TUGAS 1
2. Makna pendidikan nasional Sd dilihat dari sudut pandang ideologis dan yuridis.
Secara ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. (Pasal 2 UU 20
Tahun 2003). Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional, termasuk di dalamnya
pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang
terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsayang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.Oleh karena itu,pendidikan di SD/MI bukanlah pendidikan sekuler tetapi pendidikan yang
berjiwa Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Pendidikan Agama
Akhlak Mulia sebagai salah satu Mata Pelajaran wajib dalam Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah (UU 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 27 beserta Penjelasannya, dan PP RI No. 19
Tahun 2005 tentang SNP dalam Pasal 6).Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, pendidikan SD/MI wajib mewujudkan fungsi pendidikan nasional yang mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan yang menjadi tujuan pendidikan SD/MI merupakan
bagian yang inheren dari tujuan pendidikan nasional dalam konteks anak usia SD/MI, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.(Pasal 2 UU 20 Tahun 2003). Hal ini mengandung makna
bahwa pendidikan SD/MI merupakan lingkungan pendidikan formal terdiniuntuk menapaki perjalanan
mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut. Oleh karena itu,dapat dipahami mengapa pendidikan
harus dimaknai sebagai “...usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” (Pasal 1 huruf 1 UU 20 Tahun 2003).
Pendidikan dasar, atau dalam wacana akademis dikenal dengan basic education, merupakan bagian
dari struktur pendidikan formal yang paling rendah, yang dalam Pasal 17 UU No.20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, dinyatakan bahwa Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah (ayat 1). Satuan pendidikan pada jenjang ini dapat berbentuk Sekolah
Dasar(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (ayat 2). Yang
dimaksud dengan ...yang sederajat dengan SD/MI adalah program seperti Paket A dan yang sederajat
dengan SMP/MTs adalah program seperti Paket B.Secara lebih spesifik penjabaran tujuan pendidikan
pada SD/MI, dalam Pasal 11 RPP Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Versi 21 Februari
2007) dikemukakan sebagai berikut.1.Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan
rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca,
menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan
menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat, sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional.2.Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian maka pendidikan SD mengemban dua fungsi, yakni
fungsi pengembangan potensi peserta didik secara psikologis dan pemberian landasan yang kuat untuk
pendidikan SMP dan seterusnya. Sedangkan tujuannya secara substantif merujuk pada tujuan
pendidikan nasional.Sesuai dengan prinsip pendidikan yang terbuka, multimakna, demokratis dan
tidak diskriminatif, pendidikan SD ini juga menerapkan prinsip perpindahan peserta didik antar satuan
pendidikan SD danantar jalur pendidikan SD dengan jalur pendidikan nonformal dan informal.
Mengenai hal itu diatur dalam Pasal 15 (RPP Wajar) sebagai berikut.1.Peserta didik pada SD, MI, atau
bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat berhak pindah ke jalur atau
satuan pendidikan lain yang setara.2.Peserta didik yang belajar secara mandiri berhak pindah ke SD,
MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan
yang bersangkutan. 3.Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar berhak
pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
3. Evaluasi bentuk penyelenggaraan sekolah dasar atau madrasah Ibtidaiyah
dan sekolah dasar luar biasa atau SDLB
Untuk memungkinkan semua warga negara memperoleh pendidikam dasar,pendidikan SD diselenggarakan
dalam berbagai bentuk. Hal ini juga terkait dengan Wajib Belajar Sembilan Tahun yang dicanangkan
pemerintah yang mewajibkan setiap warga negara dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang terdiri dari
jenjang SD dan SMP. Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib belajar adalah sebagai berikut.
1. Wajib belajar diselenggarakan pada SD, MI, SDLB, Paket A; SMP MTs, SMPLB, dan Paket B, dan
bentuk lain yang sederajat.
2.Ketentuan tentang penyelenggaraan wajib belajar pada bentuk lain sederajat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
3.Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Diselenggarakan oleh Pemerintah.
