Anda di halaman 1dari 18

SISTEM PENDIDIKAN

(Studi komparasi antara Indonesia dan Jepang)


Mata Kuliah “Perbandingan Pendidikan”

Dosen Pengampu:
Muhammada, S.PdI., M.PdI

Disusun oleh:

1. Hoirul Bariah ( 201986010079)


2. Vira Juliawati ( 201986010078)

Program Studi Pendidikan Agama Islam


Fakultas Agama Islam
Universitas Yudharta Pasuruan
2021/2022
KATA PENGANTAR

 Puji syukur kami selaku penulis memanjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Sistem Pendidikan di Jepang”. Maksud dan tujuan dari tugas ini diajukan
untuk memenuhi persyaratan mata kuliah “Perbandingan Pendidikan”, jurusan
Pendidikan Agama Islam fakultas Agama Islam, Universitas Yudharta Pasuruan.
Kami menyadari akan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman
oleh karena itu makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan oleh sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan
penulis guna penyempurnaan karya ilmiah dimasa mendatang.
Makalah ini juga dapat dibaca bagi siapa saja yang ingin menambah
pengetahuan dan informasi guna memperluas wawasan mengenai “Sistem pendidikan
yang ada di negara Jepang”, sehingga pembaca mampu membedakan tiap-tiap
perbedaan antara sistem pendidikan di negara Jepang dengan sistem pendidikan di
negara sendiri. Di dalam makalah inipun mendeskripsikan secara gamblang mengenai
metode-metode pendidikan yang diterapkan di negara tersebut sehingga mampu
menghasilkan setiap sumber daya manusia yang berkualitas. Penyajian isi makalahpun
sengaja dibuat dengan bahasa  yang mudah dan sederhana untuk dipahami oleh para
pembaca.

1
DAFTAR ISI

BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Sejarah Pendidikan di Jepang 3
B. Sistem Pendidikan yang ada di Jepang 4
C. Perbedaan Pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia 8
D. Pendidikan Agama di Jepang 10
DAFTAR PUSTAKA 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua
periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang,
kebijakan pendidikan yang berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran
tentang Pendidikan (Imperial Rescript on Education). Dinyatakan bahwa
para leluhur kaisar terdahulu telah membangun kekaisaran dengan
berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya secara
mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk
kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan
keindahannya. Itulah kejayaan dari karakter kaisar, dan ia juga telah
mengendalikannya dengan sumber-sumber berpendidikan.1
Setiap negara mengembangkan sistem pendidikan dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan penduduk. Keyakinan akan
pentingnya pendidikan yang dapat mengubah peradapan manusia kepada
pembentukan sistem pendidikan dirasa dapat menjadi sarana untuk usaha
pencapaian tujuan – tujuan pendidikan. Saat ini jika dilihat dari berbagai
sistem pendidikan di dunia terdapat kesamaan dalam hal prinsip
pendidikan meskipun terdapat perbedaan di berbagai tingkatan dan teknis
pelaksanaan.
Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan seseorangkepada
orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi
diri sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang
kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah
pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan
moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan
menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat sekalipun, diharapkan dapat
mempersembahkan keberanian demi negara, melindungi dan menjaga
1Assegaf, Abd. Rachman. 2003. Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan
di Negara-Negara Islam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media.

