Anda di halaman 1dari 21

MORFOLOGI DAN KANDUNGAN KADAR LOGAM BERAT Pb,Cd PADA

KEONG SAWAH (Pila ampullacea Linneus.1758) DI AREA


PERSAWAHAN KOTA PONTIANAK

SRI NORMASITAH
H1041161062

SKIPSI

PROGRAM STUDI BILOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran logam berat pada tanah pertanian sebagian besar berasal dari pupuk
sintetik dan pestisida. Pestisida yang disemprotkan ke tanaman, hanya 20% yang
mengenai sasaran, sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah atau terlindi ke perairan
(Suciati, 2016). Logam berat selain diperoleh dari pestisida juga ditemukan dari proses
pembuatan pupuk, khususnya pupuk fosfat yang terbuat dari batuan fosfat (fosforit).
Bahan baku batuan fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk fosfat dapat
mengandung logam berat Cadmium (Cd). Beberapa jenis pestisida seperti pestisida cair
yang bahan utamanya berasal dari minyak bumi dapat mengandung 0,018 ppm logam
cadmium (Cd) (Kusdianti, 2014). Pupuk fosfat juga mengandung logam berat Pb antara
5- 156 ppm (Charlena, 2004). Menurut Lahuddin (2007) pada batuan fosforit dapat
mengandung 0–500 ppm logam cadmium. Ambang batas maksimal logam cadmium
dalam pupuk fosfat adalah sekitar 100 ppm.
Keong sawah (Pilla ampulacea), mengandung nilai gizi yang tinggi karena
memiliki kandungan protein, karbohidrat, lemak, fosfor, besi dan kalsium. Bahkan
beberapa peternak juga memanfaatkan keong sawah sebagai pakan bagi ternak.
Kandungan gizi keong sawah antara lain protein 51,8%, lemak 13,61%, serat 6,09%,
kadar abu 24% (Tarigan, 2006). Berdasarkan Oktasari (2014), kandungan gizi keong
sawah dipengaruhi usia, kondisi tanah dan asupan makanan). P. ampullacea dianggap
hama karena populasinya yang berlimpah dan bersifat pengganggu, terlebih pada
tanaman padi. Petani menggunakan pestisida, moluskisida dan herbisida untuk
membasmi hama P. ampullacea ataupun hama jenis lain yang mengganggu tanaman.
Pengunaan pestisida dan pupuk akan menyebabkan pencemaran dan akumulasi
logam berat dalam tubuh keong. Akumulasi logam tersebut memungkinkan terjadinya
perubahan pada bentuk morfologi P. ampullacea seperti rusaknya cangkang, terpisahnya
cangkang dari tubuh dan warna cangkang memudar. Sejauh ini telah banyak dilakukan
penelitian tentang keong sawah, baik itu tentang pemanfaatan keong sawah sebagai
bahan pangan (Oktasari, 2014) atau karakteristik morfologi dari kelompok Pomacea
(Hartoto, 1994). Pila ampullacea merupakan mollusca yang memperoleh makanannya
dengan cara menyaring makanan disekitar tempat hidupnya (filter feeder). Akibat sifat
hidupnya itu P. ampullacea memiliki potensi untuk mengakumulasi logam berat Pb dan
Cd (Widowati, 2019).
Menurut Liantira (2015), logam berat yang ada di perairan akan diserap oleh
tubuh hewan perairan kebanyakan dalam bentuk ion. Penyerapan dalam bentuk ion
akan diserap oleh insang dan saluran pencernaan. Selain itu diketahui P. ampullacea
memiliki kemampuan mengasimilasi logam dari makanannya sehingga dapat
digunakan untuk bioindikator logam potensial (kemampuanmengakumulasi logamnya
sangat tinggi). Pila ampullaceal mampu mengakumulasi logam karena pada bagian
cangkangnya terdapat kitin yang mampu menyerap logam (Nitsae, 2018).
Menurut Siregar (2013), batas toleransi asupan seminggu (Provisional Tolerance
Weekly, PTWI) cemaran logam Pb dan Cd pada Mollusca sebesar 0,025mg/kg bb dan
0,007mg/kg bb. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya pencemaran logam
berat akibat penggunaan pestisida di areal persawahan. Pencemaran pestisida akan
menyebabkan akumulasi logam berat Pb dan Cd di dalam tanah dan perairan,
selanjutnya terakumulasi ke dalam tubuh keong sawah (P.ampullacea) yang berada di
areal persawahan. Oleh sebab itu perlu adanya kajian lebih lanjut, mengenai mengenai
paparan logam berat Pb dan Cd pada keong sawah (P. ampullacea) di areal persawahan.

