Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH ASKEP PADA IBU MENYUSUI DENGAN HIV/AIDS

Dosen Pembimbing:
Ns.Hidayatul Rahmi,M.Kep
Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Riska Syofia Delmi (1914201036)
2. Rizky Yola Nofita (1914201037)
3. Sari Intan (1914201038)
4. Sesra Med Madurisa (1914201039)
5. Silfira Rosella (1914201040)
6. Tiara (1914201041)
7. Vela febrina efita (1914201042)
8. Windi Yunengzah fitri (1914201043)
9. Wiwin Putri Handayani (1914201044)
10. Wulan Purnama Sari ( 1914201045)
11. Yuli Marnis Tapokabkab ( 1914201046)

PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, dengan segala kerendahan hati, kami panjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP PADA IBU MENYUSUI DENGAN
HIV/AIDS”. Tak lupa kami juga berterima kasih Dosen pembimbing yang sudah
memberikan tugas ini.
Kami selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat berguna dan juga
bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua tentang pentingnya
Mempelajari proses belajar mengajar di komunitas Dalam pembuatan makalah ini kami
sangat menyadari masih sangat banyak terdapat kekurangan di sana sini dan masih butuh
saran untukperbaikannya.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana bisa dengan mudah di mengerti dan dapat
di pahami maknanya. Kami minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan
makalah ini, serta bila ada kalimat yang kurang berkenan di hatipembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Padang, 8 November 2021

KELOMPOK

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTARISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian.........................................................................................................................6
B. Siklus hidup virus HIV.....................................................................................................7
C. Penularan HIV ibu ke anak..............................................................................................8
D. Kandungan asi dalam kontes penularan HIV...................................................................9
E. Angka kematian bayi dan belita.......................................................................................9
F. Asi lebih superior dibandingkan susu formuka untuk negara berkembang...................10
G. Membuat laktasi aman...................................................................................................12
H. Laktasi pada bayi yang terinfeksi HIV ..........................................................................13
I. Cara penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak............................................................13
J. Rekomendasi Who.........................................................................................................15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Askep ibu menyusui dengan HIV/AIDS...........................................................14
BAB IV KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan......................................................................................................20
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................................40
B. Saran.............................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyusui pada ibu pengidap HIV merupakan masalah penting dan selalu menjadi
perdebatan. Hal ini dikarenakan efek ganda dari pemberian ASI, yaitu sebagai sumber
nutrisi utama pada bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya; di sisi lain juga sarana
penularan HIV. Sejak ilmu pengetahuan mampu membuktikan bahwa salah satu tahap lahir
dari ibu HIV ini mendapatkan yang terbaik.penularan vertikal HIV pada anak adalah
melalui air susu ibu, berbagai langkah pencegahan kemudian diteliti dan dibakukan agar
bayi yang
Selama 16 tahun terakhir para ahli di dunia telah membuat berbagai kesepakatan
penting mengenai rekomendasi pemberian makan pada bayi yang terpapar infeksi HIV dari
ibunya.Awalnya dengan berusaha meniadakan paparan melalui laktasi yang dilakukan di
negara maju.Beberapa tahun kemudian pemberian ASI diijinkan asal dalam waktu yang
singkat dan dengan penghentian cepat. Rekomendasi terakhir adalah mengijinkan pemberian
ASI asalkan diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama dan boleh dilanjutkan hingga
usia anak 2 tahun.
Panduan nasional maupun rekomendasi internasional dibuat umum, karenanya tidak
serta merta tepat atau relevan dengan situasi yang dihadapi suatu masyarakat, kecuali bila
sudah diadaptasikan menurut konteks budaya dan sosial dimana perempuan dapat
mengambil keputusan sendiri dalam hal pengasuhan anaknya. Untuk mengetahui
permasalahan kontroversi dalam pemberian ASI pada bayi yang lahir dari ibu HIV akan
dibahas mengenai risiko dalam ASI, berbagai data penelitian penting dan simulasi
penghitungan untung-rugi pemilihan laktasi atau tidak.
ketika wanita melakukan tes HIV dan menerima hasilnya bahwa dia positif HIV.
Rekomendasi di bagian sub-Sahara Afrika adalah terapi ARV diberikan pada wanita selama
kehamilan, saat persalinan, dan selama masa nifas atau sementara pemberian ASI eksklusif.
Bayi juga harus menjalani tes HIV secara berkala dan minum obat untuk mencegah
penularan virus sementara ia disusui.
PMTCT dapat mengurangi risiko penularan vertikal HIV menjadi kurang dari 1%.
Penularan HIV dari ibu ke bayi hampir lenyap di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi terus
menjadi masalah besar yang tak terkendali di negara-negara Afrika. Pemanfaatan PMTCT di
sub-Sahara Afrika telah meningkat secara signifikan selama dekade terakhir, tetapi masih
4
jauh dari yang diharapkan. Pada tahun 2003, hanya 3% dari ibu hamil yang HIV-positif di
wilayah ini dimanfaatkan untuk melakukan PMTCT. Persentase ini meningkat drastis
menjadi 33% pada tahun 2007 dan 53% pada tahun 2010. Sayangnya, ini masih menyisakan
sekitar setengah dari semua perempuan hamil yang HIV-positif tidak memanfaatkan
PMTCT, menempatkan mereka pada risiko tinggi untuk menularkan virus kepada bayi
mereka.
B. Tujuan Penulisan
1 Mengetahui Pengertian hiv dan aids
2 Mengetahui Siklus hidup virus HIV
3 Mengetahui Penularan HIV ibu ke anak
4 Mengetahui Kandungan asi dalam kontes penularan HIV
5 Mengetahui Angka kematian bayi dan belita
6 Mengetahui Asi lebih superior dibandingkan susu formuka untuk negara
berkembang
7 Mengetahui Membuat laktasi aman
8 Mengetahui Asi ekslusif
9 Mengetahui Laktasi pada bayi yang terinfeksi HIV
10 Mengetahui Cara penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak
11 Mengetahui rekomendasi who terhadap ibu menyusui pengidap hiv/aids

