Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

“Sesak”

Disusun Oleh : KELOMPOK 5

Nursafitri Muksin (09401911001)

Muhammad Fathul Khoir (09401911013)

Andryan Kurniawan Yau (09401911014)

Sri Rahayu Ode Abu (09401911018)

Vivi Velayati Sangadji (09401911020)

Rahmawati Bakar (09401911021)

Daisy Aurelia (09401911027)

Dzatilah Fitri (09401911032)

Muhammad Radi Sangadji (09401911037)

Nadya K. Wijaya (09401911043)


BLOK RESPIRASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020
SKENARIO

Seorang laki laki usia 60 tahun datang ke Puskesmas Gambesi dengan keluhan sesak
napas yang semakin memberat sejak 2 hari sebelumnya. Sesak telah dialami dalam 1 tahun
terakhir, pasien pernah masuk IGD satu kali karena sesak, 3 bulan yang lalu.
Sesak disertai dengan keluhan batuk berdahak putih kental dengan jumlah dahak yang
semakin bertambah. Riwayat merokok 1 bungkus (12 batang)/ hari, selama 20 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju respirasi 26x/menit, bentuk dada barrel chest,
ekspirasi tedengar lebih panjang dibandingkan inspirasi dan terdapat wheezing minimal pada
kedua lapang paru.

KATA SULIT
• Barrel chest

• Wheezing

KALIMAT KUNCI

1. Laki laki usia 60 tahun


2. Keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 2 hari sebelumnya.
3. Sesak telah dialami dalam 1 tahun terakhir, pasien pernah masuk IGD satu kali karena
sesak, 3 bulan yang lalu.
4. Sesak disertai dengan keluhan batuk berdahak putih kental dengan jumlah dahak yang
semakin bertambah.
5. Riwayat merokok 1 bungkus (12 batang)/ hari, selama 20 tahun.
6. Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju respirasi 26x/menit, bentuk dada barrel chest,
ekspirasi tedengar lebih panjang dibandingkan inspirasi dan terdapat wheezing
minimal pada kedua lapang paru.

PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari saluran pernapasan !
2. Jelaskan defenisi batuk, demam, sesak !
3. Jelaskan jenis – jenis dahak !
4. Jelaskan macam – macam bunyi paru pada manusia !
5. Jelaskan bentuk abnormal pada dada manusia !
6. Jelaskan mekanisme gejala dari sesak dan batuk !
7. Jelaskan hubungan gejala dan merokok !
8. Jelaskan DD !
a) PPOK
b) Bronkiektasis

JAWABAN

1) Jelaskan anatomi dan fisiologi dari saluran pernapasan !


Anatomi saluran pernapasan

Anatomi Sistem Respirasi Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi
yang terdiri dari cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminal; dan bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang terdiri dari
bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli. Menurut klasifikasi berdasarkan
saluran napas atas dan bawah, saluran napas atas terbatas hingga faring sedangkan
saluran napas bawah dimulai dari laring, trakea, bronkus dan berakhir di paru.15(Ganong
2005)

Fisiologi saluran pernapasan


Fungsi utama saluran pernapasan adalah pertukaran gas. Dalam prose ini, udara
memasuki tubuh pada saat inhalasi (inspirasi); kemudian udara pernapasan tersebut
berjalan di sepanjang traktus respiratorius melalui pertukaran oksigen dan karbon
dioksida di tingkat jaringan; dan akhirnya karbon dioksida dihembuskan keluar pada saat
eksalasi (ekspirasi).
Saluran napas atas, yang tersusun atas rongga hidung, mulut, faring dan laring,
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru. Daerah ini bertangggung jawab atas
penghangatan, pelembapan (humidifikasi, serta penyaringan udara dan demikian
melindungi saluran napas bawah dari benda asing
Saluran napas bawah terdiri dari trakea, bronkus utama, bronkus sekunder (percabangan
bronkus), bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Struktur ini merupakan ruang hampa
anatomic (anatomic dead space) dan hanya berfungsi sebagai lintasan untuk mengalirkan
udara ke dalam serta ke luar paru-paru.
( Buku Ajar Patofisiologi Kowalak-Welsh-Mayer, hal 218)

2) Jelaskan defenisi batuk dan sesak !

Batuk :

Batuk adalah suatu refleks napas yang terjadi karena adanya rangsangan resetor iritan
yang terdapat di seluruh saluran napas. Batuk juga dapat merupakan akibat dari penyakit
telinga atau gangguan perut yang mengakibatkan iritasi diafraga.

