و التعبير‬
‫عما فى النفس ‪ ,‬تلك الحاجة التى هى من أهم الدوافع إلى نشأة اللغة اإلنسانية ؛ فإن الرغبة‬
‫الذاتية فى التعبير ‪ ,‬و الحاجة الماسة إلى التفهم ‪ ,‬كالهما من أهم الدوافع التى يجب أن يعتد‬
‫بها فى نشأة اللغة و اضطرارـ اإلنسان األول للنطق باأللفاظ‪.‬‬
‫و من إيجابياتها أنها تشرح لنا مبلغ تأثر اإلنسان ‪ ,‬فى النطق باأللفاظ ‪ ,‬بالبيئة التى‬
‫تحيط به ‪ ,‬ففسرت لنا بعض كلمات فى لغات مختلفة استغالال لمبدأ حكاية الصوت ‪ ,‬كما‬

‫‪ .1‬يظريات فى اللغة لفريحه ص ‪18‬‬


‫‪ .1‬فقه اللغة العربية ‪ ,‬ص ‪22‬‬
‫‪134‬‬

‫أنها سبب فى استغالل العالقة البسيكولوجية فى العقل‪ ,‬أى أنها غطت المعقوالت بعد‬
‫المحسوسات ‪ ,‬و من ثم فهى جديرة بالنظر و االعتبار‪.‬‬
‫رابعا ‪ -‬نظرية التنفيس عن النفس أو نظرية الغرية الخاصة‬
‫و تعرف هذه النظرية أيضا بنظرية األصوات التعجبية العاطفية( ‪) Interjection‬‬
‫أو نظرية ‪Pooh – pooh‬‬
‫و تتخلص هذه النظرية فى أن مرحلة األلفاظ قد سبقها مرحلة األصوات الساذجة‬
‫التلقائية االنبعاثية التى صدرت عن اإلنسان ‪ ,‬للتعبير عن ألمه أو سروره أو رضاه أو‬
‫نفوره ‪ ,‬و ما إلى ذلك من األحاسيس المختلفة؛ فتشابهت بعض األلفاظ فى لغات مختلفة‬
‫مثل‪ (:‬وى ) للتحسر التلهف فى الساميات ‪ ,‬و فى اإلنحليزية((‪( ( Wa-La‬واف) و ( ‪) pfui‬‬
‫للتأفف فى العربية و األلماينية‪ .‬فهذه األصوات الساذجة قد تطورت على مر الزمن حتى‬
‫صارت ألفاظا‪.‬‬
‫و يشرح فندريس تصور أصحاب هذه النظرية ‪ ,‬لكيفية نشأة اللغة ‪ ,‬فيقول ‪ :‬عند‬
‫هذا السلف البعيد الذى لم يكن مخه صالحا للتفكير ‪ ,‬بدأت اللغة بصفة‪ h‬انفعالية محضة‪ .‬و‬
‫لعلها كانت فى األصل مجرد غناء ‪ ,‬ينظم بوزنه حركة المشى ‪ ,‬أو العمل اليدوى ‪ ,‬أو‬
‫صيحة كصيحة الحيوان ‪ ,‬تعبر عن األلم ‪ ,‬أو الفرح ‪ ,‬و تكشف عن خوف أو رغبة فى‬
‫الغذاء‪ .‬بعد ذلك لعل الصيحة اعتبرت ‪ ,‬بعد أن زودت بقيمة رمزية ‪ ,‬كأنها إشارة قابلة ألن‬
‫يكررها آخرون‪ .‬و لعل اإلنسان و قد وجد فى متناول يده هذا المسلك المريح ‪ ,‬قد استعمله‬
‫لالتصال ببنى جنسه ‪ ,‬أو إلثارتهم إلى عمل ما أو لمنعهم منه ‪ ...‬هذا الفرض تبدو عليه‬
‫مخايل الصدق ‪ ,‬و إن لم يكن مما يمكن البرهان عليه ‪.1‬‬
‫و تمتاز هذه النظرية عن سابقها بأنها تعزو نشأة اللغة اإلنسانية إلى أمر ذاتى أى‬
‫أنها تعتد بالشعور الوجدانى اإلنسانى ‪ ,‬و بالحاجة إلى التعبير عما يجيش بصدر اإلنسان ‪,‬‬
‫من انفعاالت و أحاسيس‪ .‬أما النظرية السابقة ‪ ,‬بترجع نشأة اللغة اإلنسانية إلى مالحظة‬
‫خارجية موضوعية ‪ ,‬أى مالحظة مظاهر الطبيعة و محاكاتها فى انتكار األسماء الدالة‬
‫عليها ؛ ولذلك كانت هذه النظرية ‪ ,‬خطوة أخرى فى اتجاه آخر ‪ ,‬نحو البحث عن حل‬
‫للمشكلة ؛ فإنها تشرح لنا منشأ بعض الكلمات ‪ ,‬التى تعجز النظرية السابقة ‪ ,‬عن شرح‬
‫منشئها‪.‬‬
‫و مع كل هذا فإنها نظرية ناقصة وغامضة‪ .‬أما نقصها ‪ ,‬فألنها ال تبين منشأ‬
‫الكلمات الكثيرة ‪ ,‬التى ال يمكن ردها إلى أصوات انفعالية ‪ .‬و أما غموضها ‪ ,‬فألنها ال‬
‫تشرح لنا السر فى أن تلك األصوات الساذجة االنفعالية ‪ ,‬تحولت إلى ألفاظ أو أصوات‬
‫معطعية ؛ فلهذين األمرين انصرف عنها اللغويون ‪ ,‬و سخر منها (مكس موللر) كذلك‪.‬‬

