Anda di halaman 1dari 65

Proses Keperawatan “Luka Bakar, Kanker Kulit, Stevens-Johnson Syndrome” dan Hasil

Penelitian trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar

Dosen Pembimbing

Indrawati S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :
Anista Cahlia 0118007
Diana Nur Azizah 0118012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat mengerjakan serta menyelesaikan makalah ”Proses
Keperawatan “Luka Bakar, Kanker Kulit, Stevens-Johnson Syndrome” dan Hasil Penelitian
trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar” dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan tugas ini penulis mendapatkan bantuan dari beberapa pihak, oleh sebab itu
penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih. Segala usaha telah penulis lakukan untuk
terselesaikannya tugas ini, namun dalam usaha yang maksimal itu penulis menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari setiap
pembacanya demi kesempurnaan tugas ini.

Mojokerto. 29 September 2020

Penyusun
Daftar Isi

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

Bab II Tinjauan Teori

A. Luka Bakar
B. Kanker Kulit
C. Stevens-Johnson Sindrom

Bab III Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Kepewaratan
4. Evaluasi

Bab IV Hasil Penelitian trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar

Bab V Penutup

a. Kesimpulan
b. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas,
listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan Sejumlah
fungsi organ tubuh dapat ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot,tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya penyumbatan udara,
gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak
keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh,pengaturan suhu tubuh,
fungsi sendi, dan penampilan fisik.
Kanker terjadi jika sel-sel membelah diri secara tidak terkendali, sel- sel abnormal ini dapat
menyerang jaringan di sekitarnya atau berpindah berpindah ke lokasi yang jauh dengan cara
memasuki aliran darah atau sistem limfatik. Agar tubuh manusia dapat berfungsi dengan normal,
setiap organ harus memiliki sejumlah sel tertentu. Namun, sel-sel dalam sebagian besar organ
mempunyai masa hidup yang pendek, dan agar organ bisa terus berfungsi, tubuh harus
mengganti sel-sel yang hilang melalui proses pembelahan sel. Pembelahan sel dikendalikan oleh
gen-gen yang terletak di dalam inti sel. Inti sel ini berfungsi seperti buku instruksi, yang
memerintahkan sel jenis protein apa yang harus dibuat, bagaimana pembelahan berlangsung dan
berapa lama usia hidupnya. Kode genetik ini dapat rusak karena sejumlah faktor, yang
mengakibatkan kesalahan di dalam buku instruksi. Kesalahan ini dapat merubah drastis cara
kerja sel. Bukannya mati, sel akan terus membelah diri dan akan terus hidup. Sel-sel kanker
membutuhkan gizi untuk hidup dan tumbuh. Ada banyak jenis kanker yang bisa menstimulasi
pertumbuhan pembuluh darah untuk menyediakan makanan yang dibutuhkan sel-sel kanker.
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat
gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa.
Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun,
kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri
tenggorokan.Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven
danS.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi
yang hebat terhadap obat-obatan.

2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Luka Bakar?
2) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Kanker Kulit?
3) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Stevens-Johnson Sindrom?
4) Bagaimana Julnal Hasil dari Penelitian Luka Bakar?
3. Tujuan
1) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Luka Bakar?
2) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Kanker Kulit?
3) Mahasiswa Memahami Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari Stevens-Johnson
Sindrom?
4) Mahasiswa Mengetahui Bagaimana Julnal Hasil dari Penelitian Luka Bakar?
BAB II

TINJAUAN TEORI

1) Luka Bakar
A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma panas, elektrik, kimia
dan radiasi (Smith, 1998). Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi elektromagnetic.
(Effendi.C, 1999). Menurut Smeltzer dan Bare (2001), luka bakar adalah kerusakan secara
langsung maupun tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemunginan sampai ke
organ dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap
panas, bahan kimia,radiasi, arus listrik, dan suhu sangat dingin. Sedangkan menurut Moenajat
(2001), luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Jadi luka bakar adalah
kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia, elektrik maupun radiasi.
Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Presentasi area atau luas luka bakar pada permukaan tubuh
2. Kedalaman luka bakar
3. Anatomi luka bakar
4. Usia klien
5. Trauma yang menyertai

Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi tiga :

1. Karakteristik Luka bakar derajat Satu


 Kedalaman : ketebalan partial superfisial, hanya mengenai lapisan epidermis.
 Luka tampak berwarna pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
 Kulit tampak memucat bila ditekan.
 Edema minimal
 Tidak ada blister
 Terasa nyeri
 Dapat sembuh spontan kurang leih 3-7 hari.
2. Karakteristik Luka Bakar derajat Dua
 Kedalamannya : lebih dalam dari ketebalan pasrtial dan superfisial dalam.
 Penyebabnya: kontak dengan bahan air atau bahan padat, jilatan api pada pakaian, sentuhan
langsung bahan kimia atau sinar ultra violet.
 Penampilan : terdapat gelembung (blister /bula) besar dan lembab yang ukurannya
bertambah besar dan pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila gelembung pecah maka akan
terlihat kulit berwarna kemerah-merahan.
 Warna : berbintik-bintik yang kurang jelas, putuh, coklat, pink atau merah coklat.
Perasaan : sangat nyeri
 Waktu penyembuhan: superficial partial thickness ± 14-21 hari dan deep partial thickness
±21-28 hari
3. Karakteristik Luka Bakar derajat Tiga
 Kedalamannya : mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat juga mengenai
perukaan otot, persarafan dan pembuluh darah, serta tulang.
 Penyebab : kontak dengan bahan cair atau padat, jilatan api pada pakaian, sentuhan langsung
bahan kimia, maupun kontak dengan arus listrik.
 Penampilan : luka bakar tampak kering disertai kulit mengelupas dengan tekstur kasar atau
keras, pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas, jarang ada
gelembung, dinding sangat tipis, tidak membesar dan tidak pucat bila ditekan. Luka taampa
bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam dan terdapat edema.
 Sensasi nyeri: sedikit nyeri atau bahkan tidak terasa nyeri karena serabut-serabut saraf telah
rusak, dan rambut mudah lepas bila di cabut.
 Waktu penyembuhan : sulit terjadi penyembuhan luka secara spontan, dengan waktu
penyembuhan sekitar 3-5 bulan serta memerlukan trasplantasi kulit.
B. Etiologi
Menurut Abdul M dan Agus Sarwo P (2013), luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya adalah:
1. Suhu Tinggi
Luka bakar karena panas (suhu tinggi) merupakan luka bakar yang disebabkan karena
terpapar atau kontak dengan api, cara panas atau objek-objek panas lainnya seperti gas dan bahan
padat.
2. Bahan Kimia
Adanya kontak jaringan kulit dengan asam atau basa kuat (zat kimia). Konsentrasi zat
kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya cidera karena
zat kimia.
3. Sengatan Listrik
Adanya kontak antara tubuh manusia dengan energi listrik. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
4. Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh karena tubuh terpapar dengan sumber radioaktif.
C. Patofisiologi
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat mengakibatkan gangguan
hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam
beberapa detik saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan menurun,
mungkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta pengembalian vena yang menurun.
Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan. Segera setelah terjadi jejas,
permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein
akan hilang dari ruang pembuluh darah masuk ke dalam jaringan interstisial, baik dalam tempat
yang luka maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12
jam pertama setelah terjadinya luka dan dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4
hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang
sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma dan laju filtrasi
glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan
aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih,
penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih
dikonsentrasikan secara maksimal. Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang
sering didapatkan. Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi
hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan
pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar
dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal
D. Pathway

E. Maifestasi Klinik

Berat ringannya luka bakar tergantung pada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka
bakar.

1. Luka bakar derajat 1


Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar
akan memutih dan belum terbentuk bula.
2. Luka bakar derajat 2
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tempak merah atau
keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi
putih dan terasa nyeri.
3. Luka bakar derajat 3
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut
atau hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa
menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan
rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa
nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami kerusakan. Jaringan yang terbakar bisa
mati. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dari
pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan. Pada luka bakar yang halus, kehilangan
sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadi syok. Tekanan
darah sangat rendah yang mengalir ke otak dan organ lain sangat sedikit.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu :
Laboratorium
a) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
b) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
c) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
d) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal
dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
e) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan,
kurangdari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
f) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
h) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edem cairan.
i) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
j) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
k) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
l) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan luka bakar yang paling awal adalah resusitasi kemudian diikuti dengan
perlakuan khusus terhadap luka bakar dengan manajemen luka atau debridemen bedah.
Penatalaksanaan Awal
Sebelum memulai penatalaksanaan, perlu diingat perlindungan diri bagi penolong, khususnya
bagi penolong yang berada di tempat kejadian. Pajanan seperti api atau listrik harus dipastikan
tidak ada lagi atau diminimalisir oleh alat pelindung diri saat penolong masuk. Seringkali korban
cedera elektrik mengalami gangguan kardiak seperti aritmia atau bahkan fibrilasi ventrikel.
Dapat diusahakan untuk menangani masalah tersebut sesuai prinsip ATLS (Advanced Trauma
Life Support) di rumah sakit atau sebelum ke rumah sakit bila fasilitas tersedia
Penatalaksanaan Lanjutan
Penatalaksanaan lanjutan dimulai dari penatalaksanaan kegawatdaruratan hingga manajemen
luka.
Resusitasi Jalan Napas
Jika pada penilaian awal terdapat masalah pada airway, harus segera dilakukan resusitasi jalan
napas. Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengamankan jalan napas dan perawatan jalan
napas.
Mengamankan jalan napas dapat dilakukan melalui berbagai teknik antara lain:
Intubasi :

o Pengamanan jalan napas jangka pendek (<7 hari)


o Non-invasif dan dapat dengan cepat dilakukan.
o Bila pasien masih sadarkan diri mungkin perlu diberikan pelemas otot.
o Beberapa kelainan anatomis dapat menghambat kesuksesan intubasi.