Buku IPD jilid II edisi VI

Sesak :

Sesak napas (dyspnea) adalah suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi
subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang
berbeda intensitinya.
Jurnal FK Unmul

3) Jelaskan jenis – jenis dahak !

Ada 4 jenis sputum yang rnempunyai karakteristik yang berbeda :

Serous :
 Jernih dan encer, pada edema paru akut.
 Berbusa, kernerahan, pada alveolar celi cancer.
Mukoid :

 Jernih keabu-abuan, pada bronkitis kronik.


 Putih kental, pada asrna.
Purulen :

 Kuning, pada pneumonia,


 Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.
Rusty (Blood-stained):

 Kuning tua/coklat/rnerah-kecokla- tan seperti warna karat, pada Pneumococcal


pneumonia dan edema paru.
Sumber : IPD edisi 6 jilid I

4) Jelaskan macam – macam bunyi paru pada manusia !


1) Suara Paru-Paru Normal

Pada suara paru-paru normal, dapat dibagi lagi menjadi 4 bagian. Pembagian ini
didasarkan pada posisi stetoskop pada saat auskultasi (Ramadhan, M,Z. 2012)..
Pembagian yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Tracheal Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian tracheal, yaitu pada bagian
larik dan pangkal leher.
2. Bronchial Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian bronchial, yaitu suara pada
bagian percabangan antara paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
3. Bronchovesicular Sound, suara ini didengar pada bagian ronchus, yaitu tepat pada
bagian dada sebelah kanan atau kiri.
4. Vesicular Sound, suara yang dapat didengar pada bagian vesicular, yaitu bagian dada
samping dan dada dekat perut.
suara paru-paru berdasarkan lokasi auskultasi

2) Suara Paru-Paru Abnormal

Pada saat dilakukan auskultasi, tidak jarang dapat didengar suara paru-paru yang
normal (normal sound) namun terdengar di tempat yang tidak seharusnya pada bagian
interior dan posterior. Hal ini menyebabkan suara paru-paru yang didengar digolongkan
pada suara abnormal. Beberapa bagian dari suara abnormal menurut Ramadhan,M,Z
(2012) seperti berikut :

a. Decreased Breath Sound (Absent)


Sering ditemukan suara paru-paru tidak terdengar pada bagian dada atau dapat
dikatakan suara menghilang yang dapat berarti terdapat suatu masalah pada bagian
tersebut. Masalah yang terjadi dapat disebabkan oleh penyakit seperti daging yang
tumbuh hingga paru-paru yang mengecil.

b. Bronchial
Terdengar suara inspirasi keras disusul dengan ekspirasi yang lebih keras lagi.
Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan stetoskop.
Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara ekspirasi
terdengar lebih lama dibanding suara inspirasi. Jika suara ini terdengar dimana-mana
kecuali di manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat daerah
konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.

c. Harsh Vesicular
Suara pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang paling
umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru. Suaranya lembut dan pitch
rendah. Suara inspirasi lebih panjang dibanding suara ekspirasi. Apabila suara terdengar
lebih kuat dari biasanya dapat berarti tergolong suara abnormal dan dapat digolongkan
sebagai harsh vesicular.

3) Suara paru-paru tambahan (Adventitious Sounds)

Kategori terakhir dari suara paru-paru yaitu suara tambahan (adventitious sound).
Suara paru-paru tambahan ini muncul karena adanya kelainan pada paru-paru yang
disebabkan oleh penyakit. Beberapa contoh suara tambahan pada paru-paru menurut
Ramadhan,M,Z (2012), yaitu :

a. Crackles
Crackles adalah jenis suara yang bersifat discontinuous (terputus-putus), pendek,
dan kasar. Suara ini umumnya terdengar pada proses inspirasi. Suara crackles ini juga
sering disebut dengan nama rales atau crepitation. Suara ini dapat diklasifikasikan
sebagai fine, yaitu memiliki pitch tinggi, lembut, sangat singkat. Atau sebagai coarse,
yaitu pitch rendah, lebih keras, tidak terlalu singkat. Spectrum frekuensi suara crackles
antara 100-2000Hz (Sovijarvi, et al. 2000).
Suara crackles dihasilkan akibat dua proses yang terjadi. Proses pertama yaitu
ketika terdapat saluran udara yang sempit tiba-tiba terbuka hingga menimbulkan suara
mirip seperti suara “plop” yang terdengar saat bibir yang dibasahi tiba-tiba dibuka.
Apabila terjadi di daerah bronchioles maka akan tercipta fine crackles. Proses kedua,
ketika gelembung udara keluar pada pulmonary edema. Kondisi yang berhubungan
dengan terjadinya crakle :
• Asma
• Bronchiectasis
• Chronic bronchitis
• ARDS
• Early CHF
• Consolidation
• Interstitial lung disease
• Pulmonary edema

