Anda di halaman 1dari 12

UJIAN TENGAH SEMESTER

PSIKOLOGI ABNORMAL

ARTIKEL:
SEKSUAL DISORDER

DOSEN PENGAMPU:
Triave Nuzila Zahri, M.Pd.

NAMA : AMINAH DAULAY (19006006)


FADILATURAHMI (19006171)

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
Jurnal Neo Konseling
Volume 00 Number 00 20XX
ISSN: Print 1412-XXXX – Online XXXX-XXXX
DOI: 10.24036/xxxxxxxxxxx-x-xx
Received Month DD, 20YY; Revised Month DD, 20YY; Accepted Month DD, 20yy
Avalaible Online: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo

Seksual Disorder
Aminah Daulay, Fadilaturahmi
1
aminah.daulay27@gmail.com, 2 az14.rahmi@gmail.com

Abstract
Seksual adalah menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi yang berasosiasi dengan
perangsang alat kelamin, daerah-daerah erogenous, atau dengan proses perkembangbiakan.
Gangguan seksual adalah ketidakwajaran seksual yang mencakup perilaku seksual atau
fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian organisme lewat relasi diluar
hubungan kelamin heteroseksual dengan jenis kelamin yang sama atau dengan partner yang
belum dewasa dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam
masyarakat yang bisa diterima secara umum. Tujuan artikel ini adalah untuk meninjau Jenis
gangguan seksual, ada dua kategori umum gangguan seksual yaitu Disfungsi seksual adalah
masalah dengan respons seksual dan Parafilia adalah dorongan dan fantasi seksual yang
berulang dan intens terhadap objek atau situasi yang tidak pantas secara sosial. Faktor
penyebab timbulnya perilaku seksual dan Cara penanganan pada gangguan seksual.

Keywords: Seksual disorder, jenis, faktor penyebab, cara penaganan.

Aminah Daulay, dan Fadilaturahmi. 2021. Seksual Disorder. Jurnal Neo Konseling, Vol (N):
pp. XX-XX, DOI: 10.24036/XXXXXXXXXX-X-XX

his is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2019 by

Introduction
Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi determined dan multi-
dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistic yang melibatkan aspek biopsikososial cultural
dan spiritual (Farida dan Yudi, 2012). Seksualitas merupakan bagian dari kedekatan fisik dan
emosional yang ingin dirasakan oleh setiap laki-laki dan perempuan selama hidup mereka walaupun
usia sudah bertambah. Bahkan lansia yang masih mampu secara fisik dan memiliki pasangan, serta
melakukan aktivitas seksual akan mendapatkan kepuasan dari aktivitas tersebut dan dapat bertahan
sampai usia 90 tahun-an (Santa Rosa Malcher et al., 2021). Gangguan seksual sangat banyak terjadi di
masyarakat. Gangguan seksual adalah kondisi multifaktorial dengan komponen anatomi, fisiologis,
medis, psikologis, sosial dan bahkan budaya yang berkontribusi terhadapnya. Fungsi seksual
dipengaruhi oleh interaksi kompleks faktor fisiologis, psikologis, dan kontekstual (misalnya, kesehatan
fisik, stres hidup, pengalaman interpersonal masa lalu, kualitas hubungan saat ini) dan karena itu
dapat berubah seiring waktu dengan usia, tahap kehidupan, dan durasi hubungan. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan kajian literatur terkait gangguan seksual sehingga menemukan jenis,
faktor penyebab munculnya perilaku gangguan seksual dan cara penanganan pada gangguan seksual
ini. Pengambilan data dilakukan dengan mereview beberapa jurnal penelitian.

1
Aminah Daulay, Fadilaturahmi 3
name2

Method
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian literatur terkait gangguan seksual sehingga menemukan
jenis, faktor penyebab munculnya perilaku gangguan seksual dan cara penanganan pada gangguan seksual
ini. Pengambilan data dilakukan dengan mereview beberapa jurnal penelitian.

Results and Discussion

Pengertian

Gangguan seksual sangat banyak terjadi di masyarakat. Mereka adalah kondisi multifaktorial dengan
komponen anatomi, fisiologis, medis, psikologis, sosial dan bahkan budaya yang berkontribusi terhadapnya.
Gangguan seksual dapat dikategorikan sebagai episodik atau persisten, akut atau kronis, umum (setiap saat,
setiap orang, di mana saja) atau situasi tertentu (pasangan tertentu atau situasi terkait, kinerja terkait dan
tekanan psikologis atau penyesuaian terkait). Masalah seksual dapat diklasifikasikan sebagai: keluhan,
disfungsi, atau gangguan seksual. Gangguan meliputi disfungsi terkait dengan kesusahan pribadi, oleh karena
itu tidak normal fungsi atau ketidakpuasan seksual bisa ada tanpa gangguan yang hadir. Disfungsi seksual
dapat lebih didefinisikan sebagai seumur hidup (primer) atau didapat (sekunder) dan sebagai situasional
(hanya terjadi dalam keadaan tertentu atau dengan keadaan tertentu mitra) atau umum (terjadi dalam semua
situasi dan dengan semua mitra).