1
kesejahteraan istana kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah
menjadi orang yang baik dan setia semata, melainkan mampu
melanjutkan tradisi leluhur yang amat mulia.
Kejayaan penjajahan Belanda lenyap setelah Jepang berada di
Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat ke Jepang. Adapun tujuan
Jepang ke Indonesia ialah menjadi Indonesia sebagai sumber bahan
mentah dan tenaga manusia yang sangat besar, artinya bagi kelangsunganj
perang pasipik. Hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya.
Berbagain cara yang dilakukan oleh Jepang dalam mengelabui Indonesia
untuk kepentingan politiknya.2
Demi kepentingan perang, Jepang menyongsong pasukan dari
Indonesia dengan menyuguhkan pendidikan kemiliteran. Kendati
demikian, dibalik kekejaman Jepang, Indonesia memanfaatkan berbagai
toleransi dari pihak Jepang terutama dalam bidang pendidikan.
Menegenai pendidikan jaman Jepang disebut “Hakko Hichiu” yakni
mengajak bangsa Indonesia bekerja dalam rangka mencapai kemakmuran
bersama Asia Raya. Oleh karena itu pelajar setiap hari terutama pada pagi
hari harus mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang, lalu dilatih
kemiliteran.
Sistem persekolahan dijaman pendudukan Jepang banyak
perbedaannya dibanding dengan Belanda, Jepang mengadakan perubahan
dibidang pendidikan diantaranya : menghapuskan dualisme pengajaran.
Dengan begitu habislah riwayat pengajaran barat dan pribumi. Adapun
susunan pengajaran menjadi, pertama sekolah rakyat enam tahun
(termasuk sekolah dasar), kedua sekolah menengah tiga tahun (SMP),
ketiga sekolah menengah tinggi tiga tahun (SMA pada zaman).
Sehubungan dengan hal tersebut makalh ini akan membahas lebih lanjut
bagaimana pola pendidikan pada masa penjajahan Jepang.3
B.       Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pendidikan yang ada di Jepang?
2. Bagaimana perbandingan pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia?
2 Buchori, Mochtar. 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Insist Press
3 Buchori, Mochtar. 2007. Evolusi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Insist Press

2
3. Bagaimana sistem pendidikan agama di Jepang?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui sejarah pendidikan yang ada di Jepang
2. Untuk Mengetahui Perbandingan Pendidikan Jepang dan Indonesia
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Agama di Jepang

BAB II
PEMBAHASAN

3
A.      Sejarah Pendidikan di Jepang
Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu
sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan
yang berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial
Rescript on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur kaisar terdahulu telah
membangun kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta
menanamkannya secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan
dalam bentuk kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang
menggambarkan keindahannya. Itulah kejayaan dari karakter kaisar, dan ia juga
telah mengendalikannya dengan sumber-sumber berpendidikan.
Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasikan seseorangkepada orang tuanya,
suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang
sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta
menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah pendidikan tersebut dapat
mengembangkan daya intelektual dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu
menghormati konstitusi, dan menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat
sekalipun, diharapkan dapat mempersembahkan keberanian demi negara,
melindungi dan menjaga kesejahteraan istana kaisar seusia langit dan bumi. Maka,
tidaklah menjadi orang yang baik dan setia semata, melainkan mampu
melanjutkan tradisi leluhur yang amat mulia.
Sesudah perang, mulai 3 November 1946, konstitusi baru Jepang menetapkan
kebijakan pendidikannya atas dasar hak asasi manusia, jaminan kebebasan
berpikir, dan hati nurani, kebebasan beragama, kebebasan akademik, dan hak bagi
semua orang untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka.
Pada Maret 1947, melalui Peraturan Pendidikan Nasional (School Education Law)
ditetapkan susunan dasar pendidikan keseluruhan atas dasar 6-3-3-4 beserta tujuan
khusus pada tiap jenjangnya (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 187-189). Pada
Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental Law of
Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan
demokratis yang dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript on
Education. Misalnya, dalam hubungan antara warga dengan negara, dalam
Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa, Citizens have the duty to

4
develop their intellectual and moral faculties, observe the laws, and offer
themselves courageously to the state in order the quard and maintain the
prosperity of imperial throne, (setiap warga memiliki kewajiban untuk
mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan
mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga
kesejahteraan istana kaisar). Sedangkan dalam Fundamental Law of Education
disebutkan bahwa, Citizen have the right to equal opportunity or receiving
education according to their ability; freedom from discrimination on account of
race, cree sex, social status, economic position, or family origin; financial
assistance, to the able needy, academic freedom, and the responsibility to build a
peaceful state and society, (Setiap warga memiliki kesempatan yang sama
menerima pendidikan menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas
dasar ras, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan
finansial, bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk
membangun negara dan masyarakat yang damai). Perbedaan yang lain adalah
mengenai tujuan pendidikan.

