Anda di halaman 1dari 16

RESUME

ETIKA PROFESI
MATA KULIAH ETIKA BISNIS & PROFESI
AKUNTANSI

Mata Kuliah : ETIKA BISNIS & PROFESI AKUNTANSI

Kelas : FA

Prodi : S1 Akuntansi

Dosen Pengajar : Dian Oktarina., SE., MM

Disusun oleh Kelompok 2 :

1. PAULINUS DE COSTA 2010010085


2. ERLIANA DJAJANTY P 2018310056
3. NABILA YUVIKA P 2018310126
4. SALSABILA DINDA S.P 2018310131
5. FARADILLA AZZAROH 2018310136

UNIVERSITAS HAYAM WURUK PERBANAS


SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
5. KODE ETIK AKUNTAN MANAJEMEN DAN AUDITOR INTERNAL DI
INDONESIA

5.1 Pendahuluan
Di Indonesia terdapat beberapa organisasi yang dikategorikan sebagai organisasi
profesi akuntan manajemen. Organisasi ini adalah Institut Akuntan Manajemen Indonesia-
IAMI (yang berada di bawah naungan Ikatan Akuntan Indonesia) serta Forum Komunikasi
Satuan Pengawasan Intern (FKSPI).

5.2 Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI)


IAMI merupakan asosiasi profesi akuntan (khususnya akuntan manajemen) yang
berada di bawah Ikatan Akuntan Indonesia. Secara resmi IAMI berdiri pada tanggal 01 April
2008. Anggota IAMI + 200 akuntan yang bekerja sebagai eksekutif di perusahaan negara,
pemerintah, atau swasta.
Visi IAMI adalah menjadi asosiasi profesi terdepan dalam pengembangan
pengetahuan dan praktik akuntansi manajemen dan keuangan serta bidang lainnya yang
terkait, yang berorientasi pada etika, tanggung jawab sosial dan lingkungan.

5.3 Kode Etik IAMI


Meski dalam visi IAMI telah dicantumkan bahwa tujuannya menjadi asosiasi profesi
terdepan, yang berorientasi pada etika, namun sampal dengan saat buku ini ditulis (2012)
penulis belum menemukan kode etik IAMI, Diperkirakan kode etik IAMI masih dalam
proses penyusunan oleh Komite Etika IAMI. Hal ini tampak pada Anggaran Dasar IAMI,
2009 Bab V Pasal 7 tentang Kode Etik yang menyatakan:
 Kode Etik IAMI adalah perilaku etika Anggota dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya;
 Kode Etik IAMI dirumuskan oleh Komite Etika dan disampaikan oleh Dewan
Pengurus Pusat untuk selanjutnya disahkan oleh Rapat Anggota;
 Kode Etik IAMI mengikat seluruh anggota IAMI.
Perihal Komite Etika dari IAMI, Anggaran Rumah Tangga IAMI, 2009, pasal 27 menyatakan
bahwa:
 Komite Etika yang selanjutnya disingkat KE merupakan badan organisasi IAMI yang
merumuskan, mengembangkan, dan mengkodifikasikan Kode Etik IAMI;
 Jumlah anggota KE sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang diangkat DPP;
 Masa kerja nggota KE adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu
kali masa jabatan;
 Tatakerja KE ditentukan sendiri oleh KE dengan persetujuan

5.4 Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI)


FKSPI merupakan bentuk organisasi dari para auditor internal perusahaan perusahaan
di Indonesia, baik BUMN, BUMD, Instansi Pemerintah ataupun Swasta yang bersifat
profesional, independen dan non politik. Secara resmi FKSPI terbentuk pada 12 Desember
1985.
Tujuan dari dibentuknya FKSPI adalah:
 Meningkatkan fungsi dan peran pengawasan;
 Meningkatkan mutu kemampuan Aparat Pengawasan Intern atau Auditor Internal;
 Mengembangkan ilmu di bidang Pengawasan Intern;
 Meningkatkan wawasan dan tanggung jawab Aparat Pengawasan Intern atau Auditor
Internal
 Meningkatkan komunikasi antar SPI/SAI dan dengan Badan-Badan
Pengawasan/Pemeriksa Eksternal