‫خامسا – نظرية‪ h‬االستعداد الفطرى‬


‫و هى النظرية التى أذاعها اللغوى األلمانى مكس موللر ‪ ,‬و دعاها نظرية دنج دونج‬
‫‪ . Ding dong‬و خالصتها أن اإلنسان مزودة بفطرته بالقدرة على صوغ األلفاظ الكاملة ‪,‬‬
‫كما أنه مطبوع على الرغبة فى التعبير عن أغراضه ‪ ,‬بأية وسيلة من الوسائل ‪ ,‬غير أن‬
‫هذه القدرة على النطق باأللفاظ ‪ ,‬ال تظهر آثارها إال عند الحاجة ‪ ,‬أو فى الوقت المناسب‪.‬‬
‫‪ .1‬اللغة لفندريس ص ‪39 -38‬‬
‫‪135‬‬

‫و حينما يسمى مكس موللر نظريته هذه بنظرية دنج دونج إنما كان يزيد أن يشبه‬
‫هذه القوة الفطرية ‪ ,‬بلول الساعة الملتف فى باطنها ‪ ,‬و يشبه حوادث الزمن ببندول‬
‫الساعة ‪ ,‬الذى يتحرك ‪ ,‬فيخرج بتحركه القوة الكامنه فى الساعة ‪ ,‬التى ينطوى عليها‬
‫اللولب ؛ فالزمن و مقتضيات األحوال هى التى تخرج هذه المقدرة من حيز القوة إلى حيز‬
‫الفعل ‪ .‬و كأن النفس البشرية مخزن ممتلىء باأللفاظ ‪ ,‬ينفتح شيئا فشيئا بمفتاح الزمن‬
‫ومقتضيات الحياة الواقعة‪.‬‬
‫و لعل الذى دعا مكس موللر إلى وضع هذه النظرية ‪ ,‬مالحظة األطفال ‪ ,‬فى‬
‫حياتهم اليومية الحرة ‪ ,‬التى تدل على أنهم تواقون إلى وضع أسماء لألشياء ‪ ,‬التى يرونها‬
‫وال يعرفون لها أسماء ‪ ,‬و أنهم يبتكرون أسماء لم يسمعوها من قبل ‪ ,‬إرضاء لرغبتهم‬
‫الفطرية فى التكلم و التعبير عن أغراضهم ‪ ,‬فاستنبط من مالحظته هذه أن اإلنسان مزود‬
‫بتلك القوة ‪ ,‬التى تنشأ عنها األلفاظ‪.‬‬
‫هذه النظرية ال تحل المشكلة ‪ ,‬فإن لنا أن نسأل صاحبها ‪ :‬كيف و متى زود اإلنسان‬
‫بهذه الذخيرة اللغوية ؟ و كيف انطوت نفسه على تلك األلفاظ الكاملة ؟ و إذا كان قد زود‬
‫بفطرته بهذه األلفاظ ‪ ,‬فلم اختلفت اللغات و تعددت اللهجات ؟ فإنا نكاد نجزم بأن آثار‬
‫القوى الفطرية ‪ ,‬ال بد أن تكون متحدة إلى حد ما ‪ .‬ثم كيف تسنى لإلنسان أن يخرج تلك‬
‫األلفاظ من مكانها ‪ ,‬و يطلقها على المسميات المختلفة ؟‬
‫فهذه النظرية ‪ ,‬تنقل الباحث من مشكلة إلى مشكالت أعمق منها ‪ ,‬و أشد غموضا و‬
‫لبسا‪ .‬و ربما كان من أبرز عيوبها أنها تفترض ظهور الكلمة أوالكلمات األولى لدى‬
‫اإلنسان كاملة غير خاضعة لسنة التطور‪.‬‬