1.2 Rumusan Masalah


Pencemaran logam berat yang ada ditanah pertanian sebagian besar berasal dari
pestisida dan pupuk sintetik yang terlindi ditanah atau perairan. Pencemaran logam
berat, dapat menimbulkan efek buruk terhadap lingkungannya, termasuk biota yang ada
dilingkungan tersebut. Keong sawah (P. ampullacea) sendiri merupakan biota yang
dikenal memiliki kandungan protein tinggi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Keong
sawah memiliki sifat hidup yang filter feeder, yang berpotensi untuk mengakumulasi
logam berat Pb dan Cd. Dengan demikian rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini antara lain:

1. Berapa kadar logam Pb dan Cd yang terakumulasi pada daging keong


sawah(P. ampullacea)?
2. Berat kadar logam Pb dan Cd yang terkandung dalam air dan tanah di
areal persawahan tempat ditemukan keong sawah (P. ampullacea)?

3. Bagaimana keadaan morfologi cangkang Pila ampullacea) yang terpapar


logam berat Pb dan Cd di areal persawahan kota Pontianak ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas, tujjuan dari penelitian mengenai kadar
logam berat Pb dan Cd serta keadaan morfologinya di areal persawahan Kota Pontianak, antara
lain :
1. Kadar logam berat Pb dan Cd yang terakumulasi pada daging (Pila
ampulacea)
2. Kadar logam berat Pb dan Cd di air atau tanah di areal persawahan, tempat
ditemukannya keong sawah
3. Keadaan morfologi cangkang (Pila ampullacea) yang terpapar logam berat
Pb dan Cd.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah dapat memberikan informasi


mengenai kualitas keamanan daging P. ampullacea untuk dikonsumsi berdasarkan
parameter kandungan logam beratnya. Informasi mengenai pencemaran logam berat di
areal Persawahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pila ampullacea


Pila ampullacea biasa disebut juga dengan nama lokal gondang atau keong
sawah. Bentuknya menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah memiliki warna
cangkang hijau pekat sampai hitam. Berikut adalah klasifikasi keong sawah (Pila
ampullacea) menurut Linneus, 1978 (Riyanto, 2003). Bentuk keong sawah ditunjukkan
pada Gambar 1.
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Ampullariinae
Famili : Ampullaridae
Genus : Pila
Spesies : Pila ampullacea (Linneus,1758)

Gambar 1. Morfologi Pila ampullacea


Gambar 1. menunjukkan keadaan morfologi Pila ampullacea, keong gondang ini
ditemui di perairan tawar seperti danau, rawa atau sawah. Bentuk tubuhnya sangat mirip dengan
keong masa atau murbai akan tetapi keong sawah memiliki warna tubuh kehijauan atau bahkan
hitam, berbeda dengan keong mas yang memiliki warna tubuh yang kuning keemasan. Keong
sawah memiliki garis yang berwarna hitam pada bagian cangkangnya. Cangkang keong sawah
berfungsi untuk melindungi tubuhnya yang lunak. Memiliki cangkang yang lebih membundar,
dibandingkan dengan cangkang siput lainnya (Delvita, 2015). Hewan ini sering sekali menjadi
bahan pangan atau dikonsumsi karena kandungan gizi yang tinggi. Kandungan gizi keong sawah
antara lain protein 15 %, lemak 2,4 %, kadar abu 24% (Windayani, 2016). Sebaran P.
ampullacea sangat luas di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang penyebaran hampir
diseluruh wilayah Indonesia. Sebaran keong sawah di Indonesia sendiri terbagi atas tiga jenis,
yaitu Pilla ampulacea, P. polita, P. scutata. P. ampullacea adalah merupakan keong air tawar
terbesar dengan ukuran cangkang yang dapat mencapai tinggi 100 mm dengan garis ± 100 mm
(Djasasmita,1987).
Pila ampullacea juga tercatat sebagai inang nematode, karena sifat hidupnya
yang merupakan pemakan segala, walaupun sifat utamanya adalah herbivora. Makanan
P. ampullacea adalah tumbuhan air, terutama Vallesneria dan Pistia. P. ampullacea
memakan Eichhornia crassipes, Hydrilla vercillata, Utricularia, Salvinia cuculata, S
molesta dan Ceratophylum demersum. Tumbuhan yang sangat disukainya ialah
tumbuhan air yang mengakar di dasar perairan dan selalu berada dalam air (submerged
aquatic plants). Selain tumbuhan air, keong ini menyukai sayuran. Pila ampullacea juga
sering disebut hama terhadap tanaman padi di areal persawahan dengan cara
menempelkan telurnya di batang tanaman padi. Keong akan memakan batang padi dan
menyebabkan tanaman padi tersebut mati (Djasasmita, 1987).