5.5 Kode Etik FKSPI


Kode Etik FKSPI, 1985 atau yang disebut dengan Kode Etik Auditor Internal terdiri
dari Prinsip Etika dan Aturan Etika. Penjelasan dan uraian lebih lanjut dari Kode Etik FKSPI
ini adalah sbb:
KODE ETIK AUDITOR INTERNAL
Prinsip Etika
Auditor internal diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Integritas.
Integritas auditor internal membangun kepercayaan dan dengan demikian memberikan dasar
untuk landasan penilaian mereka.
2. Objektivitas
Auditor internal menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi tentang kegiatan atau
proses yang sedang diperiksa. Auditor internal membuat penilaian yang seimbang dari semua
keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri
atau pun orang lain dalam membuat penilaian
3. Kerahasiaan
Auditor internal menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang mereka terima dan tidak
mengungkapkan informasi tanpa izin kecuali ada ketentuan perundang-undangan atau
kewajiban profesional untuk melakukannya.
4. Kompetensi
Auditor internal menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan
dalam pelaksanaan layanan audit internal

Aturan Perilaku

1. Integritas
Auditor Internal:
1. Harus melakukan pekerjaan mereka dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung
jawab.
2. Harus mentaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh
ketentuan perundang-undangan dan profesi.
3. Sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal apapun, atau terlibat dalam
tindakan yang memalukan untuk profesi audit internal atau pun organisasi.
4. Harus menghormati dan berkontribusi pada tujuan yang sah dan etis dari
organisasi.

2. Objektivitas
Auditor Internal:
1. Tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat
mengganggu, atau dianggap mengganggu, ketidakbiasan penilaian mereka.
Partisipasi ini meliputi kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin
bertentangan dengan kepentingan organisasi
2. Tidak akan menerima apa pun yang dapat mengganggu, atau dianggap dianggap
mengganggu, profesionalitas penilaian mereka.
3. Harus mengungkapkan semua fakta material yang mereka ketahui yang, jika tidak
diungkapkan, dapat mengganggu pelaporan kegiatan yang sedang diperiksa.
3. Kerahasiaan
Auditor Internal:
1. Harus berhati-hati dalam penggunaan dan perlindungan informasi yang diperoleh
dalam tugas mereka
2. Tidak akan menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau yang dengan
cara apapun akan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan atau
merugikan tujuan yang sah dan etis dari organisasi.

4. Kompetensi
Auditor Internal
1. Hanya akan memberikan layanan sepanjang mereka. memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan.
2. Harus melakukan audit internal sesuai dengan Standar Internasional Praktik
Profesional Audit Internal.
3. Akan terus-menerus meningkatkan kemampuan dan efektivitas serta kualitas
layanan mereka.

6. PEMBANDINGAN CEPA IN BUSINESS 2012 DENGAN KODE ETIK


AKUNTAN MANAJEMEN DAN AUDITOR INTERNAL DI INDONESIA
Kita telah menguraikan Code of Ethic for Professional Accountants (CEPA in
Business 2012 dan Kode Etik Akuntan Manajemen serta Auditor Internal yang ada di
Indonesia. Dan penggambaran tersebut dapat diperbandingan sebagai berikut:
Tabel 6.1
Pembandingan CEPA 2012 in Business dan Kode Etik IAMI 2008 dan FKSP1, 1998
No Item-item Kode etik IAMI
CEPA 2012 Kode etik FKSPI 1998
. pokok 2008
1. Prinsip- 1. Integritas IAMI belum 1. Integritas
prinsip 2. Objektivitas memiliki Kode 2. Objektivitas
dasar etika 3. Kompetensi Etik, sehingga 3. Kerahasiaan
profesional dan Prinsip-Prinsip 4. Kompetensi
sikap kecermatan Dasar mengacu
dan kehati-hatian pada kode etik IAI
4. Kerahasiaan 1. Tanggung
5. Perilaku Jawab Profesi
profesional 2. Kepentingan
Publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi
dan kehati-
hatian
profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku
Profesional
8. Standar
Teknis
2. Pendekatan Menjelaskan cara dan Tidak menjelaskan Tidak menjelaskan
Kerangka langkah memecahkan tentang pendekatan tentang pendekatan
Kerja berbagai ancaman kerangka kerja kerangka kerja
Konseptual terhadap ketaatan pada konseptual konseptual
prinsip dasar
3. Ancaman Ancaman terhadap Karena mengikuti Tidak menjelaskan
dan contoh- ketaatan pada prinsip Kode Etik IAI, tentang ancaman
contohnya dasar, yaitu: maka tidak terhadap ketaatan
- Ancaman menjelaskan terhadap prinsip dasar
Kepentingan tentang ancaman berikut contoh-
Pribadi (Self terhadap ketaatan contohnya
Interest Threat) terhadap prinsip
- Ancaman dasar berikut
Telaah Pribadi contoh-contohnya
(Self Review
Threat)
- Ancaman
Advokasi
(Advocacy
Threat)
- Ancaman
Kedekatan
(Familiarity
Threat)
- Ancaman
Intimidasi
(Intimidation
Threat)
Diberikan juga
contoh- contohnya
4. Pengamana Pengamanan terhadap Karena mengikuti Tidak menjelaskan
n dan ancaman terhadap Kode Etik IAI, tentang terhadap
contohnya ketaatan pada prinsip maka tidak ancaman pengamanan
dasar, yaitu: menjelaskan atas ketaatan berikut
- Pengamanan tentang contoh pada prinsip
yang diciptakan pengamanan dasar contohnya
oleh profesi, terhadap ancaman
legislator atau atas ketaatan pada
regulator prinsip dasar
- Pengamanan di berikut contoh-
lingkungan contohnya
pekerjaan
Diberikan juga contoh-
contohnya

