Anda di halaman 1dari 169

ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur i

“PROCEEDING ORAL PRESENTATION


KEPERAWATAN BRAWIJAYA 2016”

INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI


PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,


Malang, Jawa Timur

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
ii INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

“PROCEEDING ORAL PRESENTATION


KEPERAWATAN BRAWIJAYA 2016”
INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI
PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA SEHAT
Hak Cipta © Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2017
Hak Terbit pada UMM Press

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang


Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144
Telepon (0341) 464318 Psw. 140
Fax. (0341) 460435
E-mail: ummpress@gmail.com
http://ummpress.umm.ac.id
Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia)

Cetakan Pertama, Januari 2017

ISBN : 978-979-796-239-5

xiv; 155 hlm.; 21 x 29.7 cm

Setting Layout : Septian R.


Design Cover : Andi Firmansah
Editor : Bintari Ratih Kusumaningrum

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam
bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Pengutipan harap menyebutkan sumbernya.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur iii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran
hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
iv INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan atas tersusunnya “Proceeding Oral
Presentation Keperawatan Brawijaya 2016” edisi perdana Program Studi Magister Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya yang bekerja sama dengan UMM Press. Penyusunan beberapa artikel
ini dilandasi dengan semangat untuk mengembangkan Ilmu Keperawatan melalui penelitian-penelitian yang
hasil publikasinya dapat disebarluaskan kepada para akademisi, praktisi keperawatan, mahasiswa, maupun
masyarakat luas. Kumpulan artikel ini sekaligus membuka wawasan kita mengenai trend terbaru terkait
dunia Keperawatan yang mencakup manusia secara holistik melalui biopsikososiokultural.
Dalam tersusunnya “Proceeding Oral Presentation Keperawatan” edisi perdana ini, semoga dapat
memberikan manfaat dan memperluas wawasan kita semua terkait Ilmu Keperawatan. Demi peningkatan
kualitas “Proceeding Oral Presentation Keperawatan” edisi perdana ini, kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan pada UMM Press yang telah berkenan menjalin kerjasama dalam
menerbitkan naskah ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran Program Studi
Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya serta pihak sponsorship atas dedikasi
dan kerjasamanya dalam upaya mewujudkan penerbitan “Proceeding Oral Presentation Keperawatan”
edisi perdana ini.

Salam,

Redaksi
17 Desember 2016

v
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
vi INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur vii

SUSUNAN ACARA ORAL PRESENTATION SEMNAS


KEPERAWATAN BRAWIJAYA

Tempat Waktu Agenda Pemateri


R.407 & 15.30 - 15.35/ Pembukaan OP MC
408 13.30 - 14.35
R.407 15.35 - 16.05 Presentasi Sesi 1:

1. Hubungan Peran Orangtua dan Sikap Orangtua 1. Hary Pradiksa


Terhadap Pencegahan ISPA pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan Tahun 2013
2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Reminiscence 2. Rizki Muliani
Sesi 1-5 Terhadap Tingkat Stres pada Lansia di
Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay
Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan
3. Hubungan Demensia Senilis dengan Aktivitas Sehari- 3. Ida Rahmawati
hari pada Lanjut Usia di Balai Pelayanan dan
Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Pagar Dewa
Provinsi Bengkulu
4. Media Sound Slide Meningkatkan Perilaku Ibu 4. Praba Diyan R.
dalam Penanganan Diare pada Balita
5. Gambaran Tingkat Pengetahuan Usia Pertengahan 5. Yustina Ni Putu
Menjelang Pensiun Tentang Post Power Syndrome Y.
6. End of Life Care Berfokus pada Keluarga dalam 6. Maria Immaculata
Merawat Pasien Menjelang Ajal di IGD O.

16.05 - 16.20 Sesi Diskusi 1

16.20 - 17.05 Presentasi Sesi 2:

7. Aplikasi Perawatan yang Berpusat pada Keluarga 7. Ayuni Rizka U.


Anak yang Mengalami Hospitalisasi di Rumah Sakit
Tk. II dr. Soepraoen Malang
8. Perbedaan Pandangan Remaja terhadap Perilaku 8. Angela AML.
Seksual Pranikah di Kelas X dan XI SMA Katolik Laka
Theodorus Kelurahan Biga Kecamatan Kotamobagu
Utara Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara
9. Bimbingan Kelompok Meningkatkan Pengetahuan 9. Aria Aulia N.
dan Peran Ibu dalam Kesehatan Reproduksi Remaja
Tunagrahita

vii
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
viii INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

10. Pentingnya Spiritual dan Metode Emotional Freedom 10. Dwi Septian W.
Technique (EFT) terhadap Proses Kesembuhan
Penyakit Kanker
11. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan 11. Yanti Rosdiana
Kejadian Depresi (Postpartum Blues) pada Ibu Post-
partum Primipara di Ruang Agnes Paviliun Rumah
Sakit Panti Waluya Malang
12. Pengaruh Pemutaran Film “Waspada Banjir Padang” 12. Erna Desi F.
Terhadap Mitigasi Bencana Banjir Bandang

17.05 - 17.20 Sesi Diskusi 2

17.20 - 17.55 Penutupan Acara

R.408 15.35 - 16.05 Presentasi Sesi 1:

13. Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres 13. Serly Sani M.
Penderita Hipertensi di Kelurahan Oesapa Kecamatan
Kelapa Lima Kota Kupang
14. Program Kesiapsiagaan Bencana Gempa Melalui 14. Ahmad Guntur
Psikoedukasi pada Palang Merah Remaja Madya A.
Unit MTs Nurul Huda Bantur
15. Gambaran Ansietas dan Respon Fisiologis Pasien 15. Ayu Suarningsih
dengan Serangan Pertama Infark Miokard Akut
16. Pengetahuan dan Dukungan Suami dalam 16. Putu Sukma M.
Penggunaan Metode Operasi Wanita (MOW) di
Desa Bebetin Tahun 2016
17. Absorbent Triangle Pillow Terhadap Kejadian 17. Karsima Dwi
Pressure Ulcer A.
18. Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Nyeri 18. Rudiyanto Roqy
Gigi pada Usia di Atas 17 Tahun di Wilayah Kerja
Kecamatan Kalipuro Banyuwangi
16.05 - 16.20 Sesi Diskusi 1

16.20 - 17.05 Presentasi Sesi 2:

19. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan 19. Prawito


Pengetahuan Tentang DBD pada Kader Pemantau
Jentik Anak Sekolah di SDN Dukuhklopo Peterongan
Jombang
20. Peningkatan Self-Efficacy dan Kemampuan Menyusui 20. Ni Ketut Alit A.
Ibu Menyusui Melalui Dukungan Suami
21. Aplikasi Teori Kenyamanan Kolcaba pada Setting 21. Dini Prasetyo
Pra-Anestesi W.
22. Pengaruh Senam Otak Terhadap Skor Kognitif Lansia 22. Setyoadi
Pada kelompok Posyandu Lansia di RW 7 Kelurahan
Kota Lama Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang
23. Pengaruh Senam Rematik terhadap Intensitas Nyeri 23. N. M. Sri
pada Lansia dengan Osteoartritis di Panti Sosial Muryani
Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Denpasar

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur ix

24. Pengaruh Flazle Terhadap Perilaku Kebersihan 24. Iqlima Dwi


Perorangan Anak Usia Sekolah Dasar Kurnia

17.05 - 17.20 Sesi Diskusi 2

17.20 - 17.55 Penutupan Acara

Susunan Acara Oral Presentation Semnas Keperawatan Brawijaya


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
x INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. iii


SUSUNAN ACARA ORAL PRESENTATION SEMNAS KEPERAWATAN BRAWIJAYA ....... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. ix

PENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN KEMAMPUAN MENYUSUI IBU MELALUI


DUKUNGAN SUAMI
Ni Ketut Alit Armini, Tiyas Kusumaningrum, Indah Nur Rahmawati .................................................... 1

BIMBINGAN KELOMPOK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN PERAN IBU


DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TUNAGRAHITA
Novita Nindy Mentari, Mira Triharini, Aria Aulia Nastiti ..................................................................... 6

GAMBARAN ANSIETAS DAN RESPON FISIOLOGIS PASIEN DENGAN SERANGAN


PERTAMA INFARK MIOKARD AKUT
Ni Kadek Ayu Suarningsih, Waraporn Kongsuwan, Charuwan Kritpracha ........................................... 13

APLIKASI PERAWATAN YANG BERPUSAT PADA KELUARGA ANAK YANG


MENGALAMI HOSPITALISASI
Rinik Eko Kapti, Ayuni Rizka Utami ......................................................................................................... 18

APLIKASI PRAKTIK TEORI KENYAMANAN KOLCABA PADA SETTING PRA-ANASTESI


Dini Prastyo Wijayanti ................................................................................................................................ 22

PENTINGNYA SPIRITUAL DAN METODE TEKNIK EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE


(EFT) TERHADAP PROSES KESEMBUHAN PENYAKIT KANKER
Dwi Septian Wijaya, Ila Nurul Lutfiati, Hidayat Suyuti ........................................................................... 26

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP ORANG TUA DALAM


PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN
Hary Pradiksa ............................................................................................................................................. 30

HUBUNGAN DEMENSIA SENILIS DENGAN AKTIVITAS SEHARI-HARI PADA LANJUT


USIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN LANJUT USIA (BPPLU) PAGAR
DEWA PROVINSI BENGKULU
Ida Rahmawati, Yeli Asdalni ...................................................................................................................... 37

xi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
xii INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

ABSORBENT TRIANGLE PILLOW TERHADAP KEJADIAN PRESSURE ULCER


Karisma Dwi Ana ....................................................................................................................................... 41

END OF LIFE CARE BERFOKUS PADA KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN


MENJELANG AJAL DI IGD
Maria Imaculata Ose .................................................................................................................................. 46

MEDIA SOUND SLIDE MENINGKATKAN PERILAKU IBU DALAM PENANGANAN


DIARE PADA BALITA
Ilya Krisnana, Praba Diyan Rachmawati, Yuni Hidayati ......................................................................... 50

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG


PENYAKIT DBD PADA KADER PEMANTAU JENTIK ANAK SEKOLAH DI SDN
DUKUHKLOPO PETERONGAN JOMBANG
Prawito ......................................................................................................................................................... 55

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK REMINISCENCE SESI 1-5 TERHADAP


TINGKAT STRES PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA
CIPARAY BANDUNG DAN PEMELIHARAAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN
Rizki Muliani, Vina Vitniawati, Puput Siti Fatimah ................................................................................... 59

PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP TINGKAT STRES PENDERITA HIPERTENSI


DI KELURAHAN OESAPA KECAMATAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG
Serly Sani Mahoklory, Yendris Syamruth, Maria Simon ........................................................................... 65

PENGARUH SENAM REMATIK TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA LANSIA


DENGAN OSTEOARTRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) WANA
SERAYA DENPASAR
Ni Made Sri Muryani ................................................................................................................................. 71

PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PENGGUNAAN METODE


OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BEBETIN TAHUN 2016
Putu Sukma Megaputri, Putu Dian Prima Kusuma Dewi, Cindy Meilinda Sari, Dewa Ayu Putu Eka
Purnama Sari, I Gusti Ayu Dwi Wahyuni ................................................................................................. 76

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN DEPRESI (POST-


PARTUM BLUES) PADA IBU POSTPARTUM PRIMIPARA YANG TELAH MELAHIRKAN
DI RUANG AGNES PAVILIUN RS PANTI WALUYA MALANG
Yanti Rosdiana, Endang Sri W., Laily Yuliatun ......................................................................................... 80

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN USIA PERTENGAHAN MENJELANG PENSIUN


TENTANG POST POWER SYNDROME
Yustina Ni Putu Yusniawati ........................................................................................................................ 85

PROGRAM KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA MELALUI PSIKOEDUKASI PADA


PALANG MERAH REMAJA MADYA UNIT MTs NURUL HUDA BANTUR
Ahmad Guntur Alfianto .............................................................................................................................. 89

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur xiii

PERBEDAAN PANDANGAN REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH


DI KELAS X DAN XI SMA KATOLIK THEODORUS KELURAHAN BIGA KECAMATAN
KOTAMOBAGU UTARA KOTA KOTAMOBAGU PROPINSI SULAWESI UTARA
Angela Laka, Julianus Ake, Odi Pinontoan .............................................................................................. 94

PENGARUH PEMUTARAN FILM “WASPADA BANJIR BANDANG” TERHADAP


MITIGASI BENCANA BANJIR BANDANG
Erna Desi Faradinah, Dewi Rokhmah, Mury Ririanty ........................................................................... 99

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP SKOR KOGNITIF LANSIA PADA KELOMPOK


POSYANDU LANSIA DI RW 7 KELURAHAN KOTALAMA KECAMATAN KEDUNG
KANDANG KOTA MALANG
Setyoadi, Lilik Supriati, Ahmad Khoirul Rizal ........................................................................................... 104

PENGARUH FLAZLE TERHADAP PERILAKU KEBERSIHAN PERORANGAN ANAK


USIA SEKOLAH DASAR
Wahyu Hanung Prasetyo, Ira Suarilah, Iqlima Dwi Kurnia ..................................................................... 110

EFEKTIFITAS TERAPI BEKAM TERHADAP PENURUNAN NYERI GIGI USIA 17


TAHUN KE ATAS DI WILAYAH KERJA KECAMATAN KALIPURO BANYUWANGI
Rudiyanto, Achmad Efendi ......................................................................................................................... 116

PENGARUH SELF DIABETES MANAGEMENT EDUCATION (SDME) TERHADAP


PENGETAHUAN PREDIABETES
Erva Elli Kristanti, Titih Huriah, Azizah Khoiriyati ................................................................................... 123

LITERATUR REVIEW : PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA MELALUI “KEPO DI


BANJAR” SEBAGAI UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF BULLYING DI BALI
Putu Ayu Emmy Savitri Karin, Made Dian Sulistiowati, Kadek Eka Swedarma .................................. 127

ANALISIS BURNOUT SYNDROME PADA PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT


BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PERSONAL DAN FAKTOR LINGKUNGAN TEORI
MASLACH
Srinalesti Mahanani, Evi Philiawati ............................................................................................................ 132

EFEKTIVITAS ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) TERHADAP MOTORIK KASAR


BAYI UMUR 0-1 TAHUN DI DESA KUBUTAMBAHAN
Cindy Meilinda Sari, Putu Sukma Mega Putri, Dewa Ayu Putu Eka Purnamasari .............................. 137

TERAPI BERMAIN DENGAN KETERLIBATAN ORANGTUA MENURUNKAN KECEMASAN


ANAK USIA PRASEKOLAH DAN ORANGTUA
Kili Astarani, Fitri Haryanti, Indria Laksmi Gamayanti ............................................................................ 143

SENAM OTAK (BRAIN GYM) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KOGNITIF LANSIA


DI POSYANDU
Sandy Kurniajati, Akde Triyoga, Rina Endah Kristini .............................................................................. 148

Daftar Isi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
xiv INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENINGKATAN PENCEGAHAN ISPA MELALUI MEDIA BOOKIS (BOOKLET ANTI ISPA)


Ilmi Firdaus Aliyah, Kristiawati, Praba Diyan Rachmawati ..................................................................... 152

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 1

PENINGKATKAN SELF EFFICACY DAN KEMAMPUAN MENYUSUI


IBU MELALUI DUKUNGAN SUAMI

Ni Ketut Alit Armini1, Tiyas Kusumaningrum2, Indah Nur Rahmawati3


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Jl Mulyorejo Surabaya, Telp. 031 5913754
Email: nk.alita@fkp.unair.ac.id

Abstrak
Menyusui merupakan suatu proses interaktif antara ibu dan bayi dalam rangka pemberian ASI secara
langsung dari payudara ibu ke bayi dengan cara yang benar dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi. Namun saat ini 60% bayi usia kurang dari 4 bulan telah diberi susu formula. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan self efficacy dan kemampuan menyusui
efektif pada ibu menyusui 0-6 bulan. Desain penelitian ini korelasional dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pegirian dengan sampel sebanyak 33 ibu menyusui 0-6 bulan. Instrumen
mencakupkuesioner dukungan suami, BSES-SF (Breastfeeding Self Efficacy Scale Short Form), dan LATCH
assesment tool. Uji statistik menggunakan Spearman Rank Corelation nilai signifikansi α ≤ 0,05. Uji statistik
didapatkan hubungan dukungan suami dengan self efficacy r = 0,655 p = 0,01, dan dukungan suami dengan
kemampuan menyusui efektif r = 594 p = 0.01. Dukungan suami yang positif meningkatkan self efficacy dan
kemampuan menyusui ibu. Keterlibatan suami dengan memberikan dukungan penting untuk mencapai
keberhasilan pemberian ASI ekslusif.

Kata kunci: dukungan suami, self efficacy, kemampuan menyusui

PENDAHULUAN ASI sesuai dengan harapan. Namun, berdasarkan


hasil wawancara pada beberapa ibu menyusui di
World Health Organization (WHO)
wilayah kerja Puskesmas Pegirian didapatkan 70%
merekomendasikan semua bayi harus mendapat Air
dari 10 ibu mengatakan bahwa suaminya lebih
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sejak lahir sampai
cenderung menyerahkan urusan menyusui kepada
usia 6 bulan, karena kandungan gizinya paling sesuai
ibu dan 60% mengatakan menambahkan susu
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Di Indonesia
formula karena beranggapan bahwa nutrisi bayi
saat ini 60% bayi berumur kurang dari 4 bulan
belum tercukupi hanya dengan ASI. Self efficacy
sudah mendapatkan tambahan susu formula
pada ibu menyusui meningkatkan respon berupa
(Hibertin, 2005). Pemberian ASI dan pemberian
pola pikir, reaksi emosional, usaha dan kegigihan
makanan tambahan yang tidak sesuai,
serta keputusan yang diambil (Dennis, 2010). Self
mengakibatkan sekitar 27,3 % dari seluruh balita
efficacy yang rendah dalam hal menyusui dapat
di Indonesia menderita kurang gizi dan sebanyak
menyebabkan persepsi dan motivasi yang negatif
1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk (Meutia,
(Bandura, 1994). Ibu dalam masa menyusui 0-6
2009). Menyusui yang tidak efektif mengindikasikan
bulan perlu menumbuhkan self efficacy ibu agar
posisi menyusui yang masih salah, perlekatan yang
tidak benar, hisapan bayi yang kurang optimal dan dapat mempertahankan menyusui secara efektif.
milktransfer yang tidak kuat. Ketidakmampuan Namun hubungan dukungan suami dengan self
dalam menyusui secara efektif menimbulkan berbagai efficacy dan kemampuan menyusui pada ibu
masalah selama menyusui seperti puting lecet, bayi menyusui 0-6 bulan belum dapat dijelaskan.
terus menangis karena masih lapar dan pada Prevalensi cakupan ASI eksklusif masih belum
akhirnya ibu tertarik untuk mencoba memberikan memenuhi target yang ditetapkan pemerintah pada
susu formula pada bayi (Pradanie, 2012). tahun 2010 yaitu cakupan pemberian ASI eksklusif
Keberhasilan pemberian ASI dipengaruhi oleh faktor pada bayi 0-6 bulan sebesar 80% (Depkes, 2007).
ibu, bayi dan keluarga (Jones, 2011). Dukungan Hal tersebut dibuktikan oleh Data Survei Demografi
suami merupakan faktor eksternal yang paling besar dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dan
pengaruhnya terhadap keberhasilan pemberian ASI, Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan cakupan
karena dimungkinkan dapat mengurangi stress dan ASI eksklusif pada anak berumur < 6 bulan adalah
menumbuhkan self efficacy untuk menghasilkan 42% sedangkan prevalensi ibu menyusui hanya ASI

Peningkatkan1Self Efficacy dan Kemampuan Menyusui Ibu Melalui Dukungan Suami


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
2 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan positif, reaksi emosional positif pencegah stress
meningkat dari 15,3% (2010) menjadi 30,2% (2013). yang dapat menghambat produksi ASI, peningkatan
Inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3% motivasi dalam bentuk usaha dan kegigihan dalam
(2010) menjadi 34,5% (2013) (Balitbangkes, 2013). mengatasi berbagai masalah selama menyusui.
Laporan Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2012, Dukungan keluarga secara emosional, material, dan
kota Surabaya memiliki tingkat pemberian ASI informasional merupakan upaya untuk mempengaruhi
eksklusif sebesar 60.52%. Presentase pemberian motivasi yang akan menumbuhkan self efficacy
ASI eksklusif di Surabaya masih lebih rendah sehingga ibu dapat mempertahankan menyusui secara
dibandingkan kabupaten lain seperti Bangkalan benar dan dapat meningkatkan kesehatan bayi. Ibu
(87.08%), Bojonegoro (84.16%) dan Tuban (83.91%) menyusui membutuhkan dukungan dan pertolongan,
(RI, 2012). baik ketika memulai maupun melanjutkan menyusui.
Menurut Depkes (1994) dalam Purwanti (2007), Ibu membutuhkan dukungan pemberian ASI hingga
terjadinya penurunan pemanfaatan ASI disebabkan 2 tahun serta perawatan kesehatan maupun dukungan
oleh berbagai faktor antara lain: produksi ASI dari keluarga dan lingkungannya (Proverawati, 2010).
menurun 32%, masalah pada puting susu 28%,
masalah ibu bekerja 16%, pengaruh iklan susu BAHAN DAN METODE
formula 16%, dan ingin dianggap modern 4%.
Penelitian ini menggunakan desainpenelitian
Kecenderungan penurunan produksi ASI dan
deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
pemanfaatan ASI oleh para ibu disebabkan oleh
sectional. Besar populasi dalam penelitian adalah
berbagai faktor, satu diantaranya adalah kurangnya
ibu menyusui 0-6 bulandi wilayah kerja UPTD
dukungan dari keluarga terutama dari suami, dimana
Puskesmas Pegirian Surabaya dengan besar sampel
saat ini masih banyak suami yang merasa tidak
33 orang. Teknik sampling yang digunakan
perlu terlibat dalam proses sosial ini dengan
consecutive sampling. Variabel independen dalam
cenderung menyerahkan urusan pemberian ASI
penelitian ini adalah dukungan suami.Variabel
hanya pada ibu (Purwanti, 2007). Kadang terjadi
dependen dalam penelitian ini adalah self efficacy
kegagalan proses laktasi yang disebabkan timbulnya
dan kemampuan menyusui. Instrumen dalam
berbagai masalah, baik masalah dari ibu maupun
penelitian ini adalah kuisioner. Kuesioner dukungan
bayi. Salah satu faktor dari ibu yaitu cara menyusui
keluarga berisi 24 item pertanyaan dengan pilihan
yang tidak benar sehingga dapat menyebabkan puting
jawaban selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak
susu lecet dan ASI tidak keluar optimal dapat
pernah. Kuesioner self efficacy (BSES-SF)
menimbulkan gangguan dalam proses menyusui
kuesioner yang berisi 12 item pertanyaan tentang
sehingga pemberian ASI tidak adekuat. Statis pada
keyakinan dan kepercayaan diri dalam hal menyusui.
pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya
LATCH Assesment Tooldigunakan untuk mengukur
tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi
kemampuan menyusui. Instrumen ini terdiri dari 5
segmen pada payudara sehingga tekanan seluruh
item yaitu Latch (perlekatan), Audible swallowing
payudara meningkat akibatnya payudara sering
(bunyi menelan), Type of nipple (tipe puting susu),
terasa penuh, tegang serta terasa nyeri (Soetjiningsih,
Comfort of nipple (kenyamanan puting susu) dan
2003). Penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan
Help to positioning (bantuan yang dibutuhkan ibu
Kurniawati (2011) menunjukkan bahwa ada untuk memperoleh posisi yang nyaman ketika
hubungan antara cara menyusui yang benar dengan menyusui). Data dianalisis menggunakan uji statistik
kejadian payudara bengkak. Spearman Rank Corelation dengan nilai signifikansi
Dalam proses perubahan tindakan, seorang ibu α ≤ 0,05.
menyusui perlu memiliki self efficacy agar dapat
memotivasi dirinya(Permatasari et al., 2014).
HASIL
Terdapat 4 sumber yang dapat membentuk breast
feeding self efficacy yang kuat yaitu pengalaman Tabel di bawah menunjukkan responden yang
langsung, pengalaman tidak langsung, persuasi dukungan suaminya baik memiliki self efficacy tinggi
verbal dan kondisi emosional sehingga proses sebanyak 45%. Ada 9,1% responden mendapatkan
kognitif, afektif, motivasi dan seleksi dalam diri dukungan suami cukup dengan self eficacy yang
individu (Dennis, 2010). Berbagai proses tersebut dimiliki pada kategori rendah. Hasil uji statistik
mengakibatkan terjadinya reaksi ibu berupa Spearman rho didapatkan hasil r = 0,655 dan p =
pembentukan pola pikir tentang menyusui yang 0,01. menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 3

antara dukungan suami dengan kemampuan menyusui stress dan menumbuhkan self efficacy untuk
ibu dengan bayi 0-6 bulan, pada tingkat hubungan menghasilkan ASI sesuai dengan yang diharapkan
yang kuat. sehingga ibu tetap bertahan untuk menyusui. Semakin
baik dukungan suami yang diberikan kepada ibu
Tabel 1. Hubungan antara dukungan suami dengan baik itu berupa materil maupun hanya perhatian,
self efficacy pada ibu menyusui bayi 0-6 akan dapat meningkatkan self efficacy yang dimiliki
bulan (n=33) oleh ibu.
Dukungan Self efficacy pada ibu dengan Ibu yang mendapatkan dukungan baik sebanyak
suami bayi0-6 bulan Total 15 orang dengan self efficacy tinggi dan terdapat 1
Tinggi Sedang Rendah orang ibu dengan self efficacy sedang.Bandura
f % f % f % Σ Σ % dalam teori self efficacy mengungkapkan bahwa
Baik 15 45,5 1 3 0 0 16 48,5 terdapat empat sumber yang dapat mempengaruhi
Cukup 9, tingkat self efficacy seseorang seperti pengalaman
5 15,1 9 27,3 3 17 51,5
1
keberhasilan, pengalaman orang lain, bujukan
Total 9,
20 60,6 10 30,3 3 33 100 verbal, hingga keadaan fisik dan emosional (Dennis,
1
2003). Kebanyakan ibu usia produktif bekerja
Spearman Rho r = 0,655; p = 0,01
membantu suami mencari nafkah, sehingga tidak
ada waktu untuk mengikuti posyandu atau
Tabel 2. Hubungan antara dukungan suami dengan penyuluhan. Hal tersebut membuat ibu kurang
kemampuan menyusui pada ibu dengan informasi yang seharusnya dapat meningkatkan self
bayi 0-6 bulan (n=33) efficacy ibu.
Ibu yang mendapatkan dukungan suami cukup
Dukungan Kemampuan menyusui
namun memiliki self efficacy tinggi sebanyak 5
suami pada ibu dengan bayi
orang. Dukungan yang diberikan suami dapat berupa
0-6 bulan Total
materi, informasi, ataupun penghargaan yang berguna
Kurang untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologis
Efektif
efektif seorang istri (Widhaninggar, 2010). Faktor yang
f % f % Σ
Σ % berpengaruh dalam pemberian dukungan sosial
Baik 16 48,5 0 0 16 48,5 adalah pendidikan (Triyanto & Iskandar, 2014).
Cukup 8 24,2 9 27,3 17 51,5 Tingkat pendidikan suami seringkali berdampak pada
Total 24 72,7 9 27,3 33 100 dukungan yang diberikan, semakin tinggi
Spearman Rho r = 0,594; p = 0,01 tingkatpendidikan seseorang maka akan semakin
tinggi pula tingkat pengertian dan pemahamannya.
Tabel di atas menunjukkan responden yang Meskipun mendapatkan dukungan suami cukup, ada
dukungan suaminya baik memiliki kemampuan responden yang memiliki self efficacy tinggi, karena
menyusui efektif sebanyak 48,5%. Ada 27,3% jumlah anak yang lebih dari 1. Self efficacy yang
responden mendapatkan dukungan suami cukup kuat seringkali terbentuk dari kejadian yang pernah
dengan kemampuan menyusui kurang efektif. dialami secara langsung. Seseorang yang pernah
Hasil uji statistik Spearman rho didapatkan hasil sukses dalam melakukan sesuatu cenderung lebih
r=0,594 dan p = 0,01 menunjukkan terdapat percaya diri dalam melakukan suatu hal yang sama
hubungan yang signifikan antara dukungan suami selanjutnya.
dengan kemampuan menyusui ibu dengan bayi 0-6 Sebagian besar responden memiliki self
bulan, pada tingkat kekuatan hubungan yang sedang. efficacy tinggi, namun masih ada 3 orang responden
yang memiliki self efficacy rendah. Pengalaman
PEMBAHASAN masa lalu tidak selalu dalam bentuk keberhasilan,
namun bisa saja berupa suatu kegagalan. Kegagalan
Berdasarkan hasil penelitian semakin baik di masa lalu memungkinkan seseorang melakukan
dukungan suami maka semakin meningkat self hal yang sama di masa yang akan datang. Hasil
efficacy ibu menyusui. Green (1991) yang pengisian kuesioner didapatkan bahwa sebagian
menyatakan dukungan suami merupakan bagian besar suami memiliki skor dukungan terbesar pada
dari dukungan sosial yang tercakup pada renforcing poin instrumental. Seluruh komponen dukungan suami
factors. Dukungan suami dimungkinkan mengurangi baik itu informasional, instrumental, emosional

Peningkatkan Self Efficacy dan Kemampuan Menyusui Ibu Melalui Dukungan Suami
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
4 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

maupun penghargaan sangat diperlukan untuk orang tersebut mendapatkan informasi, semakin
meningkatkan self efficacy pada ibu menyusui, banyak informasi yang diterima dan makin banyak
sehingga jika hanya salah satu komponen saja yang pula pengetahuan yang didapatkan (Notoatmodjo,
terpenuhi tidak dapat menjamin akan dapat 1993). Dukungan suami cukup yang didapatkan
meningkatkan self efficacy pada ibu menyusui. responden dapat dikarenakan rendahnya pendidikan
Hubungan dukungan suami dengan kemampuan yang menyebabkan tingkat pengetahuan suami
menyusui efektif pada ibu dengan bayi 0-6 bulan rendah. Ada responden yang memiliki anak lebih
menunjukkan bahwa semakin baik dukungan yang dari 1, sehingga perilaku menyusui efektif yang
diberikan suami maka semakin meningkat perilaku dilakukan berhubungan dengan pengalaman menyusui
menyusui efektif pada ibu menyusui 0-6 yang dialami oleh ibu sebelumnya, karena lebih dari
bulan.Dukungan yang diberikan suami dapat berupa 50% ibu telah mempunyai lebih dari 1 anak sehingga
materi, informasi, ataupun penghargaan yang berguna pengalaman menyusui sebelumnya dapat membentuk
untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologis perilakumenyusui efektif menjadi lebih baik.
seorang istri (Widhaninggar, 2010). Suami yang Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 3
mendampingi ibu saat berkonsultasi dengan tenaga responden dengan dukungan cukup, memiliki self
kesehatan dan selalu menyediakan waktu untuk efficacy rendah dan menyusui kurang efektif.
membantu mengurus bayi memiliki dampak yang Menurut Lawrence Green (1980), perilaku seseorang
sangat penting dalam terbentuknya perilaku menyusui dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu predisposisi
efektif. Semakin sering suami mendampingi ibu (pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi),
mengurus bayi dan konsultasi dengan petugas pendukung (sarana dan prasarana kesehatan,
kesehatan, maka akan semakin banyak pula pendidikan), dan pendorong (sikap dan perilaku
pengetahuan yang dimiliki suami tentang menyusui petugas kesehatan, motivasi dan dukungan keluarga
sehingga kesulitan ibu dalam menerapkan menyusui (suami). Semuanya responden bekerja sebagai
efektif dapat diminimalisir. pegawai swasta sehingga kemungkinan ibu untuk
Seluruh responden dengan dukungan baik telah mengikuti posyandu dan penyuluhan kesehatan juga
melaksanakan menyusui secara efektif. Perilaku sangat minim. Hal tersebut yang menyebabkan ibu
seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu predisposisi kurang memiliki pengetahuan dalam meyusui
(pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi), sehingga self efficacy yang dimiliki rendah dan
pendukung (sarana dan prasarana kesehatan, perilaku menyusui efektif yang dilakukan kurang
pendidikan), dan pendorong (sikap dan perilaku maksimal.
petugas kesehatan, motivasi dan dukungan keluarga
(suami). Pendidikan merupakan salah satu faktor KESIMPULAN DAN SARAN
pendukung terjadinya suatu perilaku pada seseorang
dalam hal ini adalah perilaku menyusui. Semakin Dukungan yang diberikan suami pada ibu
tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas menyusui bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki. Selain Pegirian sebagian besar dalam kategori cukup dan
memiliki tingkat pendidikan yang rata-rata SMA dan sebagian besar dukungan diberikan berupa dukungan
SMP. Ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas instrumental. Self efficacy dan menyusui efektif
Pegirian juga sering mendapatkan penyuluhan pada ibu menyusui bayi 0-6 bulan mayoritas tinggidi
kesehatan tentang cara. Pendidikan kesehatan wilayah Puskesmas Pegirian. Semakin baik
mengenai menyusui efektif sebelumnya yang dukungan yang diberikan oleh suami, maka akan
didapatkan oleh responden memungkinkan menjadi meningkatkan self efficacydan kemampuan
alasan meningkatnya pengetahuan pada ibu menyusui ibu.
menyusui. Perlu adanya penyuluhan tentang manfaat
Ibu yang mendapatkan dukungan suami cukup dukungan suami kepada ibu menyusui 0-6 bulan
namun telah menyusui secara efektif sebanyak 8 saat suami mengantar ibu ke Puskesmas atau
orang. Salah satu contoh responden yang pelayanan kesehatan. Adanya penelitian lebih lanjut
mendapatkan dukungan suami cukup tapi telah tentang analisis faktor yang menyebabkan dukungan
menyusui secara efektif adalah responden yang suami cukup, serta program puskesmas terhadap
berpendidikan terakhir suami SD dan jumlah anak keberhasilan menyusui efektif.
lebih dari 1. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang maka makin mudah dan semakin banyak

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 5

KEPUSTAKAAN
Astuti & Kurniawati. 2011. Analisa Hubungan
Pengaruh Cara Menyusui dengan Kejadian
Payudara Bengkak pada Ibu Post Partum.
Jurnal Kebidanan, Vol. III, No. 1, Juni 2011
Balitbangkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Bandura, A. 1997. ‘Self-efficacy: Toward a
Univying Theory of Bhavioral Change’,
Psychologycal Review, vol 84, no.2, hal. 191-
215.
Dennis, CL, 2003. The Breastfeeding Self
Efficacy Scale: Psychometric Assesment of
The Short Form, Journal of Obstetric,
Gynecologic, Neonatal, Nursing, vol. 32, no.6,
hal. 734-744.
Jones JR, Kogan MD, Singh GK, Dee DL, Grummer-
Strawn LM. Factors associated with
exclusive breastfeeding in the United States.
Pediatrics. 2011; 128:1117-1125.
Meutia. 2009. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta:
Pustaka Bunda
Permatasari, Leya Indah et al. 2014. Hubungan
Dukungan Keluarga dan Self Efficacy
dengan Perawatan Diri Lansia Hipertensi.
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10
No. 2 September 2014
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku
kesehatan, Rineka Cipta: Jakarta.
Notoadmodjo, Soekitjo. 2003. Perilaku Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta.
Pradanie, R. 2012. Thesis : Upaya Meningkatkan
Breastfeeding Self Efficacy untuk Tindakan
Menyusui Efektif melalui Paket Dukungan
Menyusui. Surabaya : UNAIR
Pradanie, R. 2015. Paket Dukungan
Terhadap Breastfeeding Self Efficacy
Dan Keberhasilan Menyusui Pada Ibu
Postpartum. Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga, Journal Ners Vol. 10 No. 01 http:/
/e-journal.unair.ac.id/index.php/JNERS/
article/view/1854, diakses pada tanggal 28 Juni
2016.
Proverawati A., dan Rahmawati, E. (2010). Kapita
Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta : Nuha
Media.
Purwanti, E. 2007. Skripsi : Hubungan Dukungan
Suami dengan Perilaku Ibu Menyusui dalam
Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pacar
Keling Surabaya. Surabaya : UNAIR

Peningkatkan Self Efficacy dan Kemampuan Menyusui Ibu Melalui Dukungan Suami
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
6 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

BIMBINGAN KELOMPOK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN


PERAN IBU DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
TUNAGRAHITA

Novita Nindy Mentari*, Mira Triharini*, Aria Aulia Nastiti*


*Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115
Telp. (031) 5913752, 5913754, Fax. (031)5913257
Email: auliaaria@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Remaja dengan tunagrahita mengalami perubahan fisik dan hormonal seperti yang terjadi pada
remaja normal pada umumnya, tetapi remaja dengan tunagrahita memiliki keterbatasan intelektual bahkan
terkadang fisik dan emosi sehingga bimbingan dan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar diperlukan.
Ibu adalah sumber informasi yang penting bagi anaknya tentang perubahan dalam perekembangan fisik remaja
sehingga perilaku sex bebas juga dapat dicegah.
Metode: Desain penelitian ini adalah pre-experimental one group pretest posttest. Populasi dalam penelitian
ini adalah ibu yang mempunyai anak tunagrahita - C1 di SLB B.C.D Ngudi Hayu Kabupaten Blitar. Sampel
dalam penelitian menggunakan purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 20 responden.
Variabel dependen penelitian ini adalah pengetahuan dan peran ibu, dan variabel independennya adalah
pendidikan kesehatan dengan bimbingan kelompok. Instrument pengambilan data yang digunakan yaitu
dengan kuesioner dan diuji statistic dengan Wilcoxon Signed Rank test dengan nilai signifikansi p ≤ 0.05
untuk menganalisi data.
Hasil: Dari uji Wilcoxon Signed Rink test, peneliti memperoleh informasi penting bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari bimbingan dalam kelompok dengan tingkat pengetahuan ibu dalam kesehatan organ reproduksi
remaja (p - 0,001) dan peran ibu dalam kesehatan reproduksi remaja organ (p - 0,000).
Diskusi: Disarankan kepada sekolah kebutuhan khusus untuk memperbaiki fungsi layanan kesehatan untuk
memfasilitasi siswa mereka medapatkan pendidikan kesehatan terutama kesehatan organ reproduksi organ
serta bekerjasama dengan ibu siswa/siswi dalam pendidikan kesehatan.

Kata Kunci: Diskusi bimbingan kelompok, remaja, tuna grahita, perilaku pencegahan sex bebas.

PENDAHULUAN memiliki keterbatasan, maka perlunya bimbingan


dan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Menurut Proverawati (2009) remaja adalah Ibu adalah sumber informasi yang penting bagi
masa peralihan dari anak menuju ke dewasa dimana anaknya mengenai apa itu perubahan dalam
terjadi perubahan fisik, mental, dan emosional, yang perekembangan fisik remaja (Syarif, 2003). Ibu
sangat cepat. Menurut WHO, batasan usia remaja tidak berperan dalam proses perkembangan
yaitu antara umur 10-19 tahun, dimana pada masa kesehatan reproduksi remaja maka banyak kasus
ini individu berkembang dari saat ia mencapai seperti pemerkosaan dan sodomi pada remaja dengan
kematanagan seksual, dimana hal tersebut juga terjadi retardasi mental karena kurangnya peran orang tua
pada remaja tunagrahita. The American Psichiatric dalam perkembangan remja anak mereka (Asra,
Association’s and Statistical Manualof Mental 2013).
Disorder mendefinisikan tunagrahita sebagai Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan
disfungsi atau gangguan yang terjadi pada susuanan khusus pada tahun 2011 di Indonesia sekitar 7-10 %
saraf pusat yang mengakibatkan kecerdasan dari total jumlah anak.Diperkirakan antara 3-7%
intelektual menurun kurang dari 70, sehingga atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18
berdampak pada kemampuan untuk memenuhi tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori
kebutuhan dasarnya seperti ketrampilan anak berkebutuhan khusus. Remaja dengan
berkomunikasi sosialisai, pendidikan, belajar kebutuhan khusus seperti tunagrahita mempunyai
kesehatan, dan pekerjaan (Greydanus & Pratt, 2005). resiko yang tinggi untuk mengalami isolasi sosial
Remaja dengan tunagrahita memiliki keterbatasan dimasyarakat sehingga mereka sangat bergantung
intelektual bahkan terkadang fisik dan emosi juga pada peran keluarga (Buyan, 2004).

6 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 7

Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan oleh beberapa faktor seperti faktor predisposisi,
penulis, anak berkebutuhan khusus yang diambil faktor pendukung, faktor pendorong. Berdasarkan
untuk diberikan perlakuan kepada ibunya adalah uraian diatas, peneliti ingin menganalisis apakah ada
anak dengan tunagrahita, karena anak dengan pengaruh bimbingan kelompokterhadap pengetahuan
tunagrahita memiliki ketergantungan yang tinggi dan peran ibu dalam kesehatan reproduksi remaja
kepada ibunya dibandingkan anak dengan kebutuhan tunagrahita di SLB B.C.D Ngudi Hayu kabupaten
khusus yang lain. Studi pendahuluan yang diawali Blitar.
dengan observasi dilakukan peneliti pada tanggal 26
Febuari 2015. Wawancara dilakukan dengan bantuan BAHAN DAN METODE
salah satu guru untuk berkomunikasi dengan siswi
mengatakan bahwa mereka mengetahui tentang Penelitian ini menggunakan desain Pra-
menstruasi dari guru mereka, dan sedikit dari orang Experimental dengan rancangan One Group
tua. Guru tersebut memaparkan bahwa pelajaran Pretest-posttest Design yang dilakukan dengan
tentang kesehatan reproduksi sendiri terbatas pada terlebih dahulu memberikan pretest kepada
buku dan hanya secara umum sehingga diperlukannya responden kemudian diberi intervensi, setelah itu
pemahaman yang jelas oleh orang terdekat dari dilakukan postest. Populasi dalam penelitian ini ibu-
anak tersebut yaitu ibu. Guru sebagai sumber ibu yang mempunyai anak tunagrahita - C1 di SLB
informasi beliau menuturkan tingkat ketergantungan B.C.D Ngudi Hayu Kabupaten Blitar sebanyak 22
anak tunagrahita pada orang tuanya sangat tinggi orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
karena hampir 24 jam anak dengan tunagrahita Purposive Sampling yaitu besar sampel dalam
bersama orang tua dan dalam pengawasan orang penelitian ditentukan dalam kriteria inklusi dan kriteria
tua. Wawancara yang dilakukan pada orang tua eksklusi (Salim, 2014). Kriteria inklusi dalam
dengan anak perempuan, ibu hanya sekedar penelitian ini adalah: 1) Ibu wali murid yang
memberitahu bahwa wanita akan mengalami mempunyai anak tunagrahita - C1 usia 10-19 tahun
menstruasi, dan pada anak laki-laki beberapa ibu di SLB B.C.D Ngudi Hayu kabupaten Blitar 2)
belum menjelaskan kepada anaknya menganai Mendapatkan bimbingan secara lengkap untuk
kesehatan reproduksi karena bagi orang tua kelompok perlakuan 3) Sehat jasmani dan rohani.
menjelaskan hal tersebut kepada anak adalah hal Variabel independen pada penelitian ini adalah
yang masih dianggap tabu. Hal ini didukung oleh bimbingan kelompok. Sedangkan variabel dependen
penelitian Kusumaningrum, Cahyo, dan Nugraha adalah pengetahuan dan peran ibu dalam kesehatan
(2012) yang mengatakan bahwa ibu dalam penelitian reproduksi remaja tunagrahita. Alat ukur untuk
ini belum pernah memberikan materi mengenai organ pengetahuan dan sikap berupa kuesioener yang
reproduksi, perkembangan fisik anak saat memasuki diberikan ketika pre-test kemudiandilakukan post
remaja, mimpi basah, dan pergaulan dengan lawan test selang 7 hari setelah dilaksanakan bimbingan
jenis karena materi tidak cocok diberikan karena kelompok. Proses penelitian ini berlangsung selama
anak belum cukup umur. Sehingga hal ini dua minggu dengan tiga kali bimbingan masing-
mempengaruhi kesehatan reproduksi pada anak masing selama 60 menit. Data yang terkumpul
tunagrahita. kemudian dianalisis menggunakan uji statistik
Pemberian pendidikan kesehatan dengan Wilcoxon signed rank test dengan tingkat
bimbingan kelompok diharapkan mampu kemaknaan α ≤ 0,05. Artinya, bila menghasilkan (p)
meningkatkan peran ibu dalam kesehatan reproduksi ≤ 0,05, maka H1 diterima, hal ini berarti ada pengaruh
pada remaja tunagrahita. Pendidikan kesehatan yang bimbingan kelompokterhadap pengetahuan dan peran
diberikan adalah dengan metode bimbingan kelompok, ibu dalam kesehatan reproduksi pada remaja
dengan keunggulan dari bimbingan menurut Winkel tunagrahita.
(2005) dalam memecahkan masalah adalah
bimbingan lebih efektif dan efisien.
HASIL
Peningkatan peran orang tua dalam hal
kesehatan reproduksi sangat dipengaruhi oleh Setelah dilakukan analisa data dan menguji
bebrapa faktor. Teori yang ada kaitnya dengan hasil penelitian secara kuantitatif (dengan uji statistik
faktor-fator yang mempengaruhi peran ibu adalah Wilcoxon signed rank test) diperoleh hasil yang
teori Lawrence Green (Green lw dan kreuter Mw, beragam sehingga memerlukan beberapa
1991) perilaku seseorang khusunya ibu dipengaruhi pembahasan terkait: pengaruh bimbingan kelompok

Bimbingan Kelompok Meningkatkan Pengetahuan dan Peran Ibu dalam Kesehatan Reproduksi Remaja Tunagrahita
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
8 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

terhadap pengetahuan dan peran ibu dalam kesehatan Penelitian tentang pengetahuan ibu dalam
remaja tunagrahita. kesehatan reproduksi remaja tunagrahita
Hasil pretest menunjukan setengah responden menunujukan adanya interaksi yang terjadi antar
memilki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak responden untuk menjawab pertanyaan atau dalam
10 responden (50%). Sedangkan hasil posttest mengungkapkan pengalaman. Hal tersebut sesuai
menunjukan seluruh responden memiliki pengetahuan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo
baik yaitu 20 responden (100%). Berdasarkan hasil (2003) bahwa pengetahuan merupakan domain
analisis Wilcoxon Sign Rank Test dengan tingkat penting dalam membentuk tindakan seseorang,
kemaknaan α ≤ 0.05 didapatkan p = 0.001. artinya pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
ada pengaruh signifikan bimbingan kelompok dari luar, seperti informasi dari televisi, radio, surat
terhadap tingkat pengetahuan ibu dalam kesehatan kabar, atau melelaui pendidikan kesehatan dengan
reproduksi remaja tunagrahita. Pada tabel 2 dapat metode bimbingan kelompok. Dalam penelitian ini,
diidentifikasikan peran responden pada pretest, pengetahuan ibu yang cukup dan baik sebelum
sebagian besar masuk dalam kategori kurang yaitu diberikan bimbingan kelompok dipengaruhi oleh
14 responden (70%). Sedangkan pada posttest, tingkat pendidikan dimana responden yang
peran responden hampir seluruhnya yaitu sebanyak pengetahuannya cukup dan baik pada pretest adalah
17 responden (85%) masuk dalam kategori baik. ibu dengan pendidikan terakhir SLTA atau perguruan
Berdasarkan hasil analisis Wilcoxon Sign Rank tinggi. Hal ini juga menjelaskan terjadinya
Test dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0.05 didapatkan peningkatan pengetahuan ibu setelah bimbingan
p = 0.000. artinya ada pengaruh signifikan bimbingan kelompok dimana sebagian besar ibu berpendidikan
kelompok terhadap peran ibu dalam kesehatan terakhir SLTA atau perguruan tinggi. Tingkat
reproduksi remaja tunagrahita. pendidikan yang tinggi memungkinkan ibu untuk
lebih mudah menerima dan memahami informasi
yang didapatkan dari bimbingan. Selain itu sebagian
PEMBAHASAN besar ibu yang menjadi responden dalam penelitian
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setengah ini adalah ibu dengan rasa ingin tahu yang tinggi, hal
responden telah memilki pengetahuan yang cukup ini yang menjadi alasan peningkatan pengetahuan
sebelum diberikan bimbingan kelompok yaitu sebesar ibu setelah diberikan bimbingan kelompok.
50%, hal ini terlihat dalam beberapa aspek Peningkatan pengetahuan ibu juga dapat dipengaruhi
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi seperti oleh usia ibu yang masih produktif yaitu usia 21-40
pengertian menstruasi, pengertian mimpi basah, dan tahun sebesar 85%. Fungsi panca indra pada usia
dampak kehamilan yang tidak diinginkan. Setelah tersebut masih baik untuk menerima informasi
diberikan bimbingan kelompok, terjadi peningkatan Distribusi responden berdasarkan urutan anak
pengetahuan pada responden yaitu semua responden yang mangalami tunagrahita menunjukan bahwa
memiliki pengetahuan yang baik pada posttest. lebih dari separuh responden yaitu sebesar 70%
Peningkatan pengetahuan dari hasil pretest dan responden dengan anak yang mengalami tunagrahita
posttest dapat diketahui melalui peningkatan kategori adalah anak pertama. Pengalaman memiliki anak
yang terjadi hampir pada seluruh responden. pertama dengan tunagrahita ini membuat ibu lebih
Peningkatan pengetahuan responden ini berbeda fokus dalam memperhatikan kebutuhan anaknya,
antara satu responden dengan responden lain walaupun sehingga membuat ibu lebih tertarik dalam menerima
peningkatan kategori yang sama. Perbadaan informasi seputar kesehatan reproduksi remaja. Ibu
perubahan pengetahuan respoden ini dipengaruhi oleh yang sudah memiliki pengalaman lebih dalam hal
beberapa faktor seperti tingkat pendidikan responden, merawat anak tunagrahita dalam hal kesehatan
usia responden, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya reproduksi dapat membagi pengalaman tentang
oleh responden, pekerjaan responden, dan rasa tertarik menjaga dan merawat kesehatan reproduksi remaja
dan ingin tahu responden terhadap kesehatan tunagrahita kepada ibu lain yang belum tentu memiliki
reproduksi. Perubahan yang signifikan yaitu pengalaman yang sama.
peningkatan pengetahuan responden dari kategori Dari hasil penelitian ini juga didapatkan
kurang pada tiga responden. Responden tanpa peningkatan pengetahuan 3 orang responden yang
perubahan kategori dari perbandingan hasil pretest cukup signifikan yaitu dari pengetahuan kurang
maupun posttest diklasifikasikan menjadi kategori menjadi pengetahuan baik, dimana satu responden
pengetahuan tetap baik yaitu sebanyak 7 responden. pendidikan terakhirnya adalah SD, dan dua yang

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 9

lain berpendidikan terakhir SMP, dan anak yang dalam kesehatan reproduksi remaja tunagrahita.
mengalami tunagrahita adalah anak pertama. Peran ibu dalam kesehatan reproduksi setelah
Responden tersebut baru pertama kali mendapatkan diberikan bimbingan kelompok sebanyak 85 % baik,
materi kesehatan reproduksi remaja khususnya namun meskipun demikian masih terdapat tiga
remaja tunagrahita. Pengetahuan baru tersebut orang yang perannya belum baik walaupun
tentunya merupakan hal yang menarik bagi mereka, pengetahuan mereka sudah baik.
apalagi anak mereka sedang memasuki masa remaja Seseorang yang telah mengetahui stimulus atau
yang sangat perlu dampingan dari orang tua. Rasa objek kesehatan kemudian mengadakan penelitian
sayang dan perahtian ibu yang tinggi terhadap terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
anaknya juga yang mempengaruhi meningkatnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
penerimaan informasi sehingga hal tersebut dapat mempraktekannya dengan baik. Peningkatan peran
meningkatkan pengetahuan ibu. setelah setelah diberikan bimbingan kesehatan dalam
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja penelitian ini sesuai dengan teori perubahan perilaku
tunagrahita dengan bimbingan kelompok ini dapat yang dinyatakan oleh Rogers bahwa suatu program
mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu, hal ini sesuai pendidikan dapat menyebabkan perubahan perilaku.
dengan teori yang dikemukakan oleh Green (1991) Perubahan ini terjadi melalui serangkaian situasi
bahwa faktor predisposisi yang termasuk di yaitu adanya kesadaran, minat, evaluasi, uji coba
dalamnya adalah pengetahuan dapat diubah dengan dan adopsi. Aplikasi teori dalam penelitian ini yaitu
diberikannya promosi kesehatan yang sesuai. Faktor ibu mendapatkan bimbingan kelompok yang
predisposisi dalam hal inni bukan hanya pengetahuan, disampaikan oleh peneliti (awarness), sehingga
namun juga ada pekerjaan yang juga dapat perubahan persepsi dan emosi tersebut membuat
mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Penelitian responden menjad tertarik (interest), sehingga timbul
melibatkan hampir seuruh responden (95%) ibu-ibu rasa ingin tahu responden. Ibu mulai menimbang-
yang tidak bekerja. Hal ini membuat ibu lebih fokus menimbang baik buruknya isi bimbingan
dalam memperhatikan perkembangan anaknya dan kelompok tersebut bagi dirinya dan anak remajanya
mencari informasi terkait dengan kebutuhan anaknya (evaluation). Semua responden memiliki pengetahuan
yang mengalami tunagrahita. yang baik yang artinya mereka merasa kesehatan
Peran responden saat pretest, peran didapatkan reproduksi adalah hal yang penting untuk diketahui
sebagian besar dalam kategori kurang. Peran dan diterapkan kepada anak remaja mereka yang
responden ini kurang dalam hal memantau membutuhkan dampingan yang terus menerus.
pengetahuan anaknya dalam kesehatan reproduksi, Selanjutnya pengetahuan yang positif inilah yang
keaktifan dalam bertanya kepada anak perihal menumbuhkan kesediaan dan kesiapan berubah
kesehatan reproduksi, dan dalam hal memantau sehingga mereka mau berperan aktif dalam
masalah dalam masa remaja anak remajanya. Hasil perkembangan anak remaja mereka yang memilki
pada posttest peran didapatkan hampir semua pada kebutuhan khusus yaitu tunagrahita.
kategori baik, namun ada tiga responden yang dalam Responden yang perannya belum sesuai dengan
kategori cukup. Peran responden baik seperti dalam harapan sebanyak tiga responden walaupun
hal mencari informasi seputar kesehatan reproduksi, pengetahuan mereka telah baik. Allport (1954)
memantau pengetahuan anak dalam kesehatan mengatakan bahwa salah satu faktor yang
reproduksi, dan mencari informasi seputar remaja mempengaruhi peran orang tua adalah pengetahuan,
dan masalahnya. dimana peran sebagai reaksi atau respon seseorang
Peningkatan jumlah respoden dengan kategori terhadap stimulus atau obyek. Meskipun responden
baik, yaitu lebih dari setengah responden yang semula yang perannya belum masuk dalam kategori baik,
pada kategori kurang dan responden yang semula namun ke tiga responden tersebut mengalami
pada kategori cukup. Peningkatan peran dari hasil peningkatan dari kategori kurang menjadi cukup.
pretest dan posttest dapat diketahui melalui Hal itu searah dengan peningkatan kategori
peningkatan kategori yang terjadi pada hampir seluruh pengetahuan dari ke tiga responden tersebut. Ketiga
responden. Perubahan yang sangat signifikan yaitu responden memang belum mempunyai peran yang
peningkatan peran responden dari kategori kurang baik dalam kesehatan reproduksi remaja tunagrahita,
menjadi baik pada hampir setengah responden. namun ketiga responden sudah mengalami
Berdasarkan hasil penelitian, bimbingan peningkatan peran dalam kesehatan reproduksi
kelompok dapat mempengaruhi peran responden remaja tunagrahita. Faktor lain yang menyebabkan

Bimbingan Kelompok Meningkatkan Pengetahuan dan Peran Ibu dalam Kesehatan Reproduksi Remaja Tunagrahita
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
10 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

ibu tersebut belum berperan baik dalam kesehatan diri responden, sehingga responden merasa sadar
reproduksi remaja tunagrahita adalah usia ibu. Usia dan merasa tertarik untuk mendengarkan apa yang
ibu dalam hal ini juga memiliki pengaruh, yaitu usia disampaikan oleh peneliti dan bertanya tentang
ibu yang lebih dari 40 tahun. Hal itu terlihat ketika kesehatan reproduksi pada remaja tunagrahita. Hal
salah satu ibu mengatakan bahwa masih belum ini pun dibuktikan dengan hasil uji statistik yang
pantas membahas hal tentang kesehatan reproduksi menunujukan hasil signifikasi pada pengetahuan p =
ini dengan anak. Perpsepsi bahwa membicarakan 0.001 yang berarti ada pengaruh signifikan bimbingan
hal tersebut dengan anak adalah hal yang tidak kelompok terhadap tingkat pengetahuan ibu dalam
wajar atau masih tabu, membuat ibu masih malu kesehatan reproduksi remaja tunagrahita, dan pada
dalam bertanya dan membimbing anaknya dalam peran juga menunujukan nilai signifikansi p = 0.000
hal kesehatan reproduksi remaja. yang artinya ada pengaruh signifikan bimbingan
Peningkatan peran ini juga erat kaitannya kelompok terhadap peran ibu dalam kesehatan
dengan lebih dari separuh responden yang reproduksi remaja tunagrahita. Hasil tersebut juga
mempunyai remaja dengan tunagrahita adalah anak didukung oleh pengakuan responden yang mulai
pertama mereka, sehingga perhatian yang diberikan berani menayakan pada anaknya dan mulai
ibu akan lebih banyak untuk memberikan yang memantau perkembangan masa remaja anaknya.
terbaik untuk anaknya. Peran ibu meningkat juga Hal ini sesuai dengan penelitian Pownall dan Swango
dapat dipengaruhi oleh usia ibu yang sudah matang – Wilson (2011) dalam Asra (2013) yang menyatakan
yaitu usia 31-40 tahun yang mengalami peningkatan bahwa orang tua adalah bagian yang sangat penting
kategori. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dalam hal memberikan informasi tentang seksualitas
dimana tingkat kematangan dan kekuatan seseorang atau kesehatan reproduksi pada remaja tunagrahita.
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja Penelitian ini mengambil responden ibu dengan
(Nursalam, 2008). anak tunagrahita, dimana 95% ibu-ibu yang menjadi
Salah satu faktor yang mempengaruhi responden adalah ibu yang tidak bekerja. Keputusan
keberhasilan bimbingan kelompok adalah metode untuk tidak bekerja ibi bukan semata-mata kemauan
yang digunakan untuk menyampaikan materi ibu sendiri, namun juga ada dukungan dari pihak
pendidikan kesetahan. Pendidikan kesehatan dengan suami untuk lebih fokus merawat anak. Anak dengan
metode bimbingan kelompok ini mampu menjadi tunagrahita memilki tingkat ketergantungan tinggi
solusi peningkatan pengetahuan dan peran ibu dalam pada orang lain, dan orang yang dekat dengan anak
kesehatan reproduksi remaja tungrahita. Metode adalah ibu. Hal ini sesuai dengan teori yang
bimbingan kelompok ini juga menumbuhkan dikemukakan oleh Green (1991) yang mana ada
keberanian pada responden untuk menyampaikan beberapa faktor yang mempengaruhi peran ibu dalam
pengalaman dan masalah yang dialami. Pengalaman kesehatan reproduksi remaja tunagrahita, yaitu faktor
responden untuk menjawab pertanyaan dari predisposisi yang meliputi pengetahuan ibu tentang
responden lain sangat membantu meningkatkan kesehatan reproduksi, pendidikan, pekerjaan, usia,
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja ekonomi, dan budaya. Faktor pendukung antara lain
tungrahita, karena dalam bimbingan dapat terjadi sarana dan prasarana yang meliputi informasi dan
saling tukar pengalaman diantara anggotanya (WS. tempat pelayanan kesehatan. Faktor pendorong yang
Winkel, 2005). Bimbingan kelompok dalam meliputi pemerintah, suami, dan keluarga. Apabila
penyampaian materinya adalah penyampaian yang faktor predisposisi meningkat dan faktor lain
bertahap dan sistematis sehingga peserta lebih mudah mendukung maka peran ibu dalam pemberian
dalam menerima materi. Menurut Noorjanah (2008) pemahaman kesehatan akan berdampak positif.
tujuan diberikannya bimbingan kelompok adalah
supaya responden yang mendapatkan bimbingan KESIMPULAN DAN SARAN
kelompok secra lengkap dapat membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
yang baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah dapat disimpulkan bahwa: pengetahuan ibu sebelum
bagi dirinya dan orang lain. Metode bimbingan diberikan bimbingan kelompok tentang kesehatan
kelompok sesuai untuk menambah pengetahuan, reproduksi remaja tunagrahita setengah dari total
mencegah dan untuk mengatasi masalah. ibu mempunyai pengetahuan cukup. Setalah diberikan
Pernyataan-pernyataan yang muncul saat bimbingan kelompok pada ibu tentang kesehatan
bimbingan kelompok mampu menstimulasi kesadaran reproduksi remaja, seluruh ibu mempunyai

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 11

pengetahuan baik. Peran ibu sebelum diberikan Diagnostic Approach. Mayfield Publishing
bimbingan kelompok tentang kesehatan reproduksi Company
remaja tunagrahita sebagian besar masuk dalam Greydanus, D.E., & Pratt, H.D. 2005. Syndromes
kategori kurang. Setalah diberikan bimbingan and disorders associated with mental
kelompok pada ibu tentang kesehatan reproduksi retardation. Indian care. J. Polit. Philos.
remaja peran ibu hampir seluruhnya masuk dalam
Hapsari, CM 2013, ‘Efektivitas Komunikasi Media
kategori baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
Booklet “Anak Alami” sebagai Media
bimbingan kelompok mempunyai pengaruh yang
Penyampai Pesan Gentle Birthing Service’,
signifikan terhadap pengetahuan dan peran ibu dalam
Jurnal E-Komunikasi, vol. 1, no. 3, hal. 264-
kesehatan reproduksi remaja tunagrahita.
275.
Bagi profesi keperawatan, diperlukan upaya
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,S. 2008.
pendidikan kesehatan dan sosialisasi tentang
Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing
kesehatan reproduksi remaja pada lapisan
Concepts, Process and Practice Eight Edition.
masyarakat, terutama pada ibu dengan remaja
New Jersey USA: Pearson Education
tunagrahita. Bagi ibu, diperlukan pendidikan dan
bimbingan kepada orang tua anak dengan kebutuhan Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi
khusus. Bagi sekolah, perlu meningkatkan funsi Remaja dan Wanita. Jakarta: salemba Medika
bagian kesehatan atau UKS di SLB B.C.D Ngudi Kusumaningrum. Manuaba. 1998. Memahami
Hayu kabupaten Blitar dengan memfasilitasi Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan,
konsultasi para ibu tentang kesehatan reproduksi hal 53-55
remaja dengan kebutuhan khusus. Bagi penelitian Kresno, S. 2008. Laporan Penelitian Study
selanjutnya, sampel penelitian dapat terdiri dari ibu Pemanfaatan Posyandu di Kel. Cipinang muara
remaja tunagrahita sehingga diharapkan mampu Kec. Jatinegara Kodya Jakarta Timur Tahun
menunjukan hasil yang signifikan pula pada aspek 2007. Program Magister – PKIP Universitas
yang lain. Indonesia
Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang : UMM
KEPUSTAKAAN Press
Manan, El. 2011. Miss V. Jogjakarta: Buku Biru
Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian : suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta, Makhfudli, Efeendi. F. 2009. Keperawatan Kesehatan
hal 6 – 50 Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
Arma, A.J.A., 2007. Pengaruh Perubahan Sosial Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Pendidikan
Terhadap Perilaku Seks Remaja dan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan
Penangkalnya. Info Kesehatan Masyarakat : Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
The Journal of Public Health.11 (2) : 189- 197. Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi
Asra, Yulia Kurniawaaty. 2013. Efektivitas Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Psikoedukasi Pada Orang Tua Dalam Medika
Meningkatkan Pengetahuan Seksualitas Remaja Nursalam. 2013. Konsep & Penerapan Metodologi
Retasdasi Mental Ringan. Program Sarjana- Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
UIN Sultan Kasim Riau Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Bastable, SB 2002, Perawat sebagai Pendidik, Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
EGC, Jakarta. Proverawati, aAtikah. 2009. Medical Book
Bobak; Lowdermik; jensen. 2005. Buku Ajar Menarche : Menstruasi Pertama Penuh
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC, hal Makna. Yogyakarta: Nuha Medikal, hal 12-13
45-46 Rahayu, dkk. 2008. Laporan Penelitian Perspektif
Buyan, K.K. 2004. Health pormotion through Orangtua mengenai Seksualitas Remaja
self-care and community participation: Retardasi Mental. Universitas Katolik
Elements of a proposed programe in the Soegijapranata
developing countries. BMC public Health. Saadah. 2009. Perilaku Ibu Dalam Memberikan
Green, L.W., Kreuter, M.W., Deeds, S.G., Partridge, Pemahaman Kesehatan Reproduksi Pada
K.B. 1991. Health Education Planning : A Remaja Tunagrahita Ringan. Hasil Skripsi

Bimbingan Kelompok Meningkatkan Pengetahuan dan Peran Ibu dalam Kesehatan Reproduksi Remaja Tunagrahita
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
12 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Sarwono. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada
Simamora, RH 2009, Buku Ajar Pendidikan dalam
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Soekanto, Soerjono. Teori Peranan. Jakarta : Bumi
Aksara
Somantri, T. S. 2006. Psikologi dan Pendidikan
Anak Luar Biasa. Bandung : PT Refika Aditama
Suliha, dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam
Keperawatan. Jakarta: EGC
Widyastuti, Yani. 2009. Kesehatan reproduksi.
Yogyakarta: Firtamaya, hal 11-12
Winkel. 2005. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 13

GAMBARAN ANSIETAS DAN RESPON FISIOLOGIS PASIEN DENGAN


SERANGAN PERTAMA INFARK MIOKARD AKUT

Ni Kadek Ayu Suarningsih*, Waraporn Kongsuwan 2**, Charuwan Kritpracha 3**


* Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
** Fakultas Keperawatan, Prince of Songkla University, Hat Yai, Thailand
Telp: 081237883954
Email: ayu.suarningsih@gmail.com

Abstrak
Infark Miokad akut (IMA) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di berbagai negara. Pasien yang
memiliki IMA sering disertai dengan ansietas yang dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi. Serangan
pertama IMA merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasien mengalami ansietas. Ansietas yang tidak
diberikan intervensi dengan baik memiliki dampak negatif terhadap respon fisiologis sebagai respon cepat
tubuh terhadap infark. Selain itu, penilaian dan pengobatan ansietas di rumah sakit sering tidak mendapatkan
perhatian khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat ansietas dan respon
fisiologis pada pasien dengan serangan pertama IMA. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
60 pasien IMA yang dirawat di ICCU Rumah Sakit Sanglah, Bali. Tingkat ansietas diobservasi dengan 6-item
State Anxiety Inventory and Trait Anxiety Inventory, sedangkan tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi
napas dinilai sebagai respon fisiologis klinis dari ansietas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
setengah subjek mengalami tingkat ansietas sedang (53,3%). Pasien dengan serangan pertama IMA, 35%
menunjukkan tingkat ansietas berat. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara ansietas dan respon
fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, denyut jantung, dan frekuensi napas (p<.05). Banyaknya jumlah pasien
yang mengalami tingkat kecemasan sedang dan tinggi dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar
evaluasi dini tingkat ansietas pasien IMA untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Kata Kunci: Ansietas, Infark miokad akut, Respon fisiologis

Abstrak
Acute myocardial infarction (AMI) is a leading cause of mortality and morbidity in many countries. Patients
who have AMI tends followed by anxiety that may contribute to developing complications. The first
experience of AMI found as one factor that influence patients to be anxious. Severe and untreated anxiety
has negative impacts on physiological responses as a rapid response to an infarction. Moreover, assessment
and treatment of anxiety in hospital commonly less undervalued. The purpose of this study was to examine
anxiety level and physiological responses among first AMI patients. This was a descriptive study with 60
first MI patients who were admitted to ICCU of Sanglah Hospital, Bali, Indonesia. Subjects were asked to
complete the anxiety instrument using 6-item State Anxiety Inventory and Trait Anxiety Inventory. Blood
pressure, heart rate, and respiration rate were assessed as clinical physiological responses of anxiety. The
results revealed that more than half subjects were found moderate state anxiety (53.3%) and 48.3% showed
moderate trait anxiety. Patients with first experience AMI, 35% showed a high level of state anxiety. In
addition, there was a statistically significant correlation between physiological responses and anxiety
(p<.05), however, not in systolic blood pressure. A significant number of patients with first AMI were
assessed have high and moderate anxiety, these results might be taken as evidence to early evaluate the
anxiety of AMI patients to prevent further complications.

Keywords: Anxiety, Myocardial infarction, Physiological responses

PENDAHULUAN [WHO], 2014). IMA merupakan nekrosis ireversibel


jaringan miokard sebagai dampak dari berkurangnya
Penyakit jantung meliputi infark miokard akut aliran darah ke miokardium dalam masa waktu
(IMA) saat ini telah menjadi masalah utama tertentu (Vincent, 1994). IMA memiliki dampak
kesehatan dan terdaftar sebagai penyebab utama negatif terhadap kualitas hidup pasien terutama
kematian di Indonesia (World Health Organization yang masih berusia muda (Reid, Ski, & Thompson,

13 Fisiologis Pasien dengan Serangan Pertama Infark Miokard Akut


Gambaran Ansietas dan Respon
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
14 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

2013). Dampak tersebut tidak hanya dipengaruhi METODE


oleh keparahan serangan IMA atupun faktor risiko
dan komorbiditi penyakit jantung tetapi juga respon Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
psikologi terhadap serangan IMA seperti ansietas. dengan sampel 60 pasien serangan pertama IMA
yang dirawat di ruang Intensif Cardiac care Unit
Ansietas dapat didefinisikan sebagai perasaan
(ICCU), Rumah Sakit Sanglah, Bali. Dengan kriteria
takut, tegang, panik ataupun sesuatu yang tidak
inklusi: pasien dengan hemodinamik yang stabil,
menyenangkan akan terjadi dan biasanya diikuti
berusia > 18 tahun, dan tidak dalam pengaruh obat-
oleh tanda dan gejala secara fisiologi (Medalie &
obatan anti ansietas.
Goldbourt, 1976). Spielberger, Gorsuch, dan Lushene
(1970) membedakan terdapat dua komponen ansietas Data ansietas diperoleh menggunakan 6-item
yaitu ansietas situasi (state) dan orang (trait). Kedua State and Trait Anxiety Inventory (Suhartini, 2010)).
komponen ini dapat memberikan pengaruh terhadap Respon fisiologis yang diukur dalam penelitian ini
aktivasi dari sistem saraf autonom sebagai respon adalah tekanan darah sistolik (TDs), Tekanan darah
cepat fisiologi tubuh untuk mengkompensasi diastolik (TDd), denyut jantung (HR), dan frekuensi
terjadinya serangan (McLean & Woody, 2001). napas (RR). Semua data diambil pada hari ke-2
pasien dirawat dirumah sakit. Dan dianalisis
Serangan pertama IMA dilaporkan sebagai salah
menggunakan statistik deskriptif dan Pearson
satu factor utama seseorang mengalami ansietas
Correlation test untuk menentukan hubungan
akibat dari ketidakpastian masa depan dan ancaman
ansietas dengan respon fisiologis.
kematian (Panthee & Kritpracha, 2011). Sebuah
penelitian menyebutkan dari 30 pasien dengan
serangan pertama IMA yang dirawat dirumah sakit HASIL PENELITIAN
mengalami ansietas sedang (Mertha, 2010). Sejumlah 60 subjek dalam penelitian ini berusia
Penelitian lain melaporkan prevalensi ansietas 93.3% rata-rata 55.8 tahun (min-max = 37-77 tahun) dengan
pada pasien IMA yang dirawat di rumah sakit dan jumlah laki-laki sebanyak 48 pasien. Sebagian besar
48.3% diantaranya mengalami ansietas sedang serta subyek telah menikah (93,3%). Hanya dua dari
1.7% mengalami ansietas berat (Maendra, subyek tidak memiliki pengalaman menempuh
Munayang, Dudun, & Ekawardani, 2014). pendidikan dibangku sekolah. Lebih dari setengah
Ansietas yang berat dan tidak diintervensi dari subjek (51,7%) memiliki riwayat keluarga
dengan benar dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung. Selain itu, sebagian besar subyek
infark berulang, memperpanjang masa pemulihan, (93,3%) tidak memiliki pengalaman menerima
dan dua kali lebih besar berisiko terhadap kematian pendidikan kesehatan mengenai IMA dan 38.3%
dibandingkan dengan IMA yang tidak memiliki subjek adalah perokok aktif.
ansietas (Batty, et al., 2014; Khayyam-Nekouei, et
al., 2013; Russ, et al., 2012). Selain itu, pasien IMA Tabel 1 Tingkat Ansietas dan Respon Fisiologis
yang selalu mengalami ansietas juga dilaporkan Subjek (N=60)
memiliki respon fisiologi yang buruk seperti Variable n (%) M SD Tingkat
peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan Trait Anxiety 48.47 13.31 sedang
penurunan suplai oksigen ke otak (Chapa, et al., 20-39 (ringan) 13 (21.7)
2014). Nakamura, et al. (2013) memaparkan pasien 40-59 (sedang) 32 (53.3)
dengan IMA pada umumnya mengalami ansietas, 60-80 (berat) 15 (25.0)
namun proses pengkajian dan intervensi ansietas State Anxiety 15.60 4.01 sedang
6-11 (ringan) 10 (16.7)
lebih sering tidak dievaluasi.
12-17 (sedang) 29 (48.3)
Berdasarkan pemaparan tersebut dampak yang 18-24 (berat) 21 (35.0)
ditimbukan oleh ansietas pada IMA begitu besar, TDs 116.50 15.05 Normal
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran TDd 76.83 12.68 Normal
ansietas dan respon fisiologis pada pasien dengan HR 76.83 10.03 Normal
serangan pertama IMA serta mengetahui hubungan RR 17.58 3.06 Normal
ansietas dengan respon fisiologis.
Tabel 1 menunjukkan tingkat kecemasan dan
respon fisiologis pada pasien dengan serangan
pertama IMA. Secara umum pasien mengalami

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 15

tingkat ansietas sedang dengan skor rata-rata Trait kecenderungan mengalami cemas dalam situasi
Anxiety 48.47 (SD = 13.31) dan State Anxiety yang tertekan.
15.60 (SD = 4.01). Skor State Anxiety menunjukan Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
29 pasien mengalami ansietas sedang dan 21 pasien sebelumnya yang dilakukan oleh Mertha (2010)
lainnya mengalami ansietas sedang. Sementara, dari bahwa pasien dengan IMA sebagian besar
hasil pengukuran respon fisiologis TDs, TDd, HR, mengalami ansietas tingkat sedang dan 1.7% pasien
dan RR menunjukan respon fisiologis yang normal. IMA pada penelitian tersebut mengalami ansietas
berat. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya,
Tabel 2 Hubungan Antara Ansietas dan Respon
terdapat beberapa faktor dominan yang
Fisiologis (N=60)
menyebabkan pasien IMA mengalami ansietas
Variabel State anxiety diantaranya personality pasien (Williams, O’Connor,
r p* Grubb, & O’Carroll, 2011), lingkungan yang belum
TDs -.33 .01 dikenal dan pemeriksaan diagnostik selama dirawat
TDd -.16 .22 (Fors, Dudas, & Ekman, 2014), Nyeri dada yang
HR .49 .00 memberat (Sjöström-Strand & Fridlund, 2008),
RR -.72 .00 pengalaman pertama mendapat serangan IMA, dan
* p <.05, Pearson Correlation test menyadari IMA sebagai penyakit yang mematikan
(Panthee & Kritpracha, 2011). Dalam penelitian ini
Tabel 2 mempresentasikan hubungan ansietas seluruh subjek penelitian merupakan pasien dengan
serangan pertama IMA yang belum mengenal
dan respon fisiologis masing-masing variabel. Dalam
penelitian ini skor State anxiety terhadap skor lingkungan ICCU dan pemeriksaan diruang
respon fisiologis. Hasil analisis menggunakan perawatan.
Pearson Correlation test menunjukkan terdapat Pasien dalam penelitian ini, 93.3% tidak memiliki
hubungan signifikan ansietas dengan TDs, HR, dan pengalaman mendapat informasi ataupun pendidikan
RR (p <.05). Hanya HR yang secara signifikan kesehatan mengenai IMA. Menurut Uzun, Vural,
memiliki hubungan sedang dengan arah positif dengan Uzun, dan Yokusoglu (2008), pasien IMA yang tidak
ansietas (r = .49, p <.05). Namun, penelitian ini pernah ataupun memilki sedikit informasi dan
tidak menemukan hubungan yang signifikan antara pemahaman mengenai IMA dilaporkan merupakan
ansietas dan tekanan darah diastolik (r = -.16, p faktor yang dapat meningkatkan terjadinya ansietas.
>.05). Selain itu, sebagian besar pasien dalam penelitian ini
adalah laki-laki. Laki-laki memiliki tingkat prevalensi
lebih tinggi mengalami distres psikologi dan anxietas
PEMBAHASAN
dibandingkan dengan perempuan (Hamer, Molloy,
Penelitian ini memberikan gambaran sebagian Stamatakis, 2008; Rasul, et al., 2007). Sebanyak
besar pasien dengan serangan pertama IMA 38.3% pasien dalam penelitian ini merupakan perokok
mengalami ansietas tingkat sedang, bahkan 35% aktif. Penelitian melaporkan seseorang yang memiliki
diantaranya mengalami tingkat ansietas berat (State kebiasaan merokok pada umumnya juga memiliki
Anxiety). Sementara 53.3% pasien serangan peningkatan depresi dan ansietas (Rasul, et al.,
pertama IMA dalam penelitian ini memiliki trait 2007), terlebih kebiasaan merokok pada IMA dapat
anxiety tingkat sedang. McLean dan Woody (2001) meningkatkan risiko hostility dan kematian (Everson,
mendeskripsikan state Anxiety merupakan kondisi et al., 1997).
emosional yang bersifat sementara atau sesaat pada Pada penelitian ini nilai respon fisiologis yaitu
individu yang bersifat subjektif, karena adanya tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, denyut
ketegangan dan kekhawatiran. Dalam hal ini ansietas jantung, frekuensi napas dalam batas normal.
muncul ketika individu menerima stimulus yang Berdasarkan persektif biologi, ansietas dapat
berpotensi mencederai dirinya sedangkan trait mengganggu regulasi sistem saraf autonomy dan
Anxiety cenderung mengarah pada kestabilan regulasi saraf vagus pada jantung, dimana akan
perbedaan personality individu dalam mengalami berdampak negatif pada respon fisiologis tubuh.
ansietas. Oleh karena itu, besarnya jumlah pasien Ansietas juga berkontribusi menyebabkan infark
yang memiliki tingkat state anxiety ansietas sedang pada jantung dengan mengaktivasi sistem simpatik
dan berat dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh secara berlebihan (Krantz, et al, 1990). Normalnya
kebanyakan dari personality pasien yang memiliki respon fisiologis pada penelitian ini mungkin

Gambaran Ansietas dan Respon Fisiologis Pasien dengan Serangan Pertama Infark Miokard Akut
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
16 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

dipengaruhi oleh obat-obatan yang digunakan dalam De Jong, M. J., Moser, D. K., An, K., & Chung, M.
mengontrol respon fisiologis untuk mencegah L. (2004). Anxiety is not manifested by
terjadinya komplikasi dan infark berulang. elevated heart rate and blood pressure in
Penelitian ini menemukan terdapat hubungan acutely ill cardiac patients. European Journal of
yang signifikan yang lemah negatif antara ansietas Cardiovascular Nursing, 3, 247-253. doi:10.1016/
dengan tekanan darah sistolik, namun tidak pada j.ejcnurse.2004.06.006
tekanan darah diastolik. Semakin tinggi ansietas Everson, S. A., Kauhanen, J., Kaplan, G. A.,
berhubungan dengan semakin rendahnya tekanan Goldberg, D. E., Julkunen, J., Tuomilehto, J., &
darah sistolik pada pasien serangan pertama IMA. Salonen, J. T. (1997). Hostility and increased
Walaupun hasil tersebut sesuai dengan penelitian risk of mortality and acute myocardial
sebelumnya yang dilaporkan oleh De Jong, Moser, infarction: The mediating role of behavior risk
An, dan Chung (2004), namun perlu dilakukan factors. American Journal of Epidemiology,
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan ansietas 146(2), 142-152. Retrieved from http://
dan respon fisiologis pada populasi IMA dengan aje.oxfordjournals.org/content/146/2/142.long
mempertimbangkan penggunaan obat-obatan pada Fors, A., Dudas, K., & Ekman, I. (2014). Life
pasien. is lived forwards and understood backwards -
Experiences of being affected by acute
KESIMPULAN coronary syndrome: A narrative analysis.
International Journal of Nursing Studies, 51,
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa 430-437. doi:10.1016/j.ijnurstu.2013.06.012.
pasien dengan serangan pertama IMA pada Hamer, M., Molloy, G. J., Stamatakis, E. (2008).
umumnya mengalami ansietas. Penelitian ini Psychological Distress as a Risk Factor for
menemukan terdapat hubungan yang signifikan Cardiovascular Events: Pathophysiological
antara ansietas dan respon fisiologi seperti tekanan and Behavioral Mechanisms. Journal of Am
darah sistolik, denyut jantung dan frekuensi napas. Collage Cardiology, 52(25), 2156-62
Meskipun hasil tersebut tidak konsisten dengan
Khayyam-Nekouei, Z., Neshatdoost, H., Yousefy,
penelitian sebelumnya, beberapa obat-obatan pada
A., Sadeghi, M., & Manshaee, G. (2013).
pasien diprediksi memiliki keterkaitan dengan hasil
Psychological factors and coronary heart
penelitian ini.
disease. ARYA Atherosclerosis, 9(1), 102-111.
Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
SARAN pmc/articles/PMC3653260/pdf/ARYA-09-
Dengan banyaknya jumlah pasien yang 102.pdf
mengalami tingkat ansietas sedang dan berat maka Krantz, D. S., Helmers, K. F., Nrbel, K., Gottdiener,
penting bagi petugas kesehatan untuk melakukan J. S, & Rosanski, A. (1990). Mental stress
pengkajian dan menentukan intervensi yang tepat and myocardial ischemia in patients with
untuk mengurangi dampak yang ditimbukan ansietas coronary disease: Current status and future
pada pasien IMA. directions. In: A. P. Shapiro, & A. Baum
(Eds.), Perspectives in Behavioral Medicine:
Cardiovascular disorder, pp.11-27, Hillsdale, NJ:
KEPUSTAKAAN
Erlbaum,
Batty, G. D., Russ, T. C., Stamatakis, E., & Kivimäki, Maendra, K., Munayang, H., Dundu, A. E., &
M. (2014). Psychological distress and risk of Ekawardani, N. (2014). Prevalensi tingkat
peripheral vascular disease, abdominal aortic kecemasan pada pasien infarkmiokard lama di
aneurysm, and heart failure: Pooling of sixteen poliklinik jantung Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou.
cohort studies. Atherosclerosis, 236, 385-388. Jurnal e-Clinic, 2(3), 1-10. Retrieved from http:/
doi:10.1016/j.atherosclerosis.2014.06.025 /ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/
Chapa, D.W., Akintade, B., Son, H., Woltz, P., view/6342/5860
Hunt, D. et al. (2014). Pathophysiological McLean, P. D., & Woody, S. R. (2001). Anxiety
relationships between heart failure, depression, disorders in adults: An evidence-based approach
and anxiety. Critical Care Nurse, 34(2), 14-24. to psychological treatment. Oxford: Oxford
doi:10.4037/ccn2014938 University Press.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 17

Medalie, J.H, Goldbourt, U. (1976). Angina pectoris Suhartini. (2010). The Effects of Music on Anxiety
among 10,000 men. II. Psychosocial and other Reduction in Patients with Ventilator Support
risk factors as evidenced by a multivariate (Unpublished master’s thesis), Prince of Songkla
analysis of a five year incidence study. University, Thailand.
American Journal of Medicine, 60(6), 910-21. Uzun, S., Vural, H., Uzun, M., & Yokusoglu, M.
Mertha, I. M. (2010). The effect of phase-1 heart (2008). State and trait anxiety levels before
rehabilitation activity exercise on self-efficacy coronary angiography. Journal of Clinical
and anxiety of heart coronary disease patients Nursing, 17, 602–607. doi:10.1111/j.1365-
at Sanglah General Central Hospital Denpasar 2702.2007.02018.x
(Master’s Thesis, Indonesia University, Indonesia). Vincent, R. (1994). Pre-hospital management. In
Retrieved from http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/ Julian, D. & Braunwald, E. Management of
137140-T%20I%20Made %20Mertha.pdf Acute Myocardial Infarction. Saunders co.,
Nakamura, S., Kato, K., Yoshida, A., Fukuma, N., London, England
Okumura, Y., Ito, H., & Mizuno, K. (2013). Williams, L., O’Connor, R. C., Grubb, N. R., &
Prognostic value of depression, anxiety, and O’Carroll, R. E. (2011). Type D personality and
anger in hospitalized cardiovascular disease illness perceptions in myocardial infarction
patients for predicting adverse cardiac patients. Journal of Psychosomatic Research,
outcomes. American Journal of Cardiology, 111, 70, 141-144. doi:10.1016/j.jpsychores.2010.
1432-1436. doi:10.1016/j.amjcard.2013.01.293 07.015.
Panthee, B. & Kritpracha, C. (2011). Review: World Health Organization. (2014). Indonesia:
Anxiety and quality of life in patients with Non-communicable Diseases (NCD) Country
myocardial infarction. Nurse Media Journal of Profile. Retrieved from http://www.who.int/nmh/
Nursing, 1, 105-115. Retrieved from http:// countries/idn_en.pdf
ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/
view/750
Rasul, F., Stansfeld, S. A., Davey Smith, G., Shlomo,
Y. B., & Gallacher, J. (2007). Psychological
distress, physical illness and risk of myocardial
infarction in the Caerphilly study. Psychological
Medicine, 37(9), 1305-1313. doi: http://dx.doi.org/
10.1017/S0033291707000402
Reid, J, Ski, C. F., Thompson, D. R. (2013).
Psychological Interventions for Patients with
Coronary Heart Disease and Their Partners: A
Systematic Review. PLoS ONE, 8(9), e73459.
Russ, T. C., Stamatakis, E., Hamer, M., Starr, J.
M., Kivimäki, M., & Batty, G. D. (2012).
Association between psychological distress and
mortality: Individual participant pooled analysis
of 10 prospective cohort studies. BMJ Clinical
research, 345, 1-14. doi:10.1136/bmj.e4933
Sjöström-Strand, A., & Fridlund, B. (2008). Women’s
descriptions of symptoms and delay reasons in
seeking medical care at the time of a first
myocardial infarction: A qualitative study.
International Journal of Nursing Studies, 45,
1003-1010. doi:10.1016/j.ijnurstu.2007.07.004
Spielberger, C. D., Gorsuch, R.L., & Lushene, R. E.
(1970). STAI manual for the Stait-Trait Anxiety
Inventory (“Self-Evaluation Questionnaire”).
Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Gambaran Ansietas dan Respon Fisiologis Pasien dengan Serangan Pertama Infark Miokard Akut
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
18 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

APLIKASI PERAWATAN YANG BERPUSAT PADA KELUARGA ANAK


YANG MENGALAMI HOSPITALISASI

Rinik Eko Kapti*, Ayuni Rizka Utami**


*Universitas Brawijaya/rinik.kapti@gmail.com/081334455337.
**Universitas Brawijaya/ayuniutami5@gmail.com/082247129789

Abstrak
Perawatan yang berpusat pada keluarga merupakan perawatan pada klien yang melibatkan keluarga. Keluarga
sebagai pendukung yang konstan dalam kehidupan anak sehingga keterlibatan keluarga merupakan salah satu
hal yang penting. Perawatan yang berpusat pada keluarga memberikan kesempatan bagi perawat dan orang
tua untuk memberikan perawatan yang holistik melalui pemberdayaan dan penguatan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menentukan gambaran aplikasi perawatan yang berpusat pada keluarga anak yang mengalami
hospitalisasi. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Tehnik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling dengan 52 responden. Penelitian ini menggunakan kuisioner perawatan yang
berpusat pada keluarga dengan melihat enam komponen yang dilakukan. Hasil penelitian dibagi dalam tiga
katerogi dan menunjukkan bahwa 38,5% dengan kategori baik, 59,6% dengan kategori cukup dan 1,9% dengan
kategori kurang. Komponen tertinggi pada perawatan yang berpusat pada keluarga adalah kolaborasi dan
komponen yang paling rendah adalah dukungan interpersonal. Disarankan untuk meningkatkan aplikasi
perawatan yang berpusat pada keluarga agar dampak yang dirasakan akibat hospitalisasi anak dapat diatasi
dan dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien dan keluarga.

