Penelitian trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar
Dosen Pembimbing
Oleh :
Anista Cahlia 0118007
Diana Nur Azizah 0118012
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat mengerjakan serta menyelesaikan makalah ”Proses
Keperawatan “Luka Bakar, Kanker Kulit, Stevens-Johnson Syndrome” dan Hasil Penelitian
trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar” dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan tugas ini penulis mendapatkan bantuan dari beberapa pihak, oleh sebab itu
penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih. Segala usaha telah penulis lakukan untuk
terselesaikannya tugas ini, namun dalam usaha yang maksimal itu penulis menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari setiap
pembacanya demi kesempurnaan tugas ini.
Penyusun
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
A. Luka Bakar
B. Kanker Kulit
C. Stevens-Johnson Sindrom
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Kepewaratan
4. Evaluasi
Bab IV Hasil Penelitian trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar
Bab V Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas,
listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan Sejumlah
fungsi organ tubuh dapat ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot,tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya penyumbatan udara,
gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak
keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh,pengaturan suhu tubuh,
fungsi sendi, dan penampilan fisik.
Kanker terjadi jika sel-sel membelah diri secara tidak terkendali, sel- sel abnormal ini dapat
menyerang jaringan di sekitarnya atau berpindah berpindah ke lokasi yang jauh dengan cara
memasuki aliran darah atau sistem limfatik. Agar tubuh manusia dapat berfungsi dengan normal,
setiap organ harus memiliki sejumlah sel tertentu. Namun, sel-sel dalam sebagian besar organ
mempunyai masa hidup yang pendek, dan agar organ bisa terus berfungsi, tubuh harus
mengganti sel-sel yang hilang melalui proses pembelahan sel. Pembelahan sel dikendalikan oleh
gen-gen yang terletak di dalam inti sel. Inti sel ini berfungsi seperti buku instruksi, yang
memerintahkan sel jenis protein apa yang harus dibuat, bagaimana pembelahan berlangsung dan
berapa lama usia hidupnya. Kode genetik ini dapat rusak karena sejumlah faktor, yang
mengakibatkan kesalahan di dalam buku instruksi. Kesalahan ini dapat merubah drastis cara
kerja sel. Bukannya mati, sel akan terus membelah diri dan akan terus hidup. Sel-sel kanker
membutuhkan gizi untuk hidup dan tumbuh. Ada banyak jenis kanker yang bisa menstimulasi
pertumbuhan pembuluh darah untuk menyediakan makanan yang dibutuhkan sel-sel kanker.
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat
gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa.
Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun,
kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri
tenggorokan.Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven
danS.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi
yang hebat terhadap obat-obatan.
2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Luka Bakar?
2) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Kanker Kulit?
3) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Stevens-Johnson Sindrom?
4) Bagaimana Julnal Hasil dari Penelitian Luka Bakar?
3. Tujuan
1) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Luka Bakar?
2) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Kanker Kulit?
3) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Stevens-Johnson
Sindrom?
4) Mahasiswa Mengetahui Bagaimana Julnal Hasil dari Penelitian Luka Bakar?
BAB II
TINJAUAN TEORI
1) Luka Bakar
A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma panas, elektrik, kimia
dan radiasi (Smith, 1998). Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi elektromagnetic.
(Effendi.C, 1999). Menurut Smeltzer dan Bare (2001), luka bakar adalah kerusakan secara
langsung maupun tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemunginan sampai ke
organ dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap
panas, bahan kimia,radiasi, arus listrik, dan suhu sangat dingin. Sedangkan menurut Moenajat
(2001), luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Jadi luka bakar adalah
kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia, elektrik maupun radiasi.
Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Presentasi area atau luas luka bakar pada permukaan tubuh
2. Kedalaman luka bakar
3. Anatomi luka bakar
4. Usia klien
5. Trauma yang menyertai
E. Maifestasi Klinik
Berat ringannya luka bakar tergantung pada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka
bakar.
Krikotiroidotomi :
o Tindakan invasif yang cepat sebagai alternatif intubasi.