Seksualitas adalah interaksi kompleks dari berbagai aspek, meliputi anatomi, fisiologi, psikologis,
perkembangan, budaya, dan faktor relasional (Maiti & Bidinger, 1981). Semua ini berkontribusi pada individu
seksualitas dalam berbagai tingkat di setiap titik waktu serta berkembang dan berubah sepanjang hidup siklus.
Aktivitas seksual merupakan hal yang fundamental dalam membentuk kedekatan antara suami dan istri.
Kepuasan dari aktivitas seksual memiliki kaitan yang sangat erat dengan kualitas perkawinan dan stabilitas
perkawinan pada pasangan yang awet perkawinannya. The Vitality for Life Committe, memperkirakan tahun
2010 hingga 2030 akan terjadi peningkatan individu dengan usia 65 tahun keatas sebesar 73% dan angka
perceraian untuk kalangan usia pertengahan dan lansia pada saat itu mencapai 20% (Man, 2006). Disfungsi
seksual menurut Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSM V) adalah
sekelompok gangguan yang ditandai dengan adanya gangguan klinis yang signifikan dalam hal
ketidakmampuan seseorang merespon secara seksual atau merasakan kenikmatan seksual.
Seksualitas seseorang adalah terlibat dengan faktor kepribadian yang lain, dengan susunan biologis dan
dengan rasa umum tentang diri sendiri. Ini termasuk persepsi sebagi laki-laki atau wanita, yang
mencerminkan perkembangan pengalaman dengan seks selama siklus kehidupan. Bagi kebanyakan orang,
banyak yang tidak peduli tentang apakah perilaku seksual yang normal dan apakah jenis-jenis dan gangguan
seksual. Gangguan seksual merupakan masalah dasar bagi pria dan wanita yang mengganggu kemampuan
mereka untuk menikmati seks. Perilaku seksual dapat dianggap abnomal jika hal tersebut bersifat self-
defeating, menyimpang dari norma sosial, menyakiti orang lain, menyebabkan distress personal, atau
memengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal. Dalam lingkup perilaku seksual, konsep
yang kita miliki tentang apa yang normal dan apa yang tidak normal sangat dipengaruhi oleh faktor
sosiokultural. Misalkan saja berbagai perilaku seksual yang dianggap normal di Inis Beag seperti masturbasi,
hubungan seks premarital, dan seks oral-genital dikatakan normal pada masyarakat Amerika (Halvorsen &
Metz, 1992)

Jenis/tipe

Gangguan hasrat seksual meliputi


(1) hipoaktif gangguan hasrat seksual, ditandai dengan kurangnya fantasi seksual dan hasrat seksual yang
nyata aktivitas; dan
(2) gangguan kebencian seksual, didefinisikan sebagai keengganan ekstrim dan penghindaran alat kelamin
kontak dengan partner seksual. (Arisanti, 2021)

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


Jurnal Neo Konseling, Vol 1 No 1 2019 4

Gangguan gairah seksual meliputi


(1) Gangguan gairah seksual perempuan gangguan gairah ditandai dengan kegagalan untuk mencapai atau
mempertahankan respons pembengkakan pelumasan dari gairah seksual sampai selesainya aktivitas seksual
atau karena kurangnya indra subjektif kegembiraan dan kesenangan seksual selama berlangsungnya aktivitas
seksual
(2) gangguan ereksi pria, ditandai dengan kegagalan mencapai atau mempertahankan ereksi sampai
aktivitas seksual selesai atau dengan kurangnya rasa kegembiraan subjektif dan kesenangan seksual selama
aktivitas seksual berlangsung. (Alizamar, 2019)

Gangguan hasrat seksual hipoaktif (HSDD) dan gangguan keengganan seksual (SAD) mempengaruhi pria
dan wanita. Terlepas dari prevalensinya, ini gangguan sering tidak ditangani oleh penyedia layanan kesehatan
atau pasien karena dengan sifat pribadi dan canggung mereka.

Seksualitas pada orang dewasa terdiri dari Tujuh komponen:


-Identitas gender
-Orientasi
-Niat membentuk identitas seksual
-Maksud Menginginkan
-Gairah
-Orgasme
-Kepuasan emosional (Kar, 2009)

Identitas gender, orientasi, dan niat membentuk identitas seksual, sedangkan keinginan, gairah, dan
orgasme merupakan komponen fungsi seksual. Interaksi dari enam yang pertama komponen berkontribusi
pada kepuasan emosional dari pengalaman. Selain itu banyak faktor yang terlibat dalam seksualitas, ada
kompleksitas tambahan dari seksualitas yang sesuai mitra. Ekspresi seseorang seksualitas sangat erat
hubungannya dengan atau seksualitas pasangannya

Jenis-jenis disfungsi seksual menurut DSM 5 terdiri dari: Male hypoactive sexual desire disorder, Female
sexualinterest/arousal disorder, Erectile disorder, Female orgasmic disorder, Delayed ejaculation,
Premature (early) ejaculation, Genito-pelvic pain/penetration disorder, Substance/medicationinduced
sexual dysfunction, Other specified sexual dysfunction, dan Unspecified sexual dysfunction (Sadock, Sadock
dan Ruiz, 2017).