b. Wheeze
Suara ini dihasilkan oleh pergerakan udara turbulen melalui lumen jalan nafas
yang sempit. Wheeze merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, memiliki pitch tinggi,
lebih sering terdengar pada proses ekspirasi. Suara ini terjadi saat aliran udara melalui
saluran udara yang menyempit karena sekresi, benda asing ataupun luka yang
menghalangi. Jika Wheeze terjadi, terdapat perubahan setelah bernafas dalam atau batuk.
Wheeze yang terdengar akan menandakan peak ekspirasi yang 50% lebih rendah
dibandingkan dengan pernafasan normal. Terdapat dua macam suara Wheeze, yaitu :
• Suara monophonic yaitu suara yang terjadi karena adanya blok pada satu saluran nafas,
biasanya sering terjadi saat tumor menekan dinding bronchioles.
• Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena adanya halangan pada semua saluran
nafas pada saat proses ekspirasi. Kondisi yang menyebakan wheezing :
• Asthma
• CHF
• Cronic bronchitis
• COPD
• Pulmonary edema

c. Ronchi
Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip seperti
Wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse ratling
sound. Suara ini menunjukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh sekresi.
Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu :
• Pneumonia
• Asthma
• Bronchitis
• Bronkopasme

d. Stridor
Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar keras pada trachea.
Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea atau pada larynx sehingga sangat
dianjurkan pertolongan medis.

e. Pleural Rub
Pleural rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau menggeretak yang
terjadi saat permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan bergesekan satu dan
lainnya. Suaranya dapat bersifat kontiniu atau diskontiniu. Biasanya terlokasi pada suatu
tempat di dinding dada dan terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi. Beberapa
kondisi yang menyebabkan pleural rub :
• Pleurisy
• Pneumonia
• Tuberculosis
• Pleural effusion

5) Jelaskan bentuk abnormal pada dada manusia !


1. Pigeon chest : sternum ½ distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding
thorax terkompresi ke medial (seperti dada burung), etiologi ricketsia dan kelainan
kongenital.

2. Funnel chest : bagian distal sternum terdorong kedalam/mencekung. Penyebabnya


adalah penyakit ricketsia dan kongenital.

3. Flat chest : diameter anterioposterior memendek. Etiologinya adalah adanya


bilateral pleura-pulmonary fibrosis.

4. Barrel chest (Thorax emfisematous) : diameter anteroposterior memanjang.


Terdapat pada penyakit PPOK.

Ciri-ciri:
 Iga-iga mendatar
 Sela iga melebar
 Sudut epigastrium tumpul
 Diafragma mendatar
5. Unilateral Flattening : salah satu hemi thoraks menjadi lebih pipih, contoh pada
fibrosis
paru atau fibrosis pleura (schwarte).
6. Unilateral prominence, contoh pada kondisi :
 Efusi Pleura yang banyak
 Pneumo thorax
 Tumor paru
Sumber : Bickley, LS. 2012. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan riwayat kesehatan.
Jakarta: EGC

6) Jelaskan mekanisme gejala dari sesak dan batuk !


mekanisme sesak !

Buku Patofisiologi Sylvia


Sumber: Guyton_and_Hall_Textbook_of_Medical_Physiology_12th_Ed hal. 473

Refleks Batuk
Bronkus dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga bila
terdapat benda asing atau penyebab iritasi lainnya walaupun dalam jumlah sedikit akan
menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat trakea bercabang menjadi
bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli
bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia korosif seperti gas sulfur dioksida
atau klorin. Impuls aferen yang berasal dari saluran pernapasan terutama berjalan
melalui nervus vagus ke medula otak. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis
digerakkan oleh lintasan neuronal medula, yang menyebabkan efek sebagai berikut.
Pertama, kira-kira 2,5 L udara diinspirasi secara cepat.