Trakeostomi :
o Tindakan invasif namun lebih sulit dilakukan dibandingkan krikotiroidotomi,
sebaiknya dijadikan alternatif pada kasus elektif.
o Dapat dipergunakan untuk jangka panjang (>7 hari).
o Setelah jalan napas berhasil diamankan, perawatan jalan napas perlu dilakukan
dengan cara:
Periodic suction sesering mungkin
Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit yang mengandung uap air (humidified) untuk mencegah
sekret di saluran napas terlalu kental. Apabila pasien diintubasi, titrasi oksigen untuk
menjaga saturasi >94% atau pO2 100 mmHg
Broncho-alveolar lavage / bilas bronkus apabila diperlukan. Baku emas tindakan ini adalah
dengan menggunakan bronkoskopi. Apabila dianggap perlu, sebaiknya dilakukan di awal
perawatan
Nebulizer
Resusitasi Mekanisme Pernapasan
Penatalaksanaan lanjut untuk pernapasan terkait dengan adanya gangguan ekspansi toraks akibat
luka bakar melingkar atau adanya eskar di daerah dada atau abdomen. Dalam hal ini perlu
dilakukan eskarotomi segera setelah resusitasi jalan napas. Eskaratomi dilakukan dengan
melakukan sayatan menembus eskar hingga keluar darah (pertanda sudah mencapai sub-eskar).
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dilakukan setelah penanganan airway dan breathing selesai. Prinsip resusitasi
cairan adalah penggantian volume secara adekuat dalam waktu singkat. Untuk mencapai
resusitasi cairan yang cukup dapat digunakan beberapa jalur intravena sekaligus.
Resusitasi cairan menyesuaikan dengan derajat keparahan luka pasien.
Jenis-jenis resusitasi cairan adalah sebagai berikut:
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip ATLS
Pemberian kristaloid yang telah dihangatkan sebelumnya sebanyak 2000 mL atau titrasi untuk
mencapai urine output 0,5 – 1 ml/kg/jam.
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip Parkland
Resusitasi cairan berdasarkan prinsip Parkland untuk luka bakar sedang atau luas luka bakar
<25% tanpa syok :
Rumus menghitung kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan Parkland adalah 4 mL x kgBB x luas
% luka bakar
Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam
berikutnya.
Pada 24 jam kedua diberikan secara merata.
Resusitasi Syok
Resusitasi syok (untuk luka bakar berat: luas luka bakar >25%, dengan syok, atau keterlambatan
> 2 jam). Untuk mengetahui berapa cairan yang harus digantikan, terlebih dahulu harus
diprediksi volume sirkulasi. Volume sirkulasi merupakan 10% dari total volume tubuh.
Bila volume sirkulasi yang hilang > 25% syok hipovolemia akan terjadi. Cairan kristaloid dapat
diberikan di awal sesuai jumlah volume sirkulasi. Pada kasus resusitasi masif, sebaiknya
menggunakan koloid non-protein. Jika resusitasi awal tidak mengalami masalah, dapat
digunakan koloid iso-onkotik seperti HES 6% sebagi plasma substitute. Untuk kebutuhan
resusitasi yang lebih besar (contoh: kasus terlambat datang, CVP tetap rendah setelah pemberian
cairan dalam jumlah besar), maka dapat diberikan plasma expander seperti HES 10%.
Pemantauan Pasca Resusitasi
Pemantauan pasca resusitasi cairan antara lain:
Volume adekuat: CVP 8-12 mmH2O
Oksigenasi, meliputi delivery oksigen, konsumsi oksigen, dan saturasi oksigen
Deteksi adanya hipoperfusi splangnikus, ditandai dengan adanya iskemia mukosa saluran
gastrointestinal.
Penilaian perfusi seluler dengan melihat apakah ada peningkatan glukosa, serum laktat,
trigliserida, dan hipoalbuminemia
Penilaian hemodinamik dengan melihat tekanan darah dan produksi urin, serta menilai
balans cairan
Cairan pemeliharaan:
Dewasa: 2000 mL dalam 24 jam
Anak: 100 ml/10 kgBB pertama, 50 ml/10 kgBB kedua, dan 25 ml/10 kgBB sisanya.