Kata Kunci: Aplikasi, Perawatan Berpusat Pada Keluarga.

Abstrak
Family-centered care is the care of client that involving the family. Family is the constant in the child’s life
so family involvement in client caring is one of important thing. Family centered care provides nurses and
parents to give holistic care through the empowerment and strengthening. This study aimed to examine
application family centered care in the child hospitalization. The study design used is descriptive
analytical, sampling technique used purposive sampling with 52 respondents. This study uses a
questionnaire to measure family centered care with parent questionnaire on family centered nursing care
with the sight of six components. The results showed that family centered care be divided to three categories,
good category 38.5%, enough 59,6% and less category 1.9%. The highest component of family centered
care is collaboration and the most undervalued component is the interpersonal support. Therefore, this
study suggest to increase application family center care for decrease effect child hospitalization and can
improve the quality of patient care and family.

Keyword: Application, Family Center Care

PENDAHULUAN stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah


perpisahan, kehilangan kendali dan nyeri.
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena
Anak-anak yang dirawat di rumah sakit dalam
keadaan darurat yang mengharuskan anak untuk
dua dekade terakhir mengalami peningkatan pesat
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
(Wong, 2009). Prevalensi anak yang memiliki satu
sampai anak dapat dipulangkan kembali ke rumah atau lebih gejala penyakit di Ethiopia adalah 110
(Supartini, 2004). Wong (2007) menyatakan (26,5%). Prevalensi gejala yang paling sering
hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, dilaporkan adalah diare, demam, infeksi saluran
saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan pernafasan akut (ISPA) dan lain-lain 11,3%, 10%,
ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari 6,3% dan 4,6% pada anak-anak usia di bawah lima
keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta tahun (Worku, 2013). Angka kesakitan anak di
mekanisme koping yang terbatas dalam menghadapi Indonesia berdasarkan hasil Survey Kesehatan

18 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 19

Nasional (Susenas) tahun 2001-2005, di daerah METODE


perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar
25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13- Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar mengetahui aplikasi perawatan yang berpusat pada
8,13%. keluarga berdasarkan 6 komponen inti.
Selama di rawat di rumah sakit, anak harus Desain yang digunakan dalam penelitian ini
menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi adalah analitik diskripsi. Populasi dalam penelitian
asuhan yang tidak dikenal. Seringkali dilakukan ini adalah semua orang tua yang mendampingi anak
tindakan keperawatan secara invasive terhadap anak. selama menjalani rawat inap Rata-rata populasi
Tindakan ini menimbulkan nyeri sehingga anak merasa anak prasekolah yang menjalani rawat inap adalah
takut dan stres. Bahkan, sebelum perawat melakukan 60 anak. Pengambilan sampel pada penelitian ini
tindakan, anak telah merasa takut dengan kedatangan menggunakan metode non probality sampling dan
perawat, karena anak berpikir bahwa perawat adalah dengan teknik purposive sampling. Sampel pada
orang yang menakutkan dan sering melakukan penelitian ini adalah 52 orang tua anak menjalani
tindakan yang menyakitkan tubuhnya. Pada saat rawat inap dan memenuhi kriteria inklusi ataupun
seperti itu perasan anak akan penuh dengan beban kriteria eksklusi sebagai berikut: Orang tua anak
emosional seperti rasa cemas, ketakutan, perasaan yang dirawat di rumah sakit pada hari ke 2, orang
rendah diri, perasaan marah, depresi, perasaan tidak tua yang bersedia menjadi responden penelitian
berdaya, ketergantungan yang berlebihan pada orang serta bersedia menandatangani informed consent.
lain dan tidak mampu berpikir dengan baik (Sacharin, Sedangkan kriteria eksklusi adalah orang tua dengan
1996; Wahyunin, 2001). anak dalam pengawasan khusus/isolasi.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan
dampak hospitalisasi anak saat dirawat di rumah data adalah kuesioner perawatan berpusat pada
sakit salah satunya yaitu dengan cara menerapkan keluarga yang dimodifikasi dari instrumen Parent
prinsip perawatan berpusat pada keluarga. Questionare on Family Centered Care yang
perawatan berpusat pada keluarga adalah suatu dikembangkan oleh Bowman (2004) yang terdiri
pendekatan yang digunakan dalam memberikan atas 30 pertanyaan. Hasil uji validitas didapatkan
pelayanan kesehatan pada anak dengan melibatkan nilai rhitung 0,497-0,835, maka dikatakan valid karena
orang tua dan kemampuan keluarga. Dokter, perawat, nilai rhitung > rtabel (0.497). Hasil uji reliabilitas
pasien dan keluarga saling bekerjasama untuk didapatkan nilai 0.959 maka dikatakan reliabel karena
memenuhi kebutuhan anak. perawatan berpusat pada ≥ 0,6.
keluarga menekankan bahwa keluarga merupakan Data karakteristik responden menggambarkan
sumber utama kekuatan untuk anak (Hidayat, 2005). usia anak, jenis kelamin anak, usia orang tua,
Tujuan perawatan berpusat pada keluarga adalah pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua dan
memberikan kesempatan bagi orangtua untuk varibel perawatan berpusat pada keluarga
merawat anak mereka selama menjalani rawat inap ditampilkan dalam distribusi frequensi. Uji analisa
dengan pengawasan dari perawat sehingga dapat data menggunakan statistik deskripsi untuk
menurunkan dampak dari rawat inap dan mendeskripsikan family centered care. Data yang
mempercepat proses penyembuhan (Brunner dan telah diolah disajikan dalam bentuk table maupun
Suddarth, 1986; National Center for Family distribusi frequensi.
Professional Partnerships, 2015).
Pada penelitian sebelumnya oleh Bowman HASIL PENELITIAN
(2004) mengenai persepsi orang tua terhadap kualitas
Karakteristik Responden.
perawatan berpusat pada keluarga dalam perawatan
anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Table 1. Distribusi frequensi karakteristik responden
orang tua sangat penting dilakukan penerapan
a. Usia Anak
perawatan berpusat pada keluarga dalam proses
perawatan anak selama dirawat di rumah sakit. Variabel Frekuensi %
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu 3 - 4 tahun 25 48,1%
dilakukan pengkajian secara mendalam mengenai 4 - 5 tahun 13 25%
gambaran pelaksanaan perawatan berpusat pada 5 - 6 tahun 14 26,9%
keluarga pada anak dengan hospitalisasi. Total 52 100

Aplikasi Perawatan yang Berpusat pada Keluarga Anak yang Mengalami Hospitalisasi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
20 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

b. Lama Hospitalisasi Berdasarkan tabel 2 di atas, diperoleh data


bahwa perawatan berpusat pada keluarga yang
Variabel Frekuensi %
2 Hari 31 59,6%
dirasakan orang tua cukup, yaitu 31 orang tua
3 Hari 20 38,5% (59.6%). Sedangkan perawatan berpusat pada
4 Hari 1 1,9% keluarga kurang dirasakan 1 orang tua (1.9%).
Total 52 100 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Komponen Perawatan
Berpusat Pada Keluarga
c. Pengalaman Sebelumnya
Variabel Frekuensi % No Komponen FCC Nilai
Ya 40 76,9% Rata-
Tidak 12 23,1% Rata
Total 52 100 1 Aksesibilitas pelayanan
keperawatan 148.1
d. Usia Ibu 2 Pemberdayaan keluarga 149
3 Memberikan informasi 151.6
Variabel Frekuensi % 4 Kolaborasi 160.5
20-30 tahun 30 57,69% 5 Dukungan interpersonal 135.4
30-40 tahun 19 36,54% 6 Mendengarkan dan
40-50 tahun 3 5,77% menghormati ras, etnis
Total 52 100 dan budaya keluarga 156.9

e. Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh data


Variabel Frekuensi % bahwa komponen perawatan berpusat pada keluarga
Perempuan 44 84,6% yang paling tinggi nilainya adalah komponen
Laki-Laki 8 15,4% kolaborasi dengan nilai rata rata 160.5, sedangkan
Total 52 100 komponen perawatan berpusat pada keluarga palingh
rendah adalah dukungan interpersonal yaitu 135.4.
f. Pendidikan Orang Tua
Variabel Frekuensi % PEMBAHASAN
SMP 2 3,8%
SMA 40 76,9% Berdasarkan hasil dari penelitian, data pada
PT 10 19,2% variabel perawatan berpusat pada keluarga adalah
Total 52 100 52 responden, sebagian besar dari responden yaitu
31 orang (59.6%) merasakan bahwa perawatan
g. Pekerjaan berpusat pada keluarga selama mendampingi anak
Variabel Frekuensi %
hospitalisasi yaitu cukup atau sedang, kemudian 20
PNS 6 11,5% orang (38.5%) merasakan perawatan berpusat pada
Swasta 10 19,2% keluarga adalah baik dan 1 orang (1.9%) merasakan
Wiraswasta 6 11,5% bahwa perawatan berpusat pada keluarga kurang.
Lain-Lain 30 57,7% Hal tersebut menunjukan bahwa perawatan berpusat
Total 52 100 pada keluarga yang diterima dan di rasakan orang
tua yaitu cukup.
Perawatan Berpusat Pada Keluarga Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fretes (2012) yang
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perawatan Berpusat menunjukkan bahwa pelaksanaan family centered
Pada Keluarga care dinilai baik oleh orang tua dan perawat. Hal ini
dimungkinkan karena adanya perbedaan karakteristik
FCC Frekuensi %
responden dengan penelitian ini sehingga family
Kurang 1 1,9%
centered care dapat diterapkan dengan baik oleh
Cukup 31 59,6%
perawat. Penelitian yang dilakukan oleh (Shields,
Baik 20 38,5%
2007) juga menunjukan hasil yang berbeda yaitu
Total 52 100
perawatan berpusat pada keluarga cenderung
rendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena penelitian

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 21

tersebut dilakukan di rumah sakit tipe C sedangkan KEPUSTAKAAN


pada penelitian ini tipe B. Dalam penelitian tersebut
menunjukan bahwa perawatan berpusat pada Bowman M. 2004. Parents’ perceptions of quality
keluarga cenderung rendah dan perawat akan lebih family-centered nursing care in pediatrics.
fokus bekerja pada anak ketimbang dengan keluarga. Thesis. Buffalo: master of science in nursing.
Faculty of D’ youville college.
Hasil komponen tertinggi adalah kolaborasi dan
terendah adalah dukungan interpersonal. Hasil ini Brunner&Suddarth. (1986). Keperawatan Medikal
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bedah. Jakarta: EGC
Bowman (2004) dimana elemen menghormati keluarga Fretes, de Fiane. (2012). Hubungan Family
menunjukkan hasil 99% penting. Di dalam elemen Centered Care Dengan Efek Hospitalisasi
menghormati keluarga, perawat lebih menghargai Pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit
keluarga untuk mengikutsertakan dalam perawatan Panti Wilasa Citarum, Semarang. Fakultas
anak tanpa membedakan budaya dan latar belakang Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
keluarga, sehingga keluarga merasa nyaman. Wacana Salatiga.
Gill (2012) menyatakan bahwa beberapa faktor Hidayat, A. Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu
terkait dengan pendapat orang tua terhadap Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba
perawatan berpusat pada keluarga yang diterima Medika.
yaitu pengalaman masa lalu atau pengalaman rawat Moretz, Julie Ginn, Abraham Marie. (2012).
inap anak sebelumnya. Keluarga/orang tua yang Implementing patient and family centered
tidak pernah memiliki pengalaman rawat inap anak care: part II – strategies and Resources for
sebelumnya akan cenderung berpendapat bahwa success. Pediatric Nursing. Vol. 38, no. 2. 106-
perawatan yang mereka terima memang sudah 109
seharusnya seperti itu. Tetapi nyatanya masih banyak National Center for Family Professional Partnerships.
kegiatan dari bagian perawatan berpusat pada (2015). Family Centered Care. Diakses tanggal
keluarga yang belum dilaksanakan. 21 Juli 2015 dari http://www.fv-ncfpp.org/
Moretz (2012) menyebutkan bahwa faktor yang quality-health-care1/family-centered-care/#top
mempengaruhi pelaksanaan perawatan berpusat pada Sacharin RM, (1996). Prinsip Keperawatan
keluarga yaitu sumber daya manusia (SDM)/petugas Pediatrik, Edisi 2. Jakarta: EGC.
kesehatan, pengetahuan petugas, fasilitas dalam
Shields, L. 2007. Family- centered care in the
rumah sakit. Hasil dari kuesioner yang dilakukan di
perioperative area: an international perspective.
menunjukkan bahwa masih banyak petugas
Aorn journal, vol 85, no 5. 893-898.
kesehatan yang belum melakukan prinsip-prinsip
dari perawatan berpusat pada keluarga sehingga Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar
perawatan berpusat pada keluarga sendiri tidak Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
memasyarakat atau keluarga belum mengenal apa Syahrani, dkk. (2012). Pengaruh Pendidikan
itu perawatan berpusat pada keluarga. Kesehatan Tentang Penatalaksanaan ISPA
Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan
KESIMPULAN Ibu Merawat Balita ISPA Di Rumah. Diakses
tanggal 28 Januari 2016 dari http://
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ejournal.stikestelogorejo.ac.id.
sebagian besar (59,6%) orang tua menyatakan cukup Wahyunin, E. (2001). Perilaku si kecil berubah
terkait aplikasi dari perawatan yang berpusat pada tatkala sakit. Diakses tanggal 12 Agustus 2015
keluarga yang dilakukan berdasarkan enam komponen dari http://nostalgia.tabloidnova.com.
yang ada.
Wong, D.L., Hockenberry, Marylin J. (2007). Wong’s
nursing care of infants and children. St Louis,
SARAN Missouri: Mosby Inc
Disarankan perawat di rumah sakit untuk Wong, L.Donna.(2009). Buku Ajar Keperawatan
menerapkan perawatan berpusat pada keluarga agar Pediatrik.Vo.I. Edisi 6. Jakarta:EGC
dampak yang dirasakan akibat hospitalisasi anak
dapat diatasi dan meningkatkan kualitas perawatan
pasien dan keluarga

Aplikasi Perawatan yang Berpusat pada Keluarga Anak yang Mengalami Hospitalisasi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
22 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

APLIKASI PRAKTIK TEORI KENYAMANAN KOLCABA PADA


SETTING PRA-ANASTESI

Dini Prastyo Wijayanti, S.Kep


Akper Kerta Cendekia Sidoarjo
08563303302
Email: dinipw@gmail.com

Abstrak
Keperawatan sebagai disiplin akademis dan profesi mengalami perkembangan dalam ilmu keperawatan, model
konseptual dan teori keperawatan. Teori untuk displin keperawatan tergantung pada teori untuk
memepertahankan keberadaannya, keperawatan bisa menjadi vokasi, atau menjadi disiplin dengan gaya
profesional yang praktiknya berbasis teori. Teori kenyamanan termasuk relief, ease dan transcendence
merupakan konsep subjektif. Salah satu cara agar konsep subjektif bisa sebagai objektif yaitu dengan
mengukur hasilnya. Tujuan dari riview literatur ini adalah untuk mengetahui metode dan tekhnik yang
digunakan dalam pengukuran tingkat kenyamanan pada pasien pra-anastesi. Sistematika pengumpulan sumber
berdasarkan jurnal: ProQuest, Science Direct, Google Scholar dan Pubmed dari tahun 2006-2016. Berdasarkan
topik yang diambil ditemukan 12 artikel tetapi hanya 3 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Ditemukan bahwa
pengukuran tingkat kenyamanan pada pasien pra-anastesi dipengaruhi lingkungan seperti suhu dingin,
kebisingan, kekacauan, aroma yang tidak sedap, kurangnya privasi, stretcher yang tidak nyaman, kursi dan
bed yang tidak nyaman untuk digunakan oleh pasien bedah pada tahap preanestesi. Faktor psikologis pada
pasien pra-anastesi yaitu kenyamanan dan harapan. Asuhan keperawatan dipandu oleh teori kenyamanan
dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien dengan memastikan tingkat
optimal kenyamanan diruang operasi. Pemahaman perawat tentang teori keperawatan menjadi pedoman dalam
pemberian pelayanan yang profesional dan terarah. Sehingga ilmu keperawatan berkembang dengan adanya
keterkaitan antara riset, praktik dan teori dalam keperawatan.

Kata Kunci: Kenyamanan, Pra-anastesi, Kolcaba

Abstrak
Nursing as an academic discipline and professional experience in the development of nursing science,
conceptual model and nursing theory. Theory for nursing discipline depends on the theory to maintain the
existence, nursing can be a vocation, or be disciplined by a professional style that practice-based theory.
Theories include relief comfort, ease and transcendence is a subjective concept. One way that can be as
a subjective concept objective is to measure the results. The purpose of this literature Riview is to determine
the methods and techniques used in the measurement of the patient’s comfort level in the preanesthetic.
Systematic collection of resources based journal: ProQuest, Science Direct, Google Scholar and Pubmed,
restricter to the year 2006 to 2016. There was 12 articles selected but only three based on inclusion criteria.
Research that has been explored in the articles that measurement of the patient’s comfort level in the
praanesthetic influenced by the environment such as cold temperatures, noise, mess, the smell is not
pleasant, lack of privacy, stretcher uncomfortable, chairs and beds that were uncomfortable to be used by
surgical patients at the stage praanesthetic. Psychological factors in so also in patients like comfort and
hope. Nursing care was guided by the theory of comfort can contribute to improving quality of care and
patient satisfaction by ensuring the optimum level of comfort in setting praaanasthetic. Understanding
nurses on nursing theory guide the provision of professional services and targeted. So nursing developed
with the linkages between research, practice and theory in nursing.

Keyword: Comfort, Kolcaba, Praanastesia

PENDAHULUAN keperawatan, model konseptual dan teori


keperawatan. Teori untuk disiplin keperawatan adalah
Keperawatan sebagai disiplin akademis dan displin keperawatan tergantung pada teori untuk
profesi mengalami perkembangan dalam ilmu memepertahankan keberadaannya, keperawatan bisa

22 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 23

menjadi vokasi, atau menjadi disiplin dengan gaya kekacauan, aroma yang tidak sedap, kurangnya
profesional yang praktiknya berbasis teori (Alligood, privasi, stretcher yang tidak nyaman, kursi dan bed
2014). Teori keperawatan menuntun perawat untuk yang tidak nyaman untuk digunakan oleh pasien
dapat melakukan prakteknya secara professional bedah pada tahap preanestesi (Seyedfatemi, 2014).
Aplikasi teori dan model keperawatan memerlukan Asuhan keperawatan dipandu oleh teori kenyamanan
pemahaman yang mendalam terhadap teori-teori dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas
dan model keperawatan yang ada (Hidayat, 2004). pelayanan dan kepuasan pasien dengan memastikan
Menurut McEwen dan Wills (2014) Kolcaba tingkat optimal kenyamanan diruang operasi.
mengembangkan teori kenyamanan yang diinspirasi Pemahaman perawat tentang teori keperawatan
dari pernyataan Nightingale yang menyatakan bahwa menjadi pedoman dalam pemberian pelayanan yang
apa yang kita lihat atau diamati akan hilang, tetapi profesional dan terarah. Sehingga ilmu keperawatan
apa yang dilihat itu harus dapat menyelamatkan berkembang dengan adanya keterkaitan antara riset,
kehidupan dan meningkatkan kesehatan dan praktik dan teori dalam keperawatan. Berdasarkan
menggunakan skala nyeri untuk mengukur hal di atas, penulis tertarik membahas teori comfort
kenyamanan atau telah dikembangkan kuesioner oleh Kolcaba pada kenyamanan dan harapan pasien
berdasarkan literatur untuk menilai ketidaknyamanan dalam tahap pre anesthesia pada pasien yang
pasien (Tosun, 2015). Namun, kenyamanan tidak berlansung pembedahan.
bisa dibatasi dengan tidak adanya rasa sakit.
Kenyamanan adalah konsep multidimensi yang METODE
meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan
dan sosial budaya. Selain itu, banyak faktor, seperti Sistematika pengumpulan sumber berdasarkan
posisi, suhu, tekanan, kesehatan, dan lingkungan, jurnal : ProQuest, Science Direct, Google Scholar
ditambah fisiologis dan faktor psikologis, dan Pubmed dari tahun 2006-2016. Berdasarkan
mempengaruhi kenyamanan (Tosun, 2015). Faktor topik yang diambil ditemukan 12 artikel tetapi hanya
psikologis pada pasien pra-operasi yaitu kenyamanan 3 artikel yang memenuhi kriteria inklusi.
dan harapan telah diidentifikasi sebagai komponen-
komponen penting dalam perawatan perianesthesia HASIL PENELITIAN
(Seyedfatemi, 2014). Penyebab ketidaknyamanan
antara lain: lingkungan seperti suhu dingin, kebisingan, Tabel 1

No Author, Judul Sumber Metode Hasil


Tahun Jurnal
1 Naima Comfort and Journal of Peri Desain descriptive cross- Data dianalisa menggunakan
Seyedfatemi Hope in the Anesthesia sectional. Data Kruskal Wallis, independent
PhD, Preanesthesia Nursing, Vol dikumpulkan dengan sample t test, and Pearson
Forough Stage in 29, Vol. 29 (3), menggunakan kuesioner correlation coefficient.
Rafii,PhD, Patients 213-220. doi: kenyamanan Perianesthesia Secara langsung hubungan
Mahboubeh Undergoing Doi.org/10.101 Comfort Questionnaire diobservasi diantara
Rezaei, Surgery. 6/j.jopan.2013. [PCQ] secara langsung kenyaman dan harapan (P
Katharine (General 05.018 dihubungkan dengan 0.01,R= 0,65) . hal ini sangat
Kolcaba, Hospital, tingginya health-seeking signifikan dihubungkan
PhD, RN Kashan-Iran) behaviors (HSBs) dan dengan hasil observasi antara
(2014) perilaku eksternal index tingkat pendidikan dan status
harapan hidup (the Herth penikahan dengan
Hope Index (HHI) kenyamanan (P
Populasi 191 pasien juga hasilnya sangat
signifikan dihubungkan
dengan hasil observasi antara
tingkat pendidikan dan status
penikahan dengan harapan
(P
2 Doreen Effects of AORN Design eksperimen pretest/ Data di analysis Cronbach's
Wagner, Comfort Journal VOL posttest. Instrumen alpha and descriptive
RN; Warming 84, NO 3 menggunakan TCI yang di statistics data, TCI dengan
Michelle on modifkasi dari instrumen skala Likert menunjukkan
Byrne, RN; Preoperative GCQ (Kolaba) bahwa grup dengan treatmen
Katharine Patients Membandingkan efek meningkatkan level

Aplikasi Praktik Teori Kenyamanan Kolcaba Pada Setting Pra-Anastesi


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
24 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

g g
Kolcaba, (Public kehangantan menggunakan kenyamanan pemberian suhu
RN Hospital selimut VS kehangatan yang lebih hangat
(2006) in the menggunakan baju pasien dihubungkan dengan a. Suhu
southeastern (gown) pada persepsi tubuh (P=0,116)
United pasien terhadap suhu b.Suhu ruangan (P= .049),
States) kenyamanan dan c. Menggigil (P = .010)
kecemasan Populasi 126 d. Kehangatan dada
Dengan 64 grup terkontrol (P = .003). Treatmen yang
dan 62 dengan treatmen diberikan yaitu memberikan
baju hangat memiliki effek
psikologis yang signifikan
yaitu ansietas menurun ie,
t = 3.85, P =0,0002)
3 Ilma Rosida Kenyamanan Critical and Desain cross sectional. Data dianalisis
Rahmawati, Pasien pra- Medical Populasi penelitian ini menggunakan Spearmen’s
Ika Yuni operasi di Journal adalah seluruh pasien pre Rho dan Chi Square dengan
Widyawati, Ruang Rawat Nursing operasi di R. Marwah. α<0,05. Hasil penelitian
Laily Inap Bedah Journal vol 3 Sampel penelitian sebesar menunjukkan
Hidayati Marwah RSU No 1. 2014 26 responden yang dipilih bahwa usia, kecemasan,
(2014) Haji dengan teknik consecutive dukungan keluarga, dan nyeri
Surabaya sampling. Pengumpulan berhubungan signifikan
data menggunakan dengan kenyamanan, dengan
kuesioner dan observasi. p value masing-masing
p=0,000; p=0,000; p=0,015;
p=0,036 dan koefisien
korelasi masing-masing
r=0,769; r=0,832; r=0,473;
r=0,414. Pengalaman
pembedahan juga
berhubungan dengan

PEMBAHASAN termasuk komponen perawatan holistik. Perawat


dapat melakukan perawatan imbobilisasi pada pasien
Definisi kenyamanan menurut Kolcaba dan dengan teori “comfort” Kolcaba(Tosun, 2015).
Wilson dalam (Seyedfatemi, 2014) bahwa area Sedangkan pada (Seyedfatemi, 2014) menggunakan
seimbang dari kekuatan adalah apa yg dibutuhkan instrumen PCQ dengan 24 pertanyaan yang dibangun
manusia untuk relief, ease dan trancendence yang dengan klasifikasi struktur taxonomi :konteks yang
ditemukan dalam empat aspek ( fisik, psikospiritual, mendukung kenyamanan tersebut antara lain:
sosiokultural, dan lingkungan), Kolcaba juga physical, psychospiritual, sociocultural, dan
mengkategorikan ketidaknyamanan sebagai oposisi environmental kenyamanan yang merefleksi
yang berkelanjutan. Hal yang sama juga diungkapkan multidimensi tentang kenyamanan di satu waktu.
(Tosun, 2015) bahwa Teori kenyamanan termasuk Secara langsung hubungan diobservasi diantara
relief, ease dan transcendence merupakan konsep kenyaman dan harapan (P ≤0.01,R= 0,65) . hal ini
subjektif. Salah satu cara agar konsep subjektif bisa sangat signifikan dihubungkan dengan hasil observasi
sebagai objektif yaitu dengan mengukur hasilnya. antara tingkat pendidikan dan status penikahan
Pengumpulan data menggunakan instrumen dengan kenyamanan (P ≤ 0.01).Dan juga hasilnya
pengkajian kenyamanan klien menggunakan sangat signifikan dihubungkan dengan hasil observasi
instrumen yang telah di uji secara empiris diantaranya antara tingkat pendidikan dan status penikahan
adalah Radiantion Therapy Comfort Questionnaire, dengan harapan (P ≤ 0.01). Pada grup yang
Visual Analog Scales, Urinary Inocontinence and diberikan kontrol menggunakan TCI pengembangan
Frequency Comfort Questionnaire. Dalam penelitian dari GCQ hanya ada 13 pertanyaan penilaian
yang dilakukan Tosun (2015) mengungkapkan berdasarkan likert dari setuju sampai sangat tidak
tentang ICQ (quesioner dengan 20 pertanyaan) setuju dengan treatmen yang diberikan yaitu
sebagai alat yang valid dan reliabel untuk mengkaji memberikan baju hangat memiliki effek psikologis
kenyamanan pasien di Turki dengan imobilisasi yang signifikan yaitu ansietas menurun ie, t = 3.85,
karena masalah otrhopedi ektremitas bawah. ICQ P = 0,0002) (Kolcaba, et all, 2006). Di Indonesia
sangat mudah dan praktis untuk melengkapi struktur menggunakan Spearmen’s Rho dan Chi Square

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 25

dengan α < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan Siefert. (2002). Concept Analysis Of Comfort.
bahwa usia, kecemasan, dukungan keluarga, dan Nursing Forum, 37(4), 16-23.
nyeri berhubungan signifikan dengan kenyamanan, Tosun, B. (2015). Turkish Version of Kolcaba’s
Pengalaman pembedahan juga berhubungan dengan Immobilization Comfort Questionnaire: A
kenyamanan (p=0,000; x2=15,376). Nyeri memiliki Validity and Reliability Study. Asian Nursing
hubungan signifikan dengan kenyamanan pasien pre Research, 9(278-284).
operasi di R. Marwah RSU Haji Surabaya yang
ditandai dengan nilai p=0,036 dan r=0,414.
menyatakan bahwa hampir seluruh responden yang
tidak mengalami nyeri merasakan nyaman
(Rahmawati, 2014).

KESIMPULAN

Asuhan keperawatan dipandu oleh teori


kenyamanan dapat berkontribusi terhadap
peningkatan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien
dengan memastikan tingkat optimal kenyamanan
diruang operasi erawat harus menginformasikan
kepada pasien & keluarga untuk memberi dukungan
kepada pasien menjelang operasi

SARAN

Pemahaman perawat tentang teori keperawatan


menjadi pedoman dalam pemberian pelayanan yang
profesional dan terarah. Sehingga ilmu keperawatan
berkembang dengan adanya keterkaitan antara riset,
praktik dan teori dalam keperawatan

KEPUSTAKAAN

Alligood, MR. (2014). Nursing Theorist and Their


Works St Louis: Mosby Elsevier Inc.
Kolcaba, at all. (2006). Effects of Comfort Warniing
on Preoperative Patients. AORN Journal. Vol
84(3). 427-448.
Hidayat, A. (2004). Pengantar Konsep Dasar
keperawatan. Jakarta: Salemba.
McEwen, M., & Wills, E.M. . (2011). Theoretical
Basis for Nursing. . Philadelphia: Lippincott.
Rahmawati, et all. (2014). Kenyamanan Pasien
pra- operasi di Ruang Rawat Inap Bedah
Marwah RSU Haji Surabaya. Critical and
Medical Journal Nursing Journal vol 3 No 1.
Surabaya: Salemba Medika
Seyedfatemi, Naima. (2014). Comfort and Hope in
the Preanesthesia Stage in Patients Undergoing
Surgery. Journal of PeriAnesthesia Nursing,
Vol 29, Vol. 29(3), 213-220. doi: Doi.org/
10.1016/j.jopan.2013.05.018

Aplikasi Praktik Teori Kenyamanan Kolcaba Pada Setting Pra-Anastesi


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
26 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENTINGNYA SPIRITUAL DAN METODE TEKNIK EMOTIONAL


FREEDOM TECHNIQUE (EFT) TERHADAP PROSES
KESEMBUHAN PENYAKIT KANKER

Dwi Septian Wijaya1, Ila Nurul Lutfiati2, Hidayat Suyuti3


Department Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, Brawijaya University1
Department of Nursing, Faculty of Medicine, Brawijaya University2
Lecturer Department Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, Brawijaya University3
Email: dwiseptianw@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang. Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara
terus-menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis.
Secara kesehatan holistik penyebab kanker adalah dikarenakan strees berkepanjangan. Stres yang
berkepanjangan tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan
fisik. Bahkan, stres dipercaya menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker. Pengobatan dengan cara medis
belum cukup untuk membantu kesembuhan. Tujuan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui
metode, cara dan mekanisme kesembuhan penyakit kanker metode spiritual dan teknik emotional freedom
technique dengan metode literatur review. Metode. Metode pencarian data dilakukan dengan sistem
komputerisasi dengan menggunakan ebscohost data based, medline with full text, cochrane data base,
cinahl, ncbi dan google scholar dengan kata kunci spiritual, religion, emotional freedom technique dan
kanker. Kriteria inklusinya adalah artikel yang diterbitkan dari tahun 2000-2016 dan didapatkan 30 artikel yang
berkaitan dan 5 artikel yang kami analisa sebagai analisa kuat. Hasil. Berdasarkan hasil telaah review dari
berbagai sumber artikel menyatakan bahwa pengobatan dengan holistik (spiritual dan teknik emotional freedom
technique) dapat dan signifikan terhadap penyembuhan kanker. Kesimpulan. Metode spiritual dan teknik
emotional freedom technique dapat dan signifikan terhadap penyembuhan kanker.

Keyword: spiritual,religion,emotional freedom technique, kanker.

PENDAHULUAN pada kesehatan fisik. Bahkan, stres dipercaya


menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker.
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang
Direktur Pusat Onkologi & Associate profesor
terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus-
Klinis Fakultas Kedokteran National University of
menerus,tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
Singapore dokter Ang Peng Tiam mengatakan, stres
jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis
bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia.
(Price & Wilson, 2005).
“Jika stres, maka dapat menimbulkan flu lebih sering
Menurut data WHO (World Health atau sakit lebih sering, itu karena sitem kekebalan
Organization) 2013, setiap tahun jumlah penderita tubuh menurun,” dalam bukunya berjudul Hope and
kanker di dunia bertambah, angka kejadian kanker Healing. Menurut Ang percaya stres dapat
meningkat dari 12,7 juta kasus pada tahun 2008 menyebabkan kanker. Kanker merupakan
menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012. Kanker tertinggi pertumbuhan sel yang abnormal. Ketika sistem
di Indonesia pada perempuan adalah kanker kekebalan tubuh menurun, sel-sel yang merusak
payudara. Berdasarkan estimasi Globocan, tubuh itu pun akan lebih mudah berkembang.
International Agency for Research on Cancer Selama lebih dari 20 tahun menggeluti bidang
(IARC) 2012, insiden kanker payudara sebesar 40 onkologi, Ang mengaku banyak sekali menemukan
per 100.000 perempuan serta menempati urutan pasien kanker yang dilanda stres. Stres juga memicu
pertama dari seluruh kasus kanker yang ada munculnya kembali sel kanker. Jika seseorang
(Riskesdas, 2013). mengalami stres maka akan tubuh akan melepaskan
Secara kesehatan holistik penyebab kanker berbagai stres hormon seperti misalnya adrenalin
adalah dikarenakan strees yang berkepanjangan. dan noradrenalin. Stres hormon ini pada penderita
Stres yang berkepanjangan tidak hanya memengaruhi kanker akan menghambat kerja sistim limpatik yang
kesehatan mental, tetapi juga berdampak buruk terkait dengan pertahanan tubuh.

26 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 27

Oleh sebab itu, pada penderita kanker yang 2007, diketahui bahwa 96% dari orang dewasa di
mengalami stres kronis penghambatan sistem Amerika Serikat mengungkapkan kepercayaannya
limpatik ini oleh stres hormon akan mempercepat terhadap Tuhan dan 70% diantaranya mengungkapkan
penyebaran sel-sel kanker ke bagian tubuh lainnya. bahwa agama adalah salah satu yang paling
Disamping itu stres hormon ini akan mempengaruhi dibutuhkan untuk pasien yang mengalami kanker.
pembentukan pembuluh darah yang sangat vital Metode lain yang dapat mempengaruhi
dalam pengebaran kanker. Dalam kondisi stres ini kesembuhan kanker adalah dengan teknik emotional
selain mempercepat laju penyebaran sel sel kanker, freedom technique atau EFT. Teknik ini
namun juga membuka jalur baru sehingga tumor menggunakan kalimat penerimaan diri yang
akan menyebar ke bagian tuhuh lainnya. Sistem dipadukan dengan mengetuk ringan (tapping) titik-
limpatik ini sangat vital bagi tubuh manusia karena titik meridian tubuh untuk mengirim sinyal yang
berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh bertujuan untuk menenangkan otak.
yang memiliki saluran saluran yang mencapai seluruh
Mengetuk ringan dengan satu atau dua ujung
bagian tubuh.
jari pada titik akupuntur sama efektifnya dengan
Dengan menggunakan saluran saluran ini cairan stimulasi pada praktek akupuntur, oleh karena itu
dalam jaringan akan dikuras dan masuk kembali orang menyebut EFT dengan akupuntur tanpa jarum.
dalam aliran darah. Dengan mekanisme seperti ini Titik meridian merupakan titik pada jaringan tubuh
sistem limpatik juga sering dikaitkan sebagai salah yang padat jaringan dan ujung-ujung saraf, sel-sel
satu faktor yang mempercepat penyebaran kanker. mast dan kapiler serta saluran limpatik. Titik
Jadi stres kronis yang dialami oleh penderita kanker meridian ternyata mempunyai potensial elektrik yang
tidak saja mempengaruhi kualitas hidupnya namun tinggi dibanding dengan titik lain di tubuh. Dengan
juga menyebabkan penderita semakin parah sakitnya pengetukan dapat menimbulkan respon melalui
karena stres akan mempercepat penyebaran kanker. jaringan sensorik sampai melibatkan saraf sentral.
Sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan Jaringan saraf berkomunikasi satu dengan yang lain
dari kehidupan manusia, spiritualitas begitu kuat melalui neurotransmiter di sinapsis.
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan manusia. Stimulasi terhadap jaringan saraf di perifer
Menurut Stoll (2012) spiritual memiliki dua konsep akan berlanjut ke sentral melalui medula spinalis
dimensi yatu dimensi vertikal adalah hubungan batang otak menuju hipotalamus, dan hipofisis.
dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menuntun Stimulasi dari perifer akan disampaikan ke otak
kehidupan seseorang, dan dimensi horizontal adalah hipotalamus berefek terhadap sekresi neurotransmiter
hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan seperti β-endorfin, norepinefrin dan enkefalin, 5-HT
orang lain dan dengan lingkungan. yang berperan sebagai inhibisi sensasi nyeri.
Roper (2011) juga menerangkan bahwa Sekresi neurotransmiter ini juga berperan dalam
spiritual dapat menjadikan medikasi terapeutik tanpa sistem imun sebagai imunomodulator serta perbaikan
memandang ras, dan warna kulit, terutama dalam fungsi organ lainnya seperti pada penyakit psikiatrik
meningkatkan koping, dukungan sosial, optimisme (Saputra& Sugeng, 2012). Tujuan penulisan artikel
dan harapan, mengurangi kecemasan serta ini adalah untuk mengetahui metode, cara dan
mendukung perasaan relaksasi. Beberapa penelitian mekanisme kesembuhan penyakit kanker metode
juga menemukan hubungan yang positif antara spiritual dan teknik emotional freedom technique
spiritualitas dan kesembuhan kesehatan fisik, dengan metode literatur review.
kesehatan mental, dan hasil penyalahgunaan obat
(Thoresen, 1999). Woods and Ironson (1999)
METODE
menemukan dampak positif spiritualitas dan
religiusitas pada kesehatan penderita kanker, Metode pencarian data dilakukan dengan sistem
kardioaskular, dan HIV. komputerisasi dengan menggunakan ebscohost data
Bussing, Fischer, Ostermann dan Matthiessen, based, medline with full text, cochrane data
(2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa base, cinahl, ncbi dan google scholar dengan
pasien kanker yang memiliki sandaran sumber religius kata kunci spiritual,religion,emotional freedom
yang kuat akan mengantarkan pasien tersebut pada technique dan kanker. Kriteria inklusinya adalah
prognosis yang lebih baik dari yang diperkirakan. artikel yang diterbitkan dari tahun 2000-2016 dan
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Balboni, didapatkan 30 artikel yang berkaitan dan 5 artikel
Vanderwerker, Block, Paulk, dan Latihan pada tahun yang kami analisa sebagai analisa kuat.

Pentingnya Spiritual dan Metode Teknik Emotional Freedom Technique (EFT) Terhadap Proses Kesembuhan Penyakit Kanker
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
28 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

HASIL DAN PEMBAHASAN Sekresi neurotransmiter ini juga berperan dalam


sistem imun sebagai imunomodulator serta perbaikan
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang fungsi organ lainnya seperti pada penyakit psikiatrik
terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus- (Saputra& Sugeng, 2012).
menerus,tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis
oleh Santi Fitria Ningsih (2015) dengan judul
(Price & Wilson, 2005).
efektivitas terapi emotional freedom technique
Secara kesehatan holistik penyebab kanker EFT terhadap kecemasan pasien kanker payudara
adalah dikarenakan strees yang berkepanjangan. stadium 2 dan 3 menyatakan bahwa pemberian
Stres yang berkepanjangan tidak hanya memengaruhi terapi EFT efektif dalam menurunkan skor
kesehatan mental, tetapi juga berdampak buruk kecemasan pasien kanker payudara dengan p value
pada kesehatan fisik. Bahkan, stres dipercaya < α.
menjadi salah satu pemicu timbulnya kanker. Direktur
Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan
Pusat Onkologi & Associate profesor Klinis Fakultas
oleh Leili Hosseini (2016) dengan judul The Islamic
Kedokteran National University of Singapore dokter
Perspective of Spiritual Intervention Effectiveness
Ang Peng Tiam mengatakan, stres bisa melemahkan
on Biopsychological Health and Gene Expression in
sistem kekebalan tubuh manusia.
Breast Cancer Patients dapat diperoleh hasil yaitu
Jika stres, Anda bisa flu lebih sering atau sakit dari sel mononuklear darah perifer sampel dianalisis
lebih sering, itu karena sitem kekebalan tubuh dengan Real time-PCR yang dikumpulkan dari pasien
menurun. Sebagai sesuatu yang tidak dapat yang menjalani pengobatan konvensional bersama-
dipisahkan dari kehidupan manusia, spiritualitas begitu sama dengan intervensi spiritual menunjukkan
kuat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan manusia. penurunan yang signifikan dalam ekspresi gen
Menurut Stoll (2012) spiritual memiliki dua reseptor dopamin dibandingkan dengan pasien dari
konsep dimensi yatu dimensi vertikal adalah skor pre-test dan pada kelompok kontrol.
hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa yang Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mulia
menuntun kehidupan seseorang, dan dimensi Hakam (2009) dengan judul Intervensi spiritual
horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri emotional freedom technique (SEFT) untuk
sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. mengurangi rasa nyeri pasien kanker dengan hasil
Roper (2011) juga menerangkan bahwa spiritual penelitian menunjukkan bahwa kombinasi intervensi
dapat menjadikan medikasi terapeutik tanpa SEFT dan terapi analgesik lebih efektif untuk
memandang ras, dan warna kulit, terutama dalam menurunkan nyeri pada pasien kanker dibandingkan
meningkatkan koping, dukungan sosial, optimisme hanya terapi analgesik saja.
dan harapan, mengurangi kecemasan serta
mendukung perasaan relaksasi.
KESIMPULAN
Metode lain yang dapat mempengaruhi
kesembuhan kanker adalah dengan teknik emotional Dengan diberikannya intervensi spiritual dan
freedom technique atau EFT. Teknik ini metode emotional freedom technique tersebut dapat
menggunakan kalimat penerimaan diri yang membawa kembali kepada kesehatan mental,
dipadukan dengan mengetuk ringan (tapping) titik- meningkatkan harapan dan kualitas hidup sehingga
titik meridian tubuh untuk mengirim sinyal yang intervensi tersebut lebih baik terhadap pasien kanker.
bertujuan untuk menenangkan otak. Dengan
pengetukan dapat menimbulkan respon melalui KEPUSTAKAAN
jaringan sensorik sampai melibatkan saraf sentral.
Jaringan saraf berkomunikasi satu dengan yang Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). http://
lain melalui neurotransmiter di sinapsis. Stimulasi www.depkes.go.id/article/view/2 01407070001/
terhadap jaringan saraf di perifer akan berlanjut ke hilangkan-mitostentang-kanker.html
sentral melalui medula spinalis batang otak menuju Hawari, D. (2004). Kanker payudara dimensi
hipotalamus, dan hipofisis. Stimulasi dari perifer religi. Jakarta: FKUI.
akan disampaikan ke otak hipotalamus berefek Zainuddin AF. Spiritual Emotional Freedom
terhadap sekresi neurotransmiter seperti β-endorfin, Technique for Healing, Succes, Happiness,
norepinefrin dan enkefalin, 5-HT yang berperan Greatness. Edisi Revisi. Jakarta: Afzan
sebagai inhibisi sensasi nyeri. Publishing, 2008.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 29

Craig G. Cancer pain treatment (on line). http://


www.cancer-pain-management.emofree.com/
index.html, 2004
World Health Organization. Human pappilomavirus
and cervical cancer, http://www.who.int/
hpvcentre/statistics/dynamic/ico /country_pdf/
IDN.pdf?CFID=1948358&CFTOKE
N=61099987, 2007.
Price SA. Pathofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, E/6, Vol.1, Jakarta: EGC,
2006
Church D, Brooks A J. The effect of a brief
EFT, (Emotional Freedom Techniques) self-
intervention on anxiety, depression, pain and
cravings in healthcare workers. Integrative
Medicine. 2010
Church D, De Asis MA, Brooks AJ. Brief group
intervention using emotional freedom techniques
for depression in college students: a randomized
controlled trial. Depress Res Treat 2012
Marques SC, Lopez SJ, Mitchell J. The Role of
Hope, Spirituality and Religious Practice in
Adolescents’ Life Satisfaction: Longitudinal
Findings. J Happiness Studies. 2012
Koenig HG. Religion, spirituality, and health:
the research and clinical implications. ISRN
Psychiatry. 2012
Chuengsatiansup K. Spirituality and health: an initial
proposal to incorporate spiritual health in health
impact assessment. Environ Impact Asses. 2003
Meraviglia M. Effects of spirituality in breast
cancer survivors. Oncol Nurs Forum. 2006
Jacobs JR, Bovasso GB. Early and chronic stress
and their relation to breast cancer. Psychol
Med. 2000

Pentingnya Spiritual dan Metode Teknik Emotional Freedom Technique (EFT) Terhadap Proses Kesembuhan Penyakit Kanker
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
30 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN SIKAP ORANG TUA


DALAM PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN

Hary Pradiksa
Hary Pradiksa, Jl. Nuri No. 4 Singaraja-Bali E-mail: pradiksahary9@gmail.com Contact: 081236991796/087762680499

Abstrak
Penyakit infeksi dan kurang gizi merupakan penyebab kematian balita di Negara maju dan berkembang.
Penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah diare, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan
tetanus. Usaha untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi anak
terkena ISPA, maka diperlukan upaya pencegahan. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama dalam
pencegahan suatu penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan
sikap orang tua terhadap pencegahan ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Teknik
sampling yang digunakan yaitu Probability Sampling dengan teknik simple random sampling dengan jumlah
responden 97 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Hasil dari penelitian
didapatkan sebesar 80 (82,5%) dari total responden memiliki peran terpenuhi dan 17 (17,5%) responden memiliki
peran tidak terpenuhi. Responden yang memiliki sikap baik sebanyak 83 (85,6%), sikap cukup sebanyak 14
(14,4%), dan memiliki sikap kurang tidak ada. Teknik analisa data menggunakan uji statistic test chi square
yaitu Fisher’s Exact Test dengan level signifikasi (α) 0,05 diperoleh p value = 0,000. Berdasarkan hasil temuan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara peran orang tua dengan sikap orang tua terhadap
pencegahan ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan tahun 2013. Peneliti selanjutnya
diharapkan meneliti tentang faktor-faktor terkait dengan kejadian ISPA serta dilakukan di tempat berbeda
sehingga didapatkan jumlah respoden yang lebih representative dan mendapatkan hasil yang lebih baik.

Kata Kunci: Peran Orang Tua, Sikap Orang Tua, Pencegahan ISPA

Abstract
Infectious diseases and malnutrition is a cause of infant mortality in developed and developing countries.
Infectious diseases that often occur in toddlers are diarrhea, acute respiratory infections, and tetanus. Effort
to eliminate or reduce the likelihood that the child may increase the potential for acute respiratory tract
infections, it is necessary prevention efforts. Parents (father and mother) are the main target in the
prevention of a disease. This research aims to determine the relationship of parental role with parents’
attitudes towards prevention of acute respiratory tract infections in infants at public health center II South
Denpasar Region in 2013. The research design that used in this research is an analytic correlational
cross-sectional approach. sampling technique that used is probability sampling with simple random
sampling technique with the number of respondents 97 respondents are in accordance with the criteria for
inclusion and exclusion criteria. The result of this research obtained by 80 (82.5%) of the total respondents
have fulfilled roles and 17 (17.5%) of respondents had not fulfilled the role. respondents who have a good
attitude as much as 83 (85.6%), attitude quite as many as 14 (14.4%), and had no less attitude. techniques
of data analysis using chi square test statistic test the Fisher’s exact test with a significance level (α)= 0.05
is obtained p value 0.000.Based on the findings above, it can be concluded that there is a relationship
between the role of parents and parents’ attitudes towards prevention of acute respiratory tract infections
in infants in the working area clinic in 2013. Expected further research examining the factors associated
with the incidence of acute respiratory infections and performed in different places so we get a more
representative number of respondents and get better results.

Keyword: Role of parents, Parents attitude, Prevention of acute respiratory infection

30 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 31

PENDAHULUAN balita meninggal karena ISPA (Dinas Kesehatan


Provinsi Bali, 2010). Data yang diperoleh dari Dinas
Penyakit infeksi dan kurang gizi merupakan Kesehatan Kota Denpasar, menunjukkan bahwa
penyebab kematian balita di negara maju maupun di jumlah kunjungan balita ke Puskesmas dan Rumah
negara berkembang. Penyakit infeksi yang sering Sakit seluruh Kotamadya Denpasar akibat penyakit
terjadi pada balita adalah diare, infeksi saluran ISPA pada tahun 2009 adalah sebanyak 26.545
pernafasan akut (ISPA), infeksi telinga, radang kunjungan. Walaupun pada tahun 2010 jumlah
tenggorokan dan tetanus. Antara penyakit ini kasus kunjungan balita ke puskesmas dan rumah sakit
ISPA adalah kasus yang paling tinggi. Kasus ISPA seluruh Kotamadya Denpasar akibat penyakit ISPA
merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak menurun menjadi 21.005 kunjungan, tetapi angka
berusia di bawah 5 tahun, dan 30% pada anak kesakitan (morbiditas) tersebut masih tergolong
berusia 5-12 tahun. Kasus ISPA di negara tinggi. Hasil survey yang dilakukan oleh Dinas
berkembang 2-10 kali lebih banyak daripada di Kesehatan Kota Denpasar, menunjukkan bahwa
negara maju. Perbedaan ini berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) berada dalam
etiologi dan faktor resiko. Di negara maju, ISPA di urutan ke-1 dalam Sepuluh Penyakit Utama Pada
dominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang Puskesmas di Kota Denpasar di tahun 2011 dengan
ISPA sering disebabkan oleh bakteri S. Pneumonia 36.924 kasus. Dimana angka tertinggi untuk penderita
dan H. Influenza. Di negara berkembang, ISPA ISPA terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas II
dapat menyebabkan 10%-25% kematian dan Denpasar Selatan. Selain menjadi wilayah dengan
bertanggung jawab terhadap sepertiga sampai penderita ISPA tertinggi di Wilayah Denpasar
setengah kematian pada balita (menurut WHO, Selatan, angka kejadian ISPA di Wilayah Kerja
2003 dalam Raharjoe, 2008). Puskesmas II Denpasar Selatan juga mengalami
Kasus ISPA merupakan salah satu kunjungan peningkatan. Menurut data Puskesmas II Denpasar
terbesar pasien ke sarana kesehatan yaitu 40%- Selatan angka kejadian ISPA pada tahun 2010
60% dari seluruh kunjungan Puskesmas di seluruh mencapai 4.144 penderita, menurut data tahun 2011
Indonesia dan 15%-30% dari seluruh kunjungan angka penderita ISPA meningkat mencapai 4.391
rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit di seluruh penderita, dan pada tahun 2012 mengalami penurunan
Indonesia. Diperkirakan kematian akibat ISPA mencapai 3.966 penderita.
khususnya pneumonia mencapai 5 kasus diantara Usaha untuk menghilangkan atau mengurangi
1000 balita. ini berarti ISPA mengakibatkan 150.000 kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi anak
balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500 korban terkena ISPA, maka diperlukan upaya pencegahan.
perbulan, atau 416 kasus perhari, atau 17 anak Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah
perjam atau seorang bayi tiap menit (Depkes, 2004). meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit
Di Indonesia kasus infeksi saluran pernafasan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), mengatur
akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama pola makan dengan tujuan memenuhi nutrisi balita,
penyebab 36,4% kematian bayi tahun 2008 dan menciptakan lingkungan yang nyaman serta
32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta menghindari faktor pencetus (Depkes RI, 1996).
penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun Keluarga atau rumah tangga adalah unit
2010 dan 38,8% tahun 2011. Selain itu ISPA juga masyarakat terkecil. Oleh sebab itu, untuk mencapai
sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di derajat kesehatan masyarakat yang baik harus
rumah sakit maupun di puskesmas. Berdasarkan dimulai dari keluarga. Orang tua (ayah dan ibu)
data dari P2 program ISPA tahun 2009 cakupan merupakan sasaran utama dalam pencegahan suatu
penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang penyakit. Orang tua yang memiliki peran yang
di peroleh 18.749 kasus sementara target yang buruk dalam menjaga kesehatan keluarga akan
ditetapkan hanya 16.534 kasus. Survey mortalitas mempengaruhi angka kesehatan anggota keluarga
yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 terutama anggota keluarga yang masih balita
menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab (Notoadmojo, 2003). Kesehatan lingkungan
kematian bayi terbesar di Indonesia dengan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita lingkungan yang sehat, dilaksanakan terhadap
(Depkes RI, 2012). tempat-tempat umum lingkungan pemukiman,
Menurut hasil survei mortalitas subdit ISPA, lingkungan kerja, angkutan umum dan meliputi
pada tahun 2005 sebanyak 22,30% bayi maupun penyehatan air, tanah, udara, pengamanan limbah

Hubungan Peran Orang Tua dengan Sikap Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
32 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

padat, cair, gas, radiasi, kebisingan, pengendalian Analisis bivariat merupakan analisa yang
vector penyakit dan penyehatan atau pengamanan dilakukan untuk mencari hubungan antara
lainnya (Depkes RI, 2008). variabel independent dan variabel dependent
Berdasarkan data yang didapat penulis tertarik dengan menggunakan uji chi square karena
untuk meneliti Hubungan Peran Orang Tua dengan variabel independent peran orang tua dan
Sikap Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran variabel dependent sikap orang tua diukur
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah dengan skala yang berbeda yaitu skala nominal
Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. dan skala ordinal.

METODE HASIL PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan desain 1. Hasil Pengamatan Terhadap Variabel Peran
penelitian analitik korelasional. Penelitian ini Orang Tua
dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas II Distribusi proporsi peran orang tua dalam
Denpasar Selatan, Kelurahan Sanur, Kecamatan pencegahan ISPA dari 97 responden yang telah
Denpasar Selatan, Kota Denpasar, pada bulan Mei diukur melalui pemberian kuesioner didapatkan
tahun 2013 (untuk selengkapnya jadwal terlampir). data bahwa sebanyak 80 (82,5%) responden
Populasi penelitian ini adalah balita yang peran orang tua terpenuhi dan responden yang
memeriksakan kesehatannya dan tinggal dalam perannya tidak terpenuhi yaitu sebanyak 17
Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan (17,5%) responden.
Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, 2. Hasil Pengamatan Terhadap Variabel Sikap
Kota Denpasar dengan jumlah rata-rata kunjungan Orang Tua
per bulan pada tahun 2012 sebanyak 330 balita.
Distribusi proporsi sikap orang tua dalam
Adapun pengambilan sampel menggunakan pencegahan ISPA dari 97 responden yang telah
Probability sampling dengan teknik simple diukur melalui pemberian kuesioner didapatkan
random sampling Jenis data yang dikumpulkan data bahwa sebanyak 83 (85,6%) responden
dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sikap orang tua baik dalam pencegahan ISPA
data sekunder. Data primer disini didapat melalui dan responden yang sikapnya cukup sebanyak
pengukuran yang diukur melalui pemberian kuesioner, 14 (14,4%) responden.
sedangkan data sekunder disini didapat melalui
catatan atau rekam medis dan laporan kunjungan 3. Hubungan peran orang tua dengan sikap
dari Puskesmas. orang tua
Pengumpulan data dalam penelitian ini Hasil uji statistik Chi Square dengan
menggunakan kuesioner/daftar pertanyaan yang menggunakan program computer SPSS 16 for
berisi pertanyaan dan pernyataan yang diajukan dan Windows dengan level signifikansi α = 0,05
diisi langsung oleh responden. menunjukkan bahwa hasil Expected Count < 5,
maka uji statistic yang digunakan adalah Fisher’s
Instrumen penelitian yang digunakan pada
Exact Test. Hasil dari uji statistik Fisher’s Exact
penelitian ini berupa lembar kuesioner yang terdiri
Test menunjukkan bahwa hasil p-value (0,000)
dari dua jenis. Analisa data dalam penelitian ini
lebih kecil dari α (0,05), maka dapat disimpulkan
dibedakan menjadi analisa univariat dan analisa
bahwa Ha diterima dengan kata lain ada
bivariat.
hubungan antara peran orang tua dengan sikap
1. Analisa Univariat orang tua terhadap pencegahan ISPA pada
Analisa univariat merupakan analisis yang balita.
dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian (Notoatmodjo, 2005; 188). Variabel
PEMBAHASAN
dalam penelitian ini adalah peran orang tua dan
sikap orang tua. 1. Peran Orang Tua Terhadap Pencegahan ISPA
2. Analisa Bivariat Pada Balita
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan peran orang tua terhadap pencegahan ISPA pada
atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005; 188). balita di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 33

Selatan tahun 2013 sebagian besar terpenuhi yaitu Peran aktif keluarga/masyarakat dalam
sebanyak 80 (82,5%), tidak terpenuhi sebanyak 17 menangani ISPA sangat penting karena penyakit
(17,5%) responden. ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di
Pencegahan kejadian ISPA pada balita ini tidak dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu
terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui mendapat perhatian serius oleh kita semua karena
cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu
dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola balita dan anggota keluarga yang sebagian besar
makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dekat dengan balita yang mengetahui dan terampil
dan menghindari faktor pencetus. dalam menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya
Menurut Henny Achjar (2010) mengidentifikasi sakit. Keluarga perlu mengetahui serta mengamati
peran dasar yang membentuk posisi orang tua yaitu: tanda keluhan dini Pneumonia dan kapan mencari
pertolongan dan rujukan pada system pelayanan
a. Peran sebagai provider (penyedia) yaitu peran
kesehatan agar penyakit anak balita tidak menjadi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan
ekonomi dan mengembangkan kemampuan
dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek
individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kehidupan. penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah
penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat
b. Peran perawatan anak yaitu peran untuk keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada
mempertahankan keadaan kesehatan anggota perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi
keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
bertambah berat (P3ISPA, 2009).
Orang tua diharapkan dapat melindungi dan
mencegah terhadap penyakit yang mungkin Menurut Depkes RI (2007) pencegahan ISPA
dialami keluarga. pada tingkatan rumah tangga dapat dilakukan dengan
melakukan upaya pemberian penyuluhan kepada
c. Peran sosialisasi anak yaitu peran anggota keluarga tentang ISPA terutama tentang
mengembangkan dan melatih anak untuk
cara penularan dan pencegahannya. Pengetahuan
berkehidupan social sebelum meninggalkan
tersebut diharapakan dapat menjadi factor pendorong
rumah untuk berhubungan dengan orang lain di
bagi masyarakat untuk melakukan pencegahan ISPA
luar rumah.
dalam tingkatan keluarga. Dengan melakukan
d. Peran pendidikan yaitu orang tua berperan dan pencegahan ISPA maka kemungkinan terjadinya
bertanggung jawab yang besar terhadap infeksi patogen ISPA pada balita dapat dicegah.
pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi
Hasil penelitian ini ditunjang dengan hasil
kebutuhan dewasanya.
penelitian yang dilakukan oleh Habeahan (2010)
e. Peran afektif yaitu peran memenuhi kebutuhan mengenai hubungan peran orang tua dalam
psikososial sebelum anggota keluarga berada di pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada
luar rumah. balita di Wilayah Kerja Puskesmas Martubug Medan,
Peran orang tua yang tidak terpenuhi disebabkan dimana hasil yang didapatkan menyatakan bahwa
karena kedua orang tua yang bekerja sehingga anak ada hubungan peran orang tua dalam pencegahan
mereka diasuh oleh seorang pembantu/baby sitter, ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita dengan
sehingga peran perawatan anak tidak dapat berjalan hasil uji chi square diperoleh taraf signifikan 0,03
dengan maksimal. Menurut Henny Achjar (2010) (p<0,05) dengan nilai OR=3,050.
yaitu peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada Hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebagian
balita termasuk dalam peran orang tua dalam besar dari peran orang tua terpenuhi terhadap
perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencegahan ISPA sebesar 80 (82,5%) responden.
pencegahan ISPA sangat diperlukan karena yang Peran orang tua terpenuhi terhadap pencegahan
biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan ISPA dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor,
anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan yaitu: usia orang tua, pengalaman orang tua,
terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang hubungan perkawinan, keterlibatan ayah dalam
tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus pengasuhan, dampak dari stress pada keluarga, dan
mengerti tentang dampak negative dari penyakit karakteristik anak. Dilihat dari faktor-faktor yang
ISPA, seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia mempengaruhi peran orang tua maka akan
yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, membentuk sebuah posisi orang tua yaitu dalam hal
jika tidak segera ditangani. ini peran perawatan anak, dimana peran perawatan

Hubungan Peran Orang Tua dengan Sikap Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
34 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

anak adalah peran untuk mempertahankan keadaan Sikap orang tua yang berada pada level cukup
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki dapat disebabkan karena kedua orang tua kurang
produktivitas tinggi. Orang tua diharapkan dapat dapat memahami tentang informasi-informasi atau
melindungi dan mencegah terhadap penyakit yang pendidikan kesehatan yang diberikan mengenai
mungkin terjadi. Peran orang tua dikatakan terpenuhi pencegahan penyakit ISPA. Lembaga pendidikan
berarti peran perawatan anak dapat berjalan yang sempat orang tua dapat juga sangat
maksimal terhadap pencegahan ISPA. Disini sesuai berpengaruh dalam pembentukan sikap karena
dari teori yang telah dikemukakan diatas, bahwa lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian
peran orang tua diperlukan dalam menangani dalam diri individu.
penyakit ISPA pada balita karena usia balita yang Hasil penelitian didapatkan bahwa sikap orang
kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi tua baik dalam pencegahan ISPA sebesar 83 (85,6%)
akan berdampak pada kematian jika tidak segera responden. Sikap orang tua baik dalam pencegahan
ditangani.
ISPA jika dilihat dari teori yang sudah dikemukakan
Hasil penelitian pada peran orang tua didapatkan diatas, dimana perubahan sikap dari tidak baik
bahwa sebesar 17 (17,5%) responden peran orang menjadi baik disini dipengaruhi oleh sebuah proses
tua tidak terpenuhi. Karena dilihat dari faktor-faktor adopsi, karena banyak orang tua yang mengajak
yang mempengaruhi peran orang tua ada beberapa anak mereka untuk berobat ke puskesmas karena
orang tua yang menikah di usia muda yaitu usia sudah berulang-ulang mengalami penyakit yang
< 18 tahun, dimana pada usia ini belum terdapat sama. Hasil penelitian pada sikap orang tua
kekuatan, kesehatan yang optimum untuk keluarga didapatkan bahwa sikap orang tua cukup terhadap
dalam mengasuh anak. Selain itu juga dipengaruhi pencegahan ISPA pada balita sebesar 14 (14,4%)
pengalaman menjadi orang tua, pengalaman orang responden. Dari teori yang dikemukakan dijelaskan
tua disini diartikan sebagai pengalaman sebelumnya bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari
dalam membesarkan anak yang berpengaruh dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu
terhadap cara orang tua membesarkan anak dan sepanjang perkembangan selama hidupnya.
cara selanjutnya. Dari kedua faktor tersebut peneliti Pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh faktor
bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa faktor eksternal dan faktor internal.
usia orang tua dan pengalaman orang tua bisa
menyebabkan peran orang tua tidak dapat terpenuhi Faktor eksternal yang banyak berpengaruh yang
secara maksimal yang akan berdampak pada menyebabkan sikap orang tua cukup dalam
pembentukan posisi orang tua yaitu peran perawatan pencegahan ISPA, karena faktor eksternal berasal
anak. dari luar diri individu berupa stimulus untuk
membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut
2. Sikap Orang Tua Terhadap Pencegahan ISPA dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan
Pada Balita individu, individu dengan kelompok. Dapat juga
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara, seperti
mengidentifikasi sikap orang tua terhadap alat komunikasi dan media massa baik elektronik
pencegahan ISPA pada balita maka berikut akan maupun non elektronik. Berdasarkan karakteristik
dilakukan pembahasan hasil penelitian mengenai responden di Wilayah Kerja Puskesmas II Densel
sikap tersebut. masih banyak yang berpendidikan kurang (tidak
Presentase tingkat sikap orang tua terhadap sekolah, SD, SMP), dan masih banyak kedua orang
pencegahan ISPA pada balita diperoleh hasil tua mereka yang pekerjaan mereka tidak tetap.
sebagian besar mempunyai sikap baik sebanyak 83 Dari kedua faktor ini yang menyebabkan sikap
(85,6%), cukup 14 (14,4%), dan tidak ada yang orang tua cukup terhadap pencegahan ISPA pada
memiliki sikap kurang baik. Adanya variasi hasil ini balita. Pendidikan yang kurang serta pekerjaan orang
dapat dijelaskan melalui teori pembentukan sikap tua yang tidak tetap akan berdampak pada
menurut Syaifuddin Azwar dalam Kamaryati (2004) pembentukan sikap karena dari teori disebutkan
yaitu ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbatasnya pengetahuan, pengalaman serta informasi
pembentukan sikap seseorang terhadap suatu objek, yang didapat mengenai pencegahan ISPA dapat
diantaranya faktor social ekonomi, faktor fisik individu mengubah sikap orang tua yang dahulunya tidak
dan lingkungan, dan faktor nilai budaya menyangkut tahu tentang pencegahan ISPA menjadi tahu sebagian
persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan mengenai pencegahan ISPA, karena informasi/
orang. pengetahuan yang diperoleh terbatas mengenai

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 35

pencegahan ISPA maka beberapa responden anak untuk dapat mencegah penyakit ISPA maka
mempunyai sikap cukup terhadap pencegahan ISPA. sikap orang tua akan cenderung buruk karena orang
tua kurang mendapatkan informasi atau pendidikan
3. Hubungan Peran Orang Tua Dengan Sikap
Orang Tua Terhadap Pencegahan ISPA Pada
kesehatan tentang cara penanggulangan/pencegahan
Balita
penyakit ISPA pada balita sehingga sikap orang tua
tidak dapat berjalan maksimal. Peran orang tua
Dalam penelitian ini membuktikan teori yang
yang terpenuhi yang membentuk posisi orang tua
diungkapkan oleh Walgito (2001, dalam Sunaryo
banyak juga dipengaruhi oleh keadaan social baik
2004), yang mengatakan bahwa mempersepsikan
dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
objek sikap dipengaruhi oleh salah satunya
Pengaruh sosial baik dari dalam maupun dari luar ini
pengalaman langsung (peran). Hasil dari analisa
akan memberikan pengalaman, motivasi, dan
hubungan menggunakan uji chi square menggunakan
pengetahuan yang akan berdampak pada sikap orang
program computer SPSS for Windows dengan level
tua, jika pengalaman, motivasi dan pengetahuan
signifikansi (α = 0,05). Setelah dilakukan uji chi
yang didapat positif maka sikap orang tua jauh lebih
square didapatkan hasil dalam tabel crosstabulation
baik begitupun sebaliknya (Yanyan, 2010).
bahwa nilai expected count (nilai harapan) < 5,
maka dilakukan dengan menggunaka uji allternatif Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
chi square test yang lain yaitu Fisher’s Exact Test. bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran
Dari hasil uji Fisher Exact Test didapatkan hasil orang tua dengan sikap orang tua pada pencegahan
taraf signifikansi 0,000 setelah dibandingkan dengan ISPA pada balita.
alpha tabel signifikanssi 0,05 menunjukkan ada
hubungan peran orang tua dengan sikap orang tua KESIMPULAN
terhadap pencegahan ISPA pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Keadaan ini Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan
berarti Ha diterima dan Ho ditolak. peran orang tua dengan sikap orang tua terhadap
pencegahan ISPA pada balita di Wilayah Kerja
Pada hasil penelitian didapatkan hasil peran
Puskesmas II Denpasar Selatan, maka dapat
orang tua terpenuhi dengan sikap yang baik ada 80
disimpulkan bahwa:
orang (96,4%), peran orang tua tidak terpenuhi
dengan sikap yang baik ada 3 orang (3,6%). Peran 1. Peran Orang Tua Terhadap Pencegahan ISPA
orang tua tidak terpenuhi dengan sikap yang baik Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas II
ada 0 orang (0%), peran orang tua tidak terpenuhi Denpasar Selatan Tahun 2013 sebagian besar
dengan sikap yang cukup ada 14 orang (100%). terpenuhi yaitu sebanyak 80 (82,5%) responden,
tidak terpenuhi sebanyak 17 (17,5%) responden.
Tindakan pengendalian ataupun pencegahan
ISPA pada balita harus didukung pula dengan adanya 2. Sikap Orang Tua Terhadap Pencegahan ISPA
sikap berupa kemampuan melakukan identifikasi Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas II
maupun interpretasi dan adanya peran orang tua Denpasar Selatan Tahun 2013 sebagian besar
yang membentuk posisi orang tua dalam hal ini menunjukkan sikap baik yaitu sebanyak 83
peran perawatan anak. Sikap merupakan predisposisi (85,6%) responden, cukup 14 (14,4%)
yang berarti ada kecenderungan kesediaan, sehingga responden, dan tidak ada yang memiliki sikap
dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi. kurang.
Sikap juga dikatakan suatu perasaan mendukung 3. Berdasarkan hasil analisa statistic menggunakan
(positif) maupun perasaan tidak mendukung (negatif) chi square test (Fisher’s Exact Test) diperoleh
pada suatu objek tertentu. Dilihat dari hasil penelitian taraf signifikansi 0,000 setelah dibandingkan
diatas menggambarkan bahwa peran orang tua yang dengan alpha tabel signifikansi 0,05 menunjukkan
terpenuhi dalam hal ini diartikan sebagai bentuk ada hubungan peran orang tua dengan sikap
peran perawatan anak untuk dapat mencegah orang tua terhadap pencegahan ISPA pada
penyakit ISPA maka sikap orang tua akan cenderung balita di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar
baik, karena akibat adanya pengalaman dari suatu Selatan tahun 2013. Keadaan ini berarti Ha
interaksi sosial dan lembaga pendidikan yang diterima dan Ho ditolak.
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan
mengenai pencegahan ISPA, begitu juga sebaliknya SARAN
apabila peran orang tua tidak dapat terpenuhi dalam
hal ini diartikan sebagai bentuk peran perawatan 1. Puskesmas II Denpasar Selatan

Hubungan Peran Orang Tua dengan Sikap Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
36 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Mempertahankan dan meningkatkan kegiatan- Hidayat, A.A.A. (2008). Metode Penelitian Dan
kegiatan yang sudah diprogramkan khususnya Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
penyuluhan tentang pencegahan dan penanganan Hidayat, A.A.A. (2008). Pengantar Keperawatan
ISPA pada orang tua sehingga tetap berprilaku Anak 1. Jakarta: Salemba Medika
sehat khusunya dalam pencegahan ISPA melalui Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
posyandu. Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
2. Bagi Orang Tua Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan
Kepada orang tua agar membiasakan hidup Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta
bersih dan sehat kepada balita dengan : Rineka Cipta.
melakukan pencegahan terhadap ISPA melalui Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan
menjaga kebersihan ruangan kamar anak, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
memberikan makan-makanan yang bergizi, Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen
mengatur pola makan anak, memberikan Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba
imunisasi wajib bagi anak. Serta menjaga Medika
kebersihan diri perorangan dan lingkungan.
Maryunani, A.(2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Kebidanan. Jakarta: TIM.
Diharapkan melakukan penelitian mengenai Rasmaliah. (2004). Infeksi Saluran Pernafasan
hubungan lainnya terkait dengan kejadian ISPA Akut (ISPA) Dan Penanggulangannya.
seperti keadaan lingkungan rumah, perilaku Diperoleh tanggal 18 Desember 2011, dari http:/
merokok dan riwayat penyakit yang tidak dapat / l i b r a r y. u s u . a c . i d / d o w n l o a d / f k m / f k m -
penulis jadikan variabel dalam penelitian ini rasmaliah9.pdf.
Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset
KEPUSTAKAAN Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Alsagaff, H. (2002). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Smeltzer, S. & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar
Paru. Surabaya: Airlangga University Press. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Edisi 8). Jakarta: EGC.
Anonym. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit
Sastroasmoro, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta:
Penelitian Klinis (Edisi 4). Jakarta: Sagung Seto
Bhakti Usada
Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian.
Achjar, H. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan
Bandung: Alfabeta.
Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan.
Data Bulanan Puskesmas II Denpasar Selatan.
Jakarta: EGC
2010-2012. Penyakit ISPA Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar
Denpasar-Bali. Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
DepKes RI. (2002). Profil Kesehatan di Indonesia. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta Jakarta: EGC
DepKes RI. (2004). Profil Kesehatan di Indonesia. Sefrina, A. (2012). Mengenal, Mencegah,
Jakarta Menangani Berbagai Penyakit Berbahaya
Bayi & Balita. Jakarta: Dunia Sehat
DepKes RI. (2008). Profil Kesehatan di Indonesia.
Thamrin. (2000). Faktor Determinan Kejadian Infeksi
Jakarta
Saluran Pernafasan Akut Anak Balita. Diperoleh
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu 15 November 2012, dari http://digilib.
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta litbang.depkes.go.id.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2011). Profil Widia. (2011). Pedoman Penulisan Usulan
Kesehatan Provinsi Bali 2010. Penelitian, Skripsi Dan Karya Ilmiah.
Habeahan, M. A. (2009). Hubungan Peran Orang Denpasar: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali.
Tua Dalam Pencegahan ISPA Dengan Wong, L. D. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan
Kekambuhan ISPA Pada Balita. Medan. Pediatrik Vol 4. Jakarta: EGC
Universitas Sumatera Utara.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 37

HUBUNGAN DEMENSIA SENILIS DENGAN AKTIVITAS SEHARI-HARI


PADA LANJUT USIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN
LANJUT USIA (BPPLU) PAGAR DEWA PROVINSI BENGKULU

Ida Rahmawati*, Yeli Asdalni**


*Staf Penagajar STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
**Mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Abstrak
Aktivitas sehari-hari adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari. Seiring bertambahnya usia, maka pasien akan mengalami penurunan
fungsi organ tubuh, sehingga pola aktivitas hidup sehari-hari pun akan berkurag. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan demensia senilis dengan aktivitas sehari-hari pada lanjut usia di balai pelayanan dan
penyantunan lanjut usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu. Penelitian menggunakan desain cross
sectional mengunakan data primer. Populasi adalah seluruh lansia yang ada di balai pelayanan dan penyantunan
Lanjut Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu, yang berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik total sampling.Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara
berdasarkan panduan kuesioner MMSE (Mini MentalState Exam) untuk mendapatkan data demensia senilis
dan menggunakan panduankuesioner Indeks Katz untuk mendapat data aktivitas sehari-hari pada lansia. Hasil
penelitian didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara demensia senilis dengan aktivitas sehari-hari
pada lanjut usia di balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu,
dengan kategori hubungan sedang.