Krikotiroidotomi :
o Tindakan invasif yang cepat sebagai alternatif intubasi.
Trakeostomi :
o Tindakan invasif namun lebih sulit dilakukan dibandingkan krikotiroidotomi,
sebaiknya dijadikan alternatif pada kasus elektif.
o Dapat dipergunakan untuk jangka panjang (>7 hari).
o Setelah jalan napas berhasil diamankan, perawatan jalan napas perlu dilakukan
dengan cara:
 Periodic suction sesering mungkin
 Pemberian Oksigen 2-4 liter/menit yang mengandung uap air (humidified) untuk mencegah
sekret di saluran napas terlalu kental. Apabila pasien diintubasi, titrasi oksigen untuk
menjaga saturasi >94% atau pO2 100 mmHg
 Broncho-alveolar lavage / bilas bronkus apabila diperlukan. Baku emas tindakan ini adalah
dengan menggunakan bronkoskopi. Apabila dianggap perlu, sebaiknya dilakukan di awal
perawatan
 Nebulizer 
Resusitasi Mekanisme Pernapasan
Penatalaksanaan lanjut untuk pernapasan terkait dengan adanya gangguan ekspansi toraks akibat
luka bakar melingkar atau adanya eskar di daerah dada atau abdomen. Dalam hal ini perlu
dilakukan eskarotomi segera setelah resusitasi jalan napas. Eskaratomi dilakukan dengan
melakukan sayatan menembus eskar hingga keluar darah (pertanda sudah mencapai sub-eskar).
Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dilakukan setelah penanganan airway dan breathing selesai. Prinsip resusitasi
cairan adalah penggantian volume secara adekuat dalam waktu singkat. Untuk mencapai
resusitasi cairan yang cukup dapat digunakan beberapa jalur intravena sekaligus.
Resusitasi cairan menyesuaikan dengan derajat keparahan luka pasien.
Jenis-jenis resusitasi cairan adalah sebagai berikut:
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip ATLS
 Pemberian kristaloid yang telah dihangatkan sebelumnya sebanyak 2000 mL atau titrasi untuk
mencapai urine output 0,5 – 1 ml/kg/jam.
Resusitasi Cairan Berdasarkan Prinsip Parkland
 Resusitasi cairan berdasarkan prinsip Parkland untuk luka bakar sedang atau luas luka bakar
<25% tanpa syok :
 Rumus menghitung kebutuhan cairan 24 jam berdasarkan Parkland adalah 4 mL x kgBB x luas
% luka bakar
 Pada 24 jam pertama, 50% diberikan pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam
berikutnya.
 Pada 24 jam kedua diberikan secara merata.
Resusitasi Syok
Resusitasi syok (untuk luka bakar berat: luas luka bakar >25%, dengan syok, atau keterlambatan
> 2 jam). Untuk mengetahui berapa cairan yang harus digantikan, terlebih dahulu harus
diprediksi volume sirkulasi. Volume sirkulasi merupakan 10% dari total volume tubuh.

Tabel Volume Sirkulasi Pada Berbagai Populasi  

Populasi Volume sirkulasi


Pria dewasa 60%
Wanita dewasa 70%
Anak dan usia
80%
lanjut
Neonatus 90%

Bila volume sirkulasi yang hilang > 25% syok hipovolemia akan terjadi. Cairan kristaloid dapat
diberikan di awal sesuai jumlah volume sirkulasi. Pada kasus resusitasi masif, sebaiknya
menggunakan koloid non-protein. Jika resusitasi awal tidak mengalami masalah, dapat
digunakan koloid iso-onkotik seperti HES 6% sebagi plasma substitute. Untuk kebutuhan
resusitasi yang lebih besar (contoh: kasus terlambat datang, CVP tetap rendah setelah pemberian
cairan dalam jumlah besar), maka dapat diberikan plasma expander seperti HES 10%.
Pemantauan Pasca Resusitasi
Pemantauan pasca resusitasi cairan antara lain:
 Volume adekuat: CVP 8-12 mmH2O
 Oksigenasi, meliputi delivery oksigen, konsumsi oksigen, dan saturasi oksigen
 Deteksi adanya hipoperfusi splangnikus, ditandai dengan adanya iskemia mukosa saluran
gastrointestinal.
 Penilaian perfusi seluler dengan melihat apakah ada peningkatan glukosa, serum laktat,
trigliserida, dan hipoalbuminemia
 Penilaian hemodinamik dengan melihat tekanan darah dan produksi urin, serta menilai
balans cairan
 Cairan pemeliharaan:
 Dewasa: 2000 mL dalam 24 jam
 Anak: 100 ml/10 kgBB pertama, 50 ml/10 kgBB kedua, dan 25 ml/10 kgBB sisanya.
[2,3]

Pembersihan Luka dan Debridement


Pakaian atau kain yang menempel harus dilepaskan terlebih dahulu dengan bantuan
irigasi. Debridement dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi, dengan membersihkan sisa-sisa
jaringan nekrotik dan material asing (contoh: aspal) yang masih menempel. Saat ini disarankan
agar luka dibersihkan dengan menggunakan cairan saline normal dan sabun saja, tidak
menggunakan disinfektan (contoh: Povidon iodine) yang dapat menghambat epitelisasi luka.

Bula Pada Luka Bakar

Bula yang telah ruptur dibersihkan hingga tidak ada jaringan tersisa. Untuk bula yang belum
ruptur, belum terdapat rekomendasi yang tepat apakah sebaiknya dipecahkan atau tidak. Secara
umum, bula yang relatif kecil dapat dibiarkan karena justru bekerja sebagai barrier infeksi,
sementara bula yang sangat besar dan mungkin memberikan tekanan ke jaringan di bawahnya
dipecahkan dengan hati-hati dengan membuat lubang kecil pada ‘atap’ bula. Aspirasi bula tidak
disarankan karena dapat meningkatkan risiko infeksi.

Agen Antimikrobial
Terdapat banyak pilihan agen antimikrobial untuk wound dressing. Silver sulfadiazine 1% sering
digunakan, begitu pula antibiotik dan klorheksidin. Kompres kassa (fine mesh) paling sering
digunakan, walaupun di beberapa negara maju menggunakan kompres hidrokoloid.
Penanganan Luka Bakar Kimia