2.2. Logam Berat Pb

Timbal atau timah hitam (Pb) pada pertambangan timbal berbentuk senyawa
sulfide (PbS). Logam timbal (Pb) secara alami banyak ditemukan dan tersebar luas pada
bebatuan dan lapisan kerak bumi. Logam Pb di perairan ditemukan dalam bentuk Pb2+,
PbOH+, PbHCO3, PbSO4 dan PbCO+. Pb2+ diperairan bersifat stabil dan lebih
mendominasi dibandingkan dengan Pb4+. Sebagian besar logam Pb dihasilkan oleh
pencemaran aktivitas manusia, sehingga terjadi pengendapan yang berasal dari aktivitas
di darat sepertiindustri, rumah tangga dan erosi, penggunaan pupuk dilahan pertanian
(Bakri, 2017).
Logam Pb (timbal) adalah logam yang bersifat tidak esensial dan beracun.
Keberadaan logam Pb di alam akan berdampak buruk bagi biota terutama biota air.
Logam berat perairan akan diserap oleh biota melalui insang ataupun saluran
pencernaan.

Apabila biota air tahan terhadap pajanan logam berat yang tinggi, maka logam berat
tersebut akan tertimbun didalam jaringan biota tersebut, terutama dibagian hati dan
ginjalnya (Siregar, 2013). Pb dalam perairan dihasilkan oleh limbah antropogenik dan
limbah pertanian, seperti penyemprotan pestisida pada tanaman, pemberian pupuk pada
tanah yang terlalu banyak. Reaktivitas antara Pb dan partikel – partikel oksida yang
tinggi akan menyebabkan terjadinya absorbsi dan akumulasi logam Pb dari badan air
kedalam sedimen tanah. Logam Pb akan dapat diserap dari air anoksik (tanpa oksigen)
dengan sulfida atau FeS (Ulfa, 2018).
Timbal (Pb) dapat mempengaruhi beberapa organ tubuh misalnya, sistem
hemopoietik, sistem saraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem gastrointestinal, sistem
kardiovaskuler, sistem reproduksi, sistem endokrin. Timbal apabila terdapat dalam
tubuh akan terikat oleh gugus –SH dalam molekul protein dan menyebabkan terjadi
hambatan kerja sistem enzim (Putri, 2015). Timbal atau Pb di lingkungan, dapat
menggantikan unsur kalsium/Ca dan kemudian diserap tumbuhan, Pb yang berada
didalam tanah akan terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian
permukaan tanah serta tanaman. Pencemaran tanah sangat erat kaitannya dengan
pencemaran di udara dan air. Besarnya pejerapan logam berat dalam tanah dipengaruhi
oleh sifat bahan kimia, kepekatan bahan kimia dalam tubuh, kandungan air tanah dan
sifat tanah misalnya bahan organik (Azhar, 2012).

