Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba
Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba
Uji kepekaan terhadap antimikroba dimulai ketika pertemuan yang diprakarsai WHO
di Genewa (1977), kepedulian terhadap semakin luasnya resistensi antimikroba baik yang
berhubungan dengan infeksi manusia atau hewan. Hal ini mencetuskan program surveilance
untuk memonitor resistensi antimikroba menggunakan metode yang sesuai. Dengan tes
kepekaan terhadap antimikroba akan membantu klinisi untuk menentukan antimikroba yang
sesuai untuk mengobati infeksi. Untuk mendapatkan hasil yang valid, tes kepekaan harus
dilakukan dengan metode yang akurat dan presisi yang baik, dimana metode tersebut
langsung dapat digunakan dalam menunjang upaya pengobatan. Kriteria yang penting dalam
metode tes kepekaan adalah hubungannya dengan respon pasien terhadap terapi antimikroba.
Dari pertemuan tersebut WHO merekomendasikan penggunaan teknik difusi Kirby-
Bauer yang telah diperkenalkan pada tahun 1976, metode tersebut sangat sesuai khususnya
untuk golongan Enterobactriaceae, tetapi dapat pula digunakan untuk semua bakteri
pathogen.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri
penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba
atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in
vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
Persiapan inokulum
Persiapan inokulum yang tepat penting untuk uji kepekaan untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan konsisten. Ada dua persiapan yang harus dilakukan yaitu: biakan murni dan
pembuatan inokulum standar.
Biakan murni diperlukan karena interpretasi berdasarkan inokulum yang tercampur
tidak dapat diterima dan akan menghambat mendapatkan hasil. Biakan murni dilakukan
dengan mengambil empat atau lima koloni yang sama secara morfologi dan ditanam pada
media perbenihan cair dan dibiarkan tumbuh subur, pada umumnya memerlukan waktu
inkubasi 3 sampai 5 jam. Bisa juga sebagai alternative 4 sampai 6 koloni berusia 16 sampai
24 jam dipilih dari media agar dan dibuat suspensi dengan NaCl 0,85% untuk mendapatkan
suspensi yang keruh. Kemudian kekeruhan dibandingkan dengan suspensi standar Mc
Farland, pada latar belakang hitam. Standar Mc Farland dibuat dengan mencampur asam
sulfat 1% dan barium klorida 1,175% untuk mendapatkan kekeruhan standar. Standar
kekeruhan 0,5 Mc Farland telah tersedia secara komersial, yang memiliki kekeruhan
sebanding dengan 1,5 x 108 colony forming unit (CFU)/ml.
A. Metode konvensional
1. Metode dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan yaitu teknik dilusi perbenihan cair dan
teknik dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan aktifitas antimikroba secara kuantitatif,
antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri
yang akan dites. Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri di sebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC
dapat pula dibandingkan dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh
lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon klinik.
a) Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya
pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang
digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai
0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya
dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat antibiotik. (misalnya
cefotaxime untuk uji kepekaan terhadap Streptococcus pneumonia, pengenceran tidak
melebihi 2 μg/ml, sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 µg/ml
atau lebih).
Secara umum untuk penentuan MIC pengenceran antimikroba dilakukan penurunan
konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml) konsentrasi
terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual
atau alat semiotomats dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/ MIC
(minimal inhibitory concentration).Kondisi untuk uji kepekaan teknik perbenihan cair
terdapat pada lampiran 1.
Gambar 1. Contoh teknik dilusi perbenihan cair
(sumber INTRODUCTION TO BACTERIOLOGICAL METHODS)
b) Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan kedalam
agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengeceran ditambah satu
perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik , konsentrasi terendah antibiotik
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji.
Kondisi untuk uji kepekaan teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2. Salah satu kelebihan
metode agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh
pada teknik dilusi perbenihan cair.
Gambar 2. Penentuan MIC pada teknik agar dilusi
Contoh MBC:
Misalnya pada konsentrasi antibiotik 0 μg/ml,1 μg/ml dan 2 μg/ml menunjukkan banyak
pertumbuhan bakteri
Pada konsentrasi 4 μg/ml,8 μg/ml,16 μg/ml masih menunjukkan pertumbuhan bakteri tapi
jumlah koloninya semakin sedikit
Pada konsentrasi antibiotik 32 μg/ml ,64 μg/ml, pada konsentrasi 32 μg/ml tumbuh 8 koloni
bakteri, sedangkan pada 64 μg/ml tidak tumbuh, sehingga MBC (minimum bactericidal
concentration) adalah 64 μg/ml
Keuntungan dan kerugian metode dilusi:
Dengan teknik dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif dilakukan
bersama-sama.MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi
petunjuk penggunaan antimikroba .Kerugiannya metode ini tidak efisien karena
pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan
ketelitian dalam proses pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang
bervariasi
2. Metode difusi.
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba, ditempatkan
pada media yang telah ditanami organism yang akan di uji secara merata. Tingginya
konsentrasi dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organism
uji dihambat penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbenuk zona jernih disekitar
cakram), sehingga bakteri tersebut merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba.
Ada hubungan persamaan yang hampir linear (berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang
diukur oleh metode dilusi dan diameter zona daya hambat pada metode difusi.