Disfungsi seksual merupakan kegagalan yang menetap atau berulang, baik sebagian atau secara
keseluruhan, untuk memperoleh dan atau mempertahankan respon lubrikasi vasokongesti sampai berakhirnya
aktivitas seksual. Pada Diagnostic and Statistic Manual Version IV (DSMIV) dari American Phychiatric
Assocation, dan International Classification of Disease-10 (ICD-10) dari WHO, disfungsi seksual wanita ini
dibagi menjadi empat kategori yaitu gangguan minat/keinginan seksual (desire disorder), gangguan hasrat
(arousal disorder), gangguan orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri seksual (sexual pain
disorder). Secara umum gangguan seksual diklasifikasikan di dalam edisi keempat The Text Revision dari
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR).Satu bagian di dalam DSM-IV-TR diberi
judul “Sexual and Gender Disorder”. Gangguan seksual yang berhubungan dengan siklus respon seksual (Sex
Response Cycle = SRC) membagi gangguan ini menjadi tiga bagian, yaitu hasrat atau desire, rangsangan atau
respons seksual, dan orgasme, dengan gangguan masing-masing. Fisiologi respon seksual tidak pernah
dikemukakan hingga 40 tahun yang lalu, dalam penelitian-penelitian yang dilakukan Masters dan Jhon. Untuk
menguraikannya mereka membagi respon seksual wanita dan laki-laki menjadi lima fase, walaupun perbedaan
diantara setiap fase sering kabur dan suatu fase cenderung muncul pada fase berikutnya apabila terjadi
rangsangan yang tidak sesuai. Fase-fase ini adalah :Gairah seksual (sexual desire), rangsangan seksual (sexual
arousal or exitement), plateau, orgasmus, dan resolusi. (Pradita & Natosba, 2020)

Aminah Daulay, Fadilaturahmi


Aminah Daulay, Fadilaturahmi 5
name2

Pada Diagnostic and Statistic Manual version IV (DSM IV) dari American Phychiatric Assocation, dan
International Classification of Disease-10 (ICD-10) dari WHO, disfungsi seksual wanita ini dibagi menjadi empat
kategori yaitu gangguan minat/keinginan seksual (desire disorders), gangguan birahi (arousal disorder), gangguan
orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder).
1.Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders)
Yaitu berkurang atau hilangnya pikiran, khayalan tentang seks dan minat untuk melakukan hubungan seks,
atau takut dan menghindari hubungan seks.
2.Gangguan birahi/ perangsangan (arousal disorder)
Yaitu ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan keterangsangan dan kenikmatan seksual secara
subjektif, yang ditandai dengan berkurangnya cairan atau lendir pada vagina (lubrikasi).
3.Gangguan orgasme (orgasmic disorder)
Yaitu sulit atau tidak dapat mencapai orgasme, walaupun telah ada rangsang seksual yang cukup dan telah
mencapai fase arousal.
4.Gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder)
Gangguan nyeri seksual termasuk dispareunia, yaitu merasakan nyeri saat melakukan senggama dan dapat
terjadi saat masuknya penis ke dalam vagina (penetrasi) atau selama berlangsungnya hubungan seks, dan
vaginismus yaitu terjadinya kontraksi atau kejang otot-otot vagina sepertiga bawah sebelum atau selama
senggama sehingga penis sulit masuk ke dalam vagina (Anam & Sahrudi, 2019).
Gangguan seksual memiliki dampak besar bagi kualitas hidup perempuan. Banyak perempuan yang tidak
menjadikan pengetahuan terkait efek samping kontrasepsi dan hak-hak reproduksinya sebagai dasar dalam memilih
metode kontrasepsi sehingga muncullah efek samping yang kedepannya mengganggu kesehatan reproduksi bahkan
mempengaruhi kehidupan perempuan secara menyeluruh (Tarsikah, dkk, 2017)

Faktor penyebab timbulnya perilaku

-Usia
Perubahan anatomi terkait usia pada pria adalah penipisan rambut pubis, jaringan skrotum melemah, atrofi
otot perineum, berkurangnya jaringan kolagen dan penambahan berat badan (Jianqiang et al., 2016).
Perubahan fisiologis pada pria yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ereksi menjadi lebih lama,
membutuhkan stimulasi langsung dan adanya kesulitan untuk mempertahankan ereksi. Jumlah semen yang
dihasilkan, kontraksi rektum, prostat dan penis juga lemah pada saat ejakulasi. Lansia lebih mampu
mengontrol ejakulasi sehingga, memberikan kepuasan yang lebih dalam berhubungan seksual (Pratiwi &
Abraham, 2013). Perubahan pada perempuan setelah menopause yaitu, berkurangnya estrogen menimbulkan
berbagai efek pada tubuh, seperti penipisan rambut pubis, vagina menjadi kering, mukosa menjadi tipis dan
kering, rugae vagina menghilang, vaskularisasi, lemak subkutan serta kelenturan jaringan berkurang
mengakibatkan labia mayor dan minor mengkerut dan menjadi tidak sensitif terhadap rangsangan taktil.

Hormon Perempuan yang mengalami menopause terjadi penurunan estrogen karena respon ovarium
berkurang secara bertahap terhadap rangsangan gonadotropin-releasing hormon (GnRH), folicle
stimulating-releasing hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang berasal dari kelenjar pituitari
anterior. Hal ini menyebabkan folikel berhenti berkembang dan mengakibatkan berkurangnya pelepasan
estrogen dan progesteron, sehingga menimbulkan gejala-gejala menopause (Putra, 2019). Penurunan libido
pada perempuan menopause selain akibat penurunan estrogen juga disebabkan oleh berkurangnya hormon
testosteron. Pada perempuan lansia, kadar testosteron bebas berkurang, mengakibatkan hilangnya hasrat dan
kenikmatan seksual, berkurangnya perasaan sejahtera, dan perasan lelah yang menetap (Zulaikha &
Mahajudin, 2017).