Kata Kunci: Demensia Senilis, Aktivitas Sehari-hari pada lansia

Abstract
Daily activities is self-care activities that should patients do every day to meet the needs and demands of
everyday life. As people age, the patient will experience a decrease in organ function, so that the pattern
of activity of daily living will be reduce. The purpose of this study was to determine the relationship between
dementia sinilis and activity daily living among elderly at pagar dewa nursing home Bengkulu Province.This
study used cross sectional design with primary data. Population in this study were all elderly at Pagar
Dewa nursing home Bengkulu Province with the amount of 60 people. Sampling technique in this study
used total sampling. The data were collected by interview with structured questionnaire MMSE (Mini
Mental State Exam) to obtained data of dementia sinilis and used guided of questionnaire of Indeks Katz
to obtained activity daily living data.The results of this study showed that there is significant relationship
between dementia sinillis with activity daily living at Pagar Dewa nursing home Bengkulu Province, with
moderate category.

Keywords: Dementia Sinillis, Activity Daily Living, Elderly

PENDAHULUAN yang disebabkan dari kemunduran tersebut adalah


demensia senilis.
Kesehatan merupakan aspek penting yang harus
diperhatikan pada kehidupan lansia. Banyak masalah Laporan Departemen kesehatan tahun 2005,
kesehatan yang sering menyertai penurunan dari populasi usia lanjut di atas 60 tahun adalah 7,2%
system kerja tubuh pada lanjut usia, baik kemunduran (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta).
pada sistem kardiovaskuler, sistem persarafan, sistem Peningkatan angka kejadian kasus demensia
persarafan, dan semua system yang ada di organ berbanding lurus dengan meningkatnya usia populasi.
tubuh kita. Diantara berbagai kemunduran tersebut, Kira-kira 5% usia lanjut 65-70 tahun menderita
kemunduran pada system kardoiovaskuar dan demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5
degenarasi system prsarafan juga menjadi hal tahun mencapai lebih 45% pada usia di atas 85
penting yang harus diperhatikan, salah satu penyakit tahun.

37 Usia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU)....


Hubungan Demensia Senilis dengan Aktivitas Sehari-hari Pada Lanjut
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
38 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Dengan semakin meningkatnya prevalensi lansia Tabel 1.


yang menderita demensia senilis maka akan menjadi
Demensia Senilis Frekuensi Persentasi
tantangan tersendiri bagi lansia, keluarga, maupun
Demensia
pemerintah karena penderita demensia akan
Senilis 35 58.3%
mengalami berbagai penurunan kemampuan fisik
Tidak Demensia
dan psikologis, seperti gangguan daya ingat jangka
Senilis 25 41.7%
pendek atau jangka panjang, gangguan proses pikir
Jumlah 60 100.0%
abstrak seperti tidak dapat memahami arti konsep
atau kata, tidak mampu mengatasi masalah dalam
pekerjaan, hubungan keluarga, hubungan Pada Tabel 1. tampak bahwa dari 60 orang
interpersional, perubahan kepribadian, gaya berjalan lansia di balai Pelayanan Dan Penyantunan
yang abnormal dan hubungan sosial terganggu. Lanjut Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi
Artinya lanjut usia yang mengalami demensia senilis Bengkulu, ada 35 orang lansia (58.3%) yang
akan terganggunya aktivitas sehari-hari nya mengalami demensia senilis dan 25 orang lansia
(41.7%) yang tidak mengalami demensia senilis.
METODE b. Gambaran aktivitas sehari-hari pada lanjut usia
di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
cross sectional dimana peneliti mengukur variabel Tabel 2.
secara langsung dalam waktu yang bersamaan. Aktivitas
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lanjut sehari-hari Frekuensi Persentasi
usia yang tinggal di BPPLU Pagar Dewa provinsi Ketergantungan 23 38,3%
Bengkulu, yang berjumlah 60 orang. Pengambilan Mandiri 37 61.7%
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Jumlah 60 100.0%
totalsampling, artinya seluruh lanjut usia yang
tinggal di BPPLU dijadikan sampel Pada Tabel 2. tampak bahwa dari 60 orang
Teknik pengambilan data menggunakan data lansia di balai Pelayanan Dan Penyantunan
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh Lanjut Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi
peneliti secara langsung dari responden dengan Bengkulu, ada 23 orang lansia (38,3%) yang
cara wawancara berdasarkan kuesioner MMSE mengalami ketergantungan dalam melakukan
(Mini Mental State Exam) untuk mendapatkan aktivitas sehari-hari dan 37 orang lansia (61.7%)
data demensia senilis, dan kuesioner Indeks Katz yang mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-
untuk mendapatkan data tentang aktivitas sehari- hari
hari lansia. Kemudian di analisis secara Univariat 2. Analisis Bivariat
dan Bivariate. Analisis univariat adalah Analisis ini
Hubungam demensia senilis dengan aktivitas
dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang
sehari-hari pada lanjut usia di balai pelayanan dan
variabel independent (demensia senilis) dan variabel
penyantunan lanjut usia (BPPLU) Pagar Dewa
dependent (aktivitas sehari-hari). Sedangkan analisis
Provinsi Bengkulu.
bivariate adalah Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara variabel independent Tabel 3.
(demensia senilis) dengan variabel dependent Demensia Aktivitas sehari-hari
(aktivitas sehari-hari)yaitu menggunakan analisis Chi-
square, untuk mengetahui keeratan hubungannya Ketergantungan Mandiri Total χ2 P C OR

digunakan uji contingency coefficient (C), dan Demensia


untuk mengetahui faktor resiko digunakan Odd senilis 20 15 35
Ratio (OR). Tidak 10,735 0,000 0,416 9,778
demensia 3 22 25
senilis
HASIL PENELITIAN Total 23 37 60

1. Analisis Univariat Pada tabel 3. tampak bahwa dari 35 orang


a. Gambaran demensia senilis pada lanjut usia lansia di Balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut
BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 39

yang mengalami demensia senilis, ada 20 orang Sedangkan lansia yang tidak mengalami
lansia yang aktivitas sehari-hari nya ketergantungan demensia senilis tersebut dapat didukung oleh
dan 15 orang lansia yang aktivitas sehari-hari nya beberapa faktor penghambat yang ada di dalam diri
mandiri. Dari 25 orang lansia yang tidak mengalami lansia tersebut, seperti usia yang belum terlalu tua
demensia senilis, ada 3 orang lansia yang aktivitas (berkisar 60-65 tahun), sewaktu muda otak selalu
sehari-hari nya ketergantungan dan 22 orang lansia digunakan untuk berpikir, tidak menderita penyakit
yang aktivitas sehari-hari nya mandiri. seperti stroke, hipertensi dan jantung, tidak merokok,
Hasil analisis Chi-Square (continuity correction) tidak ada riwayat genetik, tidak menggunakan obat-
didapatkan nilai α2 = 10,735 dengan P = 0,000<0,05, obatan seperti aspirin, dan tidak mengalami stress
artinya ada hubungan yang signifikan antara psikologik.
demensia senilis dengan aktivitas sehari-hari pada 2. Gambaran Aktivitas Sehari-hari Lanjut Usia
lanjut usia di balai pelayanan dan penyantunan di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut
(BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu. Hasil uji Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu
Contingency Coefficient didapat nilai C=0,416
Pada penelitian ini didapatkan dari 60 orang
dengan approx.sig = 0,000<0,05 berarti signifikan.
lansia di balai pelayanan dan penyantunan lanjut
Nilai C=0,416 tersebut dibandingkan dengan nilai
usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu, ada
Cmax = 0,707 dimana nilai terendah dari baris atau
23 orang lansia (38,3%) mengalami ketergantungan
kolom adalah 2. Karena nilai Cmax tidak jauh
dalam aktivitas sehari-hari, akibat adanya
dengan nilai Cmax = 0,707 maka kategori hubungan
keterbatasan fisik karena berbagai penyakit yang
sedang. Hasil analisis resiko didapatkan nilai OR =
dialami lansia yang dapat mengakibatkan
9,778 artinya lansia yang mengalami demensia senilis
keterbatasan gerak seperti rematik, asam urat,
mempunyai resiko 9,778 kali untuk mengalami
hipertensi, dan stroke. Disamping itu ada 37 orang
ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-
lansia (61.7%) mandiri dalam aktivitas sehari-hari,
hari dibandingkan dengan lansia yang tidak
karena dari segi kesehatannya lansia-lansia ini
mengalami demensia senilis.
mempunyai tingkat kesehatan fisik yang baik, mereka
tidak menderita penyakit-penyakit yang dapat
PEMBAHASAN mengganggu pergerakan atau aktivitas sehari-hari,
sehingga mereka dapat dengan mudah melakukan
1. Gambaran Demensia Senilis Pada Lanjut Usia
aktivitas tanpa adanya gangguan seperti mandi,
di Balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut
Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu menyiapkan dan memakai pakaian, makan sendiri,
memelihara kebersihan diri, BAB dan BAK dikamar
Pada penelitian ini didapatkan dari 60 orang
mandi, berjalan, beribadah, melakukan pekerjaan
lansia di balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut
sehari-hari, dan menggunakan waktu luang.
Usia (BPPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu,
ada 35 orang lansia (58,3%) yang mengalami 3. Hubungan Demensia Senilis dengan Aktivitas
demensia senilis dan 25 orang lansia (41,7%) yang Sehari-hari pada Lansia
tidak mengalami demensia senilis. Hasil ini Dari 35 orang lanjut usia di Balai Pelayanan
menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Balai dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Pagar
Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Dewa Provinsi Bengkulu yang mengalami demensia
Pagar Dewa Provinsi Bengkulu mengalami demensia senilis, ada 20 orang lanjut usia yang mengalami
senilis. Lansia yang mengalami demensia senilis ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari, hal ini
tersebut mengalami gangguan dalam orientasi dapat terjadi dikarenakan pada lanjut usia terjadi
terhadap waktu dan tempat, gangguan dalam penurunan fungsi, salah satunya adalanya penurunan
berhitung, mengingat dan bahasa. Hal ini sesuai kemampuan Kognitif. Terutama pada lansia dengan
dengan apa yang dikemukakan oleh probosuseno demensia sinilis lebih besar kemungkinan terjadi
(2013), bahwa indikator untuk menentukan adanya penurunan kemampuan kognitif (kemampuan berfikir
demensia senilis adalah adanya gangguan dalam dan memberi rasional), termasuk proses mengingat,
orientasi terhadap waktu dan tempat, gangguan menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan.
dalam berhitung, mengingat dan bahasa (tidak Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi
mampu menyebutkan nama benda, mengulang kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-
rangkaian kata, melakukan perintah, menulis kalimat, hari. Jadi lansia yang mengalami penurunan kognitif
dan menirukan gambar). dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari yaitu lansia

Hubungan Demensia Senilis dengan Aktivitas Sehari-hari Pada Lanjut Usia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU)....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
40 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan Budi. (2006). Buku asuhan keperawatan lanjut
aktivitas (ketergantungan). Hal ini sesuai dengan usia.Jakarta : EGC.
teori yang dikemukakan oleh azizah (2011), demensia Brunner & suddarth, (2001). Buku Ajar
mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan Keperawatan Medical Bedah Vol. 2. Jakarta:
dan aktivitas sehari-hari karena pada lansia yang penerbit buku kedokteran EGC.
mengalami demensia terjadi penurunan intelektual
Darmojo, R. B. (2009). Buku ajar geriatric, ilmu
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan
kesehatan usia lanjut. Edisi 3. Jakarta :
fungsional.
FKUI.
Departemen kesehatan, R. I. (2009). Pedoman
KESIMPULAN kesehatan usia lanjut bagi petugas kesehatan
Berdasarkan hasil analisis Chi Square 1. Jakarta : direktor jenderal pembinaan
(continuty correction) didapatkan hubungan yang kesehatan masyarakat.
signifikan antara demensia senilis dengan aktivitas Folstein, M. F. (1975). Pelayanan lansia untuk
sehari-hari pada lanjut usia di Balai Pelayanan Dan peningkatan status gizi. Jakarta : Salemba
Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Pagar Dewa Medika.
Provinsi Bengkulu. Grayson. (2004). Asuhan keperawatan geriatrik.
Edisi 2.Jakarta : EGC.
SARAN Harrison. (2009). Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam ; volume 1.Jakarta : EGC.
Disarankan kepada perawat ataupun caregiver
yang ada di balai pelayanan dan penyantunan lanjut Hardywinito & Setiabudi, (2005). Perawatan Lanjut
usia (BPPLU) pagar dewa provinsi Bengkulu untuk Usia Edisi III. Jakarta : EGC.
melakukan upaya memenuhi aktivitas sehari-hari Kuahariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada
lanjut usia secara mandiri. Bagi lanjut usia yang Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika.
mengalami ketergantungan dalam pemenuhan Kaplan & sadock, (1997). Mengenal usia lanjut
aktivitas sehari-hari, sebaiknya perlu di damping dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
oleh perawat dan petugas panti, sehingga teingkat Lueckenotte, A. G. (2008). Pengkajian gerontology.
derajat kesehtan lansia dapat tercpai. Saran untuk Jakarta : EGC.
peneliti lain agar dapat mengembangkan penelitian
ini dengan menggunakan variabel dan desain
penelitian yang berbeda, sehingga dapat di ketahui
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemandirian
lanjut usia.

KEPUSTAKAAN
Aspiani, R. Y. (2014). Buku ajar asuhan
keperawatan gerontik jilid 2. Jakarta : CV.
Trans Info Media.
Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut usia.
Yogyakarta : graha ilmu.
Artinawati, S. (2014). Asuhan Keperawatan
Gerontik. Bogor : in media.
Abdul. (2011). Demensia Vaskuler, Bagian Penyakit
dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara 2011, diakses dari http://
www.library.usu.ac.id/demensiavaskuler/pada
tanggal 18 Maret 2016.
Asosiasi alzheimer indonesia. (2003). Bagian
penyakit lansia. Jakarta : EGC.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 41

ABSORBENT TRIANGLE PILLOW TERHADAP KEJADIAN


PRESSURE ULCER

Karisma Dwi Ana


081231350810
STIKES Husada Jombang
rismakna@gmail.com

Abstrak
Luka tekan adalah luka akibat dari tekanan yang lama, gesekan, iritasi kulit atau imobilisasi. Salah satu upaya
menurunkan kejadian luka tekan dengan absorbent triangle pillow. Dengan pemberian absorbent triangle
pillow dapat memfasilitasi suplai oksigen sebagai nutrisi jaringan kulit dan kelembaban sehingga tidak terjadi
luka tekan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui absorbent triangle pillow terhadap kejadian pressure
ulcer. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain quasy eksperimental dengan pendekatan The One
Group Posttest Only Design. Tempat penelitian ini dilakukan di Ruang Soka di RSUD Nganjuk. Jumlah sampel
terdiri dari 20 kejadian pressure ulcer dengan teknik Consecutive sampling. Data dianalisis dengan menggunakan
uji statistik yaitu wilcoxon dan Mann Whitney Test dengan signifikasi < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan absorbent triangle pillow berpengaruh terhadap penurunan kejadian
pressure ulcer dari hasil analisis menunjukan sig 0,008, mean 1,50 dan standar deviasi 0,535.
Intervensi Pemberian absorbent triangle pillow berpengaruh terhadap penurunan kejadian pressure ulcer.

Kata kunci: kejadian pressure ulcer, absorbent triangle pillow

PENDAHULUAN faktor-faktor resiko lainnya (Virani et all, 2011).


Salah satu pencegahan untuk mengurangi kejadian
Luka tekan (luka dekubitus, bed sores, pressure
luka tekan yaitu dengan memberikan dukungan
ulcer atau pressure sores) adalah luka akibat dari
permukaan (support surfaces seperti penggunaan
adanya tekanan, gesekan, atau robekan. Luka tekan
kasur khusus, bantalan khusus (misalnya, dari
yang intensif lama pada kulit, jaringan, otot dan
bantalan busa, bantal dengan gel, cairan, atau udara)
tulang dapat menyebabkan penurunan suplai darah
dengan tekanan permukaan yang cukup dapat
dan malnutrisi jaringan sehingga dapat menyebabkan
digunakan untuk membantu mengurangi tekanan.
hipoksia, iskemi jaringan dan nekrosis.
Peneliti melakukan wawancara dengan perawat
National Pressure Ulcer Advisory Panel
yang bekerja di ruang soka Rumah Sakit Daerah
(NPUAP) & European Pressure Ulcer Advisory
Panel (EPUAP,2010) Luka tekan merupakan Nganjuk, mengemukakan bahwa belum adanya
kerusakan jaringan yang terlokalisir yang diakibatkan pengkajian pada pasien pressure ulcer; penggunaan
oleh kompresi jaringan yang lunak diatas tulang matras anti decubitus belum optimal dikarenakan
yang menonjol (bony prominence) sebagai akibat keterbatasan matras anti decubitus tersebut, pasien
dari tekanan atau tekanan yang terkombinasi dengan yang sudah terjadi luka tekan yang serius (grade 3
gaya robek/shear. atau grade 4) baru dilakukan pemasangan matras
anti decubitus; serta perawat tidak secara langsung
Lyder & Ayello (2005) menyatakan jaringan
memberikan penanganan pencegahan luka tekan
akan terjadi iskemik jika mengalami tekanan yang
seperti tidak secara langsung memberikan perubahan
menetap selama 2 jam sampai 6 jam atau lebih.
posisi miring pada pasien imobilitas, ataupun pasien
Semakin lama penekanan terjadi, maka semakin
besar resiko kulit terjadi kerusakan. Untuk luka tekan.
mengurangi kejadian pressure ulcer tidak semakin Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
meningkat perlu dilakukan pencegahan dan “Adakah perbedaan absorbent triangle pillow
penanganan dini sebelum terjadi adanya luka tekan. terhadap kejadian pressure ulcer?”.
Pencegahan kejadian pressure ulcer sebaiknya Tujuan Umum dalam penelitian ini adalah
lebih berfokus pada upaya mencegah tekanan yang untuk mengetahui absorbent triangle pillow
berlebihan dan terus menerus disamping memperbaiki terhadap kejadian pressure ulcer. Tujuan Khusus

41 Absorbent Triangle Pillow Terhadap Kejadian Pressure Ulcer


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
42 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui 2. Absorbent Triangle Pillow


gambaran kejadian pressure ulcer setelah diberikan Absorbent triangle pillow adalah bantal segitiga
dengan absorbent triangle pillow; 2) Untuk yang digunakan untuk menyanggah dalam rangka
menganalisa perbedaan kejadian pressure ulcer pencegahan tekanan, gesekan dan kelembapan.
setelah diberikan absorbent triangle pillow dan Dengan menggunakan Absorbent triangle pillow
matras anti decubitus. dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
Manfaat Penelitian ini antara lain untuk dekubitus. Absorbent triangle pillow dibuat dari
menambah wawasan keilmuan serta memperluas bantal busa berbentuk limas segitiga dan dilapisi
khasanah penelitian dalam ilmu keperawatan medikal perlak serta diberikan sarung bantal.
bedah dalam menurunkan kejadian pressure ulcer Untuk mencegah pasien imobilitas merosot ke
dirumah sakit atau meminimalkan. Dan sebagai bawah maka dapat disanggah dengan Absorbent
bahan pertimbangan bagi perawat dalam pencegahan triangle pillow, dimana penyanggah tersebut dapat
ataupun menurunkan kejadian pressure ulcer agar berfungsi sebagai absorbent yang dapat mencegah
kejadian pressure ulcer tidak semakin tinggi. kelembapan, tekanan dan gesekan kulit sehingga
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada dapat mengurangi kejadian pressure ulcer.
perbedaan absorbent triangle pillow dan matras
anti decubitus terhadap kejadian pressure ulcer. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,
LANDASAN TEORI metode penelitian ini menggunakan metode quasy
eksperimental dengan jenis One Group Posttest
1. Pressure Ulcer
Only Design. Yang merupakan rancangan satu
Pressure ulcer atau Ulkus dekubitus atau luka kelompok hanya dengan pengukuran posttest.
tekan merupakan suatu area yang terlokalisir dengan
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh
jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi
kejadian pressure ulcer yang berada di Ruang
pada bagian permukaan tulang yang menonjol, sebagai
Soka Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk pada
akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang
bulan Maret - April 2016, dengan jumlah 20 kejadian.
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi,
2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luka tekan yang disebabkan oleh tekanan,
gesekan, atau robekan. Semakin lama penekanan 1. Karakteristik Kejadian Pressure Ulcer
terjadi, maka semakin besar resiko kulit terjadi
Analisis univariat pada penelitian ini tentang
kerusakan. Jaringan akan terjadi iskemik jika
gambaran kejadian pressure ulcer yang di observasi
mengalami tekanan yang menetap selama 2 jam
dari hari pertama sampai hari kelima.
sampai 6 jam atau lebih (Lyder & Ayello, 2005).
Menurut Black, et al (2001) bahwa tekanan yang Hasil dari analisis univariat menunjukkan
terus menerus di jaringan lunak antara tonjolan observasi pada hari pertama sebagian besar kejadian
tulang dan permukaan yang keras dapat menekan pressure ulcer derajat I dan derajat pressure ulcer
kapiler dan menyumbat aliran darah. II yaitu masing-masing sebesar 10% (2 pasien)
dengan standar deviasi sama-sama sebesar 0,58.
Sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh
Observasi pada hari kedua dan hari ketiga
EPUAP-NPUAP (2009) tahapan luka tekan terdiri
menunjukkan kejadian pressure ulcer derajat I dan
dari empat tahap, dimana tahapan tersebut dapat derajat pressure ulcer II yaitu masing-masing
digunakan secara reliable untuk mengklasifikan sebesar 10% (2 pasien). Dan observasi pada hari
jumlah kerusakan jaringan yang terjadi. IV dan hari ke V menunjukkan penurunan kejadian
Menurut Stephen & Haynes, (2006) Luka tekan pressure ulcer derajat I yaitu sebesar 10% (2
dapat terjadi pada tonjolan tulang kontak dengan kejadian) dan sebesar 10% (2 kejadian) pasien
permukaan. Lokasi yang paling sering adalah bokong, menunjukkan tidak terjadi pressure ulcer dengan
tumit, dan panggul. standar deviasi sama-sama sebesar 0,58.
Luka tekan dapat berdampak yang serius, baik Tabel rata-rata kejadian pressure ulcer setelah
secara klinis, psikologis, sosial ataupun implikasi pemberian absorbent triangle pillow di ruang Soka
ekonomi. Bahkan pasien dapat meninggal akibat Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk pada bulan
dari komplikasi luka tekan tersebut (Ayello, 2007). Maret-April 2016 (n=20).

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 43

Kejadian Dengan pemberian absorbent triangle pillow


Pressure Ulcer Hari Ke Total secara bertahap dan berkelanjutan dapat membantu
(±SD) menyembuhkan atau meminimalkan luka tekan akibat
I II IIIIV V F %
pasien imobilitas atau berbaring lama. Hal tersebut
Tidak Terjadi - - - 2 2 4 20
Pressure Ulcer (10%) (10%) dapat digunakan dalam pencegahan ataupun
Derajat I 2 2 2 2 2 10 50 menurunkan kejadian pressure ulcer.
(10%) (10%) (10%) (10%) (10%)
Uji Normalitas kejadian pressure ulcer setelah
Derajat II 2 2 2 - - 6 30
(10%) (10%) (10%)
pemberian absorbent triangle pillow di RSUD
Derajat III - - - - - - - Nganjuk Maret-April 2016 (n=20).
Derajat IV - - - - - - -
(0,58) (0,58) (0,58) (0,58) (0,58) (0,72) (0,72) Kejadian Median Min-Max 95% Nilai
Pressure Ulcer CI P*
Hari I 1,50 1-2 0,58 0,024
Analisis peneliti mengasumsikan bahwa pada
Hari II 1,50 1-2 0,58
hari pertama kejadian pressure ulcer belum
menunjukkan adanya perubahan penurunan kejadian Hari III 1,50 1-2 0,58
pressure ulcer dikarenakan tertekannya kulit dalam Hari IV 0,50 0-1 -0,42
waktu yang lama, dapat mengganggu mikrosirkulasi Hari V 0,50 0-1 -0,42
jaringan lokal, mengakibatkan hipoksia, dan dapat
menyebabkan lesi pada kulit atau pressure ulcer, Rata-rata kejadian pressure ulcer pada hari
sehingga diperlukan intervensi secara tepat dan pertama sampai ketiga sebesar 1,50 dengan nilai
teratur dalam mencegah ataupun menurunkan 95% CI 0,58 dan nilai ρ = 0,024. Pada hari ke
kejadian pressure ulcer. empat dan kelima rata-rata kejadian pressure ulcer
Setelah diberikan absorbent triangle pillow, sebesar 0,50 dengan nilai 95% CI -0,42, dan nilai
pada hari keempat dan kelima terjadi perubahan ρ = 0,024. Pada distribusi kejadian pressure ulcer
penurunan kejadian pressure ulcer, hal ini menunjukkan nilai ρ = 0,024. Nilai ρ < 0.05 yang
dikarenakan dengan memberikan pemberian berarti bahwa distribusi kejadian pressure ulcer
absorbent triangle pillow secara bertahap dan tersebut tidak normal.
berkelanjutan dapat menjaga kelembapan jaringan Uji homogenitas telah dilakukan peneliti untuk
kulit, mencegah kulit dari pergesekan (friction) menguji kesetaraan pada gambaran kejadian
dan perobekan jaringan (shear) sehingga dapat pressure ulcer dan kejadian pressure ulcer setelah
mengurangi pressure ulcer. Faktor yang diberikan absorbent triangle pillow. Pengujian ini
mempengaruhi perubahan posisi pada pasien bertujuan untuk menganalisa atau mengetahui bahwa
pressure ulcer dalam penelitian ini adalah berat perubahan yang terjadi bukan karena variasi kejadian
badan, usia, penurunan kesadaran, nutrisi, defisit pressure ulcer pada pasien tetapi pengaruh dari
neurologis. absorbent triangle pillow.
Absorbent triangle pillow merupakan bantal Tabel Hasil uji homogenitas kejadian pressure
segitiga untuk mencegah kelembapan, tekanan, dan ulcer sesudah pemberian absorbent triangle
gesekan agar tidak terjadi pressure ulcer. Bila kulit pillow.
terlihat lembab dapat mengakibatkan terjadinya
maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami Derajat Median Rerata p-value
maserasi akan mudah mengalami erosi, serta kulit Pressure Ulcer (min-max) ± s.b
akan mudah terkena pergesekan (friction) dan Hari I 1,50 (1-2) 1,50±0,577 0,046
perobekan (shear). Desain ukuran penyanggah Hari II 1,50 (1-2) 1,50±0,577
Absorbent triangle pillow peneliti mengadopsi dari Hari III 1,50 (1-2) 1,50±0,577
penelitian Tarihoran (2010). Yang membedakan hanya
Hari IV 0,50 ( 0-1) 0,50±0,577
lapisan penyanggahnya, peneliti menggunakan lapisan
kain katun jepang yang lebih lembut dan adem Hari V 0,50 ( 0-1) 0,50±0,577
sehingga mudah menyerap bila kulit terlihat lembab,
dan lebih nyaman. Hasil uji homogenitas kejadian pressure ulcer
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan setelah diberikan intervensi absorbent triangle
absorbent triangle pillow yang peneliti buat. pillow sampai pada hari keempat dan kelima

Absorbent Triangle Pillow Terhadap Kejadian Pressure Ulcer


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
44 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

menunjukkan penurunan rata-rata kejadian luka tekan atau menurunkan kejadian pressure ulcer
pressure ulcer yaitu 0,50. Serta berdasarkan dengan serta meningkatkan kenyamanan pasien dengan
uji statistik Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0,046. pressure ulcer ataupun penurunan mobilitas.
Nilai p < 0,05 yang berarti pemberian Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai
absorbent triangle pillow efektif terhadap salah satu cara pencegahan pada pasien dengan
penurunan kejadian pressure ulcer secara signifikan. penurunan kesadaran atau pasien immobilisasi
Tabel Perbedaan kejadian pressure ulcer setelah sebelum pasien tersebut terjadi pressure ulcer. Serta
diberikan absorbent triangle pillow di RSUD bagi peneliti selanjutnya perlu menggali lebih jauh
Nganjuk Maret-April 2016 (n=20). lagi ide-ide kreatif dalam mencegah ataupun
mengatasi kejadian pressure ulcer. Serta bagi peneliti
Kejadian Min-Max Rerata ± p-value selanjutnya terkait penelitian ini perlu menambah
Pressure s.d jangka waktu penelitian lebih lama,serta jumlah
Ulcer kejadian pressure ulcer yang lebih besar guna hasil
20 1-2 1,50±0,535 0,008 penelitian yang lebih representatif.

* p < 0,05 signifikan hasil uji Mann-Whitney


KETERBATASAN

Rata-rata kejadian pressure ulcer setelah Keterbatasan penelitian ini terletak pada peneliti
diberikan absorbent triangle pillow di ruang Soka tidak mengkaji terkait karakteristik responden,
RSUD Nganjuk sampai pada hari kelima temperatur kelembaban, berat badan klien atau IMT
menunjukkan rata-rata kejadian pressure ulcer klien, edema yang terjadi pada klien. Durasi
sebesar 1,50 dengan standar deviasi 0,535. penelitian pendek hanya 2 bulan sehingga kejadian
Berdasarkan uji statistik Mann-Whitney diperoleh pressure ulcer dalam penelitian ini masih cenderung
angka significancy 0,008. Nilai p < 0,05 berarti kurang.
bahwa terdapat perbedaan bermakna kejadian
pressure ulcer. KEPUSTAKAAN
Ayello, E &, C.H. (2008). Chapter 12. Pressure
SIMPULAN ulcers : A patient safety issue. Diakses 28 Juli
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui 2015 dari http://www.ahrg.gov/qual/nurseshdbk/
docd
absorbent triangle pillow terhadap kejadian
pressure ulcer. Penelitian ini tidak menggunakan uji Ayello, E. (2007). Predicting pressure ulcer risk. Try
validitas dan reliabilitas instrumen karena alat ukur this : Best practice in nursing care to older
yang digunakan sudah baku. Sistem klasifikasi yang adult. Issued. Diakses 06 Juli 2015 dari http://
ditetapkan oleh EPUAP-NPUAP (2009) dapat consultgerirn.org.
digunakan secara reliable pada kejadian pressure Beeckman, D., Defloor, T., Schoonhoven, L., &
ulcer. Vanderwee, K. (2011). Knowledge and
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai Attitudes of Nurses on Pressure Ulcer
berikut 1) Ada perbedaan kejadian pressure ulcer Prevention: A cross-Sectional Multicenter Study
setelah diberikan absorbent triangle pillow; 2) in Belgian Hospitals. World viewson Evidence
Ada pengaruh absorbent triangle pillow terhadap Based Nursing, Third Quarter 2011, Sigma
kejadian pressure ulcer. Theta Tau International.
Bergstrom, Nancy.,et all. (2013). Turning for Ulcer
Reduction : A Multisite Randomized Clinical
SARAN
Trial in Nursing Homes. Journal compilation.
Penelitian ini memberikan intervensi JAGS 61:1705-1713, 2013. Volume 61, nomor
keperawatan yang dapat digunakan untuk 10.
pencegahan atau menurunkan kejadian pressure Black, J, M.,& Hawks, J, H, (2005). Medical
ulcer. surgical nursing clinical management for
Saran dari peneliti yaitu Metode pemberian positive outcome. (7th ed). St Louis, Missouri
absorbent triangle pillow merupakan metode yang : Elsevier Saunders. Diakses 27 Juli 2015 dari
dapat digunakan perawat untuk mencegah terjadinya www.elsevier.com.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 45

BM, Gillespie, et all. (2012). Repositioning for viability. Volume: 14 nomer tiga. Diakses 06
pressure ulcer prevention in adults Juli 2015 dari http://www. ebscohost.com/
(Protocol). Diakses 06 Juli 2015 dari http:// uph.edu
www.thecochranelibrary.com. Z. Moore. (2012). There is confusion over methods
Boss, I. (2004). Pressure Ulcer Prevention In and frequency of repositioning needed to
Nursing Homes : Views and belifs of Enrolled prevent pressure ulcers, so this study compared
Nurses and Other Health Care Workers. a specific schedule with usual care Using the
Diakses 27 Juli 2015 dari www.levu.NI/ 30º tilt to reduce pressure ulcers. Journal of
uploaded/ files/decubitus. clinical nursing. Accepted for publication : 19
Braden, BJ, Bergstrom,N. (2000). A conceptual January 2011.
schema for the study of the etiologi of
pressure sore. Diakses 06 Juli 2015 dari http:/
/www.ebcohost.com /uph.edu.
Keen Catherine.Delia, (2014). Implementing
pressure ulcer prevention in a welsh nursing
home. Journal of clinical nursing.Volume 28,
No 4. Diakses 28 Juli 2015 dari www.jcn.com.
NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory
Panel). (1996). Diakses 06 Juli 2015 dari
www.npuap.org/guidelines on.
NPUAP - EPUAP (National Pressure Ulcer
Advisory Panel-European Pressure Ulcer
Advisory Panel). (2009). Diakses 06 Juli 2015
dari www.npuap.org/guidelines
Tarihoran, D.E.T., (2010). Pengaruh Posisi Miring
30 Derajat Terhadap kejadian luka tekan grade
I (Non Blanchable Erythema) Pada Pasien
Stroke di Siloam Hospital. Tesis. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Vanderwee, K., Grypdonck., Bacquer, Deefloor, T.
(2006). Effectiveness of turning with unequal
time intervals on the incidence of pressure
ulcer lesions. Journal of advanced nursing
Volume : 57 Page 59-68. Diakses 08 Juli 2015
dari http://www.ebscohost.com/uph.edu
Vanderwee, Katrien. (2007). Alternating pressure
air mattresses as prevention for pressure ulcers
: A literature review. International journal of
nursing studies 45(2008) 784-801. Accepted 2
July 2007. Diakses 06 Juli 2015 dari
www.elsevier.com/locate/ijnurstu
Woodhouse. Marjolein, dkk. (2014). The physiological
response of soft tissue to periodic repositioning
as a strategy for pressure ulcer prevention.
Journal clinical biomechanics. Diakses 27
Juli 2015 dari www.elsevier.com.
Young. (2004). The 30 ° tilt position vs the 90°
lateral and supine positions in reducing the
incidence of non blanching erythema in a
hospital inpatient population. Journal of tissue

Absorbent Triangle Pillow Terhadap Kejadian Pressure Ulcer


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
46 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

END OF LIFE CARE BERFOKUS PADA KELUARGA DALAM


MERAWAT PASIEN MENJELANG AJAL DI IGD

Maria Imaculata Ose


Fakultas Ilmu Kesehatan, Jurusan Keperawatan, Universitas Borneo Tarakan
085652149185, Email:onijuntak@gmail.com

Abstrak

Pasien yang datang ke IGD biasanya dalam keadaan tidak terduga, tapi pasien yang dalam tahap End Of Life
juga datang ke IGD. Penangan yang belum maksimal terhadap pasien dalam tahap End Of Life termasuk di
instalasi gawat darurat. Perawat merupakan petugas IGD yang mempunyai peranan besar dalam memberikan
penanganan yang maksimal pada pasien dalam tahap End Of Life. Perawatan End of Life diberikan pada pasien
yang menjelang meninggal atau fase kritis dengan menerapkan Teori Peaceful End of Life. Tinggi beban
kerja dan lingkungan di IGD yang sibuk menyebabkan tidak mampunya mengaplikasi perawatan End Of Life
yang ideal sehingga interaksi antara perawat dan keluarga menjadi bagian yang terpenting dalam perawatan
pasien yang menjelang ajal. Tujuan penelitian ini adalah mengambarkan pengalaman perawat dalam melakukan
interaksi dengan keluarga pasien selama merawat pasien yang menjelang ajal. Desain penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan Fenomenologi deskriptif yang melibatkan 3 perawat IGD RSSA yang
merawat pasien yang menjelang ajal. Tema yang muncul 1. Memfasilitasi keluarga, 2. keluarga terlibat
mengambil keputusan, dan 3. Menyerahkan dukungan Spirtual pada keluarga. Kesimpulan: Keluarga menjadi
bagian penting dan berperan aktif dalam memberikan pengambilan keputusan dan End Of Life Care bagi
pasien yang menjelang ajal ketika perawat tidak mampu secara maksimal memberikan dukungan secara spiritual
bagi pasien yang menjelang ajal.

Kata Kunci: End Of Life, Keluarga, IGD

Abstract
Patients who come to in the emergency department usually in unpredictable circumstances, but patients
in the phase End Of Life also came to in the emergency department. Handlers who have not been fullest
against patients in the phase End Of Lifeincluding the installation of emergency. The nurse is the emergency
department officers had a major role in providing the maximal responses in patients in the phase End Of
Life. Treatment of End of Life given to patients who are nearing a critical phase, died or by applying the
theory of Peaceful End of Life . High workloads and environments in the busy led is not IGD it cannot apply
the treatment of End Of Life ideal so that the interaction between the nurse and the family became part of
the most important in the treatment of patients who are nearing death. The purpose of this study is to
describe the experience of nurses in conducting interaction with the patient’s family for taking care of
patients who are nearing death. This study employed a qualitative method which was an interpretive
phenomenology approach which involved 3 emergency department nurses. Data was collected through in
depth interviews and analyzed using Braun & Clark thematic analysis. Findings: research findings were
categorized into 3 themes as follows 1. Facilitating family, 2. family decision involved, and 3. Submit
the Spirtual on family support. Conclusion: the family an important part and plays an active role in
decision-making and providing End Of Life Care for patients nearing death when nurses cannot afford the
most spiritually support for patients who are nearing death.

Keyword: End Of Life, The Family, The IGD

PENDAHULUAN yang belum maksimal terhadap pasien dalam tahap


End Of Life termasuk di instalasi gawat darurat.
Pasien yang datang ke IGD biasanya dalam Perawat merupakan petugas IGD yang mempunyai
keadaan tidak terduga, tapi pasien yang dalam peranan besar dalam memberikan penanganan yang
tahap End Of Life juga datang ke IGD. Penangan maksimal pada pasien dalam tahap End Of Life.

46 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 47

Perawatan End of Life diberikan pada pasien yang terpenting dalam perawatan pasien yang menjelang
menjelang meninggal atau fase kritis dengan ajal. Tujuan penelitian ini adalah mengambarkan
menerapkan Teori PeacefulEnd of Life (Aligood, pengalaman perawat dalam melakukan interaksi
2014) dengan keluarga pasien selama merawat pasien
Penanganan yang harus diberikan antara lain yang menjelang ajal
penanganan terhadap gejala fisik yang biasanya
muncul, pertimbangan terhadap budaya dan aspek METODOLOGI
spiritual pasien, kebijakan terhadap tindakan
resusitasi, memberikan kesempatan keluarga untuk Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
berada didekat pasien dan memperhatikan kebutuhan dengan pendekatan fenomenologi deskritif. Penelitian
keluarga dan pasien, serta harus melakukan dilakukan di IGD RSSA Malang. Partisipan dalam
kolaborasi dengan semua yang terlibat di IGD untuk penelitian ini adalah IGD dengan kriteria berkerja
memberikan yang terbaik untuk pasien pada tahap 1-15 tahun sebagai perawat IGD yang pernah
End Of Life (Lendon, 2015). merawat dan berinteraksi dengan keluarga pasien
yang menjelang ajal. Data dikumpulkan melalui
Perawatan terhadap pasien dalam tahap End
wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka
Of Life di atas bukan merupakan hal yang mudah
dan dikembangkan oleh peneliti. Analisis data
dilakukan di IGD, dimana perawat yang bertugas
mengalami dilema dan distress tersendiri dilakukan dengan menggunakan analisa tematik
dalam pemberian penanganan, yang disebabkan Braun & Clarke (2013). Penelitian ini telah
oleh terdapatnya berbagai hambatan dalam mendapatkan laik etik di RSSA Malang.
pelaksanaannya, terkait karakteristik IGD yang unik
dan dianggap sebagai tempat yang tidak ideal sebagai HASIL PENELITIAN
tempat berlangsungnya perawatan bagi pasien dalam
Hasil penelitian ini ada 3 tema yaitu 1.
tahap End Of Life. Menurut Heaston, et.al (2006)
Memfasilitasi keluarga, 2. keluarga terlibat mengambil
terdapat beberapa hambatan yang ditemui perawat
dalam pelaksanaan perawatan End Of Lifedi IGD, keputusan, dan 3. Menyerahkan dukungan Spirtual
diantaranya: 1) Perawat IGD memiliki beban kerja pada keluarga
yang tinggi, sehingga tidak dapat memberikan 1. Memfasilitasi Keluarga
pelayanan yang maksimal untuk pasien pada tahap Memfasilitasi keluarga dalam memberikan
EOL; 2) Perawat IGD akan berhadapan dengan kesempatan dalam merawat pasien yang menjelang
keluarga pasien yang marah atau dalam emosi yang ajal menjadi salah satu tema yang muncul dari
tidak stabil; dan 3) Desain ruangan IGD tidak ungkapan partispan mengenai hal yang dilakukan
memberikan pasien privacy pada pasien dan dalam merawat pasien menjelang ajal. hal ini
keluarga.
tergambar melalui ungkapan partiispan yang
Berdasarkan Study pendahuluan yang dilakukan meenyadari bahwa tidak mampu secara langsung
di IGD RSSA Malang menunjukan perawatan pada dan secara menetap terus menerus berada disisi
pasien yang menjelang ajal belum dapat dilakukan pasien yang menjelang ajal karena memiliki tugas
secara maksimal sesuai dengan teori dan konsep maupun peran pada pasien lainnya dan menyadari
Peacefull End Of life dimana dengan jumlah bahwa pasien yang menjelang ajal sangat
kunjungan pasien di IGD yang sangat sibuk dengan membutuhkan kehadiran dari keluarga. Ungkapan
data Jumlah kunjungan pasien ke IGD RSUD Dr. partisipan yang mendukung sebagai berikut:
Saiful Anwar Malang tahun 2013 kunjungan IGD
“…menyiapkan lingkungan, menyiapkan
mengalami peningkatan sebesar 3,01%, sedangkan
pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar pasiennya, menyiapkan keluarganya
4,85% dibandingkan jumlah sebelumnya, jumlah untuk melepaskan kepergiaan…..”(P1)
pasien yang memiliki proporsi terbesar adalah pasien “…kita tetap memfasilitasi keluarga ..
umum yaitu 57%. (Buku Laporan Tahunan RSUD membantu keluarga untuk sampai pada
dr. Saiful Anwar Malang, 2014) fase accepting tapi rata-rata pada
Tinggi beban kerja dan lingkungan di IGD yang pasien yang seperti itu mungkin sakitnya
sibuk menyebabkan tidak mampunya mengaplikasi sudah kronis…”(P2)
perawatan End Of life yang ideal sehingga interaksi “….Oh ada... jadi kalau pasien ada
antara perawat dan keluarga menjadi bagian yang kemungkinan hidupnya kecil misalnya

End Of life Care Berfokus pada Keluarga dalam Merawat Pasien Menjelang Ajal di IGD
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
48 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

semua kita kasih mulai dari awal kita istilahnya karena secara medis itu atau
kasih ... ini kondisinya sudah dalam kesehatan itu yah sudah kita.. sudah
kondisi kritis tolong dibantu dengan melakukan ini prosedurnya, obat-
doa, keluarga akan kita ajak kedalam obatnya sudah masuk... seperti itu..(P2)
masuk ...dampingi ... kemudian dokter “….. kalau penurunan kesadaran ..
akan .memeriksa secara lengkap .. tambah turun, tensinya menurun …
dokter akan menjelaskan juga…”(P3) keluarga i diberi informasi... silakan
2. Keluarga Terlibat Mengambil Keputusan satu-satu kedalam kalau pingin
mendoakan istilah kalau orang muslim
Keluarga terlibat dalam mengambil keputusan
lah membimbing mungkin yang non
tergambar dari ungkapan partisipan yang melibatkan
muslim juga begitu. Kalau perawatan
keluarga pasien secara aktif. Pengalaman perawat
harus di.. yang menjelang ajal harus
merawat pasien yang menjelang ajal di IGD secara
di ini ... gak .. jadi itu hanya istilah
umum sama dalam mengambil keputusan yang selalu
secara umum umum sama saja .. (P3)
melibatkan keluarga pasien. Tahap pengambilan
keputusan sebelumnya diberikan informasi mengenai
konidisi pasien. Ungkapan partisiapan yang DISKUSI
mengambarkan hal tersebut sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Decker, et.al
“…kalau sudah pasien menjelang ajal (2015), mengenai pengalaman perawat dalam
.... perawat kasih lebel DNR. Yang meningkatkan perawatan End Of Life di IGD juga
berikan lebel kan perawatnya ...kalau mengungkapkan bahwa menurut perawat IGD yang
ada keluarganya ...keluarganya yang menjadi partisipan, IGD bukan merupakan tempat
dampingi ....tanda tangan diberikan yang tepat bagi perawatan pasien dalam tahap End
KIE…”(P1) Of Life dimana IGD merupakan lingkungan yang
“…Dokternya menentukan ini menjelang sibuk, bising dan memiliki privasi yang sangat rendah,
ajal ada tanda tangannya dikasih dan biasanya juga jarang ada petugas khusus untuk
informasi kekeluarga seandainya pemberian pelayanan pasien dalam tahap End Of
sewaktu-waktu dia henti jantung, dia Life. Di samping itu, juga diungkapkan bahwa
akan menurun kita ... silakan keluarga... walaupun kasus End Of Lifecukup banyak di IGD,
kita tidak bisa memberikan lama tapi pelayanan terhadap pasien pada tahap End Of
istilahnya henti jantung kita pijat Life di IGD masih merupakan hal yang dihindari
jantung atau apa karena mungkin oleh perawat IGD yang cenderung beranggapan
pasien ada banyak ini pertimbanganya...” bahwa kematian di IGD merupakan suatu
(P2) penggambaran hasil kinerja yang tidak bagus. Hal
ini tentunya menimbulkan ketidak puasan dan
3. Menyerahkan Dukungan Spiritual pada distress tersendiri bagi pasien maupun kluarga pasien.
Keluarga
Masalah moral dan etika juga mungkin timbul
Menyerahkan dukungan spiritual pada keluarga sebagian karena dari konflik antara menghormati
terkait partisipan menghadapi tantangan lingkungan otonomi pasien dan bertindak untuk kepentingan
IGD yang sibuk dengan beban kerja yang tinggi yang terbaik bagi pasien. Selain itu, dapat terjadi
dalam memberikan dukungan spiritual pada pasien konflik keinginan pasien dan keluarga atau keinginan
yang menjelang ajal. Berikut beberapa kutipan pasien yang tidak diketahui saat kedatangan di IGD
pernyataan partisipan mengenai hal tersebut. (Forero,et al, 2012). Namun Perawatan End Of
“….terus keluarga mungkin yah istilah Life di IGD RSSA lebih berfokus dalam melibatkan
mendoakanlah disampingnya, kalau keluarga terkait dengan tidak maksimalnya perawatan
orang yang beragama islam disuruh End Of Life yang memiliki banyaknya hambatan
ngaji, kalau yang muslim mungkin baik beban kerja yang tinggi, lingkungan yang sibuk
disuruh apa .. intinya seperti itu ,..(P1) maupun tidak ada ruangan khusus yang memberikan
“…..oww tidak .. malah kalau yang ketentang pada pasien yang menjelang ajal.
sudah DNR itu terutama kita khususnya Perawat yakin bahwa dengan memberikan
itu kekeluarga itu istilahnya apa yah kesempatan dan fasilitasi pada keluarga pasien
disuruh memberikan secara spiritual merupakan salah sau bentuk perawatan End Of

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 49

Life yang maksimal dimana keluarga dapat lebih Life in the Emergency Department, 2012. http:/
secara intens memberikan dukungan spiritual sehingga /doi.org/10.1155/2012/486516
pasien dapat mencapai fase menjelang ajal yang Laporan Tahunan Rumah Sakit dr. Saiful Anwar
lebih layak dan bermartabat. Malang Tahun 2014
Lendon, J. P., Ahluwalia, S. C., Walling, A. M.,
KESIMPULAN Lorenz, K. A., Oluwatola, O. A., Anhang Price,
R., … Teno, J. M. (2015). Measuring
Memberikan kematian yang layak merupakan
experience with end-of-life care: A systematic
hak bagi pasien walaupun berada di ruang IGD
literature review. Journal of Pain and
yang memiliki situasi yang tidak mendukung.
Symptom Management, 49(5), 904–915.e3.
Keluarga menjadi bagian penting dan berperan
http://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2014.10.018
aktif dalam memberikan pengambilan keputusan
dan End Of Life Care bagi pasien yang menjelang
ajal ketika perawat tidak mampu secara maksimal
memberikan dukungan secara spiritual bagi pasien
yang menjelang ajal.

SARAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak


respon secara langsung dari keluarga pasien, dan
mengeksplorasi terkait upaya kolaboratif perawat
dengan dokter dan anggota lain dari tim perawatan
kesehatan. Kolaborasi bagian dari tanggung jawab
dalam merawat pasien. Sehingga perlunya ada
penelitian selanjutnya terkait dengan respond an
presepsi baik dari keluarga maupun dari tim kesehatan
lain sehingga perawatan pada pasien yang menjelang
ajal lebih optimal dan bermartabat

KEPUSTAKAAN

Alligood, M., & Tomey, A. (2014). Nursing


Theorist and Their Work. Sixth Edition. St
Louis Missoury : Mosby Elseveir.
Braun, V & Clark, V. (2006). Using Thematic
Analysis in Psychologi. Qualitative Research in
Psychology 3 (77-101).
Creswell, J.W. (2014). Penelitian Kualitatif &
Desain Riset memilih di antara lima
pendekatan. Edisi tiga. Pustaka Pelajar:
Jogyakarta : ISBN : 978-602-385-3
Decker, K., Lee, S., & Morphet, J. (2015). The
experiences of emergency nurses in providing
end-of-life care to patients in the emergency
department. Australasian Emergency Nursing
Journal, 18(2), 68–74. http://doi.org/10.1016/
j.aenj.2014.11.001
Forero, R., Mcdonnell, G., Gallego, B., Mccarthy, S.,
Mohsin, M., Shanley, C., …Hillman, K. (2012).
A Literature Review on Care at the End-of-

End Of life Care Berfokus pada Keluarga dalam Merawat Pasien Menjelang Ajal di IGD
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
50 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

MEDIA SOUND SLIDE MENINGKATKAN PERILAKU IBU DALAM


PENANGANAN DIARE PADA BALITA

Ilya Krisnana, Praba Diyan Rachmawati, Yuni Hidayati


Program Studi Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Surabaya, Kampus C UNAIR Surabaya Telp. 0315913754
Email:diyanatha@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Diare adalah penyebab utama kedua kematian anak di bawah lima tahun di dunia. Salah satu
penyebab diare pada anak-anak adalah kurangnya pengetahuan ibu. Studi pendahuluan di wilayah kerja
kesehatan masyarakat Bidara Cina III menunjukkan bahwa beberapa ibu tidak mengetahui pengobatan awal
diare pada bayi. Media Sound Slide merupakan kombinasi dari gambar sehingga dapatmenstimulasipenglihatan
dan suara yang akan merangsang pendengaran. Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasy
eksperimental. Populasinya adalah ibu yang memiliki anak diare di Puskesmas Bidara Cina III. Sampel dipilih
dengan teknik consecutive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan lembar observasi yang
telah di uji validitas dan reliabilitas dan dianalisis menggunakan wilcoxon rank test dan Mann Whitney U Test
Uji dengan α = 0,05. Hasil: media Soundslide mempengaruhi perubahan dalam pengetahuan dengan p = 0,001,
sikap p = 0,038, dan perilaku ibu p = 0,001. Diskusi: Media soundslide sebagai media audiovisual dapat
digunakan untuk meningkatkan perilaku ibu dalam pengobatan diare pada anak-anak. Penelitian selanjutnya
diharapkan akan dilakukan lebih banyak sampel dan menambahkan intensitas dalam memberikan metode ini
untuk meningkatkan perilaku ibu.

Kata kunci: suara slide, perilaku ibu, pengobatan, diare.

Abstract
Introduction: Worldwide, diarrhea is the second leading cause of mortality among children under five years
old. One of the causes of diarrhea in children is a lack of knowledge of mother. The preliminary study in
Bidara Cina III public health working area showed there were mother who do not know the initial
treatment of diarrhea in infant. Sound slide is the combination of image that will stimulate the sights and
sounds that will stimulate hearing. Method: This study used a quasy experimental as a design. The
population were mothers who have child with a diarrhea in Public Health of Bidara Cina III. The sample
was chosen through consecutive sampling technique. Data were collected by questionnaire and observa-
tional sheet that have been test for validity and reliability and analyzed using wilcoxon signed rank test
and Mann Whitney U Test with α =0.05. Results: Sound slide media affects the change in knowledge with
p=0.001, attitude p=0.038, and mother’s behaviour p=0.001. Discussions: It can be concluded that health
education with sound slide as an audiovisual media can be use to improve behaviour of mothers in the
treatment of diarrhea in children. Future studies are expected to be carried out more samples and add
intensity in giving of this method to increase the mother’s behaviour.

Keywords: sound slide, mother’s behaviour, treatment, diarrhea.

PENDAHULUAN mengurangi angka kejadian diare pada anak di


bawah lima tahun (International Centre for
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan
Diarrhoeal, 2015). Salah satu faktor penyebab
dunia terutama di negara berkembang. Secara
terjadinya diare pada anak adalah kurangnya
global, diare merupakan penyebab kematian kedua
pada anak usia di bawah lima tahun (WHO, 2009). pengetahuan orang tua dalam penanganan awal diare.
Diare dapat menyebabkan balita kurang cairan tubuh Kejadian diare untuk seluruh kelompok umur di
dan apabila diare tidak segera ditangani maka dapat Indonesia sebesar 3,5%. Insiden diare pada balita di
membuat balita jatuh pada kondisi dehidrasi berat Provinsi DKI Jakarta menempati urutan ketiga,
(Wong, 2009). Pengetahuan ibu sangat penting untuk berdasarkan diagnosis dokter sebesar 6,7%,

50 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 51

sedangkan yang berdasarkan gejala klinis sebesar multimedia sound slide dapat membawa dampak
8,9% (Rikesdas, 2013). Berdasarkan Survailans dramatis dan tentu saja dapat meningkatkan hasil
Epidemiologi, laporan penderita diare tertinggi dari belajar karena merupakan penggabungan dari
minggu pertama hingga minggu ketigapuluhempat gambar yang akan menstimulus indera penglihatan
tahun 2015 di Kelurahan Bidara Cina yaitu sejumlah dan suara yang akan menstimulus indera pendengaran
827 jiwa (Dinkes DKI Jakarta, 2015). Penderita (Arsyad, 2011). Penelitian sebelumnya didapatkan
diare pada balita dari bulan Januari hingga Oktober bahwa, pendidikan kesehatan dengan media sound
2015 berdasarkan laporan Puskesmas kelurahan slide yang dilakukan selama 2 kali per minggu
Bidara Cina III berjumlah 298 pasien. dapat mengubah perilaku menggosok gigi pada
Menurut Depkes RI (2011) terdapat Lima siswa kelas 2 SDN Gempolan 2 Tulungagung
Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE): (Harnitya, 2014).
berikan oralit, berikan tablet Zinc selama 10 hari Promosi kesehatan melalui sound slide
berturut-turut, teruskan ASI dan makan, berikan merupakan gabungan antara slide dengan suara
antibiotik secara selektif, dan berikan nasihat pada yang melibatkan gambar-gambar guna
ibu/ keluarga.Oralit diberikan untuk mengganti cairan menginformasikan atau mendorong lahirnya respon
dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. emosional karena dapat menstimulasi indera
Namun, cairan rehidrasi oral tidak signifikan dalam penglihatan dan pendengaran, sehingga minat,
mengurangi frekuensi defekasi dan memperpendek perhatian dan konsentrasi peserta didik menjadi
durasi diare (Ulfah, 2012). Pemberian Zinc satu lebih terfokus. Daya imajinasi menjadi lebih besar
kali sehari selama 10 hari mampu menggantikan untuk mengamati tentang penanganan diare.
kandungan Zinc alami tubuh yang hilang dan Selanjutnya pengetahuan, sikap, dan tindakan peserta
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga didik mengenai permasalahan yang disajikan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga diharapkan meningkat.
dapat mencegah risiko terulangnya diare selama
2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Pemberian METODOLOGI
Zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah
Metode penelitian ini adalah Quasy
berhenti. Penerapan program lintas diare yang
Eksperimental dengan pendekatan Two Group
dilakukan oleh Depkes RI sudah dilaksanakan sejak
Pre-Post Test Design dengan pupulasi ibu yang
tahun 2011, akan tetapi laporan ataupun data yang
sedang memiliki balita diare di wilayah Puskesmas
menyebutkan tingkat keberhasilan dari program
Kelurahan Bidara Cina III Jakarta Timur. Sampel
tersebut baik di suatu wilayah maupun data secara
didapat sebanyak 14 responden dengam
nasional belum tersedia (Depkes, 2013). Begitu juga
menggunakan teknik consecutive sampling,
di wilayah Puskesmas Kelurahan Bidara Cina III
kemudian dilanjutkan dengan proses matching
sudah diterapkan LINTAS DIARE namun masih
meliputi umur, penghasilan, dan pendidikan terakhir.
ditemukan ibu yang memberikan Zinc pada balita Variabel yang terdapat pada penelitian ini yaitu
diare kurang dari 10 hari. pendidikan kesehatan dengan media sound slide
Salah satu upaya agar pesan pendidikan dapat sebagai variabel independen, perilaku ibu dalam
dipahami dan memberikan dampak perubahan penanganan diare pada balita sebagai variabel
perilaku adalah dengan menggunakan metode yang dependen. Instrumen pada penelitian menggunakan
tepat (Notoatmodjo, 2010). Menurut Edgar Dale kuesioner dan lembar observasi dari penelitian yang
(1964) dalam Nursalam dan Efendi (2009) yang dilakukan Ari Kusumandani (2013). Uji reliabilitas
digambarkan dalam kerucut Edgar Dale, membaca didapatkan hasil Cronbach’s Alpha 0,824 yang
akan mengingat 10% dari materi yang dibaca, berarti sangat reliabel. Penelitian dilakukan di wilayah
mendengar akan mengingat 20% dari yang didengar, Puskesmas Kelurahan Bidara Cina III Jakarta Timur
melihat akan mengingat 30% dari apa yang dilihat, yang dilaksanakan pada tanggal 18 januari 2016
mendengar dan melihat akan mengingat 50% dari sampai tanggal 29 Januari 2016.
apa yang didengar dan dilihat. Sound slide
merupakan media pembelajaran yang bersifat audio HASIL
visual yang dalam penyajian bahan pelajarannya
dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan slide Tabel 1 menunjukkan pada kelompok perlakuan
secara berurutan yang dikombinasikan atau sebelum diberikan media sound slide mean
dilengkapi dengan audio (Sanaky, 2011). Sistem pengetahuan 11,71 dengan standar deviasi 3,251.

Media Sound Slide Meningkatkan Perilaku Ibu dalam Penanganan Diare pada Balita
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
52 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Setelah diberikan sound slide pengetahuan kelompok pembanding didapatkan uji statistik
meningkat menjadi 18,29 dengan standar deviasi menggunakan wilcoxon signed rank test diperoleh
1,380. Seluruh responden mengalami peningkatan nilai p = 0,705 sehingga p > 0,05 yang artinya tidak
pengetahuan. Sementara pada kelompok ada perbedaan pengetahuan saat pre test dan post
pembanding mean pengetahuan setelah pre test test.
adalah 10,00 dengan standar deviasi 2,309 dan Hasil tabulasi silang antara kelompok perlakuan
setelah post test mean pengetahuan 8,71 dengan dengan kelompok pembanding, didapatkan hasil pada
standar deviasi 2,498. kelompok perlakuan mayoritas untuk tindakan ibu
adalah baik sebesar 100% dan pada kelompok
Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Ibu dalam
pembanding mayoritas untuk tindakan orang tua
Penanganan Diare pada Balita
adalah kurang 71,4%. Setelah dilakukan uji statistik
Perlakuan Pembanding dengan Mann Whitney U Test hasil menunjukkan
Tingkat Pengetahuan Pre Post Pre Post
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
tindakan dengan nilai p = 0,001 dengan p < 0,05
Kurang 4 57,1 0 0 5 71,4 6 85,7 berarti ada pengaruh penerapan media sound slide
Sedang 3 42,9 1 14,3 2 28,6 1 14,3 terhadap perilaku ibu dalam penanganan diare pada
Baik 0 0 6 85,7 0 0 0 0
Total 7 100 7 100 7 100 7 100
balita.
Mean 11,71 18,29 10,00 8,71
Std.deviasi 3,251 1,380 2,309 2,498
Wilcoxon Sign Rank Test p=0,018 p=0,285
PEMBAHASAN
Mann-Whitney U Test p=0,001
Pengetahuan adalah suatu proses dari seseorang
yang didapatkan dari sekedar tahu, kemudian
Tabel 2. Sikap Ibu dalam Penanganan Diare pada memahami dari apa yang didapatkannya dan
Balita menerjemahkannya menurut kemampuan individu,
Perlakuan Pembanding selanjutnya menjabarkan situasi yang dialaminya
Kategori Sikap Pre Post Pre Post tersebut dan menghubungkan secara garis besar
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Kurang 1 14,3 0 0 4 57,1 5 71,4
dari situasi atau pengalaman yang didapatnya untuk
Sedang 4 57,1 0 0 3 42,9 2 28,6 kemudian diterimanya sebagai sesuatu yang
Baik 2 28,6 7 100 0 0 0 0 bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya
Total 7 100 7 100 7 100 7 100
(Notoatmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan dengan
Mean 8,86 11,14 6,43 6,29
Std. deviasi 1,345 0,690 1,272 1,704 media sound slide yang dilakukan selama 2 kali per
Wilcoxon Sign Rank Test p=0,017 p=0,705 minggu dapat mengubah perilaku menggosok gigi
Mann-Whitney U Test p=0,038
pada siswa kelas 2 SDN Gempolan 2 Tulungagung
(Harnitya, 2014).
Tabel 3. TindakanIbu dalamPenanganan Diare Menurut Erlina & Nendah (2006), sound slide
(PemberianCairan dan Tablet Zinc) mampu mengkombinasikan antara musik, suara, dan
visualisasi sejumlah gambar dan foto sehingga suatu
Kategori Kelompok Total
Tindakan Perlakuan Pembanding pesan yang akan disampaikan menjadi lebih menarik
∑ % ∑ % ∑ % dan mampu menumbuhkan pemahaman lebih baik
Kurang 0 0 5 71.4 5 35.7
dari pesan tersebut. Sistem multimedia ini serba
Sedang 0 0 2 28.6 2 14.3
Baik 7 100 0 0 7 50 guna, mudah digunakan dan cukup efektif untuk
Total 7 100 7 100 14 100 pembelajaran kelompok ataupun perorangan dan
Mean 92,00 57,14
belajar mandiri. Jika didesain dengan baik, sistem
Std.deviasi 6,110 4,298
Mann Whitney U Test p = 0,001 multimedia ini dapat membawa dampak yang
dramatis dan tentu saja dapat meningkatkan hasil
Berdasarkan tabel 2 dari hasil uji statistik pada belajar (Arsyad, 2011). Musik sebagai pengiring
kelompok perlakuan menggunakan wilcoxon signed sound slide dapat mendorong dan memperdalam
rank test diperoleh nilai p = 0,017 sehingga p < 0,05 image emosi dan kadang-kadang dapat
yang berarti H1 diterima, artinya ada perbedaan memperdalam arti sebuah kata atau gambar (Erlina&
sikap yang signifikan pada pre test dan post test Nendah, 2006). Pada waktu penginderaan akan
dimana penerapan sound slide sebagai media dihasilkan pengetahuan yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap sikap intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
ibu dalam penanganan diare pada balita. Pada Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 53

dari indera pendengaran dan indera penglihatan terbuka (overt). Perilaku tertutup terjadi bila respon
(Notoatmodjo, 2010). terhadap stimulus masih belum dapat diamati orang
Kelebihan sound slide menurut Sanaky (2011) lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang
dapat dikontrol sesuai dengan keinginan pengguna, masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
sehingga memungkinkan untuk dihentikan secara persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap suatu
spontan dan dapat diselingi tanya jawab dan diskusi stimulus. Bentuk covert behaviour yang dapat diukur
singkat, selain itu dapat memberikan visualisasi adalah pengetahuan dan sikap. Perilaku terbuka
tentang objek belajar seperti apa adanya atau (overt) terjadi bila respon terhadap stimulus sudah
autentik, sehingga dapat mengkongkretkan objek berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati
belajar bagi pembelajar. orang lain dari luar.
Peneliti berpendapat bahwa dengan pemberian Pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan
pendidikan kesehatan melalui media sound slide variabel yang saling berkaitan dan berhubungan
lebih berdampak dalam perubahan tingkat satu sama lain untuk mencerminkan perilaku
pengetahuan menjadi baik karena kelompok responden. Melalui pendidikan kesehatan dengan
perlakuan menggunakan efek musik dan gambar media sound slide responden mendapatkan
sehingga dapat memperdalam emosi ataupun arti informasi mengenai penyakit diare, manfaat
pesan yang peneliti sampaikan sedangkan kelompok pemberian tablet zinc, serta manfaat pembeian
pembanding tidak diberikan intervensi sehingga cairan/ASI sehingga pengetahuan responden menjadi
pengetahuan mereka sebatas dari apa yang selama meningkat dan baik, dengan pengetahuan baik maka
ini mereka ketahui. sikap yang ditunjukkan responden juga akan
Hasil analisis data dengan menggunakan baik karena pengetahuan sebagai domain
wilcoxon signed rank test, menunjukkan sikap pembentuk sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai
pada post test menunjukkan peningkatan pada modal responden untuk melakukan tindakan
kelompok perlakuan yang sebagian besar berada perawatan anak diare sehingga pengalaman
pada tingkat baik. MenurutAzwar (2009) faktor responden dalam merawat anak yang diare akan
yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah bertambah dan menunjukkan hasil perilaku
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang kesehatan yang positif.
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi KESIMPULAN
dalam individu.
Pendidikan responden berdampak pada tingkat Pendidikan kesehatan melalui media sound slide
pengetahuan responden yang akan membentuk sikap dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ibu
responden. Dijelaskan di atas bahwa pengetahuan mengenai penanganan diare pada balita di wilayah
adalah domain untuk pembentuk sikap. Pengetahuan kerja Puskesmas Kelurahan Bidara Cina III.
mengenai suatu objek baru akan menjadi sikap Tindakan ibu berubah dalam hal pemberian ASI
apabila pengetahuan itu disertai kesiapan responden atau air matang sebagai cairan tambahan saat diare
untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap serta kepatuhan ibu dalam pemberian zinc sampai
objek itu. Pembentukan sikap tidak terjadi demikian 10 hari.
saja melainkan melalui suatu proses kontak secara
terus menerus antara individu dengan individu lain KEPUSTAKAAN
disekitarnya sehingga responden didapatkan hasil
adalah sikap responden pada kategori baik. Arsyad, 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hasil uji statistik menggunakan mann whitney
u test menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh Azwar, 2009. Sikap Manusia: Teori dan
pendidikan kesehatan melalui media sound slide Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
antara kelompok perlakuan dengan kelompok Depkes, RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan.
pembanding terhadap perubahan tindakan dalam Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian
penanganan diare, dimana rerata tindakan kelompok Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
perlakuan lebih tinggi daripada kelompok pembanding. Depkes, RI. 2013. Promosi Kesehatan di Daerah
Menurut Notoadmodjo (2010) perilaku manusia Bermasalah Kesehatan. Diunduh tanggal 23
dibedakan antara perilaku tertutup (covert) dan September 2015.

Media Sound Slide Meningkatkan Perilaku Ibu dalam Penanganan Diare pada Balita
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
54 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Erlina & Nendah, K., 2006. Improvement of Supm


Students Knowledge Through Dissemination Of
Dray Transport Of Live Shrimp Using Sound
Slide Show. Jurnal Penyuluhan, Volume 2,
no. 1, p. 1.
Harnitya, F. Y., 2014. Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Dengan Metode Demonstrasi dan
Media Sound Slide Terhadap Perilaku
Menggosok Gigi Siswa Kelas 2 SDN Gempolan
2 Tulungagung. Fakultas Keperawatan,
Universitas Airlangga.
Kusumandani, A., 2013. Penerapan Lintas Diare
(Nasihat Orang Tua) Terhadap Perilaku
Pemberian Tablet Zinc pada Anak yang
Mengalami Diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Menur Kota Surabaya. Fakultas Keperawatan,
Universitas Airlangga.
Notoatmodjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2014. Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam & Effendi, 2009. Pendidikan Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Sanaky, 2011. Media Pembelajaran. Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara.
Wong, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik
Edisi 2. Jakarta: EGC.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 55

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN


PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT DBD PADA
KADER PEMANTAU JENTIK ANAK SEKOLAH DI
SDN DUKUHKLOPO PETERONGAN JOMBANG

Prawito
Program studi magister keperawatan FKUB
Email: nsprawito@gmail.com Hp 082245266875

Abstrak
Pemantau Jentik Anak Sekolah adalah anak didik yang telah dilatih oleh petugas kesehatan yang bertujuan
agar anak sekolah mengenal penyakit DBD dan cara-cara pencegahannya. Penelitian ini bertujuan menjelaskan
pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan tentang penyakit DBD Pada Kader Pemantau Jentik
Anak Sekolah dan mengidentifikasi pengetahuan tentang peyakit DBD yang meliputi : pengertian, penyebab,
gejala, akibat, cara pencegahan dan penatalaksanaannya.
Desain penelitian adalah Quasy Experimen menggunakan tehnik sampel purposive sampling jumlah sampel
44 responden terdiri dari 22 responden kelompok kasus 22 responden kelompok kontrol, instrument menggunakan
kuesioner dengan jumlah soal 20 pertanyaan pilihan ganda, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel,
pengolahan data menggunakan skala ordinal, sedangkan untuk megetahui adanya pengaruh intervensi
terhadap kelompok perlakuan menggunakan uji statistic T-test.
Hasil uji statistic T-test dengan tingkat signifikansi 0,05 dengan N 44 didapatkan t tabel (2,02) dan t hitung
(9,990) hal ini bermakna H1 diterima, sehingga penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan
terhadap peningkatan pengetahuan tentang penyakit DBD pada kader pemantau jentik anak sekolah.
Kepada pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut peneliti mengharapkan penelitian ini dapat
dijadikan bahan untuk melengkapi penelitian yang lebih lengkap dan mendalam,sehingga didapatkan hasil
yang lebih sempurna.

Kata kunci: Penyuluhan, pengetahuan.

Abstract
Larvae monitors student are students who have been trained by health providers who aim to be famillier with
dengue disease and how do to prevention of dengue disease. This study aims to describe the influence of
education on knowledge of dengue disease in larvae monitors student and identify knowledge of dengue
disease include understanding : The cause, symtomps, effect, prevention and care.
Desain research is Quasy Experiment using purposive sampling technique in sample 44 the number of
sample 22 respondent in the case group and 22 respondent in the control group. Instrument uses a
questionnaire with 20 question multiple choice, research result are presented in tabular form, data
processing using an ordinal scale, where as to determine the effects of intervention on the treatment group
using a statistical tes with : T-test.
The result of statistical test : T-test with significant level of 0,05 with 44 N gotter t table (2,02) and t cost
(9,990) in this cose, its means H1 accupted, so this research sugest that here is influence of education on
better knowledge of dengue disease in larva monitors student.
To person that want to make research any more, research hope the result of thiis research can complete
and deeply so is gotten the perfectly result.

Keyword: Education, Knowledge.