Selain penatalaksanaan luka bakar secara umum yang telah dibahas di atas, terdapat beberapa
penatalaksanaan khusus untuk luka bakar karena bahan kimia.
Perlu diingat bahwa konsentrasi toksin dari bahan kimia serta durasi kontak menjadi penentu
utama derajat kerusakan jaringan. Karenanya, penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
Langkah-langkah tata laksana awal cedera kimia adalah sebagai berikut:
 Perlindungan diri penolong; di beberapa negara seperti Amerika Serikat sudah terdapat
kategorisasi bahan kimia berdasarkan racun yang terkandung di dalamnya di mana pada level A
(paling beracun) perlu digunakan proteksi maksimal termasuk sepatu boot, google, sarung
tangan, masker, dan self contained breathing apparatus hingga level D (paling tidak beracun)
dan hanya memerlukan alat pelindung diri yang standar.
 Pindahkan pasien dari area pajanan
 Buka pakaian dan perhiasan pada korban
 Jika bahan kimia kering, gunakan sikat, handuk atau alat lain untuk mengurangi pajanan.
 Irigasi yang adekuat.
Komponen penting dari terapi aktif cedera kimia adalah irigasi yang adekuat pada semua luka
dan area yang terpajan dengan volume air yang besar dan tekanan sedang. Setelah diirigasi, dapat
pula digunakan sabun untuk membersihkan daerah luka. Khususnya untuk daerah mata, paparan
terhadap asam tidak perlu diirigasi terlalu lama (hanya hingga pH mata netral tercapai). Namun,
paparan terhadap alkali sebaiknya diirigasi selama 2-3 jam.
Terdapat beberapa pengecualian di mana irigasi justru sebaiknya dihindari, misalnya pajanan
terhadap:
 Fenol, karena tidak larut dalam air
 Logam elemental (contoh: sodium, kalium, fosfor), karena mengeluarkan produk
sampingan yang beracun ketika terkena air.
 Dry lime, karena mengandung kalsium oksida yang ketika terkena air membentuk
kalsium hidroksida, sebuah alkali kuat.
Perlu diingat bahwa antidot tidak berperan dalam kebanyakan kasus luka bakar akibat bahan
kimia kecuali pada kasus penatalaksanaan asam hidroflorida di mana gel kalsium glukonat dapat
mengurangi racun serta memperbaiki hipokalsemia pada level sel dan secara sistemik.
H. Komplikasi Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat menyebabkan beberapa komplikasi, seperti :
1. Infeksi
Luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi lebih mudah mengalami infeksi bakteri dan
meningkatkan terjadinya sepsis. Sepsis adalah infeksi dimana bakteri berada didalam darah
sehingga dapat mempengaruhi seluruh tubuh dan mengancam jiwa. ha ini akan berlangsung
cepat dan dapat menyebabkan kegagalan organ
2. Penurunan volume darah
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan cairan. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya hipovolemia atau penurunan volume darah hingga dibawah rentang
normal. Penurunan volume darah dan cairan pada tubuh akan mengganggu kerja jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh.
3. Suhu tubuh rendah
Kulit dapat membantu mengontrol suhu pada tubuh, sehingga ketika sebagian besar kulit terluka
maka tubuh dapat kehilangan panas. Hal ini dapat meningkatkan resiko suhu tubuh menjadi
rendah atau biasa dalam bahas medis disebut hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi
dimana tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan panas.
4. Masalah pernafasan
Menghirup udara panas atau asap dapat membakar saluran udara dan menyebabkan kesulitan
pada sistem pernafasan. Menghirup asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan dapat
menyebabkan kegagalan pernafasan.
5. Terbentuk jaringan parut
Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan daerah kasar yang disebabkanoleh pertumbuhan
berlebih dari jaringan parut (keloid).
6. Masalah pada tulang dan sendi
Kedalaman luka bakar dapat membatasi pergerakan tulang dan sendi karena akan terbentuk
jaringan parut yang dapat mengencangkan kulit, otot, atau tendon. Kondisi tertariknya sendi
keluar dari posisi dapat terjadi secara permanen.
2) Kanker Kulit
A. Pengertian
Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak
terkendali, dapat merusak jaringan di sekitarnya dan mampu menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Karena kulit terdiri atas beberapa jenis sel, maka kanker kulit juga bermacam-macam sesuai
dengan jenis sel yang terkena. Akan tetapi yang paling sering terdapat adalah karsinoma sel basal
(KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS) dan melanoma maligna (MM). (Ajoemedi soemardi,
2006)
Kanker kulit merupakan bentuk penyakit yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Jika
angka insidensinya tetap berlanjut seperti sekarang, diperkirakan seperdelapan penduduk
Amerika yang berkulit cerah akan menderita kanker kulit, khususnya karsinoma sel basal.
Karena kulit mudah diinspeksi, kanker kulit akan tampak serta terdeteksi dengan mudah dan
merupakan tipe kanker yang pengobatannya paling berhasil.
ABCD Formula untuk Kanker kulit. Akademi Dermatologi Amerika mengembangkan ABCD
Formula sebagai petunjuk dalam menentukan lesi mana yang bersifat abnormal guna menjamin
investigasi lebih lanjut, ABCD Formula adalah sebagai berikut :
 A : Asymetry  (A simetris). Setengah bagaian dari lesi kulit tidak bersesuaian dengan yang
lain. 
 B : Border irregularity (batasan yang tidak reguler). Bagian tepi dari lesi kulit seperti kulit
kerang atau tidak rata.
 C : Color (warna). Pigmentasi yang bervariatif  pada lesi. Bayangan coklat kekuningan,
coklat dan hitam. Merah, putih dan biru dimungkinkan juga terdapat sebagai penampakan
noda.
 D : Diameter. Lesi meningkat dalam ukuran atau diameter dari lesi lebih besar dari 6
mm.  (Fuller, 2000)  
Tumor-tumor ganas kulit yang paling sering ditemukan adalah :
1. Karsinoma Sel Basal (Basalioma)
Merupakan kanker kulit terbanyak bersifat local invasif, jarang bermetastasis namun tetap
memiliki peluang untuk menjadi maligna karena dapat  merusak dan
menghancurkan  jaringan  sekitar. Karsinoma Sel Basal muncul akibat radiasi sinar ultraviolet,
biasanya di bagian wajah. Karsinoma Sel Basal jarang menyebabkan kematian serta mudah
diterapi dengan pembedahan maupun radiasi.

2. Karsinoma Sel Skuamosa


Merupakan tipe kedua terbanyak setelah Karsinoma Sel Basal, berasal dari sel skuamosa pada
lapisan epidermis kulit. Karsinoma Sel Skuamosa bermetastasis lebih sering dari Karsinoma Sel
basal, namun angka metastasisnya tidak terlalu tinggi kecuali pada telinga, bibir, dan pasien
imunosupresi.
3. Melanoma Maligna
Merupakan tumor yang berasal dari melanosit, merupakan salah satu tumor yang paling ganas
pada tubuh dengan resiko metastasis yang tinggi. Melanoma Maligna dapat dibagi menjadi
empat yaitu : Superficial Spreading Melanoma (SSM), Nodular Melanoma (NM), Lentigo
Malignant Melanoma, dan Acral Lentiginous Melanoma (ALM).
4. Karsinoma Planocellulare (Squamous-cell cancer)
Merupakan tipe terbesar kedua dan mulai tumbuh dalam sel-sel skuamosa bagian epidermis
kulit.
Kanker jenis ini tumbuh dan berkembang lebih cepat dibanding dengan sel basal dan
bermetastase sekitar 2 %. Akan tetapi, karsinoma yang tumbuh pada bibir atau pada luka bakar
atau jaringan parut sinar X bermetastase skitar 20 % (Dale, 2000)
B. Etiologi
Pajanan sinar matahari merupakan penyebab utama kanker kulit, insidensinya berhubungan
dengan jumlah total pajanan sinar matahari. Kerusakan akibat sinar matahari bersifat kumulatif
dan efek berbahaya dapat mencapai taraf yang berat pada usia 20 tahun. Peningkatan insidensi
kanker kulit kemungkinan disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan orang untuk
berjemur serta melakukan aktivitas di bawah sinar matahari. Tindakan protektif  harus dilakukan
sepanjang hidup.
Orang yang tidak memproduksi (pigmen) melanin  dengan jumlah yang cukup didalam kulit
untuk melindungi jaringan di bawahnya sangat rentan terhadap kerusakan akibat sinar matahari.
Orang yang paling berisiko adalah orang yang berkulit cerah, berambut merah yang nenek
moyangnya berdarah celtic  atau orang dengan warna kulit merah muda atau cerah di samping
orang yang sudah lama terkena sinar matahari tanpa terjadi perubahan warana kulit menjadi
coklat kekuningan.
Populasi lain yang  beresiko adalah para pekerja di luar rumah (seperti petani, pelaut dan
pelayan) orang - orang yang terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu. Orang
berusia lanjut dengan kulit yang rusak karena sinar matahari  juga merupakan kelompok lainnya
merupakan resiko seperti halnya  mereka yang mendapat  tetapi sinar –X untuk pengobatan agne
atau lesi benigna kulit.
Para ppekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat tertentu (senyawa arsen, netra, batu bara,
terserta, aspal dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang beresiko. Orang yang menderita
sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami kanker kulit setelah 20 hingga 40 tahun
kemudian. Kanker sel  skuamosa dapat dijumpai pada daerah osteomielitis yang mengeluarkan
secret secara kronik karena perubahan neoplastic karena terjadi di dalam fistualannya.Ulkus yang
lama pada ekstrenitas bahwa juga dapat menjadi lokasi asal kanker kulit. dalam kenyataannya,
setiap keadaan yang menyebabkan pembentukan sikatik atau iritasi kronik dapat menimbulkan
penyakit kanker. Pasien yang system kekebalannya terganggu jika memperlihatkan insidensi
tumor malaknan kulit yang meningkat, Faktor-faktor genetic juga ikut terlibat.
C. Patofisiologi
Kanker kulit merupakan kanker yang paling nampak gejalanya karena kanker kulit itu ada
dibagian terluar dari tubuh kita. Kanker kulit biasanya diawali dari sebuah bentol atau tompel di
bagian kulit tersebut. Kanker kulit pada hakikatnya merupakan keganasan dari sel-sel yang
berkembang tak terkendali. Sel-sel tersebut akan merusak jaringan-jaringan kulit. Selain itu, sel-
sel kanker tersebut tidak akan pernah mati meskipun telah memasuki usia penghujung. Karena
itu terjadi penumpukan di jaringan kulit yang akhirnya menjadi suatu benjolan. Kanker kulit ini
sangat berbahaya karena bisa menyebar ke daerah atau organ lainnya di dalam tubuh. Untuk
mengatasi hal ini, pengobatan konvensional dan terapi biologis bekerjasama untuk saling
mengobati kanker kulit tersebut.
D. Pathway
E. Maifestasi Klinis
1. Benjolan kecil yang membesar benjolan terdapat diwajah, berwarna pucat seperti lilin,
permukaannya mengkilap, tidak terasa sakit atau gatal, dan yang semula kecil makin lama
makin membesar. Apabila diraba, benjolan terasa keras kenyal. Kadang - kadang benjolan
menjadi hitam atau kebiruan, bagian tengah mencekung dan tertutup kerak atau keropeng
yang mudah berdarah bila di angkat.
2. Benjolan yang permukaannya tidak rata dan mudah berdarah benjolan ini membasah dan
tertutup keropeng, teraba keras kenyal, dan mudah berdarah bila disentuh.
3. Tahi lalat yang berubah warna. Tahi lalat menjadi lebih hitam, gatal, sekitarnya berwarna
kemerahan dan mudah berdarah. Tahi lalat ini bertambah besar dan kadang-kadang di
sekitarnya timbul bintik-bintik.
4. Koreng atau borok dan luka yang tidak mau sembuh. Koreng dan luka yang sudah lama, tidak
pernah sembuh walaupun sudah diobati, koreng ini pinggirnya meninggi dan teraba keras
serta mudah berdarah, adanya koreng karena terjadi benturan, bekas luka yang sudah lama
atau terinfeksi.
5. Bercak kecoklatan pada orang tua. Bercak ini banyak ditemukan pada muka dan lengan,
bercak ini makin lama permukaannya makin kasar, bergerigi, tetapi tidak rapuh, tidak gatal,
dan tidak sakit.
6. Bercak hitam yang menebal pada telapak kaki dan tangan. Bercak ini ditemukan pada kulit
yang berwarna pucat seperti di telapak kaki dan telapak tangan. Bercak ini mula-mula
dangkal, berwarna hitam keabuan,batas kabur, tepi tidak teraba, tidak sakit maupun gatal.
Kemudian bercak cepat berubah menjadi lebih hitam, menonjol diatas permukaan kulit , dan
tumbuh ke dalam kulit serta mudah berdarah
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada karsinoma kulit nonmelanoma adalah biopsi untuk
melihat gambaran histopatologi. Pilihan pemeriksaan lain adalah dermoskopi dan CT scan.
Biopsi Kulit
Pemeriksaan penunjang biopsi kulit disarankan bila gambaran klinis lesi tidak khas atau bila
hasil pemeriksaan histopatologi akan mempengaruhi jenis terapi. Biopsi juga perlu dilakukan
setelah melakukan terapi radiasi.
Teknik biopsi yang dapat digunakan adalah biopsi punch, biopsi teknik tangensial atau shave,
dan biopsi eksisi. Teknik biopsi yang dipakai dapat disesuaikan preferensi dokter dan
karakteristik lesi (lokasi, ukuran, morfologi). Jaringan yang diambil untuk biopsi harus
mencakup ukuran dan kedalaman yang adekuat. Biopsi ulangan sebaiknya dilakukan bila biopsi
pertama belum bisa menegakkan diagnosis.
Secara histologi KSB dapat dibedakan menjadi tidak berdiferensiasi dan berdiferensiasi. KSB
tidak berdiferensiasi antara lain KSB pigmented, KSB sclerosing, KSB superfisial dan KSB
infiltratif. KSB berdiferensiasi contohnya adalah KSB keratotik, KSB nodular, dan KSB
adenoid.
Dermoscopy
Pemeriksaan penunjang dermoscopy adalah pemeriksaan penunjang noninvasif yang
memanfaatkan kaca pembesar khusus (dermatoscope) untuk melihat karakteristik lesi kulit. Hasil
pemeriksaan dicocokkan dengan kriteria dermoskopik untuk masing-masing lesi.
Pemeriksaan dermoscopy bermanfaat dalam deteksi awal dan evaluasi hasil terapi pada KKNM.
Radiologi
Pemeriksaan penunjang CT scan hanya digunakan jika dicurigai lesi invasif. CT scan dapat
dipakai untuk membantu mengetahui penyebaran KKNM ke kelenjar getah bening, jaringan
lunak, dan tulang. Pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi invasi perineural dan
metastasis kanker ke orbita atau intrakranial.
Klasifikasi
Karsinoma kulit nonmelanoma dapat diklasifikasikan berdasarkan risikonya menjadi risiko
rendah dan risiko tinggi. Risiko karsinoma sel basal ditentukan dengan melihat karakteristik lesi,
seperti lokasi dan ukuran, tepi lesi, rekurensi, riwayat radioterapi, pola pertumbuhan, dan
keterlibatan perineural. Sedangkan risiko karsinoma sel skuamosa ditentukan dengan melihat
lokasi dan ukuran, tepi lesi, rekurensi, riwayat terapi radiasi atau proses inflamasi kronis,
kecepatan pertumbuhan tumor, derajat Clark, dan keterlibatan struktur lain.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Pembedahan