5. Konflik Menjelaskan tentang Tidak menjelaskan Tidak menjelaskan


Etika konflik etika serta tentang konflik tentang konflik etika
bagaimana akuntan etika
profesional mengambil
langkah untuk
menyelesaikannya.
Dari tabel diatas dapat dilakukan analisis pembandingan antara CEPA 2012 dengan kode etik
IAMI 2008 dan kode etik FKSPI 1998 sebagai berikut :
1. Prinsip Dasar Etika
Terdapat perbedaan jumlah prinsip dasar etika antara CEPA 2012 in Business dan
Kode Etik IAMI 2008 dan Kode Etik FKSPI 1998. Prinsip dasar CEPA 2012 in Business
sebanyak 5 (lima), sedangkan prinsip dasar di Kode Etik IAMI 2008 yang sementara ini
mengikuti Kode Etik IAI 1998 sebanyak 8 (delapan) prinsip dasar. Sedangkan Kode Etik
FKSPI 1998 terdapat 4 (empat) prinsip dasar yaitu Integritas, Objektivitas, Kerahasiaan, serta
Kompetensi.
Di samping perbedaan ke 5 (lima) prinsip dasar CEPA 2012 in Business tersebut juga
sama dengan prinsip dasar dari Kode Etik IAMI 2008, yaitu integritas, objektivitas,
kompetensi professional dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan,
serta perilaku profesional Prinsip dasar dari Kode Etik IAMI 2008 yang tidak ada pada CEPA
2012 in Business adalah tanggung jawab profesi, kepentingan publik, serta standar teknis
Sedang prinsip dasar etika dari CEPA 2012 in Business yang tidak ada pada Kode Etik
FKSPI 1998 adalah Perilaku Profesional.
Sama seperti yang dijelaskan pada bab 4, meski ke 3 (tiga) prinsip dasar Kode Etik
IAMI tersebut tidak terdapat secara tertulis pada prinsip dasar CEPA 2012 in Business,
namun bila kita pahami secara jernih sebenarnya prinsip dasar tanggung jawab profesi dan
kepentingan publik sudah terungkap secara tersirat pada ke 5 (lima) prinsip dasar CEPA 2012
in Business Sedangkan prinsip dasar standar teknis memang tidak terungkap pada CEPA
2012 in Business baik tertulis maupun tersirat. Hal ini dikarenakan bahwa standar teknis
mungkin dianggap bukan prinsip dasar dari kode etik oleh CEPA 2012 in Business.
2. Pendekatan Kerangka Kerja Konseptual
Saat ini ancaman terhadap profesi akuntan semakin besar. Berbagai kasus kejahatan
kerah putih, langsung atau tidak langsung melibatkan akuntan profesional. Contoh yang
paling nyata yang menjadi rujukan dari para akademisi akuntansi saat ini adalah kasus Enron
dan Arthur Anderson (Brooks, 2010). Oleh karenanya, saat ini ketaatan pada Kode Etik bagi
Akuntan Profesional mutlak harus diikuti. Namun dilema etika selalu menghantui para
akuntan profesional untuk mematuhi dan melaksanakan kode etik tersebut.
Untuk itu CEPA 2012 in Business menjelaskan pendekatan kerangka kerja konseptual
guna membantu para akuntan profesional untuk mentaati ketentuan kode etik serta untuk
memenuhi tanggung jawabnya dalam bertindak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Pendekatan kerangka kerja konseptual ini dimuat dalam CEPA 2012 in Business dengan
maksud memberikan petunjuk bagi akuntan profesional dalam menghadapi dilemma etika.
Namun sebaliknya Kode Etik IAMI 2008 dan Kode Etik FKSPI 1998 belum memiliki
petunjuk bagi akuntan professional di Indonesia bila menghadapi dilema atau permasalahan
etika. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AMI 2008, di mana terdapat badan
Komite Etika; serta Kode Etik FKSPI 1998 sebaiknya diperbaharui, yaitu dengan mengadopsi