PENDAHULUAN Tanpa adanya bimbingan pendidikan yang mumpuni


dapat dipastikan kompetensi suatu generasi akan
Generasi muda merupakan aset penting yang berjalan lambat sehingga akan kalah bersaing dengan
dimiliki negara. Di tangan merekalah kemajuan dan Negara lain. Sebagai sebuah tatanan dalam
kemunduran bangsa dimasa depan akan terjadi. kehidupan, lembaga pendidikan atau sekolah

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang55


Penyakit DBD pada Kader Pemantau Jentik Anak Sekolah di SDN....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
56 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

berpotensi dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa METODE PENELITIAN


di masa yang akan datang.
Di Indonesia penyakit Demam Berdarah 1. Desain Penelitian
Dengue masih merupakan salah satu masalah Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
kesehatan masyarakat yang cenderung meningkat ditetapkan rancangan penelitian yang digunakan
jumlah penderitanya serta semakin luas dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian
penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya Eksperimen semu (quasy-eksperiment) dimana
mobilitas dan kepadatan penduduk (Depkes RI, rancangan ini berupaya mengungkapkan hubungan
2001). Demam Berdarah Dengue(DBD) adalah sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok
penyakit demam yang diikuti pendarahan dibawah kontrol disamping kelompok eksperimental. Tapi
kulit,selaput hidung dan lambung yang disebabkan pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan
oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes tehnik acak. Rancangan ini menggunakan kelompok
Aegypti. Gejala-gejalanya: Demam secara tiba-tiba, subyek yang telah terbentuk secara wajar (tehnik
disertai sakit kepala berat. Sakit pada sendi dan rumpun) Pada kedua kelompok diawali dengan pra
otot, bintik-bintik merah pada lengan dan kaki. test kemudian salah satu kelompok diberikan
Kadang-kadang mimisan (pendarahan di hidung), perlakuan, setelah selesai diadakan pengukuran
radang perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, kembali (pasca-tes) pada kedua kelompok.
kejang-kejang, (Soegijanto, S. 2006). (Nursalam, 2008 : 86).
Pembentukan kader pemantau jentik anak Tabel 1. Desain Penelitian (Nursalam,2008)
sekolah di SDN Dukuhklopo peterongan jombang,
Subyek Pra Perlakuan Post
pernah di bentuk beberapa bulan sebelum penelitian
K-A O I O1-A
di lakukan, namun belum diberikan penyuluhan
K-B O - O1-B
tentang penyakit DBD secara lengkap. Dan menurut
Time 1. Time 2. Time 3.
catatan sekolah dalam 5 tahun terakhir hampir
setiap tahun ada muridnya yang dirawat di Rumah Keterangan:
Sakit karena menderita penyakit DBD. Upaya
K-A : Subyek perlakuan
pemberantasan penyakit DBD dititik beratkan pada
penggerakan potensi masyarakat untuk dapat K-B : Subyek control
berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk O : Pra Test sebelum intervensi penyuluhan
(PSN) melalui gerakan 3M, pemantauan angka DBD
bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD I : Intervensi penyuluhan DBD
dan penanggulangannya di rumah tangga. Dalam OI (A+B): Mengukur pengetahuan tentang penyakit
upaya meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) DBD pada kader pemantau Jentik anak
menjadi sesuai harapan (>95%) maka perlu usaha sekolah (kelompok perlakuan dan
keras dari semua pihak (Depkes,2001) kelompok kontrol)
Untuk itu Menanamkan kesadaran hidup sehat
2. Populasi
pada anak-anak di sekolah merupakan langkah yang
baik. Dengan penanaman kesadaran PHBS, tidak Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian
menutup kemungkinan di masa mendatang atau obyek yang diteliti (Notoadmojo, 2005). Populasi
anak akan menjadi agen perubahan perilaku dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas 5
SDN dukuhklopo 1 dan murid kelas 5 SDN
untuk mempromosikan PHBS terutama dalam
Dukuhklopo 2 Kecamatan peterongan, Kabupaten
pemberantasan jentik. Agen agen inilah yang akan
Jombang. Jumlah populasi total adalah 50 siswa.
menjadi kepanjangan pemerintah untuk melakukan
perubahan perilaku pada tingkat keluarga dan 3. Sampel
masyarakat secara luas. Berdasarkan latar belakang Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau
tersebut kami tertarik untuk mengambil judul yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian
”Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan melalui sampling (Nursalam, 2008:91). Dalam
Pengetahuan Tentang Penyakit DBD Pada Kader penelitian ini ada 2 sampel yaitu:
Pemantau Jentik Anak Sekolah Di SDN Dukuhklopo a. Sampel eksperimen
Peterongan Jombang”.
Murid kelas 5 SDN dukuhklopo 2 yang diberi
penyuluhan tentang penyakit DBD.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 57

b. Sampel kontrol Tabel 4. Distribusi pengetahuan responden


Murid kelas 5 SDN dukuhklopo 1 yang tidak (kelompok kasus dan kontrol) tentang
diberi penyuluhan tentang peyakit DBD. penyakit demam berdarah dengue setelah
di lakukan penyuluhan
4. Besar Sampel
Kelompok Kelompok
Besar sampel yang di gunakan adalah sejumlah
Kasus Kontrol
44 siswa. Dengan tekhnik pengambilan sampel No Pengetahuan
Pre Test Pre Test
adalah dengan tekhnik purposive sampling. Teknik Frek % Frek %
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 Baik 5 28 1 4,5
purposive sampling yaitu :suatu teknik penetapan 2 Cukup 12 53,5 4 23
sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi 3 Kurang Baik 4 18,5 17 72,5
sesuai yang dikehendaki peneliti. (Nursalam,2008:94) Total 22 100 22 100
Alat pengumpulan data yang dipergunakan yaitu
kuesioner, berisi karakteristik responden, dan
Tabel 5. Uji analisis T test
pengetahuan tentang DBD. Dalam penelitian ini di
gunakan analisis Uji Validitas dan reliabilitas untuk Paired Samples Correlations
menguji Instrumen. Kuisioner yang telah di ujikan N Correlation Sig.
pada 10 Responden (Tabel Taraf kritis produck Pair 1 Sebelum &
44 .718 .000
moment N=10 adalah 0,632 untuk significan = 0,05). Sesudah
Uji analisa data yang di gunakan adalah uji T,
dengan taraf significansi 0,05. jumlah distribusi Tabel 6. Paired samples test
frekuensi (df= 43) dan table T sebesar 1.68107 di
Paired Differences
katakana berpengaruh jika T hitung lebih besar dari
Pair 1 95% Confidence
T tabel. Interval of the
Difference Sig. (2-
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mean Lower Upper t df tailed)
sebelum -
.409 5.456 43 5.546 43 0.000
sesudah
Tabel 2. Distribusi responden (kelompok kasus dan
kontrol) berdasarkan jenis kelamin di SDN
Dukuhklopo Correlation : Nilai Korelasi antara 2 variabel
Kelompok Kelompok tersebut: Hasil 0,718 artinya pengaruh
Kasus Kontrol kuat dan positif.
No Pengetahuan
Sig. : tingkat signifikansi hubungan: Hasil
Frek % Frek % 0,000 artinya signifikan pada level
1 Laki-laki 12 54 13 59 0,01.
2 Perempuan 10 46 9 41 Df : degree of freedom (derajat
Total 22 100 22 100
kebebasan): 43, Untuk uji T Paired
selalu N-1. Di mana N adalah jumlah
Tabel 3. Distribusi pengetahuan responden sampel. Nilai t hitung adalah 5.546
(kelompok kasus dan kontrol) tentang yang berarti lebih besar dari T table
penyakit demam berdarah dengue sebelum untuk df=43 yaitu 1.68107 dengan
di lakukan penyuluhan demikian significant untuk hasil Uji T.
Kelompok Kelompok Sig. (2-tailed): Nilai probabilitas/p value uji T Paired:
Perlakuan Kontrol Hasil = 0.000. Artinya terdapat
No Pengetahuan
Pre Test Pre Test perbedaan antara sebelum dan
Frek % Frek % sesudah perlakuan. Sebab: Nilai p
1 Baik 1 4,5 1 4,5 value < 0,05 (95 % kepercayaan).
2 Cukup 16 72,5 5 22,7 Mean : 0.409 Bernilai Positif: Artinya
3 Kurang Baik 5 33 16 72,8 terjadi kecenderungan. Peningkatan
Total 22 100 22 100 pengetahuan setelah perlakuan. Rata-
rata peningkatanya adalah 0.409

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Penyakit DBD pada Kader Pemantau Jentik Anak Sekolah di SDN....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
58 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

KESIMPULAN Notoatmodjo, S.(2003). Pendidikan dan perilaku


kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Dari uji korelasi dengan T test dapat diambil
Notoatmodjo, S.(2007). Ilmu Kesehatan
kesimpulan bahwa ternyata “Ada Pengaruh
Masyarakat ilmu dan seni. Rineka Cipta :
Pemberian Penyuluhan Terhadap peningkatan
Jakarta.
pengetahuan Tentang Penyakit DBD pada Kader
Pemantau Jentik Anak Sekolah Di SDN Dukuh Notoatmodjo, Soekidj. (2010). Ilmu perilaku
Klopo Kec. Peterongan Kab. Jombang” kesehatan. Jakarta: Rieneka Cipta
Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metode
SARAN Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika
Diharapkan Kader pemantau jentik anak Soegijanto,S.2006. Demam Berdarah Dengue.
sekolah dan segenap komponen masyarakat sekolah Surabaya. Airlangga University Press
mau meningkatkan pengetahuannya mengenai
Soekanto, S. 2001. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta.
penyakit Demam Berdarah Dengue dan
Raja Grafindo Persada
pencegahannya melalui peran aktifnya mengikuti
penyuluhan-pennyuluhan kesehatan, membaca
(koran, tabloid, majalah, buku-buku yang
bersangkutan dengan Demam Berdarah Dengue),
mendengarkan radio dan melihat televisi, sehingga
hal ini diharapkan akan mampu menambah wawasan
dan pengetahuan demi menunjang keberhasilan dalam
pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue. Dan yang lebih penting lagi
kader pemantau jentik anak sekolah dan segenap
masyarakat sekolah konsisten melaksanakan
program PEJAS. Untuk penelitian selanjutnya dapat
di lakukan intervensi yang lebih aplikastif lagi dan
bukan sekedar pengetahuan.

KEPUSTAKAAN
Arif Mansyur dkk.2000. Kapita Selecta Kedokteran
Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta.
Fitri Sari,A.2007. Materi pelatihan Programer DBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi
Indrawan.2001. Mengenal dan Mencegah Demam
Berdarah. Bandung. CV Pioner Jaya
Interaksi.2008. Majalah Informasi dan Referensi
Kesehatan Edisi I Depkes RI. Jakarta
Notoadmojo,S.2003. Pendidikan dan perilaku
Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta
Nazir,Moh. (2009). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Ghalia indonesia: Ciawi.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Notoatmodjo, S.(2003) Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka
Cipta : Jakarta.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 59

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK REMINISCENCE SESI


1-5 TERHADAP TINGKAT STRES PADA LANSIA DI BALAI
PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA CIPARAY
BANDUNG DAN PEMELIHARAAN TAMAN
MAKAM PAHLAWAN

Rizki Muliani *, Vina Vitniawati **, Puput Siti Fatimah ***


*Stikes Bhakti Kencana Bandung
No Telp : 085220402635
Email : rmuliani0501@gmail.com
Jalan Soekarno Hatta No. 754 Bandung

Abstrak
Perubahan-perubahan yang dialami pada lansia seperti perubahan fisik, psikososial, mental, spiritual, ingatan,
peubahan intelegensi, dan perubahan psikologis menyebabkan lansia mudah mengalami stres. Terapi
Reminiscence merupakan salah satu terapi yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat stres sebelum
terjadinya depresi. Ada 52 lansia yang mengalami stres di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay
Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
terapi reminiscence sesi 1-5 terhadap tingkat stres di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay dan
Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan.
Penelitian quasi experiment dengan one group pre post test design ini melibatkan 52 lansia yang diambil
dengan teknik purposive Sampling yang dibagi 10 kelompok. Responden mendapatkan terapi reminiscence
selama 2 minggu, dalam satu minggu dilakukan dua kali pertemuan pagi dan sore hari. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan DASS 42 untuk tingkat stress dan prosedur terapi reminiscence. Analisa data
menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test taraf signifikansi p < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian lansia (55,8%) mengalami tingkat stres sedang sebelum
dilakukan terapi aktivitas kelompok reminiscence dan sebagian besar (67,3%) lansia mengalami tingkat stres
ringan setelah diberikan terapi aktivitas kelompok reminiscence. Hasil uji Wilcoxon Signed Rank diperoleh
nilai p (0.00).
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara terapi aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 terhadap
tingkat stres. Dengan demikian, menjadi penting memasukkan terapi reminiscence sebagai salah satu penanganan
stress pada lansia.

Kata Kunci: Terapi Aktivitas Kelompok Reminiscence, Tingkat Stres, Lansia

Abstract
Alterations of elderly such as physical, psychosocial, mental status, spiritual, memory, intelligensia, and
psychologic cause stress. Reminiscence’s Therapy is one of therapy that can be used for decreasing stress
level before depression. There are 52 old people that get stress at Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
Ciparay Bandung and Pemeliharaan Taman Makam Pahlwawan.
This quasi experiment research with one group pre-test post-test involve 52 elderly that be accounted by
purposive sampling technique, and divided 10 group. Therapy is given during 2 weeks, and 2 times,
morning and evening, in every week. While collecting data utilized DASS 42 for stress level and procedure
of reminiscence therapy, data analyzes used Wilcoxon Signed Rank Test with signification level p < 0.05.
Result study shows half of elderly (55.8%) got moderate stress before treated by reminiscence therapy, and
most of elderly (67.3%) is mild stress after treatment. Wilcoxon Signed Rank test is p value (0.00).
All in all, it has been clear that there is effect of reminiscence group activity therapy session 1-5 in reducing
stress level. Hence, it is crucial to use this therapy in reducing stress level programs in elderly people.

Keyword: Reminiscence Group Activity Therapy, Stress Level, Elderly

59 Tingkat Stres pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna....


Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Reminiscence Sesi 1-5 Terhadap
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
60 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENDAHULUAN Arumsari (2014), menyatakan bahwa untuk


mengatasi stres, diperlukan terapi psikofarmaka dan
Usia lanjut adalah tahap akhir dari proses psikoterapi yang tepat. Terapi psikofarmaka
penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut diantaranya diberikannya diazepam yaitu jenis obat
sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis yang digunakan untuk menenangkan (menstabilkan),
organ tubuhnya. Batasan lanjut usia yang ditetapkan Mutabon untuk terapi pemeliharaan pada gangguan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health emosi dan mental dengan ansietas, ketegangan dan
Organization (WHO, 2010) seseorang yang telah depresi. Ada beberapa terapi psikoterapi yang dapat
berusia 60 tahun atau lebih. Jumlah penduduk usia digunakan untuk mengurangi tingkat stres diantaranya
lanjut di Indonesia dari tahun ke tahun juga semakin seperti terapi kognitif, musik, spiritual, teknik
meningkat. Tahun 2006 terdapat jumlah lansia 8,90% relaksasi nafas dalam, dan reminiscence. Terapi
(lebih dari 19 juta jiwa ). Pada tahun 2007 terdapat Reminiscence therapy merupakan salah satu terapi
18,7 juta (8,42%). Tahun 2009 jumlah lansia mencapai yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat
18,7 juta orang (8,5%). Serta tahun 2020 akan stres sebelum terjadi depresi. Pelaksanaan terapi
terdapat 11,34% (lebih dari 28,8 juta jiwa) dan tahun reminiscence secara berkelompok mempunyai
2050 diperkirakan akan menjadi dua kali lipat jumlah keuntungan yang lebih banyak dibandingkan
lansia di indonesia (Statistik Indonesia, 2013). dilaksanakan secara individu. Keuntungan yang
Proses menjadi usia lanjut merupakan proses dicapai apabila terapi ini dilaksanakan secara
alamiah sesuai dengan peningkatan usia seseorang. kelompok adalah lansia akan mempunyai kesempatan
Dalam proses menua ini dapat terjadi beberapa untuk berbagi (sharing) pengalaman dengan anggota
perubahan yang menyangkut perubahan fisik, kelompok, meningkatkan kemampuan komunikasi
psikososial, mental, spiritual, ingatan (memory), serta efisiensi biaya dan efektifitas waktu (Kennard,
perubahan intelegensia (IQ), dan perubahan psikologis. 2006).
Dengan adanya perubahan yang dialami pada lansia Hasil penelitian Ebersole dalam Syarniah (2010),
menyebabkan lansia mudah mengalami stres. mengatakan bahwa terapi reminiscence tidak hanya
Yosep (2011), menyebutkan bahwa stres memberikan pengalaman yang menyenangkan dan
sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi dalam meningkatkan hubungan dengan orang lain, tetapi
tubuh terhadap situasi yang menakutkan, dapat pula memberikan stimulasi kognitif, dan menjadi
mengejutkan, membingungkan,membahayakan, dan terapi yang efektif untuk gejala stres. Dengan kata
merisaukan seseorang. Insidensi stres di indonesia lain terapi reminiscence yang diberikan pada lansia
pada tahun 2010 tercatat bahwa lansia yang dapat meningkatkan harga diri dan kepuasan hidup
mengalami stres tinggi sebesar 70,9%, stres sedang lansia, meningkatkan kemampuan beradaptasi
sebesar 65,2%, dan stres rendah sebesar 38,5 terhadap stres melalui kemampuan menyelesaikan
(DEPKES 2009). masalah dan meningkatkan hubungan sosial
Priyoto (2015), mengatakan bahwa terdapat berdasarkan keunikan dan prestasi yang dimiliki
beberapa faktor yang mempengaruhi stres pada lansia. Hasil penelitian Fallot dalam Banon (2011),
lansia diantarannya terjadi penurunan kondisi fisik, menunjukan adanya peningkatan mood yang positif
penurunan fungsi dan potensi (kemampuan) seksual, setelah mendapat terapi reminiscence. Berdasarkan
perubahan aspek psikososial, perubahan yang penelitian Fallot ini dapat disimpulkan bahwa terapi
berkaitan dengan pekerjaan, perubahan dalam peran reminiscence bermakna pada peningkatan harga diri
sosial. Penurunan kondisi fisik seperti dapat dan peningkatan mood untuk mengatasi stres.
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi Setoyadi (2011), reminiscene adalah membantu
fisik, psikologis sehingga dapat menyebabkan seseorang untuk mengaktifkan ingatan jangka panjang
ketergantungan kepada orang lain. Penurunan fungsi dimana akan terjadi mekanisme recall tentang
dan potensi (kemampuan) seksual seperti kehilangan kejadian pada kehidupan masa lalu hingga sekarang.
pasangan hidup yang telah meninggal. Perubahan Dengan cara seperti ini, lansia akan lebih mengenal
aspek psikososial (hal-hal yang berhubungan dengan siapa dirinya dan dengan recall tersebut, lansia
pikiran, perasaan, dan hubungan antar sesama akan dapat mempertimbangkan untuk dapat
manusia). Perubahan yang berkaitan dengan mengubah kualitas hidup menjadi lebih baik dari
pekerjaan seperti kehilangan pekerjaan, pensiun, sebelumnya.
perubahan dalam peran sosial di masyarakat seperti Berdasarkan hasil survei ke Balai Perlindungan
lansia merasa terasingkan. Sosial Tresna Werdha Ciparay Kabupaten Bandung,

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 61

data bulan april 2015 menunjukan bahwa jumlah diambil dengan teknik purposive Sampling yang
penghuni panti jompo di BPSTW Ciparay Bandung dibagi 10 kelompok dengan kriteria berusia > 60
berjumlah 150 orang terdapat lansia self care 95 tahun, tidak mengalami gangguan penglihatan dan
orang, parsial care 20 orang, total care 35 orang. pendengaran, tidak mengalami penurunan kesadaran,
Hasil wawancara dengan Kepala Pekerja Sosial tidak mengalami demensia, tingkat stres ringan-
BPSTW Ciparay Bandung, didapatkan bahwa sedang dan hasil pengukuran SPSMQ, MMSE
terdapat 34 lansia yang terlihat mengalami tanda ringan-sedang, lansia yang Kooperatif. Responden
dan gejala suka melamun, gelisah, mudah menangis, mendapatkan terapi reminiscence selama 2 minggu,
serta suka marah-marah, murung, agresif terhadap dalam satu minggu dilakukan dua kali pertemuan
orang lain dan seringkali bermusuhan dengan teman pagi dan sore hari. Pengumpulan data dilakukan
sewisma. Selain itu Petugas Pantipun mendapatkan dengan menggunakan DASS 42 untuk tingkat stress
beberapa keluhan dari teman sewismanya dan prosedur terapi reminiscence. Analisa data
diantaranya lansia sering kali mengatakan kangen menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test taraf
dengan keluarga mereka karena jarang di jenguk, signifikansi p < 0,05.
tidak cocok dengan teman sewisma, dan mereka
tidak pernah dipedulikan sanak saudara serta HASIL PENELITIAN
keluarga, dengan demikian petugas panti
menyimpulkan bahwa lansia tersebut mengalami Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi
gejala stres. Serta upaya petugas panti untuk lansia aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 disajikan
yang mengalami stres dengan cara lansia ikut aktif dalam tabel berikut:
dalam kegiatan, menonton TV serta mengikuti
Tabel 1. Tingkat Stres Pada Lansia Sebelum
kegiatan keagamaan.
Dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok
Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Reminiscence Sesi 1-5
Ciparay Bandung dan Taman Makam Pahlawan ini
terapi aktivitas kelompok terkadang dilakukan dalam Tingkat Stres Frekuensi Persentase
Normal 0 0
waktu seminggu sekali, tetapi hal tersebut tidak
Ringan 23 44,2
teratur dilaksanakan, dilihat dari jadwal kegiatan
Sedang 29 55,8
sehari-hari pun terapi aktivitas kelompok ini tidak Berat 0 0
tercantum dalam jadwal kegiatan, terapi aktivitas Sangat Berat 0 0
yang sudah pernah dilakukan lansia diantaranya Total 52 100,0
adalah terapi aktivitas sensori persepsi, orientasi
realita, serta terapi aktivitas kelompok sosialisasi, Tabel 1 diketahui bahwa sebagian lansia
serta salah satu upaya lain telah dilakukan oleh (55,8%) mengalami tingkat stres sedang sebelum
pihak panti untuk lansia yang mengalami gangguan dilakukan terapi aktivitas kelompok reminiscence
psikologi adalah disediakannya tempat nonton TV sesi 1-5 di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
bersama, serta pernah dilakukannya terapi musik, Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam
dan kegiatan keagamaan. Namun upaya tersebut Pahlawan.
belum efektif untuk menurunkan tingkat stres karena
Hasil penelitian sesudah dilakukan terapi
hanya bersifat sementara, kemudian terapi Aktivitas
aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 disajikan
Kelompok Reminiscence pernah dilakukan di ruang
dalam tabel berikut:
isolasi sosial, sedangkan terapi aktivitas kelompok
reminiscence terhadap tingkat stres di ruang wisma Tabel 2. Tingkat Stres Pada Lansia Setelah
belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok
untuk mengetahui pengaruh terapi reminiscence Reminiscence Sesi 1-5 Pada Minggu
sesi 1-5 terhadap tingkat stres di Balai Perlindungan Pertama
Sosial Tresna Werdha Ciparay dan Pemeliharaan
Tingkat Stres Frekuensi Persentase
Taman Makam Pahlawan.
Normal 1 1,9
Ringan 28 53,8
METODE sedang 23 44,2
Berat 0 0
Penelitian quasi experiment dengan one group Sangat Berat 0 0
pre post test design ini melibatkan 52 lansia yang Total 52 100,0

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Reminiscence Sesi 1-5 Terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
62 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Tabel 2 diketahui bahwa sebagian lansia dilakukan terapi aktivitas kelompok reminiscence
(53,8,%) mengalami tingkat stres ringan setelah sesi 1-5 di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
diberikan terapi aktivitas kelompok reminiscence Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam
sesi 1-5 pada minggu pertama di Balai Perlindungan Pahlawan. Stres dengan kategori sedang pada
Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan lansia disebabkan karena lansia merasa bahwa
Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. terjadi perubahan dalam hidup seperti lansia tidak
mempunyai pasangan hidup akibat kematian
Tabel 3. Tingkat Stres Pada Lansia Setelah pasangan sehingga lansia merasa kesepian dan
Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok tidak mempunyai semangat hidup, lansia merasa
Reminiscence Sesi 1-5 Pada Minggu Kedua terisolasi yang tidak mudah bergaul dengan orang
Tingkat Stres Frekuensi Persentase lain, serta keputusasaan yang sering muncul pada
Normal 4 7,7 lansia sering disebabkan karena lansia merasa
Ringan 35 67,3 bahwa dirinya tidak dapat menerima suatu
sedang 13 25,0 perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada lansia
Berat 0 0 perubahan yang terjadi akibat proses menua dan
Sangat Berat 0 0 penyakit yang menahun yang dideritanya dapat
Total 52 100,0
menimbulkan keputusasaan sehingga munculah
gangguan gangguan yang menyebabkan lansia
Tabel 3 diketahui bahwa sebagian besar (67,3%) mengalami gangguan psikologi.
lansia mengalami tingkat stres ringan setelah
Lansia yang mengalami stres di BPSTW
diberikan terapi aktivitas kelompok reminiscence
disebabkan karena lansia merasa kurangnya
sesi 1-5 pada minggu kedua di Balai Perlindungan
dukungan dari keluarga sehingga lansia tidak
Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan
mempunyai motivasi, kesepian karena tidak
Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan.
mempunyai teman serta jauh dari keluarga,
Hasil penelitian tentang pengaruh TAK kehilangan pasangan seperti kematian pasangan,
reminiscence sesi 1-5 terhadap tingkat stress dengan serta tidak mempunyai penghasilan karena lansia
menggunakan uji Wilcoxon sebagai berikut: tidak bisa bekerja seperti dulu, dan kurangnya bergaul
dengan lansia lain menjadi penyebab lansia
Tabel 4. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
mengalami stres. Menurut Arumsari (2014),
Reminiscence Sesi 1-5 Terhadap Tingkat
menyatakan bahwa penyebab lansia mengalami stres
Stres Pada Lansia Di Balai Perlindungan
diantaranya terjadi kerena kehilangan pasangan
Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung Dan
hidup, pensiun, isolasi sosial, perubahan ekonomi,
Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan
perubahan tempat tinggal dan lingkungan.
Variabel Mean Z P-Value Dengan adanya perubahan-perubahan yang
Pretest 19,46 dialami lansia, seperti perubahan pada fisik, psikologis,
Postest I 18,69 -3,306 0,001 spiritual, dan psikososial menyebabkan lansia mudah
Postest II 17,35 -5,143 0,000 mengalami stres (Azizah, 2011). Salah satu
perubahan yang terjadi adalah perubahan psikologis
Tabel 4 diketahui bahwa tingkat stres sebelum pada lansia yang meliputi short term memory,
dan sesudah terapi aktivitas kelompok reminiscence frustasi, kesepian, selalu menyendiri, takut kehilangan
sesi 1-5 mengalami perubahan yang signifikan. kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
Berdasarkan perhitungan uji statistik wilcoxon pada keinginan, depresi, kecemasan dan stres
minggu kedua P-Value 0,00 (P-Value <0,05), dengan (Mujahidullah, 2012).
demikian H0 ditolak dan Ha diterima, maka dapat Pada tabel 2 diketahui bahwa sebagian lansia
disimpulkan pada minggu kedua terdapat pengaruh (53,8%) mengalami tingkat stres ringan setelah
terapi aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 diberikan terapi aktivitas kelompok reminiscence
terhadap tingkat stres. sesi 1-5 pada minggu pertama di Balai Perlindungan
Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan
PEMBAHASAN Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan. Pada tabel
3 diketahui bahwa sebagian besar (67,3%) lansia
Pada tabel 1 diketahui bahwa sebagian lansia mengalami tingkat stres ringan setelah diberikan
(55,8%) mengalami tingkat stres sedang sebelum terapi aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 63

pada minggu kedua di Balai Perlindungan Sosial minggu pertama sudah terdapat pengaruh terapi
Tresna Werdha Ciparay Bandung dan Pemeliharaan reminiscence terhadap tingkat stres.
Taman Makam Pahlawan. Pada lansia yang mengalami pengaruh terapi
Hal ini menujukan adanya perubahan dalam aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 terhadap
penurunan tingkat stres setelah dilakukan terapi tingkat stres disebabkan karena lansia sudah merasa
aktivitas kelompok reminiscece sesi 1-5, karena lebih lega untuk menceritakan pengalaman masa
lansia sudah tidak merasa kesepian ataupun sendirian lalunya kepada orang lain dan menambah banyak
serta mempunyai motivasi yang tinggi. Dalam terapi teman, seta mempunyai motivasi yang tinggi untuk
ini lansia yang merasa tidak mempunyai banyak hidup walaupun lansia merasa bahwa kurang
teman dapat bersosialisasi dengan orang lain, lansia dukungan dari lingkungan sekitar.
terasa dimotivasi untuk dapat mengemukakan semua Terapi reminiscence adalah salah satu terapi
masalah yang dihadapi pada kelompok. Dengan untuk menurunkan tingkat stres pada lansia. Di
demikian lansia dapat berkomunikasi dengan sesama dalam kegiatan terapi ini terapi akan membantu
lansia dan mengetahui masalah-masalah yang lansia untuk mengingat kembali aspek positif dan
dihadapi lansia. Adanya jalinan komunikasi diantara hal-hal berarti bagi lansia yang telah dialami lansia
lansia akan membuat lansia tidak merasa sendirian pada masa lalunya. Terapi reminiscence juga akan
dan terisolasi. Dengan demikian terapi secara
mempunyai pengalaman dalam meningkatkan
berkelompok mempunyai keuntungan yang lebih
kemampuan konsentrasi dan perhatiannya pada suatu
besar dibandingkan secara individu.
topik tertentu, lansia akan dibimbing untuk
Pada lansia yang tidak mengalami perubahan berkonsentrasi mengingat kembali keberhasilan yang
tingkat stres diakibatkan oleh faktor penggangu pernah dicapai dari masa anak, remaja, dewasa,
yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan bersama keluarga atau tetangga dan integritas diri.
stres pada lansia antara lain kondisi kesehatan fisik, Kemampuan ini dapat menjadi pengalaman bagi
kondisi psikologi lansia yang sedang tidak baik, lansia dalam memusatkan perhatian pada suatu
faktor keluarga dan faktor lingkungan (Arumsari, kegiatan tertentu.
2014). Sedangkan untuk lansia yang tingkat stresnya
Inti kegiatan terapi aktivitas kelompok reminis-
tidak berubah disebabkan karena lansia masih tidak
cence adalah salah satu untuk menurukan tingat
mau menceritakannya kepada orang lain sehingga
stres pada lansia. Dalam proses kegiatan terapi ini
kurang untuk berkomunikasi dengan orang lain serta
lansia merasa kurang dukungan dari lingkungan dan lansia dimotivasi untuk mengingat kembali
tidak adanya dukungan dari pasangan hidup. Tidak pengalaman keberhasilan atau suka cita yang pernah
adanya pasangan hidup menurut Arumsari (2014), dialami lansia, sehingga menimbulkan perasaan
dapat mencetuskan terjadinya stres pada lansia. bahagia, senang dan bangga pada saat terapi
Pasangan hidup merupakan teman intim dalam berlangsung. Sehingga perasaan-perasaan negatif
kehidupan sehari-hari dan menjadi sumber koping dan kesedihan yang dirasakan dapat menjadi
individu. Tidak adanya pasangan hidup (kematian/ berkurang atau bahkan hilang. Sesuai dengan teori
perceraian) telah membuat lansia kehilangan salah di atas dapat ditunjang dengan hasil penelitian
satu orang yang dekat dalam melakukan interaksi menurut hasil penelitian Chiang et al (2009), bahwa
dalam kehidupan sehari-hari dan sumber koping terapi reminiscence dapat menurunkan stres dan
dirinya dalam menghadai berbagai stressor perasaan-perasaan yang negative pada lansia.
kehidupan. Faktor ini dapat menjadikan lansia Menurut Ebersole (2010), apabila terapi
menarik diri interaksi sosial. dilakukan secara berkelompok dapat memberikan
Pada tabel 4 diketahui bahwa tingkat stres kesempatan kepada lansia dalam membagi
sebelum dan sesudah terapi aktivitas kelompok pengalamannya, meningkatkan sosialisasi dan
reminiscence sesi 1-5 mengalami perubahan yang komunikasi, serta menghemat biaya dan waktu.
signifikan. Berdasarkan hasil penelitian diatas bahwa Terapi ini dilakukan selama 40 menit untuk sesi
pada minggu pertama dan kedua sesudah dilakukan 1-3 dan 30 menit untuk sesi 4-5. Dan terdiri dari
terapi aktivitas kelompok reminiscence sesi 1-5 5-6 orang tiap kelompoknya serta setiap lansia
terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok diberikan waktu 5-6 menit, manajemen yang cukup
reminiscence sesi 1-5 terhadap tingkat stress kepada setiap responden untuk bercerita,
sehingga pada penelitian ini terapi reminiscence mendengarkan, dan memberikan feedbeck serta
bisa diberikan dengan satu kali saja karna pada pemakaian metode simlple atau positive reminiscence

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Reminiscence Sesi 1-5 Terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
64 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

yaitu menceritakan masa lalu yang menyenangkan Katulampa Bogor. Tesis Fakultas Ilmu
sehingga dapat memberikan efek yang positif Keperawatan Program Magister Ilmu
terhadap responden. Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa
Universitas Indonesia Depok.
KESIMPULAN Setyoadi, dkk. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan
Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Medika
antara terapi aktivitas kelompok reminiscence sesi
1-5 terhadap tingkat stres.

SARAN
Dengan demikian, menjadi penting memasukkan
terapi reminiscence sebagai salah satu penanganan
stress pada lansia.

KEPUSTAKAAN

Statistik Indonesia.(2013). Proyeksi Penduduk


Indonesia Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin Tahun 2010-2013. Diakses
Dalam http://www.datastatistik indonesia.com
Diunduh 08 April 2015
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa Cetakan Keempat
(Edisi Revisi). Bandung : PT. Refika Aditama
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia
2008. Jakarta. 2009. Diperoleh http://
www.depkes.go.id Pada Tanggal 08 April 2015
Priyoto. 2015. Nursing Inervention Classification
NIC dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Salemba Medika
Arumsari. 2014. Pengaruh Reminiscence Therapy
Terhadap Tingkat Stres Pada Lansia Di PSTW
Unit Budi Luhur, Kosongan, Bantul, Yogyakarta.
Karya Tulis Ilmiah Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta.
Kennard, C. (2006). Reminiscence Therapy
activities for people with Dementia. http://
dying.about.com/od/thedyingprocess. Diunduh 07
April 2015.
Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok
Reminiscence Terhadap Depresi Pada Lansia.
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis Program
Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia.
Banon. 2011. Pengaruh Terapi Reminiscence dan
Psikoedukasi Keluarga Terhadap Kondisi
Depresi dan Kualitas Hidup Lansia Di

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 65

PENGARUH TERAPI TAWA TERHADAP TINGKAT STRES


PENDERITA HIPERTENSI DI KELURAHAN OESAPA
KECAMATAN KELAPA LIMA KOTA KUPANG

Serly Sani Mahoklory1, Yendris Syamruth2, Maria Simon3


1. Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
2. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang
3. Program Studi Keperawatan Stikes Citra Husada Mandiri Kupang
Alamat : Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia tlp (0341) 551611
Email: sherly.sanni@gmail.com Hp 085 333 525 599

Abstrak
Hipertensi adalah suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
peningkatan risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.Salah
satu penyebab terbesar naiknya tekanan darah adalah stres. Stres dapat memicu meningkatnya produksi
hormon stres yang akan menekan sistem kekebalan tubuh dalam mempercepat proses penyembuhan penyakit,
dan terapi tertawa merupakan salah satu penanganan stres yang baik karena dapat mencapai kegembiraan di
dalam hati dan menghilangkan stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi tawa terhadap
tingkat stres penderita hipertensi di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian quasy experiment: non-randomized control group pre-post test. Total
responden sebanyak 30 orang dengan menggunakan teknik total sampling, instrument yang digunakan untuk
menilai tingkat stres menggunakan quisioner Depression Anxiety Stress Scale42 dan untuk mengetahui
tekanan darah setelah diberikan terapi tawa menggunakan spignomanometer dan lembar observasi. Hasil
penelitian menunjukkan penurunan tingkat stres pada kelompok perlakuan setelah diberikan terapi tawa, yaitu
67% (10 responden), memiliki tingkat stres normal, 33% (5 responden) stres ringan, dan rata-rata tekanan darah
turun 10 sampai 20 mmHg, setelah diberikan terapi tawa. Hasil uji statistik Regresi LinearSederhanamenunjukkan
nilai t hitung 3,543 > nilai t tabel 2,650 dengan df = 13 dan α = 0,01, maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh
terapi tawa terhadap tingkat stres penderita hipertensi. Adapun peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya
untuk mengembangkan manfaat terapi tawa terhadap mental dan kehidupan sosial penderita hipertensi dengan
jumlah sampel yang lebih besar.

Kata Kunci: Terapi Tawa, Tingkat Stres, Penderita Hipertensi

Abstract
Hypertension is a condition without symptoms, in which abnormally high pressure in the arteries causes
an increase in the risk for stroke, aneurysm, heart failure, heart attack and kidney damage. One of the
biggest causes increased blood pressure is stress. The presence of stress can lead to increased production
of stress hormones that will suppress the immune system in accelerating the healing process, and laughter
therapy is one of the better handling of stress because it could achieve the joy in the heart and relieve stress.
The aim of this study is to determine the effect of laughter therapy on stress levels of hypertensive patients
in the Village District of Palm Five Oesapa Kupang. This study uses experimental research design quasy:
a non-randomized control group pre-post test. Total respondents were 30 persons using total sampling
technique, the instrument used to assess the level of stress using questionnaires Depression Anxiety Stres
Scale 42 and to know your blood pressure after baing given laughter therapy using spignomanometer and
observation sheet. The results showed a decrease in stress levels the ttreatment group after laughter therapy,
was 67% (10 respondents), has a rank of normal stress, 33% (5 respondents) mild stress, and the average
blood pressure dropped 10 to 20 mmHg, after laughter therapy is given. Results of Simple Linear Regression
statistical test indicates t value 3.543> 2.650 t table with df = 13 and α = 0.01, then Ho was rejected,
meaning that there was therapeutic effect of laughter on stress levels of patients with hypertension. The
researcher suggested for further research to develop therapeutic benefits of laughter on the mental and
social life of hypertensive patients with a greater number of samples.

Keyword: Laughter Therapy, Stress Levels, People With Hypertension

Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres Penderita 65


Hipertensi di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
66 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENDAHULUAN dapat menaikkan tekanan darah. Dalam hal ini


suasana mental sangat mempengaruhi pola tekanan
Hipertensi merupakan penyakit yang dikenal darah, dan salah satu obat stres adalah tertawa.Satu
sebagai the silent killer karena pada banyak putaran tawa yang bagus juga mengurangi tingkat
kasus tidak timbul gejala hingga terjadi komplikasi hormon stres, epineprine dan cortisol (Setyawan,
serius (Ananta, 2009). Menurut World Health 2012). Sehingga dengan mengikuti sesi tertawa
Organization (WHO) tahun 2011 ada satu milyar selama 10 menit terbukti bisa menurunkan tekanan
orang di dunia menderita hipertensi dan dua per-tiga darah sebanyak 10-20 mmHg tekanan (Muhammad,
diantaranya berada di negara berkembang yang 2011).
berpenghasilan rendah-sedang (Kemenkes, 2013).
Oleh karena itu, sebagai salah satu dari
Hipertensi disebabkan oleh beragam faktor yang pengobatan alternatif yang bersifat non farmakologis,
saling berkaitan, salah satu diantaranya adalah stres. diharapkan terapi tawa dapat menjadi suatu
Apabila seseorang mengalami stress, kecemasan terobosan baru dalam mengatasi stres pada penderita
dan tekanan psikologis, maka tekanan darahnya hipertensi.
akan naik untuk seketika (Knight, 2011). Secara
Berdasarkan penjelasan yang telah
garis besar, terapi atau penanggulangan stres dapat
dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk meneliti
dilakukan dengan berbagai cara seperti; memijat
“Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres
tubuh, mendengarkan musik, olahraga yang teratur,
Penderita Hipertensi” sebagai salah satu terapi
latihan pernapasan, meditasi, dan lain-lain. Selain
alternatif yang efektif tanpa efek samping, mudah
terapi diatas tertawa juga merupakan penangkal
dilakukan dan bermanfaat bagi kesehatan serta
stres yang paling baik, murah dan mudah dilakukan
lebih ekonomis jika dibandingkan dengan pengobatan
(Setyawan, 2012). Namun hingga saat ini masih
farmakologis.
banyak warga masyarakat yang belum mengetahui
tentang terapi tertawa sebagai pengobatan alternatif
untuk mengatasi stres. METODE
Berdasarkan pokok-pokok hasil Riset Kesehatan Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
Dasar (Riskesdas) 2007-2013, prevalensi hipertensi eksperimen semu (quasy-eksperiment) dengan
di Indonesia dengan pengukuran telah mencapai rancangan non-randomized control group
25,8% dari total penduduk dewasa (Kemenkes RI, pre-post test design (Notoatmodjo, 2005). Dalam
2013). Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi rancangan ini, kelompok eksperimental diberi
NTT selama 6 bulan terakhir yaitu bulan januari perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak.Pada
sampai juni tahun 2013 yang diperinci menurut 10 kedua kelompok perlakuan diawali dengan pra-tes,
puskesmas di Kota Kupang, Hipertensi merupakan dan setelah pemberian perlakuan diadakan
penyakit nomor satu dengan tingkat kunjungan paling pengukuran kembali (pasca-tes) (Nursalam, 2013).
tinggi yaitu 2.457 dari 3.547 kunjungan di seluruh
Sampel dalam penelitian ini berjumah 60
puskesmas yang ada di Kota Kupang. Angka
responden dengan menggunakan teknik total
kejadian tertinggi hipertensi terjadi pada perempuan
sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan
dengan usia 45-54 tahun sejumlah 458, sedangkan
pada penelitian ini berupa audio visual (Leptop)
laki-laki usia 45-54 tahun sebanyak 264 kunjungan.
sebagai alat pemandu selama terapi tawa, kuisioner,
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis pada
tensi meter dan lembar observasi sebagai alat
tanggal 16-17 Desember 2013 di Puskesmas Oesapa
dokumentasi keseluruhan data mentah penelitian.
Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota
Instrumen pokok pada penelitian ini berupa kuesioner
Kupang terhadap 25 pasien, terdapat 20 penderita
penilaian tingkat stress Depression Anxiety Scale
hipertensi yang mengatakan mengalami stres karena
(DASS 42).
tekanan darah tinggi yang dideritanya.
Adanya stres dapat menyebabkan produksi
hormon stres yang akan menekan sistem
kekebalan, sehingga meningkatkan jumlah platelet
(sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan dalam
arteri) dan meningkatkan tekanan darah (Setyawan
2012). Menurut Muhammad, (2011) Stres dengan
tekanan berat dalam jangka panjang atau menahun

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 67

HASIL PENELITIAN 141/85 mmHg.Pada distribusi tingkat stres terdapat


10 responden (67%) memiliki tingkat stres normal
1. Distribusi Hasil Terapi Tawa Kelompok dan 5 responden (33%) mengalami stres ringan.
Perlakuan Penderita Hipertensi
Tabel 3. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah
Tabel 1. Distribusi Hasil Terapi Tawa Kelompok Kelompok Perlakuan
Perlakuan
Rata-rata Frekuensi
Perlakuan Hasil Tekanan
Nilai Terapi Tawa Frekuensi Persentase Resp Tekanan Tingkat
Darah mmHg / (Minggu)
Darah Stres Pre
1 (sesuai 16 tahapan tawa) 12 80%
I II II Sistole Diastole
0 (tidak sesuai 16 tahapan 1 153/95 155/85 145/90 151 90 4
3 20%
tawa) 2 140/93 133/85 150/90 141 89 5
Total 15 100% 3 143/85 150/90 145/95 146 90 11
4 145/90 150/95 145/90 147 92 4
5 153/100 155/95 145/95 151 97 10
Dari tabel 1 diatas menunjukkan 15 responden 6 163/90 155/85 160/100 159 92 9
kelompok perlakuan menjalankan terapi tawa, 7 165/90 180/95 145/95 163 93 6
sebanyak 12 responden (80%) menjalankan terapi 8 175/95 150/100 150/95 158 97 16
9 218/100 175/95 173/90 188 95 15
tawa sesuai dengan 16 tahapan tawa dan 3 responden
10 180/113 170/90 145/95 165 99 15
(20%) tidak menjalankan terapi tawa sesuai dengan 11 180/90 160/95 150/90 163 92 14
16 tahapan terapi tawa. 12 180/90 160/95 160/95 167 93 15
13 148/90 175/95 155/85 159 90 8
2. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah 14 150/85 148/85 143/85 147 85 13
Sebelum Diberikan Terap Tawa 15 170/95 155/100 155/90 160 95 17

Tabel 2. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah Tingkat stres Frekuensi stres Persentase
Kelompok Perlakuan Post
Normal 10 67%
Frekuensi
Perlakuan Hasil Tekanan Rata-rata Stres ringan 5 33%
Resp Tingkat
Darah mmHg / (Minggu) Tekanan Darah Stres sedang 0 0%
Stres Pre
I II II Sistole Diastole Stres berat 0 0%
1 160/95 155/85 150/95 155 92 15 Total 15 100%
2 150/100 145/85 155/95 150 93 16
3 145/85 150/95 150/100 148 93 15
4 145/90 155/100 150/100 150 97 15 4. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah
5 160/100 155/100 150100 155 100 21 Sebelum Pada Kelompok Kontrol
6 165/90 155/95 160/105 160 97 18
7 165/100 180/105 155/95 167 100 16 Tabel 4. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah
8 180/100 160/95 155/95 165 97 16 Kelompok control
9 225/105 180/100 175/95 193 100 17
10 180/110 170/95 155/95 168 100 17 Rata-rata Frekuensi
Kontrol Hasil Tekanan Darah
11 180/95 165/95 155/95 167 95 23 Resp Tekanan Tingkat
mmHg / (Minggu)
12 185/100 170/95 160/100 172 98 17 Darah Stres Pre
13 150/90 175/100 155/90 160 93 17 I II II Sistole Diastole
14 155/85 155/90 145/85 152 87 16 1 160/90 180/95 170/90 170 92 16
15 180/95 155/100 160/95 165 97 17 2 185/105 165/90 160/95 170 97 22
3 170/90 160/95 155/95 162 93 21
4 155/95 165/95 170/105 163 98 15
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa distribusi
5 205/115 170/95 165/105 180 105 21
rata-rata tekanan darah tertinggi adalah 193/100 6 185/100 165/90 165/95 172 95 17
mmHg dan tekanan darah terendah yaitu 148/87 7 195/110 170/90 155/95 173 98 15
mmHg.Pada distribusi tingkat stres terdapat 13 8 165/95 160/95 160/100 162 97 15
9 150/95 155/95 145/90 150 93 15
responden (87%) mengalami stres ringan dan 2
10 170/105 175/85 165/95 170 95 17
responden (13%) mengalami stres sedang. 11 175/105 170/85 160/100 168 97 17
3. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah 12 145/85 150/95 135/95 143 92 17
13 155/95 150/103 160/103 155 100 17
Sesudah Diberikan Terapi Tawa 14 160/95 150/95 145/95 170 92 16
Dari tabel 3 di bawah dapat dilihat bahwa 15 148/95 165/95 145/103 170 97 18
distribusi rata-rata tekanan darah tertinggi adalah
188/99 mmHg dan tekanan darah terendah yaitu

Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres Penderita Hipertensi di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
68 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Tingkat stres Frekuensi stres Persentase tingkat stres 4 (normal) sedangkan pada responden
Pre 15 tidak mengalami penurunan tingkat stres dengan
Normal 0 0%
Stres ringan 12 80% tingkat stres tetap yaitu 17 (stres ringan).
Stres sedang 3 20%
Stres berat 0 0% Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres dan
Total 15 100% Tekanan darah Pre dan Post Kelompok
Perlakuan
Dari tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa distribusi
Pre Post
rata-rata tekanan darah tertinggi adalah 180/105 Resp
Tingkat Stres Tekanan Darah Tingkat Stres Tekanan Darah
mmHg dan tekanan darah terendah yaitu 143/92 1 15 155/92 4 151/90
2 16 150/93 5 141/89
mmHg.Pada distribusi tingkat stres terdapat 12 3 15 148/93 11 146/90
responden (80%) mengalami stres ringan dan 3 4 15 150/97 4 147/92
responden (20%) mengalami stres sedang. 5 21 155/100 10 151/97
6 18 160/97 9 159/92
5. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah 7 16 167/100 6 163/93
8 16 165/97 16 158/97
Responden Sesudah Pada Kelompok
9 17 193/100 15 188/95
Kontrol 10 17 168/100 15 165/99
11 23 167/95 14 163/92
Tabel 5. Distribusi Tingkat Stres dan Tekanan Darah 12 17 172/98 15 167/93
Responden Pada minggu ke-3 Kelompok 13 17 160/93 8 159/90
14 16 152/87 13 147/85
Kontrol 15 17 165/97 17 160/95
Rata-rata Frekuensi
Kontrol Hasil Tekanan Darah
Resp Tekanan Tingkat
mmHg / (Minggu) Tabel 7. Distribusi frekuensi Tingkat Stres dan
Darah Stres Pre
I II II Sistole Diastole Tekanan darah Pre dan Post Kelompok
1 165/95 175/95 165/90 168 93 16 Kontrol
2 185/95 155/90 158/93 166 93 22
3 175/100 165/95 155/95 165 97 21 Pre Post
Resp
4 155/98 165/100 165/90 162 96 17 Tingkat Stres Tekanan Darah Tingkat Stres Tekanan Darah
5 205/110 175/100 170/90 183 100 23 1 16 170/92 16 168/93
6 180/100 165/100 170/90 172 97 17 2 22 170/97 22 166/93
7 195/105 170/100 160/95 175 100 15 3 21 162/93 21 165/97
8 165/100 155/100 160/90 160 97 18 4 15 163/98 17 162/96
5 21 180/105 23 183/100
9 145/95 150/90 140/90 145 92 15
6 17 172/95 17 172/97
10 175/105 170/90 160/95 168 97 15
7 15 173/98 15 175/100
11 180/100 165/90 160/95 168 95 19
8 15 162/97 18 160/97
12 145/95 155/90 140/95 147 93 16
9 15 150/93 15 145/92
13 155/95 150/105 160/90 155 97 15
10 17 170/95 15 168/97
14 163/95 155/95 145/90 154 93 15
11 17 168/97 19 168/95
15 153/90 165/90 145/100 168 93 16
12 17 143/92 16 147/93
13 17 155/100 15 155/97
Tingkat stres Frekuensi stres Persentase 14 16 152/95 15 154/93
Post 15 18 153/98 20 154/90
Normal 0 0%
Stres ringan 10 67%
Stres sedang 5 33%
Berdasarkan tabel 7 diatas frekuensi tingkat
Stres berat 0 0% stres dan tekanan darah kelompok kontrol tidak
Total 15 100% mengalami penurunan yang signifikan yakni hanya
terdapat 4 responden yang mengalami penurunan
Dari tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa distribusi
tingkat stres, 6 responden dengan tingkat stres
tekanan darah tertinggi adalah 183/100 mmHg dan
tetap, dan 5 responden mengalami peningkatan
tekanan darah terendah yaitu 145/92 mmHg.Pada
tingkat stres.
distribusi tingkat stres terdapat 10 responden (67%)
mengalami stres ringan dan 5 responden (33%) Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 8,
mengalami stres sedang. dapat disajikan ke dalam bentuk persamaan regresi
standardized sebagai berikut : Y = 2,667 + 1,083 X
6. Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Artinya bahwa variable terapi tawa (X) sama dengan
Stres Penderita Hipertensi nol, maka penurunan tingkat stress penderita
Berdasarkan tabel 6 di bawah Penurunan hipertensi di kelurahan oesapa (Y) sebesar 2,667
tertinggi terdapat pada responden 1 dan 4 dengan dengan nilai koefisien 1,083. Nilai ini menunjukkan

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 69

bahwa jika variable terapi tawa (X) meningkat, waktu 30 menit, didapatkan 13 responden (87%)
maka penurunan tingkat stress penderita hipertensi yang mengalami tingkat stres ringan turun menjadi 5
di kelurahan oesapa kecamatan kelapa lima kota responden (33%) dan didapatkan 10 responden (67%)
kupang juga akan meningkat. mengalami tingkat stres normal.
Tabel 8. Hasil Analisis Koefisien Regresi 3. Pengaruh Terapi Tawa Terhadap tingkat
Coefficients (a) Stres Penderita Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients penurunan tingkat stres dan tekanan darah pada
Model t Sig.
Std. kelompok perlakuan dari rata-rata tingkat stres 17
B Error Beta (stres ringan) menjadi 9 (normal) dan rata-rata
1 (Constant) 2.667 .273 9.751 .000 tekanan darah dari 162/96 menjadi 158/93 setelah
Terapi melakukan terapi tawa selama 3 minggu. Hal ini
1.083 .306 .701 3.543 .004
Tawa
dibuktikan dengan hasil uji Regresi Linear Sederhana
pada kelompok perlakuan yang diberikan terapi
tawa maka diperoleh nilai koefisien regresi
PEMBAHASAN
menunjukkan arah positif sebesar 1,083 yang artinya
1. Tingkat Stres Sebelum diberikan Terapi bahwa perlakuan terapi tawa meningkat, maka
Tawa penurunan tingkat stres juga meningkat sebesar
Dari hasil penelitian terhadap 30 responden 1,083, selanjutnya hasil ini juga dijelaskan oleh hasil
penderita hipertensi, masing-masing 15 responden perhitungan nilai ttest dimana nilai thitung menujukkan
baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol arah positif sebesar 3,543 dengan tingkat signifikansi
30 responden (100%), memiliki tingkat stres ringan sebesar 0,004 pada taraf kepercayaan 0,01 %
dan sedang. Tingginya tingkat stres ini menurut sedangkan pada kelompok kontrol tidak diuji secara
Suliswati, dkk (2005) disebabkan oleh transaksi statistik karena tidak dilakukan 16 tahapan terapi
antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan tawa yang merujuk pada variabel X.
persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari
situasi dan sumber daya sistem biologis, psikologis KESIMPULAN
dan sosial dari seseorang.
Setelah diberikan terapi tawa pada kelompok
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
perlakuan, didapatkan hasil 10 responden (67%)
menunjukkan bahwa adanya perubahan respon tubuh
mengalami penurunan tingkat stres, menjadi tingkat
saat mengalami stres diantaranya terjadi peningkatan
stres normal dan 5 responden (33%) turun menjadi
tekanan darah dan terapi tawa merupakan salah
tingkat stres ringan, sedangkan pada kelompok
satu cara untuk menurunkan tingkat stres dengan
kontrol karena tidak diberikan terapi tawa, maka
membantu menggerakkan bagian dalam tubuh untuk
tidak ada responden yang mengalami penurunan
mengaktifkan system endokrin sehingga mendorong
tingkat stres. pengaruh terapi tawa terhadap
proses penyembuhan penyakit.
penurunan tingkat stres penderita hipertensi pada 15
2. Tingkat Stres Sesudah Diberikan Terapi orang responden kelompok perlakuan di Kelurahan
Tawa Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang
Berdasarkan penilaian kuesioner dan observasi yang dibuktikan dengan hasil uji Regresi Linear di
terhadap 15 responden pada kelompok kontrol yang mana nilai p = 0,004 dengan α = 0,01, maka p < 0,01.
tidak diberikan terapi tawa, diperoleh hasil pengukuran
tingkat stres sebanyak 10 responden (67%) memiliki SARAN
tingkat stres yang berkategori ringan, sedangkan 5
responden (33%) berkategori sedang, yang disertai 1. Bagi Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa
dengan tidak adanya penurunan tekanan darah dari Lima Kota Kupang Diharapkan dengan
sebelum rata-rata 163/96 mmHg menjadi 163/97 diketahuinya efektifitas 16 langkah terapi tawa
mmHg. Namun kenyataan lain telah didapatkan dari dapat menjadi alternatif penatalaksanaan non
penilaian kuesioner dan observasi kelompok yang farmakologis yang efisien, mudah dilakukan dan
diberikan terapi tawa selama 3 minggu dengan tanpa biaya.
frekuensi terapi 2 kali seminggu serta intensitas 2. Bagi Institusi Keperawatan

Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres Penderita Hipertensi di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
70 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Diharapkan menjadi salah satu masukan bagi


perawat/mahasiswa keperawatan untuk
mengembangkan dan menerapkan 16 langkah
terapi tawa dalam memberikan implementasi
mandiri asuhan keperawatan pada penderita
hipertensi dengan peningkatan tingkat stres.
3. Bagi Penderita Hipertensi
Diharapkan menjadi salah satu pilihan terapi
non farmakologis untuk penderita hipertensi
dengan peningkatan tingkat stres yang dapat
dilaksanakan secara mandiri.
4. Bagi Peneliti
Diharapakan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai rujukan dalam strategi penanganan stres
dan inspirasi untuk peneliti selanjutnya dalam
mengembangkan manfaat terapi tawa terhadap
mental dan kehidupan sosial penderita hipertensi
dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga
lebih representatif.

KEPUSTAKAAN (dalam APA)

Ananta.(2009). Waspadai Gejala Penyakit


Mematikan. Yogyakarta: Tugu Publiser
Dinkes Provinsi NTT. (2013). Laporan Penyakit
Tidak Menular Puskesmas: Dinkes Prov. NTT
Knight J. F. (2011). Jantung Kuat Bernapas
Lega.Ed 1. Jakarta: Prenada Media Group
Kemenkes RI. (2013). Pokok-pokok Hasil
RIKESDAS Indonesia 2013. Diperoleh tanggal
7 Januari 2014, Pukul 10.00 WITAdari Http://
www.litbang.depkes.go.id/
Muhammad, A. (2011). Tertawalah Biar Sehat.
Jakarta: Diva Press
Notoatmotjo, S. (2005).Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta:
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis. Ed 3.
Jakarta: Salemba Medika
Setyawan, T. (2012).Terapi Sehat dengan
Tertawa.Penerbit: Platinum
Siregar, M. H. (2011). Redakan Stres dengan
Makanan-Makanan Khusus: Cara Super
Cespleng Mengusir Stres. Jakarta: Flash Books
Suliswati, dkk.(2005). Konsep dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa.Jakarta : EGC

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 71

PENGARUH SENAM REMATIK TERHADAP INTENSITAS NYERI


PADA LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA (PSTW) WANA SERAYA DENPASAR

Ni Made Sri Muryani, S.Kep


Universitas Brawijaya Malang
Email: s.muryani11@yahoo.com
No. Telepon: 085237142656

Abstrak
Nyeri merupakan keluhan utama dari penderita osteoartritis, untuk mengurangi gejala nyeri dapat diberikan
terapi farmakologis dan non farmakologis. Pada penelitian ini mengunakan terapi non farmakologis, yaitu
dengan senam rematik. senam merupakan latihan fisik ringan yang difokuskan pada persendian, yang
bertujuan untuk mengurangi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh senam rematik
terhadap intensitas nyeri pada lansia dengan osteoartritis. Penelitian ini menggunakan pre eksperimen dengan
rancangan one group pre post test design. Sampel terdiri dari 17 orang dengan menggunakan teknik sampling
jenuh. Pengumpulan data dilakukan sebelum dan setelah diberikan senam rematik dengan alat pengukuran
skala nyeri yaitu visual analog scale dengan kombinasi skala nyeri numerik. Senam rematik dapat menurunkan
nyeri, karena pada saat latihan terjadi proses kognitif yang dapat menstimulasi produksi endorfin dan
neuromodulator akan menurunkan efek neurotransmiter tertentu, dimana neuromodulator ini akan menutup
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P, Karena mekanisme pertahanan tertutup, maka impuls
nyeri tidak dapat dihantarkan, sehingga nyeri dapat berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, diman
adanya perubahan intensitas nyeri setelah diberikan senam rematik. Uji statistik wilcoxon didapatkan p = 0,000,
maka H1 diterima artinya senam rematik dapat menurunkan intensitas nyeri. Dari hasil penelitian ini didapatkan
ada pengaruh senam rematik terhadap intensitas nyeri pada lansia dengan osteoartritis. Dengan hasil
penelitian ini diharapkan perawat dapat menggunakan senam rematik ini dalam tindakan keperawatan untuk
mengurangi nyeri pasien osteoartritis.

Kata Kunci: Senam Rematik, Intensitas Nyeri, Osteoartritis.

Abstract
A sharp ache is the main symptom of osteoarthritis, can be alleviated through both pharmacological and
non pharmacological therapy. This research uses non pharmacological therapy in the form of rheumatic
calisthenics. A rheumatic calisthenics is a light physical exercise which focuses on joint to alleviate the
pain. This research aimed to find out the effect of the rheumatic calisthenics on the saverity of pain
experienced by eldery people suffering osteoarthritis. This research uses preliminary experiment with one
group pre post test design. The sample consist of 17 people chosen through the uses of saturated (all
population) sampling technique. The data was collected prior and after the rheumatic calisthenics was
given using pain scaling gauge visual analog scale combined with pain numerical scale. The rheumatic
calisthenics can reduce of pain, because while the exercise given there is cognitif proces than can to
stimulated endorfin and neuromodulator production will reduce certain neurotransmiter effect, where the
neuromodulator will closed the defense with the slowing down of the P substance relesed. Because withe
closed the deffense the impuls of pain can not be delivered, so the pain can be reduced. The research, shown
that there is a change in the intensity of pain after the rheumatic calisthenics is given. The wilcoxon
statistical test indicated p = 0,000, so H1 can be accepted which means that rheumatic calisthenics can
reduce the intensity of pain. The result of this research has shown that rheumatic calisthenics can have
effect on the reduction of pain experienced by eldery people suffering osteoarthritis. Based on this finding,
nurses are recommended to use rheumatic calithenics in their threatment to reduce the sharp ache
experienced by patients with osteoarthritis.

Keyword: Rheumatic Exercise, Intensity of Pain, Osteoarthritis.

71dengan Osteoartritis di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana....


Pengaruh Senam Rematik Terhadap Intensitas Nyeri pada Lansia
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
72 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENDAHULUAN keperawatan. Pada tindakan keperawatan dapat


diberikan kompres hangat untuk mengurangi nyeri,
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan mengatur diit untuk menurunkan berat badan
yang terjadi di dalam kehidupan manusia (Nugroho, terutama penderita yang gemuk, melindungi
2008:11). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan persendian dari cidera dan memberikan latihan yang
dan teknologi (IPTEK) terutama di bidang bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
kedokteran, kualitas dan umur harapan hidup pun memperkuat otot (Kalim, 1996:82). Latihan fisik yang
meningkat. Sehingga jumlah penduduk lanjut usia dapat diberikan pada penderita osteoarthritis adalah
semakin bertambah, bahkan cenderung lebih cepat senam rematik yang dapat mencegah dan mengurangi
dan pesat. Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lanjut gejala osteoartritis (https://panji1102.wordpress.com/
usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari tag/rematik/). Senam rematik adalah salah satu
10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada model untuk memandu mencegah dan memberikan
tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Di terapi terhadap gejala rematik atau gejala
Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2005, osteoartritis. Gerakan-gerakan senam rematik
jumlah lansia ±18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005- bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan gerak,
2010, jumlah lanjut usia sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) fungsi, kekuatan dan daya tahan otot, keseimbangan,
dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020- biomekanik sendi dan posisi sendi (http://
2025, Indonesia akan menduduki peringkat keempat www.suarakarya-online.com/news.html?id=201596).
setelah RRC, India dan Amerika Serikat (Nugroho,
Inti dari senam rematik adalah mempertahankan
2008:2). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
lingkup gerak sendi secara maksimal. Jika senam
Bali tahun 2009 terdapat 3.603.286 lansia, sementara
rematik ini dapat dilakukan secara rutin, maka nyeri
berdasarkan survei awal di PSTW Wana Seraya
pada penderita rematik atau osteoartritis akan
tahun 2009 terdapat 50 lansia.
berkurang dan penderita osteoartritis dapat
Osteoartritis adalah suatu penyakit sendi mengurangi mengkonsumsi obat analgetik. Pada
degeneratif yang terutama terjadi pada orang dengan penderita osteoartritis sering diberikan obat Anti-
usia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago Inflamasi Non Steroid (AINS) yang dapat
artikularis, perubahan pada membran sinovia, serta memberikan efek analgetik, namun pemberian AINS
hipertrofi tulang pada tepinya (Misnadiarly, 2010:11). dalam jangka panjang dapat memperberat kerusakan
Pada suatu survei radiografi pada wanita di bawah tulang rawan sendi pada osteoartritis (Kalim,1996:83).
40 tahun hanya 2% mempunyai osteoartritis, akan Jadi untuk mengurangi timbulnya efek samping dari
tetapi pada usia 45-60 tahun angka kejadiannya obat, senam rematik ini dapat digunakan sebagai
30% sementara pada orang-orang di atas 61 tahun terapi pada penderita osteoartritis untuk mengurangi
angka kejadian lebih dari 65% (Kalim,1996:76). gejala nyeri. Penelitian yang menunjukkan bahwa
Jumlah lansia dengan osteoartritis berdasarkan data setelah melakukan senam rematik ini dapat
dari Dinas Kesehatan tidak terdata dengan spesifik, mengurangi gejala nyeri yang dirasakan oleh penderita
sementara berdasarkan data Klinik Sayang Lansia osteoartritis masih kurang, sementara menurut
di PSTW Wana Seraya pada tahun 2009 terdapat Kepala PSTW Wana Seraya bahwa senam rematik
16 (32%) lansia dengan osteoartritis dari 50 lansia. tidak rutin diberikan pada lansia. Maka dari itu
Pada tahun 2010 dari bulan Januari sampai dengan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
November terjadi peningkatan jumlah lansia dengan pengaruh senam rematik terhadap intensitas nyeri
osteoartritis yaitu terdapat 20 (40%) lansia yang pada lansia dengan osteoartritis di PSTW Wana
menderita osteoartritis. Seraya Denpasar. Tujuan dari penelitian ini adalah
Gejala umum yang sering muncul pada penderita untuk mengetahui pengaruh senam rematik terhadap
osteoartritis yaitu nyeri pada sendi yang terkena dan intensitas nyeri pada lansia dengan osteoartritis di
nyeri bertambah saat beraktivitas dan sedikit PSTW Wana Seraya Denpasar.
berkurang setelah istirahat (Kalim,1996:79).
Penatalaksanaan pasien osteoartritis bertujuan untuk
METODE
mencegah atau menahan kerusakan yang lebih lanjut
pada sendi tersebut, mengatasi nyeri dan kaku sendi Jenis penelitian ini menggunakan penelitian
guna mempertahankan mobilitas (Price, 2006:1382). pra-eksperimental dengan rancangan one group
Penatalaksanaan osteoartritis secara umum dapat pre post test design. Penelitian ini melibatkan satu
dibedakan menjadi penatalaksanaan medis dan kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 73

sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi Tabel 2. Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pada
lagi setelah intervensi, untuk mendapatkan informasi Lansia Dengan Osteoartritis Setelah
mengenai pengaruh senam rematik terhadap Diberikan Senam Rematik (N=17)
intensitas nyeri pada lansia dengan osteoartritis.
No Intensitas Nyeri Frekuensi Persentase
Penelitian ini dilaksanakan di PSTW wana Seraya
(n) (%)
Denpasar dari tanggal 01 Februari 2011 sampai 1 Nyeri ringan (1-3) 10 58,9
dengan 10 Februari 2011 dengan jumlah responden 2 Nyeri sedang (4-6) 6 35,2
17 lansia. Cara pengambilan sampel dalam 3 Nyeri hebat (7-9) 1 5,9
penelitian ini dengan metode sampel non Total 17 100,0
probability sampling dengan menggunakan teknik
sampling jenuh. Pengumpulan data menggunakan
Distribusi rata-rata perubahan intensitas nyeri
skala pengukuran visual analog scale (VAS)
responden menggunakan uji wilcoxon, dengan rata-
dengan kombinasi skala nyeri numerik dan lembar
rata rangking 9,00 dan jumlah rangking negatif
observasi untuk mengetahuin apakah responden
adalah 153,00. Untuk positif ranks dan ties nilainya
melakukan senam rematik sampai selesai. Data
0, karena semua responden mengalami penurunan
dalam penelitian berupa data ordinal dan tidak
atau perubahan intensitas nyeri setelah diberikan
berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik
senam rematik.
non parametrik yaitu uji wilcoxon dengan program
SPSS for windows 16.0 dengan tingkat signifikan Tabel 3. Distribusi Rata-rata Perubahan Intensitas
p < 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Nyeri Responden Menggunakan Uji
Wilcoxon
HASIL PENELITIAN
No N Mean Sum of
Rank Ranks
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari
1 Negatif ranks 17 9,00 153,00
setengah responden berjenis kelamin perempuan
2 Positif ranks 0 ,00 ,00
(82,3%) dan selebihnya berjenis kelamin laki-laki 3 Ties 0
(17,7%). Usia tertua dari lansia yang menderita Total 17
osteoartritis yaitu usia 87 tahun dan usia termuda
yaitu 65 tahun, jadi rata-rata usia lansia dengan
osteoartritis adalah 76 tahun. Semua lansia mampu Hasil tes statistik wilcoxn untuk nilai signifikan
mengikuti senam rematik sampai selesai, yang terdiri dari hasil penelitian, didapatkan nilai p=0,000, ini
dari empat tahapan. Sebelum diberikan senam berarti nilai p lebih kecil dari 0,05. Sehingga H1
rematik sebanyak 4 (23,5%) lansia mengalami nyeri diterima, yang menunjukkan bahwa senam rematik
ringan, 10 (58,9%) lansia mengalami nyeri sedang, dapat menurunkan intensitas nyeri lansia dengan
dan 3 (17,6%) lansia dengan nyeri hebat. osteoartritis.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pada Tabel 4. Hasil Tes Statistik Wilcoxon Untuk Nilai
Lansia Dengan Osteoartritis Sebelum Signifikan Dari Hasil Penelitian
Diberikan Senam Rematik No Sebelum-Setelah
Intervensi
No Intensitas Nyeri Frekuensi Persentase 1 Z -3,695
(n) (%) 2 Asymp.Sig.(2- ,000
1 Nyeri ringan (1-3) 4 23,5 tailed)
2 Nyeri sedang (4-6) 10 58,9
3 Nyeri hebat (7-9) 3 17,6
Total 17 100,0 PEMBAHASAN

Setelah diberikan senam rematik terjadi Nyeri merupakan keluhan utama yang sering
penurunan intensitas nyeri, dengan jumlah responden dialami penderita osteoartritis dan merupakan nyeri
paling banyak pada nyeri ringan sebanyak 10 (58,9%) kronis, yang sering muncul pada pagi hari (Price.S,
responden, nyeri sedang sebanyak 6 (35,2%) 2006:1381). Senam rematik adalah latihan fisik
responden, dan nyeri hebat 1 (5,9%) responden. ringan, yang difokuskan pada gerakan persendian
untuk membantu mengurangi gejala nyeri pada

Pengaruh Senam Rematik Terhadap Intensitas Nyeri pada Lansia dengan Osteoartritis di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
74 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

penderita osteoartritis. Pada saat latihan terjadi osteoartritis. Maka senam rematik ini perlu dimasukan
proses kognitif yang dapat menstimulasi produksi dalam kegiatan rutin para lansia untuk menunjang
endorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal kesehatan lansia, terutama lansia dengan osteoartritis
dari tubuh. Neuromodulator memodifikasi aktivitas dan latihan senam rematik tidak harus dilakukan di
neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan aula atau lapangan, dapat dilakukan di masing-
transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung masing wisma.
mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinaps.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Neuromodulator akan menurunkan efek
neurotransmiter tertentu, dimana neuromodulator ini Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
akan menutup pertahanan dengan menghambat senam rematik menggunakan kelompok kontrol.
pelepasan substansi P. Karena mekanisme Dengan adanya kelompok kontrol, akan ada
pertahanan tertutup, maka impuls nyeri tidak dapat perbandingan skala nyeri antara kelompok yang
dihantarkan, sehingga nyeri dapat berkurang (Perry diberikan perlakuan dengan kelompok yang tidak
& Potter, 2005:1504; Smeltzer,2001:217). diberikan perlakuan. Sehingga dapat dibuktikan,
bahwa senam rematik efektif mengurangi nyeri
Pada penelitian ini setelah diberikan senam rematik,
pada lansia dengan osteoartritis dan hasil penelitian
terdapat perubahan intensitas nyeri yang dialami
pun lebih maksimal atau representatife.
responden. Hal tersebut dikarenakan semua responden
melakukan latihan senam rematik dengan baik dan
rutin sebanyak dua kali sehari selam satu minggu KEPUSTAKAAN (dalam APA)
dilakukan empat kali. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Anonim. Enam Prinsip Senam Rematik, (Online),
pendapat dari dr.Siti Annisa, Sp.RM selaku pencipta
(www.hilo.co.id/6-prinsipsenamrematik, diakses
gerakan senam rematik yang mengatakan, bahwa
30 Desember 2010)
senam rematik dapat meringankan gejala nyeri pada
rematik atau osteoartritis (http://www.suarakarya- Anonim. (2009). Nyeri Rematik Pada Orang Tua,
online.com/newshtml?id=201596). (Online), (http://careanhealed. com/2009/12/
bisakah-nyeri-rematik-pada-usia-lanjut-dicegah/).
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh
senam rematik terhadap intensitas nyeri pada lansia Darmojo, dkk. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
dengan osteoartritis, dibuktikan dengan pengujian Kedua. Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Penerbit
hipotesa menggunakan uji statistik non parametrik FKUI
wilcoxon. Pada uji wilcoxon didapatkan nilai p = Hendrata, I. (2007). Osteoartritis : Cegah Sebelum
0,000, berarti nilai p lebih kecil dari 0,05 dan ini Anda Menderita. (Online), (http://
menunjukkan bahwa senam rematik dapat www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/10/
menurunkan intensitas nyeri pada lansia dengan osteoarthritis-cegah sebelum-anda-menderita,
osteoartritis. diakses 30 Desember 2010)
Isbagio. (2006). Osteoartritis dan Osteoporosis
KESIMPULAN Sebagai Masalah Muskuloskeleta Utama
Warga Lanjut Usia di Abad 21. Majalah
Nyeri kronis merupakan salah satu gejala dari Farmacia, (Online), (http://www.majalah-
osteoartritis. Senam rematik efektif untuk farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
menurunkan intensitas nyeri pada lansia dengan IDNews=28, diakses 30 Desember 2010)
osteoartitis, yang dibuktikan dengan uji statistik
Kalim, dkk. (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
wilcoxon didapatkan p = 0,000, yang berarti p lebih
Pertama. Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Penerbit
kecil dari 0,05 dan H1 diterima. Hasil penelitian ini
FKUI
diharapkan dapat membantu perawat dalam
memberikan pelayanan pada lansia dengan Misnadiarly. (2010). Osteoartritis-Penyakit Sendi
osteoartritis. pada Orang Dewasa dan Anak Faktor
Risiko, Infeksi, Pencegahan, dan Pengobatan.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
SARAN
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
1. Bagi Instansi PSTW Wana Seraya. Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Berdasarkan hasil penelitian, senam rematik Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik &
efektif mengurangi nyeri pada lansia dengan Geriatrik. Edisi Ketiga, Jakarta: EGC

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 75

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Edisi Kedua, Jakarta: Salemba Medika
Partono, M. (2009). Osteoartritis. (Online), (http:/
/mukipartono.com/osteoartritis/, diakses 4
Januari 2011)
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses,dan Praktik.
Edisi Keempat. Volume Pertama. Jakarta: EGC
Perry & Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses,dan Praktik.
Edisi Keempat. Volume Kedua. Jakarta: EGC
Price, S.A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam.
Volume Kedua, Jakarta: EGC
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset
Keperawatan. Edisi Pertama, Yogyakarta:
Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne.C. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi Kedelapan. Volume Kedua,
Jakarta: EGC
Tamsuri, A. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan
Nyeri. Jakarta: EGC
Triwahyuni. (2008). Atasi Nyeri Sendi Dengan
Senam Rematik. Artikel Kesehatan, (Online),
( h t t p : / / w w w. s u a r a k a r y a - o n l i n e . c o m /
news.html?id=201596, diakses 30 Desember
2010)
Wahyono, T. (2008). Belajar Sendiri SPSS 16.
Jakarta: PT Elex Media Komputido

Pengaruh Senam Rematik Terhadap Intensitas Nyeri pada Lansia dengan Osteoartritis di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
76 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PENGGUNAAN


METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BEBETIN TAHUN 2016

Putu Sukma Megaputri*, Putu Dian Prima Kusuma Dewi**, Cindy Meilinda Sari***,
Dewa Ayu Putu Eka Purnama Sari****, I Gusti Ayu Dwi Wahyuni*****
*STIKes Buleleng, megaputri_sukma@yahoo.com
**STIKes Buleleng, dian_pkd@yahoo.co.id
***STIKes Buleleng, cindymeilindasari@gmail.com
****STIKes Buleleng, dewaayu688@yahoo.co.id
*****SIKes Buleleng

Abstrak
Pendahuluan: Pemakaian Metode Operatif Wanita (MOW) masih sangat rendah di Indonesia, begitu juga
dengan di Bali. Selain itu wanita yang memiliki paritas yang > 2 jarang menggunakan metode MKJP. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui determinan dari penggunaan kontrasepsi MOW. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, teknik sampling yang
digunakan non probability sampling dengan teknik concecutive sampling, jumlah sampel minimal 40 orang.
Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data bivariat menggunakan chi
square selanjutnya dilakukan analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil: Hasil analisis bivariate
ditemukan 4 faktor yang bisa dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan nilai p < 0,02 adalah umur,
pengetahuan, dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami. Secara multivariat faktor yang berhubungan
dengan penggunaan MOW pada wanita di Desa Bebetin adalah pengetahuan (OR : 7,8: 95% CI 1,4-44,1) dan
dukungan suami (OR : 10,6: 95% CI 1,7-64,1). Kesimpulan: Pengetahuan ibu yang baik serta dukungan dari
suami untuk menggunakan MOW berhubungan dengan penggunaan MOW pada ibu di Desa Bebetin.

Kata Kunci: Perilaku, Pengetahuan, Dukungan Suami

Abstract
Introduction: The methods of operative women or tubectomy still low in Indonesia, same situation in Bali.
Besides women have parity > 2 rarely used long-term method of contraception. This study aims to determine
the determinant of women used tubectomy. Methods: This study method is observational using analytic
methods with cross sectional approach, the sampling technique which was used non probability sampling
with concecutive sampling about minimal sample are 40. Data collection using questionnaires with
interview. Bivariate data analysis using chi square, furthermore multivariate analysis using logistic
regression. Results: The results of the bivariate analysis found four factors can be included into the
multivariate analysis with p value <0.02 are age, knowledge, support health workers and support her
husband. The significantly factor associated with used tubectomy are knowledge (OR: 7.8: 95% CI 1.4 to
44.1) and support husband (OR: 10.6: 95% CI 1,7- 64.1). Conclusion: Good knowledge of women and
support from husband are associated with women used tubectomy in Bebetin village.