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan sistem
kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala, infeksi
dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan dapat
menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yangmuncul akibat lemahnya
system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.AIDS adalah
sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih
baik infeksi ini mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya
lemah (HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.AIDS dapat didefinisikan melalui
munculnya IO yang umum ditemui pada ODHA:
1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.
2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkankematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkandemam
kambuhan.
5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan
radangparu.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia menjaga
kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara seimbang. Gaya hidup
6
sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV dan ia akan tetap produktif dalam
berkarya.Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh atau
berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh berkurang, maka
berkembanglah AIDS.
B. Siklus hidup virus hiv
Virus HIV adalah virus dengan inti terdiri dari 2 lembaran RNA(ribonucleic acid)
dan terbungkus kapsul inti dan kapsul luar. Virus ini memerlukan sel host (inang) untuk
hidup dan berkembang biak. Asal-usul virus ini belum diketahui pasti; beberapa hipotesis
yang mendekati kenyataan pembuktian genetik adalah hasil mutasi virus serupa yang
menginfeksi kera Macaque dan diduga sudah ada sejak 70 tahun yang lalu.Perkembangan
penyakit infeksi HIV sendiri baru jelas pada tahun 1980-an.
Bila virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia, maka ia akan berusaha menempel
pada sel dan masuk ke dalamnya. Sel yang dipilih virus ini terutama adalah sel limfosit
CD4, yaitu salah satu subtipe sel limfosit dalam tubuh kita yang bertugas mengatur respon
imun tubuh terhadap berbagai serangan infeksi dari luar. Selain sel terpilih tersebut, sel lain
yang juga diserang adalah makrofag, sel dendrit-keduanya dari golongan sel yang sama
yang bertugas sebagai pembersih dan pemakan semua bahan asing atau sel mati dalam
tubuh- sel lemak, dan sel glia di otak.
Setelah berhasil menempel, dengan senjatanya virus ini akan menyatukan kapsul
luarnya dengan dinding sel host/inang dan intinya masuk ke dalam badan sel inangnya.
Sebenarnya dengan karakteristik RNA, virus HIV harusnya hanya berhenti di sitoplasma
(cairan tubuh sel).Tetapi dengan kepiawaian senjata enzim yang dimilikinya, rangkaian
RNA tersebut kemudian diubah menjadi rangkaian DNA (deoxyribonucleic acid) serupa
dengan rangkaian genetik inti sel inang. Setelah menjadi rangkaian DNA, materi virus ini
(proviral DNA) kemudian masuk ke inti sel inang, memotong rangkaian DNA sel inang dan
menyisipkan diri di antaranya seolah-olah DNA virus ini adalah bagian dari DNA sel inang
yang utuh.
C. Penularan hiv dari ibu ke anak
Sebanyak 90% penularan pada anak berumur < 13 tahun terjadi pada saat perinatal,
artinya terjadi selama dalam kandungan, selama proses kelahiran dan sesudah kelahiran.
Pembuktian menunjukkan penularan dapat terjadi melalui plasenta, meskipun plasenta tidak
dapat ditembus oleh sel-sel ibu yang terinfeksi HIV, akan tetapi virus HIV yang bebas
masih dapat menembus pertahanan plasenta. Proses kelahiran merupakan porsi terbesar
terjadinya penularan karena selama proses tersebut ada kemungkinan bayi menelan cairan
7
yang terdapat di jalan lahir; perlukaan akibat gesekan sehingga memungkinkan terdapatnya
luka terbuka di kulit kepala bayi dan meningkatkan risiko bersinggungan dengan cairan
tubuh ibu. Sedangkan penularan pasca lahir yang paling mungkin adalah melalui pemberian
ASI mengingat di ASI dapat ditemukan virus bebas, atau sel limfosit CD4 yang sudah
terinfeksi oleh virus HIV.
Bila tidak dilakukan upaya pencegahan apapun, besarnya risiko penularan dari ibu
ke bayi sebesar 40%. Bila tidak dilakukan sesuatu maka dalam waktu singkat akan terdapat
banyak anak hidup yang tertular HIV dan akan menyebabkan beban kesehatan yang nyata di
seluruh dunia. Oleh karena itu dilakukan berbagai cara untuk mengurangi besarnya
transmisi perinatal ini dan WHO menjadikannya sebagai unsur dasar gerakan mengontrol
penyebaran infeksi HIV di dunia.
Sejak tahun 1996 ketika program pencegahan lengkap mulai dipublikasikan, angka
transmisi ini dapat diturunkan lebih dari 50%nya.Yang dikatakan pencegahan penularan
lengkap adalah mengobati ibu saat kehamilan dengan pemberian anti retroviral (ARV),
menghindari jalan lahir normal dengan melakukan operasi Caesar elektif dan tidak
memberikan ASI.Gerakan pencegahan ini kemudian dilakukan di seluruh dunia.Akan tetapi
langkah lengkap ini tidak mudah diterjemahkan dan diterapkan pada berbagai kondisi sosial
masyarakat.Di Afrika sudahsejak awal tidak lengkap karena bedah Caesar adalah
kemewahan, meskipun pemberian ARV saja yang sangat sederhana terbukti mampu
menurunkan angka penularan HIV. Namun demikian memilih cara pemberian nutrisi pada
bayi tidak sesederhana yang diperkirakan. Oleh karena itu sekitar tahun 2000 WHO
bersamasama UNICEF membuat panduan untuk pemberian laktasi yang meliputi ASI
eksklusif selama beberapa bulan pertama, dan pindah ke penggantinya bila sudah
memungkinkan dalam waktu yang singkat pula.
Kemudian muncul banyak laporan, juga dari Afrika, yang menyatakan bahwa bayi
yang mendapat ASI dalam waktu lebih singkat lebih mudah sakit dibandingkan dengan bayi
yang mendapat ASI lebih lama meskipun risiko tertular HIVnya lebih tinggi.Penyetopan
ASI dalam waktu 1 - 3 hari juga menyebabkan timbul beberapa masalah baik pada ibu
maupun pada bayi.
Setelah panduan pencegahan dan pemberian ASI dengan cara di atas memiliki
banyak efek buruk untuk populasi Afrika, dibuat rekomendasi baru pada tahun 2010 yang
menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti program pencegahan penularan HIV
diperbolehkan memberikan ASI kepada bayi yang dilahirkannya dengan cara pemberiannya
secara eksklusif dan dilindungi dengan pemberian ARV selama jangka waktu menyusui.
8
Dampak dari rekomendasi ini tidak ada untuk masyarakat yang memilih untuk
memberikan susu formula sebagai bagian program pencegahan transmisi HIV. Untuk
masyarakat yang tidak dapat memilih pemberian susu formula maka kehadiran rekomendasi
ini berdampak pada lama pemberian ARV, penyediaannya dan konsekuensi terhadap
program perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap orang dengan HIV secara global.
BHIVA (British HIV Association) sedang membuat panduan seandainya ada ibu
HIV positif yang berencana memberi ASI pada bayinya. Masalah penting yang harus
diawasi untuk keselamatan bayinya adalah dengan melakukan pemberian ARV pada ibu
selama periode menyusui, pengawasan lebih ketat untuk pemberian ASI eksklusif dan efek
samping obat dan diusahakan sesingkat mungkin serta pemeriksaan kadar virus setiap bulan.
Oleh karena itu syarat tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah
kepatuhan mengikuti program yang diberikan oleh dokter.
Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya.Memberi ASI artinya tetap
memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV.Tidak memberi ASI
menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena anak-anak yang
lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai sebab akibat tidak
memperoleh ASI.
D. Kandungan asi dalam konteks penularan hiv
Air susu ibu mengandung partikel nutrisi dan vitamin, sel-sel utuh, bakteri
komensal, antibodi, komplemen, komponen kimiawi yang berperan dalam komunikasi antar
sel, dan kuman penyakit dalam bentuk bakteri atau virus. Sel yang berada dalam ASI
memiliki konsentrasi 10.000 - 1.000.000 sel/mL, yang meliputi sel epitel saluran ASI,
makrofag dan limfosit. Makrofag adalah sel dalam tubuh manusia yang berperan dalam
memakan sel lain yang tidak berfungsi, kuman, dan segala sesuatu yang dianggap akan
membahayakan tubuh manusia. Sedangkan sel limfosit adalah salah satu jenis sel leukosit
yang berperan sebagai konduktor respon imun tubuh terhadap benda asing atau dianggap
asing.
Meskipun belum terbukti bahwa ASI yang ditanam di media tertentu mampu
memproduksi koloni virus HIV, akan tetapi DNA proviral pada ASI dapat dideteksi dengan
pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction). Prevalens terdeteksinya partikel DNA HIV
pada ASI dari kelompok ibu hamil pengidap HIV dalam 4 penelitian di Afrika berkisar
antara 44 - 58%. Pada penelitian lain di Kenya sel yang terinfeksi HIV memiliki kisaran
1/10.000 - 1/3 sel. Mereka yang kadar sel terinfeksi HIV pada ASI sangat tinggi adalah ibu-