[2,3]
Bula yang telah ruptur dibersihkan hingga tidak ada jaringan tersisa. Untuk bula yang belum
ruptur, belum terdapat rekomendasi yang tepat apakah sebaiknya dipecahkan atau tidak. Secara
umum, bula yang relatif kecil dapat dibiarkan karena justru bekerja sebagai barrier infeksi,
sementara bula yang sangat besar dan mungkin memberikan tekanan ke jaringan di bawahnya
dipecahkan dengan hati-hati dengan membuat lubang kecil pada ‘atap’ bula. Aspirasi bula tidak
disarankan karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
Agen Antimikrobial
Terdapat banyak pilihan agen antimikrobial untuk wound dressing. Silver sulfadiazine 1% sering
digunakan, begitu pula antibiotik dan klorheksidin. Kompres kassa (fine mesh) paling sering
digunakan, walaupun di beberapa negara maju menggunakan kompres hidrokoloid.
Penanganan Luka Bakar Kimia
Selain penatalaksanaan luka bakar secara umum yang telah dibahas di atas, terdapat beberapa
penatalaksanaan khusus untuk luka bakar karena bahan kimia.
Perlu diingat bahwa konsentrasi toksin dari bahan kimia serta durasi kontak menjadi penentu
utama derajat kerusakan jaringan. Karenanya, penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
Langkah-langkah tata laksana awal cedera kimia adalah sebagai berikut:
Perlindungan diri penolong; di beberapa negara seperti Amerika Serikat sudah terdapat
kategorisasi bahan kimia berdasarkan racun yang terkandung di dalamnya di mana pada level A
(paling beracun) perlu digunakan proteksi maksimal termasuk sepatu boot, google, sarung
tangan, masker, dan self contained breathing apparatus hingga level D (paling tidak beracun)
dan hanya memerlukan alat pelindung diri yang standar.
Pindahkan pasien dari area pajanan
Buka pakaian dan perhiasan pada korban
Jika bahan kimia kering, gunakan sikat, handuk atau alat lain untuk mengurangi pajanan.
Irigasi yang adekuat.
Komponen penting dari terapi aktif cedera kimia adalah irigasi yang adekuat pada semua luka
dan area yang terpajan dengan volume air yang besar dan tekanan sedang. Setelah diirigasi, dapat
pula digunakan sabun untuk membersihkan daerah luka. Khususnya untuk daerah mata, paparan
terhadap asam tidak perlu diirigasi terlalu lama (hanya hingga pH mata netral tercapai). Namun,
paparan terhadap alkali sebaiknya diirigasi selama 2-3 jam.
Terdapat beberapa pengecualian di mana irigasi justru sebaiknya dihindari, misalnya pajanan
terhadap:
Fenol, karena tidak larut dalam air
Logam elemental (contoh: sodium, kalium, fosfor), karena mengeluarkan produk
sampingan yang beracun ketika terkena air.
Dry lime, karena mengandung kalsium oksida yang ketika terkena air membentuk
kalsium hidroksida, sebuah alkali kuat.
Perlu diingat bahwa antidot tidak berperan dalam kebanyakan kasus luka bakar akibat bahan
kimia kecuali pada kasus penatalaksanaan asam hidroflorida di mana gel kalsium glukonat dapat
mengurangi racun serta memperbaiki hipokalsemia pada level sel dan secara sistemik.
H. Komplikasi Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat menyebabkan beberapa komplikasi, seperti :
1. Infeksi
Luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi lebih mudah mengalami infeksi bakteri dan
meningkatkan terjadinya sepsis. Sepsis adalah infeksi dimana bakteri berada didalam darah
sehingga dapat mempengaruhi seluruh tubuh dan mengancam jiwa. ha ini akan berlangsung
cepat dan dapat menyebabkan kegagalan organ
2. Penurunan volume darah
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan cairan. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya hipovolemia atau penurunan volume darah hingga dibawah rentang
normal. Penurunan volume darah dan cairan pada tubuh akan mengganggu kerja jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh.