Keyword: Behavior, Knowledge, Support her husband, Tubectomy

PENDAHULUAN semula 55,8% menjadi 59,7%. Data Riskesdas juga


Penggunaan Keluarga Berencana (KB) yang menunjukkan bahwa Bali merupakan propinsi
efektif dan paripurna menjadi hal utama dalam tertinggi pemakaian metode kontrasepsi jangka
penjarangan kehamilan dan tingkat kesejahteraan panjang (MKJP) (Riskesdas, 2013).
sebuah keluarga. Hal ini bukan saja dilihat dari segi MKJP adalah kontrasepsi yang dapat dipakai
bahwa KB dapat menekan laju peningkatan dalam jangka waktu lama, mengakhiri kehamilan
penduduk, tetapi KB juga berperan untuk pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak
menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Adapun lagi. Jenis metode yang termasuk dalam kelompok
data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ini salah satunya adalah metode kontrasepsi mantap
2010 dan 2013 terjadi peningkatan penggunaan KB wanita. Metode operasi wanita (MOW) cenderung

76 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 77

meningkat walaupun persentasenya masih rendah pengguna KB MOW 40 orang (3,3%). Sedangkan
dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya. di Desa Menyali dengan jumlah PUS sebanyak 905
Metode operasi wanita atau tubektomi merupakan orang, dan jumlah akseptor 875 orang dengan
metode kontrasepsi yang dijalankan dengan klasifikasi yaitu pengguna KB MOW 7 orang (0,8%).
melakukan operasi kecil pada organ reproduksi Berdasarkan data di atas jika dibandingkan Desa
dimana proses reproduksi dan kehamilan tidak akan Bebetin dan Menyali peneliti merasa tertarik untuk
terjadi. Metode kontrasepsi ini tidak mengganggu mengetahui perilaku ibu memilih metode operatif
gairah. MOW suatu tindakan untuk membatasi wanita (MOW) dilihat dari faktor predisposisi,
keturunan dalam jangka waktu yang tidak terbatas, enabling dan reinforcing.
yang dilakukan oleh istri atas permintaan yang
bersangkutan, secara mantap dan sukarela. METODE
Pemakaian MOW memiliki banyak keuntungan, baik
dilihat dari segi program, maupun dari sisi klien Metode penelitian yang digunakan adalah
(pemakai). observasional analitik dengan pendekatan cross
Penggunaan MOW pada WUS juga dapat sectional. Populasi terjangkau dalam penelitian ini
mempercepat penurunan TFR, penggunaan adalah seluruh WUS, sedangkan populasi targetnya
kontrasepsi MOW juga lebih efisien karena dapat adalah seluruh WUS di Desa Bebetin Tahun 2016.
dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman Penelitian ini menggunakan metode Non
dan efektif. Metoda kontrasepsi ini sangat tepat Probability Sampling yaitu dengan teknik
digunakan pada kondisi krisis yang dialami oleh concecutive sampling yaitu dengan pemilihan
sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada populasi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
masyarakat yang tergolong beresiko tinggi untuk berdasarkan responden yang ditemui sampai
kehamilan dan melahirkan dan kurang mampu/miskin. mencapai jumlah sampel minimal. Variabel penelitian
Dilihat angka kegagalan MKJP relatif lebih rendah ini terdiri dari variabel independen umur, pengetahuan,
dibanding non-MKJP. Angka kegagalan MKJP pendidikan, sikap, akses fasilitas kesehatan, dukungan
dilaporkan sebesar 0-2 per 1000 pengguna, tenaga kesehatan, dukungan suami dan variabel
sedangkan metoda non-MKJP dilaporkan terjadi dependen adalah penggunaan MOW.
lebih dari 10 per 1000 pengguna. Dari hal tersebut Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah
terlihat bahwa metoda MKJP lebih efektif untuk menggunakan wawancara menggunakan kuesioner
dapat mencegah terjadinya kehamilan pada tertutup yang telah dilakukan analisis konten. Analisis
penggunanya (Prawirohardjo, 2007). data univariat dengan menggunakan distribusi
Menurut data Riskesdas tahun 2013 penggunaan frekuensi masing-masing variabel, analisis bivariat
KB saat ini menggunakan cara modern: 51,9 % menggunakan chi square dan analisis multivariat
penggunaan KB hormonal, dan 7,5% non-hormonal. menggunakan regresi logistik.
Menurut metodenya 10,2% penggunaan kontrasepsi
jangka panjang (MKJP), dan 49,1% non-MKJP. HASIL PENELITIAN
Secara nasional pada bulan Agustus 2013 sebanyak
688.951 peserta (Riskesdas, 2013). Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu
Berdasarkan data dari BKKBN Provinsi Bali Memilih Metode Operasi Wanita Di Desa
tahun 2014 tercatat peserta KB aktif di Kabupaten Bebetin Tahun 2016
Buleleng (83,2%), dan yang tertinggi adalah Karakteristik Frekuensi (f) (%)
Kabupaten Bangli (92,5%), sedangkan yang terendah Umur
adalah Kabupaten Badung (77,0%). Dengan ≥ 35 Tahun 33 82,5
< 35 Tahun 7 17,5
pengguna kontrasepsi tertinggi di provinsi Bali adalah
Pengetahuan
peserta IUD (43,7%), peserta KB suntik (37,5%), Baik 29 72,5
peserta pil (9,2%), peserta MOW(3,5%), peserta Cukup 11 27,5
implant (2%) dan peserta MOP (0,9%) (BKKBN, Pendidikan
2014). Tinggi (PT,SMA) 13 32,5
Rendah (Tidak 27 67,5
Berdasarkan laporan dari puskesmas wilayah pernah,SD,SMP)
sawan 2 di Desa Bebetin tahun 2014 dengan Sikap
klasifikasi jumlah PUS 1217 orang, dan jumlah Positif 10 25,0
Negatif 30 75,0
Aseptor 1205 orang, dengan klasifikasi yaitu

Pengetahuan dan Dukungan Suami dalam Penggunaan Metode Operasi Wanita (MOW) di Desa Bebetin Tahun 2016
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
78 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Akses Pelayanan masuk ke analisis multivariat dengan batas nilai p


Memadai 33 82,5 yang diambil adalah < 0,2 adalah pengetahuan
Tidak Memadai 7 17,5
(p=0,019), umur (p=0,17), dukungan tenaga
Dukungan Nakes
Didukung 18 45,0 kesehatan (p=0,12) dan dukungan suami (p=0,007).
Tidak 22 55,0
Dukungan Suami Tabel 3. Faktor yang Berhubungan dengan
Didukung 30 75,0 Penggunaan MOW
Tidak 10 25,0
Menggunakan Variabel OR CI Nilai p
MOW Pengetahuan 7,8 1,4 – 44,1 0,02
Menggunakan 26 65,0
Tidak 14 35,0
Dukungan 10,6 1,7 – 64,4 0,01
Suami

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar


responden memiliki umur ≥ 35 tahun (82,5%), memiliki
pengetahuan yang baik (72,5%), memiliki pendidikan PEMBAHASAN
yang rendah (67,5%), sikap negatif mengenai MOW
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
(75%), akses pelayanan yang memadai (82,5%).
variabel yang berhubungan dengan penggunaan
Sebagian besar responden tidak didukung oleh tenaga
MOW pada WUS di Desa Bebetin adalah
kesehatan (55,0%), 75% responden didukung oleh
pengetahuan (OR : 7,8: 95% CI 1,4-44,1) bahwa
suami untuk menggunakan MOW serta sebanyak
pengetahuan yang baik mengenai MOW 7,8 kali
65% responden menggunakan MOW.
lebih tinggi untuk menggunakan MOW daripada
Tabel 2. Tabulasi Silang Predisposing, Enabling dan yang memiliki pengetahuan cukup. Selain
Reinforcing dengan Penggunaan MOW pengetahuan, dukungan suami juga merupakan
variabel yang berhubungan dengan penggunaan
Variabel Pemakaian MOW Nilai p MOW. Wanita usia subur yang mendapatkan
Pakai (%) Tidak (%) dukungan dari suami (OR : 10,6: 95% CI 1,7-64,1)
Pengetahuan
10,6 kali lebih tinggi untuk menggunakan MOW
Baik 22 (75,9) 7 (24,1) 0,019
daripada yang tidak mendapatkan dukungan dari
Cukup 4 (36,4) 7 (63,3)
suaminya.
Umur
≥ 35 Tahun 23 (69,7) 10 (30,3) 0,17 Pengetahuan responden mengenai kontrasepsi
< 35 Tahun 3 (42,9) 4 (57,1) MOW di Desa Bebetin sebagian besar memang
Pendidikan sudah baik, ini dikarenakan banyaknya informasi
Tinggi 9 (69,2) 4 (30,8) 0,7 yang diperoleh oleh WUS mengenai MKJP.
Rendah 17 (63,0) 10 (37,0) Pengetahuan yang cukup atau kurang mengenai
Sikap metode kontrasepsi MKPJ, efek samping serta
Positif 7 (70,0) 3 (30,0) 0,7 manfaat penggunaannya sehingga kurangnya
Negatif 19 (63,3) 11 (36,7) pengetahuan menyebabkan rendahnya keikursertaan
Tempat Pelayanan WUS dalam pemakaian MOW (Marhaeni, 2000).
Memadai 21 (63,6) 12 (36,4) 0,69
Hal yang mendukung lainnya bahwa pengetahuan
Tidak Memadai 5 (71,4) 2 (28,6)
ini memang memiliki andil yang besar dalam
Dukungan Nakes
pemilihan kontrasepsi bahwa pengetahuan akseptor
Didukung 14 (77,8) 4 (22,2) 0,12
Tidak 12 (54,5) 10 (45,5)
KB sangat erat kaitannya terhadap pemilihan alat
Dukungan Suami kontrasepsi, karena dengan adanya pengetahuan
Didukung 23 (76,7) 7 (23,3) 0,007 yang baik terhadap metode kontrasepsi tertentu
Tidak 3 (30,0) 7 (70,0) akan merubah cara pandang akseptor dalam
menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dan
Berdasarkan tabel 2 diatas bahwa hasil analisis efektif digunakan sehingga membuat pengguna KB
bivariat mengenai variable predisposisi (umur, lebih nyaman terhadap kontrasepsi tersebut (Dewi
pengetahuan, pendidikan dan sikap), enabling (akses dan Notobroto, 2014).
pelayanan) dan reinforcing (dukungan tenaga Dukungan suami juga merupakan variabel yang
kesehatan dan dukungan suami). Variabel yang bisa berhubungan dengan penggunaan MOW. Menurut

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 79

BKKBN (2011) dukungan suami sangat diperlukan org.mozilla:en-US:official&client=firefox


untuk pengambilan keputusan dalam ber KB karena &source=hp&channel=np, diakses 20 Oktober
kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa apabila 2016
suami tidak memberikan ijin atau tidak mendukung Marhaeni, S, 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan
hanya sedikit ibu yang berani untuk tetap memasang Dengan Penggunaan Implant di Desa Parit
alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan
berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan Ilir Tahun 2009. Penelitian Medias Imroni, Nur
untuk menggunakan atau tidak dan metode apa Alam Fajar,Fatmalina Febri.
yang digunakan. Bentuk dukungan yang diberikan
Dewi, Putri Hariyani Chandra dan Notobroto Hari
kepada pasangan dapat berupa mengingatkan untuk
Basuki. 2016. Rendahnya Keikutsertaan
kontrol, mengantar untuk mendapatkan pelayanan
Pengguna Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
KB, menyediakan dana serta memberikan
Pada Pasangan Usia Subur. Jurnal Biometrika
persetujuan terhadap alat kontrasepsi yang digunakan
dan Kependudukan, Vol. 3 No.1 pg 66-72.
pasangannya. Semakin banyak ibu yang mendapat
persetujuan dan dukungan dari suami untuk Tritanti Ika dan Nasriyah. 2016. Hubungan Dukungan
menggunakan MKJP maka diharapkan bahwa calon Suami Dalam Pemilihan Metode Kontrasepsi
akseptor akan lebih banyak yang menggunakan Jangka Panjang (MKJP). The 4th University
MKJP (Tristanti dan Nasriyah, 2016). Research Coloquium. ISSN 2407-9189.

KESIMPULAN

Faktor yang berhubungan dengan penggunaan


MOW adalah Pengetahuan ibu mengenai MOW
dan dukungan dari suami untuk menggunaan MKJP
khususnya MOW.

SARAN
Berdasarkan hal ini maka perlu diupayakan
agar pengetahuan ibu terus meningkat mengenai
MOW baik dari segi pengertian, manfaat dan syarat
dalam melakukan MOW. Selain itu diharapkan
semakin meningkatnya intervensi kepada masyarakat
khususnya suami WUS sehingga dukungan suami
kepada istri untuk melakukan MOW semakin
meningkat.

KEPUSTAKAAN

BKKBN, 2010. Profil KB di Indonesia, (online),


(http://www.bkkbn.co.id) , diakses tanggal 22
November 2015
BKKBN, 2014. Profil data KB di provinsi Bali,
(online), (http://www.bkkbn.co. id), Diakses pada
tanggal 22 november 2015
BKKBN, 2014. Profil data KB desa Bebetin
Prawirohardjo, 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohhardjo
Riskesdas. 2013. Profil Kesehatan Indonesia.
(online), https://www.google.com/search?q=
cakupan%20kunjungan%20neonatus%20menurut
20riskesdas&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=

Pengetahuan dan Dukungan Suami dalam Penggunaan Metode Operasi Wanita (MOW) di Desa Bebetin Tahun 2016
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
80 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN


DEPRESI (POSTPARTUM BLUES) PADA IBU POSTPARTUM
PRIMIPARA YANG TELAH MELAHIRKAN DI RUANG
AGNES PAVILIUN RS PANTI WALUYA MALANG

Yanti Rosdiana, S.Kep*, Dr. dr. Endang Sri W. MS**, Laily Yuliatun, M. Kep***
*Peneliti
**Pembimbing 1
***Pembimbing 2

Abstrak
Kejadian depresi (postpartum blues) merupakan gangguan mental ringan setelah melahirkan, sering terjadi
terutama pada ibu primipara karena merupakan masa transisi dan suatu krisis tersendiri baginya. Gangguan
ini dapat berkembang menjadi lebih berat bila tidak dilakukan penanganan dini. Upanyanya adalah dengan
memberikan perhatian dan dukungan yang baik pada ibu postpartum, keluarga mempunyai peranan sangat
berarti bagi setiap anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
dukungan keluarga dengan kejadian depresi (postpartum blues) pada ibu postpartum primipara yang
melahirkan di ruang agnes paviliun RS Panti Waluya Malang. Metode penelitian menggunakan Cross sectional
dengan menggunakan dua variabel yakni variabel dukungan keluarga sebagai variabel independen dan
variabel kejadian depresi (postpartum blues) sebagai variabel dependen. Sampel dipilih dengan cara Purposive
sampling sebanyak 24 ibu post partum, populasinya adalah semua ibu post partum yang melahirkan di ruang
Agnes Paviliun RS Panti Waluya Malang, instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Analisa data menggunakan uji korelasi Rank Spearmandidapatkan nilai rshitung sebesar 0,466 dengan nilai
Signifikansi = 0,022. Sehingga dapat disimpulkan H1 diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kejadian depresi (postpartum blues) pada ibu postpartum primipara yang telah
melahirkan di ruang agnes paviliun RS Panti Waluya Malang.Berdasarkan hasil penelitian diharapakan layanan
kesehatan memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga pada ibu postpartum.

Kata Kunci: Kejadian Depresi (postpartum blues), Ibu Postpartum Primipara, Dukungan Keluarga

Abstract
Depression incidences (postpartum blues) are light post-birth mental disturbances, often experienced
among primipara mothers in reference to the transitional period as well as their own unique crisis. This
disturbance can develop into worse state unless precautionary measures are conducted. Such attempts are
giving proper attention and support to postpartum mothers as a family plays an important role for each
of its member. This research aimed at finding out the correlation between family support with depression
incidences (postpartum blues) among postpartum primipara mothers giving birth at Agnes Pavillion room
at Panti Waluyo Hospital Malang. The methodology employed was Cross Sectional by using two variables,
namely family support variable as the independent variable and depression incidences (postpartum blues)
variable as the dependent variable. Samples were selected by Purposive Sampling of as many as 24 post
partum mothers; in which the population was all post partum mothers giving birth at Agnes Pavillion room
at Panti Waluyo Hospital Malang. The instrument for data collection was questionnaire. Data analysis
employing Rank Spearman Correlation Test resulted in rs measurement 0.466 whose significance value of
0.022. Therefore, it can be concluded that H1 was accepted, meaning that there was significance correlation
between family support with depression incidences (postpartum blues) among postpartum primipara
mothers giving birth at Agnes Pavillion room at Panti Waluyo Hospital Malang. The findings of this study
are expected to motivate health personnel to provide information of the importance of family support to
postpartum mothers.

Keyword: Depression incidences (postpartum Blues), Postpartum primipara mothers, Family support.

80 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 81

PENDAHULUAN bisa juga memainkan bermacam-macam peran dalam


keluarga takala terjadi kekosongan pada peran-
Seorang primipara merupakan seorang wanita
peran tersebut. Peran-peran tersebut antara lain
yang sedang dalam proses untuk melahirkan anak
adalah sebagai pendorong (memberi dukungan)
mereka yang pertama (Forte, 2010). Setelah
antara sesama anggota keluarga khususnya
melahirkan seorang primipara akan mengalami masa
untukmembantu ibu melaksanakan tugas dalam
pemulihan yang diawali setelah persalinan sampai
adaptasi peran (Ali, 2006). Pada ibu baru yang
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil,
mempunyai bayi (primipara) akan merasakan
masa pemulihan ini sering dikenal sebagai masa
perasaan-perasaan yang berbeda, bahkan mungkin
postpartum atau masa nifas dan berlangsung selama
tidak dibayangkan sebelumnya, dalam kondisi inilah
6-8 minggu (Saryono, 2010).
dukungan keluarga sangat dibutuhkan (Sylvia, 2006).
Masa nifas yang menyebabkan terjadinya
Dalam satu dekade ini, banyak peneliti dan
perubahan-perubahan tubuh, juga akan menyebabkan
klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala
perubahan kondisi kejiwaan (psikologis). Pada
psikologis yang menyertai seorang ibu pasca
perubahan kondisi psikologis ini seorang ibu
persalinan. Angka kejadian depresi (postpartum
postpartum akan mengalami adaptasi psikologis
postpartum yaitu periode taking In (ibu pasif blues)diluar negri melaporkan kejadian yang cukup
terhadap lingkungan), periode takinghold (ibu tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%,
merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi
bayinya), dan periode letting go ( ibu menerima (postpartum blues) adalah 50-70% dari ibu
tanggung jawab sebagai ibu) (Bahiyatun, 2009). postpartum (Saryono, 2010). Dari peneliti
Bila seorang ibu tidak berhasil pada adaptasi sebelumnya juga diperoleh data bahwa rendahnya
psikologis dengan berbagai gajala atau sindrom yang atau ketidakpastian dukungan keluarga akan
biasanya disebut depresi (postpartum blues). meningkatkan kejadian depresi (postpartum blues)
pada seorang ibu (Sylvia, 2006).
Depresi (postpartum blues) dikategorikan
sebagai sindroma gangguan mental ringan. Oleh Berdasarkan studi pendahuluan yang didapat
karena itu, gangguan ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti didapatkan ibu primipara yang melahirkan
dan tidak dipedulikan bahkan sering dianggap sebagai di Ruang Agnes Paviliun Rumah Sakit Panti Waluya
efek samping dari keletihan, sehingga tidak terdeteksi selama bulan mei ada 31 ibu dan pada bulan Juni
dan tidak tertangani sebagaimana semestinya. sebanyak 27 ibu. Peneliti juga telah melakukan
Akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, wawancara dan didapatkan beberapa ibu yang tidak
tidak menyenangkan bagi yang mengalaminya, dan bisa tidur dengan nyeyak karena masih trauma
bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat dengan proses persalinannya selain itu ibu juga
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu mencemaskan keadaan bayinya. Bila hal ini dibiarkan
depresipasca persalinan, yang mempunyai dampak berlangsung lama dan tidak diatasi segera tentu
lebih buruk (Saryono, 2010). akan berakibat buruk bagi ibu tersebut dan bayinya,
Penanganan depresi (postpartum blues) pada dengan memberikan dukungan keluarga diharapkan
prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan dapat mengurangi resiko untuk terjadinya depresi
gangguan mental pada jenis lainnya, para ibu ini (postpartum blues)pada ibu postpartum primipara
membutuhkan dukungan psikologis (Saryono, 2010). yang melahirkan di Ruang Agnes Paviliun RS Panti
Dimana kuncinya adalah memberikan perhatian dan Waluya Malang.
dukungan yang baik baginya serta yakinkan bahwa Berdasarkan uraian diatas penulis merasa
ibu merupakan orang berarti dalam keluarga dan tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
yang terpenting berikan kesempatan untuk beristirahat hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian
yang cukup. Selain itu, beri dukungan positif depresi (postpartum blues)pada ibu postpartum
pada ibu atas keberhasilannya menjadi orang primipara yang melahirkan di Ruang Agnes Paviliun
tua dari bayi yang baru lahir, hal ini dapat Rumah Sakit Panti Waluya Malang.
membantu memulihkan kepercayaan diri terhadap Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
kemampuannya (Sulistyawati, 2009). mengetahui hubungan antara dukungan keluarga
Keluarga mempunyai peranan yang sangat dengan kejadian depresi (postpartum blues) pada
berarti bagi setiap anggotanya. Setiap anggota ibu postpartum primipara yang melahirkan di Ruang
keluarga mempunyai peranan masing-masing, tetapi Agnes Paviliun RS Panti Waluya Malang.

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi (Postpartum Blues) pada Ibu Postpartum Primipara yang Telah....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
82 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

METODE 2. Kriteria Eksklusi


Kriteria Eksklusi adalah karakteristik sampel
Cross sectional yaitu jenis penelitian yang diukur
yang tidak dapatdimasukkan atautidak layak
dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu
untuk diteliti, yaitu:
kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang
bersamaan).Pada penelitian ini sampelnya adalah a. Ibu postpartum yang tidak bersedia diajak
ibu postpartum primipara yang melahirkan di ruang kerjasama dalam penelitian ini.
Agnes Paviliun RS Panti Waluya Malang. Intrumen b. Ibu postpartum dengan komplikasi (eklamsi,
dukungan keluarga menggunakan kueioner koma, sepsis).
(modifikasi), dan untuk depresi (postpartum blues) c. Ibu postpartum yang jauh dari keluarga.
menggunakan kuesioner (Back Depression d. Ibu postpartum dengan yang tidak
Inventory). Untuk menentukan jumlah sampel diinginkan.
peneliti menggunakan rumus penentuan sampel untuk
populasi kecil (< 10.000), yaitu: 1. Analisa Data
a. Univariat
- Data dukungan keluarga

Keterangan:
n = Jumlah sampel
Keterangan:
N = Jumlah populasi
N : Prosentase Hasil
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,1)
Sp : Skor yang didapat
Berdasarkan rumus pengambilan sampel oleh Sm : Skor tertinggi
Notoatmodjo tersebut dengan jumlah ibu postpartum
Pada Hasil prosentase dukungan keluarga
primipara yang melahirkan di Ruang Agnes Paviliun
selanjutnya diinterpretasikan dalam skala
Rumah Sakit Panti Waluya Malangbulan mei 2011
kualitatif dengan kriteria sebagai berikut:
adalah 3 ibu dan bulan Juni 2011 adalah 27 ibu,
maka besar sampel adalah: • Baik: Bila didapatkan hasil 76% - 100%
• Cukup: Bila didapatkan hasil 56% - 75%
• Kurang: Bila didapatkan hasil 40% -
55%
• Tidak baik: Bila didapatkan hasil <40%
- Pengolahan data untuk kejadian depresi
(postpartum blues)
pengolahan data yang menggunakan skor
dengan memberikan skor pada setiap
kategori jawaban, antara lain:
Jawaban A skor 0.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel Jawaban B skor 1.
dilakukan dengan Non Probabilty sampling yaitu Jawaban C skor 2.
purposive sampling adalah penetapan sampel dengan Jawaban D skor 3
cara memilih setiap pasien yang memenuhi kriteria
Jumlah jawaban dari pilihan jawaban
penelitian dapat dimasukkan dalam penelitian kurun
kuesioner dijumlahkan sehingga diperoleh
waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang
nilai skor terendah: 0 dan skor tertinggi 64,
diperluka dapat terpenuhi (sastro,1995)
lalu ditentukan kejadian depresi ibu dengan
1. Kriteria Inklusi kriteria:
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang • Normal: Bila didapatkan hasil jumlah skor
dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti, yaitu: 0-9
a. Primipara yang mau menjadi responden. • Depersi ringan: Bila didapatkan hasil jumlah
b. Ibu postpartum primipara hari 1 sampai 14. skor 9-15

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 83

• Depresi sedang: Bila didapatkan hasil jumlah PEMBAHASAN


skor 16-23
Berdasarkan data uji korelasi dukungan keluarga
• Depresi berat : Bila didapatkan hasil
dan kejadian depresi (postpartum blues) pada ibu
jumlah skor 24-63
postpartum primipara, diperoleh nilai korelasi 0,01 (p
b. Bivariat < 0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Uji bivariat yang digunakan yaitu uji kemaknaan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dan
dengan mengunakan uji statistik ”Spearman rho” kejadian depresi (postpartum blues) pada ibu
(Singgih, 2003) postpartum primipara. Kemudian dilihat dari sifat
korelasi didapatkan bahwa korelasi bersifat positif,
maka hubungan antara variabel dukungan keluarga
dengan kejadian depresi(postpartum blues) pada
Keterangan: ibu postpartum primipara bersifat searah.
rs : Nilai kprelasi Spearman Rank Selanjutnya berdasarkan hasil uji korelasi antara
d2 : Selisih setiap pasangan Rank dukungan emosional dan kejadian depresi (postpartum
blues) pada ibu postpartum primipara, diperoleh
n : Jumlah pasangan rank untuk Speraman
nilai korelasi 0,023 (p < 0,05), dengan demikian
(5<n<30)
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
Untuk penghitungannya dengan bantuan dukungan emosional dan kejadian depresi (postpartum
komputer program SPSS Versi 15 for Windows blues) pada ibu postpartum primipara. Kemudian
dengan taraf signifikansi 10% (0,1). dilihat dari sifat korelasi didapatkan bahwa korelasi
bersifat positif, maka hubungan antara dukungan
HASIL PENELITIAN emosional dengan kejadian depresi (postpartum
blues) pada ibu postpartum primipara bersifat searah.
Diperoleh informasi bahwa dari 24 sampel,
didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia Berdasarkan hasil uji korelasi dukungan
28-31 yakni sebanyak 9 responden (38%), dan penghargaan dan kejadian depresi (postpartum
paling sedikit yakni usia 36-39 tahun sebanyak 1 blues) pada ibu postpartum primipara diperoleh nilai
responden (4%).Responden yang terbanyak korelasi 0,175 (p > 0,05), dengan demikian dapat
merupakan ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 12 disimpulkanbahwa tidak terdapat hubungan antara
responden (50%), dan PNS sebanyak 1 orang (4%). dukungan penghargaan dan kejadian depresi
Dari data diatas menunjukkan bahwa prosentase (postpartum blues) pada ibu postpartum primipara.
terbesar yaitu ibu rumah tangga.Keluarga yang Selanjutnya dari hasil uji korelasi dukungan
memberikan dukungan baik sebanyak 17 responden instrumental dan kejadian depresi (postpartum
(71 dan keluarga yang memberikan dukungan kurang blues) pada ibu postpartum primipara, diperoleh
dan tidak baik 0 responden (0%).Sebanyak 10 nilai korelasi 0,000 (p > 0,05), dengan demikian
responden (42%) normal, dan 1 responden (4%) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
mengalami depresi berat. Uji Korelasi Rank dukungan instrumental dan kejadian depresi
Spearmant (r s ) Hubungan antara Dukungan (postpartum blues) pada ibu postpartum primipara.
Keeluarga dengan Kejadian Depresi (postpartum Kemudian dilihat dari sifat korelasi bersifat positif,
blues). maka hubungan dukungan instrumental dan kejadian
depresi (postpartum blues) pada ibu postpartum
Jenis Dukungan Nilai r Nilai p primipara bersifat searah. Kemudian dari hasil uji
Dukungan Keluarga 0,619 0,01 korelasi dukungan informatif dan kejadian depresi
(Total) (postpartum blues) pada ibu postpartum primipara
diperoleh nilai korelasi 0,000 (p < 0,05), dengan
Dukungan Emosional 0,471 0,023 demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
Dukungan penghargaan 0,293 0,175 hubungan antara dukungan informatif dan kejadian
depresi (postpartum blues) pada ibu postpartum
Dukungan Instrumental 0,917 0,000 primipara. Kemudian dilihat dari sifat korelasi bersifat
Dukungan Informatif 0,684 0,000 positif, maka hubungan dukungan informatif dan
kejadian depresi (postpartum blues) pada ibu post-
partum primipara bersifat searah.

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi (Postpartum Blues) pada Ibu Postpartum Primipara yang Telah....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
84 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Dari empat jenis dukungan keluarga, hanya Haws,S. 2007. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat.
dukungan penghargaan yang tidak memiliki hubungan Jakarta: EGC
signifikan dengan kejadian depresi (postpartum Kuntjoro, Zainuddin Sri. 2002. Dukungan Sosial
blues) pada ibu postpartum primipara. Sedangkan pada Lansia. http://www.e-psikologi.com/epsi/
dukungan emosional, dukungan instrumental, dan lanjutusia. Diakses 1 juni 2011
dukungan informatif memiliki hubungan signifikan
Leveno, dkk. 2009. Obstetri Williams: Panduan
dengan kejadian depresi (postpartum blues) pada
Ringkas. Jakarta: EGC
ibu postpartum primipara.
Mansur, H. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
KESIMPULAN
Nursalam, 2003. Back depression inventoryhttp://
Dukungan keluarga mengurangi kejadian depresi thecenterforcreativeevolution. pada tanggal 1
(postpartum blues) pada ibu primipara.Hasil analisis Agustus 2011 jam 19.00
uji korelasi Rank Spearmandidapatkan nilai rshitung Saryono. 2010. Depresi Pasca Persalinan:
sebesar 0,466 dengan nilai Signifikansi = 0,022, di Pedoman Lengkap Bagi Ibu yang akan atau
mana nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama
(0,022 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa Suherni, dkk. 2009. Perawatan masa nifas.
antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi Yogyakarta: Fitramaya
(postpartum blues) pada ibu postpartum primipara
Suhita,R. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi
yang terdapat hubungan yang signifikan (bermakna).
dukungan keluarga. Jakarta: EGC
Sylvia, D. 2006. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta:
SARAN
FKUI
1. Dengan keterbatasan penelitian ini maka untuk
penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pada
lingkup yang lebih luas serta tehnik pengambilan
data analisa yang lebih akurat sehingga lebih
sempurna dimasa yang akan datang.
2. Diharapkan keluarga lebih meningkatkan
dukungannya karena itu akan berpengaruh
terhadap kejadian depresi (postpartum blues)
pada ibu postpartum primipara.

KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktek. Ed. IV. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Ali, Zaidin. 2006. Pengantar Keperawatan
Keluarga. Jakarta: EGC
Bahiyatun. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas
Normal. Jakarta: EGC
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat: Edisi 2. Jakarta: EGC
Fatimah, Siti. 2009. Hubungan dukungan suami
dengan kejadian postpartum blues pada ibu
primipara di ruang Bugenvile RSUD Tugurejo
Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Forte, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan
Fisiologi Persalinan: Human Labor and
Brith. Yogyakarta: YEM

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 85

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN USIA PERTENGAHAN


MENJELANG PENSIUN TENTANG POST POWER SYNDROME
(Studi Deskriptif Di Banjar Buduk Kaja, Mengwi, Badung, Bali)

Yustina Ni Putu Yusniawati*


*Penulis, Mahasiswa S2 Keperawatan Universitas Brawijaya

Abstrak
Semakin mendekati usia tua periode usia madya semakin terasa menakutkan dilihat dari seluruh aspek
kehidupan, berhubungan dengan adanya perubahan jasmani dan mental. Fenomena yang ada di Banjar Buduk
Kaja, Mengwi, Badung, Bali yaitu bahwa usia pertengahan belum siap dan merasa takut dalam memasuki masa
pensiun serta tidak mengerti tentang gejala-gejala yang timbul ketika seseorang tidak lagi menduduki jabatan
dalam institusi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan tingkat pengetahuan usia pertengahan
menjelang pensiun di Banjar Buduk Kaja, Mengwi, Badung, Bali tentang post power syndrome. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang melibatkan satu variabel pengetahuan dimana populasi
penelitian ini adalah para usia pertengahan menjelang pensiun. Teknik pemilihan sampel dengan cara simple
random sampling dan jumlah sampel sebanyak 77 responden. Instrument yang digunakan adalah kuisioner
tentang post power syndrome. Setelah data terkumpulkan dilakukan editing, skoring, coding, dan tabulating,
kemudian dianalisa dengan analisis statistik deskriptif proporsi presentasi. Hasil penelitian menunjukan 45%
responden tingkat pengetahuan cukup, 34% responden tingkat pengetahuan baik, 21% responden tingkat
pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti menyarankan agar petugas Puskesmas
dapat memberikan pengetahuan post power syndrome pada semua warga usia pertengahan secara continue.

Kata Kunci: Pengetahuan, Post Power Syndrome

Abstract
Getting closer to old age ismore fearful when viewed from all aspects of life, dealing with the physical and
mental changes. Phenomena that exist in RW 07 Wonokromo subdistrict Wonokromo district Surabaya is
that a middle age person is not ready and feels fearful facing retirement period and does not understandabout
the symptoms of a person who does not have any position in an institution. The purpose of this study is
to identify the level knowledge of middle age in RW 07 subdistrict Wonokromo about post-power syndrome.
This is a descriptive study design and the study population is the middle age towards retirement. The
sampling technique used is a simple random sampling with the total sample of 77 respondents. Instrument
used was a questionnaire about post-power syndrome. Sampling was done by using simple random sampling
with a simple size of 77 responden. Data was collected by giving questionnaire about post power syndrome.
After the data was collected researcher made the editing, scoring, coding, and tabulating then analyzed
with descriptive statistical analysis of the proportion percentage. The results showed 45% of respondents
have a middle level, 34% of respondents either knowledge level, 21% of respondents have a small level.
Based on these resultsthe researchers suggested thatinvite Wonokromo health center staffin order to
introduceall existing activities in public health center Elderly to the middle age.

Keyword: Knowledge, Post Power Syndrome

PENDAHULUAN manusia (Hurlock, 1997). Misalnya sering merasa


ketakutan dalam memasuki masa pensiun. Ketakutan
Pada usia pertengahan, ditandai oleh adanya dalam memasuki masa pensiun ini merupakan suatu
perubahan-perubahan jasmani dan mental, biasanya penyakit yang sering disebut dengan post-power
terjadi penurunan kekuatan fisik sering pula diikuti syndrome (Yusuf, 2012). Maka seorang lanjut usia
oleh penurunan daya ingat. Diakui bahwa semakin harus diberikan persiapan untuk menghadapi masa
mendekati usia tua, periode usia madya semakin pensiun. Mereka yang sudah mempelajari jurus-
terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan jurus untuk menghadapi serangan post power

85Usia Pertengahan Menjelang Pensiun Tentang Post Power Syndrome


Gambaran Tingkat Pengetahuan
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
86 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

syndrome sejak semula, dapat menghadapi masa stress, depresi, ketidakbahagiaan, merasa kehilangan
pensiun dengan percaya diri (Yusuf, 2009). harga diri dan kehormatan (Rendro, 2010:298).
Fenomena yang ditemukan di Banjar Buduk Kaja, Melihat dampak yang ditimbulkan dari kurang
Mengwi, Badung, Bali adalah usia pertengahan pengetahuan usia pertengahan (middle age)
(middle age) menjelang pensiun mengungkapkan menjelang pensiun di Banjar Buduk Kaja, Mengwi,
bahwa mereka belum siap dan merasa takut dalam Badung, Bali mengenai masalah yang terjadi, maka
memasuki masa pensiun serta tidak mengerti tentang solusi yang ditawarkan peneliti adalah Puskesmas
gejala-gejala yang timbul ketika seseorang tidak lagi setempat dapat memberikan pengetahuan post power
menduduki jabatan dalam institusi tertentu misalnya syndrome pada semua warga usia pertengahan
adanya perubahan diri secara drastis, menjadi secara continue.
pemurung, menjadi cepat emosi, dan pemalu ketika
bertemu orang lain dan mengalami penurunan
METODE
kesehatan maupun cara pencegahannya serta tidak
pernah mendapatkan pelatihan persiapan dalam Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
menghadapi pensiun. deskriptif, dimana penelitian deskriptif bertujuan untuk
Pola pensiunan yang menunjukan aktivitas yang mendeskriptifkan (memaparkan) peristiwa-peristiwa
tinggi maka kepuasan hidupnya mencapai 80% jika urgen yang sedang terjadi pada masa kini (Nursalam,
tidak mempunyai aktivitas hanya mencapai 14% 2003:83). Pada penelitian ini, peneliti memaparkan
(Rendro, 2010). Berdasarkan survey awal yang pengetahuan (tahu) usia pertengahan (middle age)
dilakukan oleh peneliti pada Banjar Buduk Kaja, menjelang pensiun tentang post-power syndrome
Mengwi, Badung, Bali pada tanggal 29 November Banjar Buduk Kaja, Mengwi, Badung, Bali. Variabel
2016 pada 10 responden usia pertengahan (middle yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
age) menjelang pensiun dengan usia 40-60 tahun 9 tunggal yaitu Tingkat Pengetahuan Usia Pertengahan
orang mengatakan belum pernah mendengar tentang menjelang pensiun (tahu) Tentang post-power
post-power syndrome dan belum pernah diberikan syndrome.
penyuluhan beserta dengan cara pencegahannya, Popoulasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
1 orang mengatakan tidak mengetahui tentang 190 orang usia pertengahan yang akan memasuki
post-power syndrome beserta dengan cara masa pensiun di Banjar Buduk Kaja, Mengwi,
pencegahannya, tetapi pernah diberikan latihan untuk Badung, Bali yang memenuhi kriteria inklusi: bersedia
persiapan pensiun dikantor tempatnya bekerja. diteliti, usia pertengahan yaitu usia 50-58 tahun, bisa
Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku membaca dan menulis. Sample diambil dengan tehnik
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng simple random sampling dengan besar sampel 77
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh responden.
pengetahuan (Wawan, 2010). Pengetahuan yang Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30
baru pada seseorang akan menimbulkan respon November 2016 saat ada perkumpulan warga di
baik dalam bentuk sikap dan selanjutnya akan balai banjar ketika ada rapat bulanan. Pengumpulan
menimbulkan respon lebih jauh lagi yakni berupa data menggunakan kuisioner yang menilai gambaran
tindakan (Notoatmodjo, 2007). Mereka yang sudah pengetahuan yang dimiliki responden mengenai
memahami tentang post-power syndrome dan post-power syndrome. Analisis data dilakukan
mempersiapkan diri dengan memadai pasti tidak dengan penghitungan manual hasil kuisioner.
akan merasa takut. Post-power syndrome pun
tidak akan mempan karena orang-orang yang HASIL PENELITIAN
demikian sudah siap untuk menghadapinya (Yusuf,
2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi Tabel 1. Karakteristik Responden
pengetahuan seseorang meliputi pendidikan, Kriteria n %
pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan, Usia Responden
lingkungan sekitar, dan informasi (Mubarak, 2007). 50-52 27 35%
Kurang informasi mengakibatkan kurang 53-55 24 31%
pengetahuan pada usia pertengahan (middle age) 56-58 26 34%
Tingkat Pendidikan
menjelang pensiun tentang post-power syndrome SMP 12 16%
sehingga mereka akan mengalami gangguan SMA 43 56%
psikologis saat memasuki masa pensiun berupa PT 22 28%

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 87

PT 22 28%
Pekerjaan responden dengan pendidikan SMA memiliki pola
PNS 16 21% pemikiran dan daya tangkap yang sudah optimal
Swasta 61 79% dalam menerima suatu informasi yang baru sehingga
Mendapatkan Informasi untuk menjawab pertanyaan, mereka dapat
Pernah 7 9%
Tidak Pernah 77 91%
memahami dan menjawab pertanyaan tersebut.
Sumber Informasi Berdasarkan hasil penelitian responden yang
Media Cetak 4 57% tingkat pengetahuan kurang sebanyak 16 responden
Media Elektronik 2 29% (21%). Bila ditinjau dari segi informasi dari 16
Informasi Petugas Kesehatan 1 14%
responden tidak pernah mendapatkan informasi
tentang post power syndrome. Menurut Mubarak
Tabel 2. Diagram Tingkat Pengetahuan Responden (2011:83) kemudahan untuk memperoleh suatu
Tentang Post-Power Syndrome informasi dapat membantu mempercepat seseorang
untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Berdasarkan teori dan fakta ada ketidaksesuaian
dimana fakta tidak mendukung teori bahwa seseorang
yang tidak pernah mendapat informasi atau
pengetahuan baik dari media cetak, media elektronik
atau sumber informasi dari manapun, maka orang
tersebut tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam
hal ini yaitu tentang post power syndrome sehingga
mereka memiliki pengetahuan yang kurang tentang
post power syndrome.

Diagram di atas menunjukkan tingkat KESIMPULAN


pengetahuan usia pertengahan tentang post power
syndrome. Dari 77 responden didapatkan 35 Pada bab ini peneliti akan menyajikan simpulan
responden memiliki tingkat pengetahuan cukup, 26 dan saran dengan judul “Gambaran Tingkat
responden memiliki tingkat pengetahuan baik, 16 Pengetahuan Usia Pertengahan tentang Post Power
responden memiliki tingkat pengetahuan kurang. Syndrome di Banjar Buduk Kaja, Mengwi, Badung,
Bali yang dilaksanakan pada tanggal 30 November
2016.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisa
Setelah dilakukan analisa pada data maka data maka dapat di simpulkan bahwa 26 (34%)
penelitian membahas tentang tingkat pengetahuan. responden berpengetahuan baik, 35 (45%) responden
Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 77 responden responden berpengetahuan cukup, 16 (21%)
diperolah hasil sebanyak 35 responden (45%) yang berpengetahuan kurang.
memiliki pengetahuan cukup, 26 responden (21%)
memiliki tingkat pengetahuan baik, dan 16 responden
SARAN
(34%) memiliki tingkat pengetahuan kurang.
Dilihat dari data demografi pendidikan Melihat masih banyaknya responden yang
didapatkan 61 responden yang memiliki tingkat memiliki tingkat pengetahuan baik dan cukup tentang
pengetahuan yang baik dan cukup, terdapat 52 Post Power Syndrome di Banjar Buduk Kaja,
responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA Mengwi, Badung, Bali, maka diharapkan agar
dan Perguruan Tinggi. Pendidikan SMA 30 responden petugas puskesmas dapat memberikan pengetahuan
(39%) dan yang memiliki pendidikan Perguruan post power syndrome pada semua warga usia
Tinggi 22 responden (28%). Menurut Mubarak pertengahan secara continue.
(2011:83) tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka KEPUSTAKAAN
menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak
pula pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian:
fakta yang diperoleh peneliti dan teori yang ada Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
didapatkan kesesuian antara fakta dan teori, dimana Cipta.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Usia Pertengahan Menjelang Pensiun Tentang Post Power Syndrome
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
88 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Hidayat A. Aziz Alimul. 2009. Metodologi


Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, B. Elisabeth. 1980. Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Alih
Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. 1997.
Jakarta: Erlangga.
Mubarak, Wahid Iqbal dkk. 2007. Promosi Kesehatan:
Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar
Dalam Pendidikan Edisi Pertama.
Yogyakarta:Graha Ilmu.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.
__________________. 2010. Ilmu perilaku
Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.
__________________.2007.Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta: RinekaCipta.
__________________.2005.Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi Tiga.
Jakarta: Salemba Medika.
Purwanto, Heri. 1994. Pengantar Statistik
Keperawatan. Jakarta: ECG.
Potter, Perry. 1997. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi
Empat. Alih Bahasa: Asih Yasmin. 2005. Jakarta:
EGC.
Rendro, DS (Ed). 2010. Beyond Borders:
Comunication Modernity & History. STIKOM
The London School of Public Relations.
Sadarjoen, Supardi Sawitri. 2005. Jiwa yang rentan.
Jakarta: Kompas.
Setiadi.2013. Riset Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba.
__________.2007.Konsep dan Praktik Penulisan
Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 89

PROGRAM KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA MELALUI


PSIKOEDUKASI PADA PALANG MERAH REMAJA
MADYA UNIT MTs NURUL HUDA BANTUR

Ahmad Guntur Alfianto


No.hp 085730899217; email: ahmad_guntur30@yahoo.co.id
Program Studi Megister Keperawatan Peminatan keperawatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Abstrak
Bencana gempa bumi merupakan bencana alam yang membawa jumlah korban paling banyak daripada bencana
alam lain di dunia. Salah satu kegiatan pengurangan risiko bencana sebelum bencana alam adalah kegiatan
pelatihan kesiapsiagaan bencana. psikoedukasi merupakan metode pendidikan life skill dapat mendorong
proses pelatihan keterampilan hingga membuat peserta belajar secara kooperatif, memperluas penalaran,
keterampilan hidup, mempersiapkan peserta untuk menghadapi perubahan hidup yang terus-menerus. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh psikoedukasi terhadap kesiapsiagaan bencana
gempa pada Palang Merah Remaja (PMR) Madya unit MTs Nurul Huda Bantur. Penelitian ini menggunakan
pre experiment desing dengan pretest dan posttest tanpa kelompok kontrol. Sampel yang digunakan untuk
dalam penelitian ini adalah anggota PMR Madya unit MTs Nurul Huda Bantur berjumlah 20 peserta. Teknik
yang digunakan non probability sampling yaitu total sampling. Analisis yang digunakan adalah uji wilcoxon
match pairs test dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan dan bermakna
antara psikoedukasi dan keseiapsiagaan bencan gempa pada PMR Madya unit MTs Nurul Huda (p value
= 0,003). Psikoedukasi dapat meningkatkan kesiapsiagaan bencana gempa pada PMR Madya Unit MTs Nurul
Huda. Saran penelitian dapat dikembangkan pada are komunitas, jiwa dan gawat darurat sehingga perawat
memberikan pelatihan life skill pada masyarakat tantang keterampilan yang dipergunakan dalam upaya
pengurangan resiko bencana pada masyarakat.

Kata kunci: Psikoedukasi, kesiapsiagaan bencana gempa, Palang merah remaja Madya

Abstract
The earthquake is a natural disaster that brought the number of victims of natural disasters than most others
in the world. One disaster risk reduction activities before the natural disaster is a disaster preparedness
training activities. Psycho education is a method of life skill education to encourage the process of skills
training to enable participants to learn cooperatively, expand reasoning, life skills, prepares participants
to deal with life changes constantly. The purpose of this study was to identify the influence of
psycho-education on disaster preparedness for earthquake at Youth Red Cross (PMR) Madya in MTs Nurul
Huda Bantur. This study uses pre experiment design with pre-test and post-test experiment without a control
group. The samples used for this study are the members of Youth Red Cross at MTs Nurul Huda Bantur, about
20 participants. The technique used non-probability sampling is total sampling. The analysis used is
Wilcoxon test that is match pairs test and the test results showed that there was a very significant influence
and meaningful between psycho education and disaster preparedness for earthquake at PMR Madya of MTs
Nurul Huda (p value = 0.003). Psycho education can improve disaster preparedness for earthquake at
Youth Red Cross of MTs Nurul Huda. Suggestions of research can be developed in the community, the soul
and for the emergency so that the nurses can give the life skill training activities About the skills that are
used in disaster risk reduction efforts on society.

Keywords: psycho-education, disaster preparedness, earthquake, Youth Red Cross of MTs Nurul Huda Bantur

PENDAHULUAN satu kabupaten yang berada di Wilayah Jawa timur


Wilayah selatan Jawa timur merupakan wilayah bagian selatan yang memiliki klasifikasi tinggi
yang sangat rentan terhadap gempa dibandingankan terhadap bencana gempa bumi tektonik, dan
wilayah lainya. Kabupaten Malang merupakan salah menempati urutan ranking ke-60 tingkat nasional,

89 pada Palang Merah Remaja Madya Unit MTs Nurul Huda Bantur
Program Kesiapsiagaan Bencana Gempa Melalui Psikoedukasi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
90 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

dikarenakan wilayah tersebut menghadap langsung kesiapsiagaan bencana gempa pada PMR Madya
Samudra Hindia (BNPB, 2011). Salah satu Unit MTs Nurul Huda.
kecamatan yang berada di wilayah kabupaten
Malang selatan yang memiliki rawan akan terjadinya METODE
gempa tektonik adalah kecamatan Bantur.
Berdasarkan peta geologi dan hasil intepretasi data Desain penelitian yang dilakukan adalah
gaya berat menunjukkan hasil lokasi yang penelitian pre experimental design dengan rancangan
bersesuaian serta daya dukung bantuan pada jalur one group pretest and posttest. Rancangan ini
tersebut relatif lebih rendah sehingga jalur tersebut menggunakan kuesioner kesiapsiagaan bencana gempa
bersifat labil dan rawan gempa (BAPPEDA, 2010). sebelum perlaukaun atau pretest (X 1 ) dan
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan sesudanhnya perlakuan diberikan kuesioner yang
oleh peneliti pada Palang merah remaja (PMR) sama yaitu kesiapsiagaan bencana gempa atau posttest
Madya unit MTs Nurul Huda Bantur, di dapatkan (X2). Populasi dalam penelitian ini adalah Anggota
data bahwa lokasi MTs Nurul Huda memiliki jarak PMR Madya Unit MTs Nurul Huda yaitu sebanyak
±5 km dari pesisir pantai selatan pulau Jawa, siswa 20 siswa yang mengikuti PMR Madya unit MTs
tidak pernah mendapatkan pelatihan kebencanaan Nurul Huda. Sedangkan sampel yang digunakan
selain itu 20 anggota yang mengikuti kegiatan PMR, sebanyak 20 siswa yang menigkuti PMR Madya unit
51,4% memiliki tingkat kesiapsiagaan kurang siap, MTs Nurul Huda. Sampling yang digunakan dalam
34,3% memiliki tingkat kesiapsiagaan hampir siap, penelitian ini adalah menggunakan Pendekatan teknik
8,6% memiliki tingakat kesiapsiagaan siap, dan 5,7% non probability sampling yang digunakan yaitu
memiliki tingkat kesiapsiagaan belum siap. secara total sampling.
Rendahnya kesiapsiagaan terhadap bencana
terutama disebabkan kurangnya pengetahuan HASIL PENELITIAN
tentang bencana dan dampak yang ditimbulkannya.
Kegiatan pendidikan tentang kesiapsiagaan terhadap Tabel 1. Karakteristik responden
bencana menjadi sangat penting dan urgent agar Data Umum Frekuensi Persentase
dapat mengurangi resiko bencana (Hidayati, 2008). (orang) (%)
Upaya terkait penangana bencana gempa tersebut a. Jenis kelamin
1. laki-laki 7 35
salah satunya adalah dengan kegiatan prabencana.
2.Perempuan 13 65
Langkah-langkah prabencana yang digunakan Total 20 100
adalah kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, saat b. umur
bencana antara lain bantuan dan rehabilitasi, dan 1. 13 tahun 2 10
setelah bencana adalah rekonstruksi (Mulyadi et 2. 14 tahun 15 75
3. 15 tahun 3 15
al, 2009). 4. 16 tahun 0 0
Kegiatan prabencana merupakan salah satu Total 20 100
kegiatan yang utama dalam menghadapi bencana Sumber: Data Primer, 2015
salah satunya dengan kegiatran kesiapsiagaan.
Berdasarkan tabel 1 didapatkan data bahwa
Kegiatan kesiapsiagaan dapat berupa Pelatihan dan
pendidikan kesiapsiagaan bencana termasuk dalam karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
kegiatan upaya mengurangi resiko bencana (Mulyadi, dapat diklasifikasikan dalam kategori laki-laki dan
et al, 2008). Selain itu juga Beberapa jenis intervensi perempuan. Data menunjukkan bahwa presentase
awal dalam bahaya bencana adalah: intervensi krisis, tertinggi adalah responden dari kategori jenis kelamin
psikoedukasi dan psychological first aid (Bordeianu, perempuan sebanyak 65% (13 orang).
2006). Dari beberapa jenis intervensi tersebut, Distribusi karakteristik umur dikalsifikasikan
peneliti menggunakan psikoedukasi sebagai intervensi dalam kategori umur 13, 14, 15 dan 16. Data
untuk dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap menunjukkan bahwa presentase tertinggi adalah
bencana pada siswa di sekolah. responden dari kategori umur 14 tahun sebanyak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi 75% (15 orang) dan persentase terendah adalah
pengaruh psikoedukasi terhadap kesiapsiagaan umur 13 tahun sebnyak 10% (2 orang).
bencana gempa pada PMR Madya unit MTs Tabel 2 menunujukkan bahwa mayoritas
Nurul Huda. Dengan Hipotesis penelitian ini responden yakni 45% (9 orang) sebelum intervensi
adalah terdapat pengaruh psikoedukasi terhadap psikoedukasi berada dalam kategori kesiapsiagaan

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 91

terhadap bencana gempa hampir siap. Responden Hasil penelitian didapatkan nilai uji wilcoxon
dengan prosentase 15% (3 orang) berada dalam match pairs test didapatkan dari tabel 4 adalah p
katagori kesiapsiagaan terhadap bencana gempa value 0,003. Pengambilan keputusan dilakukan
belum siap dan responden dengan keadaan sangat dengan melihat derajat kemaknaan (α = 0,05) dan
siap sebnyak 0% (0 orang). karena p value < 0,05 dan 0,001 α p < 0,01 berarti
memiliki nilai sangat bermakna. Kesimpulan dari
Tabel 2. Distribusi kesiapsiagaan bencana gempa pernyataan tersebut adalah H0 ditolak dan
pada responden sebelum diberikan membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang
psikoedukasi pada PMR Madya unit sangat bermakna antara psikoedukasi terhadap
MTs Nurul Huda kesiapsiagaan bencana gempa pada PMR Madya
Kesiapsiagaan Frekuensi Persentase (%) unit MTs Nurul Huda
Bencana Gempa (Orang)
Sangat siap 0 0
Siap 2 10
PEMBAHASAN
Hampir siap 9 45
Kesiapsiagaan adalah upaya-upaya penggunaan
Kurang siap 6 30
kemampuan untuk secara tepat dan cepat merespon
Belum siap 3 15
Total 20 100
bencana. Upaya ini bisa dilakukan oleh pemerintah,
kelompok masyarakat, keluaraga, hingga diri sendiri
Sumber: Data Primer, 2015
(Mulyadi et al, 2008). LIPI (2006) menyebutkan
lima faktor kritis yang disepakati sebagai parameter
Tabel 3. Distribusi frekuensi kesiapsiagaan bencana
untuk mengukur kesiapsiagaan sekolah untuk
gempa pada responden setelah diberikan
mengatasi bencana alam khususnya gempa bumi
psikoedukasi pada PMR Madya unit MTs
dan tsunami diantaranya adalah Pengetahuan dan
Nurul Huda
sikap terhadap resiko bencana, Kebijakan atau
Kesiapsiagaan Frekuensi Persentase (%) panduan sekolah untuk kesiapsiagaan, Rencana
Bencana Gempa (Orang)
Sangat siap 2 10
tanggap darurat, system peringatan dini, Mobilisasi
Siap 2 10 sumberdaya. Penelitian kali ini peneliti menggunakan
Hampir siap 9 45 4 faktor keritis dalam upaya kesiapsiagaan pada
Kurang siap 7 35
Belum siap 0 0
siswa yaitu pengathuan dan sikap terhadap resiko
Total 20 100 bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini
Sumber: Data Primer, 2015
dan mobilisasi sumber daya.
Hidayati (2008) menyatakan kesiapsiagaan yang
Tabel 3 menunjukkan Responden dengan rendah terutama disebabkan kurangnya pengetahuan
persentase 45% (9 orang) berada dalam katagori tentang bencana dan dampak yang ditimbulkan,
kesiapsiagaan bencana gempa hampir siap, sehingga menjadi dasar perlunya pendidikan
sedangkan yang termasuk dalam kategori kesiapsiagaan bencan agar dapat mengurangi resiko
kesiapsiagaan bencana gempa sangat siap sebanyak bencan. Kesiapsiagaan yang rendah dikarnakan
10% (2 orang) dan responden yang belum siap persepsi dan kurangnya pengetahuan dan sikap
menjadi 0 % (0 orang) pada masyarakat. Nilai kesiapsiagaan bencan juga
Tabel 4. Perbandingan kesiapsiagaan terhadap gempa dilihat pada cara sekolah atau dukungan sekolah
pada PMR Madya unit MTs Nurul Huda dalam memeperkenalkan dan mempromosikan
sebelum dan setelah intervensi menggunakan pengurangan resiko bencana (Gijzen dalam Mulyadi,
psikoedukasi di MTs Nurul Huda et al. 2009). Dukungan Sekolah termasuk dalam
upaya berperan aktif dan tanggap dalam pengurangan
Kesiapsiagaan Sebelum Setelah P
Terhadap Psikoedukasi Psikoedukasi Value
resiko bencana dengan menjadikan kesiapsiagaan
Bencana Gempa f % f % bencana sebagai komponen dalam system
Sangat siap 0 0 2 10 pendidikan, sehingga perlu adanya pendidikan
Siap 2 10 2 10 kesehatan yang berupaya meningkatkan
Hampir siap 9 45 9 45 0,003
kesiapsiagaan bencan gempa dan tsunami.
Kurang siap 6 30 7 35
Belum siap 3 15 0 0 Faktor selanjutnya yang berperan dalam
Total 20 100 20 100 kesiapsaigaan adalah usia. Huda, et al (2008) pada
Sumber: Data Primer 2015 kejadian bencana seorang remaja akan mengalami

Program Kesiapsiagaan Bencana Gempa Melalui Psikoedukasi pada Palang Merah Remaja Madya Unit MTs Nurul Huda Bantur
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
92 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

reaksi emotif, kognitif, dan somatik. Reaksi emotif dan 0% sangan siap (tidak ada). Sedangkan hasil
biasanya muncul antara lain terkejut, takut, cemas, penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa responden
marah, menyesal, dan tidak berdaya atau kehilangan setelah mendapatkan intervensi psikoedukasi
rasa gembira dan kasih sayang. Rasa kognitif sering menunjukkan Responden dengan persentase 45% (9
muncul rasa bingung tidak mampu mengambil orang) berada dalam katagori kesiapsiagaan bencana
keputusan, tidak bisa konsentrasi, menghindari hal- gempa hampir siap, sedangkan yang termasuk dalam
hal yang dapat meningkatkan pada pristiwa kategori kesiapsiagaan bencana gempa sangat siap
traumatik. Sedangkan, rasa somatik biasanya muncul sebanyak 10% (2 orang) dan responden yang belum
denyut jantung sangat cepat, sulit tidur dan tekana siap menjadi 0 % (0 orang).
darah naik turun. Hasil tabel 4 menunjukkan perbandingan
Jenis kalimn merupakan faktor yang dapat responden kesiapsiagaan bencana gempa pada
mempengaruhi rendahnya suatu kesipasigaan palang merah remaja sebelum dan setelah intervensi
bencana. Enarson and Chakrabarti (2009) psikoedukasi. Jumlah responden yang mengalami
menyatakan bahwa perempuan berada dalam posisi peningkatan hasil kesiapsiagaan gempa setelah
yang lebih rentan terhadap bencana melalui peran intervensi psikoedukasi adalah sebanyak 9 orang,
sosial yang dibangun oleh masyarakat. Perempuan sedangkan responden yang tetap pada kesiapsiagaan
memiliki lebih sedikit akses ke sumberdaya, seperti: gempa sebelum dan setelah intervensi psikoedukasi
jaringan sosial, transportasi, informasi, keterampilan adalah 11 orang, dan tidak terdapat responden yang
(termasuk didalamnya melek huruf), kontrol mengalami penurunan dari kesiapsiagaan gempa.
sumberdaya alam dan ekonomi, mobilitas individu, Kesiapsiagaan bencana sebelum diberikan
jaminan tempat tinggal dan pekerjaan, bebas dari intervensi hampir memiliki nilai hampir siap sebanyak
kekerasan, dan memegang kendali atas pengambilan 45% (9 orang dan belum siap 15% (3 oarang).
keputusan. Dikarenakan sekolah belum melakukan kebijakan
Komunitas sekolah termasuk dalam kelompok atau dukungan yang berkaitan dengan menejemen
masyarakat rentan yang tingkat kesiapsiagaan bencana, selain itu responden tidak pernah
masih minim (Mulyadi, et al, 2009). Kegiatan mendapatkan pelatihan tentang kebencanaan. Palang
ekstarakurikuler sekolah sebagai sarana penambah merah remaja adalah salah satu ekstrakurikuler
soft skill tentang materi kesiapsiagaan bencana disekolah yang mengembangkan kurikulum tentang
adalah kegiatan palang merah remaja. Palang merah siaga bencana. Faktor yang menyebabkan responden
remaja madya adalah termasuk dalam relawan yang tidak mendapatkan materi siaga bencana antara lain
memilki umur antara 13-15 tahun (susilo, juliati, et tidak memilki referensi baku yang di keluarkan
al. 2007). Susiolo, Juliati, et al. (2007) menyatakan Palang merah Indonesia (PMI), responden tidak
Palang merah Indonesia salah satu organisasi memilki pelatih tetap yang terkualifikasi dalam hal
kemanusiaan yang membawahi bidang pengkaderan ini spesialisasi bencana. Selain itu responden
palang merah remaja memiliki kegiatan tugas mempelajari materi-materi kepalang merahan
kemanusian dan sebagai upaya dalam peningkatan kurikulum lama yang berpedoman pada pertolongan
kesiapsiagaan bencana. Kegiatan upaya prabencana pertama dan perawatan keluarga.
adalah dengan melakukan pelatihan dan pendidikan Peneliti menganalisis poin pertanyaan kuesioner
kesiapsaigaan bencana. Salah satu metode pendidikan kesiapsiagaan bencana dan diapatkan Distribusi pada
yang bisa disampaikan dalam kelompok remaja 4 paramter kesiapsiagaan yang memiliki nilai rata-
adalah melalui psikoedukasi. Psikoedukasi dapat rata poin terendah adalah pada disitribusi tanggap
Melatih orang mempelajari keterampilan hidup, yaitu darurat dengan poin 2,10 dari total poin 4 setiap
usaha membantu klien mengembangkan aneka pertanyaan sebleum intervensi psikoedukasi. Setelah
keterampilan hidup lewat berbagai kegiatan diberikan intervensi psikoedukasi paramter tanggap
program yang berstruktur yang diselenggarakan darurat memiliki peningkatan poin rata-rata yaitu 2,
berbasis kelompok. (Nelson dan Jones dalam 13 dari total poin 4 setiap pertanyaan.
Supratiknya, 2008) Parameter tanggap darurat memiliki nilai rata-
Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan rata terendah sebelum diberikan intervensi
bahwa responden sebelum mendapatkan intervensi psikoedukasi dan setelah pemberian intervensi
psikoedukasi tentang kesiapsiagaan bencan gempa psikoedukasi, dikarnakan beberapa faktor antara lain
sebagian besar memiliki kesiapsiagaan hampir siap jumlah pertanyaan yang memiliki bobot terbanyak
sebanyak 45% (9 orang), belum siap 15% (3 orang) dibandingkan dengan 3 parameter kesiapsiagaan

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 93

lainnya, pertanyaan dalam parameter tanggap darurat gawat darurat sehingga perawat memberikan
terdapat pertanyaan model analisis sehingga responden pelatihan life skill pada masyarakat tantang
perlu menganalisa pertanyaan dalam setiap jawaban. keterampilan yang dipergunakan dalam upaya
Rencana tanggap darurat menjadi penting dalam pengurangan resiko bencana pada masyarakat.
kesiapsiagaan terutama berkaitan dengan pertolongan
dan penyelamatan, agar korban bencana dapat KEPUSTAKAAN
diminimalkan. Selain itu rencana tanggap darurat
harus diupayakan selain pertolongan dan penyelamatan Badan Penanggulangan Benacan Nasional (BNPB).
antara lain dengan melakukan merencanakan evakuasi, (2011). Jakarta Indeks rawan bencana:
kebutuhan dasar, peralatan dan perlengkapan serta BNPB
fasilitas-fasilitas penting seperti rumahsakit, pemadam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
kebakaran, polisi, PLN dll (LIPI, 2006). Kabupaten Malang. (2010). Rencana Tata
Intervensi psikoedukasi dalam penelitin ini Ruang Wilayah Kabupaten Malang 2009-
memilki nilai berpengaruh sangat bermakna dengan 2020. Kabupaten Malang : BAPPEDA
didapatkan p value 0,003. Nelson dan Jones (dalam Kabupaten Malang
Supratiknya, 2008) menyatakan bahwa dengan Bordeianu, A. M. (2006). Psychological aspects
metode psikoedukasi dapat melatih orang mempelajari of disasters and natural calamities –
keterampilan hidup, yaitu usaha membantu klien Romanian disasters in 2005, 2006. XXIII
mengembangkan aneka keterampilan hidup lewat FIG Congress and Intergeo 2006.
berbagai kegiatan program yang berstruktur yang Enarson, E and P.G.Dhar Chakrabarti. (2009). Women
diselenggarakan berbasis kelompok dan Memberikan Gender and Disaster Global Issues and
pendidikan tentang psikologi kepada publik, pendidikan Initiatives. India: Sage Publications Pvt.Ltd
kepada masyarakat luas tentang konsep atau Huda, Sultonul, at al. (2008). Panduan bagi
keterampilan psikologis yang berguna untuk guru sekolah/pesantren kesiapsiagaan
menghadapi masalah kehidupan. Penelitaian yang menghadapi bencana dilingkungan sekolah.
dilakukan oleh Elvana tahun (2013). Jakarta: CBDRM-NU
Pelaksanaan program kesiapsiagaan terhadap Lembaga ilmu pengethuan Indonesia (LIPI). (2006).
bencana gempa pada PMR Madya Unit MTs Nurul Kajian kesiapsiagaan masyarakat dalam
Huda membutuhkan juga support system dari pihak- mengantisipasi bencana gempa bumi dan
pihak lain seperti Kepala sekolah, dewan guru, tsunami di Indonesia. Jakarta: LIPI
Komite Sekolah, organisasi-organisasi siswa yang
Mulyadi, Asep, et al. (2008). Ayo siaga bencana
ada di sekolah, tim fasilitator Siaga Bencana serta
palang merah remaja madya. Jakarta: PMI
Yayasan sekolah (Yayasan Islam Nurul Huda).
Pusat
Selian itu untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana
gempa perlu adanya advokasi dari pihak sekolah Mulyadi, T., et al. (2009). Cerita dari Maumere
dan kebijakan yayasan sekolah. Keterlibatan sekolah membangun sekolah siaga bencana. Jakarta:
dan yayasan ini menjadi sangat penting terutama LIPI.
dalam hal pengembangan kegiatan kesiapsiagaan Supratiknya, A. (2008). Psikoedukasi: merancang
terhadap bencana selanjutnya. program dan modul. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma Press
KESIMPULAN Susiolo, Juliati, et al. (2007). Manjemen Palang
Merah Remaja. Jakarta: PMI Pusat
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
dapat dismpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
psikoedukasi terhadap kesiapsiagaan bencana gempa
pada palang merah remaja (PMR) madya unit MTs
Nurul Huda dengan p value= 0,003.

SARAN
Saran dari penelitan ini adalah dapat
dikembangkan pada area komunitas, jiwa dan

Program Kesiapsiagaan Bencana Gempa Melalui Psikoedukasi pada Palang Merah Remaja Madya Unit MTs Nurul Huda Bantur
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
94 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PERBEDAAN PANDANGAN REMAJA TERHADAP PERILAKU


SEKSUAL PRANIKAH DI KELAS X DAN XI SMA KATOLIK
THEODORUS KELURAHAN BIGA KECAMATAN
KOTAMOBAGU UTARA KOTA KOTAMOBAGU
PROPINSI SULAWESI UTARA

Angela Laka*, Julianus Ake**, Odi Pinontoan***


* Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
** Stikes Graha Edukasi Makassar
***Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado

Abstrak
Remaja merupakan generasi yang disiapkan untuk menjadi penerus-penerus bangsa yang akan meningkatkan
mutu dan kualitas negara. Dalam hal ini perlu diperhatikan mengenai perilaku seksual pranikah yang marak
terjadi di kalangan remaja. Remaja memiliki pandangan sendiri mengenai perilaku seksual pranikah. Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan pandangan remaja terhadap perilaku seksual
pranikah di kelas X dan XI SMA Katolik Theodorus Kotamobagu. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional dan menggunakan teknik sampel acak
sederhana yaitu dengan cara mengundi sampel dari kelas X yang berjumlah 62 siswa dan kelas XI yang
berjumlah 78 yaitu sebanyak 104remaja/siswa. Analisis bivariat dengan menggunakan uji T-Test Dua Sampel
Independen dengan Uji Mann-Whitney (Uji Non Parametik) untukmembedakan pandangan kelas X dan kelas
XI terhadap perilaku seksual pranikah dengan nilai kemaknaan α = 0,05.Hasil analisis menunjukkan bahwa
bahwa rata-rata pandangan remaja kelas X terhadap perilaku seksual pranikah adalah 50, 50 dan rata-rata
pandangan remaja kelas XI terhadap perilaku seksual pranikah adalah 54, 50. Berdasarkan uji tes statistik
diperoleh hasil dengan nilai signifikan (2-tailed) = 0,042. Dengan tingkat kepercayaan α = 0.05 berarti antara
kelas X dan kelas XI memiliki pandangan yang berbeda terhadap perilaku seksual pranikah dilihat dari
pengetahuan masing-masing kelas dan perilaku masing-masing kelas. Disimpulkan bahwa adanya perbedaan
pandangan antara remaja kelas X dan kelas XI SMA Katolik Theodorus Kotamobagu terhadap perilaku seksual
pranikah.

Kata Kunci : Remaja SMA, Perilaku Seksual Pranikah, PandanganRemaja.

Abstract
Teenager is the generation whois prepared for the future of nation that will takes over the responsibility
of the nation quality for the next. And the important thing that has to be attended is premarital sexual
behavior that been a hot issues now among them.Sometime they have their own perspective about
premarital sexual behavior. This research has done to know the deference point of view about it between
X and XI classes of the school. The method that was used in this research was descriptive with cross
sectional approach and also use the simple random technique sampling which was by raffle withsamples
totaling 62 for the X and 78 for the XI class and it was amount 104 students. Bivariate analysis using two
independent T-Test samples with the Mann-Whitney test (nonparametik test) to distinguish the views of class
X and XI about premarital sexual behavior with the significance value α = 0.05. The analysis result has
shown that average view of the X class about premarital sexual behavior is 50.50 and the average of the
XI class is 54.50. It was based on the statistic test was found the result with the significant point (2 tailed)
= 0.042, with the confidence level α = 0.05. It mean between X class and XI class there were the deferent
point of view about premarital sexual behavior, seem from their own knowledge and the behavior of each
class. It came to the conclusion thatthere were the deference point of view between X and XI class about
premarital sexual behavior.

Keywords: Adolescentsin high school,premarital sexual behavior,Teenagersview.

94 17 Desember 2016
Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 95

PENDAHULUAN perempuan berumur antara 15-19 tahun melakukan


hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan
Data demografi menunjukkan bahwa remaja jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual
merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. sebanyak dua kali lipat daripada perempuan
Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari (Pangkahila, 2004).
penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun
Penelitian tentang seksualitas remaja pada
dan sekitar 900 juta berada di negara sedang
beberapa kota di Indonesia pun memperlihatkan
berkembang. Data demografi Amerika Serikat pada
kondisi yang sangat memprihatinkan. Sarwono (1991)
tahun 1990 menunjukkan jumlah remaja berumur
dalam population raport 1985 menunjukkan bahwa
10-19 tahun sekitar 15% populasinya. Di Asia Pasifik
1-25% remaja Indonesia telah melakukan hubungan
dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk
seks pranikah. Laporan dari jurnal ESCAP pada
dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun.
tahun 1992 menunjukkan bahwa di Indonesia satu
Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999)
dari lima perempuan yang statusnya menikah dan
kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%,
berusia 20-24 tahun melahirkan anak pertama yang
yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1%
merupakan buah dari hubungan seksual sebelum
remaja perempuan (Nancy, 2002), (Soetjiningsih,
menikah (Saifuddin dan Hidayana, 1999). Survei
2004).
terhadap perilaku seksual remaja di Jakarta yang
Masa remaja adalah suatu tahap dengan diadakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan
perubahan cepat dan penuh tantangan yang sulit. Universitas Indonesia (PPK-UI) menunjukkan
Berbagai tantangan ini kadang-kadang sulit diatasi bahwa 2,8% pelajar SMA wanita dan 7% dari
sebab secara fisik walaupun sudah dewasa namun pelajar SMA pria melaporkan adanya gejala-gejala
secara psikologis belum tentu. Kejadian serupa tidak penyakit menular seksual (Utomo dkk, 1998). Sebuah
jarang terjadi di berbagai negara termasuk penelitian di Malang dan Manado, serta sebuah
Indonesia (Pangkahila dalam Soetjiningsih tahun penelitian di Bali menunjukkan bahwa 26% dan
2004). Pada masa remaja, orang mulai belajar 29% anak muda berusia 20 sampai 24 tahun telah
mengenal hal-hal baru yang ada di dunia ini, keluar aktif seksual (Iskandar, 1998). Sementara itu hasil
dari lingkungannya menuju ke lingkungan yang lebih penelitian di Bali yang dilakukan oleh Soetjipto dan
luas serta melakukan dan mencoba banyak hal Faturochman (1989), menunjukkan bahwa persentase
dalam pergaulannya. Apalagi dalam dunia yang remaja laki-laki dan perempuan di desa dan kota
semakin modern ini, generasi muda pun semakin yang telah melakukan hubungan seks sebelum
berkembang, baik itu pergaulannya maupun cara menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5%.
berpikirnya. Dengan perkembangan ini malah para (Taufik,2005)
remaja bisa terjerumus dalam pergaulan dan cara Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Martina
berpikir yang salah. Kecenderungan mereka Evlyn R.H dan Dewi Elizadiaani Suza tahun 2006
mengenal kebutuhan-kebutuhan menjadi kekuatiran tentang Hubungan Antara Persepsi tentang Seks
terutama kebutuhan fisik dan belajar mengenai hal dan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 3
yang berkaitan dengan seks, karena masalah seks Medan menunjukkan bahwa persepsi tentang seks
merupakan hal yang menjadi topik utama dan sesuatu memiliki hubungan yang signifikan terhadap
yang ingin diketahui lebih dalam oleh para remaja. pengetahuan seksual remaja di SMA Negeri 3
Sebagian kelompok remaja mengalami Medan dengan nilai korelasi Spearman (p) sebesar
kebingungan untuk memahami tentang apa yang 0.196. Dari hasil analisa statistik juga diperoleh nilai
boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, signifikansi (p) sebesar 0.016, (α < 0.05). Ini berarti
antara lain boleh atau tidaknya pacaran, melakukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa persepsi tentang seks dengan pengetahuan seksual
kenyataan-kenyaatan membingungkan antara apa remaja di SMA Negeri 3 Medan. Selain itu, hasil
saja yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi tentang
dilakukan. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu seks tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap
perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan tindakan (praktik) seksual remaja di SMA Negeri 3
remaja. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% Medan dengan nilai korelasi Spearman (p) sebesar
perempuan melakukan hubungan seksual selama -0.14. Dari analisa statistik juga diperoleh nilai
masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai signifikansi (p) sebesar 0.868, (α > 0.05) yang
empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% berarti bahwa hubungan tidak signifikan antara

Perbedaan Pandangan Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah di Kelas X dan XI SMA Katolik Theodorus Kelurahan Biga Kecamatan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
96 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

persepsi tentang seks dengan tindakan (praktek) 62 siswa kelas X dan 78 siswa kelas XI dan sampel
seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan. yang akan diambil dari kelas X yang berjumlah 62
Perilaku seksual di kalangan remaja sudah marak siswa dan kelas XI yang berjumlah 78 yaitu sebanyak
dibicarakan. Begitupun di daerah Kota Kotamobagu. 104 remaja/siswa. Untuk kelas X yang terdiri dari
Disana juga banyak isu-isu yang beredar bahwa kelas A yang berjumlah 32 siswa dan kelas B yang
para remaja sudah cukup banyak telah terlibat berjumlah 30 siswa diambil 52 siswa. Masing-masing
dalam perilaku seksual tersebut yang mengakibatkan dari kelas A dan kelas B dikurangi 5 siswa untuk
si remaja putri hamil dan akhirnya harus memutuskan tidak diikutsertakan sebagai responden. Untuk kelas
untuk berhenti sekolah ataupun si remaja pria yang XI yang terdiri dari kelas IPA yang berjumlah 28
harus bertanggung jawab dan akhirnya juga siswa, kelas IPS yang berjumlah 32 siswa dan kelas
memutuskan untuk berhenti sekolah. Ataupun sering Bahasa yang berjumlah 18 siswa diambil 52 siswa.
juga terdengar isu bahwa para remaja mulai Kelas IPA dan IPS masing-masing dikurangi 9
menggunakan waktu sekolah untuk pacaran, dan siswa dan kelas Bahasa dikurangi 8 siswa untuk
tidak jarang juga ada yang melakukan hal-hal atau tidak diikutsertakan sebagai responden penelitian.
tindakan yang seharusnya belum boleh dilakukan
oleh remaja. HASIL PENELITIAN
Mendengar dan menindaklanjuti hal ini terlintas
dalam pikiran penulis untuk mencari tahu bagaimana 1. Analisa Bivariat
pandangan atau persepsi para remaja ditinjau dari Pada analisa bivariat menggunakan uji T-Test
sekolah yang boleh dikatakan menjadi sekolah teladan Dua Sampel Independen dengan Uji Mann-Whitney
di Kota Kotamobagu dan sekiranya sering menjadi (Uji Non Parametik), dimana α = 0,05 dipakai sebagai
panutan dan memiliki mutu yang baik dan bisa batas penerimaan statistik yang bermakna. Uji non-
dibanggakan. Penulis memilih sekolah swasta, SMA parametik untuk dua sampel independen digunakan
Katolik Theodorus Kotamobagu. Ternyata banyak untuk menentukan apakah ada atau tidak nilai variabel
juga pandangan remaja terhadap perilaku seksual tertentu yang berbeda antara dua grup. Uji
pranikah ditinjau dari pengetahuan dan perilaku Mann-Whitney (Uji Non Parametik) memerlukan
mereka terhadap seksual pranikah. Berkaitan dengan dua sampel yang diuji dengan ukuran sama.
banyak dan beragamnya cara pandang/persepsi, Untuk menilai Perbedaan pandangan remaja kelas
perilaku dan tindakan remaja terhadap hubungan X dan pandangan remaja kelas XI terhadap perilaku
seksual, penulis ingin meneliti tentang perbedaan seksual dapat dilihat dalam tabel 1 dan 3. Pada tabel
pandangan remaja terhadap perilaku seksual 1 kita dapat melihat perbedaan pengetahuan dan
pranikah. perilaku remaja kelas X dan kelas XI terhadap
seksual pranikah. Sedangkan pada tabel 3 kita dapat
METODE melihat adanya perbedaan pandangan remaja terhadap
perilaku seksual pranikah.
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan pendekatan Cross Tabel 1. Perbandingan Pengetahuan dan Perilaku
Sectional, dimana peneliti melakukan observasi atau antara kelas X dan kelas XI SMA Katolik
pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Kata Theodorus Kotamobagu
satu saat bukan berarti semua subjek diamati tepat Kelas N Mean Rank
pada saat yang sama, tetapi artinya setiap subjek Pengetahuan X 52 45.50
hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran
XI 52 59.50
variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan
Total 104
tersebut. Pada studi Cross Sectional peneliti tidak
melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang Perilaku X 52 56.00
dilakukan (Sastroasmoro, 2002). Data dikumpulkan XI 52 49.00
sesaat atau data diperoleh saat ini juga. Cara ini Total 104
dilakukan denganmenyebarkan kuisioner pada
responden penelitian. Uji Mann Whitney tersebut diperoleh nilai
Populasi dari peneliti adalah semua siswa-siswi signifikan (2-tailed) = 0.003 untuk perbandingan
kelas X dan kelas XI di SMA Katolik Theodorus pengetahuan remaja kelas X dan XI. Dengan tingkat
Kotamobagu yang berjumlah 140 siswa, terdiri dari kepercayaan α = 0.05, berarti tolak Ho yaitu ada

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 97

perbedaan pengetahuan tentang seksual pranikah 0.05 berarti antara kelas X dan kelas XI memiliki
antara remaja kelas X dan kelas XI. Sedangkan pandangan yang berbeda terhadap perilaku seksual
untuk variabel perilaku diperoleh nilai signifikan (2- pranikah dilihat dari pengetahuan masing-masing
tailed) = 0.039 berarti tolak Ho, yaitu ada perbedaan kelas dan perilaku masing-masing kelas. Dengan
perilaku terhadap seksual pranikah antara remaja demikian dikatakan bahwa ada perbedaan pandangan
kelas X dan kelas XI. antara remaja kelas X dan remaja kelas XI terhadap
perilaku seksual pranikah.
Tabel 2. Tes Statistik Perbandingan Pengetahuan
Evelyn dkk (2007) menyimpulkan dari hasil
dan Perilaku antara kelas X dan kelas XI
penelitiannya di SMA Negeri 3 Medan bahwa
SMA Katolik Theodorus Kotamobagu
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
Pengetahuan Perilaku persepsi tentang seks dan perilaku seksual remaja,
Mann-Whitney U 988.000 1170.000 karena hubungan antara pesrsepsi tentang seks
Wilcoxon W 2366.000 2548.000 dan pengetahuan tentang seks sangatlah rendah
Z -3.016 -2.065 dan hamper dapat diabaikan. Pangkahila (2002)
Asymp.Sig. (2-tailed) .003 .039 juga menyatakan adanya perubahan persepsi
remaja tentang seksualitas seiring dengan terjadinya
Tabel 3. Perbedaan pandangan remaja terhadap perubahan perilaku seksual di kalangan remaja
perilaku seksual pranikah yang dapat dipandang sebagai perubahan pandangan
remaja pada nilai-nilai sosial dan nilai moral. Tidak
Kelas N Mean Rank
terdapatnya hubungan antara persepsi tentang seks
Pandangan X 52 50.50
dan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3
XI 52 54.50
Medan, kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya
Total 104
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Seperti
yang dikemukakan Pangkahila (2002) bahwa
Tabel 4. Tes Statistik Perbedaan pandangan remaja perubahan persepsi dan perilaku seksualdilihat dari
terhadap perilaku seksual pranikah perubahan pandangan remaja terhadap nilai sosial
dan moral. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kozier,
Pandangan Glenora, Berman dan Synder (2004) yang
Mann-Whitney U 1248.000
menyatakan bahwa seksualitas dipengaruhi oleh
Wilcoxon W 2626.000
aspek biologi, psikologi, sosial, kultural, aspek
Z -2.030
Asymp.Sig.(2-tailed) .042
spiritual dan Schultze, Price, Gwin (2001)
melaporkan seksualitas juga dipengaruhi oleh
aspek moral.
Uji Mann Whitney kedua diatas diperoleh nilai
signifikan (2-tailed) = 0.042 untuk perbedaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis,
pandangan remaja kelas X dan XI terhadap perilaku terbukti bahwa remaja dengan batasan umur yang
seksual pranikah. Dengan tingkat kepercayaan α = sama tidak menjamin samanya pandangan mereka
0.05, berarti tolak Ho yaitu ada perbedaan pandangan terhadap perilaku mereka. Banyak faktor yang
remaja kelas X dan kelas XI terhadap perilaku membuat pandangan mereka berbeda-beda,
seksual pranikah. diantaranya faktor internal (diri sendiri dan lingkungan
keluarga) dengan berbagai aspek yang terjadi di
dalam keluarga yang mempengaruhi perilaku remaja
PEMBAHASAN tersebut, dan faktor eksternal (lingkungan sekitar,
sekolah, masyarakat) dengan berbagai aspek yang
1. Perbedaan Pandangan Remaja terhadap
dapat mempengaruhi perilaku remaja tersebut.
Perilaku Seksual Pranikah
Dikatakan kedua faktor ini sangat mempengaruhi
Hasil penelitian dan uji analisis di atas karena kedua faktor ini sangatsering dijumpai di
menyatakan bahwa rata-rata pandangan remaja kelas masa-masa remaja sebagai wadah untuk dijadikan
X terhadap perilaku seksual pranikah adalah 50,50 contoh ataupun untuk menemukan informasi-
dan rata-rata pandangan remaja kelas XI terhadap informasi yang menarik perhatian mereka.
perilaku seksual pranikah adalah 54,50. Berdasarkan
uji tes statistik diperoleh hasil dengan nilai signifikan
(2-tailed) = 0,042. Dengan tingkat kepercayaan α =

Perbedaan Pandangan Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah di Kelas X dan XI SMA Katolik Theodorus Kelurahan Biga Kecamatan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
98 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

KESIMPULAN Gunarsa, S.D. (2004). Psikologi Praktis: Anak,


Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
Nasir, dkk. (2011). Buku Ajar: Metodologi
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pandangan
Penelitian Kesehatan. Konsep Pembuatan
antara remaja kelas X dan kelas XI SMA Katolik
Karya Tulis Dan Thesis Untuk Mahasiswa
Theodorus Kotamobagu terhadap perilaku seksual
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
pranikah.
Notoatmodjo. (2007). Kesehatan masyarakat: Ilmu
dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
SARAN
Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori
1. Bagi Para Remaja dan Kaum Muda Dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta
Agar lebih memperluas wawasan dan Pieter, H.Z. dkk. 2011. Pengantar Psikologi Untuk
pengetahuan dan bisa memanfaatkan Kebidanan. Jakarta: Kencana
pengetahuan itu dengan sebaik-baiknya, sehingga Riduwan. (2009). Pengantar Statistika Sosial.
apa yang didapatkan tidak disalahgunakan oleh Bandung: Alfabeta
remaja dan kaum muda melainkan menjadi acuan
Riyanto, A. (2011). Pengolahan Data dan Analisis
dalam bertindak.
Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Rumampuk, dkk. (2008). Jurnal Ilmiah
Agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan Keperawatan. Manado: Fakultas Keperawatan
dalam bentuk penyuluhan yang berhubungan Universitas Katolik De La Salle Manado
dengan tindakan seksual khususnya bagi para
Santrock, J.W. (2003). Adolescence Perkembangan
remaja dan kaum muda yang belum menikah
Remaja. Jakarta: Erlangga
agar tidak melakukan perilaku seksual pranikah.
Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta:
3. Bagi Masyarakat Umum
Raja Grafindo Persada
Untuk para guru dan staf pengajar agar bisa
Sastroasmoro dan S.Ismael. (2002). Dasar-Dasar
memberikan yang terbaik kepada para pelajar
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung
dengan lebih memperhatikan setiap perilaku para
Seto
remaja tersebut dan bisa mengajarkan nilai-nilai
moral pada para pelajar. Untuk orangtua dan Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja
keluarga agar bisa menjadi contoh yang baik Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto
bagi para remaja dan mampu membantu para Sudarsono. (2004). Kenakalan Remaja.Jakarta:
remaja memiliki sikap dan perilaku yang baik. Rineka Cipta
Suyanto. (2011). Metodologi Dan Aplikasi
KEPUSTAKAAN Penelitian Keperawatan.Yogyakarta: Nuha
Medika
A. Mohammad, dkk. (2009). Psikologi
Remaja.Jakarta: Bumi Aksara
Anonim. (2004). Pengolahan Data Statistik
Dengan SPSS 12/-Ed.I-Yogyakarta: Andi,
Semarang: Wahana Komputer
Andriati, N. (2009). Gambaran Perilaku Remaja
yang Diawasi Ibu Kost dan Tidak Diawasi
Ibu Kost Tentang Hubungan Seksual
Pranikah Di Padang Bulan Medan 2009.
FKM-USU
Grup, Diagram. (1990). Tubuh Anak. Jakarta:
Gunung Mulia
Gunarsa, dkk. (2004). Psikologi Perkembangan
Anak Dan Remaja.Jakarta: Gunung Mulia
Gunarsa, S.D dan Y.S.Gunarsa.(2002). Psikologi
Untuk Muda Mudi. Jakarta: Gunung Mulia

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 99

PENGARUH PEMUTARAN FILM “WASPADA BANJIR BANDANG”


TERHADAP MITIGASI BENCANA BANJIR BANDANG

Erna Desi Faradinah*, Dewi Rokhmah**, Mury Ririanty***


* Erna Desi Faradinah (Penyusun Pertama)
** Dewi Rokmah (Penyusun Kedua)
*** Mury Ririanty (Penyusun Ketiga)

Abstrak
Banjir bandang terjadi pada tahun 2006 di desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember mengakibatkan 76
orang meninggal dunia, korban diantaranya adalah anak-anak. Pasca bencana banjir bandang, terdapat
program mitigasi bencana banjir bandang yang dilakukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat.
Namun tidak berlangsung lama, sehingga masyarakat tidak bisa memahami mitigasi bencana banjir bandang
secara maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemutaran film “Waspada Banjir
Bandang” terhadap mitigasi bencana banjir bandang pada siswa kelas IV dan V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan desain
penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Pre Experimental Design. Sampel dalam penelitian ini
adalah 32 siswa. Uji statistik yang digunakan adalah Paired Sample T-Test. Uji statistik menunjukkan hasil
yang tidak signifikan pada pengaruh pemutaran film “Waspada banjir Bandang” dalam meningkatkan
pengetahuan mitigasi bencana banjir bandang. Hasil yang signifikan ditunjukkan pada pengaruh pemutaran
film “Waspada banjir Bandang” terhadap peningkatan sikap mitigasi bencana banjir bandang dengan p=0,000
dan pemutaran film “Waspada banjir Bandang” terhadap peningkatan self-efficacy mitigasi bencana banjir
bandang dengan p=0,000.