B.      Sistem Pendidikan yang ada di Jepang


Sistem pendidikan di Jepang dibangun atas empat tingkat, yaitu: pusat,
perfektual (antara Provinsi dan Kabupaten), municipal (antara Kabupaten dan
Kecamatan), dan sekolah. Sistem administrasi tersebut menerapkan kombinasi
antara sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based
Management), dan partisipasi masyarakat. Di samping itu, terdapat asosiasi-
asosiasi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua yang mendukung
pengembangan sekolah. Dalam sistem tersebut terdapat peran dan hubungan
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, asosiasi-asosiasi tersebut,
dan masyarakat yang saling mengisi se-hingga tercipta sinergi yang
memungkinkan sistem tersebut menjadi relatif efisien dan efektif. Hal ini
merupakan faktor utama pencapaian mutu pendidikan di Jepang yang relatif
tinggi.4

4Mada Sutapa, “Analisis Competitive Advantage Pendidikan Belanda dan Jepang”, Pusat Studi


Kawasan Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, hlm. 10.

5
Adapun sistem pendidikan umum di Jepang ditetapkan lebih dari satu abad
yang lalu dan keberadaannya berlangsung lebih lama dari pada kebanyakan
negara. Sistem pendidikan Jepang pada dasarnya adalah Sekolah Dasar (SD) 6
(enam)tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 (tiga) tahun, Sekolah
Menengah Atas (SMA) 3 (tiga) tahun, Universitas 4 (empat) tahun, dan Lembaga
Pendidikan Tinggi 2 (dua) tahun. Wajib belajar adalah dari SD sampai SMP.
Untuk masuk SMA dan Universitas pada dasarnya harus mengikuti ujian masuk.
Selain sekolah tersebut, ada sekolah kejuruan atau sekolah khusus yang
menampung lulusan SD atau SMP.5
Jika dilihat dari pengelola sekolah, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu Sekolah Negeri adalah sekolah yang dikelola pemerintah, Sekolah provinsi
adalah sekolah yang dikelola pemerintah daerah, Sekolah Swasta adalah sekolah
yang dikelola badan hukum. Sedangkan apabila dilihat dari tahun ajarannya,
sekolah dimulai bulan April dan berakhir pada bulan Maret tahun berikutnya
Adapun tujuan pendidikan di Jepang adalah “Pendidikan harus bertujuan untuk
pengembangan penuh kepribadian dan berusaha untuk memelihara warga, suara
dalam pikiran dan tubuh, yang dijiwai dengan kualitas yang diperlukan bagi
mereka yang membentuk negara dan masyarakat yang damai dan demokratis.”
Tujuan-tujuan yang menjadi target yang ingin dicapai pendidikan Jepang yaitu :
a. Pencapaian pengetahuan luas dan budaya, budidaya sensibilitas kaya dan rasa
moralitas, dan pengembangan tubuh yang sehat.
b. Pengembangan kemampuan individu, membina semangat otonomi dan
kemandirian, dan menekankan hubungan antara karir dan kehidupan praktis.
c. Membina sikap menghargai keadilan dan tanggung jawab, saling menghormati
dan kerjasama, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dan jiwa sipil.
d. Membina sikap menghormati kehidupan dan alam, dan memberikan kontribusi
terhadap perlindungan lingkungan.
e. Membina sikap menghormati tradisi dan budaya, mencintai negara dan wilayah
yang mengasuh mereka, menghormati negara-negara lain, dan memberikan

5Citra Kurniawan, “Wawasan Pendidikan : Studi Komparatif Sistem Pendidikan di Beberapa


Negara Maju ( Korea Selatan dan Jepang)”, Sekolah Tinggi Teknik Malang. hlm. 7-8.