Ahli bedah biasanya akan mengangkat lesi ditambah batas-batas jaringan normal
sekitarnya untuk mencegah berkembangnya kembali tumor tersebut. Satu margin 1-2 cm
sekeliling melanoma dipertimbangkan secara adekuat untuk melanoma dengan ketebalan
kurang dari 3 mm lesi-lesi dengan kedalaman lebih dari 1 mm tetapi kurang dari 3 mm
ditangani melalui pembedahan dengan kesembuhan kira-kira 70-80 %lesi dalam lebih dari
3 mm kemungkinan akan mengalami kekambuhan sekitar 40-50 %. Batas- batas reseksi
sekeliling melanoma yang dalam ini biasanya direkomendasikan menjadi paling sedikit 2-3
cm

b. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan dengan berbagai cara salah satunya adalah secara topical,
dimana agen-agen tersebut diberikan secara langsung pada lesi. Agen-agen yang digunakan
meliputi 5 flourourasil atau psorelen. Obat-obat yang paling umum digunakan untuk ini
meliputi melpalan, dakarbazasin (DTIC), dan sisplatin. Cara yang dilakukan dalam
memberikan kemoterapi adalah secara sistemik. Saat ini kemoterapi sistemik belum dapat
membuktikan efektivitasnya dalam mencegah kambuhnya penyakit pada pasien dengan
jenis kanker fase dini. Tapi biasanya digunakan pada orang dengan penyakit yang
menyebar secara luas

c. Terapi biologis

Terapi biologis juga disebut bioterapi atau immunoterapi, bekerja baik secara langsung
ataupun tidak langsung melawan kanker dengan mengubah cara-cara tubuh untuk bereaksi
terhadap kanker.Bentuk umum dari bioterapi dibawah penyelidikan untuk melanoma
meliputi vaksin, injeksi bacterium yang diketahui sebgaai BSG (Basilus Calmeete Guerin)
dan penggunaan interferon, interleukin, dan antibiotic monoklanal.Vaksinasi tersebut
dibuat dari melanoma yang diradiasi dan dinon-aktifkan. Diharapkan vaksin-vaksin
tersebut akan mensintesis system imun untuk mengenal melanoma dan oleh karenanya
akan meningkatkan kemampuan system untuk menghancurkan melanoma tersebut. Injeksi
BSG mempengaruhi stimulasi non-spesifik dari system imun dan sedang dipelajari sebagai
terapi untuk pasien-pasien fase awal.Diharapkan bahwa injeksi BSG secara langsung
kedalam metastase nodul-nodul subkutan dapat menyebabkan regresi lesi.

d. Terapi radiasi

Terapi radiasi merupakan bentuk pengobatan lainnya. Dengan penggunaan energy sinar X
dosis tinggi, kobalt, electron, atau sumber-sumber radiasi lainnya untuk menghancurkan
atau membunuh sel-sel melanoma
Penatalaksanaan karsinoma ini bergantung pada lokasi tumor, tipe sel (lokasi kedalaman),
sifat-sifat yang invasive atau tidak invasive dan tidak adanya kelenjar limfe yang
mengalami metastase, tindakannya adalah:

a) Eksisi bedah: tujuannya untuk mengangkat keseluruhan tumor


b) Pembedahan mikrografik moh : merupakan metode untuk mengangkat lesi kulit yang
malignan
c) Bedah elektro: merupakan teknik penghancuran atau penghilangan jaringan dengan
menggunakan energy listrik
d) Bedah beku: tujuannya menghancurkan tumor dengan cara de freezing (alat jarum
termokopel). Dilakukan setelah kemoterapi
e) Terapi radiasi: terapi ini sering dilakukan untuk kanker kelopak mata, ujung hidung dan
daerah didekat struktur yang vital
2. Penatalaksanaan keperawatan
Karena banyak kanker kulit yang diangkat dengan tindakan eksisi, peran perawat adalah:
a. Meredakan nyeri dan ketidaknyamanan
b. Pemberian analgetik tepat
c. Meredakan ansietas
d. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
H. Komplikasi