Kata Kunci: Mitigasi Bencana, Pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang”, Pengetahuan, Sekolah Dasar

PENDAHULUAN anak [4]. Pasca bencana banjir bandang, terdapat


program mitigasi bencana banjir bandang yang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian dilakukan oleh beberapa Lembaga Swadaya
peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan
Masyarakat. Namun program tersebut tidak
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
berlangsung lama, sehingga masyarakat tidak bisa
oleh faktor alam dan faktor non alam maupun
memahami mitigasi bencana banjir bandang secara
faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
maksimal.
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis [1]. Bencana Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
dapat terjadi dimana saja, demikian juga di Indone- mengurangi risiko bencana, baik melalui
sia. Dengan posisi istimewanya yang terletak pada pembangunan fisik maupun penyadaran dan
pertemuan tiga lempeng kerak bumi, yaitu lempeng peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik bencana. Mitigasi dapat dimulai dengan memahami
[2]. Kabupaten Jember adalah salah satu bagian potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing.
wilayah Indonesia bagian Barat yang rentan memahami penyebab atau tanda-tanda akan
terhadap banjir bandang. Banjir bandang di terjadinya bencana, memahami apa yang harus
Kabupaten Jember yang menimbulkan korban dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik sebelum,
terparah terjadi pada tahun 2006 di Kecamatan pada saat dan sesudah bencana, di sekolah [6].
Panti [3]. Daerah Panti termasuk salah satu daerah Salah satu, bentuk mitigasi bencana adalah melalui
yang rawan bencana banjir bandang di Kabupaten promosi kesehatan, yang dilakukan dengan pemutaran
Jember. Kejadian banjir bandang yang terjadi pada video. Media video sebagai media elektronik yang
awal tahun 2006 di Kabupaten Jember telah memiliki unsur audio-visual (narasi, musik, dialog,
mengenai tujuh kecamatan dengan wilayah yang sound efect, gambar atau foto, teks, animasi, grafik)
paling berat adalah desa Kemiri Kecamatan Panti. dan bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan
Bencana banjir bandang yang terjadi mengakibatkan pengetahuan sasaran [7]. Anak bergantung pada
76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1.900 orang dewasa untuk berbagai bentuk perlindungan
orang mengungsi. Korban diantaranya adalah anak dan dukungan terutama dalam bencana atau situasi

Pengaruh Pemutaran Film 99


“Waspada Banjir Bandang” Terhadap Mitigasi Bencana Banjir Bandang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
100 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

darurat. Peristiwa bencana menimbulkan serangkaian Kesimpulannya Ho diterima, berarti tidak ada
tantangan bagi anak kecil. Mereka berada pada pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang”
resiko yang lebih besar untuk mengembangkan terhadap peningkatan pengetahuan tentang Mitigasi
kesulitan kognitif, perilaku dan emosi serta cedera Bencana Banjir Bandang pada siswa kelas IV dan
fisik yang juga mengurangi dan menunda proses V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri Kecamatan
perkembangan mereka secara keseluruhan dan Panti Kabupaten Jember.
berdampak negatif terhadap kehidupan mereka di
masa depan [8]. Anak usia sekolah dasar menjadi Tabel 1. Hasil analisis pengaruh pemutaran film
sasaran penting dalam kegiatan mitigasi bencana, “Waspada Banjir Bandang” terhadap
karena pada usia 8-12 tahun memiliki daya ingat peningkatkan pengetahuan pada siswa
dengan intensitas paling besar dan paling kuat [9]. kelas IV dan V tentang mitigasi bencana
Kejadian banjir bandang di Desa Kemiri Kecamatan banjir bandang. Paired Differences
Panti pada tahun 2006, menyebabkan satu kompleks Mean Std. Std. Error 95% Confidence T Df Sig (2-tailed)
Deviation Mean Interval of
yayasan yang terdiri dari SMK (Sekolah Menengah Difference
Kejuruan), MTS (Madrasah Tsanawiyah), MI Lower Upper
Pair 1 Pre .060
(Madrasah Ibtidaiyah) dan pondok pesantren hancur Test Post -.625 1.157 .205 -1.042 -.208 -1.056 31
dan terendam lumpur dan sebagian besar siswanya Test

menjadi korban dalam bencana tersebut.


Berdasarakan hal tersebut, maka penelitian mengenai 2. Pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir
mitigasi bencana banjir bandang perlu dilakukan Bandang” Terhadap Peningkatan Sikap
pada siswa sekolah dasar atau Madrasah Ibtidaiyah, Tentang Mitigasi Bencana Banjir Bandang
untuk mengembangkan sikap siap dan tanggap
Sikap adalah reaksi tertutup siswa kelas IV
terhadap persoalan bencana melalui pemutaran film.
dan V yang berupa sikap positif yakni mendukung,
menerima, atau sikap negatif yakni tidak mendukung
METODE atau menolak mengenai mitigasi banjir bandang,
sebelum dan sesudah pemutaran film “Waspada
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
Banjir Bandang”. Berdasrkan hasil Pre test dan
kuantitatif dan desain penelitian yang digunakan
Post test Pengaruh Pemutaran Film “Waspada Banjir
adalah eksperimen dengan rancangan penelitian Pre
Bandang”, memilki rata-rata nilai pre test sebesar
Experimental Design. Desain yang digunakan pada
27,50, nilai minimum 19 dan nilai maksimum 38.
penelitian Pre-Experimental Design yaitu group
Sedangkan rata-rata nilai post test sebesar 30,34,
pre-test post-test [11].
nilai minimum 23 dan nilai maksimum 40.

HASIL PENELITIAN Tabel 2. Hasil analisis pengaruh pemutaran film


"Waspada Banjir Bandang" terhadap
1. Pengaruh Pemutaran Film “Waspada peningkatkan sikap pada siswa kelas IV
Banjir Bandang” Terhadap Peningkatkan dan V tentang mitigasi bencana banjir
Pengetahuan pada siswa kelas IV dan V bandang. Paired Differences
tentang Mitigasi Bencana Banjir Bandang Mean Std. Std. Error 95% Confidence T Df Sig (2-tailed)
Deviation Mean Interval of
Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui Difference
oleh siswa kelas IV dan V mengenai mitigasi Lower Upper
Pair 1 Pre
banjir bandang sebelum dan sesudah pemutaran Test Post -2.844 2.713 .408 -3.822 -1.866 -5.929 31 .000
film “Waspada Banjir Bandang”, memilki rata- Test

rata nilai pre test sebesar 7,59, nilai minimum 5 dan


nilai maksimum 9. Sedangkan rata-rata nilai Tabel 2 juga menunjukkan bahwa hasil uji
post test sebesar 8,22, nilai minimum 6 dan nilai statistik menggunakan perhitungan Paired Sample
maksimum 10. T-Test dengan α = 0,05 diperoleh t (satatistik hitung)
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa hasil uji 5,929, dimana t (statistik hitung) > t tabel 2,040 dan
statistik menggunakan perhitungan Paired Sample nilai p value sebesar 0,000, dimana p value < 0,05.
T-Test dengan α = 0,05 diperoleh t (satatistik hitung) Kesimpulannya Ho ditolak, berarti ada pengaruh
1,056, dimana t (statistik hitung) < t tabel 2,040 dan pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang” terhadap
nilai p value sebesar 0,060, dimana p value > 0,05. peningkatan sikap tentang Mitigasi Bencana Banjir

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 101

Bandang pada siswa kelas IV dan V MI Bustanul mendengar dan melihat video pembelajaran membuat
Ulum Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten siswa mendapatkan pengetahuan baru serta lebih
Jember. memahami materi yang disampaikan [12]. Bandura
3. Pengaruh Pemutaran Film “Waspada Banjir dalam Gumilar (2007) tentang teori balajar sosial,
Bandang” Terhadap Peningkatan menyatakan bahwa pengetahuan seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan sosial, salah satunya
Self-Efficacy Tentang Mitigasi Bencana Banjir
adalah media [13]. Hasil penelitian ini tidak sesuai
Bandang Self-Efficacy adalah keyakinan siswa kelas
dengan penelitian Eka (2012) dan teori belajar sosial
IV dan V akan kemampuannya melakukan mitigasi
oleh Bandura, karena faktor pengalaman pernah
bencana banjir bandang sebelum dan sesudah
mengalami kejadian bencana banjir bandang
pemutaran film “Waspada Banjir Bandang”.
menyebabkan responden mampu menentukan
Berdasarkan hasil Pre test dan Post test Pengaruh
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk
Pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang”, memilki
menghadapi kondisi tersebut. Sebagai individu yang
rata-rata nilai pre test sebesar 64,94, nilai minimum
sudah berusia antara umur 6-12 tahun, mereka telah
33 dan nilai maksimum 100. Sedangkan rata-rata
mencapai tahap formal operations yang merupakan
nilai post test sebesar 78,28, nilai minimum 47 dan
tahap dimana individu mampu untuk menemukan
nilai maksimum 100.
alternatif jawaban atau penjelasan tentang sesuatu
Tabel 3. Hasil analisis pengaruh pemutaran film hal yang mereka alami.
"Waspada Banjir Bandang" terhadap Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
peningkatkan Self-Efficacy pada siswa terdapat pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir
kelas IV dan V tentang mitigasi bencana Bandang” terhadap peningkatan sikap tentang
banjir bandang. Paired Differences Mitigasi Bencana Banjir Bandang pada siswa kelas
Mean Std. Std. Error 95% Confidence T Df Sig (2-tailed) IV dan V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri
Deviation Mean Interval of Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Penelitian
Difference
Lower Upper
Owolabi (2014) menunjukkan bahwa media cetak,
Pair 1 Pre film dan komunikasi secara langsung merupakan
Test Post -13.344 13.557 2.396 -18.231 -8.456 -5.586 31 .000
Test
manajemen yang efektik dan sistemetias dalam
berbagi informasi peringatan dini untuk mengurangi
dampak bencana [14]. Hasil penelitian ini sesuai
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa hasil uji
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Owolabi
statistik menggunakan perhitungan Paired Sample
(2014), karena pemberian informasi melalui
T-Test dengan α = 0,05 diperoleh t (satatistik hitung)
pemutaran film atau video dapat memberikan
5,586, dimana t (statistik hitung) > t tabel 2,040 dan
pemodelan yang lebih menarik, sehingga mudah
nilai p value sebesar 0,000, dimana p value < 0,05.
Kesimpulannya Ho ditolak, berarti ada pengaruh diserap oleh sasaran, yaitu anak-anak. Selain itu,
pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang” terhadap film atau video yang ditampilkan berupa animasi
peningkatan Self-Efficacy tentang Mitigasi Bencana kartun. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
Banjir Bandang pada siswa kelas IV dan V MI adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Bustanul Ulum Desa Kemiri Kecamatan Panti Stimulus tersebut berupa pemutaran film “Waspada
Kabupaten Jember. Banjir Bandang”.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
terdapat pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir
PEMBAHASAN
Bandang” terhadap peningkatan Self-Efficacy
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tentang Mitigasi Bencana Banjir Bandang pada
tidak ada pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir siswa kelas IV dan V MI Bustanul Ulum Desa
Bandang” terhadap peningkatan pengetahuan tentang Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember.
Mitigasi Bencana Banjir Bandang pada siswa kelas Penelitian Soane (2010) menunjukkan bahwa
IV dan V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri informasi yang diakses melalui televisi lokal dan
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Penelitian radio nasional dapat membantu memberikan
yang dilakukan oleh Eka (2012), bahwa media video informasi pada masyarakat tentang mitigasi banjir
pembelajaran yang menyajikan gambar dan suara bandang dan menekankan pada self-efficacy individu
akan memperjelas materi sehingga dapat untuk mengambil keputusan dalam melakukan
meningkatkan pemahaman konsep siswa. Kegiatan tindakan [15]. Hasil penelitian ini sesuai dengan

Pengaruh Pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang” Terhadap Mitigasi Bencana Banjir Bandang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
102 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

hasil penelitian Soane (2010), karena video atau film Badan Pusat Statistik. Data Statistik Korban Banjir
dapat memberikan contoh yang jelas sesuai dengan Panti; 2007 [internet] 26 April 2014. Available
mitigasi bencana banjir bandang yang benar. Media from: http://www.bps.co.id/.
pemuratan Film “Waspada Banjir Bandang Bordeianu A M. Psychological aspects of disasters
menanamkan tentang pengertian, manfaat dan tujuan and natural calamities– Romanian disasters in
mitigasi bencana banjir bandang, sehingga akan 2005, 2006. XXIII FIG Congress and Intergeo.
terbentuk self-efficacy yang baik bagi siswa. 2006; 2006 [internet] 20 April 2014. Available
from: http://www.fig.net/pub/fig2006/.
KESIMPULAN Indrati Y. Modul Ajar Pengurangan Risiko Banjir:
Bahan Pengayaan Bagi Guru SD/MI. Jakarta:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan
pengaruh pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir
Pengembangan Kementrian Pendidikan
Bandang” terhadap peningkatan pengetahuan tentang
Nasional; 2009.
Mitigasi Bencana Banjir Bandang pada siswa kelas
IV dan V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri Sitepu A. Efektifitas Penyuluhan Kesehatan
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Terdapat Menggunakan Metode pemutaran VCD Dalam
pengaruh pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang” Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu
terhadap peningkatan sikap dan self-efficacy tentang Tentang Penyakit Pneunomia pada Balita di
Mitigasi Bencana Banjir Bandang pada siswa kelas Kabupaten Langkat. Jakarta. Skripsi. Fakultas
IV dan V MI Bustanul Ulum Desa Kemiri Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia;
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. 2008.
Andina E. Studi Dampak Negatif Facebook terhadap
SARAN Remaja Indonesia; 2010 [internet] 14 Mei 2014.
Available from: http://etd.ugm.ac.id/.
Saran yang dapat diberikan, yaitu pemanfaatan Syaodih. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek;
media cerita bergambar dan media permainan yang 2011 [internet] 14 Mei 2014. Available from:
menarik (ular tangga), BPBD hendaknya http://lib.uin-malang.ac.id/.
mengadakan atau mengikuti pelatihan pembuatan
Astuti P. Pengaruh Edukasi Preoperasi Terstruktur
media promosi kesehatan untuk penyuluhan atau
terhadap Self-Efficacy dan Perilaku Latihan
sosialisasi tentang mitigasi bencana banjir bandang,
Post Operasi pada Pasien Fraktur Ekstremitas
BPBD dan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember
Bawah dengan Pembedahan di Surabaya.
bekerjasama dalam mengadakan sosialisasi tentang
Jakarta. Thesis: Universitas Indonesia; 2011.
mitigasi bencana banjir bandang kepada siswa
Sekolah Dasar di Kabupaten Jember, penelitian Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan.
selanjutnya yaitu terkait dengan besar sampel, jenis Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
dan rancangan penelitian yang berbeda dan film Eka E N. Pengaruh Penggunaan Media Video
“Waspada Banjir Bandang” dibuat lebih menarik, Pembelajaran Terhadap Pemahaman Konsep
dari segi visual dan bahasa. Ilmu Pengetahuan Alam Pada Siswa Kelas IV
SD Negeri 2 Tamansari dan SD Negeri 2
KEPUSTAKAAN Karanggude, Karanglewas, Banyumas. 2012
Aug [internet] 27 Oktober 2014; 5 (7): 60-76.
Ramli S. Pedoman Praktis Management Bencana. Available from: http://eprints.uny.ac.id/id/.
Jakarta: Dian Rakyat; 2010. Gumilar G. Teori Belajar Sosial; 2007. [internet] 13
Palang Merah Indonesia. Bertindak Cepat-Tepat Mei 2014. Available from:http://www.gumilar
Kenali dan Kurangi Risiko Bencana. Jakarta: center.com
Palang Merah Indonesia; 2008. Owolabi T O S, Ekechi C O. Communication as
Ika I. Pengaruh Psikoedukasi Banjir dan Tanah Critical Factor in Disaster Management and
Longsor Terhadap Kesiapsiagaan Bencana Pada Sustainable Development in Nigeria. 2014 Sep
Siswa Kelas V Mi Al-Hasan Desa Kemiri [internet] 26 Desember 2014; 2 (3): 58-72.
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Jember. Available from: http://www.eajournals.org/.
Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan: Soane E, Schubert I, Challenor P, Lunn R, Narendran
Universitas Jember; 2011. S, Pollard S J. 2010. Flash Flood Perception

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 103

and Mitigation: The Role of Severity, Agency,


and Experience in The Purchase of Flash Flood
Protection, and The Communication of Flash
Flood Information. 2010 [internet] 27 Desember
2014; 42 (12): 3021-3038. Available from: https:/
/dspace.lib.cranfield.ac.uk/.

Pengaruh Pemutaran Film “Waspada Banjir Bandang” Terhadap Mitigasi Bencana Banjir Bandang
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
104 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP SKOR KOGNITIF LANSIA


PADA KELOMPOK POSYANDU LANSIA DI RW 7 KELURAHAN
KOTA LAMA KECAMATAN KEDUNG KANDANG
KOTA MALANG

Setyoadi*, Lilik Supriati**, Ahmad Khoirul Rizal***


setyoadimalang@gmail.com
*Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
**Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
*** Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Abstrak
Penurunanan skor kognitif pada lansia merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidak mampuan melakukan
aktifitas sehari-hari dalam merawat diri sendiri. Fungsi kognitif dapat dioptimalkan melalui berbagai cara, salah
satunya adalah dengan Senam Otak. Senam Otak adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan
dan dapat membantu perkembangan otak secara keseluruhan, baik dalam sisi koordinasi mata, telinga, tangan,
dan seluruh anggota tubuh untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Senam Otak terhadap Skor Kognitif Lansia Pada
Kelompok Posyandu Lansia di Kelurahan Kota Lama Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang. Desain
penelitian yang digunakan adalah Experimental dengan pendekatan One GroupPretest-Posttest Design.
Pengambilan sampel dilakukan dengan dengan purposive sampling sehingga didapatkan 21 responden.
Instrumen penelitian ini adalah dengan tes kognitif menggunakan alat ukur MMSE. Keudian data dianalisa
berdasarkan uji T Paired didapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < α 0,05. Kesimpulan penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap skor kognitif sebelum dan sesudah pemberian terapi Senam
Otak. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan terapi Senam Otak dapat dijadikan sebagai terapi alternatif
tindakan keperawatan yang dapat dilaksanakan di keperawatan gerontik serta perlu dipertimbangkan kerjasama
antara komunitas lansia untuk menyempurnakan terapi Senam Otak.

Kata Kunci: Senam Otak, Skor Kognitif, Lansia.

Abstract
The decrease in the the cognitive score of older adults is the most cause of inability to perform the daily
activities, especially on self-care. The cognitive function is able to be optimized through several ways, one
of them is brain gym. Brain gym is a comfortable simple movement. It helps in stimulating brain development,
either in the eye coordination, ears, hands, and all body’s part to assist in studying and adaptation of the
demand of daily life. This study was aimed to analyze effect of brain gym on cognitive score in older adults
at district elderly community centre (Posyandu Lansia) Kota lama, Kedung Kandang, Malang. The study
was conducted in experimental one group pretest-postest design. Purposive sampling was used in the
sample collection method. The research instrument used to observe the cognitive performances was MMSE.
The data was analyzed using Paired T-Test and resulted in significance level P = 0.000 with confidence
level 95%. Hence, it concluded that there was a significant effect on cognitive score before and after
delivering the brain gym therapy. It suggests that the brain gym therapy can be an alternative nursing care
of which is able to be performed in the gerontology nursing field and the cooperation amongst elderly
community to maximize the brain gym therapy is higly needed.

Keywords: Brain, Gym, Cognitive, Score, Older, Adults

PENDAHULUAN
2000 sampai tahun 2050 dan mayoritas dari
Secara global di prediksi populasi lansia terus penduduk lansia tersebut hidup di negara-negara
mengalami peningkatan. Jumlah penduduk dengan berkembang. Berdasarkan proyeksi tahun 2010-
usia 80 tahun akan meningkat sampai kurang lebih 2035 kelompok lansia usia (50-64 tahun dan diatas
empat kali lipat sampai 395 juta jiwa diantara tahun 65 tahun) akan terus meningkat di Indonesia1.

10417 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 105

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010, aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,
menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di memori dan juga kecepatan berpikir3.
indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat 7,93% Faktor resiko yang bisa menyebabkan terjadinya
dari tahun 2000 sebanyak 14,44 juta jiwa. Jumlah penurunan Skor kognitif yaitu: usia, jenis kelamin,
penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan penyakit yang diderita, dan makanan yang
terus bertambah sekitar 450.000 jiwa pertahun. dikonsumsi. Penurunan ini dapat mengakibatkan
Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah pnduduk masalah antara lain memori panjang dan proses
lansia di Indonesia akan sekitar 34,22 juta jiwa. informasi, dalam memori panjang lansia akan kesulitan
Data tersebut sesuai dengan data peningkatan umur dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian
harapan hidup (UHH) secara global. Berdasarkan yang tidak begitu menarik perhatiannya dan informasi
data dari kementrian RI, 2013 menyebutkan bahwa baru atau informasi tentang seseorang. Markam
pada tahun 2010 UHH meningkat menjadi 69,43 2005 menjelaskan bahwa faktor usia sangat
tahun (dengan persentase populasi lansia adalah berpengaruh terhadap penurunan daya ingat. Namun
7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun lanjut usia masih dapat terus produktif dan
(dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%)1. mempertahankan kemampuan yang ada dengan terus
Proses menua merupakan proses sepanjang memberikan stimulasi pada otak seperti terus
hidup, tidak hanya dimulai dari satu waktu tertentu melakukan komunikasi, bermain teka-teki silang,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Usia mendengar musik nostalgia, hindari stres dan
permulaan tua menurut Undang-Undang Nomor 13 melakukan Senam Otak. Penyusutan sel ini pun
Tahun 1998 tentang lanjut usia menyebutkan bahwa dapat terjadi pada usia produktif jika otak tidak
umur 60 tahun adalah usia tua (Nugroho 2008). difungsikan4.
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak Penelitian yang telah dilakukan oleh Johnson
dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus dan pada tahun 2005 menjelaskan bahwa Skor kognitif
berkesinambungan. Perubahan yang terjadi pada lansia dapat dioptimalkan melalui berbagai cara, seperti
lansia antara lain perubahan anatomis, fisiologis, dan terapi aktifitas kelompok dengan terapi Reminiscence
biokimia pada tubuh, perubahan-perubahan tersebut ini memberikan manfaat untuk memelihara identitas
akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh individu dan juga dapat meningkatkan Skor kognitif,
secara keseluruhan. Menjadi tua ditandai dengan karena lansia akan menggunakan masalalunya untuk
adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai mempertahankan pendapat dan kritik5. Selain itu
gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai untuk mempertahankan skor kognitif pada lansia
mengendur, timbul keriput, mulai beruban, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, menggunakan latihan peningkatan fungsi memori,
gerakan mulai lamban, serta terjadi penimbunan latihan kecepatan berpikir, fungsi eksekutif, atensi,
lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran permainan game dan latihan Senam Otak. Cara lain
lain yang terjadi adalah kemunduran kemampuan- yang dapat digunakan untuk meningkatkan skor
kemampuan kognitif seperti mudah lupa, kemunduran kognitif yaitu Senam Otak. Senam Otak tidak saja
orientasi terhadap waktu dan tempat serta tidak akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke
mudah menerima hal baru2. otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak
ada beberapa perubahan yang terjadi pada untuk bekerja6.
lansia yaitu faktor biologis, faktor psikologis dan Senam Otak Awalnya dibuat sebagai metode
faktor psikososial. Faktor biologis yang mengalami untuk membantu anak-anak yang mengalami
perubahan mencakup empat hal yaitu penurunan kesulitan belajar oleh para murid di Educational
fungsi indra, penurunan fungsi pencernaan, penurunan Kinesiology Foundation, California, USA(2006),
fungsi motorik, dan penurunan Skor kognitif. lansia untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka
dengan penurunan Skorkognitif merupakan penyebab dengan menggunakan keseluruhan otak. Gerakan-
terbesar terjadinya ketidak mampuan dalam gerakan ringan dengan permainan melalui olah
melakukan aktifitas normal sehari-hari, dan juga tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau
merupakan alasan tersering yang menyebabkan stimulus pada otak. Paul dan Gail E. Denison
terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk (2006), membagi otak ke dalam tiga fungsi yaitu,
merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia dimensi lateralis (otak kiri dan kanan), dimensi
(Reuser, Bonneux & Willekens, 2010). Penurunan pemfokusan (otak depan-belakang), dimensi
Skor kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai pemusatan (otak atas dan bawah), masing-masing

Pengaruh Senam Otak Terhadap Skor Kognitif Lansia pada Kelompok Posyandu Lansia di RW 7 Kelurahan Kota Lama Kecamatan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
106 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

dimensi memiliki tugas tertentu, sehingga gerakan Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan
senam yang harus diakukan dapat bervariasi. Contoh di posyandu lansia RW 7 Kelurahan Kota lama
gerakannya adalah angka delapan tidur yang Kecamatan Kedung kandang lansia yang rajin
berfungsi meningkatkan ingatan pada orang yang mengikuti posyandu lansia sebanyak 54 orang. Pada
mempunyai gangguan pada ingatan (seperti lupa tanggal 18 Februari 2016 peneliti melakukan
apa yang hendak dikatakan atau membaca sampai wawancara guna mengkaji jumlah skor kognitif
halaman berapa). Sesuai perkembanganya setiap menggunakan MMSE pada lima lansia. Hasilnya
orang dapat memanfaatkannya untuk beragam terdapat 2 responden atau 40% lansia tidak
kegunaan. Senam Otak di Amerika dan Eropa mengalami gangguan kognitif, 3 lansia atau 60%
sedang digemari dan banyak orang yang merasa mengalami gangguan kognitif sedang dan tidak
terbantu dalam melepskan stress, menjernihkan terdapat lansia yang mengalami gangguan kognitif
pikiran, meningkatkan daya ingat dan sebagainya7. berat.
Penelitan yang dilakukan Dennisson (2006), Berdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti
dari lembaga Education Kinesiology Amerika tertarik untuk melakukan penelitian “ Pengaruh Terapi
Serikat, Senam Otak berguna untuk melatih otak. Senam Otak terhadap Skor kognitif lansia pada
Latihan otak akan membuat otak berkerja lebih kelompok posyandu lansia di RW 7 kelurahan Kota
aktif. Otak seseorang yang aktif berfikir akan lebih Lama Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang”.
sehat secara keseluruhan dari pada orang yang
jarang menggunakan otaknya untuk berfikir dan METODE PENELITIAN
konsentrasi. Teorinya suatu organ yang aktif akan
memerlukan oksigen dan protein yang cukup, jika Desain Penelitian
pasokan oksigen lancer maka bias dikatakan organ Desain penelitian dalam penelitian ini adalah
tersebut sehat (Yuanuarita, 2012). Contoh dari Eksperimental dengan pendekatan One Grup Pre
Gerakan Senam Otak yang disebut gerakan Test - Post Test Design.Sampel dalam penelitian ini
menyeberangi garis tengah pada dimensi lateral dan adalah lansia berusia 60-74 tahun yang yang menjadi
gerakan meningkatkan energi pada dimensi anggota komunitas posyandu lansia RW 7 Kelurahan
pemusatan dapat meningkatkan aliran darah, Kota Lama Kecamatan Kedung Kandang kota
kebutuhan nutrisi (protein IGF) dan O2 ke otak. Malang. Sampel diambil dengan cara menghitung
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi (protein IGF) dan menggunakan rumus Penetapan besar minimum
O2 pada otak akan mengaktivasi Myelination sample menurut Arikunto. Besar sampel yang
sehingga meningkatkan respon stimulus informasi didapatkan sebesar 21 responden.Instrument yang
yang masuk (visual,auditori, olfaktori,rasa dantaktil/ digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner Mini
motorik) dengan pembukaan saluran Ca++ yang Mental State Examination (MMSE).Uji variabel
mengakibatkan peningkatan pemasukan Ca++ dalam menggunakan Uji Paired T-Test.
terminal prasinaps sehingga terjadi peningkatan
pengeluaran neurotransmiter glutamate yang
HASIL PENELITIAN
dibutuhkan oleh otak, yaitu : serotonin, cyclic AMP
dan protein Kinase A (Sherwood, 2010).9. Berdasarkan data hasil penelitian tentang
Penelitian dari Guslinda, Yolanda, Hamdayani karakteristik responden berdasarkan usia terdapat
(2013), yang berjudul pengaruh senam otak terhadap 10 (47,5%) responden berusia 60-64, 10 (47,5%)
fungsi kognitif lansia dengan dimensia dipanti social responden berusia 65-69, 1 (5%) responden berusia
tresna werdha sicincin padang pariman tahun 2013 70-74. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan 17
dengan jumlah semple penelitian sebanyak 24 orang responden (81%) berjenis kelamin perempuan dan 4
yang terdiri dari 12 orang kelompok kontrol dan 12 responden (19%) berjenis kelamin laki-laki.
orang kelompok perlakuan. Hasil penelitian didapat Berdasarkan Tingkat pendidikan terdapat 9
lebih dari separuh lansia mengalami dimensia ringan responden (43%) pendidikan terakhir adalah SD, 7
dan dimensia sedang hasil uji statistik didapatkan p responden (33%) pendidikan terakhir adalah SMP, 5
value 0,000 sehingga Ho diterima yaitu terdapt responden (24%) pendidikan terakhir adalah SMA.
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan skor Berdasarkan pekerjaan didapatkan 6 responden
kognitif pada lansia dengan demensia yang dilakukan (28%) sebagai wiraswasta, 14 responden (67%)
Senam Otak dari pada kelompok lansia demensia sebagai IRT dan 1 responden (5%) adalah pensiunan
yang tidak dilakukan Senam Otak. TNI.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 107

Tabel 1. Data Karakteristik Responden Pengukuran skor kognitif tersebut terkait dengan
hasil penjumlahan dari nilai 5 aspek kognitif yang
No Karakteristik Jumlah Presentase
dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan
1 Usia responden sebelum diberikan terapi Senam Otak.
60-64 10 orang 47,5 % Lima aspek kognitif tersebut adalah aspek Orientasi
65-69 10 orang 47,5 % dengan jumlah skor maksimal 10, Regristrasi dengan
70-74 1 orang 5% jumlah skor maksimal 3, atensi dan kalkulasi dengan
Total 21 orang 100 % jumlah skor maksimal 5, mengingat kembali (recall)
2 Jenis kelamin dengan skor maksimal 3, bahasa dengan jumlah
Perempuan 17 orang 81 % skor maksimal adalah 9 sehingga jika di jumlahkan
Laki-laki 4 orang 19 % didapatkan skor maksimal adalah 30. Menurut flostein
Total 21 orang 100 % (1975) dari hasil penjumlahan skor kognitif tersebut
didapatkan hasil yang akan diintepretasikan untuk
3 Tingkat
menentukan berat ringannya gangguan kognitif,
pendidikan
SD 9 orang 43%
dengan skor 24-30 menunjukkan tidak didapatkan
SMP 7 orang 33% kelainan kognitif. Skor 18-23 menunjukkan kelainan
SMA 5 orang 24% kognitif ringan. Skor 0-17 menunjukkan kelainan
Total 21 orang 100% kognitif yang berat.
Hasil penelitian di atas dapat menunjukkan
4 Pekerjaan
Wiraswasta 6 orang 28%
bahwa sebagian besar lansia telah terjadi penurunan
IRT 14 orang 67% fungsi kognitif. Setiati, Harimurti & Roosheroe
Pensiunan 1 orang 5% (2006) menyebutkan adanya perubahan kognitif yang
Total 21 orang 100% terjadi pada lansia, dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor meliputi beberapa factor yaitu usia, jenis
kelamin, dan pendidikan terakhir.
Tabel 2. Hasil Analisa Bivariat Paired T-Test Data primer berdasarkan usia yang ditemukan
Mean Std. Deviasi Min Max peneliti pada responden anggota posyandu lansia
Pre 23.48 1.887 18.00 27.00 RW 7 kelurahan kota lama didapatkan bahawa
Post 27.49 1.179 26.00 30.00 tingkat kognitif lansia akan menurun sesuai dengan
usia mereka. Data ini di tunjukkan bahwa sekor
t -13.508 MMSE pretest dalam rentan umur 60-74 tahun
P Value 0.000 ditemukan 11 responden (52,4%) memiliki
kemungkinan gangguan kognitif ringan. Sesuai
Tabel 2 menunjukkan dari hasil uji Paired dengan hasil penelitian Saragih, 2010, menunjukkan
T-Test didapatkan nilai signifikansi 0,000 dan untuk adanya hubungan positif antara usia dan penurunan
nilai α adalah 0,05, yang berarti terdapat pengaruh fungsi kognitif. Hasil dari pengukuran fungsi kognitif
dari terapi senam otak terhadap penurunan skor pada lansia adalag 16% pada kelompok umur 65-69
kognitif pada lanjut usia. tahun, 21% pada 70-74 tahun, 30% pada 75-79
tahun, dan 44% pada 80 tahun keatas
PEMBAHASAN Data primer Berdasarkan jenis kelamin yang
ditemukan peneliti pada responden anggota posyandu
1. Skor Kognitif Sebelum Terapi Senam Otak
lansia RW 7 kelurahan kota lama didapatkan bahwa
Jumlah responden dari Posyandu Lansia RW 7 dari total 21 reponden terdapat 17 reponden (81%)
Kelurahan Kota Lama Kecamatan Kedung Kandang berjenis kelamin perempuan dan 4 reponden (19%)
Kota Malang yang di teliti sebanyak 21 responden, berjenis kelamin laki-laki dari 17 responden
terdiri dari 4 laki-laki dan 17 perempuan. Hasil perempuan tersebut yang memiliki kemungkinan
penenelitian mengenai skor kognitif lansia dengan gangguan kognitif ringan adalah 10 responden (59%)
alat ukur Mini Mental Status Examination (MMSE) yang mengalami kemungkinan gangguan kognitif
diperoleh data bahwa responden yang mengalami ringan dan dari 4 responden laki-laki terdapat 1
gangguan kognitif ringan sebanyak 11 responden responden (25%) yang memiliki kemungkinan
(52,4%) dan 10 responden (47,6%) tidak mengalami gangguan kognitif ringan. Disimpulkan bahwa jenis
gangguan kognitif atau normal. kelamin perempuan lebih beresiko mengalami

Pengaruh Senam Otak Terhadap Skor Kognitif Lansia pada Kelompok Posyandu Lansia di RW 7 Kelurahan Kota Lama Kecamatan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
108 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

penurunan kognitif dari pada laki-laki. Penurunan standar prosedur pelaksanan Senam otak. Sesuai
skor kognitif ini disebabkan adanya penurunan level dengan teori Dennison (2006), bahwa Senam Otak
hormon seks endogen dalam perubahan fungsi adalah serangkaian gerak sederhana yang
kognitif. Penurunan fungsi kognitif umum dan memori menyenangkan dan digunakan dari berbagai usia
verbal dikaitkan dengan rendahnya level estradiol usia dan gerakan-gerakan pada senam otak dapat
dalam tubuh. Estradiol diperkirakan bersifat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak
neuroprotektif yaitu dapat membatasi kerusakan jika dilakukan secara teratur dapat mencegah
akibat stress oksidatif serta sebagai pelindung sel memperlambat penurunan daya ingat sebagai akibat
saraf dari toksisitas amiloid pada pasien alzheimer proses menua.
(Yaffe, dkk dalam Myers, 2008).
3. Perbedaan Skor Kognitif Sebelum Dan
Tingkat pendidikan juga dapat berpengaruh Sesudah Terapi Senam Otak
terhadap adanya perubahan kognitif, dimana tingkat
Hasil analisa data dengan uji statistik Paired
pendidikan yang sebagian besar adala SD-SMP.
T-Test menggunakan bantuan aplikasi SPSS didapatkan
Pernyataan ini diperkuat oleh hasil skor pretest dari
bahwa ada pengaruh pada skor kognitif setelah
sample responden yang memiliki nilai kemungkinan
diberikan terapi Senam Otak. Hasil analisa data
gangguan kognitif adalah yang mempunyai tingkat
didapatkan bahwa semua responden mengalami
pendidikan SD-SMP. Maka dapat dikemukakan
peningkatan skor kognitif setelah diberikan terapi
bahwa tingkat kematangan pendidikan mempengaruhi
Senam Otak. Hasil analisa data juga sudah dapat
perubahan kognitif. Lansia yang memiliki tingkat
dilihat bahwa ada peningkatan skor kognitif antara
pendidikan lebih tinggi lebih mampu menjawab
sebelum dan sesudah diberikan terapi senam otak.
pertanyaan MMSE dengan cepat.
Hasil uji Paired T-Test juga didapatkan bahwa
Kesimpulannya bahwa faktor yang memberikan
dengan tingkat kemaknaan 0,05 hasil signifikasi
kesan terhadap perubahan tingkat kognitif lansia
yang diperoleh sebesar 0,000. Hasil signifikansi <
pada kelompok kasus yaitu usia, perbedaan jenis
0,05 maka hal ini menandakan bahwa terapi Senam
kelamin dan tingkat pendidikan.
Otak yang diberikan pada lanjut usia ini memiliki
2. Skor Kognitif Sesudah Terapi Senam Otak pengaruh terhadap peningkatan skor kognitif. Karena
Dari hasil penelitian menunjukkan data skor signifikasi < 0,05 maka hipotesis diterima. Hasil
kognitif lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh Terapi
Senam Otak dan dapat dilihat pada setiap responden Senam Otak terhadap peningkatan skor kognitif
terjadi peningkatan skor kognitif, sedangkan pada lansia.
responden yang mengalami penurunan atau tetap Sesuai dengan teori Dennison bahwa kegiatan
tidak ada. Peningkatan skor kognitif yang terjadi senam otak yang dilakukan secara teratur oleh
berbeda antar responden, hal tersebut dikarenakan kelompok usia dewasa menengah dan lansia dapat
beberapa faktor antara lain factor usia, jenis kelamin, mencegah dan memperlambat penurunan daya ingat
pekerjaan dan tingkat pendidikan yang berbeda- sebagai akibat penuaan. Senam otak telah diteliti
beda. dapat meningkatkan aktivitas otak melalui gerakan
Tabel 5.1 menunjukkan lebih rinci data rata- gerakan sederhana yang dirancang untuk
rata skor kognitif dari 21 responden (100%) yaitu mengaktifkan seluruh bagian otak. Diantara gerakan-
sebesar 23,48 dengan standar deviasi 1887 dan gerakan dalam senam otak yang di kreasikan oleh
pada tabel 5.2 responden menunjukan data skor Dennison (2002) yang bermanfaat dalam peningkatan
kognitif sesudah diberikan terapi Senam otak dapat perhatian dan daya ingat yaitu gerakan menyebrangi
di lihat bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor garis tengah tubuh (gerakan silang dan olengan
kognitif menjadi sebesar 27, 90 dengan standar pinggul, pengisi energi) gerakan meningkatkan energi
deviasi 1.179. Disimpulkan bahwa semua responden dan penguatan sikap (gerakan tombol bumi, tombol
mengalami peningkatan skor kognitif setelah diberikan imbang, saklar otak, kait rileks, mengaktifkan tangan,
terapi Senam Otak selama 2 minggu dengan 6 kali luncuran grafitasi). Gerakan-gerakan yang lain juga
petemuan yang dilakukan setiap hari minggu rabu dapat digunakan untuk mengaktifkan otak dan
dan jumat selama 15-20 menit setiap pertemuan di meningkatkan konsentrasi, serta keseimbangan
pandu oleh partner peneliti sebagai instruktur senam adalah delapan tidur, dan menguap berenergi. Temuan
yang sudah berpengalaman sebagai instruktur Senam penelitian menunjukkan bahwa gerakan Senam Otak
Lansia di kota Malang dan sudah sesuai dengan memberikan kontribusi terhadap peningkatan fungsi

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 109

kognitif lansia pada kelompok posyandu lansia di Markam, et al., 2008. Latihan Vitalisasi Otak,
RW 7 Kelurahan Kota Lama Kecamatan Kedung grasindo Jakarta
Kandang Kota Malang. Johnson, M.H. 2015. Developmental cognitive
Gerakan Senam Otak yang disebut gerakan Neuroscience, Edisi 2. Oxford : Blacwell
menyeberangi garis tengah pada dimensi lateral dan publishing.
gerakan meningkatkan energi pada dimensi Tammasse, j. 2009. Lakukan Senam otak Online,
pemusatan dapat meningkatkan aliran darah, (http:inseptika.file.wordpress.com/2013/11/
kebutuhan nutrisi (protein IGF) dan O2 ke otak. 1245348270faar-utm)
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi (protein IGF) dan O2
Gunadi. (2010). Gerakan Meningkatkan
pada otak akan mengaktivasi Myelination sehingga
Kecerdasan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya.
meningkatkan respon stimulus informasi yang masuk
(visual,auditori, olfaktori,rasa dantaktil/motorik) dengan Dennison, Paul E., & Gail, E. (2006). Buku Panduan
pembukaan saluran Ca++ yang mengakibatkan Lengkap Brain Gym. Jakarta: Gramedia
peningkatan pemasukan Ca++ dalam terminal Setyoadi dan Kushariyadi, 2011. Terapi Modalitas
prasinaps sehingga terjadi peningkatan pengeluaran Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.
neurotransmiter glutamate untuk memori jangka Jakarta : Medika Salemba. Hal. 143.
pendek, yaitu : serotonin, cyclic AMP dan protein Johnson, M.H. 2015. Developmental cognitive
Kinase A (Sherwood, 2010). Yang senjutnya di perkuat Neuroscience, Edisi 2. Oxford : Blacwell
dan dislurkan lobus temporal ke hipokampus dan publishing.
secara keseluruhan akan mempengaruhi dalam Nugroho, W. H. (2008). Komunikasi dalam
peningkatan skor kognitif lansia sehingga Senam Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Otak dapat digunakan sebagai alternatif untuk
Ramdhani N. Gambaran Fungsi Kognitif Dan
pencegahan penurunan skor kognitif8.
Keseimbangan Pada Lansia Di Kota
Manado. KTIS. Manado: FK UNSRAT 2012:
KESIMPULAN h.19:39-41.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Kristyarini D, Kristanti EE. 2012. Pengaruh Rendam
dapat disimpulkan :Terdapat pengaruh Senam Otak Air Hangat pada Kaki Terhadap Kuantitas
terhadap penurunan skor Kognitif pada Lanjut Usia Tidur pada Lansia yang Mengalami
ditunjukkan dengan hasil Uji Statistik Paired T-Test Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo
dengan nilai signifikansi 0.000. Yoseph Kediri. (Abstract).
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Konsep dan
SARAN Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Salemba Medika. Hal. 134.
Pengelolaan kegiatan posyandu lansia diberikan Akmal, I. 2006. Seri Menata Rumah Kamar Mandi.
senam otak dapat dilakukan seminggu sekali untuk Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.
meningkatkan daya pikir untuk mencegah terjadinya 31.
dimensia dan meningkatkan kesejahteraan dan
Guyton and Hall. 2006. Textbook of Medical
kualitas hidup lansia.
Physiology Eleventh Edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders.
KEPUSTAKAAN
Kemsos RI. 2013. Penduduk Lanjut Usia Di
Indonesia Dan Masalah Kesejahteraannya.
https://www.kenkes.go.id/modules.php?
name=News&file=print&sid=522.
Maryam RS,ekasari,MF,dkk .2008.mengenal usia
lanjut dan perawatannya. Jakarta : salemba
medika
Hernawati, I. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi
Usia Lanjut Untuk Tenaga, Kesehatan.
Depkes: Jakarta.

Pengaruh Senam Otak Terhadap Skor Kognitif Lansia pada Kelompok Posyandu Lansia di RW 7 Kelurahan Kota Lama Kecamatan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
110 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENGARUH FLAZLE TERHADAP PERILAKU KEBERSIHAN


PERORANGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Wahyu Hanung Prasetyo*, Ira Suarilah*, Iqlima Dwi Kurnia*


Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Jl Mulyorejo Surabaya, Telp. 031 5913754
e-mail: iqlimaners@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang: permainan FLAZLE adalah ide kreatif dari perawat yang menggabungkan dua pertandingan
teka-teki pendidikan dan kartu flash yang mengandung pelajaran kebersihan pribadi dan gambar untuk setiap
teka-teki dan flash card. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh FLAZLE terhadap perubahan
perilaku kebersihan perorangan anak usia sekolah dasar. Metode: desain penelitian ini quasy-eksperimental
pretest-posttest control group design. Variabel bebas dari studi ini FLAZLE. Variabel dependen adalah
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Populasi penelitian ini adalah anak kelas 5 SDN 01 Sumberputih 30
anak.. Teknik sampling yang digunakan purposif sampling terdiri 15 responden untuk kelompok perlakuan dan
15 responden untuk kelompok kontrol. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan observasi dengan nilai
signiifikansi 0,05, menggunakan uji Wilcoxon sighn rank test dan uji Mann Whitney U. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa FLAZLE berpengaruh positif dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden
pada kelompok perlakuan dengan p = 0,000, p = 0,034 dan p = 0,08 masing-masing. Pada kelompok kontrol
tidak menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik dengan p = 0.317, p = 1.000 dan p = 1.000. Analisis
statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil posttest antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
dengan p = 0,000 (pengetahuan), p = 0,015 (sikap), dan p = 0,02 (keterampilan personal hygiene). Diskusi:
Disimpulkan bahwa FLAZLE bisa meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa-siswi kelas
5 dalam kebersihan pribadi

Kata Kunci: kebersihan pribadi, FLAZLE, pengetahuan, sikap dan tindakan.

Abstrack
Introduction. FLAZLE game was a creative idea from nurses that combine two games : educational puzzle
and flash card which contain personal hygiene lesson and picture to each puzzle and flash card. This study
aimed to examine influence of FLAZLE in changed of 5th-grader student’s knowledge, attitude, and skills
about personal hygiene. Methods: this study was quasy–experimental used pretest-posttest control group
design. The independent variable of this strudy was FLAZLE. The dependen variables were knowledge,
attitude, and skills. The populations were 5th-grader-student’s at SDN 01 Sumberputih comprised 15
respondents for the treatment group and 15 respondents for control group. Respondents were recruited
randomly according to simple purposive sampling. Data were collected used questionnaire and observation
and than analyzed used significance of <0,05 Wilcoxonsign rank test and Mann whitney U test.Result.
Results showed that FLAZLE effected positively in knowledge, attitude, and skills of respondents on the
treatment group with p=0,000, p=0,034 and p=0,08 respectively. Adversely, the level of knowledge,
attitude, and skills of respondents on the control group show no statistically significant result with
p= 0,317, p=1,000 and p=1,000 respectively. The statistical analysis showed that there were differences
in posttest results betwen control group and treatment group with p = 0.000 (knowledge), p = 0,015
(attitude), and p=0,02 (skill in personal hygiene).Discusion. It was concluded that FLAZLE could increased
the level of knowledge, attitude and skill of 5th-grader-students’ in personal hygiene.

Keywords: personal hygiene, FLAZLE, Knowledge, attitude, skill, students.

PENDAHULUAN yang bertujuan untuk mencegah terjangkitnya


penyakit serta memperbaiki status kesehatan (Isro’in,
Personal Hygiene adalah suatu cara pemeliharaan et al., 2012). Beberapa hal yang harus diperhatikan
kesehatan diri seseorang baik fisik maupun psikis dalam upaya kebersihan diri bagi siswa antara lain

11017 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 111

kebersihan kuku, kulit, rambut, telinga, hidung, dan HASIL PENELITIAN


mata, serta kebersihan rongga mulut dan gigi,
kebersihan tangan melalui cuci tangan, kebersihan 1. Perubahan Pengetahuan Responden
kaki dengan menggunakan alas kaki, dan kebersihan Sebelum Dan Setelah Diberikan Pendidikan
serta kerapian pakaian (Notoatmojo, 2010; Arifin, Kesehatan Dengan Media FLAZLE
2011). Hasil analisis Wilcoxon pada kelompok perlakuan
Data yang didapatkan dari wawancara kepada diperoleh nilai p = 0,000, sehingga p < 0,05 yang
kepala sekolah di SDN 01 belum ada kebijakan berarti terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang
yang menunjang kebersihan sekolah. Hasil signifikan antara pretest dan posttest. Pada kelompok
wawancara dan observasi yang dilakukan pada kontrol diperoleh p = 0,317 sehingga p > 0,05 yang
tanggal 02 April 2016 pada 148 siswa di SDN 01 artinya tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan
didapatkan, 63,5% siswa tidak mengetahui cara yang signifikan saat pretest dan posttest.
cuci tangan yang benar, 45,9% siswa tidak mencuci 2. Perubahan sikap responden sebelum dan
tangan setelah bermain atau sebelum makan, 25% setelah diberikan pendidikan kesehatan
siswa memiliki kuku panjang dan hitam, 34,4% dengan medi FLAZLE
siswa menggosok gigi kurang dari 2 kali yang
Hasil analisis Wilcoxon pada kelompok perlakuan
menyebabkan angka kesakitan di SDN 01 cukup
diperoleh nilai p = 0,034, yang berarti terdapat
tinggi.
perbedaan sikap yang signifikan antara pretest dan
Kebersihan perorangan harus dimulai sejak dini, posttest. Pada kelompok kontrol diperoleh p = 1,000
sehingga anak akan terbiasa untuk melakukan sehingga p > 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan
tindakan kebersihan perorangan (Ardhiyarini, 2008). sikap yang signifikan saat pretest dan posttest.
Hal ini jika tidak diatasi akan berdampak kepada Hasil analisis Mann Whitney saat posttest diperoleh
perkembangan dan pendidikan anak kedepannya nilai p = 0,015 sehingga p <0,05 yang artinya
yang terhambat akibat ketertinggalan pelajaran saat terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara
mereka sakit (Prawitaningsih, 2015). kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah
Penggabungan dua permainan yakni permainan pemberian perlakuan.
flash card dan puzzle peneliti berinama FLAZLE.
3. Perubahan tindakan kebersihan responden
Permainan FLAZEL ini sesuai dengan usia tumbuh
sebelum dan sesudah diberikan pendiidkan
kembang anak usia sekolah khususnya anak usia 9-
kesehatan dengan media FLAZLE
12 tahun atau anak kelas 4-6 SD, dikarenakan pada
anak ini anak dapat diberi stimulus untuk Hasil analisis Wilcoxon pada kelompok perlakuan
menggabungkan perasaan, pemikiran, dan sikapnya. diperoleh nilai p = 0,08, sehingga p > 0,05 yang
berarti tidak ada perbedaan perilaku yang signifikan
antara pretest dan posttest. Pada kelompok kontrol
METODE
diperoleh p = 1,000 sehingga p > 0,05 yang artinya
Desain penelitian yang digunakan dalam tidak ada perbedaan perilaku yang signifikan saat
penelitian ini adalah quasy-eksperiment dengan pretest dan posttest. Hasil analisis Mann Whitney
rencana One Group Pre-test Post-test Design. saat posttest diperoleh nilai p = 0,02 sehingga p <
Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas 0,05 yang artinya terdapat perbedaan tindakan yang
5 di SDN 01 Sumberputih yang berjumlah 30 anak signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok
yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan kontrol setelah pemberian perlakuan.
oleh peneliti. Variabel independenadalah permainan
FLAZLE dan variabel dependen adalah pengetahuan, PEMBAHASAN
sikap, dan tindakan kebersihan perorangan anak
1. Pengaruh pendidikan kesehatan dengan
usia sekolah. Pengukuran pengetahuan dan sikap
media FLAZLE terhadap pengetahuan
menggunakan kuisioner dan tindakan menggunakan
kebersihan perorangan anak usia Sekolah
lembar observasi yang diisi oleh orang tua. Hasil
Dasar sebelum dan sesudah dilakukan
pengaruh permainan FLAZLE terhadap perilaku
intervensi
kebersihan perorangan anak usia sekolah dasar di
analisis menggunakan uji Wilcoxonsign rank test Ada pengaruh FLAZLE terhadap pengetahuan
dan Mann whitney U test. anak usia sekolah dalam perilaku kebersihan
perorangan di SDN 01 Sumberputih.

Pengaruh Flazle Terhadap Perilaku Kebersihan Perorangan Anak Usia Sekolah Dasar
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
112 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Pengetahuan responden pada kelompok pendidikan orang tua, dapat dilihat dari tingkat
perlakuan, saat pretest didapatkan pengetahuan pendidikan orang tua, sebagian besar orang tua
sebagian besar pada katagori kurang, responden berpendidikan SMP dan SMA. Hal ini sesuai dengan
pada kelompok perlakuan kurang pada beberapa penelitian Kurniawati (2011) tingkat pendidikan orang
aspek pengetahuan mengenai kebersihan perorangan tua dapat mempengaruhi motivasi belajar atau
seperti: waktu untuk mencuci rambut, definisi keingintahuan anak terhadap sesuatu, sehingga orang
menyikat gigi, ciri-ciri kuku yang baik, serta tujuan tua masih berpandangan bahwa pendidikian atau
dari memotong kuku. Setelah dilakukan intervensi keingintahuan akan sesuatu bukan hal yang penting.
pengetahuan responden pada kelompok perlakuan Tingkat pengetahuan anak usia sekolah setelah
pada saat posttest ditemukan pengetahuan responden dilakukan pendidikan kesehatan kebersihan
meningkat menjadi katagori baik pada semua aspek perorangan dengan media FLAZLE menunjukkan
pengetahuan. perubahan yang signifikan. Teknik dan media
Tingkat pengetahuan posttest pada kelompok penyampaian menjadi faktor penting yang menunjang
kontrol sebagian besar tidak mengalami perubahan, keberhasilan trasfer informasi. Tujuan penyampaian
hampir seluruh responden tetap dalam rentang kurang informasi harus menyesuaikan dengan kebutuahan
dan cukup. Terdapat peningkatan pada sebagian dan motivasi peserta dalam mencerna informasi.
kecil responden yang sebelumnya pada nilai posttest Seseorang akan termotivasi untuk memproses
sebanyak 2 responden (K1 dan K9). Hal ini informasi lebih lanjut atau tidak tergantung pada
dikarenakan kedua responden ini adalah 2 siswa kualitas interaksi antara fasilitator dengan peserta
yang memiliki tingkat kecerdasan yang lebih (Avin & Ira, 1998 dalam Adhim, 2014).
dibandingkan siswa yang lain dibuktikan dengan Pendidikan kesehatan kebersihan perorangan
kedua responden tersebut merupakan siswa rangking dengan media permainan FLAZLE merupakan
10 besar di kelas. metode penyampaian informasi yang tepat bagi
Katagori pengetahuan pada kelompok kontrol anak usia sekolah karena strategi pembelajaran
saat pretest didapat sebagian besar responden pada yang efektif dengan memvisualisasikan pembelajaran
katagori kurang. Aspek pengetahuan kelompok kebersihan perorangan melalui gambar dan
kontrol hampir sama dengan kelompok perlakuan. permainan yang menarik dan kreatif sehingga para
Saat pretest, responden pada kelompok kontrol cukup siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang
kurang pada beberapa aspek pengetahuan mengenai kebersihan perorangan. Metode tersebut sangat
definisi mandi, waktu menggosok gigi, dan ciri-ciri menyenangkan yang sesuai dengan tahap
kuku yang baik. Aspek pengetahuan cukup pada perkembangan kognitif anak usia sekolah yang
responden kelompok kontrol saat pretest ditemukan mayoritas anak berusia 10-11 tahun berada dalam
pada pengetahuan mengenai langkah-langkah mandi, tahap operasional konkrit artinya aktivitas mental
waktu mencuci rambut, serta tujuan memotong kuku. difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau
Pada hasil posttest pengetahuan kelompok kontrol konkrit. Pada usia ini seorang anak juga berada
didapat sebagian besar responden pada katagori pada tahap cooperative play, dimana seorang anak
kurang. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan sudah bisa mengikuti sebuah permainan yang
pada aspek pengetahuan responden kelompok kontrol memiliki aturan yang lebih rumit. Metode dan media
antara pretest dan posttest. Aspek pengetahuan ini dapat meningkatkan perhatian, kreativitas,
baik pada saat pretest tetap baik pada saat posttest, konsentrasi, dan imajinasi anak kemudian anak
begitu pula yang dalam katagori cukup dan kurang tersebut diharapkan mulai belajar menerapkan hal
tetap dalam katagori cukup dan kurang saat posttest. yang dipelajari sehingga akhirnya dapat membentuk
Ditemukan hampir seluruh responden tetap pada perilaku yang baik tentang kebersihan perorangan
katagori kurang, cukup dan baik. dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini media informasi dari Pengamatan dari peneliti selama proses
responden mengenai kebersihan perorangan dapat pendidikan kesehatan dengan metode bermain
dinyatakan kurang, sesuai dengan pernyataan kepala menggunakan FLAZLE, responden cenderung aktif,
sekolah bahwa selama ini pendidikan kesehatan antusias, dan terfokus pada proses pendidikan.
hanya dilakukan secara lisan saja ditengah proses Responden akan saling berbagi informasi yang
belajar mengajar. Sehingga responden kurang didapat. Responden yang memiliki pengetahuan
mendapat informasi mengenai kebersihan perorangan. kurang akan menjawab pertanyaan dengan jawaban
Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah yang kurang tepat, dari sini responden yang menjawab

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 113

salah akan tahu letak kesalahannya dan akan mengalami sendiri suatu objek. Tingkat pengetahuan
mendapatkan jawaban yang lebih tepat, sehingga yang baik cenderung meningkatkan responden untuk
terjadilah proses pembelajaran bersama. bersikap lebih baik (Gerungan, 2002). Sikap tidak
2. Pengaruh pendidikan kesehatan dengan berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
media FLAZLE terhadap sikap kebersihan tertentu terhadap suatu obyek yang dapat dirumuskan
perorangan pada anak usia Sekolah Dasar dengan jelas (Notoadmodjo, 2003). Metode bermain
dengan media FLAZLE memberikan informasi dan
Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan
mencontohkan serta mempraktekkan kepada teman
media FLAZLE terhadap sikap anak usia Sekolah
sebayanya yang lain sehingga memicu siswa untuk
Dasar dalam kebersihan perorangan di SDN 01
lebih mudah menerima stimulus yang diberikan dan
Sumberputih.
mereka juga mendiskusikan suatu masalah bersama-
Sikap pada responden kelompok perlakuan, pada sama sehingga sikap positif cenderung terbentuk.
pretest didapat sikap responden kelompok perlakuan Sesuai dengan teori preceed-proceed bahwa
hampir seluruhnya berada pada katagori negatif. pemberian health education yang sesuai dapat
Sikap negatif responden kelompok perlakuan terlihat memanipulasi faktor pedisposisi yang salah satunya
pada sikap responden kelompok perlakuan menyikapi adalah sikap individu. Adanya abnormal dari hasil
pernyataan “saat rambut kotor, rambut tidak perlu
perubahan skor kuisioner maupun katagori sikap
dicuci” serta “saya tidak menyikat gigi minimal dua
responden, terjadi karena pengalaman pribadi apa
kali dalam sehari”. pada posttest sikap responden
yang pernah dialami membentuk dan mempengaruhi
kelompok perlakuan hampir seluruhnya responden
penghayatan terhadap stimulus, pengaruh budaya
berada pada katagori positif. Sikap positif responden
atau kebiasaan sehari-hari, serta emosional responden
kelompok perlakuan dapat terlihat dari sikap
saat proses pengambilan data. Berdasarkan data
responden kelompok perlakuan terhadap pernyataan
demografi, responden no P06 memiliki orang tua
“saya mandi agar kulit saya bersih” dan “saat
yang sibuk dengan pekerjaan nya masing-masing
mencuci rambut, harus dibilas dengan bersih” serta
sebagai pegawai swasta dan buruh sehingga terjadi
“plak tidak akan menumpuk digigi jika saya
komunikasi antara orang tua dan anak. Serta hasil
menggosok gigi”. Peningkatan jumlah responden
pengamatan peneliti selama penelitian responden
kelompok perlakuan dengan katagori positif terdiri
P06 kurang antusias saat penelitian hal ini terlihat
dari sebagian kecil responden yang sebelumnya
saat penelitian responden P06 sering membuat gaduh
dalam katagori positif tetap dalam katagori positif,
serta terdapat peningkatan pada hampir seluruh dan mengacaukan jalannya penelitian.
responden yang awalnya memiliki sikap negatif Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
menjadi katagori positif. Tetapi terdapat sebagian abnormal data hasil yakni faktor fasilitator bisa
kecil responden yang sebelum dilakukan intervensi berupa komunikasi yang tidak adekuat saat
memiliki sikap positif pada saat setelah dilakuakukan penyampaian informasi dari fasilitator. Setiap
intervensi responden tersebut berubah menjadi responden memiliki kemampuan kognitif yang
kategori negatif (P6). berbeda untuk mencerna informasi yang dipengaruhi
Katagori sikap pada responden kelompok kontrol, perasaan atau mood yang dapat mengurangi
pada pretestdan posttestsebagian besar berada pada perhatian dalam menyerap informasi mengenai
kebersihan perorangan.
katagori negatif. Fenomena ini menunjukkan bahwa
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang 3. Pengaruh pendidikan kesehatan dengan
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, media FLAZLE terhadap tindakan
2010). Hal itulah yang mendukung terjadinya kebersihan perorangan anak usia Sekolah
perubahan pada jumlah responden yang mengalami Dasar sebelum dan sesudah dilakan
perubahan sikap. Nilai sikap responden setelah Data yang diperoleh peneliti dari hasil observasi
diberikan intervensi mayoritas menjadi meningkat pra intervensi, pada lima jenis kebersihan perorangan,
dikarenakan responden sudah bisa menangkap sebagian besar responden memiliki Tindakan
seluruh hal positif pada permainan FLAZLE. kebersihan perorangan yang cukup, setelah dilakukan
Sikap responden yang meningkat karena pendidikan kesehatan dengan media FLAZLE pada
pengetahuan responden yang meningkat setelah kelompok perlakuan terjadi peningkatan tindakan
diberikan intervensi. Sikap tidak mungkin terbentuk kebersihan perorangan yang sebagian besar menjadi
sebelum mendapatkan informasi, melihat atau kriteria baik. Peningkatan kebersihan yang terjadi

Pengaruh Flazle Terhadap Perilaku Kebersihan Perorangan Anak Usia Sekolah Dasar
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
114 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

pada anak relatif merata. Tindakan kebersihan pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui,
perorangan yang mengalami peningkatan yang dipersepsikan setelah seseorang mengetahui
paling tinggi adalah perilaku mencuci tangan, stimulus atau objek kesehatan kemudian mengadakan
dibandingkan dengan perilaku kebersihan perorangan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,
yang lain. Sebelum dilakukan intervensi, sebagian proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan
besar anak tidak mencuci tangan dengan benar, dan atau mempraktikkan apa yanng diketahui dan
mereka tidak tau cara dan waktu untuk mencuci disikapinya (Notoadmodjo, 2010).
tangan yang benar tetapi setelah dikukan intervensi Teori yang mendasari sebuah permainan
hampir seluruh responden dapat melakukan cuci menjadi sebuah media untuk pendidikan kesehatan
tangan dengan benar. adalah teori trasformasi yang dilandaskan pada
Katagori tindakan pada kelompok kontrol psikologi kognitif yang dirumuskan oleh Neisser.
seluruhnya tidak mengalami perubahan yang terdiri Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan teori
dari sebagian besar responden tetap pada katagori psikologi kognitif, tetapi tidak membatasi maknanya
cukup. Tindakan responden kurang pada beberapa pada kawasan pengetahuan saja, melainkan juga
hal seperti langkah-langkah cuci tangan serta meliputi aspek afektif dan juga psikomotorik. Seluruh
memotong kuku. Pada hasil posttest tindakan didapat informasi yang diberikan dalam permainan akan
tindakan responden kelompok kontrol sebagian besar menambah stimulus pada anak SD untuk
pada katagori cukup. Tidak terdapat perbedaan meningkatkan perilaku kebersihan perorangannya,
yang signifikan terjadi pada responden kelompok dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa
kontrol. telah memahami tentang kebersihan perorangan dan
Fenomena ini menunjukkan sebelum diberikan memiliki motivasi yang cukup baik dalam melakukan
perlakuan, responden kelompok perlakuan kebersihan perawatan kebersihan perorangan dalam kehidupan
perorangan yang cukup baik dan hal tersebut cukup sehari-hari. Dengan informasi yang telah diterimanya,
rentan menyebabkan masalah kesehatan. Perubahan anak dapat memiliki motivasi dan tanggung jawab
tindakan terjadi setelah responden kelompok dalam menjaga kebrsiha dirinya.
perlakuan diberikan perlakuan berupa pendididkan
kesehatan tentang kebersihan perorangan dengan KESIMPULAN
permainan FLAZLE. Terjadi peningkatan tindakan
kebersihan perorangan yang sebelumnya cukup 1. Pendidikan kesehatan media FLAZLE
menjadi baik. Berbeda dengan responden pada meningkatkan pengetahuan tentang kebersihan
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan perorangan pada anak Sekolah Dasar di SDN
berupa pendidikan kesehatan tentang perilaku 01 Sumberputih, Kecamatan Wajak, Kabupaten
kebersihan perorangan dengan permainan FLAZLE. Malang. Media FLAZLE memvisualisasikan
Responden pada kelompok kontrol tidak terjadi pembelajaran kebersihan perorangan melalui
perubahan yang signifikan pada hasil pretest dan gambar dan permainan yang menarik dan kreatif.
posttest tindakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa 2. Pendidikan kesehatan media FLAZLE
permainan FLAZLE secara efektif dapat meningkatkan sikap kebersihan perorangan pada
menyampaikan informasi kepada responden sehingga anak Sekolah Dasar di SDN 01 Sumberputih,
dapat menimbulkan perubahan tindakan responden. Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Metode
Retensi informasi yang adekuat dapat mempengaruhi bermain dengan media FLAZLE memberikan
tindakan (Notoadmodjo, 2010). informasi dan mencontohkan serta
Teori stimulus organisme menjelaskan bahwa mempraktekkan kepada teman sebayanya yang
perubahan perilaku dapat dihasilkan dengan lain sehingga memicu siswa untuk lebih mudah
rangsangan yang terus menerus pada individu menerima stimulus yang diberikan dan mereka
(Setiawati & Darmawan, 2008). Pemberian stimu- juga mendiskusikan suatu masalah bersama-
lus tersebut harus disertai dengan perhatian. Perilaku sama.
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, bisa dari 3. Pendidikan kesehatan media FLAZLE
sikap dan pengetahuannya. Fasilitas dan ketertarikan meningkatkan perilaku kebersihan perorangan
seseorang terhadap objek tersebut. Perilaku terjadi pada anak Sekolah Dasar di SDN 01
diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman Sumberputih, Kecamatan Wajak, Kabupaten
seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut Malang, meliputi aspek kebersihan kulit, mulut
(lingkungan) baik fisik maupun non fisik. Kemudian dan rambut. Media FLAZLE bermanfaat bagi

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 115

anak dalam hal meningkatkan kemampuan Notoatmodjo, S. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu
berfikir, menambah keingintahuan dan berlatih Perilaku. Rineka Cipta: Jakarta.
menyelesaikan masalah sehingga FLAZLE dapat Notoatmodjo 2005, Pendidikan dan Perilaku
digunakan sebagai media pendidikan kesehatan Kesehatan, Rhineka Cipta, Jakarta.
kebersihan perorangan yang diawali dengan
Notoatmojo, S 2010, Promosi Keesehatan (Teori
peningkatan pengetahuan dan sikap kebersihan
dan Aplikasi), Jakarta: Rineka Cipta
perorangan.
Notoatmodjo, S2012,Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta: Rhineka Cipta
SARAN
Prawitaningsih, N 2015,”Pengaruh Pendidikan
Pendidikan kesehatan sangat penting diterapkan Kesehatan Dengan Media Flash card Terhadap
pada anak sejak dini, metode bermain menggunakan Pengetahuan dan Sikap Dalam Pemilihan
FLAZLE dapat digunakan sebagai salah satu metode Jajanan Sehat pada Siswa Di SDN Ketangan
pembelajaran pendidikan kesehatan yang menarik Desa Teruwai Lombok Tengah”, Skripsi Sarjana,
dan kreatif, sehingga siswa dapat lebih aktif dan Universitas Airlangga.
tertarik dalam menerima materi pembelajaran. Program for Appropriate technology in Health 2002,
Games for Adolescent Reproductive Health,
KEPUSTAKAAN Path Games for Health, Washington D.C.
Ratnaningsih, N 2007, “Pengaruh Pembelajaran
Adeka 2011, Educational Toys and Craf, Diambil
dari http://www.adekaedutoysandcraft.com. Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir
Diakses tanggal 07 maret 2016 pukul 16.40. Kritis dan Kreatif Matematik Serta Kemandirian
Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas”,
Arikunto 2009, Prosedur Penelitian Suatu
Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar 2007, Jakarta:
Aroya, Rofiqo 2013, “Pengaruh Media Pembelajaran
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Puzzle Terhadap Peningkatan Kemampuan
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Calistung Peserta Didik Pendidikan Keaksaraan
Fungsional Tingkat Dasar di UPTDSKB Sismiasih, Rofiqo Aroya 2013,”Pengaruh Media
Kabupaten Trenggalek”.E-journal Universitas Pembelajaran Puzzle Terhadap peningkatan
Negeri Surabaya. Vol. 1 No.3. Kemampuan calistung Peserta Didik
Pendidikan Keaksaraan Fungsional Tingkat
Arsyad 2011, Media Pembelajaran. Rajawali Press,
Dasar Di UPTDSKB Kabupaten Trenggalek”,
Jakarta
E-journal Universitas negri Surabaya.Vol.1
Dermawan & Setiawati 2008, Esensi Praktis Belajar No. 3.
dan Pembelajaran Perilaku, Humaniora :
Suliha, U 2002, Pendidikan Kesehatan dalam
Bandung.
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Isro’in, L.; dan Sulistyo Andarmoyo2012, Personal
WHO 2012, Oral Health, Diambil dari http://
Hygiene : Konsep, Proses dan Aplikasi dalam
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs318en/
Praktik Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
orh-report12-en.pdf. Diakses pada tanggal 14
Lengkong, Joseph, Pijoh 2013,Personal Hygiene Maret 2016 pu
Perorangan dengan Infestasi Cacing pada
pelajar Sekolah dasar Negeri 47 Kota
Manado, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi.
Juniske & Ghondoyoewono 2009, Pengaruh Metode
bermain terhadap Penyuluhan Kesehatan Gigi
dan Mulut. Skripsi Universitas Trisakti, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.

Pengaruh Flazle Terhadap Perilaku Kebersihan Perorangan Anak Usia Sekolah Dasar
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
116 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

EFEKTIFITAS TERAPI BEKAM TERHADAP PENURUNAN NYERI


GIGI USIA 17 TAHUN KE ATAS DI WILAYAH KERJA
KECAMATAN KALIPURO BANYUWANGI

Rudiyanto1, Achmad Efendi2


Program Studi Ners STIKES Banyuwangi
Program Studi Ners STIKES Banyuwangi
Alamat : Jl.letkol Istiqlah No.109 tlp (0333) 421610 Banyuwangi
E-mail : rudiyanto.roqy@gmail.com Hp 082 165 737 246

Abstrak
Bekam atau Hijamah diartikan sebagai peristiwa penghisapan darah dengan alat menyerupai tabung, serta
mengeluarkan darahnya yang terkontaminasi toksin atau oksidan dari dalam tubuh melalui permukaan kulit
dengan penyayatan yang kemudian di tampung di dalam gelas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisa efektifitas terapi bekam
terhadap penurunan nyeri gigi usia 17 tahun ke atas.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Eksperiment dengan rancangan penelitian quasi
Eksperimen yang pada kedua kelompok diawali degan pra-tes, dan setelah pemberian perlakuan diadakan
pengukuran kembali (pasca-tes). Sampel yang diambil sebanyak 20 responden yang sudah di sesuaikan
dengan kriteria inklusi. Hasil pengukuran pada kedua kelompok tersebut dianalisa menggunakan uji Wilcoxon
matched pair test dengan tingkat signifikan 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi bekam efektif terhadap penurunan nyeri gigi. Pada kelompok
eksperimen sebelum diberi perlakuan terapi bekam sebagian besar mengalami nyeri gigi pada skala 4-6 (nyeri
sedang) yaitu sebesar 50% dan 30% dengan skala 7-9 ( nyeri berat ). Kemudian setelah diberikan perlakuan
skala nyeri mengalami penurunan yaitu 80% nyeri hilang (skala 0), 20% nyeri ringan (skala 1-3). Pada kelompok
kontrol nyeri tidak langsung mengalami penurunan nyeri gigi, melainkan skala nyeri gigi menurun setalah 15
menit – 60 menit pasca perlakuan selain terapi bekam. Dari hasil pengujian statistik uji Wilcoxon matched pair
test dengan menggunakan SPSS 15. Nilai signifikan sebesar 0,05 (ρ < 1,960), dan hasil Z hitung 2,524 lebih
besar dari 1,960, maka H1 diterima berarti adanya efektifitas terapi bekam terhadap penurunan nyeri gigi.
Hal ini terjadi karena di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat satu poin atau titik yang mempunyai sifat
istimewa. Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk
jaring -jaring atau jala, jala ini dapat disamakan dengan meridian atau habl. Pada saat penghisapan pada titik
tersebut, akan merangsang syaraf-syaraf pada permukaan kulit. Rangsagan ini akan dilanjutkan pada cornu
posterior medulla spinalis melalui syaraf A-Delta dan C, serta traktus spino thalamikus ke arah thalamus yang
akan menghasilkan endorphin sedangkan sebagian rangsangan akan diteruskan melalui serabut aferen
simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan refleks intubasi simpatis, sehingga menimbulkan intubasi
nyeri secara general.
Jadi terapi bekam efektif terhadap penurunan nyeri gigi usia 17 tahun keatas di wilayah kerja kecamatan
kalipuro Banyuwangi, dengan demikian di harapkan terapi bekam dapat diterapkan oleh petugas kesehatan
khususnya profesi keperawatan sebagai terapi alternatif untuk menurunkan nyeri gigi kepada klien yang
mengalami nyeri gigi agar tidak selalu menggunakan terapi farmakologik.

