Anda di halaman 1dari 2

Daftar Isi

Pemecahan Masalah?, 29 Sep 2010

Pemecahan Masalah?
Lampung Post, 29 Sep 2010. Tri Wahyuni: Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung.
BAHASA merupakan persoalan yang kompleks dan dinamis. Pertumbuhannya
mengiringi laju peradaban sebuah bangsa. Entah karena asyik atau karena latah,
bahasa yang dipakai dalam masyarakat sering mengabaikan unsur logika.
Dengan dalih yang penting saling mengerti logika bahasa “diperkosa” sedemikian
rupa sehingga kehilangan alurnya, keluar dari relnya.
Banyak contoh penggunaan bahasa yang cenderung salah kaprah, seolah-olah
masyarakat kita ini sudah sangat akrab dengan kesalahkaprahan. Sesuatu yang salah
dianggap sebagai sesuatu yang lumrah karena sudah menjadi kebiasaan dalam
masyarakat.
Kosakata bahasa Indonesia banyak diperkaya dengan kata-kata serapan dari bahasa
daerah yang ada di Indonesia dan bahasa asing. Proses pengayaan ini juga melalui
beberapa jalan, di antaranya ialah proses pemadanan kata dan proses penerjemahan
dari bahasa asing.
Seperti kita ketahui, banyak faktor yang mendasari masuknya kosakata bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah penjajahan dan penyebaran agama ke
wilayah nusantara ini. Salah satu contoh pengayaan khazanah bahasa Indonesia adalah
dengan cara menerjemahkan bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) ke bahasa
Indonesia.
Di antara kita tentu pernah mendengar pemakaian frasa pemecahan masalah. Apakah
pemakaian frasa itu sudah tepat? Frasa pemecahan masalah adalah bentuk terjemahan
dari problem solving. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bentuk dasar kata
pemecahan adalah pecah yang berarti (1) terbelah menjadi beberapa bagian, (2) retak
atau rekah, (3) rusak atau belah kulitnya,(4) menjadi cair atau bergumpal-gumpal, (5)
bercerai-cerai; tidak kompak, (6) tersiar, (7) mulai, (8) kalah, (9) sember, (10) bubar,
usai, (11) terkalahkan.
Dari semua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pecah berarti terbelah menjadi
bagian-bagian kecil, seperti gelas yang apabila dibanting, maka akan pecah dan akan
terbagi menjadi kepingan-kepingan kecil yang banyak jumlahnya. Itu artinya, ketepatan
penerjemahan problem solving menjadi pemecahan masalah itu perlu dikaji ulang.
Pemecahan masalah bisa dikatakan tidak tepat karena dapat diartikan bukan membuat
masalah menjadi beres, melainkan malah membuat sebuah masalah menjadi masalah-
masalah kecil yang lain dan berjumlah banyak.
Secara semantis, makna problem solving adalah mencari jalan keluar penyelesaian
sebuah masalah. Jadi, akan lebih tepat apabila problem solving diartikan sebagai
penyelesaian masalah bukan pemecahan masalah. Seandainya logika dipakai untuk
mengejawantahkan sebuah bahasa tentu syahdu sekali dirasakan. Kalau sebuah
masalah justru malah terpecah menjadi beberapa bagian, maka pantas saja banyak
masalah di negara kita ini yang tak tuntas dan justru malah menjadi masalah-masalah
yang lain.
Kehati-hatian, ketelitian, dan kekreatifan seorang penerjemah sangat dituntut untuk
menghasilkan sebuah terjemahan yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang
menjembatani sebuah informasi kepada khalayak. Apabila terjadi kesalahan sedikit saja
dalam menerjemahkan sebuah kosakata yang merupakan sebuah unsur serapan, akan
fatal akibatnya.
Kepekaan seorang pembaca juga dibutuhkan untuk menghasilkan hubungan timbal
balik yang romantis sehingga tercipta kondisi berbahasa yang berjiwa. Lalu, masihkah
kita akan memecahkan masalah? Atau, hendak menyelesaikannya dengan tuntas.***

Anda mungkin juga menyukai