Komplikasi yang terdapat terjadi antara lain : Selulitis adalah lesi kanker yang terkontaminasi
bakteri, tanda-tanda yang dapat dilihat pada kulit adalah tanda-tanda inflamasi seperti rubor,
kalor, dolor, dan functiolesa. Abses pada kulit. Penyebaran kanker ke organ lain terutama pada
jenis Melanoma Maligna yang merupakan tipe yang paling sering bermetastasis ke organ lain
dan dengan jarak yang jauh. Peningkatan resiko infeksi diakibatkan oleh kurangnya higienitas
saat perawatan lesi maupun saat proses pembedahan. Terjadi efek samping akibat radioterapi
seperti kulit terbakar, susah menelan, lemah, kerontokan rambut, nyeri kepala, mual muntah,
berat badan menurun, kemerahan pada kulit. Terjadi efek samping akibat kemoterapi seperti
anorexia, anemia aplastik, trombositopeni, leukopeni, diare, rambut rontok, mual muntah, mulut
kering, dan rasa lelah
3) Stevens-Johnson Sindrom
A. Pengertian
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi
paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi
Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering
menimbulkan kejadian ini.Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan
(Brunner& Suddarth, 2013)
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit
dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisahdari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh
karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada
kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan,
infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertaipurpura. (Muttaqin, 2012). Dari beberapa pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa sindrom steven Johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi
pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang
kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang
keganasan.
Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma &Nurarif, 2015):1.
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis Antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%
B. Etiologi
Etiologi pasti Sindrom Stevens–Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya
ialah alergi obat sistemik, diantarannya penisilin dan semisintiknya, streptomisin, sulfonamide,
tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya: derivatesalisil/pirazol metamizol, metampiron, dan
parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan
makanan.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai
penyebab adalah:
a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )
 Penisilline
 Sthreptomicine
 Sulfonamide
 Tetrasiklin 
b) Anti piretik atau analgesic (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron
dan paracetamol)
 Kloepromazin
 Karbamazepin
 Kirin Antipirin
 Tegretol
c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
d) Neoplasma dan factor endokrin
e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan)
C. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitiftipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran
(target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi
reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) . karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan
kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan, hiperglikemia dan
glukosuriat, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, infeksi.
1. Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap
didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan
tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat
melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut.
Reaksitipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan
jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan
mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
Reaksi Hipersensitif Tipe IV Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadipengaktifan sel T
penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-selyang
bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu
14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
D. Pathway

Obat-obatan, infeksi Kelainan hipersesitifitas


virus,
Manifestasi Klinis
Hipersesitifitas tipe IV Hipersesitifitas tipe III

Limfosit T tersintesitasi Antigen antibody terbentuk


terperangkap dalam jaringan
kapiler
Pengaktifan sel T

Melepaskan Aktivasi komplemen


limfokin/sitotoksik
Degenerasi sel mast
Penghancuran sel-sel
Akumulasi netrofil
Reaksi peradangan memfagositisis sel rusak

Nyeri akut
Melepaskan sel yang rusak

Kerusakan jaringan

Kerusakan integritas Triase gangguan pada kulit,


kulit mukosa

Respon local: eritema,


vesikel, dan bula Respon inflamasi sistemik

Port de entry
Terjadi evaporasi pada Gangguan gastrointestinal,
kulit
Resiko infeksi Demam, malaise

Resiko kekurangan
Intake tidak adekuat
volume cairan

Defisit nutrisi
E. Maifestasi Klinis

Tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal,


nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan
myalgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai
sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas
dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yangluas mengelupas sehingga jaringan dermis
dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan
epidermis disekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan
permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka bakar partial thickness burn di
seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa,
mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.Perjalanan
penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejalaprodromal berupa demam tinggi (30º
- 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek,dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua
minggu. Gejala-gejala inidengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya
kecepatan nadidan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat sertamenunrunnya
kesadaran, soporeus sampai koma
menurut (kusuma & Nurarif, 2015), pada sindrom ini terlihat adanya kelainan berupa
1) Kelainan Kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritemam berbentuk seperti cincin
(pinggir eritema tengahnya relative hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesi
papuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil
dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yangluas. Disamping itu dapat juga terjadi
erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi
lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.
2) Kelainan selaput lender di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah padamukosa mulut/bibir (100%),
kemudian disusul dengan kelainan di lubangalat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung
dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan
vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini
dan menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel dan bulla
sehingga terjadi erosi,excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga
dapat terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna
hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan.
Kelainan ini di mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan
esophagus. Terbentuknya pseudo membran di faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas
dan penderitannya tidak dapat makan minum.
3) Kelainan mata
Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah
conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron,
ulcus cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias
yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.
F. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1. Laboratorium
Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
2. Histopatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.
Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
3. Imunologi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang
mengalami kerusakan
Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam
kombinasi
G. Penatalaksanaan
1) Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati
dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh
harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan
digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari.Umumnya masa
kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-johnson berat harus segera dirawat damn
diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelahmasa krisis teratasi, keadaan umum membaik,
tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari
diturunkan 5 mg.Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan
tablet kortiko steroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20mg
sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebutdihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan
elektrolit(K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi
hipokalemiadiberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi
hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet
tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50
mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2) Antibiotik Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang
dapatmenyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan
alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80mg.3.
3) Infus dan tranfusi darah Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena
pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat
menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutanDarrow. Bila terapi
tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan ransfusi darah sebanyak 300 cc
selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasusyang disertai purpura yang luas. Pada kasus
dengan purpura yang luas dapat puladitambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena
sehari dan hemostatik.
4) Topikal Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuklesi di kulit
yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
H. Komplikasi
Sindrom steven Johnson sering menimbulkan komplikasi Antara lain, sebagai berikut:
 Kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
 Gastroenterology-esophageal strictures
 Genitourinaria-nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
 Pulmonary-pneumonia
 Kutanes- timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
 Infeksi sistemik, sepsis
 Kehilangan cairan tubuh, shock

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Luka Bakar
1. Pengkajian
a) Nama :
b) Alamat :
c) Aktivitas/Istirahat :
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
d) Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstermitas pada yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
e) Integritas Ego :
Gejala : masalah tentan keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
f) Eliminasi :
Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat : warna mungkin hitam kemerahan
bila terjadi mioglobin, mengidentifikasikan, kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada
luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan mobilitas/peristaltik gastrik.
g) Makanan/Cairan :
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
h) Neurosensori :
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
i) Nyeri/Kenyamanan :
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua
sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan
ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
j) Pernafasan :
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
k) Keamanan :
Tanda : Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemia b/d Evaporasi (D.0003)
2) Devisit Nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi (D.0019)
3) Resiko Infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer : kerusakan integritas kulit
(D.0142)
4) Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Hipovolemia b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Syok Hipovolemik
Evaporasi (D.0003) Keperawatan selama 5x60 (I.02050)
menit Status Cairan pasien Observasi
Membaik : (L.03028)  Monitor status
- Kekuatan nadi meningkat kardiopulmonak (frekuensi
- Turgor kulit meningkat dan kekuatan nadi, frekuensi
- Ortopnea menurun napas, TD MAP)

- Edema anasarka menurun  Monitor status oksigenasi

- Edema perifer menurun (oksimetri nadi, AGD)

- Perasaan lemah menurun  Monitor satus cairan

- Keluhan haus menurun (masukan dan haluaran,


turgor kulit, CRT)
- Frekuensi nadi membaik
 Periksa tingkat kesadaran dan
- Tekanan darah membaik
respon pupil
- Membran mukosa
 Periksa seluruh permukaan
membaik
tubuh terhadap adanya
- Intake cairan membaik
DOTS(deformitilydeformita,
- Status mental membaik open wound/luka
- Suhu tubuh membaik tendemess/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
 Pertahankan jalan napas paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
 Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
 Lakukan penekanan
langsung (direct preasur)
pada perdarahan eksternal
 Berikan posisi syok (modified
trendelenberg)
 Pasang jalur IV berukuran
besar (mis.nomor 14 atau 16)
 Pasang kateter urine untu
menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastrik
untuk dionprensi lambung
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap
elektrolit
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
 Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 mL/kg
BB pada anak
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
2. Devisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan Keperawatan selama 1x24 jam Observasi
mengabsorbsi Status Nutrisi pasien Membaik :  Identifikasi status nutrisi
nutrisi (D.0019) (L.03030)  Identifikasi alergi dan
- Porsi makanan yang intoleransi makanan
dihabiskan meningkat  Identifikasi makanan yang
- Serum albumin meningkat disukai
- Pengetahuan tentang  Identifikasi kebutuhan kalori
standart asupan nutri yang dan jenis nutrien
tepat meningkat  Identifikasi perlunya
- Sikap terhadap penggunaan selang
makanan /minuman sesuai nasogastrik
dengan tujuan kesehatan  Monitor asupan makanan
meningkat  Monitor berat badan
- Perasaan cepat kenyang  Monitor hasil pemeriksaan
menurun laboratorium
- Berat badan membaik Terapeutik
- Indeks massa tubuh (IMT)  Lakukan oral hygien sebelum
membaik makan, jika perlu
- Frekuensi makan  Berikan makanan tinggi serat
membaik untuk mencegah konstipasi
- Napsu makan membaik  Berikan makanan yang tinggi
- Membran mukosa kalori dan tinggi protein
membaik Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
3. Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
ketidak adekuatan Keperawatan selama 1x24 jam Observasi
pertahanan tubuh Tingkat Infeksi pasien Menurun  Monitor tanda dan gejala
primer : kerusakan : (L.14137) infeksi lokal dan sistematik
integritas kulit - Kebersihan tangan Terapeutik
(D.0142) meningkat  Batasi jumlah pengunjung
- Kebersihan badan  Berikan perawatan kulit pada
meningkat area edema
- Nafsu makan meningkat  Cuci tangan sebelum dan
- Demam menurun sesudah kontak dengan pasien
- Kemerahan menurun dan lingkungan pasien
- Nyeri menurun  Pertahankan tehnik aseptik
- Bengkak menurun pada pasien beresiko tinggi