Kata kunci : terapi bekam, penurunan nyeri gigi

Abstract
Cupping or Hijamah defined as events with a tool resembling blood suction tube, and the issue of
contaminated blood or oxidant toxins from the body through the skin surface with a slice at capacity in
the glass.
The purpose of this study is to investigate, identify and analyze the effectiveness of cupping therapy on
reducing dental pain aged 17 and over.
The research method used is the type of research study design experiments with quasi experiment in both
groups started pre-test, and after the treatment is held back measurement (post-test). Samples taken by 20
respondents that have been adjusted with the inclusion criteria. The results of measurements in both groups
were analyzed using the Wilcoxon matched pairs test with significant level 0.05.

11617 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 117

The results showed that the cupping therapy effective against dental pain reduction. In the experimental
group was given treatment before cupping therapy largely teeth experience pain on a scale of 4-6 (moderate
pain) that is equal to 50% and 30% with a scale of 7-9 (severe pain). Then, after being given treatment
pain scale decreased 80% without pain (scale 0), 20% mild pain (scale 1-3). In the control group the pain
does not directly decrease dental pain, dental pain scale but declined after the 15 minutes - 60 minutes
post-treatment other than cupping therapy. From the results of statistical tests Wilcoxon matched pairs test
using SPSS 15. The significant value of 0.05 (α <1.960), and the results of Z acount 2.524 greater than
1,960, the H1 accepted to mean the effectiveness of cupping therapy on pain reduction gear.
This happens because under the skin, muscle, and fascia there is a point or a point having special
characteristics. Among the points of the other points interconnected with longitudinal and transverse
forming -jaring nets or nets, these nets can be equated with meridians or habl. At the time of suction at
that point, will stimulate the nerves in the skin surface. Rangsagan will be continued at the horn posterior
spinal cord through nerve A-Delta and C, as well as the tract Spino thalamikus toward the thalamus which
will produce endorphins while some stimulus will be passed through the fiber afferent sympathetic toward
the motor neurons and cause reflex intubation sympathetic, causing intubation pain in general
So, Cupping therapy is effective to against dental pain reduction in the age of 17 years and above in the
working area Kalipuro district Banyuwangi, is thus expected to cupping therapy can be applied by health
workers, especially the nursing profession as an alternative therapy to reduce dental pain to clients who
experience dental pain in order not to always use pharmacologic therapy.

Keywords: cupping therapy, dental pain reduction

PENDAHULUAN yang menyebutkan tingkat prevalensi karies (titik


hitam tanda gigi berlubang) di Indonesia mencapai
Menderita sakti gigi bukanlah pengalaman yang
angka 90,05 %. “Jika sudah seperti itu, daerah yang
menyenangkan. Penyebab awal seseorang menderita
rusak tidak dapat disembuhkan,” kata Dokter Zaura.
nyeri gigi pada umumnya karena gigi berlubang.
Di Indonesia, angka keluhan sakit gigi juga cukup
Sehingga tanpa disadari keluhan nyeri gigi tersebut
tinggi, yaitu 1,3% atau 2.620.000 penduduk per
juga berdampak terhadap produktivitas si penderita.
bulan. Namun, dari jumlah itu, hanya 13% yang
Keluhan nyeri gigi berakibat seseorang tidak masuk
melakukan pengobatan kerumah sakit. Sedangkan
kerja atau pergi ke sekolah.
sebanyak 69,3% berusaha mengobati sendiri dan
Seorang dokter gigi Amerika yang bekerja di sisanya tidak berobat sama sekali. (http://
Universitas Berlin (Willoughby Miller) menemukan webdev.ui.ac.id/download/kliping/250707/
bahwa lubang gigi disebabkan oleh pertemuan antara 90_Persen_Penduduk_Sakit_Gigi.pdf).
bakteri dan gula. Bakteri akan mengubah gula dari
Tingginya angka penderita sakit gigi bisa
sisa makanan menjadi asam yang menyebabkan
dimaklumi karena hanya 10% orang Indonesia yang
lingkungan gigi menjadi asam (lingkungan gigi
mengerti cara menyikat gigi dengan benar.
sebenarnya adalah basa) dan asam inilah yang
Sedangkan yang sebanyak 67% hanya menyikat
akhirnya membuat lubang kecil pada email gigi.
Saat lubang kecil terjadi pada email gigi, kita tidak gigi seadanya. “yang 22% jarang, kadang-kadang
akan mersakan sakit gigi. Tetapi lubang kecil pada dan tidak menyikat gigi. Padahal sakit gigi dapat
email selanjutnya dapat menjadi celah sisa makanan mengganggu aktifitas penderita selama 2,5-5,28 hari.
dan adanya bakteri akan membuat lubang semakin Berdasarkan hasil survei kesehatan nasional pada
besar yang melubangi dentin. Pada saat seperti ini 2004, tercatat 1.248 orang meninggal akibat sakit
akan terasa linu pada gigi saat makan. Bila dibiarkan gigi. “itu setara dengan 1,2 % dari jumlah total
lubang akan sampai pada lubang syaraf sehingga penderita penyakit gigi. (http://webdev.ui.ac.id/down-
kita akan merasakan nyeri pada gigi. (http:// load/kliping/250707/90_Persen_Penduduk_Sakit_
kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel- Gigi.pdf).
kesehatan/125-sakit-gigi-berlubang.html). Berdasarkan hasil pengamatan di wilayah kerja
Dokter gigi Zaura Rini Matram mengatakan 90 kecamatan kalipuro khususnya di puskesmas klatak,
% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan selama bulan Januari 2010 sampai dengan bulan
mulut yang sifatnya agresif kumulatif. Pernyataan nofember 2010, masyarakat yang mengalami penyakit
ini didasarkan atas hasil survei kesehatan nasional pulpa dan jaringan periapikal sebanyak 1268 orang

Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Nyeri Gigi Usia 17 Tahun ke Atas di Wilayah Kerja Kecamatan Kalipuro Banyuwangi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
118 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

dan masyarakat yang mengalami penyakit gusi dan dengan pretest-posttest control group design,
jaringan periodontal berjumlah 1017 orang. Penyakit- hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun
penyakit tersebut diatas yang menyebabkan kelompok kontrol tidak dipilih secara random
timbulnya rasa nyeri pada gigi. Berdasarkan (Sugiyono,2009:79)
percobaaan yang dilakukan peneliti kepada 5 orang Populasi dalam penelitian ini adalah semua
yang mengalami nyeri gigi, didapatkan hasil bahwa penduduk yang berusia 17 tahun ke atas di wilayah
4 dari 5 orang yang mengalami nyeri gigi setelah kerja Kecamatan Kalipuro. Sampel dalam penelitian
dilakukan terapi bekam mengalami penurunan rasa ini adalah sebagian penduduk yang berusia 17 tahun
nyeri dan tidak mengalami nyeri ulang. Sedangkan ke atas di wilayah kerja kecamatan kalipuro tahun
yang 1 orang lainnya setelah dilakukan terapi bekam 2010 sebanyak 20 orang. Tekhnik sampling yang
mengalami penurunan rasa nyeri gigi, hanya saja digunakan adalah Purposive sampling. Variabel
nyeri itu muncul kembali 12 jam setelah dilakukan independent dalam penelitian ini adalah efektifitas
terapi bekam. terapi bekam. Variabel dependent dalam penelitian
Guna menghilangkan rasa sakit atau nyeri pada ini adalah penurunan nyeri gigi.
gigi yang dapat menyebabkan si penderita tidak Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dapat beraktifitas selama 2,5-5,28 hari, dan juga adalah lembar observasi (lembar kuesioner), dan
untuk menghindari berbagai kesengsaraan akibat alat-alat bekam. Instrumen dalam penelitian ini adalah
obat-obatan kimia. Maka, untuk mengurangi bahkan 0 : (tidak nyeri). 1-3 : (Nyeri ringan) secara obyektif
sampai menghilangkan rasa nyeri gigi dilakukan klien dapat berkomunikasi dengan baik tindakan
pembekaman. Pembekaman ini akan menghasilkan manual sangat membantu. 4-6 : (nyeri sedang)
rangsangan pada titik-titik saraf, juga terjadi secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
pergerakan aliran darah dan rangsangan terhadap menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya,
organ kekebalan tubuh. (Yasin, 2005 : 61). Namun, dapat mengikuti perintah dengan baik dan responsif
pada gigi yang mengalami karies yang berat maka terhadap tindakan manual. 7-9 : (nyeri berat) secara
setelah dilakukan pembekaman guna menurunkan obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
hingga menghilangkan nyeri harus dilakukan perintah tapi masih responsif terhadap tindakan,
penanganan secara medis yaitu pencabutan gigi
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
maupun penambalan pada gigi. Untuk mencegah
mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
terjadinya lubang pada gigi yang menjadi penyebab
posisi, nafas panjang dan distraksi. 10 : (nyeri
awal timbulnya rasa nyeri pada gigi, maka harus
sangat berat) klien sudah tidak mampu lagi
melakukan pemeriksaan gigi secara rutin, menyikat
berkomunikasi, berteriak histeris, tidak dapat
gigi secara teratur dengan cara yang benar dan
mengikuti perintah, mengejan tanpa dikendalikan,
pada waktu yang tepat, kumur setelah makan, pilih
menarik-narik, memukul benda disekitarnya, tidak
pasta gigi yang mengandung fluorida dan mengurangi
responsif terhadap tindakan, tidak dapat menunjukkan
makanan yang mengandung gula dan tepung.
lokasi nyeri yang dirasakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Januari
dunia Kedokteran Modern menunjukkan bahwa
sampai April 2011 yang bertempat di wilayah kerja
pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat syaraf
Kecamatan Kalipuro. Dari data yang terkumpul
permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada
kemudian di editing, coding, dan tabulasi, kemudian
cornu posterior medulla spinalis melalui syaraf
data dianalisa dengan menggunakan uji bertingkat
A-Delta dan C, serta traktus spino thalamikus ke
Wilcoxon Match Pairs Test dengan bantuan pro-
arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin.
gram SPSS 15. Uji ini digunakan untuk menguji
Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan
signifikansi hipotesis komparasi dua sample yang
diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke
berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal (skala
motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri.
berjenjang). Uji ini bertujuan untuk menilai efektifitas
Efek lainnya adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan
terapi bekam terhadap penurunan nyeri gigi sebelum
peningkatan kerja jantung.(Yasin, 2005 : XVIII).
dan sesudah dilakukan terapi bekam.
Hasil test statistics pada SPSS 15 memberikan
METODE
informasi Z hitung dan nilai signifikansi. Terdapat
Dalam penelitian ini menggunakan desain dua cara untuk mengetahui signifikan tidaknya uji
penelitian quasi eksperiment. Desain ini hampir sama Wilcoxon Match Pairs Test:

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 119

1. Membandingkan Z Hitung dengan Z Tabel pada 3. Skala nyeri gigi sebelum pada kelompok kontrol
taraf signifikansi 5%. Ketentuan signifikan
apabila Z Hitung > Z tabel. Apabila hasil Z Tabel 3. Skala nyeri gigi sebelum pada kelompok
Hitung > Z Tabel, maka dapat dinyatakan bahwa kontrol di wilayah kerja Kecamatan
terdapat adanya efektifitas terapi bekam Kalipuro tanggal 01 Januari 2011 s.d 31
terhadap penurunan nyeri gigi. Juli 2011.
2. Membandingkan nilai signifikan dengan taraf No Skala Jumlah Persentase
signifikan 5%. Ketentuan signifikan apabila nilai 1 0 0 0%
2 1-3 4 40%
signifikan < taraf signifikansi 5%. Apabila hasil
3 4-6 5 50%
statistics sesuai dengan ketentuan diatas maka
4 7-9 1 10%
dapat dinyatakan bahwa terdapat adanya 5 10 0 0%
efektifitas terapi bekam terhadap penurunan
Jumlah 10 100%
nyeri gigi.
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa masyarakat
HASIL PENELITIAN kecamatan Kalipuro sebagian besar mengalami
nyeri gigi pada skala 4-6 (nyeri sedang) yaitu
1. Skala nyeri gigi sebelum diberi perlakuan terapi sebesar 50%.
bekam
4. Skala nyeri gigi setelah pada kelompok kontrol
Tabel 1. Skala nyeri gigi sebelum diberi perlakuan
Tabel 4. Skala nyeri gigi setelah pada kelompok
terapi bekam di wilayah kerja Kecamatan
kontrol di wilayah kerja Kecamatan
Kalipuro tanggal 01 Januari 2011 s.d 31
Kalipuro tanggal 01 Januari 2011 s.d 31
Juli 2011.
Juli 2011.
No Skala Jumlah Prosentase
No Skala Jumlah Persentase
1 0 0 0%
1 0 0 0%
2 1-3 2 20%
2 1-3 4 40%
3 4-6 5 50%
3 4-6 5 50%
4 7-9 3 30%
5 10 0 0%
4 7-9 1 10%
5 10 0 0%
Jumlah 10 100%
Jumlah 10 100%
Dari tabel di atas, didapatkan bahwa masyarakat
kecamatan Kalipuro sebagian besar mengalami Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa skala
nyeri gigi pada skala 4-6 (nyeri sedang) yaitu nyeri gigi pada masyarakat kecamatan kalipuro
sebesar 50%. pada kelompok kontrol pasca perlakuan selain
terapi bekam tidak mengalami penurunan nyeri
2. Skala nyeri gigi setelah diberi perlakuan Bekam
5. Hasil observasi skala nyeri
Tabel 2. Skala nyeri gigi setelah diberi perlakuan
terapi bekam di wilayah kerja Kecamatan Tabel 5. Hasil observasi skala nyeri kelompok
Kalipuro tanggal 01 Januari 2011 s.d 31 eksperimen dan kontrol pada masyarakat
Juli 2011. di wilayah kerja kecamatan kalipuro tanggal
01 Januari 2011 s.d 31 Juli 2011.
No Skala Jumlah Persentase
1 0 8 80% Kelompok Kelompok
2 1-3 2 20% NO eksperimen kontrol
3 4-6 0 0% PRA PASCA PRA PASCA
4 7-9 0 0% 1 8 0 3 3
5 10 0 0% 2 6 0 9 9
3 3 0 6 6
Jumlah 10 100% 4 6 0 4 4
5 8 1 3 3
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa skala 6 3 0 6 6
nyeri gigi pada masyarakat kecamatan kalipuro 7 6 0 3 3
mengalami penurunan setelah diberi perlakuan 8 6 1 4 4
9 8 0 3 3
bekam. 10 6 0 4 4

Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Nyeri Gigi Usia 17 Tahun ke Atas di Wilayah Kerja Kecamatan Kalipuro Banyuwangi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
120 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Sesuai dengan rancangan penelitian quasi meridian inilah mengalir energi chi yang berperan
eksperiment, maka kelompok eksperimen di beri dalam menyeimbangkan fungsi tubuh, dengan
perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak di mengaktifkan titik-titik dari meridian dengan cara
beri perlakuan. Pada kedua kelompok diawali membekam, maka energi chi akan mengalir
dengan pra-test dan setelah pemberian sepanjang meridian menuju bagian tubuh yang tidak
perlakuan diadakan pengukuran kembali (pasca- seimbang atau mengalami kelainan. Selanjutnya, ia
test). Berikut di atas adalah hasil observasi akan mengembalikan bagian tubuh ke kondisi sehat
skala nyeri pada kedua kelompok. seperti semula (Wadda’, 2008). Di titik tersebut
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa dari 10 banyak terdapat kumpulan syaraf, motor neuron
responden pada kelompok eksperimen setelah dan saluran pembuluh darah. Bila titik dibawahnya
diberikan terapi bekam langsung mengalami di bekam, maka akan terjadi proses kapiler dan
penurunan skala nyeri, 80% nyeri hilang dan arteriola, peningkatan jumlah leukosit, limfosit dan
20% nyeri ringan. Pada 10 responden kelompok sistem retikulo endhotelial, pelepasan ACTH kortison,
kontrol tidak ada yang mengalami penurunan endorphin, enkefalin dan faktor humoral lain. Selain
skala nyeri pasca perlakuan selain terapi bekam. itu juga terjadi efek anti peradangan, penurunan
serum lemak trigliserida, fosfolipida dan kolesterol
Berdasarkan penelitian, pada tabel 1. didapatkan LDL, merangsang proses lipofisis jaringan lemak
bahwa masyarakat kecamatan Kalipuro sebagian dan mengatur kadar glukosa darah agar normal.
besar mengalami nyeri gigi pada skala 4-6 (nyeri Disertai pula pelepasan zat neurokimia seperti
sedang) yaitu sebesar 50% dan 30% dengan skala endhorphin dan peningkatan oksigen aliran darah.
7-9 (nyeri berat). Pada tabel 5.4 didapatkan dari 10 Secara mudah, titik tersebut bisa diibaratkan tombol
responden kelompok kontrol yang mengalami nyeri listrik yang bila dipijat akan menghasilkan listrik
gigi sebagian besar pada skala 4-6 (nyeri sedang) keseluruh tubuh.
dan 40 % nyeri ringan (1-3).
Jadi, dari titik itulah energi chi akan mengalir
Berdasarkan pada penelitian, pada tabel 2 skala keseluruh tubuh. Dan energi chi inilah yang
nyeri gigi pada kelompok eksperimen di wilayah memperbaiki fungsi tubuh. Dengan adanya perbaikan
kerja Kecamatan Kalipuro Banyuwangi setelah fungsi tubuh, maka kesembuhan akan diperoleh
dilakukan pemberian terapi bekam pada 10 (Wadda’, 2008). Pada saat penghisapan pada titik
responden sebagian besar mengalami penurunan tersebut, akan merangsang syaraf-syaraf pada
skala nyeri pada skala 0 yaitu 80% dan 20% pada permukaan kulit. Rangsagan ini akan dilanjutkan
skala nyeri ringan (1-3). Pada tabel 5 hasil observasi pada cornu posterior medulla spinalis melalui syaraf
skala nyeri setelah di beri perlakuan terapi bekam A-Delta dan C, serta traktus spino thalamikus ke
20% responden yang mengalami penurunan nyeri arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin
dengan skala ringan (1-3) setelah di beri perlakuan sedangkan sebagian rangsangan akan diteruskan
pada menit ke 15 skala nyeri menjadi 0. melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor
Dari 10 responden yang dilakukan eksperimen neuron dan menimbulkan refleks intubasi simpatis,
ada 2 responden yang mengalami nyeri ulang dengan sehingga menimbulkan intubasi nyeri secara general
skala ringan (1-3) pada saat 14 jam dan 24 jam (Wadda’, 2008:65).
setelah pemberian terapi bekam. Dari hasil observasi skala nyeri gigi
Artinya adanya efektifitas terapi bekam menunjukkan bahwa terjadi penurunan skala nyeri
terhadap penurunan nyeri gigi pada masyarakat di gigi pasca terapi bekam. Ternyata penurunan itu
wilayah kerja Kecamatan Kalipuro Banyuwangi. dikarenakan terdapat suatu proses/mekanisme dalam
Sesuai penelitian di atas, bahwasanya adanya terapi bekam yaitu terjadinya proses dilatasi pada
Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan nyeri pembuluh darah dan muskulus sehingga dapat
gigi usia 17 tahun ke atas Di Wilayah Kerja mengeluarkan zat kimia (bradikinin, serotonin, asam
Kecamatan Kalipuro Tahun 2011. Hal ini terjadi laktat, enzim proteolitik) yang mengakibatkan nyeri
karena di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat menuju kulit epidermis yang nantinya dikeluarkan
satu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa. melalui sayatan. Selain itu, proses pembekaman
Antara poin satu dengan poin lainnya saling juga merangsang syaraf di permukaan kulit yang
berhubungan membujur dan melintang membentuk kemudian dilanjutkan ke talamus dan terjadilah siklus
jaring -jaring atau jala, jala ini dapat disamakan endhorpin yang akhirnya skala nyeri menurun
dengan meridian atau habl (Yasin, 2005). Melalui (relaksasi).

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 121

SARAN Atasi Nyeri Sendi (2007). Atasi Nyeri Sendi.


Indonesia : www.hdindonesia.com Tanggal 14
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, November 2012, jam 09.00
diharapkan menjadi masukan pihak yang terkait,
Bobak (2005). Konsep dan Penanganan Nyeri.
seperti:
Jakarta : EGC
1. Bagi profesi keperawatan
Brunner & Studdarth (2001). Buku Ajar
Dari hasil penelitian di atas yang menyatakan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
adanya efektifitas terapi bekam terhadap EGC
penurunan nyeri gigi, sehingga cara ini dapat
Carpenito, Lyndal Juall (2001). Diagnosa
dijadikan intervensi dalam penatalaksanaan
Keperawatan. Jakarta : EGC
keperawatan kepada klien yang mengalami
nyeri gigi. Corwin J. Elizabeth. 2006. Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: EGC
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dr Juandi Jo,(2007). Gout Arthritis. WWW.//
Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu ilmu
http.Blogspot.co.id tanggal 11 November 2012
pengetahuan tambahan bagi mahasiswa
jam 13.00
keperawatan dalam meningkatkan pengetahuan
mahasiswa dan dapat diaplikasikan dalam Ester, Monic (2000). Diagnosa Keperawatan.
praktek lapangan. Jakarta : EGC
3. Bagi peneliti yang akan datang Evelyn C. Price. 2006. Anatomi dan Fisiologi
untuk Paramedik. Jakarta: PT Gramedia
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
Pustaka Utama
ilmu pengetahuan kesehatan, sebagai bahan
sumber data penelitian selanjutnya atau Istichomah,(2007). Penatalaksaan Gout Arthritis.
mendorong bagi pihak yang berkepentingan WWW.//http. Cegahasamurat.Blogspot.co.id
untuk melakukan penelitian lebih lanjut. tanggal 12 November 2012 jam 09.00
4. Bagi Masyarakat Jennifer MC, Lee (2000). Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC
Hasil penelitian ini dapat dijadikan terapi alternatif
yang efektif untuk menurunkan skala nyeri gigi Kusyati, Eni (2002). Keterampilan Dan Prosedur
dengan cepat pada masyarakat yang mengalami Laboratorium. Jakarta : EGC
nyeri gigi dan agar tidak selalu menggunakan Mansjoer, Arif (2001). Kapita Selekta Kedokteran.
terapi farmakologik. Namun untuk mencegah Jakarta : Media Aesculapius
terjadinya kerusakan gigi yang lebih parah Notoatmodjo, Soekidjo (2005). Metodologi
maupun infeksi pada gigi maka disarankan bagi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
masyarakat untuk melakukan pemeriksaan gigi
Nursalam (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta :
secara rutin, menyikat gigi secara teratur dengan
EGC
cara yang benar dan pada waktu yang tepat.
Nyeri Asam Urat (2006). Layanan Dan Informasi
Pemerintah Daerah Kabupaten. Nganjuk :
KEPUSTAKAAN www.Nganjuk.go.id Tanggal 15 Desember 2012,
Matram. Zaura rini / Universitas Indonesia / . 2007. jam 08.15
90 Persen Penduduk Sakit Gigi. http:// Nyeri Hebat pada Asam Urat (2007). Samarinda
webdev.ui.ac.id. (16 Maret 2010) Post Online. Samarinda : http//www.sapos.co.id
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif tanggal 16 Desember 2012 jam 15.14
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Potter dan Perry (2005). Fundamental
Umar, A. Wadda. 2008. Sembuh dengan Satu Keperawatan. Jakarta : EGC
Titik. Solo: Al Qowam Priharjo, Robert (2002). Perawatan Nyeri
Yasin,S.A. 2005, Bekam, Sunnah nabi dan mukjizat Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta
medis, Solo: Al-Qowam. : EGC
Alimul Hidayat A.Azis (2004). Buku Saku Qitun (2008). Konsep Dasar Keperawatan.
Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. WWW.//http.Blogspot.co.id Tanggal 14
Jakarta : EGC November 2012, jam 16.00

Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Nyeri Gigi Usia 17 Tahun ke Atas di Wilayah Kerja Kecamatan Kalipuro Banyuwangi
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
122 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Ryril (2012). Kompres hangat dan dingin http://


www.ryrilumoet.blogspot.com Tanggal 26 maret
2013, jam14.00.)
Sastroasmoro, Sudigdo. 2008. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta. Sagung
Seto. Hal : 92
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Syaifuddin. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk
Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC.
Syarifudin. B. 2010. Panduan TA Keperawatan
dan Kebidanan dengan SPSS. Yogyakarta:
Grafindo Litera Media. Hal 177-181
Sylvia Anderson, Price Loreine (2005). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi:6
Vol.2 Jakarta : EGC
Tamsuri, Anas (2007). Konsep dan
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 123

PENGARUH SELF DIABETES MANAGEMENT EDUCATION (SDME)


TERHADAP PENGETAHUAN PREDIABETES

Erva Elli Kristanti*, Titih Huriah**, Azizah Khoiriyati***


*STIKES RS. Baptis Kediri
**Pengajar Program Pascasarjana Keperawatan Universitas Muhammadyah Yoyakarta
***Pengajar Program Pascasarjana Keperawatan Universitas Muhammadyah Yogyakarta
erva.kristini@yahoo.co.id

Abstrak
Latar belakang: Prediabetes merupakan kondisi kadar gula darah diatas normal tetapi belum termasuk kategori
diabetes. Prediabetes dapat mengembangkan beberapa penyakit diantaranya penyakit jantung, penyakit ginjal,
stroke serta mempercepat progres Diabetes Mellitus tipe 2. Upaya peningkatan pengetahuan dan manajemen
diri sangat diperlukan untuk memperlambat progres kejadian prediabetes menjadi diabetes tipe 2. Self Diabetes
Management Education (SDME) merupakan salah satu bentuk pemberian edukasi dengan memberikan
informasi dalam pengambilan keputusan, perilaku perawatan diri, pemecahan masalah dan kerjasama aktif
dengan tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup. Tujuan : Untuk
mengidentifikasi pengaruh SDME terhadap pengetahuan prediabetes. Metode: Desain penelitian adalah quasy
experiment dengan pendekatan pre post design. Sampel dalam penelitian adalah prediabetes di wilayah kerja
Puskesmas Pesantren I Kota Kediri yang dibagi menjadi kelompok intervensi (n 26) dan kontrol (n 26).
Kelompok intervensi mendapatkan perlakuan edukasi selama 3 minggu secara langsung sedangkan pada
kelompok kontrol mendapatkan edukasi berupa booklet. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan
diberikan pada awal edukasi dan pada akhir edukasi pada semua kelompok. Hasil: Berdasarkan hasil uji analisis
Chi Square Test (p < 0,05) pada kedua kelompok setelah dilakukan edukasi SDME didapatkan nilai p value
0,03. Hal ini menunjukkan bahwa SDME dapat mempengaruhi pengetahuan prediabetes. Kesimpulan: SDME
meningkatkan pengetahuan prediabetes di Puskesmas Pesantren I Kota Kediri. Saran : SDME direkomendasikan
sebagai bentuk edukasi untuk meningkatkan derajad kesehatan melalui peningkatan pengetahuan pada
prediabetes dan siapapun yang berisiko prediabetes.

Kata Kunci: prediabetes, SDME, pengetahuan

Abstract
Background: Prediabetes is a condition of impaired glucose tolerance characterized by elevated blood
sugar levels over normal range but not yet classified as Diabetes. Prediabetes can develop into heart
disease, kidney disease, stroke, and diabetes mellitus type 2 progressively. The effort in increasing
knowledge and self management is needed to delay the progress prediabetes incident to be diabetes type
2. SDME is an educational model in providing information of making decision, attitude of self care, problem
solving and active collaoration with health workers to increase clinical result, health status, and quality
of life. Objective: to identify the influence of SDME towards knowledge of prediabetes. Methods: this
research used queasy-experiment with pre post test group design approach and control group. The samples
were prediabetes in working area of CHC Pesantren I Kediri divided into intervention group (n=26) and
control group (n=26). The intervention group was given SDME for 3 weeks, while the control group was
given education with booklet. Data were collected using questionnaire was given at the first education and
the last education to both of groups. Results: based on analysis result of Chi Square Test (p<0,05) to both
of groups after SDME was obtained p value 0.03. It showed that SDME influenced knowledge of
pre-diabetes. Conclusion: SDME increases knowledge of prediabetes in CHC Pesantren I Kediri.
Recommendation: SDME is recommended as an educational model to increase health degree through
improving knowledge to prediabetes and everyone who has risk of prediabetes.

Keywords: prediabetes, SDME, knowledge

123Management Education (SDME) Terhadap Pengetahuan Prediabetes


Pengaruh Self Diabetes
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
124 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENDAHULUAN dimana data prediabetes diperoleh melalui kegiatan


skrining selama 3 minggu dengan menggunakan
Prediabetes merupakan kondisi dimana kadar Diabetes Risk Calculator (DRC). Total Sampel
gula darah diatas normal namun belum termasuk penelitian sebanyak 52 prediabetes dan kemudian
kategori diabetes (Heikes, et al, 2008). Prediabetes dibagi menjadi kelompok intervensi (n 26) dan
ditandai dengan kadar gula darah puasa 100-125 kelompok kontrol (n 26). Semua sampel penelitian
mg/dl dan kadar gula darah dua jam setelah makan telah memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian
140-199 mg/dl (ADA, 2016). Kondisi prediabetes yaitu lolos skrining DRC, kadar gula darah 2 jam
secara alami dapat mengembangkan penyakit setelah makan 140-199 mg/dl, pendidikan minimal
diabetes (Twigg dkk, 2007), penyakit jantung, Sekolah Dasar, mampu melakukan aktivitas sehari-
penyakit makrovaskuler lainnya (Ciccone dkk, 2014) hari secara mandiri. Penelitian ini terdiri dari Variabel
serta sindrom metabolik yang ditandai dengan dependen yaitu SDME dan variabel independen
peningkatan lemak dan insulin resisten yang yaitu pengetahuan Prediabetes di Puskesmas
membawa dampak pada kematian dini (Mayans, Pesantren I kota Kediri.
2015).
Prevalensi prediabetes lebih besar daripada
HASIL PENELITIAN
penderita Diabetes itu sendiri (Heikes, et al, 2008).
Indonesia memperkirakan sekitar 300 juta penduduk Karakteristik Responden
Indonesia telah masuk dalam kondisi prediabetes
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik
(Elliza & Sofitri, 2012).
responden berdasarkan usia dan pendidikan terakhir
Prediabetes dapat dipengaruhi banyak faktor memiliki varian yang sama pada usia (p=0,35) dan
termasuk oleh usia, kegemukan dan hipertensi (Twigg pendidikan terakhir (p=0,77). Pengaruh Self
et al,), pola makan dan aktivitas fisik dan gaya Diabetes Management Education (SDME)
hidup (Heikes et al, 2008). Keterbatasan informasi terhadap pengetahuan prediabetes di Puskesmas
prediabetes untuk memahami kondisi serta Pesantren I Kota Kediri.
perencanaan perilaku yang tepat untuk pencegahan
dapat terkendala. Oleh karena itu sangat penting Tabel 1. Pengetahuan Sebelum intervensi SDME
terus meningkatkan pengetahuan pencegahan kepada Pada Kelompok Intervensi dan kelompok
prediabetes (Haas, et al, 2012). Salah satu bentuk kontrol
kegiatan pendidikan kesehatan untuk perubahan Kelompok Kelompok
ρ
perilaku dan pencegahan penyakit diabetes adalah intervensi kontrol
Variabel value*
Self Diabetes Management Education (SDME) (n=26) (n=26)
(Marie & Kegels, 2014). f % f %
SDME terbukti efektif meningkatkan informasi Pengetahuan
dalam pengambilan keputusan, perilaku perawatan (Komposit)
Baik 16 61,5 22 84,6 0,02
diri, pemecahan masalah dan kerjasama aktif dengan
Kurang 10 38,5 4 15,4
tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis,
Pengetahuan
status kesehatan dan kualitas hidup penderita
Prediabetes
diabetes dan yang beresiko mengembangkannya Baik 18 69,2 22 84,6 0,18
(Weerdt, Visser, &Veen, 1989; Clement, 1995 dalam Kurang 8 30,8 4 15,4
Palestin, 2010 dan Hass, et al, 2012). Oleh karena Pengetahuan
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih Progres
lanjut pada prediabetes. Baik 20 76,9 15 57,7 0,13
Kurang 6 23,1 11 42,3
METODE PENELITIAN Pengetahuan
Pencegahan
Desain penelitian menggunakan rancangan Baik 16 61,5 23 88,5 0,02
Quasi Experimental dengan pendekatan Kurang 10 38,5 3 11,5
pre-post test control design. Populasi penelitian ini *p < 0,05 based on Chi SquareTest
adalah semua keluarga dengan orangtua menderita
Diabetes Melitus di wilayah kerja Puskesmas Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui
Pesantren I. Sampel penelitian adalah prediabetes bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 125

edukasi SDME pada kelompok intervensi dan sesuai dengan apa yang dikehendaki, dan adaption,
kelompok kontrol terdapat perbedaan pada dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan komposit (ρ 0,02) dan pengetahuan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi
pencegahan (ρ 0,02) namun pada pengetahuan pre- (Notoatmodjo, 2011). Istilah prediabetes merupakan
diabetes (ρ 0,18) dan pengetahuan progres (ρ 0,13) informasi yang masih asing bagi responden dan
tidak ada perbedaan. baru didapatkan setelah responden menerima edukasi
sehingga dapat diasumsikan informasi ini mudah
Tabel 2. Pengetahuan Sesudah intervensi SDME dilupakan jika hanya diberikan 1 kali tanpa adanya
Pada Kelompok intervensi dan Kelompok pengulangan informasi pada pertemuan berikutnya.
Kontrol. Penyampaian SDME mengenai prediabetes diberikan
Kelompok Kelompok pada awal pertemuan edukasi sehingga dapat
ρ mempengaruhi daya ingat responden.
intervensi kontrol
Variabel value*
(n=26) (n=26) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
f % f % perbedaan SDME pada pengetahuan komposit,
Pengetahuan pengetahuan progres dan pencegahan. Pendidikan
(Komposit) dan usia mempengaruhi proses belajar, secara umum
Baik 26 100 22 100 0,03 semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
Kurang 0 0 4 0 penerimaan dan kematangan pemahaman informasi
Pengetahuan yang baik (Notoadmodjo, 2003). Hasil penelitian
Prediabetes
menunjukkan bahwa usia dan pendidikan responden
Baik 25 96,2 23 88,5 0,61
memiliki varian yang sama. Peneliti berasumsi
Kurang 1 3,8 3 11,5
bahwa usia dan pendidikan responden bukan menjadi
Pengetahuan
Progres
hal utama informasi SDME tidak dapat dipahami
Baik 24 93,3 18 69,2 0,01 karena penggunaan media selama edukasi juga
Kurang 2 7,7 8 30,8 mempengaruhi keberhasilan penyuluhan kesehatan.
Pengetahuan Penggunaan media penyuluhan kesehatan akan
Pencegahan membantu memperjelas informasi yang disampaikan,
Baik 26 100 25 96,2 0,03 karena lebih menarik. lebih interaktif dan dapat
Kurang 0 0 1 3,8 mengatasi ruang dan indera manusia. (Kumboyono,
*p < 0,05 based on Chi SquareTest 2011). Terdapat beberapa media yang dapat
digunakan berupa lini atas berupa media cetak,
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa radio, televisi dan film serta media lini bawah seperti
terdapat perbedaan pengetahuan komposit responden poster, leaflet, booklet dan sebagainya (Novita &
sesudah edukasi (ρ 0,03) dan pengetahuan progres Franciska, 2011).
(ρ 0,01) serta pengetahuan pencegahan (ρ 0,03) Edukasi SDME yang diberikan telah
namun hanya pada pengetahuan prediabetes (0,61) menggunakan media yang interaktif yang dilengkapi
tidak ada perbedaan. Berdasarkan taraf kemaknaan dengan gambar-gambar sesuai dengan materi
ρ value < 0,05 disimpulkan bahwa SDME edukasi bagi kelompok intervensi Hal ini tentunya
mempengaruhi pengetahuan (komposit). dapat mempengaruhi pengetahuan responden.
Pendapat ini konsiten dengan hasil penelitian yang
PEMBAHASAN dilakukan oleh Kumboyono (2011) bahwa
penyampaian edukasi dengan media audiovisual lebih
Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat menarik daripada media cetak seperti halnya
perbedaan pengetahuan sesudah edukasi SDME Booklet. Hal ini dapat diasumsikan bahwa informasi
pada komponen pengetahuan prediabetes. melalui media interaktif dengan layar LCD
Pengetahuan terbentuk dari serangkaian proses meningkatkan pengetahuan responden lebih baik
dimulai dari kesadaran (awareness), dimana orang dari pada penggunaan media cetak karena hanya
tersebut menyadari dalam arti stimulasi (obyek), menggunakan dua indera sekaligus. Edukasi SDME
merasa tertarik (Interest) terhadap stimulasi atau bertujuan untuk memfasilitasi pengetahuan, sikap
obyek tersebut, menimbang-nimbang (evaluation) dan perilaku untuk perawatan diri responden
terhadap baik dan tidaknya stimulasi, mencoba (trial) (Funnel et.al, 2010). Materi edukasi yang
dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu disampaikan kepada responden secara bertahap dan

Pengaruh Self Diabetes Management Education (SDME) Terhadap Pengetahuan Prediabetes


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
126 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

telah dikonsultasikan kepada ahli dan menggunakan Heikes, K.E, Eddy D, Arondekar B, et al. (2008).
bahasa sederhana sehingga diasumsikan informasi Diabetes Risk Calculator a Simple tool for
yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan Detecting undiagnosed Diabetes and Pre
responden. Peneliti berasumsi bahwa penyampaian Diabetes. Diabetes Care, Volume 31, Number
informasi dengan lengkap dengan bahasa yang mudah 5, May 2008 page 1040-1045
dipahami oleh responden akan meningkatkan Marie & Kegels. (2014). Effects On The First Line
penerimaan informasi responden sehingga informasi Diabetes Care (Fildcare) Self Management
mudah diingat dan tidak segera dilupakan. Education And Support Project Knowledge,
Attitude, Perceptions, Self Management
KESIMPULAN Practices And Glicaemic Control: a quasi-
experimental study conducted in the norhtern
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDME Philippines.ISSN:2155-6156 JDM, an open
mempengaruhi peningkatan pengetahuan prediabetes access journal Volume 4 • Issue 4 • 1000364
di Puskesmas Pesantren I Kota Kediri. page 1-15
Mayans, L (2015). Metabolic Syndrome: Insulin
SARAN resistance and prediabetes. Journal pubmed.
Prediabetes dapat terus memperbaharui 25911245. diakses tgl 11 Februari 2016 www.
informasi baru melalui media masa, konsultasi dokter maturitas.org/article/S0378-5122(15)00632-5/
atau membaca artikel kesehatan sehingga kadar abstract
gula dapat terus dipantau dan meminimalkan Notoatmodjo Soekidjo.(2011). Kesehatan Mayarakat
komplikasi. SDME direkomendasikan sebagi salah Ilmu dan Seni. Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta
satu bentuk edukasi untuk upaya pencegahan Twigg, S.M, Davis,T & Kamp, M. (2007).
prediabetes dan komplikasi lebih lanjut sehingga Australian Diabetes Society; Australian
dapat menekan kejadian diabtetes melitus yang terus Diabetes Educators Association. Prediabetes: a
meningkat. position statement from the Australian Diabetes
Society and Australian Diabetes Educators
KEPUSTAKAAN Association. The Medical Journal Of Australia,
Volume 186 Number 9, Capther 460-465.
American Diabetes Association (2016). Prediabetes. diakses tgl 27 Januari 2016 di https://
Diakses di http://www.diabetes.org/are-you-at- www.researchgate.net/publication/63461
risk/prediabetes/belajar tentang prediabeteshttp:/
/www.diabetes.org/newsroom/press-releases/
2016/first-of-its-kind-psa-campaign-targets-86-
million-american-adults-with-prediabets.html?
loc=news_ad-council-english_jan2016?
referrer=http://www.diabetes.org/?loc=logo.
Ciccone, M.M., Scicchitano P, Camel M, et al.
(2014). Endotelial Function in Pre diabates,
Diabetic and Diabetic Cardiomyopathy : A
Review. Journal Diabetes Metabolism.
ISSN:2155-6156 JDM, an open access journal
Volume 5 • Issue 4 • 1000364
Ellyza, Nasrul & Sofitri (2012). Hiperurisemia Pada
Pradiabetes. Diakses dalam jurnal Andalas
ISSN: 2301-7406 vol 1 no 2 di akses di http://
jurnal.fk.unand.ac.id tgl 15 Januari 2016
Haas, L, Maryniuk M, Beck J, et al. (2012).
National Standart for Diabetes Self
Management Education and Support. Diabetes
Care, Volume 35 page: 2393-240. Doi 10.2337/
dc 12-1707

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 127

LITERATUR REVIEW : PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA MELALUI


“KEPO DI BANJAR” SEBAGAI UPAYA PROMOTIF DAN
PREVENTIF BULLYING DI BALI

Putu Ayu Emmy Savitri Karin1, Made Dian Sulistiowati2, Kadek Eka Swedarma3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
1
emmykarin@yahoo.co.id
2
madedian2010@gmail.com
3
eka.swedarma@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang: Bullying merupakan fenomena yang memiliki dampak negatif terhadap pelaku maupun
korban. Prevalensi bullying sendiri di beberapa negara Asia, Amerika, dan Eropa terbilang cukup tinggi.
Alternatif tindakan bullying sejauh ini berfokus terhadap perubahan individual baik pelaku maupun korban.
Dibandingkan dengan melakukan intervensi setelah terjadi bullying, pencegahan bullying tentu lebih utama.
Solusi yang lebih efektif yakni program yang menjadikan sistem sosial sebagai sasaran perubahan, salah
satunya yaitu pendekatan kepada keluarga. Tujuan: Untuk mendapatkan program yang dapat diterapkan
kepada keluarga sebagai upaya promotif dan preventif tindakan bullying. Metode: Literatur diperoleh melalui
Google Scholar, ProQuest, Scopus, Science Direct, Springer yang kemudian dilakukan review sehingga
diperoleh 8 literatur. Hasil: Kelas parenting direkomendasikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
melatih orang tua dalam mengasuh anak. Bukan hanya memberikan edukasi mengenai bullying, juga
membangun hubungan anak-orang tua yang baik dan pencegahan serta modifikasi pola asuh yang kurang
baik. Pendekatan kepada orang tua secara tradisional dapat dilakukan. Bali sendiri memiliki lembaga tradisional
yang disebut Banjar. Banjar sebagai fungsi sosial dan budaya dapat digunakan sebagai media untuk
melakukan pendekatan dan sosialisasi, serta pelaksaanaan Kelas Parenting Program (Kepo) kepada orang
tua. Kesimpulan: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas Kelas Parenting
Program (Kepo) di Banjar sehingga nantinya dapat diaplikasikan di masyarakat, khususnya di Bali.

Kata Kunci : bullying, dukungan sosial, parenting, promotif, preventif

LATAR BELAKANG oleh beberapa faktor, yaitu faktor keluarga, faktor


Bullying merupakan fenomena yang terjadi di teman sebaya, dan faktor sekolah, sehingga
seluruh dunia. National Mental Health and diperlukan strategi pendekatan holistik yang
Education Center 2004 di Amerika memperoleh melibatkan guru, orang tua di rumah, teman sebaya
data bahwa perilaku bullying merupakan bentuk (Soedjatmiko, 2013), (Tumon,2014). Bullying
kekerasan yang umumnya terjadi di lingkungan sosial seringkali dianggap bukan menjadi urusan orang tua
dimana 15% dan 30% siswa adalah pelaku dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah.
bullying dan korban bullying (Tumon, 2014). Data Hal ini seringkali memperparah dampak bullying,
dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terutama bagi korban (Hidayati, 2012 ; Twemlow &
pada tahun 2014 didapatkan total pengaduan Sacco, 2008). Solusi yang lebih efektif yakni
bullying sebanyak 1.480 kasus terjadi di sekolah program yang menjadikan sistem sosial sebagai
(Putri, 2015 ; Republika, 2014). KPAI juga sasaran perubahan, dan bukan hanya berfokus pada
menemukan kejadian bullying yang dialami anak di perubahan individual baik dari sisi pelaku maupun
lingkungan sekolah sebesar 87.6% (Prima,2012). korban bullying (Hidayati, 2012). Sangat sedikit
Apabila perilaku bullying dibiarkan, akan intervensi yang memasukan pola asuh orang tua
memberikan dampak negatif pada korban maupun dalam intervensi bullying. Program yang tersedia
pelaku bullying. Dalam Sejiwa (2008) dijelaskan saat ini hanya berupa pemberian informasi edukasi
dampak psikologis yang paling ekstrim pada korban mengenai bullying dan bagaimana pencegahannya
bullying yaitu munculnya gangguan psikologis seperti daripada mebina hubungan orang tua dan anak
cemas berlebihan, depresi, ketakutan, adanya ide serta pencegahan atau modifikasi pola asuh yang
bunuh diri dan munculnya gangguan stress pasca maladaptif (Burkhart, Knox, Brockmyer, 2013).
trauma (Tumon, 2014). Bullying terjadi disebabkan Dalam hal ini, berfokus pada upaya pencegahan

127 Di Banjar" Sebagai Upaya Promotif dan Preventif Bullying di Bali


Literatur Review : Pendekatan Sosial Budaya Melalui "Kepo
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
128 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

y
akan memberikan hasil yang lebih baik untuk (Healy, Parenting Pola asuh orang tua
permasalahan bullying. Berdasarkan hal tersebut, K.L. Practices, merupakan hal
Sanders, Children’s Peer utama yang perlu
penulis tertarik melakukan studi literatur dan M.R. Iyer, Relationships dipertimbangkan
membahas lebih lanjut mengenai intervensi promotif Aarti, and Being untuk membentuk
dan preventif yang mungkin dapat diberikan untuk 2015) Bullied at hubungan yang
mengurangi perilaku bullying pada anak. School. efektif antara anak
dengan lingkungan
sosial dan
TUJUAN kemampuan
pemecahan
masalah, dalam hal
Studi literatur ini bertujuan untuk menghadirkan ini bullying.
alternatif mengenai upaya pendekatan kepada (Healy, Facilitative Adanya hubungan
orang tua dalam tindakan promotif dan preventif K.L. Parenting and yang signifikan
menghadapi permasalahan bullying. Sanders, Children’s antara Facilitative
M.R. Iyer, Social, Parenting dengan
Aarti, Emotional and hubungan sosial
METODOLOGI 2014) Behavioral dan emosional
Adjustment. anak. Studi ini
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam mendemonstrasikan
hubungan antara
studi ini yaitu dengan pengumpulan literatur berupa facilitative
artikel ilmiah dengan menggunakan kata kunci parenting dengan
bullying prevention, family approach, parent hubungan sosial,
emosional, dan
training program, sosial budaya, adaptasi budaya, perilaku anak.
yang diperoleh melalui Google, ProQuest, Scopus, (Georgiou, Parenting at Studi ini
Science Direct dan Springer. Total keseluruhan S.N. Home and menunjukkan ada
literatur yang didapatkan dengan kata kunci tersebut Stavrinides, Bullying at hubungan yang
P. 2013) School. signifikan konflik
sebanyak 77.833 literatur. Adapun kriteria dari antara anak dan
literatur yang dipilih dengan tahun penerbitan dari orang tua dengan
2013 hingga 2016, menggunakan bahasa Inggris dan perilaku bullying.
(Burkhart, Pilot evaluation ACT-RSK program
Bahasa Indonesia, berupa full text, peer reviewed,
K. M. of the ACT dalam mengasuh
scholarly journal. Selanjutnya dilakukan review Knox, M. Raising Safe anak efektif
sehingga diperoleh 8 literatur. Brockmyer, Kids Program dilakukan karena
J., 2013) on Children’s memberikan
Bullying edukasi pada orang
HASIL Behavior. tua mengenai
tumbuh kembang
Hasil review dari 8 literatur, intervensi yang anak,
mendisiplinkan
dapat diberikan pada keluarga sebagai upaya anak tanpa
promotif dan preventif perilaku bullying adalah kekerasan,
berfokus pada pola asuh dan observasi orang tua. manajemen marah,
dan problem-
Adapun hasil review dari literatur yang didapatkan solving untuk
dapat dilihat pada Tabel 1. mencegah perilaku
bullying pada anak.
Sumber Judul Hasil (Butler, Systematic Studi ini mendes-
(Jantzer, V Does Parental Parental A.M. Titus, Review of kripsikan beberapa
dkk, 2015) Monitoring monitoring C., 2015) Engagement in strategi yang dapat
Moderate the memiliki dampak Culturally dipertimbangkan
Relationship perlindungan yang Adapted Parent untuk dilakukan
Between signifikan pada Training for dalam parent
Bullying and korban bullying. Disruptive training program.
Adolescent Behavior Strategi tersebut
Nonsuicidal berupa pengkajian
Self-injury and dan diskusi
Suicidal mengenai nilai dan
Behavior? A kepercayaan orang
Community- tua, strategi yang
based Self- efektif dalam
report Study of mengatasi diskri-
Adolescents in minasi, menyedia-
Germany. kan pelayanan di
k i

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 129

komunitas yang Parent training dapat diberikan melalui home


dapat diterima dan
terjangkau oleh
visit kepada orang tua namun hanya menjangkau
orang tua. sedikit keluarga. Parenting program yang dibuat
(Claes, L. Bullying and Hubungan antara sebaiknya dapat menerima lebih banyak orang tua
dkk., 2015) Victimization, bullying dengan
Depressive NSSI berkurang
sehingga lebih banyak anak yang mendapatkan
Mood, and dengan adanya manfaat. Oleh sebab itu, intervensi berbasis
Non-Suicidal dukungan dari komunitas, cost-effective, pencegahan dan
Self-Injury in orang tua.
Adolescents:
pelayanan primer yang terjangkau sangat diperlukan.
The Moderating Parenting program berbasis komunitas memberikan
Role of pemahaman kepada orang tua dengan lingkup yang
Parental
Support.
lebih luas sehingga memungkinkan untuk mengurangi
(Seabra- Incredible Parent training IY stigma dan hambatan yang mungkin muncul dalam
Santos, Years Parent memberikan memberikan dukungan dan edukasi pada orang tua
dkk, 2016) Training: What perubahan pada
Changes, For perilaku orang tua
(Knox, Burkhart, Hunter, 2011).
Whom, How, dalam mengasuh Pelaksanakan parenting program di komunitas,
For How Long? anak, dan mening-
katakan perubahan
penting untuk mempertimbangan aspek budaya
perilaku pada anak (Barker, Cook, & Borrego, 2010; Calzada, 2010;
ke arah positif pada Vesely, Ewaida, & Anderson, 2014). Adanya
kelompok
intervensi.
adaptasi budaya dapat meningkatkan keterlibatan
sasaran, kemampuan dalam mengingat informasi,
dan efektifitas intervensi yang diberikan (Rodriquez,
DISKUSI Baumann, & Schwartz, 2011; Vesely, Ewaida, &
Anderson, 2014) serta meningkatkan kredibilitas
Solusi yang lebih efektif yang dapat dilakukan program di komunitas (Bernhard, 2010; Vesely,
pada tindakan bullying adalah program yang Ewaida, & Anderson, 2014). Forehand dan Kotchick
menjadikan sistem sosial sebagai sasaran perubahan, (1996) dalam Vesely, Ewaida, & Anderson (2014)
dan bukan hanya berfokus terhadap perubahan menyebutkan tanpa melibatkan aspek budaya dalam
individual baik dari sisi pelaku maupun korban pendidikan pola asuh, parenting program mungkin
bullying (Hidayati,2012). Selain itu, upaya yang memberikan hasil yang kurang signifikan.
berfokus pada pencegahan akan memberikan hasil Salah satu pendekatan sosial dan budaya yang
yang lebih baik daripada berfokus pada kuratif. Hal dapat dilakukan dalam upaya promotif dan preventif
ini dikarenakan tingginya dampak penderitaan yang kesehatan yang umum dilakukan di Bali adalah
dialami oleh individu setelah mengalami bullying. melalui peran lembaga tradisional. Adapun lembaga
Bullying pada umunya terjadi di awal kehidupan, tradisional yang masih lestari pada masyarakat Bali
oleh sebab itu upaya pencegahan sebaiknya mulai yaitu Banjar Adat (Noviasi, Waleleng, & Tampi,
dilakukan pada early childhood (Burkhart, Knox, 2015; Rise, 2011). Banjar di Bali memiliki fungsi di
Brockmyer, 2013). bidang adat, sosial dan budaya. Banjar adat dapat
Beberapa penelitian merekomendasikan parent menjadi media sekaligus sasaran sosialisai program
training sebagai program yang paling efektif dan pemerintah. Selain itu, fasilitas yang cukup
empiris pada keluarga dengan anak usia early representatif membuat Bale Banjar adat sering
childhood (Burkhart, Knox, Brockmyer, 2013). digunakan sebagai lokasi sosialisasi ataupun
Intervensi berbasis keluarga melalui parent penyuluhan (Noviasi, Waleleng, & Tampi, 2015).
training dapat diberikan berupa facilitative Banjar Adat yang dipimpin oleh Kelian Adat di
parenting. Melalui facilitative parenting, orang Bali memiliki peran yang cukup besar dalam
tua belajar untuk menumbuhkan dan mengembangkan mendukung program-program kesehatan. Berhasil
kemampuan sosial anak. Orang tua belajar mengenai tidaknya suatu program kesehatan yang
bagaimana bersikap hangat pada anak, cara disosialisasikan kepada masyarakat salah satunya
merespon perilaku anak, membangkitkan rasa bergantung dari penerimaan Kelian Adat. Salah
percaya diri, membimbing anak cara mengatasi satu program kesehatan yang memanfaatkan
konflik, dan mendukung tahap tumbuh kembang peranan Banjar Adat adalah Posyandu (Maisya &
anak (Healy, Sanders, Iyers, 2015). Putro, 2011).

Literatur Review : Pendekatan Sosial Budaya Melalui "Kepo Di Banjar" Sebagai Upaya Promotif dan Preventif Bullying di Bali
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
130 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Kehidupan bermasyarakat di Bali adat Training for Disruptive Behavior. Journal of


memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Early Intervention. 37(4): 300-318.
keberlangsungan kegiatan sosial kemasyarakatan Claes, L. dkk. (2015). Bullying and Victimization,
(Noviasi, Waleleng, & Tampi, 2015). Kekuatan adat Depressive Mood, and Non-Suicidal
menjadikan masyarakat harus berpartisipasi aktif Self-Injury in Adolesncents: The Moderating
mendukung, jika salah satu warga tidak ikut Role of Parental Support. Journal of Child
berpartisipasi akan mendapatkan sanksi sosial seperti and Family Studies. 24: 3363-3371.
dikucilkan atau tidak dilibatkan dalam kegiatan Georgiou, Stelios. N. Stavrinides, Panayiotis. (2013).
Banjar. Hal ini yang menjadikan tingkat kunjungan Parenting at Home and Bullying at
masyarakat ke Posyandu dan keaktifan kader cukup School. Social Psychology of Education : An
tinggi. (Maisya & Putro, 2011). International Journal. 16 (2): 165-179.
Mengingat pentingnya dukungan Banjar adat Healy, Karyn. L. Sanders, Matthew. R. Iyer,
dan Klian Adat pada keberlangsungan Posyandu Aarti. (2015). Facilitative Parenting and
(Maisya & Putro, 2011), pelaksanakan parenting Children’s Social, Emotional and Behavioral
program sebagai upaya promotif dan preventif Adjustment. Journal of Child and Family
perilaku bullying pada anak juga sangat mungkin Studies. 24 (1): 1762 – 1779.
dilakukan. Dengan adanya keterlibatan Banjar Adat Healy, Karyn. L. Sanders, Matthew. R. Iyer,
dan Kelian Adat, dapat mencapai sasaran orang tua Aarti. (2015). Parenting Practices, Children’s
dengan lingkup yang lebih luas sekaligus Peer Relationships and Being Bullied at
meningkatkan keterlibatan, keaktifan sasaran School. Journal of Child and Family Studies.
sehingga dapat meningkatkan efektifitas intervensi 24(1) : 127-140.
yang diberikan.
Hidayati, N. (2012). Bullying pada Anak: Analisis
dan Alternatif Solusi. INSAN. 14(1): 41-48
KESIMPULAN
Jantzer, V dkk. (2015). Does Parental Monitoring
Parenting program atau Kelas Parenting yang Moderate the Relationship Between Bullying
dilakukan di Banjar (Kepo di Banjar) sebagai upaya and Adolescent Nonsuicidal Self-injury and
promotive dan preventif perilaku bullying adalah Suicidal Behavior? A Community-based
program yang dapat mendekatkan pelayanan Self-report Study of Adolescents in Germany.
kesehatan ke masyarakat dan pada akhirnya dapat BioMed Central Public Health. Pg: 1-8.
meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat. Knox, M.S. Burkhart, K. Hunter, K.E. (2011). ACT
Program ini juga sejalan dengan strategi Against Violence Parents Raising Safe Kids
Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Bali Program: Effects on Maltreatment-Related
Tahun 2013-2018 dengan mengembangkan upaya Parenting Behaviors and Beliefs. Journal of
preventif, promotif, kuratif yang seimbang dan Family Issues. 32(1): 55-74
berkesinambungan dalam meningkatkan derajat Maisya, I.B. Putro, G. (2011). Peran Kader dan
kesehatan masyarakat yang disinergikan dengan Klian Adat dalam Upaya Meningkatkan
meningkatan peran lembaga adat dalam Kemandirian Posyandu di Provinsi Bali (Studi
mengembagkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Kasus di Kabupaten Badung, Gianyar,
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Klungkung, dan Tabanan). Buletin Penelitian
untuk mengetahui efektivitas kelas parenting pro- Sistem Kesehatan. 1(14): 40-48.
gram di Banjar ini sebagi upaya promotif dan Noviasi, N.K.P. Waleleng, G.J. Tampi, J.R. (2015).
preventif perilaku bullying pada anak. Fungsi Banjar Adat dalam Kehidupan
Masyarakat Etnis Bali di Desa Werdhi Agung,
KEPUSTAKAAN Kecamatan Dumoga Tengah, Kabupaten
Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi
Burkhart, K.M. Knox, M. Brockmeyer, J. (2013). Utara. E-journal Acta Diurna. 4(3): 1-10.
Pilot Evaluation of the ACT Raising
Prima, Adi . (2012). Kekerasan di Sekolah Pernah
Safe Kids Program on Children’s Bullying
Dialami 87,6% Siswa. Diakses pada tanggal 3
Behavior. J Child Fam Stud. 22: 942-951.
November 2016. http://edukasi.kompas.com/
Butler, A.M. Titus, C. (2015). Systematic Review of read/2012/07/30/22410037/Kekerasan.di.
Engagement in Culturally Adapted Parent Sekolah.Pernah.Dialami.87.6.Persen.Siswa

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 131

Putri, H. N. Nauli, F.A. Novayelinda, Riri. (2015).


Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Bullying pada Remaja. JOM. 2 (2):
1149-1159
Soedjatmiko, dkk. (2013). Gambaran Bullying dan
Hubungannya dengan Masalah Emosi dan
Perilaku pada Anak Sekolah Dasar. Sari
Pediatri. 15 (3): 174-180
Tumon, Matraisa. B.A. (2014). Studi Deskirptif
Perilaku Bullying pada Remaja. Jurnal Imliah
Mahasiswa Universitas Surabaya. 3 (1): 1- 17
Seabra-Santos, M.J dkk. (2016). Incredible Years
Parent Training: What Changes, for Whom,
How, for How Long? Journal of Applied
Developmental Psychology. 44: 93-104.

Literatur Review : Pendekatan Sosial Budaya Melalui "Kepo Di Banjar" Sebagai Upaya Promotif dan Preventif Bullying di Bali
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
132 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

ANALISIS BURNOUT SYNDROME PADA PERAWAT INSTALASI


GAWAT DARURAT BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR
PERSONAL DAN FAKTOR LINGKUNGAN
TEORI MASLACH

Srinalesti Mahanani, Evi Philiawati


STIKES RS Baptis Kediri
nalesti.mahanani@gmail.com

Abstrak
Burnout syndrome merupakan kelelahan secara fisik, emosi, dan mental karena berada dalam situasi yang
menuntut emosional mengemukakan bahwa burnout syndrome sebagai suatu perubahan sikap dan perilaku
dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan. Bukti empiris menunjukan bahwa burnout
syndrome dapat menimbulkan dampak negatif diberbagai tingkat individu, organisasi dan pelayanan pada
tingkat individu, burnout syndrome dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan fisik dan mental
negative. Tujuan penelitian adalah menganalisis burnout syndrome pada perawat Instalasi Gawat Darurat
berdasarkan faktor personal dan faktor lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 17 responden didapatkan 7 responden yang mengalami kejenuhan kerja
(Burnout) ringan dan kejenuhan kerja (Burnout) sedang sebanyak 10 responden (58,82 %). Faktor personal
baik pada sejumlah 13 responden (76,47%), dan faktor personal cukup yaitu 4 responden (23,5%). Responden
yang memiliki faktor lingkungan cukup sejumlah 9 responden (52,94 %), sedangkan responden dengan faktor
lingkungan baik sejumlah 8 responden (47 %). Terdapatnya Burnout pada perawat dapat disebabkan masih
belum optimalnya Faktor Personal dan Faktor Lingkungan. Burnout syndrome dapat dikendalikan dengan
melakukan analisis manajerial untuk meningkatkan kualitas individu, organisasi dan pelayanan kepada pasien
serta meningkatkan efektivitas beban kerja. Analisis manajerial untuk mengatasi burnout syndrome dan
meningkatkan produktivitas perawat adalah menggunakan faktor personal dan faktor lingkungan.

Kata Kunci: Burnout Syndrome, Faktor Personal, Faktor Lingkungan, Teori Maslach

Abstract
Burnout syndrome is exhausted physically, emotionally, and mentally because it is in a situation that
demands suggests that the emotional burnout syndrome as a change in attitude and behavior in the form
of psychological reactions withdraw from work. Empirical evidence shows that burnout syndrome can cause
a negative impact at all levels of individuals, organizations and service at the individual level, burnout
syndrome can lead to various physical and mental health problems negatively. The research objective was
to analyzed the burnout syndrome in nurses Emergency Room based on personal factors and environmental
factors. The method used is descriptive. Based on the results of a study of 17 respondents obtained 7
respondents who experienced job burnout (Burnout) light and job burnout (Burnout) was as much as 10
respondents (58.82%). Personal factors both in the number of 13 respondents (76.47%), and personal
factors that enough 4 respondents (23.5%). Respondents who have quite a number of environmental factors
9 respondents (52.94%), while respondents with a host of environmental factors 8 respondents (47%). The
presence of Burnout in nurses may still not optimal due to factors Personal and Environmental Factors.
Burnout syndrome can be controlled through the managerial analysis to improve the quality of individuals,
organizations and services to patients and to improve the effectiveness of the workload. Managerial
analysis to overcome burnout syndrome and increase the productivity of nurses is the use of personal factors
and environmental factors.

Keywords: Burnout Syndrome, Personal Factor, Enviroment Factor, Maslach Theory

13217 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 133

PENDAHULUAN Pihak rumah sakit diharapkan dapat menentukan


analisis manajerial untuk meningkatkan kualitas
Burnout syndrome merupakan kelelahan individu, organisasi dan pelayanan kepada pasien
secara fisik, emosi, dan mental karena berada dalam serta meningkatkan efektivitas beban kerja. Analisis
situasi yang menuntut emosional mengemukakan manajerial untuk mengatasi burnout syndrome dan
bahwa burnout syndrome sebagai suatu perubahan meningkatkan produktivitas perawat adalah
sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri menggunakan faktor personal dan faktor lingkungan
secara psikologis dari pekerjaan (Pines dan (Nursalam, 2013). Berdasarkan latar belakang
Anderson dalam Nursalam, 2013). Profesi bidang tersebut maka peneliti ingin melakukan analisis
kesehatan dan pekerja sosial menepati urutan burnout syndrome pada perawat IGD berdasarkan
pertama yang paling banyak mengalami burnout faktor personal dan faktor lingkungan teori Maslach.
syndrome, yaitu sekitar 43%. Di antara profesi
di bidang kesehatan, perawat memiliki tingkat
METODE PENELITIAN
stres yang lebih tinggi dibandingkan dokter dan
apoteker. Tingginya stres yang harus dihadapi Berdasarkan tujuan penelitian rancangan yang
perawat menyebabkan peningkatan kerentananan digunakan adalah Deskriptif. Populasi penelitian
terhadap munculnya gejala-gejala burnout syndrome adalah seluruh perawat Instalasi Gawat Darurat
(Hadi, 2009). Sedangkan hasil wawancara terstruktur yaitu 17 orang. Teknik sampel yang digunakan
yang dilakukan oleh Puspa Ayu tahun 2012 pada adalah total sampling. Data dikumpulkan dengan
tanggal 31 Oktober 2011 - 1 November 2011 memberikan kuesioner dan observasi untuk
terhadap 15 orang perawat di Instalasi Rawat Inap pengukuran Burnout Syndrome, faktor personal
(IRNA) Rumah Sakit Baptis Kediri yang dipilih dan faktor lingkungan. Pengukuran Burnout
secara acak menunjukkan bahwa 4 orang perawat Syndrome menggunakan kuesioner Maslach
(26,67 %) memiliki kejenuhan kerja tinggi, 5 orang Burnout Indekz (MBI), pengukuran faktor personal
perawat (33.34 %) memiliki kejenuhan kerja sedang, menggunakan kuesioner The Psychological
4 orang perawat (26,67 %) memiliki kejenuhan Empowerment Scale (PES) sedangkan pengukuran
kerja ringan, dan 2 orang perawat (13,34 %) memiliki faktor lingkungan menggunakan kuesioner beban
respon normal atau tidak mengalami kejenuhan kerja. kerja dan The Structural Empowerment Scale
Bukti empiris menunjukan bahwa burnout (SES).
syndrome dapat menimbulkan dampak negatif
diberbagai tingkat individu, organisasi dan pelayanan HASIL PENELITIAN
pada tingkat individu, burnout syndrome dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan fisik Kejenuhan Kerja (Burnout) pada Perawat Di
dan mental negative (Nursalam, 2013). Konsekuensi Instalasi Gawat Darurat (IGD).
emosional termasuk konflik dan kerusakan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejenuhan Kerja
perkawinan hubungan keluarga dan sosial. Pada (Burnout) Perawat di Instalasi Gawat
tingkat organisasi, dapat menyebabkan penurunan Darurat (IGD) pada tanggal 15 Februari
komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Pada 2016 - 22 Maret 2016
perawat dapat terjadi tingginya angka turn over
dan tidak kehadiran, kecenderungan untuk menarik Kejenuhan Frekuensi Prosentase
Kerja (Burnout)
diri dari pasien dan beristirahat panjang termasuk
Berat 0 responden 0%
kinerja secara keseluruhan yang menurun dalam
Sedang 10 responden 58,82 %
kualitas dan kuantitas kinerja. Dengan demikian,
Ringan 7 responden 41,17 %
organisasi dapat mengalami pemborosan sumber
daya dan penurunan produktivitas. Pada tingkat
pelayanan, penelitian menunjukan bahwa burnout Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor Personal
syndrome dapat mengarah kepenurunan kulitas Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
perawatan atau pelayanan dari pasien. Pelayanan
pelanggan yang buruk dapat menyebabkan Faktor Personal Frekuensi Prosentase
pelanggan tidak puas dan mengakibatkan turunnya Baik 13 responden 76,47 %
kemampuan untuk mempertahankan pelanggan Cukup 4 responden 23,5 %
Kurang 0 responden 0%
(Nursalam,2013).

Analisis Burnout Syndrome pada Perawat Instalasi Gawat Darurat Berdasarkan Analisis Faktor Personal dan Faktor Lingkungan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
134 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Personal karena jenis pekerjaan yang dilakukan setiap harinya
Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) tidak bervariasi, menurut Maslach (2008) kejenuhan
kerja (Burnout) ini cenderung dirasakan pada
Faktor Personal Frekuensi Prosentase
karyawan dengan lama kerja yang dini, karena
Baik 8 responden 47 %
semakin lama karyawan bekerja ia akan semakin
Cukup 9 responden 52,94 %
terbiasa dengan pekerjaannya, sedangkan unutk
Kurang 0 responden 0% karyawan yang baru memulai menguasai
pekerjaannya dan mulai belajar menguasai pekerjaan
Tabel 4. Tabulasi Silang Kejenuhan Kerja secara tidak langsung dapat menjadi beban dan
(Burnout) dengan Faktor Personal Perawat stress pada pegawai baru yang pada akhirnya dapat
Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) menyebabkan kejenuhan dalam bekerja. Semua
Burnout Syndrome Total responden dengan jenjang pendidikan S1
Faktor
Berat Sedang Ringan keperawatan mengalami kejenuhan kerja (burnout)
Personal
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ringan, data yang didapat dari kuesioner, hal ini
Faktor 0 0 4 23,5 0 0 4 23,5 dapat dikarenakan hubungan interpersonal yang
Personal
Cukup
kurang adekuat, serta jenis pekerjaan yang dirasa
Faktor 0 0 6 35,29 7 41,2 13 76,5 terlalu monoton.
Personal Hasil penelitian kejenuhan kerja (Burnout) ini
Baik
mengacu pada 3 domain kejenuhan yaitu kelelahan
Total 0 0 10 58,79 7 41,2 17 100
emosional, depersonalisasi dan penurunan prestasi
pribadi. Hasil kuesioner di dapatkan domain
Tabel 5. Tabulasi Silang Kejenuhan Kerja kejenuhan yang paling menonjol pada penelitian ini
(Burnout) dengan Faktor Lingkungan Di adalah kelelahan emosional. Kelelahan emosional
Instalasi Gawat Darurat (IGD) disini lebih ke arah persepsi responden terhadap
Burnout Syndrome Total perasaan capek dan lelah baik dalam segi psikologis
Faktor
Ringan Sedang Berat maupun fisik. Kelelahan emosional di sini dapat
Personal
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % dilihan dari kuesioner kejenuhan kerja (Burnout)
Faktor 4 23,5 5 29,4 0 0 9 52,9
Lingkungan pada no pertanyaan 1 sampai 8 Adapun pertanyaan
Cukup yang paling mendapatkan respon dari responden
Faktor 3 17,6 5 29,4 0 0 8 47 adalah no pertanyaan 2 yang menyatakan perasaan
Lingkungan
Baik lelah dan capek setelah pulang kerja sebagian besar
Total 7 41,1 10 58,8 0 0 17 100 responden menyatakan bahwa mereka mengalami
perasaan capekdan lelah setiap hari. Menurut peneliti
capek dan lelah wajar bila di rasakan setiap selesai
PEMBAHASAN kerja, namun apabila setiap hari merasa capek dan
lelah setiap pulang kerja maka kemungkinan terjadi
1. Berdasarkan hasil penelitian tidak karena faktor tertentu. Contoh: kejenuhan dalam
Kejenuhan Kerja (Burnout) Perawat di lingkungan ataupun kegiatan yang dilakukan di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) tempat kerja. Motivasi juga turut berperan serta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejenuhan dalam terjadinya kejenuhan, apabila motivasi rendah
kerja lebih dominan dirasakan pada responden laki- maka akan mempengaruhi sikap dan kepuasan dalam
laki, 10 dari 11 responden laki-laki mengalami bekerja dan pada akhirnya akan menjadi kejenuhan
kejenuhan kerja (Burnout) ringan, kejenuhan kerja kerja. Sedangkan untuk indikator depersonalisasi
(Burnout) ringan ini juga dirasakan pada usia 41- yang mengacu pada sifat negatif, tanggapan sinis,
50 tahun, semua responden dalam rentang usia ini ataupun memisahkan diri dari individu lain di tempat
mengalami kejenuhan kerja (Burnout) ringan, hal kerja. Hal yang paling menonjol pada indikator
ini dapat diakibatkan adanya beban pikiran yang depersonalisasi ini adalah pertanyaan no 9 tentang
dirasakan, adapun beban tersebut antara lain menyamaratakan keadaan klien atau pasien yang
(keluarga, anak, kebutuhan keluarga, ataupun berada di bawah tanggung jawabnya. Hal ini sesuai
lingkungan yang kurang sesuai). Responden dengan dengan teori dari Muslihudin tahun 2009 yang
lama kerja 1-5 tahun juga cenderung memiliki menyatakan bahwa salah satu tanda dan gejala dari
kejenuhan kerja (Burnout), hal ini dapat disebabkan kejenuhan kerja yaitu menyamaratakan klien. Pasien

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 135

di rumah sakit memiliki keadaan yang berbeda-beda Faktor Lingkungan, diperoleh sejumlah 4 responden
serta kebutuhan yang berbeda pula, apabila pasien (23,5%) memiliki faktor lingkungan cukup dengan
dengan keadaan gawat dan pasien yang tidak dalam lama kerja 1-5 tahun. Dengan jumlah yang sama
keadaan gawat dalam penanganannya disamaratakan sebanyak 4 responden (23,5%) memiliki faktor
maka salah satu pasien akan dirugikan dari segi lingkungan cukup dengan lama kerja 6-10 tahun.
kesembuhan pasien itu sendiri. Sedangkan untuk Hal ini dapat menggambarkan bahwa perawat di
indikator penurunan prestasi pribadi hal yang paling Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang telah bekerja
menonjol dapat dilihat dari pertanyaan no 17 yang 1-5 tahun telah memiliki komitmen dan kebanggan
menyatakan bekerja secara kreativitas dan yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukan.
spontanitas, Hal ini sesuai dengan teori dari Beverly 4. Faktor Personal dan Faktor Lingkungan
A.Potter tahun 2005 yang menyebutkan bahwa dengan Burnout Syndrome di Instalasi
salah satu tanda dan gejala dari kejenuhan kerja Gawat Darurat (IGD)
adalah bersikap kreativitas dan spontanitas. Sikap
Secara teori Menurut Nursalam (2013),
kreatif dan spontan kadang sangat diperlukan oleh
penyebab terjadinya burnout syndrome dapat
perawat dalam menanggapi keadaan yang
diklasifikasikan menjadi faktor personal dan atau
mendesak, namun setiap tindakan perawat memiliki
faktor lingkungan. Faktor personal diantaranya,
prosedur operasional yang baku, dan alangkah
kepribadian, harapan, demografi, control focus dan
baiknya apabila perawat mengiuti prosedur yang
tingkat efisiensi. Faktor lingkungan yang berperan
telah dibuat sehingga hasil yang didapatkan sesuai
diantaranya adalah beban kerja, penghargaan,
dengan yang diharapkan.
control, kepemilikan, keadilan, dan nilai (Cavus,
2. Faktor Personal Perawat di Instalasi Gawat 2010). Faktor lain yang sangat terkait dengan
Darurat (IGD) perkembangan burnout syndrome adalah jenis
Berdasarkan tabulasi silang diperoleh data bahwa kepribadian yang mencerminkan kapasitas individu
sejumlah 7 responden dengan jenis kelamin perempuan untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Sebagai
memiliki faktor personal yang baik. Instalasi Gawat profesi yang berorientasi kepada pelayanan, maka
Darurat Rumah Sakit Baptis Kediri memiliki 17 dalam kesehariannya perawat berusaha dengan
perawat dan 8 diantaranya berjenis kelamin segala tindakan atau kegiatan bersifat membantu
perempuan. Sesuai komponen dalam kuesioner yang klien atau manusia dalam mengatasi efek dari
diabgikan, sejumlah 7 perawat perempuan merasa masalah sehat atau sakit untuk mencapai
bahwa bekerja di Instalasi Gawat Darurat Rumah kesejahteraan. Perawat yang mampu memanage
Sakit Baptis Kediri merupakan sebuah pekerjaan dirinya dan memiliki kontrol yang baik tidak akan
yang menantang dan melalui pekerjaan ini mengalami burnout syndrome sebaliknya, perawat
perawat dapat meningkatkan ketrampilan serta yang tidak mampu memanage dirinya dan tidak
pengetahuan yang baru dalam bidang keperawatan. memiliki kontrol yang baik akan meningkatkan stresor
Dalam pekerjaan yang dijalani sebagai perawat (beban kerja) yang berujung pada burnout syn-
di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Baptis drome. Beban kerja itu sendiri dipengaruhi oleh
Kediri, memiliki kesempatan untuk memperoleh beberapa faktor, yaitu faktor enkternal terdiri dari
penghargaan atas prestasi atau inovasi yang diciptakan, tugas-tugas, organisasi kerja, lingkungan kerja dan
serta mampu menjalin kolaborasi yang baik dengan faktor internal yang terdiri dari faktor somatic dan
tim perawat, dokter maupun tim medis yang lain faktor psikis.
dalam melakukan perawatan pada pasien. Sesuai dengan jumlah yang dperoleh, tidak
3. Faktor Lingkungan di Instalasi Gawat terdapat selisih yang signifikan antara responden
Darurat (IGD) yang memiliki faktor personal baik dan mengalami
burnout syndrome ringan dengan responden yang
Dalam penelitian ini faktor lingkungan diukur
memiliki faktor personal baik dan mengalami burn-
menggunakan kuesioner beban kerja dan The
out syndrome sedang. Berdasarkan hasil
Structural Empowerment Scale (SES) yang
penelitiantersebut, dibuktikan tidak ada pengaruh
didalamnya terdapat pertanyaan tentang komitmen
faktor personal dan faktor lingkungan terhadap
dan kebanggan perawat Instalasi Gawat Darurat
Burnout Syndrome pada perawat Instalasi Gawat
(IGD) terhadap pekerjaan yang dilakukan saat ini.
Darurat di Rumah Sakit Baptis Kediri, karena sesuai
Berdasarkan tabulasi silang antara lama waktu penelitian yang telah dilakukan Emmy (2015)
kerja perawat Instalasi gawat Darurat (IGD) dengan membuktikan bahwa faktor beban kerja lebih

Analisis Burnout Syndrome pada Perawat Instalasi Gawat Darurat Berdasarkan Analisis Faktor Personal dan Faktor Lingkungan....
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
136 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

berpengaruh terhadap burnout syndrome pada KESIMPULAN


perawat Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit
Baptis Kediri. Hal ini bisa disebabkan karena jumlah Adanya Burnout pada perawat dapat
pasien yang ditangani lebih banyak dari pada disebabkan masih belum optimalnya Faktor
perawat yang tersedia serta waktu istirahat yang Personal dan Faktor Lingkungan. Burnout
didapatkan, sebagaimana yang diungkapkan Tyagita syndrome dapat dikendalikan dengan melakukan
(2014) dalam penelitiannya (2014) bahwa beban analisis manajerial untuk meningkatkan kualitas
kerja perawat berada dalam kategori sedang, individu, organisasi dan pelayanan kepada pasien
sehingga semakin banyak jumlah pasien maka serta meningkatkan efektivitas beban kerja.
dimungkinkan beban kerja perawat akan semakin
meningkat. Sebagian besar responden memiliki beban SARAN
kerja sedang yaitu sebanyak 11 responden (64,7%)
Rumah sakit secara kontinu mensosialisasikan
dengan jenis kelamin perempuan, status pernikahan
job discription perawat, melakukan program orientasi
belum menikah, latar belakang pendidikan sarjana
dan magang bagi perawat baru, menyusun
keperawatan, masa kerja 1-2 tahun. Berdasarkan
perencanaan pengembangan personal perawat berupa
hasil kuesioner yang dinilai secara subyektif oleh
pelatihan dan workshop, melakukan pertemuan
responden, beban kerja sedang tersebut diakibatkan
tim regular untuk menindaklanjuti adanya saran dan
karena kurangnya tenaga perawat dibanding dengan
kritik.
pasien yang dirawat, dibuktikan dengan responden
menjawab dengan skor 1 yang artinya memiliki
beban kerja berat terhadap kuesioner pada KEPUSTAKAAN
pernyataan kurangnya tenaga perawat dibanding
Alimul Hidayat Aziz, (2011). Pengantar Konsep
dengan pasien yang dirawat. Beban kerja sedang
Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
inipun dapat disebabkan karena tugas-tugas perawat
dalam tindakan penyelamatan pasien dibuktikan Jackson dkk, (2011). Pengelolaan Sumber Daya
dengan poin tertinggi kedua yaitu pernyataan tindakan Manusia. Jakarta : Salemba Empat
penyelamatan pasien, yang tertera pada kuesioner. Krisanty Paula dkk, (2009). Asuhan Keperawatan
Hal ini yang dimungkinkan menjadi indikasi terjadinya Gawat Darurat. Jakarta : TIM
burnout syndrome pada responden. Adapun hasil Nursalam, (2013). Metodoologi Penelitian Ilmu
burnout syndrome sebagian besar responden Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
mengalami burnout syndrome sedang yaitu Nursalam, (2010). Manajemen Keperawatan
sebanyak 9 responden (52,9%) dengan jenis kelamin Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
perempuan, status pernikahan belum menikah, latar Profesional. Jakarta : Salemba Medika
belakang pendidikan sarjana keperawatan, dan masa
Tarwaka, PGDip.Sc.,M.Erg, (2015). Ergonomi
kerja 1-2 tahun. Burnout syndrome tidak hanya
Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi
terkait dengan faktor tunggal, melainkan muncul
dan Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta :
sebagai hasil dari interaksi antara beberapa faktor
Harapan Press Solo
yang ada yaitu kelelahan emosional yang meningkat,
depersonalisasi, dan penurunan prestasi diri. Burn-
out syndrome adalah situasi yang sulit dihindari.
Namun tingkat keparahan burnout syndrome dapat
dikurangi dengan aplikasi pribadi maupun perubahan
aplikasi pada organisasi tempat melaksanakan tugas
pada tingkat organisasi dilakukan dengan pernyataan
tugas yang jelas, partisipasi pemula dengan program
orientasi dan on the job training, perencanaan
personal yang efisien dalam hubungan dengan
departemen, pertemuan tim regular dengan saran
dan kritik, akses kedukungan sosial dan lingkungan
partisipatif dapat membantu dalam mencegah
terjadinya burnout syndrome, sebagaimana
diungkapkan Kacmaz (2005).