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


Jurnal Neo Konseling, Vol 1 No 1 2019 6

Pada pria terjadi penurunan kadar testosteron sehingga menimbulkan sindroma Low Testosterone, dengan
gejala perubahan mood, berkurangnya energi, lemah, berkeringat, berkurangnya dorongan seksual dan
disfungsi ereksi (Ulitua et al., 2021). Penyakit Penyakit-penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular,
diabetes, artritis dan kanker, memberikan dampak negatif terhadap respon dan fungsi seksual. Penyakit-
penyakit tersebut menganggu fungsi seksual secara langsung melalui mekanisme fisiologis mempengaruhi
endokrin, saraf dan pembuluh darah yang berperan dalam responseksual serta organ reproduksi dan juga
secara tidak langsung dengan membatasi fungsi tubuh (Hastuti et al., 2008).

-Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi seksual sebaiknya diberikan dalam waktu yang terbatas. Jika
dibutuhkan pengobatan dalam jangka waktu yang lama sangat diperlukan untuk memberikan terapi terhadap
keluhan disfungsi seksual yang dialami pasien. Obat-obatan yang terkait dengan disfungsi seksual seperti
golongan antihipertensi, antipsikotik, antidepresan, alphablockers, antikolinergik dan narkotika (Saraswati et
al., 2019).

-Kepuasan Pernikahan
Kepuasaan pernikahan adalah derajat kepuasan dan ketidakpuasan relatif yang dirasakan pasangan dalam
suatu hubungan. Kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya komunikasi, afeksi dan
cinta. Kriteria kepuasan pernikahan bervariasi, tergantung pada norma-norma budaya, kewajiban-kewajiban
serta nilai-nilai yang dianut oleh seseorang (347879283-Seksual-Disorder-Fix-Docx, n.d.). Salah satu faktor
yang juga sangat penting dalam menentukan kepuasaan pernikahan adalah kemampuan pasangan tersebut
untuk menyelesaikan konflik. Pasangan lansia, mampu mengelola konflik yang mereka hadapi dengan cara
yang lebih positif dari pada pasangan yang lebih muda. Hal ini bisa terjadi karena pada pernikahan jangka
panjang intimasi dan kualitas komunikasi pasangan sudah lebih baik (Venkoba & Oration, 1984).

-Intimasi
Interaksi intimasi membentuk dasar intimasi dalam sebuah hubungan. Interaksi intimasi merupakan
interaksi antara pasangan berupa saling berbagi masalah-masalah yang sifatnya pribadi, merasa nyaman
dengan diri sendiri dan pasangan, dan saling memahami satu sama lain. Lansia yang bahagia, sehat, merasa
puas dengan hidupnya dan mandiri biasanya memiliki hubungan yang dekat dengan pasangannya, saling
mendukung satu sama lain dan dyadic intimasi. Beberapa perilaku intimasi, seperti bersentuhan, dan
hubungan seksual, akan berkurang seiring berjalannya pernikahan, tetapi pengalaman intimasi (seperti,
perasaan dicintai dan kebersamaan) tidak berkurang pada hubungan jangka panjang. Bahkan cinta dan
kebersamaan akan semakin hidup pada saat mencapai usia lanjut (Takanami, 2002).

Jika intimasi terbentuk dengan baik, pasangan bisa saling mengerti perubahan kondisi yang mereka alami
terkait usia. Mereka memahami jika terjadi penurunan aktivitas seksual dikarena proses penuaan yang terjadi
pada diri mereka sehingga mereka memperluas makna dari seksualitas. Bagi mereka hubungan seksual tidak
hanya terbatas di kamar tidur saja tetapi hubungan ini diperluas menjadi hubungan di luar kamar tidur
(Maria, 2016).

-Komunikasi Pasangan
Komunikasi yang baik mempengaruhi kepuasaan seksual yang akhirnya akan berdampak pada kepuasan
pernikahan. Kehidupan seksual pasangan akan menjadi lebih baik jika komunikasi diantaranya keduanya
bagus. Pasangan yang kurang mampu mengatur emosi dan kurang mampu berkomunikasi dengan efektif
cenderung menjadi defensive dan menarik diri dari konflik, perilaku seperti ini akan menyebabkan timbulnya
ketidakpuasaan pernikahan dan bahkan bisa berakibat perceraian. Tetapi komunikasi bukan merupakan satu-
satunya penentu kepuasan pernikahan, kepuasan seksual juga memberikan kontribusi yang penting dalam
menentukan kepuasan pernikahan (Tarsikah, 2020).

-Sexual disorder dapat disebabkan oleh pengalaman seksual yang tidak sewajarnya di masa anak-anak dan
asosiasi yang tidak tepat. Pengalaman di masa kecil ini, dapat mendorong individu untuk melakukannya ketika
dewasa nanti. Ketika sebuah perilaku seksual dipelajari oleh sang anak dan dipasangkan dengan masturbasi, maka
akan membuat perilaku tersebut dilakukan kembali di kemudian hari. Ketika individu berusaha menghentikan
perilaku seksualnya, ketidakmampuan individu untuk dapat berhenti menimbulkan rasa cemas. Rasa cemas ini
membuat perilaku seksualnya terus menerus dilakukan untuk mengatasi kecemasannya sehingga berujung pada
parafilia (Bradford & Meston, 2011, dalam Barlow, Durand, & Hofmann, 2018).
Aminah Daulay, Fadilaturahmi
Aminah Daulay, Fadilaturahmi 7
name2