‫سادسا – نظرية‪ h‬المالحظة‬


‫صاحب هذه النظرية العالم األلمانى جيحر ‪ Geiger‬؛ فقد برهن هذا العالم على أن‬
‫أقدم ما أمكنه الوصول إليه ‪ ,‬من األصوات اللغوية األولى ‪ ,‬يعبر عن أعمال أو إشارات‬
‫إنسانية‪ .‬ومن هذه الحقيقة ‪ ,‬استبط أن تلك األعمال و اإلشارات ‪ ,‬كانت المحة ‪ ,‬هى التى‬
‫لفتت نظر اإلنسان األول ‪ ,‬و أثارت اهتمامه ‪ ,‬و أنها كات أول ما عرف اإلنسان عن أخيه‬
‫اإلنسان ؛ و لذا تمكنت من نفسه و حلت منها مكانا حصينا ؛ فإن مشاهدة اإلنسان لغيره ‪,‬‬
‫هو متلبس بعمل من األعمال الهامة ‪ ,‬أو متأثر بحال انفعالية قاسية ‪ ,‬أثارت أقصى اهتمامه‬
‫‪ ,‬و جعلت يتأثر به بأثرا آليا ‪ ,‬بطريق المحاكاة العكسية ‪ ,‬فتظهر على وجهه عالمات التأثر‬
‫نفسها ‪ ,‬البادية على وجه زميله‪ .‬وقد حمله هذا االنتباه إلى العمل ‪ ,‬و مالحظته أخاه وهو‬
‫يعمل على أن تصدر منه إشارة تلقائية أو صوت ساذج معبر عن هذه المالحظة ‪ .‬و على‬
‫مر األيام و بتكرار التجارب المتشابهة‪ ,‬تطورت األصوات إلى كلمات ‪ ,‬و استغنى عن‬
‫اإلشارات كلها ‪ ,‬أو بعضها على األقل‪.‬‬
‫و قد أقبل جيجر على كثير من الكلمات المستعملة فى اللغات األوربية ‪ ,‬و أرجعها‬
‫إلى أصول إغريقية – سنسكرتية ‪ ,‬تدل على عمل من أعمال اإلنسان ؛ مثال ذلك ‪ :‬األصل‬
‫اإلغريقى ‪ ,‬الذى معناه ‪ ( :‬الكشط ) أو ( السلخ )‪ ,‬اشتقت منه كلمات معانيها ‪ :‬الجلد و‬
‫الخشب و الشجر‪ .‬و هنا نرى العالقة واضحة بين هذه الفروع و أصلها ؛ فإن الجلد هو ما‬
‫يسلخ ‪ ,‬و الخشب شجر كشط لحاؤه ‪ ,‬و الشجر ما يكشط ليؤخذ منه الخشب‪.‬‬
‫‪136‬‬

‫و بالطريقة عينها انحدرت الكلمة اإلنجليزية ‪ Night :‬بمعنى ( ليل ) من أصل‬


‫سنسكرتى هو ‪ ang :‬أو ‪ ungo‬بمعنى ‪ ( :‬الصبغ باللون األسود )‪.‬‬
‫و مما قد يؤيد هذه النظرية أن ‪ ,‬أن جميع أسماء اآلالت تقريبا مشتقة من كلمات تدل‬
‫على أعمال إنسانية ‪ .‬و إنك لترى هذه الحقيقة ماثلة فى لغتناالعربية ؛ فلدينا مثال ‪:‬‬
‫المنشار ‪ ,‬و المفتاح ‪ ,‬و المقراض ‪ ,‬و المقص ‪ ,‬و المخرز ‪ ,‬و كلها مشتقات من أصول يدل‬
‫كل واحد منها على عمل من أعمال اإلنسان الهامة‪.‬‬
‫و مع أن وضع هذه النظرية يعد خطوة أخرى فى سبيل حل المشكلة ‪ ,‬فإنها لم‬
‫تستطع أن توضح لنا بأسلوب مفهوم معقول ‪ ,‬كيف وضعت تلك األصول العامة األولى‬
‫التى يقول صاحب النطرية إنها تتعلق بأعمال اإلنسان أو إشاراته والتى يعدها الكلمات‬
‫ألولى التى اشتقت منها غيرها من الكلمات‪ .‬على أنه من المعتذر ‪ ,‬إرجاع جميع الكلمات‬
‫التى تتكون منها اللغات كلها ‪ ,‬إلى تلك األصول العامة‪.‬‬