3. Suhu tubuh rendah
Kulit dapat membantu mengontrol suhu pada tubuh, sehingga ketika sebagian besar kulit terluka
maka tubuh dapat kehilangan panas. Hal ini dapat meningkatkan resiko suhu tubuh menjadi
rendah atau biasa dalam bahas medis disebut hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi
dimana tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan panas.
4. Masalah pernafasan
Menghirup udara panas atau asap dapat membakar saluran udara dan menyebabkan kesulitan
pada sistem pernafasan. Menghirup asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan dapat
menyebabkan kegagalan pernafasan.
5. Terbentuk jaringan parut
Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan daerah kasar yang disebabkanoleh pertumbuhan
berlebih dari jaringan parut (keloid).
6. Masalah pada tulang dan sendi
Kedalaman luka bakar dapat membatasi pergerakan tulang dan sendi karena akan terbentuk
jaringan parut yang dapat mengencangkan kulit, otot, atau tendon. Kondisi tertariknya sendi
keluar dari posisi dapat terjadi secara permanen.
2) Kanker Kulit
A. Pengertian
Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak
terkendali, dapat merusak jaringan di sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Karena kulit terdiri atas beberapa jenis sel, maka kanker kulit juga bermacam-macam sesuai
dengan jenis sel yang terkena. Akan tetapi yang paling sering terdapat adalah karsinoma sel basal
(KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS) dan melanoma maligna (MM). (Ajoemedi soemardi,
2006)
Kanker kulit merupakan bentuk penyakit yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Jika
angka insidensinya tetap berlanjut seperti sekarang, diperkirakan seperdelapan penduduk
Amerika yang berkulit cerah akan menderita kanker kulit, khususnya karsinoma sel basal.
Karena kulit mudah diinspeksi, kanker kulit akan tampak serta terdeteksi dengan mudah dan
merupakan tipe kanker yang pengobatannya paling berhasil.
ABCD Formula untuk Kanker kulit. Akademi Dermatologi Amerika mengembangkan ABCD
Formula sebagai petunjuk dalam menentukan lesi mana yang bersifat abnormal guna menjamin
investigasi lebih lanjut, ABCD Formula adalah sebagai berikut :
A : Asymetry (A simetris). Setengah bagaian dari lesi kulit tidak bersesuaian dengan yang
lain.
B : Border irregularity (batasan yang tidak reguler). Bagian tepi dari lesi kulit seperti kulit
kerang atau tidak rata.
C : Color (warna). Pigmentasi yang bervariatif pada lesi. Bayangan coklat kekuningan,
coklat dan hitam. Merah, putih dan biru dimungkinkan juga terdapat sebagai penampakan
noda.
D : Diameter. Lesi meningkat dalam ukuran atau diameter dari lesi lebih besar dari 6
mm. (Fuller, 2000)
Tumor-tumor ganas kulit yang paling sering ditemukan adalah :
1. Karsinoma Sel Basal (Basalioma)
Merupakan kanker kulit terbanyak bersifat local invasif, jarang bermetastasis namun tetap
memiliki peluang untuk menjadi maligna karena dapat merusak dan
menghancurkan jaringan sekitar. Karsinoma Sel Basal muncul akibat radiasi sinar ultraviolet,
biasanya di bagian wajah. Karsinoma Sel Basal jarang menyebabkan kematian serta mudah
diterapi dengan pembedahan maupun radiasi.