Kedua, epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat
udara dalam paru. Ketiga, otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong
diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga
berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam paru meningkat secara cepat
sampai 100 mm Hg atau lebih. Keempat, pita suara dengan epiglotis
sekonyongkonyong terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru ini
meledak keluar. Tentu saja, udara ini kadang-kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75
sampai 100 mil/ jam. Hal yang penting, adalah kompresi kuat pada paru yang
menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps melalui invaginasi bagian yang tidak
berkartilago ke arah dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar
mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat
tersebut biasanya membawa pula benda asing apa pun yang terdapat dalam bronkus
atau trakea.

Sumber: Guyton_and_Hall_Textbook_of_Medical_Physiology_12th_Ed hal. 473


Seluruh saluran napas, dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan
agar tetap lembap oleh lapisan mukus yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini
disekresikan sebagian oleh sel goblet mukosa dalam lapisan epitel saluran napas, dan
sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Selain untuk mempertahankan
kelembapan permukaan, mukus juga menangkap partikel-partikel kecil dari udara
inspirasi dan menahannya agar tidak sampai ke alveoli. Mukus itu sendiri dikeluarkan
dari saluran napas dengan cara sebagai berikut.

Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun dalam saluran
napas bagian bawah sampai sejauh bronkiolus terminalis, dilapisi oleh epitel bersilia,
dengan kira-kira 200 silia pada setiap sel epitel. Silia ini terus-menerus "mendorong"
dengan kecepatan 10-20 x/detik dengan mekanisme yang telah dijelaskan pada Bab 2,
dan arah "kekuatan mendayungnya" selalu mengarah ke faring. Dengan demikian, silia
dalam paru mendorong ke arah atas, sedangkan silia dalam hidung mendorong ke arah
bawah. Dorongan yang terus-menerus ini menyebabkan selubung mukus ini mengalir
dengan lambat, pada kecepatan beberapa milimeter per menit, ke arah faring.
Kemudian mukus dan partikel-partikel yang dijeratnya ditelan atau dibatukkan keluar.

Sumber: Guyton_and_Hall_Textbook_of_Medical_Physiology_12th_Ed hal. 473

7) Jelaskan hubungan gejala dan merokok !

Merokok menyebabkan perubahan struktur, fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru.
Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Asap rokok dan zat iritan
lain akan mengaktifkan mikrofag dan sel epitel disaluran pernapasan yang melepaskan
neutrofil dan faktor kemotaktik termasuk interleukin-8 dan leukotrien B4. Neutrofil dan
makrofag kemudian melepaskan enzim protease yang menghancurkan jaringan ikat di
parenkim paru sehingga mengakibatkan terjadinya emfisema dan juga merangsang
hipersekresi mukus yang menyebabkan terjadinya obstruksi saluran pernapasan.

Sumber : JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA

8) Jelaskan DD !
a) PPOK
a) Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) adalah istilah yang digunakan untuk
sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang dengan
karakteristik keterbatasan saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
(sumber : Kementrian kesehatan indonesia, Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD), dan jurnal kedokteran UMS 2018)
b) Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2002 PPOK menempati
urutan kelima sebagai penyebab kematian di dunia dan WHO memprediksi tahun
2030 PPOK akan menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian di dunia.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukan bahwa
prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.4 Pada survey penderita PPOK di
17 Puskesmas yang berada di Jawa Timur, prevalensi emfisema paru 13,5%,
bronkitis kronik 13,5%, dan asma 7,7%.4. (Jurnal Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017 | 43)
Tahun 2020 World Health Organization (WHO) memperkirakan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK setelah
penyakit jantung koroner dan stroke.3 Data penderita PPOK di Amerika Serikat
pada tahun 2007 menunjukkan bahwa pada laki-laki sebesar 11,8% dan
perempuan 8,5% mengidap PPOK. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara
Asia Tenggara prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)
dari total penduduknya.4 Indonesia tidak ada data yang akurat tentang PPOK.
Namun, hasil survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima
rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa PPOK cukup banyak kasus yang kita jumpai dibandingkan penyakit
saluran nafas non-infeksi lainnya.(Jurnal Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 hal. 143-144)

c) Etiologi
- Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu dan gas kimiawi
- Faktor usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan menurunnya
fungsi paru-paru
- Infeksi sistem pernapasan akut seperti pneumonia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini beresiko mendapat PPOK
- Keadaan menurunnya Alfa antitripsin titik enzim ini dapat melindungi
paru-paru dari proses peradangan titik menurunnya MC ini
menyebabkan seseorang menderita emfisema pada saat masih muda
walaupun tidak ada riwayat merokok
d) Patomekanisme

Sumber:Jurnal kedokteran universitas udayana 2017


e) Manifestasi klinis
 Penurunan kemampuan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat dan
keadaan ini terjadi karena penurunan cadangan paru.
 Batuk produktif akibat stimulasi reflek batuk oleh mucus.
 Dispnea pada aktivitas fisik ringan.
 Infeksi saluran napas yang sering terjadi.
 Hipoksemia intermiten atau kontinu.
 Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata.
 Deformitas toraks.