6
kontribusi bagi perdamaian dunia dan perkembangan masyarakat
internasional.6
Untuk sistem pendidikan tersusun dalam lima tahap, taman kanak-kanak (satu
sampai tiga tahun), sekolah dasar (enam tahun), sekolah menengah pertama (tiga
tahun), sekolah menengah atas (tiga tahun), dan universitas (pada umumnya
empat tahun). Ada juga junior college (akademi) yang menyelenggarakan studi
dua atau tiga tahun. Selain itu, banyak universitas menyediakan pendidikan pasca-
sarjana untuk studi lanjutan7
a. Pendidikan Pra-sekolah
Pendidikan pra-sekolah dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu
Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak
(TK). Play Group (PG) merupakan fasilitas yang disediakan bagi para orang
tua yang bekerja sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang hari.
Pendaftaran murid baru dimulai setiap awal Januari. Permohonan untuk masuk
ke PG ini dilakukan di kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya
jumlah tempat untuk masuk ke kelompok bermain ini. Lembaga ini
disebut Hoiku-jo (Pusat Perawatan Siang Hari), dan termasuk lembaga
kesejahteraan sosial, di samping juga berfungsi sebagai tempatpendidikan
pra-sekolah. Peserta yang masuk Hoiku-jo adalah bayi hingga anak usia 5
tahun. Mereka yang berusia 3 tahun ke atas biasanya mendapat pendidikan
seperti TK.
TK di Jepang menerima murid berusia 3 sampai 5 tahun untuk lama
pendidikan 1 sampai 3 tahun. Anak berusia 3 tahun diterima dan mengikuti
pendidikan selama 3 tahun, sedangkan anak berusia 4 tahun mengikuti
pendidikan selama 2 tahun dan bagi pendaftar berusia 5 tahun hanya
menempuh pendidikan pra-sekolah selama 1 tahun. TK atau yang
disebut youchien bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini dan
memberikan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak.8
b. Sekolah Dasar

6 Ibid., 12.
7Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan  (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 107.
8Achmadi dan Mahasri Shobahiya, “Sistem Pendidikan (Studi Komparasi antara Indonesia dan
Jepang)”, Jurnal Ishraqi, Vol. IV No. 1 Januari-Juni 2008. hlm.  76-77.

7
Lebih dari 99% anak-anak usia Sekolah Dasar di Jepang terdaftar di
sekolah. Semua anak memasuki kelas 1 SD pada usia 6 tahun, dan sekolah
mulai dianggap sebagai peristiwa yang sangat penting bagi anak. Pada Sekolah
Dasar siswa  akan diajarkan mata pelajaran bahasa Jepang, pengenalan
lingkungan hidup, musik, menggambar, olah raga, kerajinan tangan, pelajaran-
pelajaran topik, ilmu-ilmu sains, aritmetika, dan sosial. Pada pelajaran
mengenai ilmu sosial murid-murid Sekolah Dasar diajarkan pendidikan moral,
berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan kegiatan sosial lainnya.9
Perlu diketahui pula, bahwa pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal
ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar
dikelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, begitu
seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP tersebut masih
dalam kelompok “Compulsory Education”, sehingga siswa yang sudah selesai
melakukan studinya di SD akan langsung melanjutkan ke SMP.10
c. Sekolah Menengah Pertama
Hampir semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris sejak tahun
pertama SMP, dan kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun.
Mata pelajaran wajib di SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial,
matematika, sains, musik, seni rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan
kesejahteraan keluarga. Berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu
yang berlainan setiap hari selama seminggu sehingga jarang ada jadwal
pelajaran yang sama pada hari yang berbeda.11

d. Sekolah Menengah Atas


Jurusan di SMA dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis
berdasarkan pola kurikulum, yaitu jurusan umum (akademis), pertanian,
teknik, perdagangan, perikanan, home economic, dan perawatan. Untuk masuk

9Budi Mulyadi, “Model Pendidikan Karakter pada Msyarakat Jepang”,  Junal Izumi, Vol. 3 No. 1
2014. hlm. 71.
10Tukiyo, “Sistem Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta Perbandingannya dengan
di Indonesia”, FKIP Universitas Widya Dharma Klaten. hlm. 218.
11Achmadi dan Shobahiya, “Sistem Pendidikan (Studi Komparasi antara Indonesia dan Jepang)”,
80.