pendekatan kerangka kerja konseptual yang ada di CEPA 2012 in Business.
3. Ancaman dan Pengamanan
Ancaman terhadap profesi akuntan saat ini sudah sampai pada tahapan
mengkhawatirkan bagi akuntan profesional. Berbagai kasus perekayasaan laporan keuangan
yang curang, penyalahgunaan kekayaan organisasi, korupsi, serta tindak pidana pencucian
uang, telah menjadi bagian dari kejahatan saat ini. Ancaman-ancaman ini mempunyai
berbagai bentuk. Yang jelas ancaman ancaman tersebut sangat merugikan profesi akuntan,
baik secara pribadi maupun organisasi.
CEPA 2012 in Business telah mengantisipasi hal tersebut dengan menjelaskan
berbagai ancaman yang mengganggu profesi akuntan dalam mematuhi dan melaksanakan
kode etik profesinya. Tidak hanya itu, CEPA 2012 in Business menjelaskan secara rinci
langkah-langkah pengamanan yang harus dilakukan oleh akuntan profesional dalam
menghadapi ancaman ancaman tersebut. Sebaliknya Kode Etik IAMI 2008 dan Kode etik
FKSPI 1998 sama sekali belum menguraikan dalam kode etiknya perihal ancaman dan
pengamanan yang dihadapi akuntan professional dalam proses mematuhi kode etiknya. Oleh
karena itu sebaiknya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IAMI 2012 serta Kode
Etik FKSPI 1998 mengadopsi ancaman dan yang ada di CEPA 2012. Hal ini sangat penting
agar akuntan professional di Indonesia benar-benar memahami langkah-langkah yang harus
dilakukan bila menghadapi ancaman-ancaman kepatuhan terhadap Kode Etik IAMI dan Kode
Etik FKSPI.
4. Konflik Etika
Akuntan profesional saat ini sering menghadapi konflik etika, yaitu konflik yang
dihadapi oleh para akuntan professional dalam menjalankan tugas profesinya, yang diduga
membuat mereka tidak objektivif, menurun integritasnya, menjadi tidak independen, dan
lain-lain. Hal ini membuat para akuntan profesional sering kali kebingungan, serta tidak tahu
arah yang benar untuk menyelesaikan konflik etika tersebut.
Oleh karena itu, CEPA 2012 in Business juga memberikan cara-cara dan langkah-
langkah yang harus dilakukan oleh akuntan profesional dalam menyelesaikan konflik etika
Namun Kode Etik IAMI 2008 dan Kode Etik FKSPI 1998 belum memuat konsep
penyelesaian konflik etika. Dengan demikian dengan adanya Komite Etika, sesuai Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IAMI 2008/ disarankan Kode Etik IAMI maupun Kode
Etik FKSPI diperbaharui dengan memuat penyelesaian konflik etika.
Dari gambaran di tabel di atas, serta penjelasan berikutnya, maka sebaiknya kode Etik
IAMI maupun FKSPI dibuat atau diperbaharui dengan mengacu pada CEPA 2012 in
Business. Hal ini, seperti yang sudah dilakukan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI), sebagaimana diuraikan pada bab 5. Pembaharuan yang mengacu pada CEPA in
Business ini penting dikarenakan:
 Organisasi profesi akuntan manajemen maupun auditor internal yang ada di Indonesia
secara langsung atau tidak langsung terkait atau berhubungan dengan organisasi
profesi internasional;
 International Federation of Accountats juga mengharapkan CEPA 2012 diacu oleh
berbagai organisasi profesi akuntan atau auditor di masing-masing negara
 Dengan memperbaharui kode etik akuntan manajemen maupun auditor internal di
Indonesia, maka sikap profesional dan etika maupun hasil kinerja profesionalnya juga
akan diakui di tingkat internasional.

