Anda di halaman 1dari 7

Tahapan Pertama: Pertumbuhan melalui Kreativitas Pada tahapan ini organisasi baru saja berdiri.

Perhatian terutama dipusatkan untuk menciptakan suatu produk tertentu yang dianggap sesuai bagi
organisasi, dan juga kemampuan bertahan dalam menghadapi persaingan. Dengan kata lain, yang
dibutuhkan pada tahapan ini adalah kemampuan membuat dan menjual. Tahapan ini dinamakan
pertumbuhan melalui kreativitas karena sangat erat hubungannya dengan kreativitas pendiri organisasi.
Bertumpu pada kreativitas pendiri organisasi diusahakan untuk menemukan produk yang sesuai dan
juga dikembangkan kemampuan bertahan terhadap persaingan. Oleh karena itu pula, pendiri organisasi
umumnya adalah orang yang berjiwa wiraswasta (entrepreneur) yang mencurahkan perhatiannya pada
kegiatan produksi dan pemasaran produk.

Organisasi biasanya bersifat tidak formal dan juga tidak birokratis. Jam kerja pada organisasi ini
umumnya sangat panjang dan pengawasan dilakukan secara pribadi oleh pemilik ataupun pimpinan
organisasi. Titik kritis pada tahapan ini disebut Krisis Kepemimpinan sebagai akibat dari membesarnya
ukuran organisasi.

Pertambahan jumlah karyawan karena membesarnya organisasi membawa persoalan baru bagi
kepemimpinan organisasi. Pimpinan, yang semula hanya terbiasa menangani masalah produksi dan
pemasaran, diharuskan menghadapi persoalan manajemen karena ia terpaksa memimpin dan mengatur
karyawan yang jumlahnya semakin besar. Organisasi memasuki masa kritis karena pimpinannya
umumnya berjiwa wiraswasta, yang biasanya hanya tertarik pada masalah produksi serta pemasaran,
dan umumnya tidak tertarik dan juga kurang terlatih dalam kegiatan pengaturan karyawan. Oleh karena
itu, para pimpinan berjiwa wiraswasta umumnya tidak terlalu tertarik untuk memperbesar organisasi
sehingga terjadilah krisis di akhir tahapan pertama ini.

Tahapan Kedua: Pertumbuhan melalui Pengarahan

Jika krisis kepemimpinan telah berhasil dilampaui, berarti bahwa organisasi telah memiliki pimpinan
yang kuat dan mulai merumuskan arah maupun sasaran yang jelas. Organisasi mulai dipecah menjadi
bagian-bagian dengan hierarki wewenang, penugasan, dan pembagian kerja yang jelas. Sistem
manajemen dalam organisasi juga mulai lebih teratur, misalnya menyangkut manajemen keuangan,
manajemen persediaan, dan sebagainya.

Komunikasi dalam organisasi mulai menjadi lebih formal, dan birokrasi dalam organisasi mulai lebih
jelas.

Tek rawan pada tahapan ini disebut Krisis Otonomi Krisis terjadi karena bawahan mulai merasa dibatasi
geraknya karena adanya kepemimpinan yang kuat serta makin terasanya birokrasi dalam organisas
Padahal, pimpinan di tingkat bawah mulai merasa berkuasa di bagian masing-masing, dan juga mulai
menghadapi permasalahan-permasalahan yang skalanya lebih besar sehingga mereka mulai
menghendaki perhatian maupun kekuasaan yang lebih besar dari atasan.
Krisis otonomi terjadi jika pimpinan organisasi, yang merasa kuat karena keberhasilannya melampaui
krisis kepemimpinan sebelumnya, tidak bersedia mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada
pimpinan yang lebih rendah Pimpinan tingkat bawah tidak pemah mendapat wewenang untuk
melakukan

pengambilan keputusan, dan oleh karenanya merasa tidak puas". Perlu ditambahkan bahwa pimpinan di
tingkat bawah ini walaupun mempunyai keinginan untuk memperoleh wewenang yang lebih besar,
belum tentu mampu mengambil keputusan secara baik. Krisis otonomi ini bisa dilampaui jika pimpinan
organisasi bersedia mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada bawahan, dan juga bawahan ini
mulai terlatih untuk

melakukan pengambilan keputusan secara baik.

