Baru-baru ini media sosial twitter dihebohkan dengan thread mengenai kejadian
pelecehan seksual di Universitas Riau pasca keluarnya Permendikbud Nomor 30
tahun 2021. Mahasiswa hubungan internasional berinisial L dilecehkan di
lingkungan kampus oleh dosen pembimbing skripsi sekaligus dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Unri, bernama Syafri Harto. Mahasiswa tersebut melalui
video pengakuannya bersaksi bahwa dosen tersebut mengucapkan kata yang
bernada asusila selama melakukan bimbingan skripsi. Selain itu, ketika sang
mahasiswi pamit keluar ruangan, Syafri Harto meremas pundak pelaku dan
mendekatkan badannya ke korban. Selanjutnya sang dosen berusaha untuk
mencium korban.
Dampak dari kasus tersebut adalah terganggunya psikologis korban, fitnah dan
labelling kepada korban dan terganggunya studi korban di kampus. Dampak
kepada pelaku adalah tercorengnya nama baik dan ancaman pidana serta
ancaman pencopotan jabatannya di kampus. Selain itu dampak kepada institusi
pendidikan UNRI adalah nama baik yang tercoreng juga.
Setelah berselang lama, Kepolisian Riau menetapkan Syafri Harto sebagai
tersangka kasus pelecehan seksual dengan pasal berlapis, yaitu pasal 289 dan
pasal 294 ayat (2) KUHP. Pasal tersebut berisi:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang
yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya
dianya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan
adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya,
Sumber berita:
https://amp.kompas.com/regional/read/2021/11/18/115644578/5-fakta-kasus-
dugaan-pelecehan-seksual-mahasiswi-unri-korban-curhat-di
https://www.gatra.com/detail/news/527979/hukum/permendikbud-dalam-
kasus-pelecehan-seksual-di-kampus-unri