Anda di halaman 1dari 9

BAB VIII

KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

A. CPL-Mata Kuliah Materi Ke-7


1. S1.1 Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
relegius dalam mempelajari Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Islam
2. S2.1 Menjunjungi tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan
agama, moral dan etika dalam mempelajari Konsep Harta dan Kepemilikan dalam
Islam
3. S7.1 Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
4. KU1.1 Menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dalam Konsep Harta dan
Kepemilikan dalam Islam
5. KU5.1 Mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah Harta
dan Kepemilikan dalam Islam
6. KK2.1 Mampu menerapkan prinsip-prinsip Konsep Harta dan Kepemilikan dalam
Islam
7. P6.1 Menguasai Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Islam

B. Bahan Kajian: Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Islam


1. Konsep harta
2. Pengertian kepemilikan
3. Konsep kepemilikan
4. Pemanfaatan kepemilikan
5. Distribusi kekayaan

C. Bentuk Pembelajaran
Kuliah interaktif, Diskusi kelompok, Tanya jawab.

D. Ringkasasan Materi

1
KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

A. KONSEP HARTA
Dalam mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah menyediakan sumber dayanya
di alam raya ini. Allah Swt mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya.
Dan harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan. Tidak ada manusia yang
tidak membutuhkan harta, dalam Al- Qur’an, kata mal (harta) disebutkan dalam 90 ayat
lebih. Sedangkan di dalam hadits Rasulullah, kata harta banyak sekali disebutkan tidak
terhitung jumlahnya. Allah Swt menjadikan harta benda sebagai salah satu di antara dua
perhiasan kehidupan dunia. Allah Swt. berfirman yang artinya :
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” ( QS. Al –
Kahfi [18] : 46 ).
Kata harta dalam istilah ahli fikih berarti, “segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.”
Jenis Pembagian Harta
Harta benda dibagi menjadi dua kategori :
1. Pertama, harta berbentuk benda yaitu segala sesuatu yang berbentuk materi yang dapat
dirasakan oleh indera, seperti mobil dan lain sebagainya.
2. Kedua, harta berbentuk manfaat, yaitu faedah yang diperoleh dari suatu benda.
Harta juga dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan asumsi berikut ini :
Pertama : Perlindungan Syara’
1. Harta yang bernilai Yaitu harta yang memiliki harga. Orang yang membuat harta jenis
ini jika rusak harus menggantinya, apabila digunakan dengan cara yang tidak
sebagaimana mestinya. Harta ini dapat dikategorikan sebagai harta bernilai yang
berdasarkan dua ketentuan. harta yang merupakan hasil usaha dan bisa dimiliki. Kedua,
harta yang bisa dimanfaatkan menurut syara’ dalam keadaan lapang dan tidak mendesak,
seperti uang, rumah, dan sebagainya.
2. Harta yang tidak bernilai Yaitu harta yang tidak memenuhi salah satu dari dua kriteria di
atas. Seperti ikan di dalam air laut, semua ikan yang ada di dalam lautan bukan hak milik
siapapun. Demikian pula dengan minuman keras dan babi, kedua jenis harta ini tidak
termasuk harta yang bernilai bagi seorang muslim. Karena seorang muslim dilarang
untuk memanfaatkannya.
Kedua : Harta yang Bergerak dan Tidak Bergerak
1. Harta yang tidak bergerak Yaitu semua jenis harta yang tidak bisa dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Seperti tanah, bangunan, dan yang sejenisnya.
2. Harta yang bergerak Yaitu semua harta yang bisa dipindahkan dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Seperti mobil, perabotan rumah tangga, dan yang sejenisnya.
Ketiga : Harta yang memiliki Kesamaan
1. Harta yang serupa Yaitu jenis harta yang ada padanannya di pasar, sedikitpun tidak ada
perbedaannya. Seperti beras, kurma, dan yang sejenisnya.