Tahapan Ketiga: Pertumbuhan melalui Pendelegasian Pada tahapan ini, sebagian wewenang telah
didelegasikan secara resmi

kepada pimpinan tingkat bawah, dan mulai terasa adanya desentralisasi dalam organisasi. Wewenang
dan tanggung jawab yang lebih besar mulai diberikan kepada para pimpinan tingkat menengah dan
bawah (middle managers). Pimpinan tertinggi dalam organisasi mulai mengarahkan perhatiannya pada
pemikiran yang bersifat strategis, sementara operasi sehari-hari dipercayakan kepada pimpinan yang
lebih rendah. Mulai digunakan sistem pengendalian internal serta sistem informasi dalam organisasi.
Komunikasi menjadi lebih jarang, tetapi bersifat lebih formal dan dalam organisasi mulai muncul produk
baru serta karyawan spesialis dengan tugas-tugas yang sangat khusus.

Titik rawan pada tahapan ini disebut Krisis Pengan Kondisi kritis ini terjadi karena pimpinan tingkat
menengah maupun bawah telah mendapatkan otonomi yang cukup besar, yang berakibat bahwa
organisasi berkembang ke segala arah tanpa terkendall Pimpinan organisasi perte mengarahkan kembali
organisasi ke satu arah tertentu, melalui penggunaan teknik-teknik koordinasi yang baru untuk
menyatukan arah perkembangan seluruh bagian-bagian organisasi sesuai dengan tujuan organisasi
sebagai satu kesatuan. Koordinasi untuk menuju suatu arah tersebut dilaksanakan dengan
menggunakan teknik-teknik pengawasan yang selalu berusaha agar nemus bagian berkembang tanpa
menyalahi arah yang dikehendaki.

Tahapan Keempat: Pertumbuhan melalui Koordinasi Jika tahapan sebelumnya telah terlewati, berarti
organisasi telah mencapai tingkat koordinasi yang baik. Dalam organisasi telah tersedia staf profesional
atau spesialis yang menguasai program pengembangan organisasi secara keseluruhan sehingga dapat
digunakan untuk mengarahkan semua kegiatan bagian-bagian organisasi sesuai dengan rencana
keseluruhan tersebut. Pada tahapan ini biasanya digunakan bentuk organisasi menurut produk
(penjelasan mengenai bentuk organisasi semacam ini diberikan pada Modul 9) ataupun bentuk-bentuk
lainnya yang bisa memudahkan tercapainya koordinasi antar bagian. Juga biasa digunakan sistem
imbalan yang dapat merangsang para karyawan agar bersedia mengarahkan kegiatannya untuk
kepentingan organisasi secara keseluruhan.

Titik rawan pada tahapan ini adalah Krisis Birokrasi, yang terjadi karena program organisasi secara
keseluruhan sering kali membatasi gerak para pimpinan menengah. Organisasi menjadi terlalu besar
sehingga menjadi birokratis, dan pengaruh pimpinan puncak serta stafnya terlalu kuat, dan dijalankan
dengan warna impersonal sehingga organisasi menjadi kaku dan menghambat gerak para pimpinan
menengah Hambatan ini akhirnya menyebabkan pimpinan menengah menjadi kurang inovatif.
Organisasi menjadi kaku, tampak terlalu besar untuk dikelola dengan baik hanya melalui aturan maupun
program formal.

Tahapan Kelima: Pertumbuhan melalui Kerja Sama/Kolaborasi Suasana baru akan tumbuh dalam
organisasi yang telah berhasil

melewati krisis birokrasi, yaitu munculnya semangat kerja sama/kolaborasi. Pada tahapan ini, seluruh
karyawan telah menyadari bahwa birokrasi memang diperlukan agar organisasi menjadi teratur, tetapi
juga dipahami bahwa birokrasi yang berlebihan juga akan sangat menghambat kegiatan Oleh karena itu,
para karyawan menjadi terlatih dan juga terbiasa menghadapi serta menyelesaikan permasalahan tanpa
terhambat oleh birokrasi, dan mencoba menyelesaikan perbedaan pendapat dengan cara yang tidak
formal. Birokrasi terasa telah mencapai batas sehingga jika dibuat lebih formal akan terasa
menghambat. Karyawan akan menyadari pentingnya bekerja dalam organisasi tanpa membuat
organisasi itu menjadi lebih birokratis.

