Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ETIKOMEDIKOLEGAL

Profesionalisme dalam Pendidikan Kedokteran

Farina Dwinanda Faisal


C015211018

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Profesionalisme dalam Pendidikan Kedokteran

1. Pendahuluan
Profesionalisme kedokteran modern berawal dari tradisi lampau yang berevolusi
sepanjang sejarah.(Hilton & Southgate, 2007)

2. Ringkasan Sejarah
Pada era Yunani kuno, dapat terlihat jejak kedokteran barat. Apollo sebagai God of
Healing. Anaknya Aesculapius yang merupakan penyembuh luka menjadi God of
Medicine. Hippocrates (377 SM) membuat dirinya berbedadengan berusaha
memisahkan ilmu kedokteran dengan ilmu kepercayaan. Melalui diskusi terbuka,
prinsip kedokteran hipoocrates mulai terbentuk, k.esehatan merupakan suatu
keseimbangan, dan penyakit menjadi pengganggu dalam keseimbangan tersebut.
(Hilton & Southgate, 2007)

Beberapa abad kemudian, dengan didominasi nilai kemanusiaan, dan perkembangan


ilmu pengetahuan maka muncul konsep-konsep yang semakin baik dalam dunia
kedokteran. Ekspansi ilmu pengetahuan ilmiah dalam menjelaskan fenomena natural
membuat seorang filsuf bernama Comte(1988) mengeluarkan 3 prinsip doktrin utama
yaitu:(Hilton & Southgate, 2007)
 Ilmu pengetahuan ilmiah empiris bukan hanya bentuk sebuah pengetahuan,
tetapi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan positif
 Intensi untuk menghilangkan pikiran mistis, dan pengetahuan semu
 Sebuah program untuk memperluas pengetahuan ilmiah.

Pada abad ke20 sebuah narasi dari Le Fanu (1999) mengungkapkan problem dunia
kedokteran saat itu.(Hilton & Southgate, 2007)

 Dillusioned doctors. Disamping kesuksesan kedonteran modern, dokter


merasa kurang puas dibanding masa lampau.
 Worried well. Disamping angka harapan hidup yang memanjang, tingkat
ketidakpuasan dan kecemasan akan kesehatan meningkat.
 Soaring popularity of alternative medicine. Apabil kedokteran modern sangat
efektif, mengapa hal ini terjadi?
 Spiralling costs of health care. Semakin banyak yang kita lakukan, semakin
banyak hal tersisa yang harus diselesaikan.

Aristoteles menjelaskan atribut dalam pengetahuan professional yang memberikan


kebijaksanaan untuk keuntungan individu(Hilton & Southgate, 2007)

 episteme—the knowledge required for practice,


 techne—the skills or craftsmanship required,
 phronesis—‘prudence’ or ‘practical wisdom’. This is the application of
judgement to address complex problems and conflicting interests. The concept
of phronesis is an important one in describing the actions of the effective,
mature professional.

3. Profesionalisme Kedokteran
Terdapat minat dan aktivitas yang sangat besar tentang profesionalisme kedokteran di
Inggris dan Amerika Utara dalam 15 tahun terakhir. Sebagian besar literatur yang
tersebar dilaterbelakangi oleh politisasi layanan kesehatan, konflik kepentingan dalam
komersialisme dan pengaruhnya pada praktik kedokteran dan kecemasan yang timbul
dari litigasi medis.(Hilton & Southgate, 2007)

4. Definisi Profesionalisme Kedokteran


Profesional dan profesionalisme memiliki arti yang berbeda tergantung individu, dan
dalam konteks yang berbeda. Profesionasime bagi dokter, Sebagian, hanya
mengindikasikan ketepatan waktu dan kehadiran. Namun bagi orang lain dapat
berarti, kemampuan memisahkan emosi dalam pekerjaan, atau kemampuan untuk
tetap mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terbaru. (Hilton & Southgate, 2007)

Kuczewski (2001) melihat profesionalsime dalam kedokteran sebagai gabungan


beberapa isu: etika kedokteran, komunikasi interpersonal, kompetensi kultural dan
sensitivitas, dan pelayanan masyarakat. Kemudian dia memberikan definisi
profesionalisme kedokteran sebagai “the norms of the relationships in which
physicians
engage in the care of patients” . Definisi inilah yang memusatkan (walaupun tidak
eksklusif) hubungan antara dokter dan pasien, dan perubahan norma yang ada. (Hilton
& Southgate, 2007)
Ludmerer menuliskan bahwa profesionalisme kedokteran menggabungkan 3
karakteristik esensial, yaitu: (Hilton & Southgate, 2007)
 Ilmu pengetahuan ahli
 Regulasi diri
 Tanggungjawab terhadap kebutuhan pasien diatas kepentingan pribadi.