2
2. Harta yang tidak serupa Yaitu harta yang pada dasarnya tidak ada padanannya. Seperti
sebuah permata langka. Atau harta yang mempunyai padanan, tetapi terdapat perbedaan
dalam memperlakukannya. Seperti hewan, pohon, dan sejenisnya.
Keempat : Harta yang konsumtif dan Tidak Konsumtif
1. Harta yang konsumtif Yaitu semua harta akan habis ketika dimanfaatkan. Seperti
makanan, minuman, dan yang sejenisnya.
2. Harta yang tidak konsumtif Yaitu harta yang dapat dimanfaatkan sementara bahannya
tetap ada. Seperti buku, mobil, dan yang sejenisnya.
Kelima : Harta yang Dapat Dimiliki dan Tidak Dapat Dimiliki
1. Harta yang mutlak dapat dimiliki Yaitu harta yang dikhususkan untuk kepentingan
umum. Seperti jalan umum, jembatan dan lain sebagainya.
2. Harta yang tidak dapat dimiliki kecuali atas izin syara’ Seperti harta yang telah
diwakafkan. Harta wakaf tidak boleh diperjualbelikan, kecuali dikhawatirkan atau jelas-
jelas biaya pengeluaran untuk menjaga harta wakaf itu lebih besar dari manfaat yang
diperoleh.
3. Harta yang dapat dimiliki. Harta ini adalah jenis harta yang tidak termasuk dalam dua
kategori di atas. Islam menganjurkan keharusan menjaga harta. Rasulullah Saw. melarang
untuk menghilangkan harta. Islam juga menyamakan kedudukan harta milik pribadi sama
dengan kedudukan harta milik umum, dalam hal memberikan perlindungan, penjagaan
dan menghormati kepemilikannya, selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Islam memandang harta sebagai salah satu bekal kehidupan dunia. Ia merupakan salah
satu sarana yang bisa mempermudah kehidupan manusia. Sehingga harta itu tidak dicela
karena digunakan pada hal-hal yang mungkar dan diharamkan. Harta juga tidak dipuji,
jika dipergunakan pada hal-hal yang baik. Harta hanya sebagai sarana jika
dipergunakan untuk kebaikan, maka ia akan menjadi baik dan jika dipergunakan untuk
keburukan maka ia akan menjadi buruk.

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM 


1. Harta Sebagai Perhiasan Hidup
Qs. Al-Kahfi 46
‫ا ْل َما ُل َوا ْلبَنُونَ ِزينَةُ ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
“Harta dan anak-anak itu merupakan perhiasan dunia” 

2. Harta Sebagai Kebutuhan Dasar


Qs. Al-Imran 14
َ ‫ض ِة َوا ْل َخ ْي ِل ا ْل ُم‬
‫س َّو َمة‬ َّ ِ‫ب َوا ْلف‬ َّ َ‫سا ِء َوا ْلبَنِينَ َوا ْلقَنَا ِطي ِر ا ْل ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمن‬
ِ ‫الذ َه‬ َ ِّ‫ت ِمنَ الن‬ ِ ‫ش َه َوا‬
َّ ‫س ُح ُّب ال‬ ِ ‫ُزيِّنَ لِلنَّا‬
ِ‫ب‬ َ
ِ ‫ث ذلِ َك َمتَا ُع ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ ُحسْنُ ا ْل َمآ‬ِ ‫َواأْل َ ْن َع ِام َوا ْل َح ْر‬

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang


diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
3
kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surge)”.

3. Harta Sebagai Fitnah


Qs. At-Taghabun 15
‫إِنَّ َما أَ ْم َوالُ ُك ْم َوأَ ْواَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ أَ ْج ٌر ع َِظي ٌم‬

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi


Allah-lah pahala yang besar”.

4.   Kecelakaan Bagi Penghamba Harta

‫س‬ َ ‫س ِخطَ تَ ِع‬


َ ‫س َوا ْنتَ َك‬ ِ ‫صة ِاِنْ أُ ْع ِط َي َر‬
َ َ‫ض َي َوان لَ ْم يُ ْعط‬ َ ‫الرهم وعبد‬
َ ‫الخ ِم ْي‬ ِ ‫س َع ْب ُد الدينا ِر وعبد‬ َ ‫ت َِع‬
َ ِ ‫َواِ َذ‬
َ َ‫اش ْي َك فالَا ْنتَق‬
)‫ش (روه البخارى‬
“Celakalah orang yang menjadi hamba dinar (uang) orang yang menjadi hamba
dirham, orang yang menjadi hamba pakaian, jika diberi ia bangga dan bila tidak
diberi ia marah, mudah-mudahan dia celaka dan merasa sakit, jika dia kena
suatu musibah dia tidak akan memperoleh jalan keluar”.