2.3 Logam Berat Cadmium (Cd)

Cadmium (Cd) adalah logam berat yang bewarna putih perak, lunak, mengkilap,
tidak larut dalam basa dan mudah bereaksi. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi
dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfat). Umumnya logam Cd adalah senyawa
oksida (CdO) dan hidrat (CdH2). Senyawa klorida kadmium dan hidrat kadmium adalah
senyawa yang paling toksik dari kadmium (Ulfa, 2018). Cadmium (Cd) masuk
kelingkungan berasal dari sumber alami maupun sumber antropogenik. Sumber Cd
alami didapat dari pelapukan tanah dan batuan. Sumber alami jarang sekali terjadi
dibandingkan dengan sumber antropogenik. Sumber antropogenik adalah emisi Cd ke
atmosfer (misalnya pembakaran, peleburan atau penyulingan). Sumber Cd yang utama
masing – masing menyumbang 40-50% terhadap air permukaan, yaitu dari limbah
pencucian atau limpasan melalui pupuk fosfat (Ulfa, 2018).
Logam berat yang berada dalam perairan akan menyebar dan akan terikat
partikel tersuspensi sehingga mengendap kedasar perairan dan akan terakumulasi di
sedimen Konsentrasi Cd pada tanah yang tidak terkontaminasi oleh sumber
antropogenik berkisar 0,06-1,1mg/kg, dengan minimum 0,01mg/kg dan maksimum 2,7
mg/kg (Ulfa, 2018).
Cadmium (Cd) merupakan logam berat kelas B, yaitu logam – logam yang
terlibat dalam proses enzimatik dan dapat menimbulkan polusi. Logam kelas B masuk
melalui ikatan protein (ligand binding). Logam kelas B ini bersifat lebih reaktif terhadap
ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen, sehingga sangat penting dalam sistem fungsi
metaloenzim yang bersifat racun terhadap metabolisme Apabila sitoplasma sel mengikat
logam nonesensial atau sitoplasma mengikat logam yang tidak semestinya maka akan
menyebabkan rusaknya kemampuan katalisis enzim yang berada di dalam sel, sehingga
proses metabolism sel terganggu. Hal ini seringkali terjadi pada organ respirasi yaitu sel
epitel insang yang menjadi rusak karena paparan logam Cd yang terikat sebagai ligan.
Logam Cd akan terus – menerus terakumulasi oleh jaringan organisme sehingga
kandungannya dalam jaringan meningkat seiring dengan peningkatan konsenterasi logam
dalam air dan tanah. Logam Cd hanya diekresi oleh organisme air dalam jumlah sedikit
(Bakri, 2017).
Menurut Chein (2013) mengatakan bahwa pada lahan pertanian sumber utama
logam Cd berasal dari pupuk fosfat berbahan dasar batuan fosfat. Kandungan Cd pupuk
fosfat berkisar 30-60 ppm. Pencemaran logam Cd berasal dari penggunaan pestisida.
Berbagai jenis pestisida mengandung Cd sebagai komponen utamanya maupun bahan
komplementernya yang berfungsi sebagai perekat dan peningkat efektivitas senyawa
beracun yang dikandungnya. Selain itu, kadar logam dalam perairan sangat dipengaruhi
juga oleh faktor lingkungan musim. Logam berat saat musim hujan mengalami
pengenceran sedangkan pada musim kemarau akan terkonsentrasi.
BAB III
METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu dilaksanakan penelitian ini adalah pada bulan (Juli 2021 – Agustus 2021).
Tempat atau lokasi pengambilan sampel adalah areal persawahan Kota Pontianak yang
terletak di wilayah Kecamatan Pontianak Timur (Tanjung Raya Hilir dan Kelurahan
Saigon), Pontianak Utara (Siantan), Pontianak Barat (Sungai Jawi, Jl Ujung Pandang).
Sedangkan pengamatan morfologi P. ampullacea dilakukan di Labolatorium Zoologi,
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Tanjungpura, Pontianak. Analisis residu logam berat dilakukan di Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.

3.2 Alat dan Bahan


Alat – alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: Spektrofotometer
Serapan Atom/ Atomic Absorption Spectrophotometer (SSA/AAS), hotplate, peralatan
gelas, kertas saring, lateks (sarung tangan plastik), masker, neraca analitik, pH meter,
TDS meter, pipet ukur100 ml, penggaris, meteran jahit, bak bedah, GPS, kamera dan
termometer. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: akuades, alkohol
70%, asam nitrat (HNO3), asam perklorat 68%, larutan standar logam Pb dan Cd.
Sampel yang diuji adalah keong sawah (P. ampullacea) yang diambil dari areal
persawahan di Kota Pontianak.

3.3 Metode Kerja


Adapun langkah – langkah kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan,
yaitu di areal persawahan yang ada di Pontianak Timur (Kelurahan Tanjug Hilir dan
Saigon), Pontianak Utara (Siantan) dan Pontianak Tenggara (sawah di kampus MIPA).
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive random sampling) yaitu lokasi
penelitian areal persawahan yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia.
Tabel 1. Titik Koordinat Pengambilan Sampel Keong Sawah
Lokasi Pengambilan Titik Koordinat
Sampel
I 0o02’24.4”S 109o17’28.6”E
II 0o02’42.0”S 109o22’22.3”E
III 0o00”23.0”N 109o18’20.2”E
Gambar 2. Peta Pengambilan Sampel Keong Sawah (Pila ampullacea) di KotaPontianak.