9
ibu yang sudah pada tahap stadium klinis HIV lanjut (ditandai dengan kadar sel CD4 sangat
rendah) dan defisiensi vitamin A.
E. Angka kematian bayi dan balita
Pengaruh pemilihan pemberian makan pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif
terhadap angka kematian bayi dan balita tidak berbeda.Tanpa melihat berapa banyak yang
akhirnya tertular HIV, maka angka kematian pada saat seharusnya anak-anak ini berumur 2
tahun cukup tinggi. Pada 5 penelitian besar di Afrika yang membandingkan pemberian susu
formula dan ASI pada ibu HIV positif tidak menunjukkan keunggulan susu formula dari
ASI dalam mengukur berapa persen yang tetap hidup sampai usia 2 tahun. Umumnya lama
pemberian ASI pada populasi di atas adalah 4 - 6 bulan, disertai pemberian ARV baik pada
ibu dan atau pada bayinya. Untuk menunjang pemberian susu formula selain diberikan susu
formula juga diberikan akses ke air bersih. Yang ditengarai menyebabkan tingginya
kematian adalah budaya mixed feeding, baik pada kelompok formula maupun ASI.
F. ASI lebih superior dibandingkan susu formula untuk negara berkembang
Dalam kaitannya dengan pandemi HIV di seluruh dunia, pendekatan negara maju
yang menghilangkan sama sekali paparan melalui ASI ternyata tidak dapat diterapkan di
negara berkembang dan miskin karena peningkatan angka kematian yang berhubungan
dengan pemberian susu formula yang tidak aman.
Penelitian MASHI di Botswana dan PEPI di Malawi menunjukkan bahwa kebijakan
pemberian susu formula sebagai upaya pencegahan penularan HIV memang berefek
menurunkan angka penularan vertikal akan tetapi di sisi lain menyebabkan angka kematian
bayi lebih tinggi karena tidak disertai dukungan kebijakan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar akan air bersih. Demikian pula halnya bila ASI diberikan dalam waktu
yang pendek (KiBS di Kenya, BAN di Malawi dan HIVIGLOB di Uganda).
G. Membuat laktasi Aman
Untuk situasi daerah di negara Indonesia yang akan menghadapi kesulitan untuk
menghilangkan paparan HIV lewat ASI maka pendekatan seperti negara-negara Afrika di
atas dapat dilakukan.Seandainya memang dipilih untuk memberikan ASI, maka diperlukan
langkah-langkah untuk membuat laktasi cukup aman meskipun tetap memiliki risiko
menularkan/penularan HIV.
1. ASI Eksklusif
ASI eksklusif artinya pada periode tersebut hanya ASI yang diberikan pada bayi, tidak
termasuk air sekalipun, apalagi makanan padat. Di negara kita dan juga di banyak negara,
mixed feeding ini menghambat pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, baik pada situasi
10
dengan bahaya HIV maupun tidak.Penelitian pencegahan transmisi HIV yang pemberian
ASI eksklusif dikontrol dengan ketat di Afrika Selatan, penularan HIV pada saat bayinya
berumur 6 bulan hanya 4%. Begitu ibu-ibu ini tidak disiplin dan mixed feeding, maka risiko
ini naik 10 kali lipat dengan pemberian makanan padat dan 1,8 kali bila dicampur susu
formula. Pada penelitian lain diketahui bahwa risiko tertular HIV pada mixed feeding adalah
2-6 kali lipat dibandingkan dengan ASI eksklusif.Untuk keberhasilan ASI eksklusif ini
maka diperlukan perubahan perilaku pada ibu-ibu sejak sebelum melahirkan. Dengan
intervensi perilaku, di penelitian tersebut didapatkan ASI eksklusif pada 82% peserta
penelitian pada umur 6 minggu setelah lahir, 66% pada saat 3 bulan dan 40% pada saat 6
bulan.
Penelitian Mashi melaporkan kepatuhan ibu terhadap penggunaan susu formula di
populasinya mencapai 91% dibandingkan dengan kepatuhan pemberian ASI eksklusif yang
hanya 18%. Studi lain di Zambia menunjukkan bahwa ibu menyusui dengan mudah pindah
ke mixed feeding pada saat usia bayi dini. Penelitian di Cote dIvoire menunjukkan bahwa
69% ibu penderita HIV yang memilih memberikan susu formula pada bayinya didapatkan
masih memberikan susu saja pada umur bayi 3 bulan.Kepatuhan ibu-ibu ini sebagai unsur
penting dalam penelitian belum tentu dengan mudah diaplikasikan pada masyarakat di luar
penelitian.Dilaporkan tingkat kepatuhan pada petunjuk dari tenaga kesehatan hanya 30%
saja.
2. Pemberian ARV
Penelitian di Mozambique menunjukkan penurunan transmisi HIV bila ibu menyusui
minum ARV selama menyusui sebagai kelanjutan ARV selama masa kehamilan.Pada
penelitian AMATA di Rwanda ARV diberikan sejak trimester kedua kehamilan dan
diteruskan hingga sebulan pasca menyusui.Pada kelompok ibu menyusui maupun tidak,
tidak ditemukan penularan, tidak ada perbedaan gangguan perkembangan maupun angka
kesakitan dan kematian. Pada penelitian MITRAPLUS ibu-ibu menyusui diberikan ARV
selama 6 bulan, angka penularannya menurun hingga 0,9%.
3. Memanaskan ASI
Cara untuk tetap memberikan ASI adalah dengan memerah dan kemudian melakukan
pemanasan dengan harapan virus HIV mati. Cara yang dipublikasi sebelumnya adalah
dengan memanaskan ASI secara langsung (merusak banyak komponen nutrisi dan
imunologis) dan cara Pasteurisasi Holder (suhu 62.5 0Celcius selama 30 menit) adalah tidak
mudah dan murah karena meskipun secara ilmiah fungsi imunologis ASI dapat