‫سابعا – نظرية‪ h‬التطور اللغوى‬


‫و قد تأثر واضعو هذه النظرية بنظرية التطور العام التى أذاعها دارون ‪Darwin‬‬
‫وحاول أن يبرهن على أثرها فى جميع النواحى بعامة ‪ ,‬و فى حياة الفرد و النوع اإلنسانى‬
‫مخاصة‪ .‬و قد أدت دراسة النمو اللغوى عند الطفل إلى ادعاء أصحاب هذه النظرية بأن‬
‫هذا النمو يشبه تطور لغة النوع اإلنسانى ‪ .‬و هم يزعمون أن لغة اإلنسان األول سلكت‬
‫مراحل فطرية متعددة ‪ ,‬متمشية مع مراحل نموه العقلى‪ .‬و هذه المراحل هى ‪:‬‬
‫‪ -1‬مرحلة األصوات الساذجة االنبعاثية ‪ ,‬التى صدرت عن اإلنسان فى العصور األولى ‪,‬‬
‫حين كانت أعضاء النطق لديه غير ناضجة ‪ ,‬و ميوله و رغباته غير محددة‪ .‬و إننا لنالحظ‬
‫نظير هذه المرحلة فى الطفل ‪ ,‬حين تصدر عنه فى أول عهده بالنطق بعض أصوات‬
‫مبهمة ‪ ,‬ال يفهم منها فى كثير من األحيان ‪ ,‬رغبة و ال غرض معين‪.‬‬
‫‪ -2‬مرحلة األصوات المكيفة المنبئة عن األغراض و الرغبات المصحوبة باإلشارات‬
‫المتنوعة التى تساعد األصوات مساعدة فطرية فى اإلبانة عن األغراض‪ .‬و قد ساعد على‬
‫هذا التطور فى األصوات و تكيفها ‪ ,‬نمو أعضاء النطق من جهة ‪ ,‬و نمو اإلحساس و‬
‫الشعور الذاتى لدى اإلنسان من جهة أخرى ‪ .‬و األصوات المكيفة هى المتنوعة ‪ ,‬الختالفها‬
‫فى الشدة و الرخاوة ‪ ,‬و الحهر و الهمس و غير ذلك‪.‬‬
‫و تناظر هذه المرحلة فى نمو الطفل اللغوى ‪ ,‬تلك المرحلة التى يصل إليها فى‬
‫أواخر السنة األولى من حياته ‪ ,‬وذلك حين تصدر عنه أصوات مكيفة ‪ ,‬مصحوبة بإشارات‬
‫منبئة عن أغراضهـ ‪ .‬و فى هذه المرحلة من مراحل النمو اللغوى عند اإلنسان لم يكن‬
‫هناك فرق ‪ ,‬بين أصوات اإلنسان و أصوات الحيوات الدالة على شعوره بالخوف أو‬
‫الحنين ‪ ,‬أو النفور أو الرضا ‪ ,‬أو القلق و االضطرابـ ‪ ,‬و على شعوره بالحاجة إلى‬
‫المعونة ‪ ,‬فهو بهذه األصوات يعبر عن شعوره ‪ ,‬و يستغيث بغيره من بنى جنسه‪.‬‬
‫‪ -3‬مرحلة المقاطع‬
‫وفيها انتقلت لغة اإلنسان من أصوات غير محددة المعالم ‪ ,‬إلى أصواتـ محددة ‪ ,‬فى‬
‫صورة مقاطع قصيرة ‪ ,‬مستنبطة من أصوات األشياء أو الظواهر الطبيعية ‪ ,‬أو على األقل‬
‫متأثرة بها إلى حد بعيد‪.‬‬
‫‪137‬‬