3.3.2 Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan secara acak di areal persawahan yang diduga
tercemar logam berat Pb dan Cd akibat penggunaan pestisida maupun pupuk. Sampel P.
ampullacea dikumpulkan masing-masing 10 ekor untuk ukuran keong sawah besar dan
keong sawah kecil secara acak dari ketiga titik dan sembilan stasiun, kemudian diamati
keadaan morfologinya yaitu, bobot keong sawah,keadaan cangkang (rusak dan tidak
rusak), warna cangkang (hijau hingga yang hitam pekat) dan ukuran morfologi (tinggi
cangkang, lebar cangkang, panjang cangkang dan tebal cangkang). Sampel dibawa ke
Laboratorium Zoologi, Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura
untuk diamati bentuk morfologinya. Daging keong sawah kemudian dipisahkan dari
cangkangnya sebanyak 100gr. Ukuran keong sawah dibedakan dalam dua kategori, yaitu
keog sawah ukuran besar dan keong sawah ukuran kecil, untuk dilakukan analisis kadar
logam berat Pb dan Cd nya di Labolatorium Kimia dan Kesuburan Lahan Fakultas
Pertanian, Universitas Tajungpura. dengan metode SSA atau AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer). Sampel tanah dan air diambil dari masing – masing stasiun yang
sama dengan pengambilan sampel keong sawah. Kemudian dilakukan uji residu kadar
logam berat Pb dan Cd di sampel tanah dan air, sebagai faktor kimia lingkungan.
Analisis kadar logam berat Pb dan Cd dilakukan di Labolatorium Kualitas dan
Kesehatan Lahan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak.

3.3.3 Analisis Morfologi Cangkang Keong Sawah

Keong sawah yang telah diawetkan didalam freezer, dikeluarkan ke suhu ruang
agar tidak terlalu beku untuk dilakukan analisis. Kemudian dilakukan pengukuran
Bobot, panjang, lebar dan tinggi. Setiap sampel dapat diukur dengan menggunakan
jangka sorong atau menggunakan penggaris atau meteran jahit.

P
T
t
t
l

Gambar 2. Keadaan Morfologi Keong Sawah yang di ukur (Keterangan: l;


lebar cangkang, T; Tinggi Cangkang, p; panjang cangkang dan
t; tebal cangkang.)
Cangkang keong sawah dewasa memiliki dinding cangkang tebal, sulur tinggi
dan runcing, seluk akhir membulat dengan jumlah seluk 5-6 buah dan pusat cangkang
membelah. Cangkang keong sawah bulat asimetris berulir dan mengerucut dibagian
dorsal. Panjang cangkang diukur dari bagian avek sampai bagian aperture. Lebang
cangkang diukur sesuai bukaan mulut cangkang (aperture). Tinggi cangkang keong
sawah diukur mulai bagian umbilicus (pusat cangkang) hingga bagian aperture.
Setelah dilakukan pengukuran terhadap morfologi selanjutnya dilakukan
penimbangan untuk bobot total keong sawah sebelum dibedah. Keong sawah yang telah
ditimbang bobot totalnya kemudian dibedah dan dipisahkan antara daging dan
cangkangnya. Daging yang diambil kemudian ditimbang lagi bobot basahnya.
Analisis logam berat Pb dan Cd memerlukan beberapa tahapan. Tahapan yang
diperlukan yaitu tahap destruksi, pembuatan larutan blanko, tahap preparasi dan
pembacaan nilai Pb, Cd dengan menggunakan SSA/AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer). Analisis logam Pb dan Cd menggunakan metode APHA ed. 21 th
3111 B atau sama dengan SNI (Standar Nasional Indonesia).

3.3.4 Preparasi Sampel Daging dan Cangkang Keong Sawah untuk Pengukuran
Logam Pb dan Cd (SNI, 2009 dalam Lestari, 2018)
Sampel daging dan cangkang harus dihaluskan dengan cara digerus. Kemudian
15 gram sampel keong dimasukkan ke dalam gelas piala. Setelah itu ditambahkan
pereaksi HNO3 65% sebanyak 10 ml dan asam perklorat 68% sebanyak 2 ml hingga
seluruh sampel terendam. Kemudian dipanaskan dengan hotlplate kurang lebih 4-6 jam
sampai seluruh sampel uji larut seutuhnya dan larutan berwarna kuning jernih.
Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu
ukur melalui kertas saring untuk menyaring lemak yang ada dan siap diinjeksi
menggunakan Spektometer Serapan Atom / Atomic Absorption Spectrophotometer
(SSA/AAS). Metode Spektometri Serapan Atom untuk mengukur logam Pb dan Cd
dilakukan pada panjang gelombang 283,3 nm. Hasil absorbansi pengukuran harus
diubah ke dalam nilai kadar logam (ppm) menggunakan kurva standar.