11
dipertahankan, tetapi bahan ASI dapat habis karena waktu pemanasan yang lama dan rumah
tangga harus memiliki termometer masak yang khusus.
Cara lain yang dianggap lebih mudah dikerjakan adalah dengan metode flash-heating,
yaitu dengan cara menaruh ASI dalam tempat kemudian ditaruh di panci kecil berisi air
kemudian dipanaskan. Setelah mendidih segera diangkat dan dibiarkan dingin sampai suhu
badan manusia. Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, meskipun menurunkan kadar
vitamin B2 dan B6.
H. Laktasi pada bayi yang terinfeksi hiv
Terdapat 4 penelitian yang menunjukkan bahwa keuntungan pemberian ASI pada
anak secara umum juga ditemukan pada anak yang terinfeksi HIV. Di ZEBS (Zambia),
angka kematian penderitaHIV pada umur 12 bulan lebih banyak pada anak yang hanya
mendapat ASI selama 4 bulan dibandingkan dengan anak yang setelah diketahui sakit, ASI
tetap diteruskan. DI Afrika Selatan bayi yang tertular HIV yang mendapat ASI lebih jarang
sakit dibandingkan bayi sakit yang tidak mendapat ASI.Efeknya lebih nyata pada 2 bulan
pertama kehidupannya.Pada penelitian Malawi, anak terinfeksi HIV yang mendapat ASI
jarang sakit.Penelitian MASHI di Botswana menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi
pada mereka yang tidak disusui.Oleh karena itu WHO mengubah rekomendasinya, bila
seorang anak sudah diketahui terinfeksi HIV dan masih disusui sebaiknya diteruskan saja
hingga paling tidak 2 tahun.
I. Cara penularan hiv dan aids dari ibu ke anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV / AIDS
sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi
pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau
pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya
hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil.Hal ini disebabkan
karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri.Oksigen,
makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh
HIV.Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta
selama kehamilan.

12
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat
itu.
c. .Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi
untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan
periode kehamilan.Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin
lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu,
lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses
persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu
misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran

3. Periode Post Partum


Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data
penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai
resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya.
Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susuMdan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
J. Rekomendasi who
Rekomendasi WHO untuk ibu menyusui dengan HIV positif adalah (1) Tidak menyusui
sama sekali, bila pengadaan susu formula dapat diterima, mungkin dilaksanakan, terbeli,
berkesinambungan dan aman (Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, Safe/AFASS);
13
(2) Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan menyusui
eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui sampai umur bayi 1 tahun
bersama dengan tambahan makanan pendamping ASI yang aman, (3) Bila ibu dan bayi
tidak mendapat ARV, maka ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia
bayi 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman.5
Hal tersebut juga dikuatkan oleh rekomendasi dari WHO, dalam pedoman HIV and Infant
Feeding, bahwa ibu yang telah mendapat terapi ARV selama 6 bulan dapat memberikan
ASI kepada bayi, setelah pemberian 6 bulan dapat dilanjutkan hingga 12 bulan beserta
makanan pendamping.28 Adanya panduan dari WHO, pihak-pihak yang terkait, khususnya
perempuan dengan HIV-AIDS dapat lebih mudah memutuskan untuk memberikan ASI atau
tidak pada anaknya.

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU MENYUSUI DENGAN HIV DAN AIDS
A. Pengkajian
1. Identitas klien meliputi :
nama,ttl,jeniskelamin,status kawin,agama,pendidikan,pekerjaan,alamat,diagnose
medis,no mr
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat:
Tes hiv positif,riwat perilaku beresiko tinggi,menggunakan-obat obat
7. Pola aktivitas sehari hari meliputi:
persepsi,nutrisi,eliminasi,istirahat tidur,aktifitas/latihan,sensori kognotif,hubungan
peran,penanggulangan stress,reproduksi seksual,tata nilai dan kepercayaan
8. Pemeriksaan fisik meliputi:
a. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan biasanya ditemukn frekuensi
pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat krena
demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB), TB;
Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
d. Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika -
Mata : biasnay konjungtiva anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
e. Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
f. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
g. Gigi dan mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih
15
seperti krim yang menunjukan kandidiasis Jantung: Biasanya tidak ditemukan
kelainan
h. Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
i. Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
j. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda- tanda lesi
(lesi sarkoma kaposi)
k. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin
9. Aktifitas /istirahat:

a. Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif


b. Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdpaktifitas
10. Sirkulasi
a. Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bilacedera
b. takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi
perivermenurun,pengisian kapiler memanjang
11. Integritasego
a. Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan
keluarga,hubungandengan org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
b. Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya beratbadan
c. Merasatidak berdaya,putusasa,rasabersalah,kehilangancontroldiri,dandepresi
d. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,kontakmata
kurang
12. Eliminasi
a. Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saatberkemih
b. Faeces encer disertai mucus ataudarah
c. Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warnaurin.
13. Makanan/cairan
a. Tidak ada nafsu makan, mual,muntah
b. Penurunan BB yangcepat
c. Bising usus yanghiperaktif
d. Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaputputih/perubahanwarna
mucosa mulut
e. Adanya gigi yang tanggal.Edema

16
14. Hygiene
a. Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tidak rapi.
15. Neurosensorik
a. Pusing,sakit kepala.
b. Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakansensasi
c. Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
d. Bebal,kesemutan padaekstrimitas.
e. Gayaberjalan ataksia.

16. Nyeri/kenyamanan
a. Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar padakaki.
b. Sakit kepala, nyeri dadapleuritis.
c. Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunanROM,pincang.
17. Pernapasan
a. Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif ,batuk produktif/non, sesak pada dada,
takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
18. Keamanan
a. Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
b. Demam berulang
19. Seksualitas
a. Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaankondomyang
tidak konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
20. Interaksi social
a. Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak terorganisir

B. DiagnosaKeperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang
tidakterorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, statushipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal,hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya
ototpernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.