Sumber : Buku ajar patofisiologi kowalak

f) Diagnosis
a. Anamnesis
Jika pasien mengalami gejala sesak napas. batuk kronis, produksi sputum
kronis, dan terdapat paparan faktor risiko, diagnosis klinis PPOK dapat
dipertimbangkan. Sesak napas pada pasien PPOK bersifat progresif,
menetap, dan memburuk dengan olah raga/ aktivitas. Sedangkan batuk
kronis bersifat intermiten dan mungkin unproductive.
b. Pemeriksaan fisis
Dapat ditemukan barrel chest, penggunaan otot bantu napas, pelebaran sela
iga, fremitus melemah, hipersonor, vesikuler normal/melemah, ekspirasi
memanjang, wheezing.
c. Pemeriksaan penunjang
 Foto toraks
Terdapat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar,
corakan bronkovaskular meningkat, jantung pendulum
 Spirometri
Alat ini dibutuhkan untuk memastikan diagnosis klinis dari PPOK.
Jika tidak memiliki fasilitas spirometri di tempat praktik, diagnosis
PPOK dapat ditegakkan secara klinis. Pada pasien usia >40 tahun
dengan gejala yang mengarah ke PPOK, sangat dianjurkan untuk
dilakukan tes spirometri. Setelah penggunaan bronkodilator, hasil
VEP ,I KVP < 70% (0.70) menjelaskan bahwa pasien mengalami
PPOK. Jika hasil <:0.70, berarti bukan PPOK.
 Elektrokardiografi dapat memperlihatkan aritmia jantung yang
konsisten dengan keadaan hipoksemia
 Analisis gas darah arteri menentukan kebutuhan oksigen dengan
menunjukkan derajat hipoksia;pemeriksaan ini juga membantu
menghindari narcosis karbon dioksida

Sumber : Buku ajar patofisiologi kowalak hal 243

g) Penatalaksanaan
Terapi farmakologi

A. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1 atau
mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada
jalan napas.
•• β2Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan
menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi. Efek
bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.
Penggunaan β2 agonis secara reguler akan memperbaiki FEV1 dan gejala
(Evidence B). Penggunaan dosis tinggi short acting β2 agonist pro renata pada
pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak didukung bukti
dan tidak direkomendasikan.
Long acting β2 agonist inhalasi memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih.
Formoterol dan salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume paru, sesak napas,
health related quality of life dan frekuensi eksaserbasi secara signifikan (Evidence
A), tapi tidak mempunyai efek dalam penurunan mortalitas dan fungsi paru.
Salmeterol mengurangi kemungkinan perawatan di rumah sakit (Evidence B).
Indacaterol merupakan Long acting β2 agonist baru dengan waktu kerja 24 jam
dan bekerja secara signifikan memperbaiki FEV1, sesak dan kualitas hidup pasien
(Evidence A). Efek samping adanya stimulasi reseptor β2 adrenergik dapat
menimbulkan sinus takikardia saat istirahat dan mempunyai potensi untuk
mencetuskan aritmia. Tremor somatic merupakan masalah pada pasien lansia yang
diobati obat golongan ini.
•• Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan
tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada
reseptor muskarinik. Efek bronkodilator dari short acing anticholinergic inhalasi
lebih lama disbanding short acting β2 agonist. Tiopropium memiliki waktu kerja
lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi,
memperbaiki gejala dan status kesehatan (Evidence A), serta memperbaiki
efektivitas rehabilitasi pulmonal (Evidence B).
Efek samping yang bisa timbul akibat penggunaan antikolinergik adalah mulut
kering. Meskipun bias menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak ada data yang
dapat membuktikan hubungan kausatif antara gejala prostat dan penggunaan obat
tersebut.

B. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika obat lain tersedia.25

C. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala,
fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien
dengan FEV1<60% prediksi.25

D. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan menghambat
pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat ini memiliki efek
samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare, gangguan tidur
dan sakit kepala.