Hal ini serupa dengan gangguan obsessive–compulsive disorder (OCD) yang mana perilaku kompulsif
(perilaku berulang-ulang) dilakukan untuk meredam kecemasan. (Aretha Ever Ulitua dkk, 2021). Berdasarkan
teori behavioristik, sexual disorder dapat disebabkan oleh adanya reinforcement (Disorders & Disorder, n.d.).
Pada kasus transvestic disorder, misalkan ketika sang anak menggunakan pakaian dari lawan jenisnya kemudian
merasa nyaman dan diapresiasi oleh sekitarnya maka akan semakin menguatkan perilaku tersebut dan berulang
kembali dilakukan di kemudian hari (Putra, 2019).

Cara penanganan gangguan

-Psikoterapi.
Meskipun ada banyak perawatan yang diusulkan untuk gangguan keinginan, ada hampir tidak ada studi
terkontrol yang mengevaluasi mereka. Psikoterapi adalah hal yang umum pengobatan untuk gangguan
keinginan. Dari perspektif psikodinamik, seksual disfungsi disebabkan oleh tidak terselesaikan konflik bawah
sadar sejak dini perkembangan. Perawatan berfokus pada membawa kesadaran untuk ini konflik yang belum
terselesaikan dan bagaimana mereka berdampak pada kehidupan pasien. Ketika perbaikan mungkin terjadi,
seksual disfungsi sering menjadi otonom dan bertahan, membutuhkan teknik tambahan untuk menjadi
dipekerjakan. Sebuah pendekatan yang telah menunjukkan beberapa sukses dalam pengobatan keinginan
gangguan serta seksual lainnya disfungsi, dipelopori oleh Masters dan Johnson, adalah terapi seks ganda. Di
terapi ini, pasangan bersama satu terapis pria dan satu terapis wanita (Pasangan gay dan lesbian dapat
memilih terapis sesama jenis) bertemu bersama. (A.O.H., 1858) Hubungan tersebut diperlakukan sebagai
keseluruhan, dengan disfungsi seksual menjadi salah satu aspek hubungan. Dasar penting lainnya premis dari
bentuk terapi ini adalah bahwa hanya satu mitra di hubungan menderita seksual disfungsi dan tidak adanya
yang lain psikopatologi utama. Tujuannya adalah untuk membangun kembali komunikasi terbuka di
hubungan. Pekerjaan rumah tugas yang diberikan kepada pasangan, yang hasilnya dibahas di sesi berikut.
Pasangan itu adalah tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual apapun perilaku bersama selain apa
adanya ditugaskan oleh terapis. Tugas dimulai dengan foreplay, yang mendorong pasangan untuk membayar
perhatian lebih dekat ke seluruh proses dari siklus respons seksual juga sebagai emosi yang terlibat dan tidak
hanya untuk mencapai orgasme. Akhirnya pasangan itu berkembang menjadi hubungan dengan dorongan
untuk mencoba berbagai posisi tanpa menyelesaikan tindakan.
Terapi perilaku kognitif memiliki terbukti manjur dalam pengobatan kecemasan, depresi, dan gangguan
kejiwaan lainnya. Inti nya premis adalah bahwa mengaktifkan peristiwa memimpin ke pikiran otomatis
negatif. Pikiran negatif ini pada gilirannya mengakibatkan perasaan negatif yang terganggu dan perilaku
disfungsional. NS tujuannya adalah untuk membingkai ulang irasional ini keyakinan melalui sesi terstruktur.
CBT juga telah digunakan untuk mengobati gangguan hasrat seksual dengan memfokuskan pada pikiran
disfungsional, harapan yang tidak realistis, partner perilaku yang menurunkan keinginan dalam hubungan
seksual, dan fisik yang tidak memadai stimulasi. Sesi ini sering termasuk kedua mitra. Spesifik latihan dapat
digunakan. Sebagai contoh, pria dengan gangguan hasrat seksual atau gangguan ereksi pria mungkin
diperintahkan untuk masturbasi untuk mengatasi kecemasan kinerja terkait dengan mencapai ereksi penuh
dan ejakulasi. Akhirnya, seks yang berorientasi analitis terapi menggabungkan terapi seks dengan
psikodinamik dan psikoanalitik terapi dan telah menunjukkan hasil yang baik Khusus untuk gangguan
keinginan karena masalah perkembangan dan identitas, psikodinamik jangka panjang psikoterapi bisa
membantu.Secara umum, seumur hidup dan digeneralisasikan gangguan keinginan lebih sulit untuk
mengobati kesedihan, sering progresif dan jarang berbalik secara spontan. Dia juga resisten terhadap
pengobatan. Indikator buruk prognostik bersifat global, seumur hidup, depresi komorbiditas, atau terkait
dengan anorgasmia. Meskipun kesulitan dalam pengobatan, perilaku terapi telah terbukti efektif untuk
mengelola kesedihan.