‫و يبدأ الطفل مرحلة تناظر هذه المرحلة ‪ ,‬فى الشهور األولى من السنة الثانية ‪,‬‬
‫وذلك حين ينطق بمقاطع متكررة ‪ ,‬يطلب بها ما يريد ‪ ,‬أو يدل بها على أشياء معينة ‪,‬‬
‫متأثرا فى ذلك بما يسمعه مما حوله من الحيوانات ‪ ,‬أو ممن يرى فى محيطه من الناس‪ .‬و‬
‫ال يزال يكرر هذه المقاطع حتى ينطبع فى نفسه ‪ ,‬و تتكون منها لغته البدائية ‪ .‬و كثير من‬
‫ألطفال يطلقون فى هذه السن ‪ ,‬كلمة‪ ( :‬هَوْ هَوْ ) على الكلب ‪ ,‬و كذلك ( نَوْ نَوْ ) على القط‬
‫‪ ,‬و ( تِ ْك تِ ْك ) على الساعة ‪ ,‬و غير ذلك‪.‬‬
‫‪ -4‬مرحلة الكلمات المكونة من المقاطع‬
‫و فى هذه المرحلة تتكون من المقاطع التى سبق الحديث عنها ‪ ,‬الكلمات أو‬
‫األصول العامة التى استعملها اإلنسان األول لقضاء حاجته ‪ ,‬و التعبير عن أغراضه و‬
‫رغباته ‪ .‬ومن هذه األصول األولى اشتق اإلنسان كثيرا من الفروع ‪ ,‬و بالتأليف بين هذه‬
‫الفروع و تلك األصول ‪ ,‬اكتمل تكوين اللغة الفطرية‪.‬‬
‫و قد وصل اإلنسان إلى هذه المرحلة ‪ ,‬حين اكتمل عقله ‪ ,‬ونضجت أعضاؤه‬
‫الصوتية ‪ ,‬و اتسع نطاق حياته االجتماعية ‪ ,‬و كثرت رغباته ‪ ,‬و اشتدت حاجته إلى التفاهم‬
‫مع غيره‪.‬‬
‫و يوازى هذه المرحلة عند الطفل ‪ ,‬تلك المرحلة التى يستطيع فيها التكلم ‪ ,‬كما يتكلم‬
‫غيره ممن يحيطون به ‪ .‬و يتألف معجمه اللغوى من الكلمات الشائعة فى بيئته ‪ ,‬و الالزمة‬
‫للتعبير عن أغراضه‪.‬‬
‫‪ -5‬مرحلة الوضع و االصطالح‬
‫و هذه آخر مرحلة من مراحل النمو اللغوى ‪ .‬و هى إن لم تكن مرحلة فطرية ‪ ,‬فإنها‬
‫تقوم على أساس فطرى ؛ ذلك هو حاجة اإلنسن الملحة ‪ ,‬إلى االحتكاك ببيئته ‪ ,‬و القبض‬
‫على ناصيتها ‪ ,‬و مسايرة اللغة التى يستخدمها لتفكيره و عقله ‪ ,‬و مشاهدته التى يتسع‬
‫نطاقها على مر األيام ‪ ,‬و كثيرة التجارب ‪ ,‬و تشعب دروب الحياة‪.‬‬
‫و فى هذه المرحلة ‪ ,‬وضعت المصطلحات العلمية ‪ ,‬و ابتكرت األسماء الدالة على‬
‫المسميات المستحدثة ‪ .‬و ال تزال اللغة تثمو باطراد ‪ ,‬و ال يزال عدد مفرداتها يزداد ‪ ,‬كلما‬
‫أوغل اإلنسان فى التحضر ‪ ,‬و ازداد تموه الفكرى ازديادا ‪ ,‬ال يطهر أنه سيقف عند حد‪.‬‬
‫و يوازى هذه المرحلة ‪ ,‬مرحلة النمو للغوى ‪ ,‬عند الطفل ‪ ,‬عندما يذهب إلى‬
‫المدرسة ‪ ,‬و يدرس العلوم و الفنون ‪ ,‬و يتعلم بعض المصطلحات العلمية و الفنية‬
‫المختلفة‪.‬‬
‫هذا هو مذهب التطور اللغوى ‪ ,‬فى نشأة اللغة اإلنسانية ‪ .‬و يمتاز بعدة أمور ‪:‬‬
‫األول ‪ :‬أنه يخضع نشأة اللغة وتطورها ‪ ,‬إلى سنة التطور العام ‪ ,‬شأنها فى ذلك شأن كل‬
‫كائن حى ‪ ,‬ينشأ صغيرا ساذجا ‪ ,‬ثم ينمو شيئا فشيئا ‪ ,‬بحكم طبيعته ‪ ,‬و البيئة التى ينشأ‬
‫فيها‪ .‬و ما اللغة إال ظاهرة اجتماعية ‪ ,‬تخضع لما تخضع له الظواهر االجتماعية من‬
‫عوامل التطور‪.‬‬
‫الثانى ‪ :‬أنه يشرح لنا السر فى نمو اللغة ‪ ,‬من حيث متنها و أساليبها ‪ .‬و يعزو ذلك إلى‬
‫سلوك اإلنسان مسلك التقدم و الرقى ‪ ,‬فى جميع مقومات حياته الخاصة ‪ ,‬و ظروفه‬
‫االجتماعية ‪ ,‬و إلى حاجته الماسة إلى تنمية لغته ‪ ,‬لتساير حياته ‪ ,‬و لتعسفه حين يريد‬
‫التعبير عن أفكاره أو رغباته المتزايدة على الدوام‪.‬‬
‫‪138‬‬