7. PERAN AKUNTAN MANAJEMEN SEBAGAI "WHISLE BLOWER"


Whistle blower adalah seseorang atau beberapa orang (yang masih bekerja atau sudah
berhenti di suatu organisasi) yang mengungkapkan praktik-praktik ilegal, tidak bermoral, atau
tidak sah yang terjadi di organisasi tersebut kepada para pihak di dalam maupun di luar
organisasi, dengan harapan dapat memberikan pengaruh atas praktik-praktik tersebut (Near &
Miceli, 1985). Istilah whistle blower dapat di bahasa indonesiakan sebagai "Pengungkap
fakta kejahatan organisasi" Apakah layak seorang akuntan manajemen, dalam hal ini auditor
internal menjadi pengungkap fakta kejahatan yang ada dalam organisasinya, meski fakta
tersebut buruk?

Zhang et all, 2009 menjelaskan bahwa "mengungkapkan informasi dan dalam


organisasi kepada pihak luar merupakan pelanggaran atas kewajiban terhadap organisasi,
melanggar kontrak tertulis, serta merusak publisitas Dengan demikian di satu sisi akuntan
manajemen harus menjaga prinsip dasar kerahasiaan, sedangkan di sisi lain dia harus juga
bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip dasar objektivitas. Terbongkarnya kasus
Enron, juga dikarenakan adanya Sherron Watkins, direktur pengembangan perusahaan Enron
sebagai pengungkap fakta kejahatan organisasi (McPhail, and Diane, 2009). Demikian pula
berbagai kasus korupsi di Indonesia terbongkar karena adanya orang yang lapor Lebih dari
50% bentuk kejahatan kerah putih dapat terbongkar dikarenakan laporan dari dalam
organisasi (ACFE, 2012). Di mana lebih dari 50% pemberi laporan tersebut adalah karyawan
dari organisasi atau perusahaan.
Hal ini merupakan dilema etika yang banyak dialami oleh seorang profesional,
khususnya akuntan manajemen. Sebabnya antara lain adalah bahwa akuntan manajemen
maupun auditor internal yang menjadi pengungkap fakta kejahatan organisasi dapat
dipandang sebagai orang yang menentang hirarki organisasi (Mesmer-Magnus &
Viswesvaran, 2005), juga mereka yang menjadi pengungkap fakta kejahatan organisasi
dianggap sebagai orang yang tidak loyal serta mungkin akan menghadapi kesulitan untuk
menyampaikan pendapatnya (Jennings, 2003)
Terlepas dari apakah menjadi seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi
dipandang sebagai orang yang melanggar ketentuan kerahasiaan organisasi, menentang
hirarki organisasi, atau dipandang tidak loyal, namun seorang akuntan manajemen
mempunyai tanggung jawab etika yang lebih penting. Yaitu tanggung jawab tugas
profesionalnya kepada masyarakat luas. Dalam konteks ini, Duska & Duska, 2006
menjelaskan bahwa seorang dapat menjadi pengungkap fakta kejahatan organisasi bila
perusahaan atau organisasi tempatnya bekerja:
a. Menimbulkan kerugian atau bahaya yang sebenarnya tidak perlu terjadi;
b. Melanggar hak asasi manusia;
c. Tidak sah;
d. Bertentangan dengan tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga atau profesi;
Wilopo and Nurul, 2012 menjelaskan bahwa pengungkap fakta kejahatan organisasi
dapat menyampaikan laporannya kepada pihak dalam organisasi, seperti kepada atasan yang
berwenang (disebut sebagai internal whistleblower) atau kepada pihak luar organisasi, seperti
kepada penegak hukum atau media masa (disebut sebagai external whistleblower). Oleh
karenanya untuk menjadi seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi diperlukan
prasyarat sebagai berikut:
 Motivasi yang tepat. Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi. harus
melaksanakannya dengan motif moral yang tepat, dan bukan dari keinginan atau nafsu
untuk maju atau naik pangkat atau nafsu yang sejenis Secara tidak menguntungkan,
dalam bisnis cukup sering banyak orang dengan mudah mengungkapkan fakta kepada