Ahli bedah biasanya akan mengangkat lesi ditambah batas-batas jaringan normal
sekitarnya untuk mencegah berkembangnya kembali tumor tersebut. Satu margin 1-2 cm
sekeliling melanoma dipertimbangkan secara adekuat untuk melanoma dengan ketebalan
kurang dari 3 mm lesi-lesi dengan kedalaman lebih dari 1 mm tetapi kurang dari 3 mm
ditangani melalui pembedahan dengan kesembuhan kira-kira 70-80 %lesi dalam lebih dari
3 mm kemungkinan akan mengalami kekambuhan sekitar 40-50 %. Batas- batas reseksi
sekeliling melanoma yang dalam ini biasanya direkomendasikan menjadi paling sedikit 2-3
cm
b. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan dengan berbagai cara salah satunya adalah secara topical,
dimana agen-agen tersebut diberikan secara langsung pada lesi. Agen-agen yang digunakan
meliputi 5 flourourasil atau psorelen. Obat-obat yang paling umum digunakan untuk ini
meliputi melpalan, dakarbazasin (DTIC), dan sisplatin. Cara yang dilakukan dalam
memberikan kemoterapi adalah secara sistemik. Saat ini kemoterapi sistemik belum dapat
membuktikan efektivitasnya dalam mencegah kambuhnya penyakit pada pasien dengan
jenis kanker fase dini. Tapi biasanya digunakan pada orang dengan penyakit yang
menyebar secara luas
c. Terapi biologis
Terapi biologis juga disebut bioterapi atau immunoterapi, bekerja baik secara langsung
ataupun tidak langsung melawan kanker dengan mengubah cara-cara tubuh untuk bereaksi
terhadap kanker.Bentuk umum dari bioterapi dibawah penyelidikan untuk melanoma
meliputi vaksin, injeksi bacterium yang diketahui sebgaai BSG (Basilus Calmeete Guerin)
dan penggunaan interferon, interleukin, dan antibiotic monoklanal.Vaksinasi tersebut
dibuat dari melanoma yang diradiasi dan dinon-aktifkan. Diharapkan vaksin-vaksin
tersebut akan mensintesis system imun untuk mengenal melanoma dan oleh karenanya
akan meningkatkan kemampuan system untuk menghancurkan melanoma tersebut. Injeksi
BSG mempengaruhi stimulasi non-spesifik dari system imun dan sedang dipelajari sebagai
terapi untuk pasien-pasien fase awal.Diharapkan bahwa injeksi BSG secara langsung
kedalam metastase nodul-nodul subkutan dapat menyebabkan regresi lesi.
d. Terapi radiasi
Terapi radiasi merupakan bentuk pengobatan lainnya. Dengan penggunaan energy sinar X
dosis tinggi, kobalt, electron, atau sumber-sumber radiasi lainnya untuk menghancurkan
atau membunuh sel-sel melanoma
Penatalaksanaan karsinoma ini bergantung pada lokasi tumor, tipe sel (lokasi kedalaman),
sifat-sifat yang invasive atau tidak invasive dan tidak adanya kelenjar limfe yang
mengalami metastase, tindakannya adalah:
Komplikasi yang terdapat terjadi antara lain : Selulitis adalah lesi kanker yang terkontaminasi
bakteri, tanda-tanda yang dapat dilihat pada kulit adalah tanda-tanda inflamasi seperti rubor,
kalor, dolor, dan functiolesa. Abses pada kulit. Penyebaran kanker ke organ lain terutama pada
jenis Melanoma Maligna yang merupakan tipe yang paling sering bermetastasis ke organ lain
dan dengan jarak yang jauh. Peningkatan resiko infeksi diakibatkan oleh kurangnya higienitas
saat perawatan lesi maupun saat proses pembedahan. Terjadi efek samping akibat radioterapi
seperti kulit terbakar, susah menelan, lemah, kerontokan rambut, nyeri kepala, mual muntah,
berat badan menurun, kemerahan pada kulit. Terjadi efek samping akibat kemoterapi seperti
anorexia, anemia aplastik, trombositopeni, leukopeni, diare, rambut rontok, mual muntah, mulut
kering, dan rasa lelah
3) Stevens-Johnson Sindrom
A. Pengertian
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi
paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi
Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering
menimbulkan kejadian ini.Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan
(Brunner& Suddarth, 2013)
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit
dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisahdari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh
karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada
kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan,
infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertaipurpura. (Muttaqin, 2012). Dari beberapa pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa sindrom steven Johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi
pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang
kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang
keganasan.
Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma &Nurarif, 2015):1.
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis Antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
B. Etiologi
Etiologi pasti Sindrom Stevens–Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya
ialah alergi obat sistemik, diantarannya penisilin dan semisintiknya, streptomisin, sulfonamide,
tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya: derivatesalisil/pirazol metamizol, metampiron, dan
parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan
makanan.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai
penyebab adalah:
a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )
Penisilline
Sthreptomicine
Sulfonamide
Tetrasiklin
b) Anti piretik atau analgesic (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol)
Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin Antipirin
Tegretol
c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
d) Neoplasma dan factor endokrin
e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan)
C. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitiftipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) . karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan
kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan, hiperglikemia dan
glukosuriat, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, infeksi.
1. Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap
didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat
melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut.
Reaksitipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan
mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadipengaktifan sel T
penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-selyang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu
14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
D. Pathway
Nyeri akut
Melepaskan sel yang rusak
Kerusakan jaringan
Port de entry
Terjadi evaporasi pada Gangguan gastrointestinal,
kulit
Resiko infeksi Demam, malaise
Resiko kekurangan
Intake tidak adekuat
volume cairan
Defisit nutrisi
E. Maifestasi Klinis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Luka Bakar
1. Pengkajian
a) Nama :
b) Alamat :
c) Aktivitas/Istirahat :
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
d) Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstermitas pada yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
e) Integritas Ego :
Gejala : masalah tentan keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
f) Eliminasi :
Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat : warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengidentifikasikan, kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan mobilitas/peristaltik gastrik.
g) Makanan/Cairan :
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
h) Neurosensori :
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
i) Nyeri/Kenyamanan :
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
j) Pernafasan :
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
k) Keamanan :
Tanda : Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemia b/d Evaporasi (D.0003)
2) Devisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi (D.0019)
3) Resiko Infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer : kerusakan integritas kulit
(D.0142)
4) Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
3. Intervensi
4. Evaluasi
B. Kanker Kulit
1. Pengkajian
1) Identintas pasien.
a. Nama
b. Usia.
Lebih sering pada usia 15- 44 tahun, lebih meningkat pada usia 20 tahun yang selalu
terpapar sinar matahari.
c. Jenis kelamin.
Jenis kelamin pria dan wanita memiliki resiko yang sama untuk terjadinya kanker kulit,
semua tergantung pada aktifitas ( terpapar sinar UV) atau pekerjaan.
d. Pekerjaan.
Orang yang paling beresiko adalah orang yang berkulit cerah, berambut merah yang nenek
moyangnya berdarah celtic atau orang dengan warna kulit merah muda atau cerah di
samping orang yang sudah lama terkena sinar matahari tanpa terjadi perubahan warana
kulit menjadi coklat kekuningan.
Populasi lain yang beresiko adalah para pekerja di luar rumah (seperti petani, pelaut dan
pelayan) orang - orang yang terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu, Para
pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat tertentu (senyawa arsen, netra, batu bara,
terserta, aspal dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang beresiko.
2) Keluhan Utama.
Sesuai tanda dan gejala dan disertai nyeri.
3) Riwayat penyakit saat ini.
Adanya benjolan pada lokasi kanker (leher, wajah dan exstremitas) perubahan tahi lalat yang
semakin meluas dan koreng yang tak sembuh- sembuh.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami kanker kulit
setelah 20 hingga 40 tahun kemudian.Ulkus yang lama pada ekstrenitas bahwa juga dapat
menjadi lokasi asal kanker kulit.
5) Riwayat penyakit keluarga.
Ada tidaknya dari pihak keluarga yang mengalami hal yang sama pada pasien.
6) Pemeriksaan fisik.
a. Tanda- tanda vital.
Tekanan darah, nadi, respirasi cenderung mengalami penurunan karena proses me
tastasis kanker yang mempegaruhi system tubuh dan pada suhu mengalami peningkatan karna
sebagai tanda inflamasi.
b. Pemeriksaan persistem (B1- B6)
1) B1 (pernapasan)
Kanker kulit pada stadium awal tidak mempegaruhi system pernapasan, namun pada
stadium 3 atau sudah metastasis di paru- paru makan pernapasan akan mengalami gangguan
yang di tandai dengan sesak.
2) B2 (cardiovaskuler)
Ada beberapa gangguan diantaranya ketika kanker bermetatasis melalui pembuluh darah
makan system kerja jantung akan terganggu.
