Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

AL MASYAQOTTU TAJLIBU TAYSIR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaid Fiqhiyyah


Dosen Pengampu : Ustman Syarifuddin, M.Pd

KAMPUS ASWAJA

Di susun oleh :

Choirudin Sidik (B. 201902218)


Dwi Indriyani (B. 201902204)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT UMMUL QURO AL – ISLAMI BOGOR
1443 H / 2021 M

1
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang

Dalam menjalani hidup, manusia akan mengalami berbagai peristiwa yang


menyebabkannmya merasa senang, susah, gembira, sedih,aman,dan lain sebagainya. Sebagai
agama yang Rohmatallil „alamin,

Islam memberikan perhatian besar pada unsur-unsur kesulitan yangdialami umatnya. Syariat
Islam menjaga sebuah prinsip menghilangkan sebuah kesukaran dan subjek hukum dalam
keseluruhan hukum syar‟i yang diatur dengan kaidah-kaidah baku dan dasar-dasar permanen
yang dapatdijadikan sebagai media penyimpulan hukum (istinbath) ketika tidak ditemukan dalil
syar‟i atau Ketika asy- syaari‟(pembuat hukum syara‟) berdiam diri mengenai status perkara
tertentu.Pada dasarnya hukum syariah bukanlah untuk mempersulit umatIslam. Hal ini
berdasarkan kenyamanan, keringanan, dan untukmenghilangkan kesulitan masyarakat. Oleh
karena itu, penulis inginmemaparkan kaidah tentang Al-Masyaqqah Tajlibut Taysir.

B. Rumusan Masalah

1.Apakah yang dimaksud kaidah Al-Masyaqqah Tajlibut Taysir  ?


2.Bagaimana dasar hukum kaidah  Al-Masyaqqah Tajlibut Taysir ?
3.Apa saja macam-macamAl-Masyaqqah Tajlibut Taysir?
4.Bagaimanalah penerapannya dalam muamalah?

C.Tujuan Rumusan Masalah

1.Memahami apa itu kaidah Al-Masyaqqah Tajlibut Taysir 


2.Mengetahui dasar hukum kaidah AL-Masyaqqah Tajlibut Taysir 
3.Memahami macam-macamAl-Masyaqqah Tajlibut Taysir 
4.Mengetahui penerapannya dalam bidang muamalah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah (Al- Masyaqqah Tajlibu Taysir)

Secara etimologi Al – Masyaqqah adalah al – ta’ab yang berarti kelelahan, kesulitan, dan
kesukaran.1 Sedangkan al-taysir  secara etimologis berarti kemudahan. Jadi makna kaidah
tersebut adalah kesulitan menyebabkan adanya kemudahan. Maksudnya adalah hukum-
hukumsyariah didasarkan atas kenyamanan, keringanan, dan menghilangkan kesulitan. Hukum-
hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf
maka syariah meringankannya agar mukallaf dapat melaksanakan hukum tersebut tanpa
kesulitan dan kesukaran.

B. Sumber Hukum Kaidah

Sumber hukum dalam kaidah ini terdapat pada ayat Al-qur‟an dan hadist. Ayat-ayat yang
menjadi dasar hukum sudah dipastikan salingmelengkapi dan menguatkan dalam syariah Islam
yang inginmenghilangkan kesulitan dari umatnya.

Prinsip ayat tersebut juga meniscayakan bahwa hukum syar‟i tidak pernah menuntut
kesulitanmelewati natas kemampuan hamba-Nya. Adapun sumber hukum kaidah :

1.Sumber hukum Al-qur‟an :

a. QS. Al-Ma‟idah : 6

ٗ‫ج َّو ٰل ِك ْن ي ُِّر ْي ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَه‬ ‫ر‬ ‫ح‬ ْ


‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ُ
‫ك‬ ْ
‫ي‬ َ ‫ل‬‫ع‬َ ‫ل‬ ‫ع‬ ْ‫ج‬ ‫ي‬‫ل‬ ُ ‫ما يُر ْي ُد هّٰللا‬
ٍ َ َ ِّ ْ َ َ َ ِ ِ َ
)6( ‫ُون‬ ْ ‫َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر‬
Artinya : “ Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

1
Tim, Kamus Al Munir ( Kamus lengkap Arab-Indonesia ) , (Surabaya : Kashiko, 2000), 302

3
b. Q.S Al Baqarah : 185

‫ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ ِب ُك ُم ْاليُسْ َر َواَل ي ُِر ْي ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ َر َۖولِ ُت ْك ِملُوا‬


‫هّٰللا‬
َ ‫ْال ِع َّد َة َولِ ُت َك ِّبرُوا َ َع ٰلى َما َه ٰدى ُك ْم َو َل َعلَّ ُك ْم َت ْش ُكر ُْو‬
)185( ‫ن‬

Artinya :  Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.

2. Sumber Hukum Hadist :

a. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫يَ َّس َرا َوالَ تُ َعسَّراَ َوبَ َّش َرا َوالَ تُنَفَّ َرا َوتَطَا َوعا َ َوالَ تَ ْختَلِفَا‬
Artinya : “Mudahkanlah, Janganlah mempersulit dan membuat manusia lari (dari
kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan
berselisih.” (HR. Al Bukhari).

C. Macam Macam Masyaqqah

Al Masyaqqah sendiri bersifat individual maksudnya, bagi sesorang mungkin


masyaqqah tetapi bagi orang lain tidak merasa masyaqqah. Akan tetapi, ada standar
umum yang sesungguhnya bukan masyaqqah dan karenanya tidak menyebabkan
keringanan di dalam pelaksanaan ibadah, seperti merasa berat ketika berwudhu di musim
dingin, dan merasa berat puasa pada musim panas. Masyaqqah seperti initidak
menyebabkan keringanan dalam ibadah , sebab apabila dibolehkan keringanan dalam
masyaqqah akan menyebabkan lalainya manusia dalam melaksanakan ibadah.