Gambar 3. Hubungan linear antara konsentrasi MIC (μg/ml) dan zona hambat antimikroba
(mm)
Gambar 4. Grafik hubungan log MIC dengan zona hambat metode difusi
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau lebih
kategori. Sistim yang sederhana menentukan dua kategori yaitu sensitif dan resisten.
Meskipun klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik
dan epidemiologi, bagi klinisi merupakan ukuran yang terlalu kasar untuk digunakan. Dengan
demikian hasil dengan 3 klasifikasi yang biasa digunakan, (sensitif, intermediate, dan
resisten) seperti pada metode Kirby-Bauer. Terapi antimikroba idealnya berdasarkan
penentuan bakteri penyebab dan antimikroba sesuai yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
Pengobatan secara empiris biasanya dimulai sebelum ada hasil laboratorium
mikrobiologi, ketika pengobatan harus dilakukan sebelum penyakit menjadi bertambah
parah . efektifitas antimikroba bervariasi tergantung lokasi infeksi, kemampuan antimikroba
mencapai sumber infeksi dan kemampuan bakteri untuk menahan atau menginaktifasi
antimikroba. Beberapa antimikroba dapat bertindak sebagai bakterisidal (benar-benar
membunuh bakteri) sedangkan yang lain bertindak sebagai bakteriostatik (mencegah bakteri
berkembang biak), dengan demikian sistem imun hospes mempengaruhi kepekaan terhadap
bakteri tersebut..
Di laboratorium klinik, uji kepekaan lebih banyak digunakan metode cakram difusi.
Pada metode ini inokulum bakteri ditanam secara merata pada permukaan agar. Cakram
antimikroba diletakkan pada permukaan agar dan dibiarkan berdifusi ke dalam media
sekitarnya. Hasilnya dilihat zona hambat antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri. Ukuran
zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas
mikroorganisme dan kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antimikroba pada
metode difusi berbanding terbalik dengan MIC. Semakin luas zona hambat, maka semakin
kecil konsentrasi daya hambat minimum MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan
terhadap diameter zona hambat yang berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat
ditentukan kategori resisten, intermediate atau sensitif terhadap antimikroba uji.
Tabel.1 Standar Diameter zona interpretasi dan perkiraan kaitannya MIC untuk
penentuan kategori serta interpretasi hasil
Diameter zona (millimeter Perkiraan kaitan
tedekat) untuk masing- dengan MIC (mikro
Antimikroba masing kategori gm/ml) untuk:
(jumlah tiap cakram)
Dan organisme R I MS S R S
Ampicillin (10 µg)
Enterobacteriaceae <11 12-13 >14 >32 <8
beta-
Staphylococcus spp. <28 >29 <0.25
Lactamase
Haemophilus spp. <19 >20 >4 <2
Enterococci <16 >17 >16
Other streptococci <21 22-29 >30 >4 <0.12
Chloramphenicol
<12 13-17 >18 >25 <12.5
(30 µg)
Erythromycin
<13 14-17 >18 >8 <2
(15 µg)
Asam nalikdisat
<13 14-18 >19 >32 <12
(30 µg)
Streptomycin (10µg) <11 12-14 >15
Tetracycline (30 µg) <14 15-18 >19 >16 <4
Trimethoprim (5 µg) <10 11-15 >16 >16 <4
a
dokumen diambil pada oktober 1983 (M2-T3 ) NCCLS. Sesuai dengan dokumen MCCLS terbaru
untuk perubahan dan diperbaharui
b
R, Resistant; I, intermediate; MS, moderately susceptible; S, susceptible. Hasil intermediate
mengindikasikan hasil yang kurang tegas yang dapat membutuhkan tes lebih lanjut. Hasil MS
seharusnya dilaporkan sebagai indikasi kepekaan yang menunjukkan dosis aman maksimal untuk
terapi. Strain bakteri dengan hasil MS dikategorikan sebagai sensitive bukan intermediate.
c
Korelasi perkiraan terdekat MIC digunakan untuk menentukan kategori resisten atau sensitif. Korelasi
ini tidak dapat digunakan untuk interpretasi uji kepekaan metode dilusi
Cara kerja:
1) Disiapkan agar Muller Hinton kondisikan pada suhu ruangan dan permukaan agar kering
2) Persiapkan inokulum 0,5 Mc Farland (dibuat baru dari 4-6 koloni dalam 2 ml NaCl
fisiologis, digunakan tidak lebih dari 15 menit dan supaya homogen bisa dibantu dengan
vortex
3) Penanaman pada agar Muller Hinton
Celupkan swab steril ke dalam inokulum bakteri , angkat swab kemudian di atas permukaan
suspensi inokulum pada sisi tabung putar swab dengan sedikit ditekan agar tidak berlebih
4) Goreskan swab pada agar Muller Hinton dengan memutar agar sekitar 60 derajat 2 sampai 3
kali untuk memastikan seluruh permukaan agar tergores
5) Putarkan swab pada pinggiran agar untuk mengambil kelebihan suspensi bakteri pada
sekeliling cawan petri
6) Tempatkan cakram antibiotik pada permukaan agar yang telah ditanami bakteri dengan
memperhatikan jarak penyimpanan cakram. Dapat dilakukan menggunakan pinset steril atau
disk feeder
Akurasi