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 137

EFEKTIVITAS ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) TERHADAP


MOTORIK KASAR BAYI UMUR 0-1 TAHUN DI DESA
KUBUTAMBAHAN

Cindy Meilinda Sari1, Putu Sukma Mega Putri2, Dewa Ayu Putu Eka Purnamasari3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng

Abstrak
Pendahuluan: Alat Permainan Edukatif adalah permainan yang sengaja dirancang secara khusus untuk
kepentingan pendidikan. APE merupakan alat permainan yang dirancang untuk tujuan meningkatkan aspek-
aspek perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas alat permainan edukatif
(APE) terhadap motorik kasar bayi umur 0-1 tahun.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian
pra-eksperimen teknik one group pre test and post test design. Subjek penelitian terdiri dari 48 bayi umur 0-
1 Pengambilan sampel secara purposive.Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
menggunakan uji beda dua mean atau T independent (Paired Sample Test). Instrument yang digunakan yaitu
KPSP dan DDST II.
Hasil: Nilai rata-rata kemampuan motorik kasar di Posyandu Desa Kubutambahan sebelum diberikan stimulasi
APE di Posyandu Rare Rahayu memperoleh rata-rata 51.51 dengan standar deviasi 7.12 dan Posyandu Ponjok
Tengah nilai rata-rata 48.99 dengan standar deviasi 6.36. Kemampuan motorik kasar setelah dilakukan stimulasi
APE menunjukkan peningkatan rata-rata di Posyandu Rare Rahayu 58.82 dengan standar deviasi 8.40 dan
Posyandu Ponjok Tengah yaitu memperoleh rata-rata 53.18 dengan standar deviasi 8.56. Hasil uji statistik
Independen T-Test diketahui bahwa nilai signifikan (p) Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0.002. Nilai p = 0.002
(p<0.05) nilai ini menunjukkan bahwa H0 ditolak.
Kesimpulan: Ada perbedaan kemampuan motorik kasar bayi sebelum dan setelah melakukan stimulasi APE di
Posyandu Desa Kubutambahan.

Kata Kunci : Motorik Kasar , Bayi 0-1Tahun, Alat Permainan Edukatif (APE)

Abstract
Background: Educational Tool games are games which are designed specifically for educational purposes.
APE is a tool of games designed for the purpose of enhancing aspects of child development.
Methods: This study is an experimental study using pre-experimental research design techniques one group
pre test and post test design. Subjects consisted of 48 infants aged 0-1 Sampling purposive. Analyce data
used in this study were analyzed using two different test mean or T independent (Paired Sample Test).
Resulst: Statistical test results Independent T-Test is known that significant values (p) Asymp. Sig. (2-tailed)
p = 0.002 (p <0.05), this value indicates that Ho is rejected.
Conclusion: There are differences in gross motor skills baby before and after stimulation APE in Posyandu
Kubutambahan.

Keywords: Rough motoric, Baby 0-1 Years old, Educational games equipments (APE)

PENDAHULUAN dua hal yang berbeda akan tetapi saling berkaitan,


pertumbuhan berkaitan dengan perubahan di dalam
Mayke Sugianto. T dalam buku Badru Zaman,
perubahan fisik. Sedangkan perkembangan berkaitan
dkk tahun 2007 menyatakan bahwa alat
dengan kematangan dan penambahan kemampuan
permainan edukatif adalah permainan yang sengaja
fungsi organ. perrtumbuhan dan perkembangan terjadi
dirancang secara khusus untuk kepentingan
pendidikan. Sendkan menurut Badru Zaman, 2007 bersamaan pada setiap orang. (Kassanti,2008)
menyatakan bahwa APE adalah alat permainan David di dalam Wordpress, 2009 menyatakan
yang dirancang untuk tujuan meningkatkan aspek- bahwa data UNICEF menyatakan bahwa hampir
aspek perkembangan anak. Tumbuh kembang adalah 200 juta anak di negara-negara miskin memiliki

Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE)137


Terhadap Motorik Kasar Bayi Umur 0-1 Tahun di Desa Kubutambahan
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
138 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat adalah salah satu gejala yang ditimbulkan dari
yang sebagian besar disebabkan karena gizi kurang. motorik halusnya anak bisa melakukan hal tersebut
Dari pelaporan data WHO menyatakan kematian pada umur 2 tahun, maka dari itu gerakan dan
pada anak dibawah umur lima tahun tercatat kecerdasan anak dalam perkembangan soaialisasinya
sebanyak 49%, yang diakibat gizi buruk yang terjadi harus mualai diperhatikan. Sedangkan kemampuan
di negara berkembang. Kasus kekurangan gizi gerak kasar yang perlu diperhatikan pada anak usia
sebanyak 50 % di Asia, di Afrika sebanyak 30 %, 2 tahun adalah melompat jauh, melempar dan
dan 20% terjadi pada anak-anak di Amerika Latin. menangkap, serta latihan menghadapi rintangan.
Data yang di dapatkan dari Depertemen Kemampuan bicara dan bahasa anak dapat
Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa menyebutkan nama dengan lengkap, menceritakan
jumlah balita yang mengalami malnutrisi pada tahun tentang diri anak, menyebutkan nama berbagai jenis
2007 tercatat sebanyak 4,1 juta jiwa. Sebanyak 3,38 pakaian. Melatih buang air kecil dan buang air
juta jiwa dengan gizi kurang dan 775 jiwa dengan besar di kamar mandi/WC, berdandan, berpakaian
gizi buruk (Opini kita, 2010). di dapatkan dari kemampuan dalam bersosialisasi
dan kemandirian anak berumur 2 tahun.
Di Indonesia jumlah balita dapat dikatakan
sangat besar yaitu 10 persen dari seluruh populasi Skrining atau pemeriksaan perkembangan anak
yang ada maka dari itu kualitas pertumbuhan dan menggunakan kuesioner pra skrining perkembangan
perkembangan di Negara Indonesia memerlukan (KPSP) perlu dilkukan untuk mengetahui apakah
perhatian yang khusus terutama dalam pemenuhan perkembangan anak normal atau mengalami
gizi yang baik, stimulasi yang memadai, deteksi dini penyimpangan. Skrining dilakukan secra rutin yaitu
tentang tumbuh kembang, intervensi dini mengenai selang 3 bulan sampai berumur 24 bulan, selang 6
penyimpangan tumbuh kembang serta dapat bulan dari umur 24 bulan sampai berumur 72 bulan.
dijangkau oleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Skrining bisa dilakukan oleh siapa saja yang sudah
terlatih. Apabila saat dilakukan skrining ditemukan
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan
adanya penyimpangan yang kemungkinan disebabkan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan perlu karna anak menangis, merasa malu sehingga tidak
dieliminasi. Kelainan atau penyimpangan apabila mau melakukan apa yang sudah diperintahkan yang
tidak diintervensi secara dini dengan baik pada menyebabkan anak mendapatkan hasil skrininng
saatnya dan tidak terdeteksi secara nyata terjadi penyimpangan maka anak dianjukan untuk
mendapatkan perawatan yang bersifat purna, yaitu datang selama 2 minggu lagi untuk melakukan tes
promotif, preventif, dan rehabilitatif akan ulang tapi sebelumnya dalan waktu 2 minggu anak
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. sudh mendapatkan pelatihan terkait dengan skrining
Maka dari itu stimulasi, deteksi dini serta intervensi yang akan dilakukan, dan apabila hasil skrining dua
dini penyimpangan dari tumbuh kembang secara minggu kemudian masih terdapat penyimpangan
keseluruhan dan terkoordinasi dapat diselenggarakan maka anak harus dirujuk ke rumah sakit dengan
oleh keluarga, masyarakat, kader, organisasi profesi menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan
yang dapat meningkatkan kualitas tumbuh kembang perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara
serta kesiapan anak untuk menempuh jenjang dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian.
selanjutnya (pendidikan). Kemampuan dasar anak (KKRI,2012)
yang dirangsang dengan stimulasi terarah merupakan
Penelitian Ariyanti (2015) dalam efektivitas alat
kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
permainan edukatif berbasis media dengan taraf
kemampuan berbicara, kemampuan bahasa, dan
signifikansi p=0,032 menunjukan bahwa alat
kemampuasn sosialisasi serta kemandirian, sehingga
permainan edukatif terbukti efektif.
dalam stimulasi terarah yang dilakukan dapat
meningkatkan kesehatan dan gizi serta psikososial Siddik Fathir (2015) terdapat hubungan antara
anak, mental, emosional dan kemandirian alat permainan edukatif dengan perkembangan anak
anak(Diane,2008) usia 3-5 tahun dengan taraf signifikansi p=0,000.
Keluarga perlu memperhatikan sejumlah
perkembangan motorik halus dan motorik kasar METODE PENELITIAN
anak, serata sosialisasi dan bahasa anak dalam Jenis penelitian ini eksperimental dengan
periode emas mereka. Stimulasi tumbuh kembang menggunakan rancangan penelitian pra-eksperimen.
yang dilakukan seperti menyusun menara kubus Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 139

dengan teknik one group pre test and post test design Berdasarkan Tabel 1 dari 48 orang yang diteliti
yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menilai menunjukkan bahwa kelompok umur ibu lebih
satu kelompok saja secara utuh tanpa menggunakan dominan umur 20-25 tahun sebanyak 18 orang
kelompok pembanding (kontrol), tetapi pada pengujian (37.5%). Kelompok pendidikan ibu lebih dominan
pertama (pre test) yang memungkinkan peneliti dapat SMP dan SMA sebanyak 17 orang (35.4%).
menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah Kelompok pekerjaan ibu lebih dominan bekerja
adanya ekperimen atau program. sebanyak 37 orang (77.1%).
Pada penelitian ini peneliti melakukan 2. Karakteristisk Bayi (0-1 Tahun) berdasarkan
treatment yaitu pemberian stimulasi dengan alat Umur dan Jenis Kelamin
permainan edukatif (APE) terhadap subjek penelitian
dengan sengaja, terencana, kemudian dinilai Tabel 2. Karakteristik Bayi (0-1 Tahun) Berdasarkan
pengaruhnya pada post test. Subjek penelitian terdiri Umur dan Jenis Kelamin
dari 48 bayi umur 0-1 tahun yang terdapat di desa Karakteristik Posyandu Desa
Kubutambahan. Pengambilan sampel secara purposive. Kubutambahan
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini f %
adalah analisa univariat dan bivariat. Dalam penelitian Umur
ini analisis univariat digunakan untuk mengetahui 0-4 Tahun 7 14.6
proporsi dari masing-masing variabel penelitian yaitu 5-8 Tahun 15 31.3
9-12 Tahun 26 54.2
Alat Permainan Edukatif (APE), perkembangan
Jumlah 48 100.0
bayi, orang tua, kader posyandu dan tenaga
Jenis Kelamin
kesehatan.Analisa data yang digunakan dalam
Laki-Laki 24 50.0
penelitian ini adalah analisa menggunakan uji beda Perempuan 24 50.0
dua mean atau T independent (Paired Sample Jumlah 48 100.0
Test) untuk mrnganalisa selisih antara dua mean
Sumber : Data Primer Juni 2016 n=48
pada data subjek sebelum diberikan stimulus dan
sesudah diberikan stimulus. Berdasarkan Tabel 5.2 dari 48 orang responden
yang diteliti menunjukkan bahwa kelompok umur
HASIL PENELITIAN bayi lebih dominan umur 9-12 Tahun yaitu sebanyak
26 orang (54.2%). Kelompok jenis kelamin bayi
1. Karakteristik Ibu Responden Berdasarkan laki-laki dan perempuan sebanyak 24 orang laki-laki
Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan 24 orang perempuan (50.0%).

Tabel 1. Karakteristik Ibu Responden Berdasarkan 3. Identifikasi Komponen Yang Berperan


Umur, Pendidikan, Pekerjaan di Desa Dalam Pemberian Stimulasi Pada Bayi (0-1
Kubutambahan Tahun) Di Posyandu Desa Kubutambahan

Karakteristik Posyandu Desa Tabel 3. Peran Orang Tua, Kader dan Tenaga
Kubutambahan Kesehatan
f %
Umur Variabel Berperan Tidak
<20 Tahun 6 12.5 Berperan
20-25 Tahun 18 37.5
26-30 Tahun 17 35.4 f % F %
31-35 Tahun 7 14.6 Ortu 22 45.9 26 54.2
Jumlah 48 100.0 Kader 10 100.0 0 0
Pendidikan
SD 7 14.6 NaKes 4 100.0 0 0
SMP 17 35.4 Sumber : Data Primer Juni 2016 n=48
SMA 17 35.4
PT 7 14.6 Berdasarkan Tabel 3 dari 48 orang ibu yang
Jumlah 48 100.0 diteliti menunjukkan 26 orang (54.2%) orang tua
Pekerjaan
TidakBekerja 11 22.9
tidak ikut berperan dalam pemberian stimulasi pada
Bekerja 37 77.1 bayi. Kader dan tenaga kesehatan, keduanya
Jumlah 48 100.0 berperan dalam pemberian stimulasi pada bayi di
Sumber: Data Primer Juni 2016 n=48 Posyandu Desa Kubutambahan.

Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE) Terhadap Motorik Kasar Bayi Umur 0-1 Tahun di Desa Kubutambahan
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
140 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

4. Identifikasi Kemampuan Motorik Kasar Berdasarkan Tabel 4 tersebut dapat diketahui


Bayi Sebelum dan Sesudah Dilakukan bahwa kemampuan motorik kasar bayi sebelum
Stimulasi Alat Permainan Edukatif (APE) diberikan stimulasi APE yaitu Posyandu Rare Rahayu
Pada Posyandu Desa Kubutambahan memperoleh rata-rata 51.51 dengan standar deviasi
7.12 dan Posyandu Ponjok Tengah yaitu memperoleh
Tabel 4. Rekapitulasi Data Kemampuan Motorik rata-rata 48.99 dengan standar deviasi 6.36 Data
Kasar Bayi Sebelum dan Sesudah Stimulasi kemampuan motorik kasar yang di peroleh setelah
Alat Permainan Edukatif (APE) pada dilakukan stimulasi APE menunjukkan peningkatan
Posyandu Desa Kubutambahan rata-rata di Posyandu Rare Rahayu 58.82 dengan
Kemampuan Mean SD Min Max standar deviasi 8.40 dan Posyandu Ponjok Tengah
Motorik Kasar yaitu memperoleh rata-rata 53.18 dengan standar
Rare Rahayu deviasi 8.56
Sebelum 51.52 7.12 35.0 65.0 5. Analisa Komparasi Kemampuan Motorik
Sesudah 58.82 8.40 45.0 81.0 Kasar Bayi yang mendapat Stimulasi Alat
Ponjik Tengah Permainan Edukatif (APE) dengan bayi yang
Sebelum 48.99 6.36 35.0 60.0 tidak mendapat Stimulasi Alat Permainan
Sesudah 53.18 8.58 35.0 71.0 Edukatif (APE)
Sumber : Data Primer Juni 2016 n=48

Tabel 5. Komparasi Kemampuan Motorik kasar Bayi Dengan Stimulasi APE di Posyandu Desa Kubutambahan

Sumber : Data Primer Juni 2016 n=48

Berdasarkan Tabel 5 hasil uji statistik seseorang semakin mudah memperoleh informasi
Independen T-Test diketahui bahwa nilai signifikan sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang
(p) Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0.002. Nilai p = dimiliki seseorang terhadap temuan baru khususnya
0.002 (p<0.05) nilai ini menunjukkan bahwa H0 dalam memahami pemilihan alat permainan edukasi.
ditolak. Faktor lain yang mempengaruhi tindakan stimulasi
ibu terhadap perkembangan motorik kasar bayi
PEMBAHASAN adalah pekerjaan, berdasarkan hasil penelitian di
ketahui sebagian besar ibu bekerja sebanyak 37
Berdasarkan data yang didapat diketahui bahwa orang ibu (77.1%).
peranan orang tua dipengaruhi dari pengetahuan ibu Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan motorik
tentang stimulasi kepada bayi sesuai dengan tahap kasar di Posyandu Desa Kubutambahan sebelum
tumbuh kembangnya. Ibu di Posyandu Desa diberikan stimulasi APE di Posyandu Rare Rahayu
Kubutambahan yang di bagi menjadi dua posyandu memperoleh rata-rata 51.51 dengan standar deviasi
yaitu Rare Rahayu dan Ponjok Tengah diketahui 7.12 dan Posyandu Ponjok Tengah yaitu memperoleh
lebih dominan ibu responden tidak berperan sebanyak rata-rata 48.99 dengan standardeviasi 6.36 Data
28 orang (58.3%) dan lebih dominan berpendidikan kemampuan motorik kasar yang di peroleh setelah
SMP. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan dilakukan stimulasi APE menunjukkan peningkatan
oleh Amsiatun (200) dalam penelitiannya juga rata-rata di Posyandu Rare Rahayu 58.82 dengan
menegaskan bahwa pendidikan orang tua standar deviasi 8.40 dan Posyandu Ponjok Tengah
berhubungan dengan pemberian alat permainan yaitu memperoleh rata-rata 53.18 dengan standar
edukasi. Orang tua yang berpendidikan tinggi deviasi 8.56. Kemampuan motorik tiap bayi berbeda-
mempunyai kesempatan untuk memperoleh informasi beda. Menurut Yuni Sufyanti (2009), ada beberapa
lebih mudah sesuai dengan pendapat nursalam (2003) faktor yang mempengaruhi perkembangan bayi yaitu
bahwa smakin tinggi tinggi tingkat pendidikan faktor genetik yaitu meliputi factor bawaan yang

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 141

normal maupun patologik, jenis kelamin dan suku SIMPULAN


bangsaselain itu ada factor lingkungan pada saat
prenatal, postnatal, lingkungan fisik,lingkungan Peran Kader dan tenaga kesehatan sangat
social dan lingkungan keluarga. penting yaitu sebsar 100%pada perkembangan
motorik kasar bayi, sedangkan orang tua hanya
Hasil yang di dapatkan di lapangan pemberian
berperan 45,9%. Ada perbedaan kemampuan motorik
stimulasi APE ditemukan kurang efektif di Posyandu
kasar bayi setelah melakukan stimulasi APE di
Desa Kubutambahan sehingga perkembangan
Posyandu Desa Kubutambahan.
motorik kasar bayi belum tercapai secara maksimal
di Posyandu.
SARAN
Setelah dilakukannya stimulasi APE kemampuan
motorik kasar pada bayi di Posyandu Desa Perlunya sosialisasi terkait penggunaan alat
kubutambahan rata-rata di Posyandu Rare Rahayu permainan edukasi (APE) di wilayah kerja posyandu
51.52 dengan standar deviasi 7.12 dan Posyandu Kubutambahan
Ponjok Tengah yaitu memperoleh rata-rata 58.82
dengan standar deviasi 8.40. Gerakan motorik anak KEPUSTAKAAN
dapat berkembang dengan baik bila mendapat
kesempatan untuk mencoba dan bantuan dari serta BKKBN, 2015, Media Interaksi Orang Tua dan
peralatan yang dibutuhkan dan bimbingan dari orang Balita Sebagai Alat Bantu Pendidikan Anak
dewasa atau pendidik. (Bredekamp dan Copple, Balita. Jakarta: Pemerintah Kabupaten Buleleng
2008). Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Pengembangan dan pemnbinaan keterampilan Perempuan
motorik kasar sangat diperlukan karena hal tersebut Bradekamp copple (1997). Develomentally
merupakan perkembangan dari unsur kematangan Appropiate Practice in Early Childhood
dan pengendalian gerak tubuh anak yang diperlukan Program. Washington DC :National Association
bagi pertumbuhan anak. (Rosmala, 2008). For The Education of Young Children
Hasil diatas menunjukkan bahwa responden David. 2009. UNICEF membunyikan alarm selama
yang mendapat stimulasi APE mengalami gizi buruk. http://www.SFGate.com, (diakses
peningkatan kemampuan motorik kasar, dari hal tanggal 1 desember 2016, pukul 03.30 Wita)
tersebut stimuasi APE perlu diterapkan di Posyandu Diane E., dkk, 2008 Human Development
sebelum di terapkan di rumah untuk meningkatkan (Psikologi Perkembangan), Jakarta: Kencana
kemampuan motorik kasar sehingga dapat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006.
meningkatkan fungsi kognitif yang nantinya berujung Profil Kesehatan 2005. Jakarta
pada proses belajar yang lebih baik. Kasaanti Annia. 2008. Buku Pintar Kesehatan dan
Berdasarkan data yang didapatkan dapat Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Araska
diketahui hasil dari komparasi perkembangan motorik Piranti
kasar bayi dengan stimulasi APE didapatkan hasil Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KKRI).
uji statistik Independen t-test dengan nilai p = 0.002 2012. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi
(p < 0.05) yang menunjukkan Ada perbedaan dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
perkembangan motorik kasar bayi umur 0-1 tahun Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
dengan stimulasi APE. Departemen Kesehatan
APE adalah permainan yang sengaja dirancang Majalah Opini, 2010. http://www.majalah opini. com/
secara khusus untuk kepentingan pendidikan. (Badru, author/redaksi diakses 20 November 2017
2007). Alat itu dirancang secara khusus untuk Mayke Sugianto dalam buku Badru Zaman. 2007.
mengembangkan aspek-aspek perkembangan Beberapa Pengertian Alat Permainan Edukatif
anak.APE salah satu program dari Bina Keluarga APE. Wordpress (http//asik.com) diakses taggal
Balita (BKB) yang merupakan bagian dari Badan 1 Desember 2016, pukul 13.30 wita)
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Notoatmojo, 2010. Metodologi penelitian
(BKKBN) yang bertujuan meningkatkan peran Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
keluarga dalam membina anak balita secara optimal
Nur Kholifah, Siti. 2014. Perkembangan Motorik
dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu di

Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE) Terhadap Motorik Kasar Bayi Umur 0-1 Tahun di Desa Kubutambahan
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
142 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Kelurahan Kemayoran. Surabaya : Program


Studi DIII Keperawatan Politeknik Kemenkes
Surabaya
Rosmala Dewi, 2005. Berbagai Masalah Anak
Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti
Sadewi. Septi.2015. Pengaruh Bray Gym Terhadap
Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Pra
Sekolah Di TK Widya Dharma Sawan.
Singaraja :Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng
Sinta Ayu. 2014. Hubungan Pengetahuan Orang
Tua Tentang Alat Permainan Edukatif (APE)
dengan Perkembangan Anak Pra Sekolah Usia
4-5 tahun Di Desa Tapak Kecamatan Panekan
Kabupaten Magetan
Selasih Putri Isnawati Hadi,dkk. 2014. Hubungan
Antara Status Gizi Dengan Perkembangan
Motorik Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Desa
Sambirejo, Kec. Bringin. Semarang :Program
Studi DIV Kebidanan Ngudi Waluyo
Soetjiningsih,IG.N.Gde Ranuh. 2013. Tumbuh
Kembang Anak.Edisi Kedua. Jakarta: EGC
Yuni, 2009. Modul Faktor-faktor yang mempengaruhi
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Perkembangan peserta didik UPI.
Zaman Badru, dkk. 2007. Media dan Sumber Belajar
TK. Jakarta: Universitas Terbuka

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 143

TERAPI BERMAIN DENGAN KETERLIBATAN ORANGTUA


MENURUNKAN KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH
DAN ORANGTUA

Kili Astarani*, Fitri Haryanti**, Indria Laksmi Gamayanti***


*
STIKES RS. Baptis Kediri
**
Bagian Keperawatan Universitas Gadjah Mada
***
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
astaranikili@yahoo.com

Abstrak
Pendahuluan: Sakit dan dirawat di rumah sakit menimbulkan kecemasan pada anak dan orangtua. Kecemasan
akibat hospitalisasi perlu ditangani sedini mungkin, karena keterlambatan dalam penanganan akan membawa
dampak tidak baik pada proses kesembuhan anak yang mendapatkan perawatan. Intervensi keperawatan yang
dapat diberikan oleh perawat adalah terapi bermain dengan keterlibatan orangtua. Keterlibatan orangtua dalam
terapi bermain mengakibatkan anak merasa diperhatikan sehingga berdampak terhadap emosinya serta
kepercayaan diri yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain dengan
keterlibatan orangtua terhadap kecemasan pada anak usia pra sekolah dan orangtua akibat hospitalisasi.
Metode: Desain penelitian menggunakan pendekatan One Group Pretest-Posttest Design dengan sampel 30
anak usia prasekolah dan orangtua. Hasil: Terapi bermain dengan keterlibatan orangtua dapat menurunkan
kecemasan anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi sebesar 24,167 dengan nilai p value sebesar 0,000 dan
menurunkan kecemasan orangtua sebesar 19,30 dengan nilai p value sebesar 0,000. Variabel yang berpengaruh
secara langsung terhadap perubahan kecemasan anak adalah urutan kelahiran (p=0,008) dan jumlah saudara
kandung (p=0,075), yang berpengaruh terhadap perubahan kecemasan orang tua adalah usia ayah (p = 0,021).
Diskusi: keterlibatan orangtua sangat diperlukan saat pelaksanaan terapi bermain pada anak, karena dapat
menurunkan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi dan kecemasan orangtua.

Kata Kunci: Anak usia prasekolah, kecemasan anak, kecemasan orangtua, terapi bermain dengan keterlibatan
orangtua

Abstract
Introduction: Illness and hospitalization cause anxiety in children and their parents. Anxiety due to
hospitalization needs to be managed, due to delays in handling will bring bad effect on the healing process
of children who are receiving treatment. Nursing interventions that can be provided is play therapy with
parent involvement. Parent involvement in children’s play therapy makes children’s feeling to get attention
that impact to their emotion and self-confidence. This study aims to investigate the influence of play therapy
with parent involvement towards anxiety in preschool children and parents due to hospitalization.
Methods: Design of this study was one group pre-test post-test design approach with samples of 30
preschool children and their parents. Instrument of children anxiety used booklet. Instrument of parent’
anxiety used Hamilton Anxiety Rating Scale. Results: Play therapy with parent involvement decreasing
anxiety of preschool-aged children due to hospitalization was 24.167 with p value of 0.000 and decreasing
parent’s anxiety was 19.30 with a p value of 0.000. The Variables directly influencing the change of
children’s anxiety were the order of birth (p = 0.008) and the number of siblings (p = 0.075), which
influencing the change of parent anxiety was the father’s age (p = 0.021). Discussion: Parent involvement
is very necessary during implementation of play therapy in children, because it can reduce anxiety of
preschool-aged children due to hospitalization and parent’s anxiety.

Keywords: Preschool-aged children, children’s anxiety, parent’s anxiety, play therapy with parent
Involvement

Terapi Bermain dengan Keterlibatan143


Orangtua Menurunkan Kecemasan Anak Usia Prasekolah dan Orangtua
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
144 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Anak sakit dan harus menjalani rawat inap di Metode penelitian kuantitatif dengan One Group
rumah sakit akan memunculkan berbagai reaksi Pretest-Posttest Design. Penelitian di Ruang Anak
yang bervariasi, diantaranya regresi, rasa takut dan Rumah Sakit Baptis Kediri. Teknik pengambilan
cemas, merasa dipisahkan dari keluarga, putus asa sampel menggunakan consecutive sampling. Besar
dan protes (Wong, 2009). Keadaan seperti ini sampel 30 anak usia prasekolah beserta orangtuanya.
mengakibatkan anak akan berusaha untuk beradaptasi Variabel dependen yaitu kecemasan anak prasekolah
dengan lingkungan di rumah sakit, sehingga kondisi dan kecemasan orangtua. Variabel luar adalah usia
tersebut merupakan stressor bagi anak dan anak, urutan kelahiran, jenis kelamin anak,
keluarganya. Anak yang mengalami kecemasan pengalaman sakit anak, jumlah anggota keluarga,
selama dirawat di rumah sakit akan mengakibatkan jumlah saudara kandung, usia orangtua, jenis kelamin
kecemasan pada orangtua, demikian juga sebaliknya orangtua, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan.
(Sartika, 2012). Instrumen kecemasan anak menggunakan
Permasalahan lain ketika anak harus menjalani pertanyaan berupa gambar dalam booklet. Instrumen
rawat inap di rumah sakit adalah terganggunya kecemasan orangtua menggunakan alat ukur dari
kebutuhan bermain pada anak. Hal ini disebabkan item pertanyaan Hamilton Anxiety Rating Scale dan
karena dunia anak adalah dunia bermain, khususnya telah dilakukan uji validitas dan reliabititas. Uji
bagi anak prasekolah. Menurut Bratton, 2005 dengan reliabilitas dengan nilai Alpha Cronbach pada
bermain maka anak-anak dapat mengontrol emosi kecemasan anak 0,954 dan kecemasan orangtua
dan respon perilakunya. Bermain dapat digunakan 0,952. Uji Etik telah dilakukan oleh Komite Etik
sebagai pengobatan terhadap anak yang dikenal UGM dengan no Ref: KE/FK/154/EC, pada tanggal
dengan Terapi Bermain (Tedjasaputra, 2007) yang 9 Februari 2015.
tujuan untuk mengurangi perasaan takut, cemas,
sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004). Efek HASIL PENELITIAN
paling besar untuk keberhasilan terapi bermain adalah
keterlibatan orangtua, hal ini disebabkan karena Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Kecemasan Anak
adanya kedekatan dan ikatan batin yang kuat antara Sebelum dan Sesudah Terapi Bermain
orangtua dengan anak. dengan Keterlibatan Orangtua Akibat
Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional Hospitalisasi
(SUSENAS) tahun 2010, 35 per 100 anak menjalani
hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami P Value
kecemasan. Berdasarkan studi pendahuluan, Variabel Mean SD (kolmogorov-
smirnov)
didapatkan data bahwa terapi bermain yang
Kecemasan
seharusnya dilakukan oleh perawat hampir tidak
anak
pernah dilakukan. Hal ini disebabkan karena tugas sebelum 31,57 8,39 0,614
dan pekerjaan perawat sangat banyak sehingga terapi
waktu untuk bermain dengan anak yang dirawat di bermain
ruangan tersebut sangat minim. Kecemasan 7,40 4,45 0,714
Keterlibatan orangtua dalam terapi bermain anak
akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang sesudah
memiliki empati yang tinggi. Terapi bermain terapi
merupakan salah satu intervensi yang diberikan bagi bermain
anak yang dirawat di rumah sakit. Tetapi karena
tugas dan pekerjaan perawat yang tidak Setelah dilakukan uji normalitas kolmogorov-
memungkinkan untuk melakukan terapi bermain, smirnov menunjukkan bahwa distribusi kelompok
sehingga mengharuskan anak bermain tanpa feed- data adalah normal, sehingga dilakukan analisis lebih
back yang benar dari orangtua. Uraian tersebut lanjut.
mendorong peneliti untuk meneliti pengaruh terapi Tabel 2. menunjukkan bahwa terapi bermain
bermain dengan keterlibatan orangtua terhadap dengan keterlibatan orangtua dapat menurunkan
kecemasan anak usia pra sekolah dan orangtua kecemasan anak sebesar 24,167 dengan nilai p
akibat hospitalisasi di Rumah Sakit Baptis Kediri. value sebesar 0,000.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 145

Tabel 2. Rata-Rata Perubahan Kecemasan Anak Tabel 4. menunjukkan bahwa terapi bermain
Sebelum dan Sesudah Terapi Bermain dengan keterlibatan orangtua dapat menurunkan
dengan Keterlibatan Orangtua Akibat kecemasan orangtua sebesar 19,30 dengan nilai p
Hospitalisasi value sebesar 0,000 (p<0,05).
P Value Tabel 5. Hasil Uji Bivariat Variabel Luar Terhadap
∆ (Paired Perubahan Kecemasan Anak
Variabel SD t Df
Mean samples
test) P
Correlatio
Perubahan No Variabel luar value
n Coefficient
kecemasan (n=30)
sebelum 1 Usia anak -0,183 0,333
24,167 7,159 18,49 29 0,000
dan sesudah 2 Urutan kelahiran 0,396 0,030
terapi 3 Jenis kelamin -0,125 0,511
bermain anak
4 Pengalaman sakit 0,135 0,476
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kecemasan Orangtua anak
Anak Usia Prasekolah Sebelum Terapi 5 Jumlah saudara -0,230 0,222
Bermain dengan Keterlibatan Orangtua kandung
P Value 6 Jumlah anggota 0,105 0,581
Variabel Mean SD (kolmogorov keluarga
smirnov)
Kecemasan
orangtua
Tabel 6. Hasil Uji Bivariat Variabel Luar Terhadap
sebelum 24,10 10,00 0,595
Perubahan Kecemasan Orangtua
terapi
bermain Correlation P value
No Variabel luar
Kecemasan Coefficient (n=30)
orangtua 1 Usia ayah 0,447 0,013
sesudah 4,80 3,35 0,753 2 Pekerjaan ayah - -
terapi 3 Pendidikan ayah -0,072 0,705
bermain 4 Usia ibu 0,056 0,771
5 Pekerjaan ibu -0,123 0,518
Setelah dilakukan uji normalitas kolmogorov- 6 Pendidikan ibu -0,118 0,533
smirnov menunjukkan bahwa distribusi kelompok
data adalah normal, sehingga dilakukan analisis lebih Setelah dilakukan uji bivariat variabel luar
lanjut. terhadap perubahan kecemasan anak menggunakan
spearman’s rho, didapatkan p value variabel urutan
Tabel 4. Rata-rata Perubahan Kecemasan Orangtua
kelahiran = 0,030 dan p value jumlah saudara
Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Setelah
kandung = 0,222 karena p<0,25, maka variabel
Terapi Bermain dengan Keterlibatan
urutan kelahiran dan jumlah saudara kandung dapat
Orangtua Akibat Hospitalisasi
dilanjutkan dengan uji multivariat menggunakan
P Value regresi linear. Uji bivariat variabel luar terhadap
∆ (Paired perubahan kecemasan orangtua mengguakan
Variabel SD T df
Mean samples spearman’s rho, didapatkan p value variabel usia
test) ayah = 0,013 karena p<0,25, maka variabel usia
Perubahan ayah dapat dilanjutkan dengan uji multivariat
kecemasan menggunakan regresi linear.
sebelum dan
19,30 9,30 11,367 29 0,000 Hasil regresi linear didapatkan bahwa variabel
sesudah
yang berpengaruh secara langsung terhadap
terapi
perubahan kecemasan anak adalah urutan kelahiran
bermain (p = 0,008) dan jumlah saudara kandung (p =

Terapi Bermain dengan Keterlibatan Orangtua Menurunkan Kecemasan Anak Usia Prasekolah dan Orangtua
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
146 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

0,075). Variabel yang berpengaruh secara langsung dan jumlah saudara kandung. Urutan kelahiran dapat
terhadap perubahan kecemasan orang tua adalah mempengaruhi perubahan kecemasan anak, semakin
usia ayah (p = 0,021). besar urutan kelahiran maka semakin besar pula
perubahan kecemasan yang dialami anak. Peneliti
PEMBAHASAN berasumsi bahwa anak kedua dan seterusnya akan
memiliki tingkat kemandirian dan kooperatif yang
Hasil penelitian menunjukkan penurunan besar dibandingkan dengan anak pertama. Semakin
kecemasan anak yang sangat signifikan. Hospitalisasi besar jumlah saudara kandung, maka semakin kecil
dapat menimbulkan respon yang kurang perubahan kecemasan yang dialami anak. Peneliti
menyenangkan bagi anak, baik menimbulkan cemas berasumsi, jumlah suadara kandung yang besar,
atau stres maupun takut (Tsai, 2007). Anak usia mengakibatkan perhatian dan kasih sayang dari
prasekolah yang menjalani hospitalisasi, seringkali orangtua menjadi terbagi, sehingga orangtua
menunjukkan respon yang berbeda. Respon fisiologis cenderung merasa cemas ketika anaknya harus
yang sering tampak seperti gelisah, reaksi kaget, dirawat di rumah sakit.
menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri Berdasarkan hasil penelitian yang didapat,
(Stuart & Sundeen, 2006). Hal ini sesuai dengan peneliti menyimpulkan bahwa keterlibatan orangtua
kondisi yang peneliti temukan pada saat penelitian. sangat diperlukan saat pelaksanaan terapi bermain
Peneliti mengasumsikan kondisi ini dimungkinkan pada anak, karena dapat menurunkan kecemasan
karena anak usia prasekolah mengalami stres anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Peneliti
terhadap penyakitnya sehingga anak merasa tidak mengasumsikan bahwa dengan keterlibatan orangtua
nyaman, lingkungan rumah sakit serta staf yang dalam pelaksanaan terapi bermain akan sangat
bertugas tidak dikenal anak membuat anak takut membantu anak dalam mereka mengekspresikan
untuk ditinggalkan oleh orangtua. perasaan yang sedang dialami anak saat proses
Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan pelaksanaan.
kepada anak yang mengalami kecemasan, ketakutan Hasil penelitian juga menunjukkan terapi bermain
sehingga anak dapat mengenal lingkungan, belajar dengan keterlibatan orangtua mampu menurunkan
mengenai perawatan dan prosedur yang dilakukan kecemasan orangtua. Dirawat dirumah sakit
serta staf rumah sakit yang ada (Hendon, 2007). merupakan peristiwa yang dapat menyebabkan
Terapi bermain memerlukan keterlibatan dari cemas baik pada anak maupun orangtua. Hal ini
orangtua, hal ini disebabkan karena orangtua memiliki sejalan dengan Castillo, 2012, yang menyatakan
tanggungjawab dan kewajiban untuk tetap bahwa orangtua akan bereaksi terhadap kondisi dan
melangsungkan upaya simulasi tumbuh kembang kejadian yang dapat mengakibatkan kecemasan pada
pada anak serta memberikan dukungan bagi diri anaknya ketika anak mengalami sakit dan harus
perkembangan emosi positif anak (Wong, 2008). dirawat di RS.
Terapi bermain yang diberikan adalah terapi bermain
Keterlibatan orangtua sangat dibutuhkan anak,
mewarnai, bermain boneka tangan dengan tema
dimana dengan keterlibatan orangtua tidak hanya
“Perasaanku ketika tidur di rumah sakit” dan bermain
mendorong kemampuan dan keterampilan sosial anak
boneka tangan dengan tema “Aku ingin sehat”.
tetapi dapat juga memberikan dukungan bagi
Terapi bermain dengan keterlibatan orangtua perkembangan emosi anak (Bratton, 2005). Variabel
dapat memberikan perasaan tenang, nyaman, merasa yang berpengaruh secara langsung terhadap
disayang dan diperhatikan bagi anak, sehingga anak perubahan kecemasan orangtua adalah usia ayah.
lebih dapat mengelola emosinya dan memungkinkan Keterlibatan orangtua dalam terapi bermain dapat
anak berespon lebih efektif terhadap situasi selama merubah kecemasan orangtua setelah dikontrol oleh
hospitalisasi. Terapi bermain yang diberikan pada usia ayah. Usia ayah dapat mempengaruhi perubahan
saat penelitian dapat memberikan perubahan dan kecemasan orangtua, semakin besar usia ayah maka
menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini tampak semakin kecil kecemasan yang dialami orangtua.
pada perubahan respon yang diberikan oleh anak Peneliti berasumsi ketika usia ayah semakin
ketika dilakukan observasi pada hari terakhir bertambah maka rasa tanggungjawab dan ingin
pemberian terapi bermain. melindungi anak akan semakin besar. Mereka akan
Berdasarkan persamaan garis linier, variabel lebih sangat berhati-hati terhadap setiap hal yang
yang berpengaruh secara langsung terhadap dialami oleh anaknya, khususnya anak yang dirawat
perubahan kecemasan anak adalah urutan kelahiran di RS.

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 147

Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Hendon, C., & Bohon, L. M. (2007). Hospitalized
didapatkan bahwa secara signifikan terapi bermain Children’s mood Differences During Play and
dengan keterlibatan orangtua dapat menurunkan Music Therapy. Original Article , DOI: 10.1111/
rata-rata kecemasan orangtua peneliti berasumsi J.1365-2214.2007.00746.x.
keterlibatan orangtua pada pelaksanaan terapi Sartika, F., & Sulisno, M. (2012). Hubungan
bermain tidak hanya berdampak memberikan Kecemasan Ibu dengan Kecemasan Anak saat
kenyamanan tetapi anak lebih tenang dalam Hospitalisasi. Jurnal Nursing Studies , 1.
menghadapi hospitalisasi. Stuart, W. G., & Sundeen, J. S. (2006). Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
KESIMPULAN Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar
Terapi bermain dengan keterlibatan orangtua Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
dapat menurunkan kecemasan anak usia prasekolah Tedjasaputra, M. (2007). Bermain, Mainan dan
dan orangtua akibat hospitalisasi. Variabel yang Permainan. Jakarta: Grasindo.
berpengaruh secara langsung terhadap perubahan Tsai, C. (2007). The Effect of Animal Assisted
kecemasan anak adalah urutan kelahiran dan jumlah Therapy on Children’s Stress during
saudara kandung. Variabel yang berpengaruh secara Hospitalization. Doctoral Disertasi of phylosopy.
langsung terhadap perubahan kecemasan orang tua Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan
adalah usia ayah. Pediatrik (Vol. Volume 1). Jakarta: EGC.

SARAN

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk


meningkatkan pelayanan keperawatan, khususnya
untuk mengatasi kecemasan anak dan kecemasan
orangtua selama anak dirawat di rumah sakit dengan
menggunakan terapi bermain yang melibatkan
orangtua saat pemberiannya. Penelitian ini juga
menjawab teori Comfort Theory dari Kolcaba, bahwa
dalam pemberian pelayanan keperawatan dimulai
dengan memperhatikan kebutuhan perawatan
kesehatan pasien dan keluarga. Kebutuhan anak
usia prasekolah dan orangtua selama hospitalisasi
adalah terbebas dari kecemasan. Intervensi
keperawatan yang dapat membuat anak merasa
aman dan nyaman adalah pemberian terapi bermain
dengan keterlibatan orangtua, sehingga kebutuhan
rasa aman dan nyaman atau bebas dari kecemasan
dapat terpenuhi.

KEPUSTAKAAN

Bratton, S. C., Ray, D., & Rhine, T. (2005). The


Efficacy of Play Therapy With Children: A
Meta-Analytic Review of Treatment Outcomes.
Professional Psychology: Research and
Practice, 36.
Castillo, A. F., Lara, M. J., & Naranjo, I. L. (2012).
Parental Stress and Satisfaction during Children’s
Hospitalization: Differences between Immigrant
and Autochthonous Population. Stress and
Health , 29.

Terapi Bermain dengan Keterlibatan Orangtua Menurunkan Kecemasan Anak Usia Prasekolah dan Orangtua
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
148 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

SENAM OTAK (BRAIN GYM) DALAM UPAYA MENINGKATKAN


KOGNITIF LANSIA DI POSYANDU

Sandy Kurniajati, AkdeTriyoga, RinaEndahKristini


STIKES RS Baptis Kediri
Jl. Mayjend. Panjaitan No. 3 B Kediri
Email: stikes_rsbaptis@yahoo.co.id, Tlp. 08123180014

Abstrak
Lanjut usia akan mengalami proses penurunan kondisi biologis, kondisi psikologis serta perubahan kondisi
social dan perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Senamotak (Brain Gym) menurut
Denission (2006) terbukti efektif dalam meningkatkan kognitiflansia, namun dalam aplikasi seringkali ada
beberapa kendala. Tujuan penelitian ini untuk merumuskan aplikasi senamotak (Brain gym) sebagai rekomendasi
program senam otak di posyandu lansia. Metode penelitian ini adalah deskriptif exploratif. Populasi kegiatan
adalah kader posyandu lansia di Posyandu lansia GBI Setia Bakti Kediri dan Posyandu lansia di GBI Baitlahim
Kediri dengan jumlah 20 orang (Quota Sampling). Rangkaian kegiatan meliputi 3 tahap (Tahap pemberian
materi, Tahap Praktikum, Tahap Perumusan Rekomendasi. Kegiatan dilaksanakan padabulan Juni sampai Juli
2016. Analis dengan analisis kualitatif melalui Focus Group Disscation (FGD). Hasil analisis FGD
direkomendasikan: Gerakan meningkatkan energy dan penguatan sikap: 9 gerakan dapat dilaksanakan semua.
Gerakan silang, hanya 9 gerakan yang direkomendasikan. Gerakan merengangkan otot: hanya 4 gerakan yang
direkomendasikan, hal ini disesuaikan dengan kemapuan fisik lansia dalam mobilisasinya. Disimpulkan
rekomendasi latihan senam otak (brain gym) di posyandu meliputi 3 kelompok gerakan dapat dilaksanakan
dengan menghilangkan gerakan dilantai dan gerakan yang membebani sendi penompang berat badan.

Kata kunci: Senam Otak, Lansia, Fungsi Kognitif, Posyandu

Abstract
Elderly will experience degenerative process of biological condition, psychological condition and change
of social condition and these changes cause decreasing cognitive function. Brain Gym according Denission
(2006) proves to be effective in improving cognitive of elderly, but there are some problems in its
application. The objective is to formulate applications of Brain Gym as recommendation of brain exercise
program in Posyandu. Method research is description explorative design. Population activities area
posyandu cadres in Posyandu Lansia GBI Setia Bakti Kediri and Posyandu Lansia GBI Baitlahim Kediri
as many as 20 respondents (Quota Sampling). The series of events includes 3 stages (Material Explanation
Stage, Practice Stage, and Formulation of Recommendations Stage. The event was held in June and July
2016 and then analyzed qualitatively through Focus Group Discussion (FGD). The result of FGD analysis
recomended: increasing energy and strengten postureexercises: all of 9 movements were applied. For cross
exercises, only 9 movements were recommended. Muscle stretching exercises, only 4 movements were
recommended, this condition was appropriated with elderly’s physical ability and mobility. In conclusion,
brain gym as exercise is recommended in posyandu includes three groups of movements can be implemented
by eliminating movement on the floor and movement that weight on the joint sustaining weight.

Keywords: Brain Gym, Elderly, Cognitive Function, Posyandu

PENDAHULUAN dan sistem persyarafan. Pada usia 70 tahun otak


Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan akan mengalami kerusakan 5-10% per tahun
kognitif meliputi memori, IQ (Inteliegent Quocient), (Widianti A.T dan Poerwati A 2010). Upaya-upaya
kemampuan belajar, kemampuan pemahaman, pencegahan kemunduran kognitif salah satunya
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, adalah senam otak (brain gym) (Festi, 2010).
kebijaksanaan, kinerja dan motivasi (Lilik Ma’rifatul Populasi lansia di dunia diperkirakan pada tahun
A, 2011). Perubahan kognitif pada lansia hal tersebut 2025 629 juta jiwa (1 dari 10 orang berusia lansia).
terkait dengan perubahan yang terjadi pada otak Di Indonesia penduduk lansia sekita 10% (Nugroho,

14817 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 149

2008). Permasalah yang didapatb pada posyandu HASIL PENELITIAN


lansia di Posyandu Lansia GBI Setia Bakti Kediri
terkait gangguan kognitif didapat gangguan fungsi Berdasarkan rekomendasi latihan senam otak
kognitif pada lansia cukup banyak sebesar 50% (brain gym) di posyandu lansia GBI Setia Bakti
mengalami gangguan konitif dengan gangguan Kediri dan posyandu lansia GBI Baitlahim Kedirin
kognitif ringan 10%, kognitif sedang 10% dan diperolah hasil dilihat dalam tabel 1.
gangguan kognitif berat 10% (Irene, 2014). Senam Otak Senam Otak
No Keterangan
Senam otak atau brain gym adalah serangkaian (Denisson, 2006) Hasil FGD
1 Gerakan Meaktifkan Energi dan Menguatkan Sikap
gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan
Air Air (200ml) Gerakan dapat
setiap bagian-bagian otak (Setyoadi dan Kushariyadi, Sakelar Otak Sakelar Otak dimodifikasin
2011). Senam otak merangsang otak kiri dan otak Tombol bumi Tombol bumi dengan duduk
kanan (dimensilateralis); meringankan atau Tombol imbang Tombol imbang khususnya bag
merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak Tombol angkasa Tombol angkasa lansia yang
Menguap Energi Menguap kesulitan berdiri
(dimensi pemfokusan); merangsang sistem yang Pasang telinga Energi lama.
terkait dengan perasaan atau emosional, yakni otak Kait rilaks Pasang telinga
tengah (limbik) serta otak besar (dimensi pemusatan) Titik positif Kait rilaks
(Yanuarita, 2012). Tujuan Senam Otak untuk Titik positif
merangsang otak kiri dan kanan (dimensilateralis), 2 Gerakan Menyeberangi Garis Tengah
Gerakan Silang Gerakan Silang, Gerakan dapat
meringankan atau merelaksasi belakang otot dan 8 tidur 8 tidur dimodifikasi
bagian depan otak (dimensi pemfokusan), merangsang Coret ganda, Coretan ganda dengan duduk
sistem yang terkait dengan perasaan/ emosional, Abjad 8z Abjad 8z dan coret ganda
yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (Yanuarita, Gajah Gajah, dan abjad 8
2012). Senam otak efektif untuk meningkatkan kognitif Putaran leher Putaran leher, dapat dilakukan
Oleng pinggul Pernafasan dengan media
pada lansia (Eko Setyawan, 2015). Pernafasan perut perut, kertas
Gerakan senam otak menurut Denisson (2006) Gerakan silang MengisiEnergi,
meliputi 3 kelompok gerakan yaitu gerakan berbaring Bayangkan X
Mengisi Energi
meningkatkan energi dan penguatan sikap (Energy
Bayangkan X
exercises and deepening attitude) yang terdiri dari 9 3 Gerakan Merengangkan Otot
gerakan, gerakan menyeberangi garis tengah(The Burung hantu Burung hantu,
midline Movement) yang terdiri dari 11 gerakan dan Mengaktif-kan Mengaktifkan
gerakan merengangkan otot (Lenghtening Activities) tangan, tangan,
Lambaian kaki Lambaian kaki,
yang terdiri 6 gerakan. Pengunaan senam otak pada
Pompabetis Luncur grafitasi,
lansia apakah sama dengan pada remaja atau anak- Luncurgrafitasi
anak?, Oleh karena itu kegiatan ini bertujuan untuk Pasang Kuda-
merumuskan aplikasi pelaksanaan senam otak (brain kuda
gym) di posyandu dalam menimngkatkan fungsi
kofnitif lansia di Posyandu lansia GBI Setia Bakti
Kediri dan Posyandu lansia GBI Baitlahim Kediri. PEMBAHASAN

1. Gerakan Mengaktifkan Energi dan


METODE Menguatkan Sikap
Metode penelitian deskriptif exploratif. Populasi Gerakan minum air yang direkomendasikan
kegiatan adalah kader posyandu lansia di Posyandu hanya 200 mil, dan direkomendasikan hanya pada
Lansia GBI Setia Bakti Kediri dan Posyandu Lansia lansia yang tidak mengalami pembatasan cairan
di GBI Baitlahim Kediri dengan jumlah kader 20 atau sedang menjalankan puasa. Lansia yang
orang. Sampling yang digunakan adalah Quota Sam- mengalami pembatasann cairan adalah lansia yang
pling. Tahapan kegiatan meliputi 3 tahap (Tahap mengalami gangguan mekanisme pengaturan cairan
pemberian materi, Tahap Praktikum di masing-masing tubuh, hiperkalemia, ketidak cukupan protein, disfunsi
posyandu lansia, Tahap Perumusan Rekomendasi. ginjal, gagal jantung. Retensi natrium, imobilitas
Kegiatan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli (Judith dan Nancy, 2012). Lansia yang memerlukan
2016. Analis dengan analisis kualitatif melalui Focus pembatasan cairan tentunya intake cairan yang
Group Disscation (FGD). masuk harus dikendalaikan sesuai kemampuan tubuh.

Senam Otak (Brain Gym) dalam Upaya Meningkatkan Kognitif Lansia di Posyandu
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
150 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Intake cairan yang diberikan dalam 1 hari adalah dan alat peraga (Sinta, 2011). Faktor tempat, pada
500 ml ditambah produk urine dalam 24 jam. Melalui umumnya posyandu lansia berada dirumah
pembatasan cairan inu tentunya diberikan pada lansia masyarakat atau gedung pertemuan, dengan fasiklitas
yang mengalami gangguan kesehatan yang lebih tidak diperuntukan khusus untuk posyandu lansia
serius. Anjuran minum air banyak oleh karena itu dengan tempat yang memadai untuk senam dan
tidak dapat diberikan secara general pada semua aktifitas lainnya, serta tidak adanya alas untuk lansia
lansia, apalagi lansia khususnya dengan budaya beraktifitas dilantai karena juga keterbatasan tempat.
Jawa memiliki kebiasaan untuk menjalan puasa Kedua hal ini menjadi pertimbangan jika kegiatan
yang bukan karena masalah kesehatan, terkait senam otak dilaksanakan disemua posyandu lansia
masalah budaya dan agama, sehingga hal tersebut yang ada. Khusus pada gerekan coretan ganda dan
menjadi pertimbangan tersendiri. abajad 8z sarana yang mudah disediakan oleh
Lansia yang mengalami hambatan mobilisasi posyandu adalah kertas dan alat tulis, sedangkan
fisik seperti fisik tidak bugar, gangguan metabolisme, untuk papan tulis posyandu lansia sulit menyediakan.
gangguan muskolosketal, ganguan neuromuskuler, 3. Gerakan Meregangkan Otot (Lenghtening
indek masa tubuh lebih dari 75 persentil, intolerasi Activities)
aktifitas, dan kekakuan sendi akan kesulitan dalam
Gerakan merengangkan otot dari 6 gerakan
posisi berdiri yang lama (T. Heather dan Shigemi,
semuanya dapat direkomendasikan meliputi gerakan
2015). Modifikasi gerakan dengan posisi duduk
burung hantu, Mengaktifkan tangan, Lambaian kaki
diberikan pada lansia dengan kondisi tersebut.
dan, Gerakan luncur grafitasi. Gerakan pompa betis
Modifikasi ini tidak akan mempengaruhi gerakanpada
dan pasang kuda-kuda tidak direkomendasikan.
otakatau manfaat senam otak, sehingga lansia dengan
Lansia yang mengalami hambatan mobilasi fisik
kondisi tersebut tetap dapat melaksanakan latihan
seperti fisik tidak bugar, gangguan metabolisme,
senam otak.
gangguan muskolosketal, ganguan neuromuskuler,
2. Gerakan Menyeberangi Garis Tengah indek masa tubuh lebih dari 75 persentil, intolerasi
Gerakan menyeberangi garis tengah yang tidak aktifitas,dan ke kakuan sendi akan kesulitan dalam
direkomendasikan 2 gerakan yang terdiri dari goyang posisim berdiri yang lama (T. Heather dan Shigemi,
pinggul, dan gerakan silang berbaring. Gerakan ini 2015). Khususnya pada lansia yang mengaklami
tidak direkomendasikan dengan pertimbangan kondisi tersebut pembebanan pada salah satu sendi
kemampuan fisik lansia yang tidak sama, khususnya penombang berat badan kan meningkatkan gangguan
lansia yang mengalami hambatan mobilasi fisik seperti dan kenyamanan,bahkan berisiko terjadi trauma atau
fisik tidak bugar, gangguan metabolisme, gangguan cidera akibat jatuh, sehingga gerakan tersebut tidak
muskolosketal, ganguan neuromuskuler, indek direkomendasikan.
masatubuh lebih dari 75 persentil, intolerasi
aktifitas,dan kekakuan sendi (T. Heather dan Shigemi, KESIMPULAN
2015). Pada lansia dengan gangguan mobilitas, saat
praktek senam lansia cenderung duduk dan tidak Disimpulkan rekomendasi latihan senam otak
dapat mengikuti gerakan yang ada dilantai, sehingga (brain gym) di posyandu meliputi 3 kelompok gerekan
lansia tidak mengikuti latihan secara optimal. Karena secara garis besar dapat dilaksanakan dengan
kondisi fisik dan kelemahannya posisi dari berdiri menghilangkan gerakan tidur dilantai dan penyediaan
keduduk/tidur, dan sebaliknya dari posisi duduk/tidur sarana papan untuk menulis/mencoret dengan
ke posisi berdiri membuat lansia mengalami kesulitan, gerakan yang dapat dilaksanakan dan memodifikasi
khsusunya yang mengalami gangguan mobilitas fisik, gerakan yang dapat dilaksanakan dengan duduk dan
sehingga gerakann yang dapat dimodifikasi dengan sarana yang dapat disediakan oleh posyandu.
duduk dapat direkomendasikan, sedangkan yang Gerakan tersebut meliputi: air (200ml) gerakan
tidak dapat dilakukan dengan posisi duduk tidak Sakelar orak, Tombol bumi, Tombol imbang, Tombol
direkomendasikan. angkasa, Menguap energi, Pasang telinga, Kait relaks
dan Titik positip, Gerakansilang, 8 tidur (posisi duduk),
Selain masalah gangguan mobilitas, rekomendasi
Coret ganda, Abjad 8z, Gajah, Pernafasan Perut,
modifikasi yang menjadi pertimbangkan adalah faktor
Putaran leher, Mengisi energi, Bayangkan X, gerakan
yang menentukan keberhasilan kegiatan senam otak
Burung hantu, Mengaktifkantangan, Lambaiankaki
(brain gym) sebagai kegiatan promosi kesehatan
dan Gerakanluncurgrafitasi.
adalah faktor proses penyuluhan yang meliputi tempat

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 151

SARAN T. Heather Herdmad dan Shigemi Kamitswo, (2015),


Diagnosis Keperawatan Derfinisi dan Klasifikasi
Besarnya masalah gangguan fungsi kognitif 2015-2017 edisi 10, Jakarta, EGC
pada lansia dan efektifnya latihan senam otak (brain
Yanuarita, Andri. (2012). Memaksimalkan Otak
gym) dalam meningkatkan fungsi kognitif pada lansia,
Melalui Senam Otak (Brain Gym). Yogyakarta:
maka sosialisasi program kegiatan latihan senam
Teranova Books
otak (brain gym) dapat diaplkasikan di posyandu
lansia. Kader posyandu perlu mendapatkan pelatihan Widianti A.T dan Poerwati Atikah, (2010), Senam
sebagai pelatih di posyandu lansia. Pengadaan Kesehatan Dilengkapi dengan Contoh dan
sarana-prasarana promosi (leaflet atau booklet) dapat Gambar, Jakarta: Mutia Media
disediakan oleh dinas kesehatan dan tersedia di
tiap-tiap posyandu. Aplikasi gerakan dapat meliputi
9 gerakan mengaktifkan energi dan mekuatkan sikap,
9 gerakan menyebrangi garis tengah, dan 4 gerakan
relaks dan lansia dapat melaksanakan secara mandiri
setiap hari.

KEPUSTAKAAN
Denisson, Paul E. (2006). Brain Gym. Jakarta: PT.
Gramedia
Eko Setyawan, (2015) Pengaruh Senam Lansia
Dengan Brain Gym terhdap Peningikkatan
Kognitif pada Lansia, http://eprints.ums.ac.id/
36733/19/naskah%20publikasi.pdf, diakses
tanggal 14 Juli 2015.pukul 14.00.
Festi, Pipit. (2010). Pengaruh Brain Gym Terhadap
Peningkatan Fungsi Kognitif Lansia., Jurnal
Fisioterapi. Surabaya: Universitas Muhamadiyah
Judith M. Wilkinson dan Nancy R Ahern, (2012),
Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta:
EGC
Inrene, (2014), Skripsi tidak dipublikasikan dengan
Judul : Latihan Otak (Brain Gym) Dalam
Peningkatan Memori Lansia Di Posyandu Lansia
GBI Setia Bakti Kediri. Kediri: STIKES RS
Baptis Kediri
Kiki Zugik Z, (2016) Skripsi tidak dipublikasikan
dengan Judul: Gambaran Fungsi Kognitif
Berdasarkan Kelompok Usia pada Lansia di
Posyandu Lansia GBI Setia Bakti Kediri, Kediri:
STIKES RS Baptis Kediri.
Lilik Ma’rifatul A, (2011), Keperawatahn Lanjut
Usia, Yogjakarta: Graha Ilmu
Nugroho Wahjudi, (2008), Keperawatan Gerontik &
Geriatik, Jakrta: EGC
Setyoadi dan Kushariyadi.(2011). Terapi Modalitas
Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika
Sinta Fitriani, (2011), Promosi Kesehatan, Yogjakarta;
Graha Ilmu

Senam Otak (Brain Gym) dalam Upaya Meningkatkan Kognitif Lansia di Posyandu
ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
152 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

PENINGKATAN PENCEGAHAN ISPA MELALUI MEDIA BOOKIS


(BOOKLET ANTI ISPA)

Ilmi Firdaus Aliyah*, Kristiawati**, Praba Diyan Rachmawati***


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Telp.085731741795, email: ilmifirdaus.ns@gmail.com
**Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Pembimbing Ketua, Telp.081334746022, email: kristiawati@fkp.unair.ac.id
tia.woespianto@gmail.com
***Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Pembimbing Anggota, Telp.081331012854, email: praba-d-r@fkp.unair.ac.id

Abstrak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang berkontribusi secara signifikan
terhadap morbiditas dan mortilitas anak di negara berkembang. Perilaku ibu adalah faktor yang dapat
menyebabkan tingginya kejadian ISPA pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku ibu dalam pencegahan ISPA pada anak.
Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental one-group pre-posttest design. Sampel penelitian
sebanyak 25 ibu dari anak prasekolah di TK Aisyiyah 34 Ngagel yang ditentukan dengan cara total sampling.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pendidikan kesehatan menggunakan media booklet anti ISPA
(bookis), sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pada
pencegahan ISPA. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji wilcoxon
signed rank test dengan signifikansi p<0,05.
Hasil analisis menggunakan Wilcoxon signed rank test dari pengaruh pendidikan kesehatan dengan media
bookis terhadap perilaku ibu menunjukkan media bookis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengetahuan dan tindakan ibu (p=0.000). Sedangkan hasil uji Wilcoxon pada sikap menunjukkan bahwa media
bookis tidak mempunyai pengaruh terhadap sikap ibu (p=0.058).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan setelah dilakukan pendidikan
kesehatan dengan media booklet pada pengetahuan dan tindakan, namun tidak ada perbedaan yang signifikan
terhadap sikap. Peneliti berpendapat bahwa ada faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap, seperti faktor
responden. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan kelompok kontrol dan meneliti faktor-faktor
lain yang mempengaruhi perilaku.

Kata kunci: Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pendidikan kesehatan, perilaku, ibu, booklet.

PENDAHULUAN taman kanak-kanak (TK) pada usia ini. Menurut


penelitian yang dilakukan oleh Nesti dan Goldbaum
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) telah (2007), Penempatan anak di komunitas daycare,
menjadi ancaman di masyarakat sejak lama. Penyakit playgroup/PAUDdan TK dengan kondisi anak yang
ini menjadi penyebab tingginya angka mortalitas dan masih rentan terhadap penyakit akan menimbulkan
morbiditas di tingkat dunia (WHO, 2007). ISPA juga akibat negatif terhadap kesehatan anak. Secara
menjadi salah satu penyakit yang banyak menyerang umum, anak mempunyai resiko tinggi terhadap
masyarakat Indonesia dengan period prevalence penyakit menular, namun anak yang berada di
mencapai 25% (Kemenkes, 2013). Penyakit ini daycare, playgroup/PAUDdan TK mempunyai
menyerang semua umur, namun kelompok umur resiko tertular penyakit 2 sampai 3 kali lebih tinggi
1-4 tahun merupakan kelompok umur yang menempati dibanding anak yang tinggal di rumah setiap hari.
peringkat tertinggi angka kejadian ISPA (Kemenkes, Salah satu penyakit yang paling rentan menyerang
2013). Menurut WHO (2015), anak umur 1-4 anak prasekolah adalah infeksi saluran pernafasan
tahun atau >1 tahun dan <5 tahun digolongkan akut atau ISPA. Menurut Kemenkes (2010), banyak
sebagai anak usia prasekolah atau pre-school age faktor yang mengakibatkan anak berisiko terkena
children (Pre-SAC). ISPA. Salah satu faktor resiko penyakit ISPA pada
Anak usia prasekolah merupakan anak yang anak adalah kurangnya pengetahuan dan sikap ibu
berada pada tahap persiapan menuju usia sekolah, dalam pencegahan ISPA.
sehingga mayoritas orang tua mulai mengawali Mengacu pada teori PRECEDE dan PROCEED
pendidikan anaknya di daycare, playgroup ataupun yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1991),

15217 Desember 2016


Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 153

kesehatan masyarakat atau individu sangat erat Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Ibu Terhadap
kaitannya dengan 3 faktor utama yaitu faktor Pencegahan ISPA Sebelum dan Sesudah
predisposisi (predisposing factor), faktor Diberikan Pendidikan Kesehatan dengan
pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong Media Booklet dari ISPA (Bookis) Bulan
(reinforcing factor). Ketiga faktor tersebut akan Juni-Juli 2015
sangat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang,
sehingga untuk mengubah perilaku kesehatan
sesorang diperlukan intervensi yang dapat mengubah
faktor-faktor tersebut. Salah satu intervensi yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan
pendidikan kesehatan(Nursalam, 2014).
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan
menggunakan media booklet. Booklet merupakan
suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, yang berisi tulisan
Tabel 2. Distribusi Sikap Ibu Terhadap Pencegahan
ataupun gambar (Nursalam dan Efendi, 2008).
ISPA Sebelum dan Sesudah Diberikan
Keunggulan media booklet adalah informasi yang
diberikan bisa lebih terperinci dan jelas karena Pendidikan Kesehatan dengan Media
pesan yang diberikan lebih banyak. Penggunaan Booklet dari ISPA (Bookis) Bulan Juni-
media booklet sebagai media promosi kesehatan Juli 2015
sudah sering diterapkan pada orang dewasa, akan
tetapi belum pernah ada penelitian sebelumnya
mengenai pengaruh promosi kesehatan menggunakan
media booklet khususnya bookis atau booklet anti
ISPA terhadap perilaku ibu dalam pencegahan ISPA.
Sehingga, berdasarkan fenomena dan masalah diatas
perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh media
booklet terhadap perilaku ibu pencegahan ISPA.
Tabel 3. Distribusi Tindakan Ibu Terhadap Pencegahan
BAHAN DAN METODE ISPA Sebelum dan Sesudah Diberikan
Pendidikan Kesehatan dengan Media
Penelitian ini merupakan penelitian pra-
Booklet dari ISPA (Bookis) Bulan Juni-
eksperimental one-group preposttest design.
Juli 2015
Sampel penelitian yaitu 25 ibu dari anak prasekolah
yang ditentukan dengan cara total sampling.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah
Pendidikan kesehatan menggunakan media
booklet anti ISPA (bookis), sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan,
sikap dan tindakan pada pencegahan ISPA.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang
berisi dengan pertanyaan yang bersifat tertutup.
Kuesioner terdiri dari kuesioner pengetahuan, sikap, HASIL
dan lembar observasi.
Kuesioner pengetahuan terdiri dari soal Berdasarkan data, Saat pretest 48% responden
multiple choice dengan pilihan jawaban benar atau berpengetahuan kurang, 44% berpengetahuan
salah. Penilaian sikap diukur menggunakan skala cukup dan hanya 8% berpengetahuan baik.
likert. Lembar observasi tindakan terdiri dari sedangkan saat posttest sebanyak 64% responden
checklist praktek etika batuk dan langkah-langkah berpengetahuan baik, 28% berpengetahuan cukup
cuci tangan yang baik dan benar sesuai dengan dan 8% dari responden masih berpengetahuan
standart WHO. Data yang diperoleh kemudian kurang. Hasil analisis Wilcoxon pada responden
dianalisis menggunakan uji wilcoxon signed rank diperoleh nilai p=0,000, yang menunjukkan perubahan
test dengan signifikansi p<0,05. yang signifikan.

Peningkatan Pencegahan ISPA Melalui Media Bookis (Booklet Anti ISPA)


ORAL PRESENTATION KEPERAWATAN
154 INTEGRASI PERAN PERAWAT DALAM OPTIMALISASI PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA SEHAT

Sebelum diberikan pendidikan kesehatan responden mampu menunjukkan dan mengadopsi


menggunakan media bookis diketahui bahwa 48% perilaku pencegahan ISPA. hasil penelitian ini
responden mempunyai sikap yang negatif. Namun memperkuat teori dasar dalam penelitian ini yaitu
setelah diberikan intervensi, responden yang bersikap teori Green PRECEDE PROCEED.
positif bertambah. Setelah diberikan intervensi 80%
2. Analisis pengaruh pendidikan kesehatan
responden mempunyai sikap yang positif, dan 20%
pencegahan ISPA dengan media booklet
responden mempunyai sikap yang negatif. Pada
terhadap sikap ibu
tabel 2, diketahui hasil analisa Wilcoxon menunjukkan
p = 0,058 yang berarti p>0,05 atau tidak signifikan. Hasil pretest dan posttest menunjukkan bahwa
perbedaan sikap responden sebelum dan sesudah
Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
intervensi tidak signifikan. Kondisi ini dapat dilihat
diketahui tindakan responden terhadap pencegahan
melalui hasil pretest sikap yang menunjukkan
ISPA mayoritas kurang. 88% dari responden
distribusi yang hampir seimbang antara responden
mempunyai tindakan pencegahan yang kurang dan
yang dikategorikan sebagai responden bersikap
12% dari responden mempunyai tindakan pencegahan
negatif dan responden yang bersikap positif. Hasil
yang cukup. Pada posttest diketahui 80% responden
posttest yang dilakukan pada responden menunjukkan
mempunyai tindakan pencegahan yang baik, 16%
telah terjadi peningkatan pada sikap responden
responden mempunyai tindakan pencegahan yang
walaupun tidak terjadi secara signifikan.
cukup dan hanya 4% dari seluruh responden berada
pada kategori kurang. Setelah dilakukan analisa Menurut Bloom, dikutip dalam Notoatmodjo
menggunakan Wilcoxon signed rank test diketahui (2003), Sikap merupakan reaksi atau respon yang
bahwa nilai p dari variabel tindakan adalah 0,000 masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
yang menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang stimulus atau objek. Sikap mempunyai tiga komponen
signifikan terhadap tindakan responden dalam pokok yaitu kepercayaan (keyakinan) atau konsep
terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau
pencegahan ISPA.
evaluasi terhadap suatu objek, dan kecenderungan
untuk bertindak (tend to behave). Pengetahuan
PEMBAHASAN merupakan domain yang penting untuk terbentuknya
sikap. pengetahuan baik yang telah dimiliki oleh
1. Analisis pengaruh pendidikan kesehatan
responden menjadi dasar untuk menentukan sikap,
pencegahan ISPA dengan media booklet
sehingga responden dengan pengetahuan baik
terhadap pengetahuan ibu.
cenderung untuk bersikap positif.Selain pengetahuan,
Pendidikan kesehatan pencegahan ISPA dengan latar belakang pengalaman juga menjadi salah satu
media booklet memberikan pengaruh yang signifikan faktor yang menentukan sikap responden. Menurut
terhadap pengetahuan ibu dalam pencegahan ISPA. Azwar (2009) faktor yang mempengaruhi sikap
Peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan seseorang adalah pengalaman pribadi, pengaruh
dengan menggunakan media booklet anti ISPA orang lain yang dianggap penting, tingkat pendidikan,
pada ibu dengan anak prasekolah merupakan cara media massa dan kebudayaan.
penyampaian informasi yang tepat dalam Menurut Green dan Kreuter (1991) untuk
meningkatkan pengetahuan ibu. Booklet yang dibaca memberikan perubahan sikap pada seseorang
responden tersebut memberikan responden stimulus terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya
berupa tulisan dan gambar yang meningkatkan minat yaitu predisposing factor, reinforcing factors,
dan perhatian responden terhadap materi mengenai dan enabling factors.Pendidikan kesehatan dengan
ISPA yang terkandung didalamnya.Stimulus berupa media bookis berpotensi sebagai salah satu strategi
teks bacaan dapat membuat pelajar mampu untuk pendidikan kesehatan yang mampu merubah sikap
mendefinisikan, memberikan deskripsi dan seseorang dengan melakukan perbaikan-perbaikan
menjelaskan sesuatu, sedangkan dengan memberikan dalam pelaksanaan dan kontennya.
stimulus gambar, pelajar akan mampu untuk
mendemonstrasikan, mengaplikasikan ataupun 3. Analisis pengaruh pendidikan kesehatan
mempraktekkan apa yang dilihat. Teori mengenai pencegahan ISPA dengan media booklet
pembelajaran tersebut mendukung penelitian ini. terhadap tindakan ibu
Dapat diketahui stimulus berupa konten booklet Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo
yang berupa teks dan gambar tersebut mampu (2003) menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi
untuk meningkatkan pengetahuan responden sehingga oleh 3 faktor utama yaitu predisposing factor,

Seminar Nasional & Oral Presentation Keperawatan Brawijaya, Malang 17 Desember 2016
ISBN: 978-979-796-239-5 Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 155

enabling factor atauketersediaan sarana dan ibu dengan anak yang beresiko tinggi ISPA seperti
reinforcing factor. predsposing factor merupakan berada pada fasilitas daycare, playgroup ataupun
faktor yang mencakup pengetahuan, sikap, taman kanak-kanak. bagi Sekolah diharapkan dapat
kepercayaan, tradisi, tingkat pendidikan dan tingkat bekerja sama dengan petugas kesehatan dalam
sosial ekonomi. Enabling factor merupakan sarana upaya pencegahan ISPA. Bagi Peneliti selanjutnya
dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi diharapkan dapat melakukan penelitian dengan
masyarakat. Reinforcing factor merupakan faktor menggunakan kelompok kontrol, dan meneliti faktor-
yang meliputi perilaku tokoh masyarakat, tokoh faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seperti
agama, petugas kesehatan dan juga dukungan.Suatu kepercayaan, nilai dan persepsi.
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi KEPUSTAKAAN
suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atas suatu kondisi yang memungkinkan antara lain Friedman, M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori
tersedianya fasilitas dan pendidikan kesehatan yang dan Praktek. Jakarta : EGC
sesuai. Perubahan tindakan ibu dalam pencegahan Green, L & Kreuter, M. (1991). Health Promotion
ISPA ini terjadi setelah diberikan pendidikan Planning. An Educational and Environmental
kesehatan menggunakan cara yang sesuai. Dalam Approach , Mayfield Publishing co, Mountain
penelitian ini yaitu dengan menggunakan media view.
booklet anti ISPA atau bookis. Bookis memuat
Jatim, K. (2015). Kominfo.jatimprov.go.id, viewed
beberapa materi yang penting dalam pencegahan
24 April 2015.
ISPA termasuk langkah-langkah cuci tangan dan
etika batuk yang baik disertai dengan gambar yang Kemenkes. (2010). Pneumonia Balita, Jendela
jelas. Proses perubahan perilaku sama dengan proses Epidemiologi. September 2010.
belajar, yang terdiri dari stimulus sehingga terjadi Kemenkes. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Kementerian
diterimanya, akhirnya dengan dukungan fasilitas dan Kesehatan RI.
dorongan yang diperoleh dari lingkungan maka stimulus Kemenkes. (2013). Profil Kesehatan Indonesia
tersebut mempunyai efek tindakan pada individu 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes. (2013). Riskesdas 2013. Jakarta :
KESIMPULAN Kemenkes.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Nesti, M & Goldbaum, M. (2007). Infectious
pada ibu dari anak kelompok Pra-sekolah, pendidikan Diseases and Daycare and Preschool
kesehatan dengan media booklet anti ISPA (bookis) Education. Journal de Pediatria.
mempunyai pengaruh pada pengetahuan dan tindakan Notoatmodjo, S. (1993). Buku Pengantar
ibu dalam pencegahan ISPA namun tidak pada Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.
sikap ibu. Pendidikan kesehatan dengan media Yogyakarta: Andi Offset.
booklet anti ispa(bookis) tidak memberikan Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan: Teori
perubahan yang signifikan pada sikap dalam dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta
pencegahan ISPA pada anak prasekolah dapat Notoatmodjo, S. (2007). Perilaku Kesehatan dan
disebabkanoleh faktor-faktor lain seperti predisposing
Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta
factors, enabling factors, dan reinforcing factors.
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
SARAN
Nursalam & Effendi, .F (2008). Pendidikan dalam
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
diatas, peneliti mengemukakan beberapa saran bagi
Pihak puskesmas. Diharapkan mengadakan
kunjungan secara berkala pada kelompok yang beriko
terhadap penyakit ISPA. Penggunaan media seperti
booklet dapat menjadi alternatif pemberian informasi
pada masyarakat. Bagi Perawat diharapkan dapat
memilih metode promosi kesehatan yang tepat bagi

Peningkatan Pencegahan ISPA Melalui Media Bookis (Booklet Anti ISPA)

Anda mungkin juga menyukai