5. Penghamba Harta Adalah Terkutuk


‫لعن عبد الدينارلعن عبد الدرهم‬
“Terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yang
menjadi hamba dirham (Hr Tirmidzi) “

6. Segala Sesuatu Yang Ada Dibumi Adalah Mutlaq Milik Allah


ِ ‫ت َو َما فِي اأْل َ ْر‬
‫ض‬ َّ ‫هَّلِل ِ َما فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬

“Kepunyaan Allah lah apa-apa yang ada dilangit dan dibumi “

Dengan demikian dapatlah dipahami sebagai bentuk konsekuensi logis dari


keterangan diatas bahwa :
1. Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib
baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah
lainnya.
2. Cara-cara yang digunakan dalam pengambilan kegunaan terhadap suatu harta adalah
harus mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaanya dapat diatur oleh
masyarakat melalui wakil-wakilnya.
3. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya
memperoleh imbalan yang wajar
Selain penggunaan harta untuk kepentingan umum harus diperhatikan kepentingan
pribadi pun harus diperhatikan pula. Maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
4
1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepeentigan pribadi selama tidak
merugikan orang lain dan masyarakat.
2. Bagi pemilik harta boleh mengalihkan status kepemilikannya kepada orang lain
dengan cara menjual, menghibahkannya.

FUNGSI HARTA DALAM ISLAM


1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab sebuah kefakiran
cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran
3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya
4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu
6. Untuk menumbuhkan silaturahmi

MACAM-MACAM LARANGAN DALAM AKTIFITAS EKONOMI


Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa :
1. Memakan harta sesama manusia dengan jalan yang tidak halal atau batal.
2. Memakan harta yang didapat dengan jalan penipuan.
3. Dengan jalan melanggar janji atau sumpah yang telah di buat.
4. Dihasilkan dengan jalan mencuri

B. PENGERTIAN KEPEMILIKAN
Secara etimologi, Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata
"malaka" yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga
disebut dengan hak milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk)
sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau
mentasharrufkannya”.
Secara terminology, ada beberapa definisi Al Milk yang dikemukakan oleh para fukaha.
Wahbah al-Zuhaily memmberikan definisi al-milk (hak milik) sebagai berikut :
“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi
orang lain dari harta tersebut. Pemiliknya bebas melakukan tasharruf (semua bentuk
interaksi manusia) kecuali ada halangan. Halangan/ Batasan teknis ini dapat digambarkan
sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui
cara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara
barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh
orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati
manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak
terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih
terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.

5
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si
empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan
apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa
dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja
seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi
dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang
oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun
demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi
wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

C. KONSEP KEPEMILIKAN (Al-Mikiyah)


“Kepuyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia
maha kuasa atas segala sesuatu” (Al Maidah : 120)
Ayat di atas merupakan landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas
menunjukan bahwa Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan
tidak ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada
manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya. Jadi, hak milik yang telah
diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara
keseluruhan. Sehingga manusia memiliki hak milik tersebut bukanlah sebagai kepemilikan
bersifat rill. Sebab pada dasarnya manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak
milik tersebut. Oleh karena itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan
(hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada
orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta kekayaan
tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin
dari Allah SWT untuk memilikinya.

UNSUR-UNSUR KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM


Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private
property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
1. Kepemilikan Individu / Private Property (Mikiyah Fardhiah)
Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada
diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah
suratkan dalam Al Qur’an,
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk
dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup didunia, dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali
Imran:14)
Dalam ayat diatas dengan sangat jelas Allah menjelaskan bahwa kecenderungan
manusia terhadap kesenangan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, manusia terdorong
untuk memperolehnya dan berusaha untuk mendapatkannya. Hal ini sudah menjadi suatu
6
keharusan. Dari sinilah, maka usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu
hal yang fitri, dan merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.
Islam adalah agama yang fitrah, dan tidak ajaran yang terdapat didalamnya
bertentangan dengan fitrah manusia. Islam menghargai kecenderungan manusia pada hal-
hal yang indah dan menyenagkan. Oleh karena itu, setiap usaha dan upaya yang melarang
manusia untuk memperoleh kekayaan adalah sangat bertentangan dengan fitrah. Begitu
juga setiap usaha membatasi kekayaan manusia dengan takaran tertentu juga
bertentangan dengan fitrah. Islam tidak dihalng-halangi untuk memperoleh kekayaan
sebanyak-banyaknya. Manusia diberiakn kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh
kekayaan.
Hanya saja, Syariat membatasi dalam hal cara memperolehnya. Syariat telah
menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan. Setiap orang mempunyai tingkat
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya.apa bila
manusia diberiakan kebebasan cara memperolehnya, maka hanya aka nada segelintir
orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan terhalang untuk
memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya. Oleh karena itu,
kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu. Sedangkan,
pelarang terhadap kepemilikan barang harus ditentang, karena bertentangan dengan fitah
manusia. Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitas nya juga harus ditentang, karena
akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam
memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan social pada masyarakat.
Sungguh Islam adalah agama solusi. Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan
memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas.
Cara ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia akan mampu mengatur hubungan antar
manusia denga terpenuhinya kebutuhan.
2 Kepemilikan Umum / Public Property (Mikiyah Ammah)
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk
sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta. Benda-benda yang termasuk kedalam
kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’
memang diperuntukan untuk suatu komunitas masyarakat. Benda-benda yang termasuk
kedalam kepemilkan umum sebagai berikut:
a. Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas
maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.
b. Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
c. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya
oleh individu secara perorangan.
Rasulullah telah menjelaskan akan ketentuan benda-benda yang termasuk ke
dalam kepemilikan umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)
Anas meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas tersebut dengan menambahkan : wa