Terapi non farmakologis lain


1. Rehabilitasi
2. Konseling nutrisi
3. Edukasi
Terapi Lain
4. Terapi Oksigen
1. Ventilatory Support
2. Surgical Treatment ( Lung Volume Reduction Surgery (LVRS), Bronchoscopic
Lung Volume Reduction (BLVR), Lung Transplantation, Bullectomy
Sumber : Buku Respirologi FK UNPAD
h) Pencegahan
a. Mencegah terjadinya PPOK dengan menghindari asap rokok, hindari polusi
udara, hindari infeksi saluran pernapasan berulang.
b. Mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan
adekuat, mencegah eksaserbasi berulang. Strategi yang dianjurkan oleh
Public Health Service Report USA adalah: ask, lakukan identifikasi perokok
pada setiap kunjungan; advice, terangkan tentang keburukan/dampak
merokok sehingga pasien didesak mau berhenti merokok; assess, yakinkan
pasien untuk berhenti merokok; assist, bantu pasien dalam berhenti merokok;
dan arrange, jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intesif, bila usaha
pertama masih belum memuaskan.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V, jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana 2017)
i) Komplikasi
 Korpulmonale
 Pneumotoraks spontan sekunder
 Infeksi paru
 Gagal napas
Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam fk universitas muhammadiyah
semarang
j) Prognosis
Umumnya baik, khususnya pada usia muda dengan PPOK memiliki tingkat
mortalitas lebih rendah kecuali pada keadaan defisiensi alphal-antitrypsin.
(Jurnal Kedokteran Universitas Udayana)

b) Bronkiektasis
a) Definisi
Bronkiektasis merupakan keadaan yang berkaitan dengan kerusakan dinding
bronkus berulang dan dengan klirens mukosilier yang abnormal sehingga terjadi
kerusakan pada jaringan penyangga di dekat jalan napas.
(Patofisiologi Kowalak)
b) Epidemiologi
Angka kejadian dari bronkiektasis tidak diketahui secara pasti. Insidensi
bronkiektasis di negara-negara barat diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidensi bronkiektasis cenderung menurun terutama di negara-negara
maju di dunia karena kemajuan pengobatan antibiotika, terapi dan imunisasi
terhadap tuberkulosis (TB), pertusis dan campak.
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosio-
ekonomi yang rendah. Prevalensi bronkiektasis meningkat sesuai dengan usia.
Sebuah studi dari Amerika Serikat memperkirakan prevalensinya adalah 4,2 per
100.000 penduduk di usia 18-34 tahun, dan meningkat menjadi 271,8 per 100.000
penduduk pada orang berusia > 75 tahun.6 Sebuah studi lain yang dilakukan di
Jepang pada tahun 2010 menemukan dari total 1.409 pasien (usia 23-86 tahun)
yang diperiksa, 129 pasien (9,1%) didiagnosis menderita bronkiektasis.
Batuk kronis yang produktif dapat terjadi pada hampir 90% pasien dengan
bronkiektasis.8 Sesak napas atau dispnea merupakan ciri lain dari bronkiektasis.
Dispnea dapat terjadi pada 34% sampai 75% pasien bronkiektasis. Dispnea ini
dapat disertai wheezing atau tidak. Hemoptisis atau batuk darah adalah hal yang
umum dan dapat terjadi pada sebanyak 50% pasien. Hemoptisis episodik dengan
sedikit atau tidak adanya produksi sputum (bronkiektasis kering) biasanya
merupakan gejala sisa dari TB paru. Studi lain yang dilakukan menemukan
hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.
Sumber: jurnal kedokteran universitas Tanjungpura 2013
c) Etiologi

Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab yang paling umum dari


bronkiektasis adalah infeksi.namun penelitian yang dilakukan oleh Pasteur dkk di
Inggris pada tahun 2000 mendapatkan data dari 150 kasus bronkiektasis, 53%
kasus tidak dapat diidentifikasi kausa spesifiknya.Pada Tabel 1 menunjukkan
beberapa kondisi yang berhubungan dengan bronkiektasis.

Infeksi

Mekanisme yang mungkin mendasari bronkiektasis pascainfeksi adalah adanya


infeksi pada saat awal kehidupan yang menyebabkan kerusakan struktural pada
saluran napas yang masih dalam tahan pengembangan, sehingga mengakibatkan
saluran napas rentan terhadap infeksi berulang, dan dengan berjalannya waktu,
infeksi persisten tersebut mengakibatkan bronkiektasis. Beberapa infeksi saluran
napas yang dapat menyebabkan bronkiektasis termasuk: pertusis, bakteri gram
negatif (Pseudomonas aeruginosa,Haemophilus influenzae), virus (HIV,
Paramyxovirus, adenovirus, dan influenza), Mycobacterium tuberculosis, dan
atypical mycobacteria.