5. Pernyataan organisasi professional


CANMED (College of Physicians and Surgeons of Canada) tahun 1996 menjabarkan
7 peran spesialis kompeten: (Hilton & Southgate, 2007)
 medical expert/clinical decision-maker,
 communicator,
 collaborator,
 manager,
 health advocate,
 scholar,
 professional.

Pendapat terbaru dari the Royal College of Physicians of London’s working Party
tehadap profesionalitas kedokteran adalah “a set of values, behaviours and
relationships that underpin the trust the public has in doctors”. (Hilton & Southgate,
2007)

6. Perspektif penulis : 6 domain


 respect for patients,
 ethical practice,
 reflection/self-awareness,
 responsibility—commitment to excellence/lifelong learning,
 teamwork,
 social responsibility.
7. Asal Muasal Profesionalisme Kedokteran
Telah dibahas sebelumnya bahwa profesionalisme kedokteran membutuhkan 6
domain prilaku. Profesionalisme juga membutuhkan penilaian ,reflektif, phronesis,
sebuah periode panjang pengalaman dan kematangan diperlukan. Untuk dapat
mencapai hal ini, sebagai junior dengan tahap ‘proto-profesional’, dokter harus
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. (Hilton & Southgate, 2007)

8. Latihan Refkektif
Latihan reflektif dibutuhkan karena tanpa ulasan atau masukan dari individu dengan
pengalaman, dokter akan kesulitan untuk memiliki pemahaman dalam menentukan
keputusan yang kompleks, dan sebuah alasan diperlukan untuk praktek tanpa
supervisi. Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi sangat diperlukan, namun tidak
cukup untuk phronesis. Dokter juga membutuhkan kemampuan refleksi yang efektif
yang dapat menjadi kemampuan meta. Schon mengobservasi dan menemukan bahwa
kemampuan berpikir reflektif hanya dapat diinisiasi setelah berhadapan dengan kasus
asli dan ketidakpastian akan solusi kasus tersebut. (Hilton & Southgate, 2007)

9. Praktek etik
Praktek etik bermanifestasi dalam 3 domain, respek terhadap pasien, tanggung jawab
social, dan nilai moral. Hal ini muncul dari interaksi antara individu, pengalaman, dan
pengaruh lingkungan. (Hilton & Southgate, 2007)

Kohlberg memiliki teori bahwa individu memiliki proses dalam moral reasoning ,
terdapat 6 tahapan dalam hal ini:

Pendidikan kedokteran saat ini dilihat sebagai Pendidikan yang dimulai dengan
tahapan undergraduate namun tanpa akhir. Pada tahapan sarjana, literatur
menitikberatkan pendidikan pada: (Hilton & Southgate, 2007)

 instilling professional values,


 humanism and ethical practice,
 encouraging the development of reflective judgement,
 addressing the damaging effects of the hidden curriculum
Sedangkan untuk program Pendidikan spesialis, terdapat 6 hal yang diseapakti
menjadi target luaran:

 patient care,
 medical knowledge,
 practice-based learning and improvement, and
 interpersonal and communication skills,
 professionalism,
 systems-based practice.
Pada beberapa negara seperti UK dan USA mengadakan revalidasi untuk seluruh
dokter untuk memastikan, kemampuan dalam berkarir. Hal ini juga untuk menjaga
profesionalisme dalam dunia kedokteran. (Hilton & Southgate, 2007)

10. Kesimpulan

Artikel ini telah membahas tetnang definisi profesionalisme kedokteran yang tersebar
luas namun berdasarkan 6 domain, dan berdasarkan prinsip phronesis. Berdasarkan
hal ini, professional dapat menghadapi berbagai masalah kompleks dengan
pengetahuan, kompetensi, penilaian, dan tulus.
DAFTAR PUSTAKA

Hilton, S., & Southgate, L. (2007). Professionalism in medical education. Teaching and
Teacher Education, 23(3), 265–279. https://doi.org/10.1016/j.tate.2006.12.024

Anda mungkin juga menyukai