3.3.5 Preparasi Sampel Air Untuk Analisis Sifat Fisika dan Kimia
Parameter fisika yang diamati meliputi suhu air dan Total Dissolved Solid
(TDS). Parameter kimia yang diamati berupa pH, Dissolved Oxigen (DO)dan logam Pb,
Cd. Pengamatan dilakukan dialiran irigasi dan air irigasi yang telah masuk pada area
sawah. Analisis yang dilakukan langsung di lapangan adalah pengukuran suhu
menggunakan termometer, pengukuran TDS menggunakan TDS meter, pengukuran pH
meter dan DO dilakukan dengan cara titrasi (Rohmawati,2016).

3.3.6 Pengukuran Sampel Air dan Tanah dengan Spektofotometer SerapanAtom


(SSA)
Analisis logam berat Pb dan Cd dalam sampel air dan tanah menggunakan
metode spektofotometri AAS. Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara 5 ml asam nitrat
ditambahkan kedalam sampel air yang dipipet 200 ml dalam gelas piala kemudian
dipanaskan hingga 15 – 20 ml dan diencerkan dalam labu ukur 50 ml hingga tanda tera.
Kemudian disaring dan dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS)
(SNI, 2009). Pengukuran dilakukan dengan 3 ulangan. Penentuan kurva standar diawali
dengan membuat larutan standar pada logam berat Pb dan Cd, yang diencerkan dari
larutan induk. Kurva standar diambil berdasarkan hukum Lambert – Beer dengan
persamaan regresi linier yaitu y = ax + b, dimana y adalah absorbansi yang digunakan
sebagai absis (Rahman, 2016).
Pengolahan sampel tanah dilakukan dengan dekstruksi basah asam nitrat
dengan mencampur sampel tanah hingga homogen. Sampel tanah diambil sebanyak
100 gram. Langkah berikutnya dengan menimbang sampel tanah seberat 0,5 gram
menggunakan neraca analitik. Sampel dimasukan ke dalam tabung vixal dan
ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 15 ml. Sampel yang sudah ditambah HNO3
pekat dimicrowave selama 1 jam. Kemudian analisis i kadar logam berat PB dan Cd
nya, dilakukan dengan memindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu ukur 50 ml.
Selanjutnya mencuci tabung destruksi dengan air bebas logam dan masukkan ke dalam
gelas ukur, didinginkan setelah itu ditambah akuades sampai tanda batas dan
dihomogenkan sampel hingga didapat volume akhir sampel sebanyak 25 ml. Larutan di
saring dengan menggunakan kertas saring dan larutan siap dianalisa dengan
menggunakan Spektrofometri Serapan Atom (SSA). (Syamsidar, 2016).
3.4 Analisis Data
3.3.1 Analisis Deskriptif
Kandungan logam berat yang terdapat pada daging keong sawah dibandingkan
dengan kandungan maksimum logam berat dalam tubuh Moluska menurut baku mutu
BSN (Badan Standarisasi Nasional, 2009), mengenai batas maksimum cemaran logam
dalam produk pangan. Nilai baku mutu dari masing – masing logam berat dapat dilihat
pada Tabel 2 :
Tabel 2. Batas maksimum pencemaran logam berat pada Molusca (Siregar,2013).
Jenis Logam Berat Maksimum
Pb 1,5 mg/kg
Cd 1,0 mg/kg

3.3.2 Indeks Kemontokan (Body Condition Index)


Body Condition Index (BCI) merupakan suatu indeks yang menggambarkan
tingkat kesehatan atau kemontokan dari suatu jenis kerang- kerangan atau siput.
Perhitungan yang digunakan adalah menggunakan rumus sebagai berikut:

Berat Total (siregar,2013).