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Sesuai dengan ketentuan tersebut, berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan SD
menjadi satu kebutuhan. Jika dulu hanya ada satu bentuk pendidikan SD, meskipun dengan nama yang
berbeda-beda seperti Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar, maka kini berbagai bentuk penyelenggaraan SD mulai
bermunculan. Secara umum, bentuk-bentuk penyelenggaraan pendidikan SD dapat dipilah menjadi pendidikan
formal dan pendidikan nonformal. Anda pasti sudah tahu apa itu pendidikan formal dan apa itu pendidikan
nonformal. Bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat fomal adalah:
1. Sekolah Dasar (SD);
2. Madrasah Ibtidaiyah (MI);
3. SD Unggulan atau Sekolah Nasional Plus;
4. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB); dan
5. SD Inklusi.
Sementara itu, pendidikan SD yang bersifat nonformal terdiri dari PaketA dan Sekolah Rumah atau
yang biasa disebut home schooling. Mari kita bahas bentuk-bentuk tersebut satu persatu, terutama bentuk
bentuk pendidikan SD yang masih asing bagi orang awam/masyarakat umum.
4. Penilaian pelaksanaan pendidikan dasar yang terjadi di era reformasi ditinjau
dari UU Sikdiknas.
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional pada Era Reformasi adalah
Pasal 31 UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen yang dijabarkan secara legal formal ke dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yang mengatur
pendidikan nasional sampai dengan tahun 2003, dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yang mengatur pendidikan nasional dari tahun 2003 sampai dengan
saat ini, dengan Peraturan Pemerintah RI. (PP RI) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) sebagai salah satu ketentuan perundang-undangan turunannya. Bukan tujuan dari modul ini untuk
membahas kedua Undang-Undang tersebut. Perlu dikemukakan bahwa proses pendidikan nasional, termasuk
di dalamnya pendidikan SD, masih tetap dikelola secara nasional dalam bingkai politik negara dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun dalam paradigma yang berbeda, yakni yang semula
menerapkan paradigma sentralisasi pendidikan yang ditandai dengan peran Pemerintah Pusat yang sangat
besar, sekarang menjadi paradigma desentralisasí pendidikan yang menekankan pada otonomi daerah, yang
ditandai dengan peran pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang sangat besar. Sebagai Latihan, untuk lebih
meyakinkan diri sendiri Anda, cobalah Anda baca kembali alinea 4 Pembukaan UUD 1945, dan seluruh isi
Pasal 31 UUD 1945 sebelum dan sesHdah Amandemen ke IV, serta konsideran dari kedua Undang-Undang
tersebut. Buatlah Catatan Lepas tentang hal-hal yang Anda anggap sangat penting, dan merupakan ciri utama
dari system pendidikan nasional yang dikandung dalam kedua Undang-Undang tersebut, misalnya tentang
prinsip penyelenggaraan pendidikan, dan peranan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dasar
sebagai bagian utuh dari sistem pendidikan nasional.
5. Desain kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi perkembangan motorik siswa SD.
Pada usia sekolah, perkembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna, danterkoordinasi
dengan baik, seiring dengan bertambahnyaberat dan kekuatan badan anak.Anak-anak terlihat sudah mampu
mengontrol dan mengoordinasikan gerakan anggotatubuhnya sepertimenggerakkantangan dan kaki dengan
baik. Otot-otot tangan dankakinya sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang,
melompat,melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih akurat dan cepat.Di samping itu,
anak jugasemakin mampu menjaga keseimbangan badannya. Penguasaan badan, seperti membongkok
melakukan bermacam-macam latihan senam serta aktivitas olah raga berkembang pesat. Mereka juga mulai
memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan
karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen musik tertentu. Untuk memperhalus
keterampilan-keterampilan motorik mereka anak-anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas
fisik ini dilakukan dalam bentuk permainanyang kadang-kadang bersifat informal, permainan yang diatur
sendiri oleh anak, seperti permainan umpet-umpetan, dimana anak menggunakan keterampilan motornya,
disamping itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal,
seperti olahraga senam, berenang, atau permainan hoki.