orang lain karena mereka berpikir orang lain telah "mencuri" bisnisnya. Namun
demikian, menjadi pengungkap fakta kejahatan organisasi tidak ditentukan oleh motif
dari pengungkap fakta tersebut, tetapi dari hal-hal yang tidak sah atau tidak bermoral
 Bukti yang tepat. Seorang pengungkap fakta harus yakin bahwa tindakan kejahatan
yang diperintahkan atau yang terjadi, didasarkan pada buka yang membujuk atau
memaksa seseorang untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.
 Analisis yang tepat. Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi harus bertindak
hanya setelah mendasarkan pada analisis yang hat hati atas kejahatan atau kerugian
yang dilakukan atau dapat dilakukan. Pertanyaan kepada diri sendiri harus dilakukan,
yaitu: (a) Seberapa seriuskah adanya pelanggaran moral? (bila hanya sedikit
pelanggaran moral, maka tidak perlu dilaporkan); (b) Seberapa lama pelanggaran
moral terjadi? (semakin lama waktu sebelum pelanggaran moral terjadi, maka
semakin besar peluang dimana mekanisme internal dapat mencegah pelanggaran); (c)
Apakah pelanggaran moral seseorang tersebut yang dapat diketahui terlebih dahulu?
(misalnya adanya pejabat yang rakus, staf yang porno, atau tindakan yang
bertentangan dengan kepentingan masyarakat)
 Saluran yang tepat. Terkecuali di lingkungan tertentu, seorang pengungkap fakta
kejahatan organisasi harus memanfaatkan semua saluran internal sebelum
menginformasikan kepada masyarakat. Tindakan pengungkap fakta kejahatan harus
sepadan dengan tanggung jawab seseorang untuk menghindari pelanggaran moral.
Bila terdapat personil dalam suatu perusahaan yang bertanggung jawab untuk
memantau serta memberikan respons terhadap kegiatan yang tidak bermoral atau
tidak sah, maka menjadi tanggung jawabnya untuk menyampaikan masalah-masalah
tersebut. Jadi kewajiban pertama dari seorang yang akan menjadi pengungkap fakta
kejahatan organisasi adalah melaporkan kegiatan yang tidak beretika kepada pejabat
yang diatasnya dan hanya bila mereka tidak bertindak apa-apa, baru pengungkap fakta
menyampaikan kejahatan tersebut kepada masyarakat atau penegak hukum.
Tentunya suatu organisasi sering kali berkeberatan bila staf atau pun yang bekerja
dalam organisasi tersebut akan menjadi pengungkap fakta bila organisasi atau perusahaan itu
melakukan suatu kejahatan. Swanton, 2012 memberikan saran tentang langkah-langkah untuk
melindungi organisasi atau perusahaan dari pengungkap fakta kejahatan organisasi. Langkah
langkah tersebut adalah:
1. Berkomunikasi. Hasil-hasil penelitian saat ini menyatakan bahwa para karyawan
mempunyai pandangan atau pendapat yang cukup buruk terhadap organisasi atau
perusahaannya bila mereka mendapatkan informasi perihal komplain atau tuntutan
dari pengungkap fakta kejahatan organisasi. Oleh karena itu melakukan komunikasi
dengan para karyawan adalah penting, sehingga para karyawan tidak menduga duga
adanya tindak kejahatan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan. Komunikasi
ini termasuk memberikan pemahaman tentang etika menyampaikan permasalahan
atau fakta, khususnya yang menyangkut kejahatan di organisasi atau perusahaan.
Dengan demikian organisasi atau perusahaan harus secara terus menerus
menyampaikan perlunya ketaatan pada prinsip-prinsip etika yang ada di perusahaan
atau organisasi tersebut, termasuk penyampaian fakta kejahatan yang ada di organisasi
atau perusahaan.
2. Menunjuk seorang atau lembaga Ombudsman. Sering kali laporan yang
disampaikan oleh karyawan organisasi atau perusahaan malahan menimbulkan reaksi
yang defensif dari atasannya, atau malahan terjadi sikap atasan yang berbalik
melakukan pembalasan terhadap bawahan. Hal ini dapat mengakibatkan justru
karyawan akan menyampaikan laporan kepada pihak luar perusahaan atau organisasi