7
samanuhu haram (dan harganya haram ). Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): air, padang
dan api “. (HR.Ibnu Majah). Mengenai barang tambang, dapat diklasifikasikan ke
dalam dua: (1) Barang tambang yang terbatas jumlahnya, yang tidak termasuk
berjumlah besar menurut ukuran individu. (2) Barang tambang yang tidak terbatas
jumlahnya. Barang tambang yang terbatas jumlah dapat dimiliki secara pribadi.
Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin
dihabiskan, adalah termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin hamal:
“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw untuk mengelola tambang
garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang dari majlis
tersebut bertanya, “wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan
kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air yang
mengalir.” Rasululllah kemudian bersabda, “kalau begitu, cabut kembali tambang itu
darinya.” (HR. At Tirmidzi).

3. Kepemilikan Negara / State Property (Mikiyah Daulah)


Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim,
sementara pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan
harta-harta sebagai milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan
dan ijtihad. Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab
syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelola. Perbedaan harta
kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya tidak
dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat di
berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

MACAM-MACAM KEPEMILIKAN
Para ulama fiqh membagi kepemilikan kepada dua bentuk,yaitu:
1. Al milk At Tamm (milik sempurna)
Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga
seluruh hak yang terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini
bersifat mutlak, tidak dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain. Ciri-cirinya
diantaranya, (a). sejak awal kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna.
(b) Materi dan manfaatnya sudah ada sejak sejak pemilikan itu. (c) Pemilikannya tidak
dibatasi waktu. (d) kepemilikannya tidak dapat digugurkan.
2. Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai
orang lain. Adapun cirri-ciri nya adalah, (a) Boleh dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya.
(b) Tidak boleh diwariskan. (c) orang yang menggunakan manfaatnya wajib
mengeluarkan biaya pemeliharaan
8
D. PEMANFAATAN KEPEMILIKAN (Tasharuf fi al – Mikiyah)
Pemanfaatan pemilikan (tasharuf fi al – mal) adalah cara bagaimana sesuai dengan hukum
syariat seseorang memperlakukan harta kekayaannya. Ada dua bentuk pemanfaatan harta
yaitu:
1. Pengembangan harta (tanmiyat al-mal) yaitu pengembangan harta yang berkaitan dengan
cara dan sarana yang menghasilkan pertambahan harta yaitu; pertanian, perdagangan,
industri dan investasi uang pada sektor jasa.
2. Penggunaan harta (infaq al-mal) yaitu pemanfaatan harta dengan atau tanpa manfaat
materil yang diperoleh. Islam mendorong umat manusia untuk menggunakan hartanya
tidak hanya sekedar untuk kepentingan pribadi tapi juga untuk kepentingan sosial. Seperti
membayar zakat, infak, sedekah, hadiah, hibah dan lain-lain.

E. DISTRIBUSI KEKAYAAN (Tauzi’ Ats-Tsarwah bayna An-Nas)


Instrumen distribusi kekayaan dalam islam melalui beberapa aturan yaitu sebagai
berikut:
1. Wajibnya muzakki (orang yang berzakat) membayar zakatnya dan diberikan kepada
mustahiq (orang yang berhak menerima zakat)
2. Hak setiap warga negara untuk memanfaatkan kepemilikan umum. Negara berhak
mengelola secara optimal dan efisien serta mendistribusikannya kepada masyarakat
secara adil dan proporsional
3. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal bagi yang
memerlukannya
4. Pemberi harta waris kepada ahli warisnya
5. Larangan menimbun emas dan perak sekalipun telah dikeluarkan zakatnya.

Anda mungkin juga menyukai