17
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai

C. IntervensiKeperawatan

1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang Tidak
terorganisir.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada
demam, sekresi tdkpurulent)
Intervensi:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasinR/. Resiko cros infeksi dpt
melalui prosedur yang dilakukan

2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yangcukupR/. Lingkungan yang


kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3) Informasikan perlunya tindakanisolasiR/. Penurunan daya tahan tubuh
memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai
upaya menjauhkan dari kontak langsung dengan kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.R/. Peningkatan suhu badan
menunjukkan adanya infeksi sekunder.

5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi
kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna, bersihkan
kuku setiap hariR/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka

6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanyainflamasiR/ Panas kemerahan


pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi

7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadahtersendiri.R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan
perlukaan pada permukaan kulit.

2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, statushipermetabolik.


Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat

Intervensi:

18
Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bilaterpasang.R/ denyut nadi/HR meningkat,
suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
1) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat,
pertahankanpakaian tetap kering, kenyamanan suhulingkungan.R/ Suhu badan
meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.

2) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasahaus.


3) Timbang BB setiaphariR/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume
cairan tubuh.

4) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500ml/hr.R/ Mempertahankan


keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.
5) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tidak merangsangR/ Peningkatan
peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.
3. Diagnosa3:Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan
makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BBideal.

Intervensi:

1) Kaji kemampuan mengunyah, merasakan danmenelan.R/ Lesi pada mulut,


esophagus dpt menyebabkan disfagia

2) auskultasi bising usus R/ Hipermetabolismesaluran gastrointestinal akan


menurunkan tingkat penyerapan usus.
3) Timbang BB setiap hariR/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat

4) hindari adanya stimulus leingkungan yangberlebihan.

5) Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat


kumur yang mengandungalcohol.R/ Pengeringan mucosa, lesi pada mulut dan
bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
keinginannya (bila tdk adakontraindidkasi)
7) sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volumesedikit

8) dorong klien untuk duduk saatmakan.


4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
melemahnya ototpernafasan.

19
a. Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif

Intervensi:

1. Auskultasi bunyi nafastambahanR/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya


infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2. Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas danpenggunaan
ototasesoris.
3. Berikan posisi semifowler
4. Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan
takikardi selamaaktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologid terhadap aktivitas R/ Respon bervariasi dari hari kehari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidakmampuR/ Mengurangi
kebutuhan energy
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
4) R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolic

6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orangdicintai
Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yangkonstruktif
Intervensi:

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein danperawatannya

2. R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif


dengankeluarga

3. Biarkan keluarga mengungkapkanperasaan secaraverbalR/ Mereka tak


menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
4. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dantransmisinya.

20
5. R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana

D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E. Evaluasi
1. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi dan tidak terdapat luka baru
yang muncul
2. Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
3. Menunjukkan ekspresi wajah rileks
4. Dapat tidur/istirahat adekuat
5. Membrane mukosa pasien lembab,turgor kulit baik,tanda-tanda vital stabil,haluran
urine adekuat.
6. Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
7. Menunjukkan peningkatan energi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan
yang sebelumnya tidak berhasil

21
BAB IV
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas Pasien
Nama Pasien :Ny.R
Jenis Kelamin : perempuan
Umur/Tanggal Lahir :23 april 1978
Status perkawinan :menikah
Agama :islam
Suku bangsa :jawa
Ruangan :cempaka
Diagnosa medis : susp. TB+ B20
Tanggal pengkajian :25 juni 2018

Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama: Lemah seluruh badan dan demam sejak satu bulan yang
lalu, tidak ada nafsu makan serta BAB cair dan berwarna kekuningan serta
sakit pada areamulut.
a. Kapan : Sejak satu bulan yang lalu sebelum masuk RumahSakit.

b. Lokasi : Seluruh badan dan pada area mulut

2. Riwayat KeluhanUtama

a. Mulai timbulnya keluhan :Sejak 1 bulan yang lalu selamadirumah sebelum dibawa
ke rumah sakit.

b. Sifatkeluhan : demam tinggi serta lemah seluruhbadan.

c. Lokasi : Seluruh badan dan pada mulut

d. Keluhan lain yang menyertai :diare,

22
e. Faktor pencetus yang menimbulkan serangan : Tidak ada faktor pencetus yang
menimbulkan serangan padapasien.
3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan : Dibawa dan
dirawat di Rumah Sakit.
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Sebelumnya pasien belum pernah
mengalami penyakit yangsama.

a. Riwayat penyakit yang pernah diderita : Sebelumnya pasien hanya


menderitademam.
b. Riwayat Alergi : Tidak ada alergi terhadap obat danmakanan.

c. Riwayat Operasi : Pasien belum pernahdioprasi

5. Kebiasaan

a. Merokok :tidak

b. Minum alcohol:tidak

c. Minum kopi :Tidak

d. Minumobat-obatan :Ya, Jenis Paracetamol Jumlah: 3x1 waktu Pagi, Siang,Malam

Pemeriksaan Fisik
1. Tanda – TandaVital

a. Tekanan darah: 90/60 mmHg- Nadi: 90x/menit

b. Pernapasan :28x/menit - Suhu badan : 42oc

2. Kepala danleher

Kepala :Normal

a. Sakitkepala: Tidak ada keluhan sakit padakepala.

b. Pusing : ya

c. Bentukukuran danposisi: normal

d. Lesi :Tidakada

e. Masa :tidakada

23
f. Observasi Wajah :simetris

3. Penglihatan :
a. Konjungtiva:Anemis
b. Sklera:Normal
c. Pakai kaca mata : tidak
d. Penglihatan kabur : tidak
e. Nyeri :Tidak
f. Peradangan :Tidak
g. Operasi : Pasien tidak pernah mengoperasimata.
4. Pendengaran

Gangguan pendengaran : tidak

Nyeri : tidak

Peradangan : tidak

5. Tenggorokan danmulut

a. Keadaangigi : Kotor

b. Caries : Ya

c. Memakai gigipalsu :tidak

d. Gangguanbicara : Ya

e. Gangguanmenelan: Ya

f. Pembesaran kelenjar leher :tidak

6. SistemKardiovaskuler

a. NyeriDada : tidak

b. Inspeksi:

Kesadaran/GCS: Semicoma

Bentukdada: normal

c. Ictuscordis/ApicalPulse:Teraba

24
d. Venajugularis: Teraba

e. Perkusi : pembesaran jantung:

f. Auskultasi :normal

7. sistem respirasi
keluhan batuk berdahak
JenisPernapasan :Abnormal,
Perkusi : tidak