yang pada akhirnya akan merugikan perusahaan atau organisasi. Untuk mencegah
agar seorang karyawan melakukan tindakan semacam itu, maka sebaiknya di
organisasi atau perusahaan membuat atau menunjuk seseorang atau lembaga sebagai
ombudsman. Orang atau lembaga ombudsman adalah orang atau lembaga dalam
organisasi atau perusahaan yang tugasnya menerima laporan dari karyawan tentang
adanya fakta kejahatan yang dilakukan dalam organisasi atau perusahaan. Sebaiknya
lembaga ini berdiri sendiri serta terpisah dari bagian sumber daya manusia.
Selanjutnya dilakukan investigasi atas laporan tersebut untuk mengetahui
kebenarannya, serta siapa yang salah dan bertanggung jawab atas kejadian kejahatan
yang merugikan organisasi atau perusahaan.
3. Memberikan laporan kepada atasan/supervisor. Rencana yang baik untuk
menerima komplain atau tuntutan dan berhubungan dengan pengungkap fakta
kejahatan di organisasi atau perusahaan tidak akan terjadi, terkecuali bila para atasan
dan manajer telah dilatih untuk melakukan proteku sert. menanggapi komplain atau
tuntutan tersebut. Termasuk di dalamny adalah pelatihan untuk menggunakan kata-
kata yang tepat di sa mendekat para karyawan yang mengajukan tuntutan tersebut.
Mereka harus memfokuskan untuk melakukan balas dendam kepada para karyawan
yang mengajukan tuntutan. Sebaliknya para atasan harus tidak bol sependapat dengan
para pengungkap fakta tersebut dengan menyetu permasalahan yang dilaporkan
sebelum fakta yang disampaikan oleh para karyawan dinvestigasi. Dengan demikian
para atasan atau supervisor dan para bawahan harus dibiasakan menerima dan atau
memberikan laporan khususnya bila laporan tersebut mengungkapkan fakta kejahatan
yang ada di organisasi atau perusahaan
4. Memberikan hadiah. Suatu organisasi atau perusahaan perl menggunakan sarana
hadiah baik berbentuk uang atau lainnya untuk memikat seseorang untuk menjadi
pengungkap fakta kejahatan d organisasi atau perusahaan Pengungkapan fakta
kejahatan tersebut selanjutnya diinvestigasi oleh organisasi atau perusahaan. Apabila
memang ternyata terjadi kejahatan yang mengarah ke kerugian organisa atau
perusahaan, maka perlu diserahkan kepada penegak hukum Sebaiknya pertimbangan
pemberian hadiah tersebut dimasukkan ke dalam peraturan atau kode etik organisasi
dan atau perusahaan.
5. Menindak lanjuti secara hati-hati. Bila seorang pengungkap fakta mengungkapkan
apa yang dianggap jahat dalam organisasi ata perusahaan, kepada pejabat yang
berwenang atau penegak hukum maka organisasi atau perusahaan perlu menindak
lanjuti secara hab hati khususnya bila pengungkap fakta tersebut adalah personil yang
tidak menyebutkan nama (anonim). Bila hal tersebut terjadi, maka organisasi atau
perusahaan akan berhadapan dengan 2 (dua) pihak, yat lembaga yang berwenang atau
penegak hukum, serta si pengungkap fakta itu sendiri, yang mungkin melakukan
pengungkapan fakta tersebu karena balas dendam. Oleh karenanya organisasi atau
perusahaan perlu menanggapi dan menindak lanjuti secara hati-hati dengan cara
meminta kepada pihak ketiga yang independen untuk melakukan investigasi ata fakta
yang diungkap oleh karyawan tersebut. Bila kejahatan tersebut benar-benar terjadi,
maka organisasi atau perusahaan harus mengambil langkah sesuai hukum dan etika
organisasi/perusahaan.
Jadi meskipun seorang pengungkap fakta kejahatan dalam organisas atau perusahaan
itu merupakan tindakan yang lebih diakibatkan karena ketidakpuasan, dibandingkan sebagai
tindakan mulia, namun pilihan untuk mengungkap fakta kejahatan di dalam organisasi atau
perusahaan itu merupakan tindakan yang penting karena mengutamakan kepentingan
masyarakat (Gill and Toyah, 2012).