Pengawasan formal menjadi tidak dibutuhkan karena muncul kontrol sosial yang membatasi gerak
karyawan menuju ke arah yang lebih baik. Kondisi seperti ini kadang-kadang hanya dapat dicapai dengan
bantuan konsultan dari luar organisasi. Untuk mencapai kerja sama yang baik, dalam organisasi sering
kali dibentuk tim yang anggotanya diambil dari berbagai bagian ataupun dari berbagai fungsi yang
terdapat dalam organisasi. Komunikasi atau pun hubungan formal lainnya sering kali digantikan dengan
rapat koordinasi ataupun dengan pembentukan kelompok kerja, yang seluruhnya bertujuan untuk
menyederhanakan koordinasi dalam organisasi.

Tahapan perkembangan yang paling akhir ini sering kali memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa
tercapai. Perkembangan organisasi selama pertumbuhan tersebut akan mengikuti urutan tahapan yang
telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai hubungan ukuran dengan dimensi-dimensi birokrasi.
Selama pertumbuhan tersebut, organisasi menjadi lebih formal dengan desentralisasi yang lebih tinggi.
Organisasi juga menjadi lebih kompleks dan mempunyai rasio karyawan penunjang yang lebih tinggi.
Titik kritis pada tahapan ini belum diketahui bentuknya. Hal ini mungkin terjadi karena organisasi pada
tahapan ini telah mempunyai mekanisme yang secara otomatis akan melakukan tindakan perbaikan jika
kondisi kritis itu akan tercapai. Oleh karena belum diketahui bentuknya, titik kritis pada tahapan ini
dinyatakan sebagai Krisis?? (tanda tanya).

Jawaban no. 2

Diferensiasi Horizontal

iferensias horizontal menunjukkan tingkat perbedaan antarunt organisasi menurut orientasi personel,
jenis tugas yang dijalankan, maupun persyaratan pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan tugas
tersebut. Makin banyak terdapat jenis dan tugas berbeda dalam organisasi, yaitu tugas-tugas yang
masing-masing memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus (spesialisasi) berarti bahwa tingkat
kompleksitas organisasi semakin tinggi. Tingkat kompleksitas yang lebih tinggi ini terjadi karena
perbedaan orientasi antarunit yang semakin kuat dan akan membuat komunikasi antara anggota
organisasi yang berada di unit-unit yang berbeda akan menjadi lebih sulit, dan selanjutnya juga akan
membuat manajemen menghadapi kesulitan ataupun hambatan yang lebih besar untuk melakukan
koordinasi.

Anggota organisasi dengan latar belakang keahlian dan pendidikan yang sama cenderung memiliki cara
pandang yang seragam, dan juga mereka biasanya melakukan komunikasi dengan menggunakan istilah-
istilah yang sama. Sebaliknya, anggota organisasi dengan jenis tugas yang berbeda dan memiliki latar
belakang keahlian maupun pendidikan yang cenderung berlainan cenderung akan memiliki cara
pandang, prioritas sasaran, dan horizon waktu berpikir yang juga berbeda satu sama lain. Bahkan
terminologi yang mereka gunakan dalam berkomunikasi juga saling berbeda.

Semakin banyak posisi atau jabatan spesialisasi yang mengandung tugas tugas bersifat khusus dalam
organisasi maka organisasi akan menjadi semakin kompleks sehingga memerlukan metode koordinasi
yang lebih sempurna dan tentunya lebih sulit dilaksanakan. Melihat akibat yang ditimbulkannya, yaitu
meningkatnya kesulitan koordinasi, bisa dipertanyakan, mengapa sebagian pengaturan organisasi justru
didasarkan pada spesialisasi. Jawabannya ternyata terletak pada kenyataan bahwa membagi pekerjaan
menjadi tugas-tugas bersifat khusus (division of labor), ternyata membuat organisasi memiliki
kemampuan yang lebih tinggi untuk menangani berbagai ragam pekerjaan, dan akhirnya akan
mengakibatkan terjadi peningkatan efisiensi organisasi.

Lebih dari 2 abad yang lalu, seorang ahli ekonomi bernama Adam Smith (dalam tulisannya yang terkenal,
The Wealth of Nations) membahas hasil penelitian yang ia lakukan terhadap sebuah pabrik peniti.
Pengamatannya menunjukkan bahwa 10 orang pekerja yang masing-masing hanya menangani tugas
khusus dalam proses membuat peniti ternyata secara keseluruhan mampu menghasilkan 48 ribu peniti
dalam sehari. Sementara, jika masing masing pekerja bekerja terpisah secara independen, dan setiap
pekerja ditugaskan mengerjakan keseluruhan proses yang dibutuhkan secara lengkap dalam membuat
peniti (dari mulai meluruskan kawat sebagai bahan baku peniti, menajamkan ujungnya, mematri pin
kepala peniti), ternyata 10 orang pekerja tersebut hanya mampu menghasilkan 10 hingga 200 buah
peniti dalam sehari. Memang bisa dibayangkan bahwa jika kita diharuskan mengerjakan keseluruhan
proses membuat peniti itu secara lengkap, untuk menghasilkan 10 buah peniti saja dalam sehari sudah
merupakan tugas yang relatif berat dan menuntut dimilikinya keterampilan yang lengkap.