 Ronchi : Ya 
tidak
 Wheezing :  Ya 
tidak
 Krepitasi :  Ya 
tidak
 Rales :  Ya 
tidak
Clubbing Finger : Normal 
Abnormal

8. Kulit:turgor kulit jelek

Pola Kegiatan Sehari-hari(ADL)

A. Nutrisi

1. Kebiasaan:

Pola makan : 3x/hari (pagi siangmalam)


25
Frekuensi makan : Pasien hanya menghabiskan makanan 3 sendok peroral

Nafsu makan :menurun

BB :31 kg TB : 160cm

Penurunan BB: 20 kg, dalam waktu: 1bulan

2. Perubahan selama sakit : Pasien tidak bisa berkomunikasi aktif dengan


kelua

3. Eliminasi

Buang air kecil(BAK)

a. Kebiasaan

Frekuensi dalam sehari : 3-4 kali Warna : kuning Bau


:khas urin

Jumlah/ hari :
b. Perubahan selama sakit : 100 cc/hari
Buang air besar(BAB)

a. Kebiasaan:1x/hari

b. Frekuensi dalam sehari : 1x/ hari Warna: kuning

c. Bau : khas veses

d. Konsistensi : padat

e. Perubahan selama sakit : Pasien BAB 3 kali sehari konsistensi cair

4. Olah raga danAktivitas

Kegiatan olah raga yang disukai : Keluarga pasien mengatakan tidak


adaolahraga

Apakah olahraga dilaksanakan secara teratur : Tidak

5. Istirahat dantidur

- Tidur malam jam : 08.00 Catatan : kadang-kadang satu hari penuh


Bangun jam : 07.00 kadang pasien tidak bangun dan tidur selama satu
hari

26
- Tidur siang jam : tidak tetap
Bangun jam : tidaktetap
- Apakah mudah terbangun :Tidak

Pola Interaksi Sosial

1. Siapaorangyangpenting/terdekat:saudaraperempuan dan anak- anak.


2. Organisasi sosial yang diikuti : Tidak ada organisasi sosial yng diikuti
olehpasien.
3. Keadaan rumah dan lingkungan : -
Status rumah : Rumah sendiri
Cukup / tidak:
Bising /tidak:

Banjir / tidak:

Kegiatan Keagamaan/ Spiritual

1. Ketaatan menjalankan ibadah : Keluarga menyatakan psien selalu


melkukan solat
2. Keterlibatan dalam organisasi keagamaan : Tidak ada

Keadaan Psikologis Selama Sakit

1. Persepsi klien terhadap penyakit yang diderita :pasien merasa cemas


dengan keadaan yang diderita

Data Laboratorium & Diagnostik

a. PemeriksaanDarah

27
Hasil Pemeriksaan
Jenis
Tanggal
N Pemeriksaan Nilai
o Normal 24/06/
18
1 MCV 81.0-96.0 73.4

2 Hemoglobin 8,4

2 MCH 27.0-36.0 23.5

3 RDW-CV 37-54 24.4

4 RDW-SD 37-54 69.5

Juml 4.0-10.0 2,77


5
ah
Leko
sit
Gluko 70-150 285
6
sa
Sewa
kt
Jumlah 1.50-7.00 10.94
7
Neotro
fil
Jumla 0.00-0.70 1.13
8
h
Mono
sit
Jumlah 150-400 425
9
Trombo
sit
1 MPV 9.0-13.0 8.9 L
0
1 PCT 0.17-0.35 0.38 H
1
28
 Obat

Obat-obatan yang didapat oleh


pasien antara lain : paracetamol
3x 500 mg/ tablet

OAT kat 1

rifa
mpisi
n
1x45
0 mg
tablet
etam
butol
1x
750m
g,
sanfu
liq
TAB
30S,
B6 2x10 cc.

ANALISA DATA

DATA MASALAH ETIOLOGI

DS Hipertermi Peningkat
 pasien mengatakan badan an
terasa lemah ,demam sejak metabolis
masuk rumahsakit. me
DO
 keadaan umum pasien tampak

29
lemah
 konjungtivaanemis
 akral terabahangat
 HB8,4
TD = 90/60mmHg
 pernapasan= 28x/mnit
 nadi=86x/mnit
 suhu =42°C
 Pasien terpasang
cairan parenteral RL 20TPM
DS : Diare Proses infeksi
- Pasien mengatakan sering
haus , pasien mengatakan
diare, BAB cair dengan
frekuensi tiga kali sehari
konsistensi cair, berwarna
kuning, pasien mengatakan
seringhaus
DO:
- Pasien tampak lemah, letih,
bibirkering
- Turgor kulit kembalidalam
< 3 detik
- BAB 3x encer, frekuensi ,
konsistensi cair, bising usus
30x/menit,
pasien mendapatkan terapi
obat diarecotrimoxazole.
DS Ketidak Ketidakmampua
 paasien mengatakan tidak seimbangan n pemasukan
mengahabiskan makanan yang nutrisi kurang
atau mencerna
disediakan hanya dari

30
menghabiskan 3-4 kebutuhantubu
sendokmakan h atau

 pasien mengatakan kadang mengarbsorpsi

muntah zat-zat
gisi
berhubungan
degan

faktor
 pasien mengatakan merasa biologios
mual jikamakan
DO
 Pasien tampaklemah
 konjungtifaanemis
 membran mukosa
tampakpucat
 berat badan menurun
(sebelum sakit 52 kg, saat sakit
31kg)
 tinggi badan 163cm
 porsi makan tidakdihabiskan
 bibirkering
 terdapatsariawan
DS Deficit Kehilangan
 pasien mengatakan badan cairan aktif
volume cairan
terasalemah
 pasien mengatakan BABcair
 frekuensi BAB 3-4x sehari
 pasien mengatakan seringhaus
 pasien mengatakan jika tubuh
naik banyakkeringat
DO

31
 Pasien tampaklemah
 Membran mukosa bibir klien
tampakkering
 Turgor kulitjelek
 CRT > 3detik
 TD :90/60mmHg
 Nadi: 90x/menit
 Pasien mendapatkan terapi
terapi parenteral RL
20tpm/mnt

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan lajumetabolisme


2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairanaktif

3) Diare berhbungan dengan prosesinfeksi


4) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan pemasuka atau mencerna makana atau
mengarbsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa NOC NIC


O Keperawata
n
1. hipertermi - TTv dalam batas - Monitor suhu
normal tubuh sesering
- Tidak ada miungkin.