Sumber: Jurnal Respirasi (JR), Vol. 2. No. 2 Mei 2016: 52-60

d) Patomekanisme
Apabila bronkiektasis timbul pada kongenital patogenesisnya tidak diketahui,
diduga erat hubungannya dengan factor genetic serta factor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan.
Pada bronkiektasis yang didapat umumnya ada dua mekanisme dasar:
1. Permulaan didahului adanya factor infeksi bacterial
Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru akan diikuti
proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronkiektasis
2. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus
Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberculosis
kelenjar limfe pada anak ; karsinoma bronkus, korpus alineum dalam
bronkus) biasanya terjadi infeksi dan destruksi bronkus pada bagian distal
obstruksi kemudian terjadi bronkiektasis.
Sumber : IPD hal 1684

e) Manifestasi klinis
Ciri khas Penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,
adanya hemoptisis dan pneumonia berulang.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus Pada lobus atas sering dan memberikan
gejala sebagai berikut
- Batuk
Pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekwensi mirip seperti pada bronkus
bronkiolus kronik jumlah sputum bervariasi umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur
atau bangun dari tidur. Apabila terjadi infeksi sekunder umumnya
purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap(getir ex ore).
Pada kasus ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk
Apabila ada infeksi sekunder.
- Hemoptisis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus
bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi
mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan pecah maka akan
timbul pendarahan.
- Sesak napas
Pada sebagian besar pasien 50% kasus ditemukan keluhan sesak nafas.
Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya
bronkitis kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru
dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang
ISPA, yang biasanya menimbulkan Fibrosis paru dan SMA yang
menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan suara mengi
atau wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus
- Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik sehingga
mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga
sering timbul demam atau demam berulang
f) Diagnosis
A. Anamnesis

Perlu dicari beberapa hal, antara lain:

1. Pada umumnya batuk berdahak, beberapa batuk kering lama. Sputum


mukoid, mukopurulen, kental atau campuran ketiganya yang dikenal dengan
sputum 3 lapis (Gambaran sputum 3 lapis yang meliputi lapisan atas yang
berbusa, lapusan tengah mukus, dan lapisan bawah purulen merupakan
gambaran patognomonik)

2. Hemoptisis (50-70% kasus)

3. Lemas, penurunan BB, mialgia

4. Dispneu

5. Demam, nyeri dada pleuritik

6. Kor pulmonal

7. Riwayat keluhan yang kronik

B. Pemeriksaan fisik

Dapat ditemukan Takipneu, ronki basah, mengi dan jari tabuh. Jika disertai
penyakit sistemik berat lainnya, dapat terjadi hipoksemia kronik, kor
pulmonal, atau gagal ventrikel kanan.
C. Pemeriksaan penunjang

1. Foto toraks

Dapat terlihat gambaran seperti jalur tram, cincin, garis pararel, dan struktur
tubular. Pada bronkiektasis sakular, terdapat gambaran ruang kistik, air-fulid
level atau gambaran honeycomb

Gambar 1. Bronkiektasis silindris dengan gambaran tram track line

2. CT scan

3. HRCT

pada HRCT dapat diidentifikasi dengan adanya rasio bronkoarterial > 1 (BAR
> 1), kurangnya bronchial tapering, dan terlihatnya saluran napas sampai
dengan 1 cm dari permukaan pleura atau berdekatan dengan permukaan pleura
mediastinal. Rasio bronkoarterial adalah perbandingan antara diameter
bronkial dengan diameter arteri yang berdampingan, rasio > 1 adalah
abnormal dan dikenal dengan istilah signet ring sign.

Gambar 2. Gambaran HRCT bronkiektasi menunjukkan signet ring sign dan


terlihatnya saluran napas perifer pada jarak 1 cm dari permukaan pleura

4. Bronkoskopi fiberoptik
Mengetahui penyebab penyumbatan endobronkial

5. Pemeriksaan sputum

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran edisi 4 jilid 2 dan jurnal respirasi unair
vol. 2, no.2, 2016)

g) Penatalaksanaan
Data penelitian uji klinis yang mengetengahkan penatalaksanaan
bronkiektasis masih kurang dan menyebabkan keterbatasan informasi mengenai
petunjuk/guidelines mengenai penatalaksanaannya. Akan tetapi, ada dua prinsip
penatalaksanaan bronkiektasis yang dapat digunakan, yaitu mengatasi obstruksi
saluran respiratorik dan mengatasi infeksi.
1. Mengatasi obstruksi saluran respiratorik.
 Chest physiotherapy Peranan chest physiotherapy dalam pengelolaan
bronkiektasis anak masih belum jelas. Meskipun teknik fisioterapi telah
terbukti bermanfaat dalam produksi sputum pada penderita dewasa,
tetapi hal ini tidak dapat diekstrapolasikan pada anak.
 Postural drainage