BCI =
Panjang Total

3.3.3 Indeks Faktor Konsentrasi (IFK)


Analisis perbedaan kandungan logam berat pada keong sawah (Pila ampullacea)
dilakukan untuk mengetahui tingkat akumulasi yang terdapat pada keong sawah (Pila
ampullacea). Faktor Konsentrasi (enrichment factor) adalah kemampuan organisme
untuk mengakumulasi logam berat yang didefinisikan sebagai perbandingan antara
kadar logam berat dalam tubuh organisme dengan kadar logam berat dalam lingkungan
perairan.
Kadar Logam Berat pada Molusca
IFK =
Kadar Logam Berat dalam Air

Menurut Van Esch (1977) dalam Suprapti (2008), terdapat 3 kategori nilai IFK,
yaitu sebagai berikut: (1) nilai lebih besar dari 1000 masuk dalam kategori sifat
akumulasi tinggi, (2) nilai IFK 100 s.d 1000 disebut sifat akumulatif sedang dan (3) IFK
kurang dari 100 dikategorikan dalam kelompok sifat akumulatif rendah.

3.5 Analisis Statistik


Pendekatan analisis Statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis
Regesi Linier Berganda. Jenis peelitian ini berupa penelitian kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif. Analisis ini bertujuan untuk menentukan derajat pengaruh antara
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan adalah Logam berat
Pb dan Cd dan Cd serta Panjang Keong Sawah (P. ampullacea)Varibel Terikatnya
adalah Faktor Fisika dan Kimia Lingungan.
DAFTAR PUSTAKA

Azhar H, Widowati I & Suprijanto J. 2012. Studi Kandungan Logam Berat Pb,
Cu, Cd, Cr pada Kerang Simping (Amusium pleuronectes), Air dan Sedimen
di Perairan Wedung, Demak serta Analisis Maximum Tolerable Intake pada
Manusia, Journal of Marine Research, 01 (02):35-44

Bakri, Sitti N, 2017, Kandungan Logam Timbal dan Cadmium (Cd)pada Organ
kulit, Daging dan Hati Ikan Layang (Decapterus russelli) di Perairan Pantai
Losaro Kota Makassar, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknolog, UIN Alauddin
Makassar

BSN (Badan Standarisasi Nasional), Balai Penelitian dan Pengembangan


Zoologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi - LIPI, Bogor

Chien, S,H, Carmona, G, Prochnow, L.L, & Austin, E.R, 2013, Cadmium
Avaibility Granulated and Bulk-Blended Phospate-potassium Fertilizen,
Journal Environmet Quality, 32, 1911-1914

Djasasmita, M, 1987, Keong Gondang Pila ampullacea : Makanan dan


Reproduksinya (Gastropoda : Ampullaritoae), Balai Penelitian dan
Pengembangan Zoologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi - LIPI,
Bogor, Berita Biologi 3 (7)

Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungannya dengan


Toksikologi Senyawa Logam), UI Press, Jakarta

Delvita H, Djamas D, Ramli, 2015, Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi


Terhadap Karakteristik Kalsium Karbonat (CaCO3) dalam Cangkang Keong
Sawah (Pila ampullacea) yang Terhadap di Kabupaten Pesaman, FMIPA
Universitas Negeri Padang, PILLAR PYSICS, Vol. 6 Hal 17-24

Hartoto, D.I, Prijono S.N, Adhikerana A.S, 1994, Dimorfisme Seksual Pada
Keong Pila ampullaceal, Zoo Indonesia no 24, Balitbang Zoologi, Bogor

Kusdianti, Rini S, H, Eva T, 2014, Analisis Pertumbuhan Tanaman Kentang


(Solanum tuberosum L) pada Tanah yang Terakumulasi Logam Berat
Cadmium (Cd), Prodi Biologi, Jurusan Pendidikan Biolog, FPMIPA UPI

Kartikasari, Dian N, 2014, Sintetis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari


Cangkang Keong Sawah (Pila ampullacea) dengan Porogen Lilin Sarang
Lebanh Sebagai Aplikasi Scaffold, Skripsi, ProgramStudi S-1Fisika
Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
Lahuddin,2007, Aspek unsur mikro dalam kesuburan tanah, Pidato Pengukuhan
Guru Besar, Universitas Sumatera Utara, Medan

Lestari, S, 2018, Resiko Kontaminasi Logam Berat Timbal dan Cadmium pada
Daging dan Hati Sapi yang digembalakan di Areal Bekas Lahan Pertanian
Kecamatan Wasile Timur, Dosen Program Studi Perternakan Fakultas
Pertanian, Universitas Khairun,Ternate, Jurnal Ilmu Perternakan JANHUS,
Vol. 2 No 2 Hal. 41-47 ISSN 2548-7914