32
perubahan warna - Monitor IWL
kulit dan - Monitor warna
tidakpusing dan suhu kulit
- Monitor tingkat
kesadaran
2 Deficitvolu Fluid Fluid management
m e cairan blance  Timbang
Hydration popok pembalut
Nutironal status : jikaperlu
food and fluid intake  Monitor
Kriteriahasil status hidrasi
 Tekanan darah, suhu,  Kolaborasi
nadi dalam batas pemberian
normal cairanIV
 Tidak ada tanda-  Berikancairan
tanda dhidrasi  Monitor vitalsign.
elastisitas kulit baik,
membran mukas
lembab, tidak ada
rasahaus
yangberlebihan
3. Ketidak Kriteria hasil: Nutrition
seimbanga  adanya penigkatan management
n nutrisi berat badan sesuai - kaji daanya alergi
kurang dari dengan tujuan makanan
kebutuhan  mampu - kolaborasi dengan
tubuh mengidentifikasi ahli gizi untuk
kebutuhannutrisi menentukan

 tidak ada tanda-tanda jumlah kalori dan


malnutrisi nutrisi yang

 tidak terjadioenurunan dibtuhkan klien


- anjurkan

33
klien
berat badan yang untuk
berarti meningkatkan
protein dan vit C
- monitor

jumlah
nutrisi dan
kandungan
kalori Nutrition
monitoring:
- BB pasien dalam
batasnormal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor kulit
kering
danpigmentasi
 Monitor mual an
muntah
4 Diare setelah dilakukan
- evaluasi
berhubun tindakan keperawatan
pengobatan yang
gan diharapkan masalah
berefek samping
dengan diare dapat teratsi
pada
pproses dengan kriteria hasil :
pengobatan,
infeksi tidak ada diare, feses
tidak ada darah dab
- evaluasi jenis
mukus, nyeri perut tidak
intake makanan,
ada, pola BAB normal,
hidrasibaik.
- monitor kulit sekitar
perianal terhadap

34
adanya iritasi dan
ulserasi,
- ajarkan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
obatdiare,
- instruksikan pada
pasien dan
keluarga untuk
mencatat
warna,frekuensi,
volume dan
konsistensi feses.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tgl/ Diagnosa Tindakan keperawatan Evaluasi


hari
25 Hipetermi - Melakukan S : pasien mengatakan
ju kompres hangat masih demam, haus
ni pada lipatan paha O:
20 da axilapsien - TTV ; TD : 90/60mmHg,
18 - Mengobservasi TTV nadi: 90x/menit,
pasien suhu: 39ºC.
- Melayani - Akral terabahangat
pemberian obat A: masalah
parcetamol belumteratasi P:
500mgtablet intervensidilanjutkan

35
25 Devi - Mencatat intake S:
ju sit dan output - Pasien mengatakan
ni volu cairanpasien badan terasa
20 me - Mengobservasi lemahdanletih
18 caira status hidrasi dari - Pasien
n mukosa bibir, mengatakan
denyut nadi, dan maasihdiare
tekanandarah O:
- MengobservasiTTV - Pasien tampaklemah
- Memeriksa turgor - BB :31kg
kulit dan rasahaus - Mukosa bibirkering
- MemeriksaCRT - Denyut nadicepat
- N :100x/i
- TD :90/60mmHg
- S : 38,6
- RR20x/i
- Turgor kulitjelek
- CRT 2detik
- Psien terpasang
NaCl 0,9%
A : maslah belum
teratasi P : intervensi
dilanjutkan
26 ketidak - Mengoservasi S:
ju seimbang tanda- tandavital - Pasien mengatakan
ni an nutrisi - MenentukanIMT tidak nafsumakan
20 kurang - Memonitor - Porsi makanan
18 dari turgor kulit hanya dihabiskan
kebutuha - Memonitor 3sendok
n tubuh adanya mual- - Masih
muntah diare O:
- Mempertahankan - BB 31kg

36
kecepatan - TB :163
aliraninfus - IMT : 14,10 (berat
- Memonitor intake badan kurang)
dan outputcairan - Lingkar lengan 19cm
- Mengidentifikasi - Turgor kulitjelek
penurunan - Konjungtivaanemis
nafsu makan - Bibir kering
terdapat
sariawandan

kandidiasis oral
- Terpasang NaCl 0,95 8
tetes/i
- N: 100x/i
- RR: 20x/i
- S :38,6
P : masalah belum
teratasi A : intervensi
dilanjutkan
27 Diare - Melayani S : pasien mengatakan
ju pemberian obat: masih merasa lemah dan
ni Rifampisin 450 mg tablet pusing
20 Etambutol 750 mg tablet O:
18 Paracetamol 500 mg Keadaan umum pasien:
Cotrimoxazole IV 1gr - Lemah,
kesadaran somnolen ,
GCS E 2, M 4, V3
- reaksi pupil terhadap
cahaya kurang
A : maslah belum
teratasi P : intervensi
dilanjutkan
27 ketidak - Mengoservasi S:

37
ju seimbang tanda- tandavital - Pasien mengatakan
ni an nutrisi - MenentukanIMT tidak nafsumakan
20 kurang - Memonitor - Porsi makanan
18 dari turgor kulit hanya dihabiskan
kebutuha - Memonitor 3sendok
n tubuh adanya mual- - Masih
muntah diare O:
- Mempertahankan - BB 31kg
kecepatan - TB :163
aliraninfus - IMT : 14,10 (berat
- Memonitor intake badan kurang)
dan outputcairan - Lingkar lengan 19cm
- Mengidentifikasi - Turgor kulitjelek
penurunan - Konjungtivaanemis
nafsu makan - Bibir kering terdapat
sariawandan
kandidiasis oral
- Diare 2kali
- Terpasang NaCl 0,95 8
tete/i
- N: 100x/i
- RR: 20x/i
- S :38,6
P : masalah belum teratasi
A : intervensi dilanjutkan

28 Devi - Mencatat intake S:


ju sit dan output - Pasien mengatakan
ni volu cairanpasien badan terasa
20 me - Mengobservasi lemahdanletih
18 caira status hidrasi dari - Pasien mengatakan
n mukosa bibir, masih diare
denyut nadi, dan O:

38
tekanandarah - Pasien tampaklemah
- MengobservasiTTV - BB :31kg
- Memeriksa turgor - Mukosa bibirkering
kulit dan rasahaus - Denyut nadicepat
- MemeriksaCRT - N :100x/i
- TD :90/60mmHg
- S : 38,6
- RR20x/i
- Turgor kulitjelek
- CRT 2detik
- Psien terpasang
NaCl 0,9%
A maslah belum
teratasi P intervensi
dilanjutkan
28
- mengobservasi
ju
suhu tubuh
ni
pasiensetiap 1
20
jam,
18