8
ke salah satu jenis sekolah tersebut, siswa harus mengikuti ujian masuk dan
membawa surat referensi dari SMP tempat ia lulus sebelumnya. Hampir semua
SMP dan SMA serta Universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui
ujian masuk, dan setiap sekolah menyelenggarakan ujian masuk sendiri. Siswa
yang ingin masuk sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena
ujian masuk sangat sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan
belajar) di juku atau yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa,
selain pelajaran sekolahnya.12
e. Perguruan Tinggi
Ada tiga jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: Universitas, Junior
College (akademi), dan Technical College (akademi teknik). Di Universitas
terdapat pendidikan sarjana (S-1) dan pascasarjana (S-2 dan S-3). Pendidikan
S-1 berlangsung selama 4 tahun, menghasilkan sarjana bergelar Bachelor’s
degree, kecuali di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung
selama 6 tahun. Pendidikan pascasarjana dibagi dalam dua kategori,
yakni Master’s degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun sesudah tamat S-
1 dan Doctor’s degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun.
Junior College memberikan pendidikan selama dua atau tiga tahun bagi
para lulusan SMA. Kredit yang diperlukan di Junior College dapat dihitung
sebagai bagian dari kredit untuk memperoleh gelar Bachelor’s degree (S-1).
Lulusan sekolah menengah (setingkat SMP) dapat masuk ke Technical
College (akademi teknik). Pendidikan di lembaga ini berlangsung selama 5
tahun (full time) untuk mencetak tenaga teknisi. Universitas dan Junior
College memilih mahasiswanya berdasarkan hasil ujian masuk serta hasil
prestasi belajar dari SMA.13

C. Perbedaan Pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia


Adapun perbedaan antara pendidikan di Jepang dan Indonesia terdapat 5
aspek, yaitu:
1. Dalam tujuan umum pendidikan Jepang mengutamakan perkembangan
kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individual, dan menanamkan
12Ibid.
13Ibid., 81

9
jiwa yang bebas. Sedangkan di Indonesia pendidikan bertujuan agar peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab
2. Jepang tidak memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di semua jenjang
persekolahan (memisahkan pendidikan agama dengan persekolahan),
sedangkan di Indonesia pendidikan agama adalah mata pelajaran yang wajib
untuk setiap jenjang persekolahan.14
3. Dilihat dari kurikulum yang dikembangkan dapat dikemukakan beberapa hal:
a) Kurikulum TK di Jepang tidak membebani anak, karena anak tidak
dijejali materi-materi pelajaran secara kognitif tetapi lebih pada
pengenalan dan latihan ketrampilan hidup yang dibutuhkan anak untuk
kehidupan sehari-hari, seperti latihan buang air besar sendiri, gosok
gigi, makan, dan lain sebagainya. Sedangkan kurikulum di Indonesia
telah berorientasi pada pengembangan intelektual anak.
b) Mata pelajaran level pendidikan dasar di Jepang tidak seberagam yang
dikembangkan di Indonesia, jumlahnya tidak banyak, sehingga
berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan
setiap hari selama seminggu, maka jarang ada jadwal pelajaran yang
sama pada hari yang berbeda.15
c) Di Indonesia jarang ditemukan adanya mahasiswa peneliti, lebih-lebih
mahasiswa pendengar, sehingga ada mahasiswa reguler. Hal itu terjadi
barangkali karena orientasi belajar bagi mahasiswa Indonesia jauh
berbeda dengan mahasiswa Jepang.
4. Pendidikan wajib di Jepang gratis bagi semua siswa, bahkan bagi anak yang
kurang mampu mendapat bantuan khusus dari pemerintah pusat maupun
daerah untuk biaya makan siang, sekolah, piknik, kebutuhan belajar, perawatan
kesehatan dan kebutuhan lainnya, sedangkan di Indonesia masih sebatas slogan
(kecuali di daerah tertentu, seperti kebijakan di Sukoharjo, tetapi baru terbatas
biaya sekolah saja

14Arifin, Anwar. 2003. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang
Sisdiknas, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam
15

10
5. Sistem administrasi pendidikan di Jepang sudah lama menerapkan kombinasi
antara sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan
partisipasi masyarakat. Sedangkan di Indonesia baru dalam proses peralihan
dari sentralisasi ke desentralisasi dan juga diberlakukan MBS.