Jawaban no 3a.

Dalam Teori X terdapat 4 jenis anggapan (asumsi) yang dianut oleh para manajer, yaitu berikut ini.
Karyawan atau bawahan pada dasarnya tidak suka melaksanakan kegiatan bekerja, dan apabila kondisi
memungkinkan akan berusaha

menghindari keharusan bekerja.

2. Oleh karena tidak senang melaksanakan kegiatan bekerja maka

karyawan atau bawahan perlu dipaksa bekerja, diawasi, dan diancam

dengan hukuman, agar bersedia bekerja melaksanakan tugasnya 3. Karyawan atam bawahan pada
dasarnya tidak ingin berinisiatif maupun memikul tanggung jawab dan lebih menyukai apabila mereka
diarahkan dan diberi perintah resmi secara jelas

4. Kebanyakan karyawan atau bawahan menempatkan rasa aman sebagai prioritas utama dalam
bekerja, melebihi berbagai faktor lain yang terkait dengan kegiatan bekerja, dan juga cenderung tidak
memiliki ambisi

3b

B. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP DERAJAT FORMALISASI

Perlu disadari bahwa dalam suatu organisasi, derajat formalisasi yang terjadi pada masing-masing
bagian organisasi bisa sangat berbeda satu sama lain, begitu juga apabila derajat formalisasi suatu
organisasi dibandingkan dengan derajat formalisasi pada organisasi yang lain. Sebagai contoh detailer
obal, yaitu petugas pemasaran yang mewakili perusahaan-perusahaan farmasi untuk memperkenalkan
obat-obatan kepada para dokter, memiliki kebebasan yang relatif besar untuk menentukan sendiri cara
yang hendak digunakan dalam menjalankan tugasnya. Para detailer ini tidak terikat pada peraturan
ataupun prosedur tertentu yang mengatur cara yang harus diikuti dalam menjalankan tugasnya. Detailer
obat-obatan biasanya hanya diwajibkan mengisi laporan kegiatan mingguan yang menjelaskan nama
dokter-dokter yang telah mereka kunjungi, tanpa menjelaskan cara yang digunakan untuk bisa diterima
oleh para dokter tersebut. Sementara jenis pekerjaan lain di perusahaan farmasi yang sama, misalnya
petugas penerima tamu (receptionist) diwajibkan hadir setiap hari, pada jam tertentu, dan perlu
mematuhi prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen.

Jenis pekerjaan yang hanya menuntut keterampilan rendah, yaitu jabatan yang mengandung tugas-
tugas sederhana dan berulang (repetitive), biasanya merupakan jenis pekerjaan yang diatur dengan
derajat formalisasi yang tinggi. Di pihak lain, pekerjaan yang menuntut tingkat profesionalitas tinggi
cenderung diatur dengan derajat formalisasi yang rendah. Beberapa pengecualian memang terjadi,
seperti pada pekerjaan akuntan yang diharuskan untuk selalu memiliki catatan terperinci dari kegiatan
yang telah mereka lakukan (yang berarti formalisasi yang tinggi) agar perusahaan bisa meminta bayaran
yang sesuai dari pelanggan yang telah mempergunakan jasa akuntan ini. Walaupun terdapat
pengecualian, pada umumnya "aturan" sebelumnya tetap berlaku, semakin tinggi tingkat profesionalitas
yang dibutuhkan pada suatu jabatan maka derajat formalisasi dalam pengaturan jabatan tersebut
cenderung berkurang.

Derajat formalisasi bukan hanya bervariasi menurut tingkat profesionalitas yang diperlukan, tetapi juga
menurut tingginya tingkatan hierarki suatu jabatan maupun menurut jenis tugas (fungsi) yang ditangani
oleh jabatan tersebut.