- melakukan
kompres hangat
pada lipatan paha
dan axila,

- melayani
pemberian
obatparacetamol,

- mengobservasi
tanda- tandavital.
28 ketidak - Mengoservasi S:

39
ju seimbang tanda- tandavital - Pasien mengatakan
ni an nutrisi - MenentukanIMT tidak nafsumakan
20 kurang - Memonitor - Porsi makanan
18 dari turgor kulit hanya dihabiskan
kebutuha - Memonitor 3sendok
n tubuh adanya mual- - Masih
muntah diare O:
- Mempertahankan - BB 31kg
kecepatan - TB :163
aliraninfus - IMT : 14,10 (berat
- Memonitor intake badan kurang)
dan outputcairan - Lingkar lengan 19cm
- Mengidentifikasi - Turgor kulitjelek
penurunan - Konjungtivaanemis
nafsu makan - Bibir kering terdapat
sariawandan
kandidiasis oral
- Diare 2kali
- Terpasang NaCl 0,95 8
tete/i
- N: 100x/i
- RR: 20x/i
- S :38,6
P : masalah belum
teratasi A : intervensi
dilanjutkan
28 Devi - Mencatat intake S:
ju sit dan output - Pasien mengatakan
ni volu cairanpasien badan terasa
20 me - Mengobservasi lemahdanletih
18 caira status hidrasi dari - Pasien mengatakan
n mukosa bibir, masih diare

40
denyut nadi, dan O:
tekanandarah - Pasien tampaklemah
- MengobservasiTTV - BB :31kg
- Memeriksa turgor - Mukosa bibirkering
kulit dan rasahaus - Denyut nadicepat
- MemeriksaCRT - N :100x/i
- TD :90/60mmHg
- S : 38,6
- RR20x/i
- Turgor kulitjelek
- CRT 2detik
- Psien terpasang
NaCl 0,9%
A maslah belum
teratasi P intervensi
dilanjutkan

IMPLEMENTAS I KEPERAWATAN
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan tidak semua tindakan dilaksanakan oleh peneliti,
karena peneliti tidak merawat klien 24 jam penuh, namun sebagai solusi penulis
mendelegasikan rencana tindakan tersebut kepada perawat ruangan dan mahasiswa praktek
yang sedang dinas di ruangan tersebut. untuk melihat tindakan yang diberikan perawat
ruangan penulis melihat dan membaca buku laporan tindakan yang dituis oleh perawat yang
sedang dinas, tindakan keperawatan dilakukan 4 x 24 jam.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis antara lain: mengkaji
riwayat alergi, mengobservasi turgor kulit, mengukur tinggi badab dan berat badan,
mengobservasi adanya mual muntah, mengobservasi intake dan outpun cairan,
mengobservasi tanda-tandavital.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa hipertermi berhubungan
dengan atau vena antara lain: mengobservasi suhu tubuh pasiensetiap 1 jam, melakukan
kompres hangat pada lipatan paha dan axila, melayani pemberian obat paracetamol,
mengobservasi tanda-tanda vital.

41
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa defisit volume
cairanberhubungan dengan kehilangan cairan aktif antara lain: mencatatat intake dan output
pasien , mengobservasi TTV pasien, memeriksa CRT, mengobservasi tirgor kulit pasien,
mengganti cairan infus NACL0,9%.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa diare berhubungan dengan
faktor fisiologis (proses infeksi) antara lain : mengobservasi buang air besar termasuk
frekuensi, bentuk, volume, konsistensi, dan warna, auskultasi bising usus, mengkaji
riewayat diare, mengobservasi turgor kulit, mengobservasi adanya mual muntah,memberika
terapi cairan parenteral NACL 0,9%, 7) mengobservasi tanda- tanda vital.
Dari hasil implementasi yang di peroleh dari kasus HIV AIDS pada Ny.R pada hari
senin, selasa, rabu dan kamis diRumah Sakit Prof.DR.W.Z Johannes Kupang diRuangan
Cempaka ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus pada pasien dengan HIV AIDS,
dimana pada tahap implementasi tidak semua intevensi dilakukan pada pasien HIV AIDS.
Karena implementasi yang dibuat disesuaikan dengan keadaan umum pasien.

EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dari hasil tindakan keperawaran yang diberikan kepada pasien Ny R dari tanggal
25-28 Juni 2018 untuk diagnosa keperawatan defisit volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, didapatkan hasil; pasien mengatakan badan masih terasa lemah dan
letih, pasien mengatakan BAB masih encer, ferkuensi 2x sehari, konsistensi cair, berawarna
kekuningan pada hari keempat implementasi, pasien mengatakan masih diare, masalah
belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawaran yang diberikan kepada pasien Ny R dari tanggal
25-28 Juni 2018 untuk diagnosa diare berhubungan dengan fraktor fisiologi (proses infeksi)
hasil evaluasi didapatkan hasil; pasien mengatakan masih diare, frekuensi 2 kali sehari,
berwarna kunig pada hari ke empat implementasi, masalah belum teratasi, intervensi
dilanjutkan.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawaran yang diberikan kepada pasien Ny R dari tanggal
25-28 Juni 2018 untuk diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme didapatkan hasil; pasien masih mengeluh demam, akral teraba hangat, hasil
TTV TD: 90/60 mmHg, Nadi: 87x/menit, Suhu 37,8ºC, pada hari ke empat implementasi ,
masalah belum teratasi intervensidilanjutkan

42
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian ASI pada situasi ibu mengidap infeksi HIV memerlukan pertimbangan atas
keuntungan dan kerugiannya. Meskipun memberi ASI artinya menambah risiko bayi tertular
HIV, tetapi untuk negara berkembang dengan sumber daya penyediaan susu formula terbatas,
peningkatan risiko tersebut dikompensasi dengan berkurangnya risiko kematian akibat
penggunaan susu formula yang tidak aman.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu
hamil yang juga menderita HIV.

43
DAFTAR PUSTAKA

Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS,


Jakarta : Salemba Medika
Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan.
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-pada-ibu-hiv
World Health Organization. HIV/AIDS: Data and statistics [Online Report]. 2015. Available
at: https://www.who.int/hiv/data/en/
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2014.
Komisi Penanggulangan AIDS DIY. Profil Data HIV/AIDS. Yogyakarta: Komisi
Penanggulangan AIDS DIY; 2015.
World Health Organization. Indonesia HIV Country Profile: 2014 [Online Report]. 2015.
Available at: http://cfs.hivci.org/country-factsheet.html
Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari
Ibu ke Anak. Jakarta: Kementerian kesehatan RI; 2015. Available at:
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Ma- najemen_PPIApdf.pdf

44

Anda mungkin juga menyukai