3) B3 ( persarapan)
Pusing, nyeri, atau derajat nyeri bervariasi mis : ketidak nyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
4) B4 (perkemihan)
Perubahan pada pola defekasi, mis : Perubahan eliminasi urinarius, nyeri / rasa terbakar pada
saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
5) B5 (pencernaan)
Tergantung pada proses metastasis kanker. Biasanya ditemukan perdarahan pada feses.
6) B6 (muskulosletal)
Biasanya ditemukan pada kulit bagian ekstremitas, sehingga rasa nyeri di ekstremitas
ditemukan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik : Kanker Kulit (D.0077)
2) Resiko Infeksi b/d Efek prosedur invasif (D. 0142)
3) Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan struktur/bentuk tubuh : mis, kanker kulit (D. 0083)
4) Defisit Pengetahuan b/d Keterbatasan Kognitif (D.0111)
3. Intervensi
4. Evaluasi
j. Sirkulasi
Suara jantung : normal
Palpitalis : normal
Perubahan warna kulit : ada
Edema jaringan : tidak ada
Nadi : tidak normal
k. Integumen
Tugor kulit : jelek
Tekstur kulit : kering
Lesi : ada
Jaringan parut : tidak ada
Suhu : meningkat
Edema : tidak ada
Eritema : kemerahan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa, dan mata (D.0129)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (D.0142)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
(D.0077)
4) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan
ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (D.0019)
5) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi
kebutuhan cairan(D.0036)
3. Intervensi
menurun infeksi
4. Evaluasi
Setalah dilakukan tindakan keperawatan hasil yang di harapkan:
1) Inflamasi dermal dan epidermal berkurang integritas kulit mengalami regenerasi jaringan.
2) resiko infeksi tertangani dan imun membaik.
3) Nyeri berkurang dan terkontrol, penyatuan kulit semakin meningkat.
4) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kebutuhan nutrisi terpenuhi kemampuan menelan
membaik dan nafsu makanan meningkat.
5) Keseimbangan cairan membaik dan nutrisi terpenuhi
BAB IV
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Luka bakar bisa mempengaruhi otot,tulang, saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat
juga rusak, kemungkinan adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka
bakar mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit
normal tubuh, temperatur tubuh,pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik.
Kanker terjadi jika sel-sel membelah diri secara tidak terkendali, sel- sel abnormal ini dapat
menyerang jaringan di sekitarnya atau berpindah berpindah ke lokasi yang jauh dengan cara
memasuki aliran darah atau sistem limfatik.
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat
gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa.
Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun,
kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
b. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat bisa mengerti dan mengetahui tentang
Konsep Asuhan keperawatan dan Hasil dari penelitian yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Fahradyan A, Howell AC, Wolfswinkel EM, Tsuha M, Sheth P, Wong AK. Updates on the
management of non-melanoma skin cancer (NMSC). Healthcare. 2017;5:82.
doi:10.3390/healthcare5040082
Tenenhaus M, Rennekampff HO. Local treatment of burns: Topical antimicrobial agents and
dressings (Artikel di internet). Diakses November 2017. Dapat diakses melalui [URL]:
https://www.uptodate.com/contents/local-treatment-of-burns-topical-antimicrobial-agents-and-
dressings?source=see_link§ionName=Cleansing%20and
%20debridement&anchor=H611021619#H611021619
Edlich RF, Farinholt HM, Winters KL, et al. Modern concepts of treatment and prevention of
chemical injuries. J Long Term Eff Med Implants 2005; 15:303
Abdul Majid dan Agus Sarwo P. 2013. Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar. Yogyakarta.
Penerbit Gosyen Publishing.
David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic
Surgery.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3.Jakarta : EGC.
Effendi, C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Yefta Moenadjat, dkk : Luka Bakar, Edisi I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2008
Brunner. Suddarth. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta : EGC.
Made Putri Hendaria, Asmarajaya & Sri Maliawan. Jurnal Kesehatan PDF Kanker kulit. Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Diakses 27 nov- 2013
Muttaqin Arif. Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.
Sylvia A. Price. Lorraine M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis Proses- Proses Penyakit buku 2
edisi 4. Jakarta: EGC.
https://bangsalsehat.blogspot.com/2019/06/pathway-combustio-atau-luka-bakar.html
SDKI-SLKI-SIKI