- Cairan berbau busuk Edukasi


menurun  Jelaskan tanda dan gejala

- Drainase purulen menurun infeksi

- Periode malaise menurun  Ajarkan cara mencuci tangan

- Letargi menurun dengan benar

- Gangguan kognitif  Ajarkan etika batuk

menurun  Ajarkan cara memeriksa

- Kadar sel darah putih kondisi luka atau luka operasi

membaik  Anjurkan meningkatkan

- Kultur darah membaik asupan nutrisi

- Kultur area luka  Anjurkan meningkatkan


asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178)
Aktivitas b/d Keperawatan selama 2x24 jam Observasi
Ketidakseimbangan Toleransi Aktivitas pasien  Identifikasi gangguan fungsi
antara suplai dan Meningkat : (L.05047) tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen - Frekuensi nadi meningkat kelelahan
(D.0056) - Saturasi oksigen meningkat  Monitor kelelahan fisik dan
- Kemudahan dalam emosional
melakukan aktivitas sehari-  Monitor pola dan jam tidur
hari meningkat  Monitor lokasi dan ketidak
- Kecepatan berjalan nyamanan selama aktivitas
meningkat Terapeutik
- Toleransi dalam menaiki  Sediakan lingkungan dan
tanggga meningkat rendah stimulus (mis,
- Keluhan lelah menurun cahaya, suara, kunjungan)
- Dispnea saat aktivitas  Lakukan latihan rentan gerak
menurun pasif dan/atau pasif
- Perasaan lemah menurun  Berikan aktivitas distraksi
- Aritmia saat aktivitas yang menyenangkan
menurun  Fasilitasi duduk disisi tempat
- Warna kulit membaik tidur, jika tidak dapat

- Tekanan darah membaik berpindah atau berjalan

- EKG iskemia menurun Edukasi


 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

4. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan hasil akhir yang diharapkan :

a. Status Cairan pada pasien Membaik


b. Status Nutrisi pada pasien Membaik
c. Tingkat Infeksi pada pasien Menurun
d. Toleransi Aktivitas pada pasien Meningkat

B. Kanker Kulit
1. Pengkajian
1) Identintas pasien.
a. Nama
b. Usia.
Lebih sering pada usia 15- 44 tahun, lebih meningkat pada usia 20 tahun yang selalu
terpapar sinar matahari.
c. Jenis kelamin.
Jenis kelamin pria dan wanita memiliki resiko yang sama untuk terjadinya kanker kulit,
semua tergantung pada aktifitas ( terpapar sinar UV) atau pekerjaan.
d. Pekerjaan.
Orang yang paling beresiko adalah orang yang berkulit cerah, berambut merah yang nenek
moyangnya berdarah celtic  atau orang dengan warna kulit merah muda atau cerah di
samping orang yang sudah lama terkena sinar matahari tanpa terjadi perubahan warana
kulit menjadi coklat kekuningan.
Populasi lain yang  beresiko adalah para pekerja di luar rumah (seperti petani, pelaut dan
pelayan) orang - orang yang terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu, Para
pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat tertentu (senyawa arsen, netra, batu bara,
terserta, aspal dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang beresiko.
2) Keluhan Utama.
Sesuai tanda dan gejala dan disertai nyeri.
3) Riwayat penyakit saat ini.
Adanya benjolan pada lokasi kanker (leher, wajah dan exstremitas) perubahan tahi lalat yang
semakin meluas dan koreng yang tak sembuh- sembuh.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami kanker kulit
setelah 20 hingga 40 tahun kemudian.Ulkus yang lama pada ekstrenitas bahwa juga dapat
menjadi lokasi asal kanker kulit.
5) Riwayat penyakit keluarga.
Ada tidaknya dari pihak keluarga yang mengalami hal yang sama pada pasien.
6) Pemeriksaan fisik.
a. Tanda- tanda vital.
Tekanan darah, nadi, respirasi cenderung mengalami penurunan karena proses me
tastasis kanker yang mempegaruhi system tubuh dan pada suhu mengalami peningkatan karna
sebagai tanda inflamasi.
b. Pemeriksaan persistem (B1- B6)
1) B1 (pernapasan)
Kanker kulit pada stadium awal tidak mempegaruhi system pernapasan, namun pada
stadium 3 atau sudah metastasis di paru- paru makan pernapasan akan mengalami gangguan
yang di tandai dengan sesak.
2) B2 (cardiovaskuler)
Ada beberapa gangguan diantaranya ketika kanker bermetatasis melalui pembuluh darah
makan system kerja jantung akan terganggu.
3) B3 ( persarapan)
Pusing, nyeri, atau derajat nyeri bervariasi mis : ketidak nyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
4) B4 (perkemihan)
Perubahan pada pola defekasi, mis : Perubahan eliminasi urinarius, nyeri / rasa terbakar pada
saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
5) B5 (pencernaan)
Tergantung pada proses metastasis kanker. Biasanya ditemukan perdarahan pada feses.
6) B6 (muskulosletal)
Biasanya ditemukan pada kulit bagian ekstremitas, sehingga rasa nyeri di ekstremitas
ditemukan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik : Kanker Kulit (D.0077)
2) Resiko Infeksi b/d Efek prosedur invasif (D. 0142)
3) Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan struktur/bentuk tubuh : mis, kanker kulit (D. 0083)
4) Defisit Pengetahuan b/d Keterbatasan Kognitif (D.0111)

3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Agen pencedera tindakan Keperawatan Observasi
fisik : Kanker selama 1x24 jam Tingkat  Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kulit (D.0077) nyeri pada pasien durasi, frekuensi, kualitas,
Menurun (L.08066) intensitas nyeri
- Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri
menurun  Identifikasi respon nyeri non
- Meringis menurun verbal
- Sikap protektif  Identifikasi faktor yang
menurun mempeeberat dan memperingan
- Gelisah menurun nyeri
- Kesulitan tidur  Identifikasi pegetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
- Perasaan depresi  Identifikasi pengaruh budaya
(tertekan) menurun terhadap respon nyeri
- Ketegangan otot  Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
- Frekuensi nadi  Monitor keberhasilan terapi
membaik komplemeter yang yang sudah
- Pola tidur membaik diberikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgesik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
 Ajarkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
2. Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Efek prosedur tindakan Keperawatan Observasi
invasif (D. 0142) selama 1x24 jam Tingkat  Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi pada pasien lokal dan sistematik
Menurun (L.14137) Terapeutik
- Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung
meningkat  Berikan perawatan kulit pada area
- Kebersihan badan edema
meningkat  Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Demam menurun kontak dengan pasien dan
- Kemerahan menurun lingkungan pasien
- Nyeri menurun  Pertahankan tehnik aseptik pada
- Bengkak menurun pasien beresiko tinggi
- Vesikel menurun Edukasi

- Drainase purulen  Jelaskan tanda dan gejala infeksi

menurun  Ajarkan cara mencuci tangan


- Letargi menurun dengan benar

- Kadar sel darah putih  Ajarkan etika batuk

membaik  Ajarkan cara memeriksa kondisi


- Kultur darah luka atau luka operasi
membaik  Anjurkan meningkatkan asupan
- Kultur area luka nutrisi
membaik  Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
3. Gangguan Citra Setelah dilakukan Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Tubuh b/d tindakan Keperawatan Observasi
Perubahan selama 2x24 jam Citra  Identifikasi harapan citra tubuh
struktur/bentuk tubuh pada pasien berdasarkan tahap perkembangan
tubuh : mis, Meningkat (L.09067)  Identifikasi budaya, agama, jenis
kanker kulit (D. - Melihat bagian tubuh kelamin, dan umur terkait citra
0083) meningkat tubuh
- Menyentuh bagian  Identifikasi perubahan citra tubuh
tubuh meningkat yang mengakibatkan isolasi sosial
- Verbalisasi perasaan  Monitor frekuensi pernyataan kritik
negatif tentang tubuh terhadap diri sendiri
menurun  Monitor apakah pasien bisa melihat
- Verbalisasi bagian tubuh yang berubah
perubahan gaya Terapeutik
hidup menurun  Diskusikan perubahan tubuh dan
- Fokus pada bagian fungsinya
tubuh menurun  Diskusikan perbedaan penampilan
- Hubungan sosial fisik terhadap harga diri
membaik  Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh
 Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara realistis
 Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi
 Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
 Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra tubuh
 Latih peningkatan penampilan diri
4. Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (I.12383)
Pengetahuan b/d tindakan Keperawatan Observasi
Keterbatasan selama 2x24 jam Tingkat  Identifikasi kesiapan dan
Kognitif (D.0111) pengetahuan pasien kemampuan menerima informasi
Meningkat (L.12111)  Identifikasi faktor-faktor yang
- Perilaku sesuai dapat meningkatkan dan
anjuran meningkat menurunkan motivasi perilaku
- Kemampuan hidup bersih dan sehat
menjelaskan Terapeutik
pengetahuan tentang  Sediakan materi dan media
suatu topik pendidikan kesehatan
meningkat  Jadwalkan pendidikan kesehatan
- Perilaku sesuai sesuai kesepakatan
dengan pengetahuan  Berikan kesempatan untuk
meningkat bertanya
- Persepsi yang keliru Edukasi
terhadap masalah  Jelaskan faktor rseiko yang dapat
menurun mempengaruhi kesehatan
- Menjalani  Ajarkan perilaku hidup bersih dan
pemeriksaan yang sehat
tidak tepat menurun  Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih sehat

4. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan hasil akhir yang diharapkan:

a) Tingkat nyeri pada pasien Menurun


b) Tingkat infeksi pada pasien Menurun
c) Citra tubuh pada pasien Meningkat
d) Tingkat pengetahuan pasien Meningkat
C. Stevens-Johnson Sindrom
1. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
Biasannya lebih sering terjadi pada wanita dibandingan dengan laki-laki karena pengaruh dari
hormonal.
2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri seperti panas terbakar.
 Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian, klien dengan steven Johnson
biasannya mengeluhkan demam, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek,
sakit tenggorokan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit
yang sebelumnya dialami klien.
 Riwayat Kesehatan Keluarga 
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
 Riwayat Psikososial 
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
Pengkajian menurut 11 pola Gordon
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan dan
minuman (alcohol dll) tertentu
2. Pola nutrisi metabolic
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada
mulut, dan kesulitan menelan
3. Pola eliminasi
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan
bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk
beraktifitas.
5. Pola tidur dan istirahat
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri
yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
6. Pola persepsi kognitif
Klien dengan Steven. Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri
dan panas di kulitnya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan
tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
8. Pola peran hubungan dengan sesama
Klien cenderung banyak diam dan lebih tertutup pada keluarga dan orang sekitarnya
9. Pola reproduksi seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
c. Apakah klien sudah mengalami ejakulasi pertama (jika pria)?
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Klien meras malu dengan kondisinya dan merasa tidak berguna sehingga klien membutuhkan
obat penenang.
11. Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu.
Pemeriksaan Fisik
a. keadaan umum : tingkat ketegangan/cemas, kelelahan, tingakat kesadaran kualitatif, respon
verbal klien.
b. gejala lokal : terjadi adanya pembengkakan, nyeri, gangguan gerak.
c. TTV : suhu, TD, HR, RR

Head To Toe Dan Pengkajian Sistem

a. Kepala dan rambut dan wajah


 Kepala : pasien menggeluh sakit
 Bentuk kepala : bulat
 Ukuran : simetris
 Posisi : simetris
 Warna rambut : hitam
 Bentuk rambut : lurus
 Kebersihan kulit kepala : ada ketombe
 Warna : putih
 Struktur wajah : oval
b. Mata
 Bentuk : simetris
 Sclera : normal
 Konjungtiva : anemis
 Pupil : isokor
 Fungsi penglihatan : normal
 Retina : normal
c. Hidung
 Bentuk : simetris
 Peradangan : tidak ada
 Pendarahan : tidak ada
 Cairan : tidak ada
 Fungsi Penciuman : baik
 Lubang hidung : simetris
 Pholip : tidak ada
 Sinusitis : tidak ada
d. Telinga (pendengaran)
 Bentuk : normal
 Peradangan : tidak ada
 Perdarahan : tidak ada
 Fungsi pendengaran : baik
e. Rongga mulut dan faring
 Keadaan bibir : lesi
 Mukosa gigi : kering
 Kesulitan menelan : ada
 Gigi : kotor
 Laring : normal
 Peradangan : tidak ada
 Fungsi pengecapan : baik
f. Leher
 Kelenjar getah bening : normal
 Kelenjar tiroid : normal
 Vena jugularis : normal
g. Toraks
 Bentuk rongga : simetris
 Bunyi nafas : tidak ada
 Irama pernafasan : normal
h. Abdomen
 Bentuk : simetris
 Tugor kulit jelek
 Masa/cairan : tidak ada
 Hepar : baik
 Ginjal : baik
 Bising usus : normal
i. Genetalia
 Kebersihan perineum : baik
 Peradangan : tidak ada
 Alat genetalia : baik

j. Sirkulasi
 Suara jantung : normal
 Palpitalis : normal
 Perubahan warna kulit : ada
 Edema jaringan : tidak ada
 Nadi : tidak normal
k. Integumen
 Tugor kulit : jelek
 Tekstur kulit : kering
 Lesi : ada
 Jaringan parut : tidak ada
 Suhu : meningkat
 Edema : tidak ada
 Eritema : kemerahan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa, dan mata (D.0129)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (D.0142)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
(D.0077)
4) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan
ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (D.0019)
5) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi
kebutuhan cairan(D.0036)

3. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit berhubungan tindakan Keperawatan Observasi
dengan agens selama 1x24 jam Identifikasi penyebab gangguan
farmaseutikal Integritas Kulit pada integritas
ditandai dengan pasien Meningkat Terapeutik
adanya lesi pada (L.14125) - Ubah posisi 2 jam jika tirah
kulit, mukosa, dan - Hidrasi meningkat baring
mata (D.0129) - Perfusi jaringan - Gunakan produk berbahan
meningkat ringan/alami dan hipoalergik
- Kerusakan jaringan pada kulit sensitif
menurun - Hindari produk berbahan
- Kerusakan jaringan dasar alkohol pada kulit
lapisan kulit kering
menurun Edukasi
- Nyeri menurun - Anjurkan menggunakan
- Kemerahan pelembab
menurun - Anjurkan minum air yang
- Pigmentasi cukup
abnormal menurun - Anjurkan meningkatkan
- Suhu kulit membaik asupan nutrisi

- Tekstur membaik - Anjurkan meningkatkan

- Pertumbuhan asupan buah dan sayur

rambut membaik - Anjukan menghindari


terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat
ada di luar rumah
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan tindakan Keperawatan Observasi
pertahanan tubuh selama 1x24 jam  Monitor tanda dan gejala
primer tidak adekuat Tingkat Infeksi pasien infeksi lokal dan sistematik
(D.0142) Menurun (L.14137) Terapeutik
- Kebersihan  Batasi jumlah pengunjung
tangan meningkat  Berikan perawatan kulit pada
- Kebersihan area edema
badan meningkat  Cuci tangan sebelum dan
- Nafsu makan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan
- Demam menurun pasien
- Kemerahan  Pertahankan tehnik aseptik
menurun pada pasien beresiko tinggi
- Nyeri menurun Edukasi

- Bengkak  Jelaskan tanda dan gejala

menurun infeksi

- Cairan berbau  Ajarkan cara mencuci tangan


busuk menurun dengan benar

- Drainase purulen  Ajarkan etika batuk


menurun  Ajarkan cara memeriksa
- Periode malaise kondisi luka atau luka
menurun operasi
- Letargi menurun  Anjurkan meningkatkan

- Gangguan asupan nutrisi

kognitif menurun  Anjurkan meningkatkan

- Kadar sel darah asupan cairan

putih membaik Kolaborasi

- Kultur darah  Kolaborasi pemberian

membaik imunisasi, jika perlu

- Kultur area luka


3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agens cedera tindakan Keperawatan Observasi
ditandai dengan kulit selama 1x24 jam  Identifikasi lokasi,
yang terkelupas dan Tingkat nyeri pada karakteristik, durasi,
adanya lesi (D.0077) pasien Menurun frekuensi, kualitas,
(L.08066) intensitas nyeri
 Kemampuan  Identifikasi skala nyeri
menuntaskan  Identifikasi respon nyeri non
aktivitas meningkat verbal
 Keluhan nyeri  Identifikasi faktor yang
menurun mempeeberat dan
 Meringis menurun memperingan nyeri
 Kesulitan tidur  Identifikasi pegetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
 Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh
membaik budaya terhadap respon
 Pola nafas nyeri
membaik tekanan  Identifikasi pengaruh nyeri
darah membaik pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplemeter yang yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
4. Defisit nutrisi kurang Setelah dilakukan Promosi Berat Badan (I.03136)
dari kebutuhan tubuh tindakan Keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 2x24 jam Status  Monitor frekuensi dan
ketidakmampuan nutrisi pada pasien kekuatan nadi
menelan makanan Membaik (L.03030)  Monitor frekuensi nafas.
ditandai dengan  Porsi makanan  Monitor tekanan darah.
demam, sakit yang dihabiskan  Monitor berat badan.
tenggorokan, dan adanya meningkat  Monitor waktu pengisian
gangguan pada mu  Pengetahuan kapiler.
kosa (D.0019) standart asupan  Monitor elastisitas atau
nutrisi yang tepat turgor kulit
 Sikap terhadap  Monitor jumlah, warna, dan
makanan/minuman berat jenis urine.
sesuai dengan  Monitor kadar albumin dan
tujuan kesehatan protein total.
meningkat
 Monitor hasil pemeriksaan
 Berat badan serum (mis. Osmolaritas
membaik serum, hematokrit, kalsium,
 Indeks massa natrium, BUN)
tubuh (IMT)  Monitor input dan output
membaik cairan.
 Frekuensi makan  Identifikasi tanda tanda
membaik hipovolemia (mis. Frekuensi
 Napsu makan nadi meningkat, nadi teraba
membaik lemah, tekanan darah
 Membran mukosa menurun, turgor kulit
membaik menurun, membran mukosa
kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urin meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda tanda
hipervolemia (mis. Dispnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
 Identifikasi faktor resiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma pendarahan,
luka bakar, aferesis,
obstruksi intestinal,
peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal.)
Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien.
 Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
5. Resiko Setelah dilakukan Pemantauan Cairan (I.03121)
ketidakseimbangan tindakan Keperawatan Observasi
cairan berhubungan selama 2x24 jam  Identifikasi kemungkinan
dengan faktor yang Keseimbangan Cairan penyebab BB kurang.
mempengaruhi pada pasien Meningkat  Monitor adanya mual dan
kebutuhan cairan (L.03020) muntah.
(D.0036)  Asupan cairan  Monitor jumlah kalori yang di
meningkat konsumsi sehari-hari.
 Haluan urin  Monitor berat badan.
meingkat  Monitor albumin, limfosit,
 Kelembaban dan elektrolit serum.
membran mukosa Terapeutik
meningkat  Berikan perawatan mulut
 Edema menurun sebelum pemberian makan,
 Dehidrasi menurun jika perlu.
 Tekanan darah  Sediakan makanan yang tepat
membaik sesuai kondisi pasien (mis.
 Turgor kulit Makanan dengan tekstur
membaik halus, makanan yang di
blender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
gastrostomi, total parenteral
nutrition sesuai indikasi)
 Hidangkan makanan secara
menarik.
 Berikan suplemen, jika perlu.
 Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang di capai.
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau.
 Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan.