Liantira L, Magdalena, Soekandarsih, 2015, Perbandingan Kadar Logam Berat


Tembaga (Cu) Keong Mas Pomacea canaliculata pada Berbagai Lokasi di
Kota Makassar, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, UNHAS Makassar, Jurnal
SAINSMAT,

Linnaeus, C, 1758, Systema Naturae Per Regna Tria Nature, Secundum Classes,
Ordines, Genera, Species, Cum Charateribus, Differentiis, Synonymis,
Locis, Editio Decima, Reformata, Laurentius Salvius, Holmiae,ii, 824 pp,
Available Online

Nitsae M, 2018, Preparasi Kitosan dari Cangkang Keong Sawah (Pila


ampullacea) Asal Persawahan ‘Aerbauk’ Desa Oesao Kabupaten Kupang
untuk Absorpsi Timbal (II), Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Kristen Artha Wacana,
Indonesia Jurnal MIPA 41 (2) (2018): 96-104

Oktasari, N, 2014, Pemanfaatan Keong Sawah (Pila ampullacea) Pada Pembuatan


Nugget Sebagai Alternatif Makanan Berprotein Tinggi di DesaJurug
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali, Skripsi, Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang

Putri, Wike A E, Dietriech G,B, 2015, Konsentrasi logam Berat (Cu dan Pb) di
Sungai Musi Bagian Hilir, Bogor, Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Tropis, no 2 Vol 7, ISSN 453-463

Rahma, Taufikur, 2016, Penentuan Kadar Logam Timbal (Pb) dan Tembaga
(Cu) dalam Tanaman Rimpang Menggunakan Metode Destruksi Basah
Secara Spektroskopi Serapan Atom (SSA), Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang

Riyanto, 2003, Aspek-Aspek Biologi Keong Mas (Pomacea canaliculata L.)


Forum Mipa, Edisi Januari 2003, Vol.8 No. 1 Hal: 20-26

Rohmawati, Sari M, Sutarno,Mujiyo, 2016, Kualitas Air Irigasi pada Kawasan


Industri di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar,Fakultas
pertanian Universitas Sebelas Maret, journal of Sustainable Agriculture,
Vol. 31 No.2, Hal.108-113
Syamsidar, N, 2016, Analisis Kandungan Logam Berat Pada Tanah Pembuangan
Limbah Industri Non-Pangan di Kabupaten Gowa, Skripsi, Fakultas Sains
dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar, Makassar

Siregar, A, Mar, Nur, 2013, Skripsi Analisis Kandungan Logam Berat Pb dan Cd
pada Keong Tutut (Belamya javanica v.d Bush 1844) di Waduk Siguling
Jawa Barat, Departemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor,

SNI, Standar Nasional Indonesia, 2009, Batas Maksimum Cemaran Logam


Berat, Rineke cipta p, 78-86, Jakarta

Suprapti NH, 2008, Kandungan Chromium pada Perairan, Sedimen dan Kerang
Darah (Anadara granosa) di Wilayah Pantai Sekitar Muara Sungai Sayung
Desa Morosai Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Tarigan,B.R, 2008, Pemanfaatan Tepung Keong Sawah sebagai Substansi


Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Performans Kelinci Lepas Sapi,
Skripsi, Fakultas Pertanian Medan,Universitas Sumatera Utara

Ulfa, Fauzia, Rafika, 2018, Analisis Kadar Kadmium pada Air dan Sedimen
Sungai Lesti Kabupaten Malang Menggunakan Metode Spektroskopi
Serapan Atom (SSA), Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang

Widowati H, Susanto A, Sulistiani Sartika W, 2019, Potensi Nilai Gizi Terhadap


Bahaya Logam Berat Pada Keong Mas (Pomacea canaliculata) dan Kerang
Kijing (Anodonta woodiana), Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas
Muhammadiyah Metro Edubiotik: Jurnal Pendidikan, Biologi dan Terapan,
Vol. 04, No. 01 : Hal. 16 – 21, E-ISSN: 2597-9833

Windayani, Indah N, Surti T & Wijayanti I, 2016, Pengaruh Lama Fermentasi


Terhadap Kualitas Kecap Keong Sawah (Pila ampullacea), Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro, ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpbhp,
Vol.5, No.2, ISSN : 2442-4145

Anda mungkin juga menyukai