D. Pendidikan Agama di Jepang


Konteks sosial di Indonesia di mana agama memainkan peran penting dalam
kehidupan publik membantu kita untuk memahami mengapa pendidikan agama di
negara ini sangat didukung oleh negara. Pendidikan agama tidak hanya diizinkan,
tetapi diperlukan, untuk diajarkan di sekolah negeri dan swasta, dari tingkat dasar
hingga pendidikan tinggi. Di Jepang, negara menjaga jarak dari agama, karena
negara ini berdasarkan ideologi sekuler. Akibatnya, pendidikan agama tidak
diizinkan untuk diajarkan di sekolah umum, tetapi diperbolehkan di sekolah swasta.
Dari perspektif ini, hubungan antara pilihan ideologi negara dan cara pendidikan
agama dilakukan terhubung.16
Ada tiga pasal tentang pendidikan agama yang disebutkan dalam RUU
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1. Pasal 12, poin 1 (a), menyatakan bahwa "Setiap siswa di unit pendidikan
memiliki hak untuk: (a) menerima pendidikan agama dalam keyakinannya
sendiri yang diajarkan oleh seorang guru iman itu."
2. Pasal 30 berhubungan dengan pendidikan agama dalam hal (a) pemegang
pendidikan agama; (b), fungsi pendidikan agama; (c) isi pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan agama, dan (d) bentuk-bentuk pendidikan
agama.
3. Pasal 37 berbicara tentang pendidikan agama yang seharusnya menjadi elemen
kurikulum nasional untuk tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Tiga
pasal 12, 30, dan 37 dari RUU RI no. 20 tahun 2003 menguraikan secara rinci
peraturan pemerintah no. 55 tahun 2007 berisi enam bab dan lima puluh
pasal.17

16M. Agus Nuryatno, “Comparing Religious Education in Indonesia and Japan,” Al-Jami’ah:


Journal of Islamic Studies 52, no. 2 (2014): 435–58. hlm. 440.
17Ibid., 441.

11
Kebijakan di atas menunjukkan dengan jelas dukungan kuat negara
terhadap pendidikan agama di Indonesia. Tidak hanya pendidikan agama termasuk
dalam RUU RI no. 20 tahun 2003 yang menunjukkan bahwa pendidikan agama
adalah bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi juga menjelaskan secara rinci
isi peraturan pemerintah no. 55 tahun 2007.
Sebaliknya, Jepang tidak mengizinkan pendidikan agama diajarkan di
sekolah umum, tetapi diperbolehkan di sekolah swasta. Hanya ada dua pasal
tentang pendidikan agama dalam Konstitusi Jepang, yang ditemukan dalam
Konstitusi Jepang, pasal 20, dan pasal lain ditemukan dalam Undang-Undang Dasar
Pendidikan 2006, Pasal 15.18
1. Konstitusi Jepang, pasal 20, menyatakan bahwa “Kebebasan beragama dijamin
bagi semua; Tidak ada organisasi keagamaan yang akan menerima hak
istimewa apa pun dari Negara, atau menjalankan otoritas politik apa pun; Tidak
ada orang yang akan dipaksa untuk mengambil bagian dalam tindakan,
perayaan, ritual atau praktik keagamaan apa pun; Negara dan organnya harus
menahan diri dari pendidikan agama atau kegiatan keagamaan lainnya. ”
2. Undang-Undang Dasar tentang Pendidikan 2006, pasal 15, menyatakan: Sikap
toleransi beragama, pengetahuan umum tentang agama, dan posisi agama
dalam kehidupan sosial harus dihargai dalam pendidikan. Sekolah-sekolah
yang didirikan oleh pemerintah nasional dan lokal harus menahan diri dari
pendidikan agama atau kegiatan lain untuk agama tertentu.19
Pernyataan di atas menunjukkan dukungan negara yang berbeda
terhadap pendidikan agama. Di Indonesia, pendidikan agama mendapat dukungan
kuat dari negara, dan ini dapat dilihat melalui penyertaan tiga pasal
tentang pendidikan agama dalam RUU RI no. 20 tahun 2003 dan enam bab dan
lima puluh pasal dalam Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007. Berbeda dengan
Jepang, negara memberikan dukungan rendah untuk pendidikan agama, dan ini
dapat dilihat dari fakta bahwa pendidikan agama hanya disebutkan satu kali dalam
Konstitusi Jepang dan sekali dalam Undang-Undang Dasar Pendidikan, 2006.
Fakta ini membutuhkan lebih banyak penjelasan dan eksplorasi dari
perspektif yang berbeda. Penjelasan pertama dapat diberikan dengan melihat
18Ibid., 442.
19Ibid., 443.