4. Evaluasi
Setalah dilakukan tindakan keperawatan hasil yang di harapkan:
1) Inflamasi dermal dan epidermal berkurang integritas kulit mengalami regenerasi jaringan.
2) resiko infeksi tertangani dan imun membaik.
3) Nyeri berkurang dan terkontrol, penyatuan kulit semakin meningkat.
4) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kebutuhan nutrisi terpenuhi kemampuan menelan
membaik dan nafsu makanan meningkat.
5) Keseimbangan cairan membaik dan nutrisi terpenuhi

BAB IV

Populasi Intervensi Kelompok Outcome Time Judul


Pembanding
Penelitian ini Jenis penelitian Berdasarkan Penelitian 20 September POTENSI
terbagi menjadi ini adalah hasil post hoc terhadap 25 2018 EKSTRAK
lima kelompok eksperimental tidak terdapat ekor tikus untuk KULIT JERUK
yaitu tiga dengan desain perbedaan yang mengetahui PACITAN
kelompok penelitian post signifikan efek pemberian (Citrus sinensis)
perlakuan test control antara ekstrak kulit SEBAGAI
menggunakan group design. kelompok K0 jeruk pacitan STIMULUS
ekstrak kulit dengan terhadap REGENERASI
jeruk pacitan kelompok K1. penurunan SEL PADA
dengan Perawatan luka eritema luka LUKA BAKAR
konsentrasi menggunakan bakar derajat II Rattus
40%, 60% dan saline normal telah dilakukan. Norvegicus
80% dan dua memiliki hasil Penelitian ini
kelompok eritema yang sampel dibagi
kontrol yang berkurang dan dalam 5
lain tidak berbeda kelompok
menggunakan dengan perlakuan,
aquadest dan perawatan luka masing-masing
normal saline. menggunakan perlakuan
Tiap kelompok aquadest. Pada terdiri dari 5
terdiri dari 5 kelompok K1, ekor tikus.
ekor tikus perawatan luka Hasil penelitian
(Rattus bakar diperoleh rata-
norvegicus) membutuhkan rata derajat
oleh Rinza waktu yang eritema pada
Rahmawati lebih lama kelompok
Samsudin1 dan dibandingkan kontrol lebih
Anindita Riesti dengan rendah
Retno Arimurti kelompok K2, dibandingkan
K3, dan K4. dengan
Hal ini terjadi kelompok
karena normal perlakuan.
saline
merupakan
cairan fisiologis
yang digunakan
sebagai
perawatan luka
standar untuk
membersihkan
luka dan
memberikan
kelembaban
pada kulit.
Penelitian Penelitian ini - Pada penelitian 12 Agustus Evaluasi
menggunakan merupakan ini terdapat 2019 Kepatuhan
metode penelitian 12% nyeri berat Pelaksanaan
deskriptif deskriptif yang dilakukan Standar
observasional observasional. evaluasi tidak Prosedur
retrospektif Teknik sesuai dengan Operasional
terhadap 99 pengkajian SPO. Hal ini Manajemen
rekam medis dengan skala mungkin Nyeri pada
pasien luka numeric rating disebabkan oleh Pasien Luka
bakar yang scales untuk keterbatasan Bakar di RSUP
memenuhi dewasa dan jumlah tenaga Dr. Hasan
kriteria inklusi wong baker kesehatan dan Sadikin
di RSUP Dr. faces pain scale pengetahuannya Bandung
Hasan Sadikin untuk pasien terhadap SPO
Bandung pada yang tidak dapat yang sudah
tahun 2018 oleh berkomunikasi dibuat. Pada
Yudhanarko, atau anak dan SPO dinyatakan
Suwarman, dan Terapi bahwa pada
Ricky Aditya Farmakologi. nyeri berat
harus dilakukan
evaluasi ulang
setelah 1 jam
diberikan
analgesik.
Terutama untuk
nyeri berat
karena nyeri
berat yang tidak
dilakukan
evaluasi sesuai
dengan SPO
dapat
mengakibatkan
terapi yang
salah dan paling
besar
kemungkinan
timbul risiko
nyeri kronik.
Pada tahun Penelitian ini - Penelitian yang Februari 2020 POTENSI
2009 penelitian dilakukan dilakukan oleh TANAMAN
yang dilakukan dengan metode Jumain pada ZIGZAG
di Amerika literature tahun 2017 juga SEBAGAI
menyebutkan review, dimana menunjukkan PENYEMBUH
bahwa peneliti bahwa LUKA
prevalensi mencari, tumbuhan
pasien luka menggabungka zigzag memiliki
adalah 350 per n inti sari, serta efek analgetik
1000 populasi menganalisis yang baik saat
oleh Milatul fakta dari diujikan pada
Fauziah, beberapa mencit. Hal ini
Firinda Soniya sumber ilmiah kemudian dapat
yang akurat dan membantu
valid. mengurangi
rasa nyeri yang
ditimbulkan
oleh luka.
(Jumain, 2017).
Selain
membantu
penyembuhan
luka dari segi
mempercepat
prosesnya,
tanaman
Pedilanthus
tithymaloides
juga memiliki
efek
antimikorbial
yang dapat
mencegah
infeksi pada
luka.
Hasil Penelitian trend dan issue, evidence based practice terkait luka bakar

BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan
Luka bakar bisa mempengaruhi otot,tulang, saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat
juga rusak, kemungkinan adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka
bakar mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit
normal tubuh, temperatur tubuh,pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik.
Kanker terjadi jika sel-sel membelah diri secara tidak terkendali, sel- sel abnormal ini dapat
menyerang jaringan di sekitarnya atau berpindah berpindah ke lokasi yang jauh dengan cara
memasuki aliran darah atau sistem limfatik.
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat
gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa.
Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun,
kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
b. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat bisa mengerti dan mengetahui tentang
Konsep Asuhan keperawatan dan Hasil dari penelitian yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Fahradyan A, Howell AC, Wolfswinkel EM, Tsuha M, Sheth P, Wong AK. Updates on the
management of non-melanoma skin cancer (NMSC). Healthcare. 2017;5:82.
doi:10.3390/healthcare5040082
Tenenhaus M, Rennekampff HO. Local treatment of burns: Topical antimicrobial agents and
dressings (Artikel di internet). Diakses November 2017. Dapat diakses melalui [URL]:
https://www.uptodate.com/contents/local-treatment-of-burns-topical-antimicrobial-agents-and-
dressings?source=see_link&sectionName=Cleansing%20and
%20debridement&anchor=H611021619#H611021619

Edlich RF, Farinholt HM, Winters KL, et al. Modern concepts of treatment and prevention of
chemical injuries. J Long Term Eff Med Implants 2005; 15:303

Abdul Majid dan Agus Sarwo P. 2013. Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar. Yogyakarta.
Penerbit Gosyen Publishing.

David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic
Surgery.

Doenges, Marilynn  E. 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan:  Pedoman  Untuk Perencanaan
dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien.Edisi  3.Jakarta  : EGC.

Effendi, C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Shimizu R dan Kishi K. 2012. Skin Graft. Plastic Surgery Internatonal.

Yefta Moenadjat, dkk : Luka Bakar, Edisi I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2008

Brunner. Suddarth. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta : EGC.

Made Putri Hendaria, Asmarajaya & Sri Maliawan. Jurnal Kesehatan PDF Kanker kulit. Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Diakses 27 nov- 2013

Muttaqin Arif. Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.

Sylvia A. Price. Lorraine M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis Proses- Proses Penyakit buku 2
edisi 4. Jakarta: EGC.

https://bangsalsehat.blogspot.com/2019/06/pathway-combustio-atau-luka-bakar.html
SDKI-SLKI-SIKI

Anda mungkin juga menyukai