-Farmakoterapi
Beberapa hormon telah dipelajari untuk pengobatan gangguan hasrat seksual. Misalnya, penggantian
androgen telah dipelajari sebagai mungkin pengobatan untuk HSDD. “Pada pasien dengan induksi atau
spontan hipogonadisme, baik patologis penarikan dan pengenalan kembali atau androgen eksogen
mempengaruhi frekuensi fantasi seksual, gairah, keinginan, spontan ereksi saat tidur dan dalam pagi,
ejakulasi, seksual kegiatan dengan dan tanpa pasangan, dan orgasme melalui koitus dan
masturbasi.”Sayangnya, bukti kemanjuran testosteron pada pria eugonadal adalah bertentangan. Beberapa
penelitian menunjukkan tidak manfaat, sedangkan penelitian lain melakukannya menunjukkan beberapa
manfaat. Misalnya, studi oleh O'Carroll dan Bancroft menunjukkan bahwa suntikan testosteron memang
memiliki khasiat untuk minat seksual, tapi sayangnya ini tidak diterjemahkan ke dalam peningkatan

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


Jurnal Neo Konseling, Vol 1 No 1 2019 8
hubungan seksual mereka.

Manfaat dari terapi androgen pada wanita juga tidak jelas. Meskipun penelitian menggunakan tingkat
suprafisiologis androgen telah menunjukkan peningkatan libido seks, ada risiko maskulinisasi dari
penggunaan kronis. Testosteron terapi telah terbukti meningkatkan kualitas seksual fungsi pada wanita
pascamenopause dalam berbagai cara, termasuk peningkatan keinginan, fantasi, tindakan seksual, orgasme,
kesenangan, dan kepuasan seksual tindakan. Kira-kira setengah dari semuanya produksi testosteron pada
wanita adalah dari ovarium. Jadi, sebuah ooforektomi dapat menyebabkan tiba-tiba penurunan kadar
testosteron. Shifren, et al., mempelajari usia 31 hingga 56 tahun wanita yang menjalani histerektomi dan
ooforektomi. Mereka diberikan 150 atau 300μg testosteron setiap hari selama 12 minggu. Kedua kelompok,
dengan hubungan respon dosis, menunjukkan peningkatan frekuensi seksual aktivitas dan orgasme yang
menyenangkan. Pada dosis 300μg, ada genap skor yang lebih tinggi untuk frekuensi fantasi, masturbasi, dan
menarik dalam hubungan seksual setidaknya sekali a minggu. Perasaan sejahtera secara umum juga
meningkat. Penggantian estrogen dalam wanita pascamenopause dapat meningkatkan sensitivitas klitoris dan
vagina, meningkatkan libido, dan mengurangi vagina kekeringan dan nyeri saat berhubungan. Estrogen
tersedia dalam beberapa bentuk, termasuk tablet oral, dermal patch, cincin vagina, dan krim.
Suplementasi testosteron memiliki menunjukkan peningkatan libido, peningkatan vagina dan klitoris
sensitivitas, peningkatan vagina pelumasan, dan peningkatan seksual gairah. Dehydroepiandrosterone-sulfat
(DHEA-S), prekursor testosteron, juga telah dipelajari untuk pengobatan gangguan hasrat seksual. Tingkat
fisiologis DHEA-S . yang rendah ditemukan pada wanita presentasi dengan HSDD. Meningkat libido diamati
pada wanita dengan insufisiensi adrenal yang diberikan DHEA-S. Wanita dengan kanker payudara melaporkan
peningkatan libido sementara menerima tamoxifen, yang meningkat hormon pelepas gonadotropin tingkat
dan karena itu testosteron konsentrasi. Beberapa obat dapat digunakan untuk meningkatkan keinginan karena
reseptornya profil. Contohnya amfetamin dan methylphenidate dapat meningkat hasrat seksual dengan
meningkatkan dopamin melepaskan. Bupropion, suatu norepinefrin dan inhibitor reuptake dopamin, memiliki
telah terbukti meningkatkan libido. Studi oleh Segraves, et al., menunjukkan bahwa pengobatan bupropion di
wanita pramenopause meningkat keinginan, tetapi tidak secara statistik tingkat signifikan dibandingkan
dengan plasebo. Tapi, kelompok SR bupropion memang menunjukkan signifikan secara statistik perbedaan
dalam ukuran lain dari fungsi seksual: peningkatan kesenangan dan gairah, dan frekuensi orgasme. Berbagai
obat herbal, seperti akar yohimbine dan ginseng, dimaksudkan untuk meningkatkan keinginan, tapi ini belum
dikonfirmasi di studi.