Semakin tinggi tingkatan hierarki suatu jabatan biasanya semakin jarang jabatan tersebut terlibat dalam
kegiatan berulang (repetitive) yang hanya menghasilkan satu jenis solusi ataupun keluaran. Tingkatan
hierarki yang tinggi juga biasanya disertai dengan membesarnya kebebasan yang dimiliki suatu jabatan
untuk menetapkan sendiri cara yang hendak digunakan untuk melaksanakan pekerjaan. Dengan
demikian, tingginya derajat formalisasi pada suatu jabatan berbanding terbalik dengan tingkatan hierarki
maupun tingkatan profesionalitas jabatan tersebut. Semakin tinggi tingkatan hierarki suatu jabatan
semakin rendah derajat formalisasi pada jabatan tersebut.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap derajat formalisasi adalah jenis pekerjaan ataupun fungsi
yang dijalankan oleh suatu jabatan. Berbagai jenis jabatan pada fungsi Produksi biasanya memiliki
derajat formalisasi yang lebih tinggi dari pada jabatan-jabatan pada fungsi Pemasaran ataupun pada
fungsi Penelitian dan Pengembangan. Pekerjaan yang dilakukan pada fungsi Produksi cenderung
merupakan jenis kegiatan yang menuntut kondisi yang stabil, sifatnya berulang (repetitive), dan perlu
dilaksanakan dengan standardisasi yang relatif tinggi. Sebaliknya, berbagai jabatan yang terdapat pada
fungsi Pemasaran memerlukan sifat lentur (fleksibel) agar mampu secara cepat melakukan penyesuaian
terhadap perubahan situasi pasar. Sementara jabatan-jabatan pada fungsi Penelitian dan
Pengembangan juga perlu bersifat bebas agar tidak terjebak rutinitas dan menjadi kurang inovatif.
Organisasi membutuhkan formalisasi karena manfaat yang akan diperoleh apabila perilaku karyawan
dibuat menjadi baku. Perusahaan yang memiliki karyawan dengan perilaku yang seragam dan baku,
akan dapat mengurangi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Contohnya, dengan formalisasi
gerai makanan cepat saji, seperti McDonald mampu membuat makanan yang mereka jual terasa sama di
tempat mana pun di dunia.

Pembakuan (standardisasi) menuntut munculnya derajat formalisasi yang lebih kuat. Dengan
memanfaatkan formalisasi, pabrik otomotif yang memproduksi mobil dan sepeda motor dapat
menjalankan kegiatannya secara lancar. Pada setiap stasiun kerja di lini assembling yang memproduksi
mobil terdapat sejumlah karyawan yang melaksanakan tugas-tugas yang dibakukan dan bersifat
berulang. Contoh lain, pembakuan (standardisasi) membuat para petugas kesehatan tidak kebingungan
dan paham apa yang harus mereka lakukan apabila mereka diterjunkan untuk menghadapi keadaan
darurat, misalnya apabila terjadi musibah, seperti kecelakaan lalu lintas, kebakaran, gempa, dan
sebagainya.

Formalisasi juga mampu membawa manfaat ekonomis bagi organisasi ataupun perusahaan. Semakin
tinggi derajat formalisasi maka semakin berkurang kebebasan tenaga kerja dalam melaksanakan tugas-
tugas yang tercakup dalam jabatan yang ia pegang. Jabatan dengan derajat formalisasi yang rendah
biasanya perlu ditangani oleh karyawan yang lebih bijaksana sehingga tidak bingung menghadapi situasi
yang cenderung berubah-ubah. Karyawan yang cerdas dan berpengalaman biasanya mampu
menjalankan tugas yang berubah-ubah ini secara efektif dan juga efisien tanpa memerlukan adanya
petunjuk dari atasan. Akan tetapi, tenaga kerja seperti ini biasanya perlu dibayar lebih mahal dari pada
karyawan biasa.

Perusahaan bisa berhemat dengan cara mempekerjakan sejumlah karyawan yang kurang
berpengalaman asalkan tenaga kerja tersebut dilengkapi dengan panduan yang isinya lengkap sehingga
karyawan akan mampu menjawab dan bertindak dengan benar menghadapi seluruh pertanyaan
maupun permasalahan yang mungkin muncul dalam pelaksanaan pekerjaan.

Ini menjelaskan alasan mengapa organisasi berukuran besar cenderung memiliki Buku Panduan tugas
yang relatif lengkap, bahkan kadang-kadang tebalnya mencapai ribuan halaman. Organisasi semacam ini
mencoba meningkatkan derajat formalisasi berbagai jabatan agar dapat mencapai kinerja yang
maksimal melalui karyawannya, tetapi tetap mampu menekan ongkos serendah-rendahnya.

Anda mungkin juga menyukai