‫الثالث ‪ :‬أنه ال يمنع أن يكون هناك أكثر من عامل واحد فى نشأة اللغة و تطورها ؛ فمن‬
‫الجائز ‪ ,‬بل يكاد يكون من المحقق _ فى نظر أصحاب هذا المذهب _ أن يكون اإلنسان ‪,‬‬
‫قد تأثر فى إصدار األصوات الساذجة أو المكيفة ‪ ,‬بما سمع من أصوات الحيوان ‪ ,‬أو‬
‫الظواهر الطبيعية ‪ ,‬و أن بعض تلك األصوات ‪ ,‬كان تعبيرا تلقائيا عن آالمه و رغباته و‬
‫انفعاالته و عواطفه ‪ .‬هذا إلى أن هذا المذهب ‪ ,‬ال ينكر أثر االشتقاق و الوضع ‪ ,‬فى تنمية‬
‫متن اللغة ‪ ,‬و توسيع نطاقها‪.‬‬
‫تلك هى أشهر لمذاهب ‪ ,‬التى ابتكرت لتفسير نشأة اللغة اإلنسانية ‪ .‬وهناك بعض‬
‫المذاهب األخرى ‪ ,‬التى ضربنا صحفا عن ذكرها ‪ ,‬لتفاهتها ‪ ,‬أو لتضمنها فيما تقدم من‬
‫الذاهب‪.‬‬
‫و لكن هل وصلت هذه النظريات المختلفة ‪ ,‬إلى حل واضح لهذا الموضوع‬
‫الشائك ‪ ,‬موضوع نشأة اللغة اإلنسانسة ؟ بالطبع ال ‪ ! ...‬و إن هذا المذهب األخير ‪ ,‬على‬
‫الرغم مما يبدو فيه من ثوب علمى ‪ ,‬فإن فيه كذلك عيبا خطيرا ‪ ,‬وهو أنه يتخذ الطفل‬
‫أساسا ‪ ,‬لتطبيق مراحل نمو اللغة عند اإلنسان األول ‪ ,‬مع أن هناك فارقا مهما بين لغة‬
‫الطفل و لغة هذا اإلنسان األول ؛ و ذلك ألن الطفل يكتسب هذه اللغة من أبويه ‪ ,‬و‬
‫المحيطين به ‪ ,‬و هم ال يملـّون من ترديد المقاطع التى يتفوه بها الطفل ‪ ,‬و يصلحون له‬
‫أخطاءه ‪ ,‬حتى يصل إلى مرحلة النضج اللغوى ‪ ,‬و لم يكن هذا أمرا متيسرا لإلنسان األول‬
‫‪ ,‬الذى كان يسير على هدى فى لغته ‪ ,‬ال يجد أمامه من يردد مقاطعه و جمله ‪ ,‬ليحاكيها و‬
‫يصل بها إلى مراحل النضج و اإلحكام‪.‬‬
‫و فى ذلك يقول ( ماريو باى ) ‪ :‬كان من الطبيعى أن يلجأ الباحثون إلى دراسة‬
‫تطور مهارة الكالم عند الطفل منذ مولده ‪ ,‬إبان محاولتهم إلقاء الضوء على نشأة اللغة و‬
‫تطورها ‪ .‬و عند ما أجريت هذه التجارب على أطفال أسوياء ‪ ,‬فى ظروف طبيعية ‪ ,‬انتهت‬
‫– فيما يتعلق بنشأة اللغة و تطورها – إلى نتائج غير مقنعة ‪ ,‬فكل ما دلت عليه هذه‬
‫التجارب ‪ ,‬هو أن الطفل يحاكى حديث الكبار فى المجتمع الذى يعش فيه‪.‬‬
‫و يحدثنا التاريخ عن ثالثة رجال على األقل ‪ ,‬حاولوا أن يعزلوا األطفال منذ‬
‫مولدهم ‪ ,‬حتى يثبتوا ما إذا كان الطفل يستطيع أن يتحدث بلغة ‪ ,‬ليست فى أصلها مبنية‬
‫على محاكاة للكبار ؛ فيروى ( هيرودوت ) أن الفرعون المصرى ( بسماتيك ) قد أدى هذه‬
‫التجربة على طفلين ‪ ,‬و أن أول كلمة نطقا بها ‪ ,‬هى كلمة ‪ ( :‬بيكوس ) ‪ Bekos‬و معناها‬
‫‪ ( :‬خبز ) باللغة الفريجية ‪ .1‬عندئذ ثبت للفرعون المصرىـ ‪ ,‬أن هذه اللغة ‪ ,‬هى أصل اللغة‬
‫فى العالم‪.‬‬
‫و قام ( فريدرك الثانى ) فى مطلع القرن الثالث عشر الميالدى ‪ ,‬بتجربة مماثلة ؛ و‬
‫يقال إن الطفلين ماتا قبل أن يصل الباحثون إلى نتائج حاسمة ‪ .‬و ي ّدعى ( جميس الرابع )‬
‫ملك اسكتلندا ( حوالى سنة ‪ 1500‬م ) أن األطفال الذين أجرى عليهم تجربته ‪ ,‬قد‬
‫استطاعوا أن يتحدثوا بالغة العبرية بطريقة مفهومة ‪ .‬و لما كانت الضوابط العلمية تنقص‬
‫هذه التجارب الثالث ‪ ,‬فال يمكننا أن نصل إلى نتائج مقنعة على أساسها ‪ ,‬خاصة فيما يتعلق‬
‫بنشأة اللغات‪. 2‬‬
‫‪ .1‬فريجا ‪ Phrygia‬دولة قديمة فى آسيا الصغرى‬
‫‪ .2‬لغات البشر ‪ 19‬و انظر اللغة لفندريس ‪ 34‬و داللة األلفاظ للدكتور إبراهيم أنيس ‪ 11 – 9‬و انظر كذلك حديثا مطوال عن طفلين من الهند ‪,‬‬
‫خطفتهما الذئاب و ربتهماـ ‪ ,‬فى كتابـ ( البالغة العصرية ) لسالمة موسى ‪10_7‬‬
‫‪139‬‬