8. PENERAPAN ETIKA AKUNTAN MANAJEMEN


Kode Etik untuk Akuntan Manajemen telah kita bahas di sub bab tersebut di atas.
Pembahasan mencakup Kode Etik yang dipublikasikan, baik oleh International Federation of
Accountants (IFAC) maupun oleh Institut Akuntan Manajemen Indonesia, serta oleh Forum
Komunikasi Satuan Pengawasan Intern. Selanjutnya kita akan menguraikan dan membahas
penerapan dan implementasi kode etik tersebut pada Auditor Manajemen, baik secara pribadi
maupun secara kelompok organisasi. Pembahasan ini berdasarkan riset di berbagai negara
yang membahas penelitian serta temuan tentang penerapan dan implementasi kode etik
Akuntan Manajemen.
McCoy, 2012 menyatakan bahwa niat dari para akuntan manajemen di USA untuk
mengikuti kode etik akuntan manajemen dipengaruhi baik oleh aspek kewajiban, serta dari
dukungan pasar tenaga kerja. Bila aspek kewajiban diperkenalkan, maka kode etik lebih
disukai untuk diikuti. Namun bila pasar tenaga kerja tidak baik kondisinya atau tidak
menguntungkan bagi akuntan manajemen, maka akuntan manajemen akan lebih mengikuti
kode etiknya dibandingkan pada saat pasar tenaga kerja kondisinya baik.
Ninlaphay and Ussahawanitchakit, 2011 melakukan penelitian di Thailand dengan
responden para akuntan manajemen dari perusahaan ekspor. Penelitian ini ingin mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pembuatan laporan keuangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di Thailand kualitas pembuatan laporan keuangan oleh
akuntan manajemen dipengaruhi oleh (1) fokus pada praktik akuntansi, (2) kesadaran untuk
menerapkan peraturan, serta (3) orientasi etika profesional. Sedangkan peningkatan keahlian
dari akuntan manajemen tidak berpengaruh terhadap kualitas pembuatan laporan keuangan.
Venezia, et al, 2010 melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara akuntan di sektor publik (akuntan pemerintah) dan akuntan
di sektor swasta (akuntan manajemen) dalam pemahaman etika. Penelitian dilakukan di
negara Taiwan dan Philipina, Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa di Taiwan dan di
Philipina terdapat perbedaan pemahaman etika antara akuntan pemerintah dan akuntan
manajemen. Akuntan pemerintah berpendapat bahwa mereka memandang dirinya beretika
bila menunjukkan pemahaman terhadap kode etiknya, bersikap peduli, memiliki kepentingan
diri dan tanggung jawab sosial, serta bersikap instrumentalisme. Sebaliknya akuntan
manajemen berpendapat bahwa mereka memandang dirinya beretika bila bertindak efisien,
serta memiliki moralitas kepribadian.
Dari uraian di atas tergambar bahwa di berbagai negara ketaatan pada prinsip dasar
seorang akuntan manajemen, dipengaruhi berbagai faktor Tetapi yang terpenting adalah,
bahwa seorang akuntan manajemen perlu taat untuk melaksanakan kode etik akuntan
manajemen. Di samping itu, organisasi profesinya perlu mengawasi pelaksanaan kode etik.
Proses pembelajaran yang berkelangsungan, khususnya tentang pemahaman terhadap kode
etik perlu dilakukan oleh organisasi profesi akuntan manajemen.

9. SIMPULAN
Tanggung jawab yang utama dari seorang akuntan manajemen adalah membuat dan
menyajikan laporan keuangan Oleh karenanya sebagai bagian dari profesi akuntan, maka
seorang akuntan manajemen harus memahami serta menerapkan etika profesinya. CEPA
2012 menjelaskan bahwa prinsip dasar etika dari seorang akuntan manajemen adalah
integritas, objektivitas, kompetensisertasikap kecermatan dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, serta perilaku profesional. Selain itu CEPA 2012 juga menjelaskan ancaman
serta pengamanan bagi akuntan manajemen di dalam menghadapi dilema etika. Sebaliknya
FKSPI menjelaskan prinsip dasar etika bagi para auditor internal adalah integritas,
objektivitas, kerahasiaan, serta kompetensi.
Seorang akuntan manajemen dalam melaksanakan tugas sering kali menghadapi
dilemma etika, khususnya bila dia mengetahui berbagai kejahatan yang dilakukan dalam
organisasi tempatnya bekerja. Oleh karenanya bab ini menjelaskan secara rinci bagaimana
seorang akuntan manajemen bila menjadi seorang pengungkap kejahatan organisasi (whistle
blower)

Anda mungkin juga menyukai