2. Mengatasi infeksi.
Antibiotik diperlukan selama terjadi eksaserbasi akut. Jenis antibiotik
bergantung pada identifikasi dan sensitivitas organisme yang ditemukan pada
pemeriksaan sputum atau bronchoalveolar lavage.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisme yang paling sering
diisolasi pada anak adalah H. influenzae bentuk noncapsulated dan bentuk ini
tidak dapat dicegah dengan vaksinasi. Lama pemberian antibiotik parenteral
adalah berkisar antara 2−6 minggu.
Pemberian antiinflamasi
Pemberian kortikosteroid inhalasi juga dimungkinkan untuk mengatur respons
dan mencegah kerusakan akibat inflamasi paru. Kortikosteroid inhalasi yang dapat
diberikan meliputi flutikason, budesonid, atau beklometason. Meskipun demikian,
belum ada bukti yang cukup mendukung untuk merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid oral dan inhalasi tersebut.
Bronkodilator
Indikasi pemberian bronkodilator yaitu bila terdapat bukti adanya
hiperreaktivitas bronkial, karena obat ini membantu meningkatkan frekuensi
gerakan silia dan klirens mukus. Akan tetapi, beberapa pasien dapat memberikan
respons paradoxic bronchoconstriction terhadap pemberian ß2-agonis, karena itu
perlu dilakukan penilaian respons terlebih dahulu sebelum memulai terapi
bronkodilator. Pemberian obat asma harus bersifat individual, selain itu belum ada
cukup data yang mendukung dan berbasis bukti ilmiah untuk merekomendasikan
pemberian ß2- agonis, mukolitik, maupun metilsantin. Hingga saat ini bukti yang
ada hanya berdasarkan laporan kasus.
Operasi
Reseksi segmental atau reseksi lobus paru dapat bermanfaat pada keadaan
bronkiektasis berat dan yang terlokalisir, atau yang tidak teratasi dengan pemberian
antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik spektrum luas dapat
memberikan perbaikan yang cukup bermakna, sehingga tindakan bedah dapat
ditunda. (buku pegangan pembimbing spesialis FK Unair)
h) Pencegahan
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya bisa dicegah, kecuali pada bentuk kongenital
tidak dapat dicegah. Menurut kepustakaan dicatat beberapa usaha untuk
pencegahan terjadinya bronkiektasis, antara lain:
- Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap
semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat
mencegah (mengurangi) timbulnya bronkiektasis.
- Tindakan vaksinasi terhadap pertussis dan lain-lain (pneumonia,
influenza) pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif
terhadap timbulnya bronkiektasis.

Sumber :Buku Ajar IPD Jilid II Edisi VI

i) Komplikasi
 Bronkitis Kronik
 Pneumonia dengan atau tanpa ateletaksis. Bronkiektasis sering mengalami
infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas
bagian atas. Hal ini seing terjadi pada mereka yang drainage sputumnya
kurang baik.
 Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
 Efusi pleura atau empima (jarang)
 Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus sering menjadi penyebab kemartian.
 Hempotisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkialis) atau atau anastomosis pembuluh
darah. Komplikasi hemoptysis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan
bedah gawat darurat (indikasi pembedahan). Sering pula hemoptisis massif
yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien
bronkiektasis.
 Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupaka bagian dari komplikasi
bronkiektasis pada saluran napas..
 Kor Pulmonal Kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien
bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.
 Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada
pasien bronkiektasis yang berat dan luas.
 Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi
amyloidosis sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.
Sumber : Buku IPD edisi : 6, jilid 1

j) Prognosis

Meskipun penyebab bronkiektasis tidak dapat ditentukan pada lebih kurang 50%
kasus, tetapi bila identifikasi defisiensi imun humoral, infeksi mikobakteri atau
Pseudomonas, serta fibrosis kistik atau ABPA dapat ditentukan, maka hal ini dapat
meramalkan prognosis dan penatalaksanaannya. (Jurnal FK UNAIR)

Anda mungkin juga menyukai