Dalam hukum Islam,ada hukum azimah dan hukum rukhsah.Hukum azimah


adalah hukum yang berlaku secara umum kepada semua mukallaf tanpa adanya kesulitan.
Sedangkan, hukum rukhsah adalahhukum tentang keringanan yang dilakukan oleh karena
adanya kesulitan.Masyaqqah menimbulkan hukum rukhsah pada kondisi darurat dan
kebutuhan hajat. Oleh karena itu, para ulama membagi masyaqqah menjadi tiga
tingkatan, yaitu:

4
1.  Al-Masyaqqah al-Azhimmah (kesulitan yang sangat berat), seperti
kekhawatiran akan hilangnya jiwa atau rusaknya anggota badan yang
menyebabkan tidak bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna.

2. Al-Masyaqqah al-Mutawasithah (kesulitan yang pertengahan), tidaksangat


berat juga tidak sangat ringan) Masyaqqah seperti ini harusdipertimbangkan, apabila
lebih dekat kepada masyaqqah yang
sangat berat, maka ada kemudahan. Apabila lebih dekat kepada masyaqqah yang ringan,
maka tidak ada kemudahan.

3.  Al-Masyaqqah al-Khafifah (kesulitan yang ringan), seperti merasa lapar waktu


puasa, letih Ketika tawaf dan sai dan lain sebagainya. Masyaqqah seperti ini dapat
ditanggulangi dengan cara sabar dantabah dalam melaksanakan ibadah. Alasannya,
kemaslahatan dunia danakhirat yang tercermin dalam ibadah lebih utama dari pada
masyaqqah ringan ini.

D. Sebab Sebab Adanya Kesulitan

Abdurrahman as Suyuti dalam al Asyba’ wan Nadhoirnya menyebutkan ada beberapa


macam sebab-sebab yang menyebabkan kesulitan :

1. Karena safar (bepergian) Misalnya boleh mengqashar shalat wajib , boleh berbuka puasa,
meninggalkan salat jum’at.

2. Keadaan sakit Misalnya boleh tayamum ketika sulit memakai air, shalat fardu sambil
duduk,

3. Lupa (an nisyan) Misalnya seseorang lupa makan dan minum pada waktu puasa, lupa
mengerjakan shalat lalu teringat dan melakukannya diluar waktunya, lupa berbicara
diwaktu shalat padahal belum melakukan salam.

E. Penerapan Kaidah dalam bidang Muamalah

Dibolehkan hanya melihat apa yang mungkin dapat dilihat, seperti menjual apa yang ada
dalam kaleng/botol, dan lain-lain.
Maka pendapat yang benar adalah dibolehkan jual beli seperti itu disertai adanya gharar yasir
(ketidak jelasan yang sedikit), karena jual beli ini membawa maslahat bagi manusia. Berkenaan
dengan makanan yang ada dalam kaleng atau botol jika dibuka tutup kalengnya, atau
tutup botolnya, tentu makanan atau minuman yang ada di dalamnya akanmenjadi rusak. Untuk
kemaslahatan agar makanan itu tidak rusak,maka dibolehkan (sah) jual beli hanya melihat apa

5
yang dapat dilihat,yaitu yang di luarnya saja, dengan tulisan, label dan lain-lain, dengan tidak
melihat langsung makanan atau minuman itu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kaidah Al-Masyaqqah Tajlibut Taysir  adalah hukum-hukum syariah didasarkan


atas kenyamanan, keringanan, dan menghilangkan kesulitan. Hukum-hukum yang dalam
penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf,maka syariah
meringankannya agar mukallaf dapat melaksanakan hukum tersebut tanpa kesulitan dan
kesukaran. Dasar hukum kaidah ini terdapat pada Al-qur‟an salah satunya dalam QA. Al-
Baqarah : 185, juga ada pada HR. Bukhari dan Muslim.

Masyaqqah dibagi menjadi tiga tingkat yaitu kesulitan tingkat tinggi, kesulitan tingkat
pertengahan, dan kesulitan tingkat rendah. Dalam kaidah ini dapat diterapkan pada tujuh
kondisi yaitu, dalam keadaan sakit,sedang dalam perjalanan, keadaan yang dapat
membahayakankeberlangsungan hidup, kesulitan, lupa, ketidak tahuan, dan kekurang
mampuan bertindak hukum.

Penerapan kaidah dalam bidang muamalah sebagai mana


contohnya diperbolehkan menjual barang apa yang hanya dapat dilibat dari luarnya saja.
Seperti menjual makanan dalam kemasan/kotak yang memungkinkan konsumen tidak
dapat melihat bagian dalamnya, tetapi apabila kemasan dibuka dapat merusak makanan
tersebut.

6
Daftar Pustaka

Tim. 2000. Kamus Al-Munir (Kamus Lengkap Arab-Indonesia) Surabaya:Kashiko

Musbikin, Imam. 2001.Qawa‟id Al -Fiqhiyah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

 Djazuli, A. Kaidah-kaidah Fikih (Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan


Masalah-Masalah yang Praktis). Jakarta: Kencana

Azhari ,Fathurrahman. 2015. Qawaid  Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin :Lembaga


Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU)

Arfan, Abbas. 2013.99 Kaidah Fiqh Muamalah Kulliyyah.Malang : UIN Maliki Press.

Anda mungkin juga menyukai