12
ideologi negara. Indonesia didasarkan pada Pancasila yang bernuansa agama
melalui prinsip pertama, kepercayaan pada satu Tuhan, sedangkan Jepang
didasarkan pada ideologi sekuler yang memegang pemisahan negara dan agama.
Pemilihan ideologi sebagai fondasi negara berkontribusi sejauh mana suatu negara
memberikan dukungan kepada pendidikan agama. Alasan mengapa Indonesia dan
Jepang memiliki dukungan berbeda untuk pendidikan agama jelas karena ideologi
yang berbeda: ideologi non-sekuler dan sekuler.20
Alasan kedua terletak pada kepentingan keluarga dan negara. Keluarga dan
negara Indonesia melihat pendidikan agama sebagai bagian penting dari kehidupan
orang-orang, sementara keluarga dan negara Jepang melihat pendidikan
agama dengan cara yang berbeda. Untuk rata-rata keluarga Indonesia, keberadaan
pendidikan agama di sekolah adalah untuk memastikan bahwa anak-anak menerima
ajaran agama yang sesuai dimana mereka dapat hidup berdasarkan nilai-nilai
agama. Peran pendidikan agama adalah untuk mentransfer, mempertahankan, dan
mengabadikan nilai-nilai agama dari satu generasi ke generasi lain. Negara, di sisi
lain, memiliki dua kepentingan dalam pendidikan agama: di satu sisi, negara
menerima dukungan politik maksimum dari rakyat, dan di sisi lain, pendidikan
agama memiliki kontribusi untuk menciptakan warga negara yang beradab. Dalam
keluarga dan negara Jepang menunjukkan sedikit ketertarikan pada pendidikan
agama, di mana pendidikan agama menerima dukungan rendah dalam konstitusi
dan dalam kehidupan publik.21
Argumen terakhir adalah tentang jenis masyarakat. Indonesia adalah
masyarakat multikultural dalam hal agama, etnis, dan bahasa; sedangkan Jepang
adalah masyarakat monokultural dalam hal faktor di atas. Indonesia
membutuhkan pendidikan agama karena dapat mempromosikan toleransi,
perdamaian, dan saling pengertian satu agama kepada yang lain. Untuk
membuat pendidikan agama bermakna bagi masyarakat multikultural dan plural,
penting bagi Indonesia untuk mendefinisikan dan merekonstruksi pendidikan
agama, dari hanya berurusan dengan agama mereka sendiri dengan orang lain.
Sebaliknya, Jepang tidak menekankan pentingnya pendidikan agama karena negara

20Ibid., 443-444.
21 Ibid., 444.

13
memiliki masyarakat homogen yang lebih mudah dikelola daripada masyarakat
heterogen.22

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, A. R. (2003). Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan


Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Arifin, Anwar. 2003. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam
Undang-Undang Sisdiknas, Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional: Dalam
Perspektif Abad 21, Magelang: Indonesia Tera.

22 Ibid.

14
Barnadib, Imam. 1986. Dasar-Dasar Pendidikan Perbandingan, Yogyakarta:
Institute Press IKIP Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), Jakarta: Sinar Grafika.

15

Anda mungkin juga menyukai