Aminah Daulay, Fadilaturahmi


Aminah Daulay, Fadilaturahmi 9
name2

Conclusion

Seksualitas merupakan bagian dari kedekatan fisik dan emosional yang ingin terus dirasakan oleh
seseorang baik laki-laki ataupun perempuan walaupun usia sudah bertambah. Masalah terkait seksualitas yang
banyak dijumpai seiring bertambahnya usia adalah terjadinya disfungsi seksual. Disfungsi seksual pada lansia
bisa diakibatkan oleh interaksi dari faktor biologi, psikologis, sosial dan kebudayaan. Seksualitas juga
merupakan salah satu komponen yang penting di dalam kehidupan manusia termasuk kehidupan rumah
tangga. Rumah tangga yang harmonis didapat apabila tercapainya kepuasan dalam pernikahan. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasaan pernikahan diantaranya yang terpenting adalah intimasi, seksualitas
dan komunikasi. Riwayat kelekatan yang aman juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam merasakan
intimasi sehingga secara tidak langsung bisa mempengaruhi kepuasannya terhadap pernikahan. Gangguan
seksual sangat banyak terjadi di masyarakat. Mereka adalah kondisi multifaktorial dengan komponen anatomi,
fisiologis, medis, psikologis, sosial dan bahkan budaya yang berkontribusi terhadapnya. Gangguan seksual
dapat dikategorikan sebagai episodik atau persisten, akut atau kronis, umum (setiap saat, setiap orang, di
mana saja) atau situasi tertentu (pasangan tertentu atau situasi terkait, kinerja terkait dan tekanan psikologis
atau penyesuaian terkait).
Menurut Harrison et al. (2020) salah satu bentuk penanganan yang paling efektif untuk menangani perilaku
pelanggar seksual adalah melalui CBT (Cognitive Behavior Therapy). Hal ini sejalan dengan pandangan dari teori
behavioristik-kognitif yang memfokuskan penanganan pada kognitif-perilaku individu dan keterampilan individu
dalam menjaga perilaku dan pemikiran baik yang dipelajari saat sesi terapi. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
relaps atau pengulangan perilaku pelanggaran seksual lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CBT merupakan
program yang efektif dalam penanganan perilaku pelanggaran seksual dengan mengutamakan pada pencegahan
perilaku yang berulang. Penanganan CBT harus memperhatikan aspek kognisi dan perilaku yang berbeda-beda
pada masing-masing individu agar individu dapat ditangani secara sesuai dan hasilnya efektif. Lebih lanjut,
Hallberg et al. (2020) menunjukkan bahwa ICBT (Internet-Administered Cognitive Behavioral Therapy) dapat
menurunkan gejala hypersexual disorder (HD) dengan atau tanpa parafilia. ICBT sama seperti CBT dengan tujuan
untuk merekonstruksi pikiran-pikiran yang menyimpang dan menenangkan pikiran dengan melakukan
mindfulness. Ditambah dengan pemberian psikoedukasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran
(awareness).

Jurnal Neo Konseling, Open Access Journal: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo


References

XA.E. Ulitua, and I. Z. Ratnaningsih, "HUBUNGAN ANTARA ORIENTASI MASA DEPAN DENGAN
KETERLIBATAN SISWA KELAS X DI SMKN 11 SEMARANG," Jurnal EMPATI, vol. 9, no. 3, pp.
217-223, Aug. 2020.

A.O.H. (1858). The “William and Ann.” Notes and Queries, s2-V(121), 333. https://doi.org/10.1093/nq/s2-
V.121.333-a

Alizamar, A. (2019). Deviation sexsual LGBT-Z: preelemanary research from counseling perspective. Jurnal
EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 5(1), 54. https://doi.org/10.29210/120192346

Anam, A., & Sahrudi. (2019). DISFUNGSI SEKSUAL PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS Sexual
Disfunction in Chronic Kidney Failure. Jurnal Surya Medika, 3(1).

Arisanti, V. (2021). Prngaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Disfungsi Seksual pada Wanita. Jurnal
Medika Hutama, 02(02), 1–5.

Barlow, D. H., Durand, V. M., Hofmann, S. G. (2018). Abnormal Psychology An Integrative Approach Eighth
Edition. Boston: Cengage Learning. https://www.cengage.com/c/abnormal-psychology-an-
integrative-approach-8e-barlow/9781305950443/

Danesh, H. B. and Nasseri, A. (2017) The Unity-Based Family: An Empirical Study of Healthy Marriage,
Family, and Parenting. 1st edn. Cambrige Scholars Publishing.

Delamater, J. D. and Sill, M. (2016) ‘Sexual desire in later life’,The Journal of Sexual Research, (December).
doi: 10.1080/00224490509552267.

Disorders, S., & Disorder, I. (n.d.). Treatments for Sexual Dysfunctions What are the General Features of
Sex Therapy? What Techniques Are Applied to Particular Dysfunctions? What Are the Current
Trends in Sex Therapy? Paraphilias Fetishism Transvestic Fetishism Exhibitionism Voyeurism
Frotte. 177–192.

Elvira, Sylvia D dan Gutayanti Hadisukanto, 2013. Buku ajar psikiatri. Badan Penerbit FK UI. Jakarta pp. 2-
15.

Farida dan Yudi. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika.

Fitriani, Yuliana., Panggayuh, Ardi., Tarsikah. (2017). Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Terhadap Kadar
HB Pada Ibu Hamil Trimester III di Polindes Krebet Kecamatan Bulu lawang Kabupaten Malang.
Jurnal EDUMidwifery, Vol 1, No 2. https://journal.unipdu.ac.id//

Franckowiak, M. (2017) Intimacy after Sexual Trauma : Clinical Perspectives. St. Catherine University

Gultom G.I., Sutyarso and Salfarina F. 2018. Perbedaan Fungsi Seksual Wanita Perkotaan dan Pedesaan di
Kecamatan Kedaton dan Kecamatan Pagelaran. Majority, vol. 7 (2): 14-23

Halvorsen, J. G., & Metz, M. E. (1992). Sexual dysfunction, part I: Classification, etiology, and pathogenesis.
Journal of the American Board of Family Practice, 5(1), 51–61. https://doi.org/10.3122/jabfm.5.1.51

Hastuti, L., Hakimi, M., & Dasuki, D. (2008). Hubungan Antara Kecemasan dengan Aktivitas dan Fungsi
Seksual pada Wanita Usia Lanjut. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24(4), 176–190.
https://journal.ugm.ac.id/bkm/article/view/3580/3069

Irmawati, Multazam A and Fachrin S.A. 2018. Metode Kontrasepsi dan Aktifitas Seksual Pasangan Suami
Istri di Kota Makassar Tahun 2017. Patria Artha Journal of Nursing Science, Vo. 2 (2) 109-118.
Jafarbegloo, E., Bakouei, S. and Dadkhahtehrani, T. (2017) ‘Marital Satisfaction in Menopausal Women
with and without Sexual Dysfunction’, Journal of Midwifery & Reproductive Health, 5(4), pp.
1053–1058. doi: 10.22038/jmrh.2017.8898

Jianqiang, Q. I. N., Xiangyu, K., & Shaolin, H. U. (2016). 秦建强 1 , 孔祥玉 1 , 胡绍林 2 , 马红光 3. 8153,
719–727.