‫و هكذا نرى أن موضوع نشأة اللغة ‪ ,‬ال يزال الخوض فيه ‪ ,‬من األمور الفلسفية‬
‫الميتافيزيقية ‪ ,‬التى تخرج الباحث فيها ‪ ,‬عن نطاق الحقائق العلمية ‪ ,‬إلى البحث فيما وراء‬
‫الطبيعة ‪ ,‬و فى أمور ال نملك منها اليوم أية وثائق أو مستندات ‪ ,‬و هللا أعلم‪.‬‬

‫أســــــئــلة عــلــــــم اللــغــــــــة‬

‫اكـتـب ملخـصا فى دراسـتـك لعلم اللغة مبينا ما يأتى ‪:‬‬ ‫‪.1‬‬


‫‪ -1‬تعريف علم اللغـة‬
‫‪ -2‬تعريف اللغـة‬
‫‪ -3‬تعريف اللغوى‬
‫اكتب بخط جميل ما قاله دى سوسير عن تقسيم اللغة إلى ثالثة مصطلحات !‬ ‫‪.2‬‬
‫اكتب باإليجاز عن نشـأة علم اللغة موضحا آراء العلماء المفرقين و المسـوين بين‬ ‫‪.3‬‬
‫علم اللغـة و فقـه اللـغــــةـ‬
‫ما هى الفوارق بين علم اللـغــــةـ و فـــقـــــه اللــغـــــةـ فى نظرك ؟‬ ‫‪.4‬‬

‫بالتوفيق و النجاح‬

‫أسـئلة علم اللغة‬

‫‪ .1‬مالمراد بالمصطلحات اآلتية ثم بين دور كل منها فى علم اللغة !‬


‫‪Parole - Langue - Langage‬‬
‫‪ .2‬ما هى الفوارق بين علم اللغة و فقه اللغة ؟‬
‫‪ .3‬ما الفرق بين علم اللغة المقارن و علم اللغة التقابلى ؟‬
‫‪ .4‬عرف فوناتيك و فونيمك مبينا ذلك بالمثال !‬
‫‪ .5‬تكلم عن نظرية اإللهام و نظرية االتفاق فى نشأة اللغة !‬
‫‪140‬‬

‫أسـئلة علم اللغة‬

‫‪ .1‬مالمراد بالمصطلحات اآلتية ثم بين دور كل منها فى علم اللغة !‬


‫‪Parole - Langue - Langage‬‬
‫‪ .2‬ما هى الفوارق بين علم اللغة و فقه اللغة ؟‬
‫‪ .3‬ما الفرق بين علم اللغة المقارن و علم اللغة التقابلى ؟‬
‫‪ .4‬عرف فوناتيك و فونيمك مبينا ذلك بالمثال !‬
‫‪ .5‬هناك سبعة نظريات لنشأة اللغة اإلنسانية ‪ ،‬اذكر خمسة منها !‬

‫أسـئلة علم اللغة‬

‫‪ .1‬مالمراد بالمصطلحات اآلتية ثم بين دور كل منها فى علم اللغة !‬


‫‪Parole - Langue - Langage‬‬
‫‪ .2‬ما هى الفوارق بين علم اللغة و فقه اللغة ؟‬
‫‪ .3‬ما الفرق بين علم اللغة المقارن و علم اللغة التقابلى ؟‬
‫‪ .4‬عرف فوناتيك و فونيمك مبينا ذلك بالمثال !‬
‫‪ .5‬هناك سبعة نظريات لنشأة اللغة اإلنسانية ‪ ،‬اذكر خمسة منها !‬

‫أسـئلة علم اللغة‬

‫‪ .1‬مالمراد بالمصطلحات اآلتية ثم بين دور كل منها فى علم اللغة !‬


‫‪Parole - Langue - Langage‬‬
‫‪ .2‬ما هى الفوارق بين علم اللغة و فقه اللغة ؟‬
‫‪ .3‬عرف فوناتيك و فونيمك مبينا ذلك بالمثال !‬
‫‪ .4‬هناك سبعة نظريات لنشأة اللغة اإلنسانية ‪ ،‬اذكر خمسة منها !‬

‫أســـئـــلـــــــــــة عـلـــــم اللـغــــــــــــة‬

‫‪ .1‬مالمراد بالمصطلحات اآلتية ثم بين دور كل منها فى علم اللغة !‬


‫‪141‬‬

‫‪Parole - Langue - Langage‬‬


‫‪ .2‬ما هى الفوارق بين علم اللغة و فقه اللغة ؟‬
‫‪ .3‬عرف فوناتيك و فونيمك مبينا ذلك بالمثال !‬
‫‪ .4‬هناك سبعة نظريات لنشأة اللغة اإلنسانية ‪ ،‬اذكر خمسة منها !‬