Kar, N. (2009). Common Sexual Disorders : Jpps, 6(2), 56–60.

Maiti, & Bidinger. (1981). Hubungan Persalinan pervaginaan dan seksio sesarea dengan disfungsi seksual.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Man, C. W. (2006). Updates on erectile dysfunction and premature ejaculation. Hong Kong Practitioner,
28(4), 173–178.

Maria, C. (2016). Paraphilia Dan Gender. Academia Accelerating the Worlds Research, 1–30.

McCabe M.P., Sharlip I.D., Lewis R., Atalla E., Balon R., Fisher A.D., Laumann E., Lee S.W and Segraves
R.T. 2016. Risk Factors for Sexual Dysfunction Among Woman and Mens: A Concensus Statement
From the Fourth International Consultation on Sexual Medicine. J. Sex. Med. 13: 153-167

Nurbaya S and Qasim M. 2018. Penerapan Pendidikan Seks (Underwear Rules) Terhadap Pencegahan
Kekerasan Seksual Pada Anak dan Orang Tua di SD Negeri 52 Welonge Kabupaten Soppeng. Jurnal
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, vol. 13 (2) 19-27.

Pradita, A., & Natosba, J. (2020). Pengaruh psikoedukasi seksualitas terhadap masalah disfungsi seksual
pada pasien ginekologi onkologi. In Proceeding Seminar Nasional Keperawatan, 6(1), 193–201.

Pratiwi, F. N., & Abraham, J. (2013). Pandangan Dunia dan Perilaku Seksual. Aspirasi: Jurnal Masalah-
Masalah Sosial, 4(1), 47–56.

Putra, I. G. A. I. S. N. K. S. D. (2019). Jurnal_disfunsi seksual pada skizofrenia. Prevalensi Disfungsi


Seksual Akibat Mengguanakan Tipikal Antipsikotik Pada Apsien Laki-Laki Dengan Skizofrenia Di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015, 8(DOAJ ISSN : 2303-1395), 1–8.

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Synopsis of Psychiatry. 11th ed. New York: Wolters Kluwer; 2017.

Santa Rosa Malcher, C. M., Roberto da Silva Gonçalves Oliveira, K., Fernandes Caldato, M. C., Lopes dos
Santos Lobato, B., da Silva Pedroso, J., & de Tubino Scanavino, M. (2021). Sexual Disorders and
Quality of Life in Parkinson’s Disease. In Sexual Medicine (Vol. 9, Issue 1). Elsevier B.V.
https://doi.org/10.1016/j.esxm.2020.10.008

Saraswati, L. D., Udiyono, A., Sutrisni, D., & Fauzi, M. (2019). Sexual dysfunction among women with
diabetes in a Primary Health Care at Semarang, Central Java Province, Indonesia. Kesmas, 14(2),
95–102. https://doi.org/10.21109/kesmas.v14i2.2722

Takanami, M. (2002). Sexual desire disorder. Nippon Rinsho. Japanese Journal of Clinical Medicine, 60
Suppl 6, 515–520. https://doi.org/10.5124/jkma.1999.42.2.119

Tarsikah, T. (2020). Gangguan Seksual pada Akseptor Suntik Depo Medroxyprogesteron Asetat. Jurnal
Kesehatan Metro Sai Wawai, 13(1), 11. https://doi.org/10.26630/jkm.v13i1.1971

Ulitua, A. E., Soen, C. C., & Hardjasasmita, I. M. (2021). a Literature Review of Sexual Deviation. Jurnal
Muara Medika Dan Psikologi Klinis, 1(1), 10. https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12053

Weinberger J.M., Houman J., Caron A.T. and Anger J. 2018. Female Sexual Dysfunction: A Systematic
Review of Outcomes A cross Various Treatment Modalities. Sex. Med. Rev. 1-28

Venkoba, T., & Oration, R. A. O. (1984). T e m p o r a l lobe epilepsy : p h e n o m e n o l o g y a n d p s y c h o


- s e x u a l manifestations 1. 26, 26–36.
Zulaikha, A., & Mahajudin, M. S. (2017). Disfungsi Seksual Berhubungan dengan Keharmonisan Rumah
Tangga pada Lansia. Jurnal Psikiatri Surabaya, 6(1), 1.4

https://doi.org/10.20473/jps.v6i1.1910347879283-seksual-disorder-fix-docx. (n.d.).

Zhang C., Tang J., Zhu L., Zhang L., Xu T., Lang J and Xie Y. 2017. A Population-Based Epidemiologic Study
of Female Sexual Dysfunction Risk in Mainland China: Prevalence and Predictors. Journal Sex Med,
14: 1348-1356.

Anda mungkin juga menyukai