‫عالقة الفعل بالجار و المجرور و الظرف األصليين ( المطلوبين من الفعل )‬

‫‪.1‬عالقة عادية‬
‫يمكن معها تغيير الجار و استبدال آخر به ‪ ،‬مع بقاء المعنى األصلى للفعل على‬
‫حاله وذلك كالفعل مشى ‪ ،‬فقد نستخدمه على النحو اآلتى ‪ :‬مشى على الماء ‪ ،‬مشى إلى‬
‫الماء ‪ ،‬مشى من الماء إلى اليابسة ‪ ،‬مشى فوق الماء ‪ ،‬مشى تحت الماء ‪ ،‬مشى قرب‬
‫الماء ‪ ....‬إلخ‬
‫و معنى الفعل ال يتغير إذا غيرنا االسم المجرور فنستطيع أن نقول مثال ‪ :‬مشى‬
‫على الماء ‪ ،‬مشى على الحبل ‪ ،‬مشى على اليابسة ‪ ...‬إلخ فالعالقة هنا غير العضوية‪.‬‬

‫‪ .2‬عالقة سياقية‬
‫‪142‬‬

‫يالزم الفعل فيها حرف جر معين مثل ‪ :‬صبر على الظلم ‪ ،‬و هذه العالقة تظهر‬
‫واضحة جلية عند إجراء اختبار االستبدال أو االستعاضة ‪ substitution‬مع المجرور إذ‬
‫يجوز استبدال مجور آخر به دون أن نضطر إلى تغيير حرف الجر كأن نقول ‪ :‬صبر على‬
‫الظلم ‪ ،‬على األذى ‪ ،‬على األلم ‪ ،‬على الفراق ‪ ،‬على العذاب ‪ ...‬إلخ‪.‬‬
‫فإذا استبدلنا بحرف الجر " على " آخر صارت الجملة غير نحوية مثل ‪ :‬صبر‬
‫إلى الظلم أو صبر بالظلم أو صبر بجانب الظلم أو صبر فوق الظلم‪ .‬و من هنا نستنتج أن‬
‫العالقة بين الفعل " صبر " و حرف الجر " على " عالقة عضوية مرتبطة بالسياق و‬
‫لكن معنى الفعل " صبر " يظل على حاله إذا حذفنا الجار و المجرور معا‪.‬‬

‫‪ .3‬عالقة اصطالحية‬
‫البد للفعل فيها من حرف جر مخصوص ال يمكن حذفه دون أن يختلف معنى الفعل‬
‫أو يتوقف فيه حتى يظهر حرف الجر ‪ ،‬و ذلك كالفعل " مال " ‪ ،‬فهو فى األصل يعنى "‬
‫زال " عن استوائه ‪ ،‬و يكتسب معنى آخر بإضافة حرف الجر " على " مثال إليه ‪ ،‬فإذا‬
‫استبدلنا به آخر اختلف المعنى أو اختل كما يتضح ذلك فيما يأتى ‪:‬‬

‫مال على الرعية = ظلم‬


‫مال فى الرعية‬
‫مال من الرعية‬
‫مال فوق الرعية‬
‫مال إلى الرعية = أحب ( مال إلى تعبير اصطالحى آخر )‬
‫و من هنا نستنتج أن عالقة الحرف " على " بالفعل " مال " عالقة عضوية‬
‫اصطالحية ال يمكن معها تغيير حرف الجر دون أن يتغير معنى الفعل ‪ ،‬و ال يمكن حذف‬
‫الجار و المجرور مع بقاء المعنى األصلى للفعل على حاله ‪ ،‬و قل مثل ذلك فى الفعل "‬
‫رغب " ‪.‬‬
‫و نريد أن نلفت إلى أن الجار و المجرور و الظرف فى الحالتين اآلخرتين داخالن‬
‫فى إطار ما أسميناه الجملة األساسية ‪ ،‬أما النوع األول غير المطلوب من الفعل فهو من‬
‫*‬
‫العناصر الحرة‪.‬‬

‫*‬
‫* نقلت بالتصرف من نظام الجملة فى شعر المعلقات للدكتور‪ /‬محمود أحمد نحلة ‪ ،‬كلية اآلداب ‪ -‬جامعة االسكندرية دار المعرفة‬
‫الجامعية بمصر سنة ‪1991‬‬
143

Soal linguistik
1. Apa asal usul kata linguistik, dan apa maknanya ? lalu sebutkan cakupan linguistik
(subsistem bahasa) !
2. Jelaskan maksud peristilahan berikut ini :
- Langue - langage - Parole - arbitrer
- Mikrolinguistik
- makrolinguistik
3. Jelaskan bahwa bahasa memiliki fungsi umum dan khusus !
4. Sebutkan dengan singkat sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dan
timur !
5. Jelaskan tipologi genealogis, geografis, dan structural dalam ilmu bahasa !

Anda mungkin juga menyukai