Anda di halaman 1dari 26

Makalah Manajemen Kualitas Air

“Unsur N, P, dan S di dalam Perairan”

Disusun oleh
Nama : Laila Safitri
NPM : 1910801039
Rombel : 01

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat serta anugerah-Nya lah penulis dapat menyusun dan meyelesaikan
Makalah yang berjudul Budiaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellius) ini.
Penyusunan makalah ini dilaksanakan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Budidaya Pakan Alami.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini, khususnya kepada:
1. Bapak Eric Armando, S.Pi, M.P. selaku dosen pengampu mata kuliah
Budidaya Pakan Alami.
2. Kedua orangtua yang tak henti-hentinya memberikan ketulusan doanya
agar proses belajar bisa berjalan dengan lancer.
3. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu dalam
kontribusinya membantu proses penyusunan makalah ini
Penulis sadar bahwa makalah ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan kajian yang
dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki penulis.
Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca
yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas dikemudian hari.
Terakhir, harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat
kepada semua pembaca, khususnya di Perikanan yang sesuai dengan materi
Budidaya Pakan Alami.

Magelang, 20 September 2021

Penulis
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II Pembahasan
A. Deskripsi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
B. Habitat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
C. Cara Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
D. Resiko dan Kesulitan Budidaya Cacing Tanah (Lumbrius rubellus)
E. Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
F. Studi Kasus
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Cacing tanah ialah salah satu hewan invertebrata yang memiliki
kandungan protein yang tinggi. Menurut pendapat Istiqomah ( 2009 ) beliau
berpendapat bahwa kandungan cacing tanah antara lain protein 63,06 %,
lemak 18,5 %, BETN 12,41 %, abu 5,81 % dan serat kasar 0,19 %. Oleh
karena itu cacing tanah memiliki prospek yang sangat baik untuk pakan
alternatife saat budidaya ikan. Karena harga pakan ikan yang semakin tinggi,
yang tidak berbanding lurus dengan hasil panen yang diperoleh, kini para
petani ikan beralih menggunakan pakan alami salah satunya cacing tanah.
Berdasarkan survey Penggunaan pakan cacing tanah dapat menurunkan biaya
pakan buatan sebesar 28,84%.
Pembudidayaan cacing tanah tergolong mudah dan tidak memerlukan
tempat yang luas. Namun masih banyak petani ikan, yang belum mengerti
bagaimana cara atau langkah budidaya cacing tanah yang baik dan benar
sehingga menghasilkan cacing tanah yang banyak dan berkualitas. Oleh
karena itu penulis membuat makalah yang berjudul Budidaya Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus) dengan tujuan memberikan gambaran mengenai
budidaya cacing tanah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, penulis menarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Deskripsi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)?
2. Bagaimana Habitat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)?
3. Bagaimana Cara Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)?
4. Adakah Resiko dan Kesulitan Budidaya Cacing Tanah (Lumbrius
rubellus)?
5. Apa saja Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)?
6. Beikan contoh Studi Kasus mengenai Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus
rubellus)
C. Tujuan
1. Untuk mengetaui Deskripsi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
2. Untuk mengetahui Habitat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
3. Untuk mengetahui Cara Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
4. Untuk megetahui Resiko dan Kesulitan Budidaya Cacing Tanah
(Lumbrius rubellus)
5. Untuk mengetahui Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
6. Untuk mengetahui Studi Kasus mengenai Budidaya Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus)
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Unsur N, P, dan S
Nitrogen adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang N dan nomor atom 7.
Fosfor adalah unsur kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom 15.
Fosforus berupa nonlogam, bervalensi banyak, termasuk golongan nitrogen,
banyak ditemui dalam batuan fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup
tetapi tidak pernah ditemui dalam bentuk unsur bebasnya.
Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang S dan nomor atom 16. Belerang merupakan unsur non-logam yang
tidak berasa. Belerang, dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin
kuning.

B. Siklus Unsur N, P, dan S di alam


Tahap pertama dalam siklus nitrogen adalah dengan fiksasinitrogen adalah
fiksasi nitrogen atmosfer oleh organisme pengikat nitrogen, menghasilkan
ammonia. Amonia dapat dimanfaatkan oleh hampir semua organisme hidup.
Akan tetapi, terdapat beberapa bakteri tanah penting yang memperoleh
energinya dengan mengoksidasi amonia untuk membentuk nitrit dan akhirnya
nitrat. Karena organisme ini amat banyak dan aktif, hampir semua amonia
yang mencapai tanah, akhirnya teroksidasi menjadi nitrat, proses ini dikenal
sebagai nitrifikasi.
Tanaman dan banyak bakteri segera mereduksi nitrat kembali menjadi
ammonia melalui nitrat reduktase; proses ini dikenal sebagai denitrifikasi.
Ammonia yang terbentuk dapat dibangaun menjadi asam amino oleh tanaman,
yang kemudian dipergunakan oleh hewan sebagai sumber asam amino esensial
dan nonesensial untuk membangun protein hewan. Pada hewan yang telah
mati, degradasi protein mikrobial mengembalikan amonia ke tanah.
Selanjutnya bakteri nitrifikasi mengubahnya menjadi nitrat (NO2-) dan nitrat
(NO3-) kembali. Sekarang marilah kita mengamati proses fiksasi nitrogen
yang penting bagi setiap bentuk kehidupan. Pada tumbuhan, banyak dari
nitrogen digunakan dalam molekul klorofil, yang penting untuk fotosintesis
dan pertumbuhan lebih lanjut. Meskipun atmosfer bumimerupakan sumber
berlimpah nitrogen, sebagian besar relatif tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Siklus sulfur di mulai dari dalam tanah yaitu ketika ion-ion sulfat di serap oleh
akar dan dimetabolisme menjadi penyusun protein dalam tubuh tumbuhan.
Ketika hewan dan manusia memakan tumbuhan, protein tersebut akan
berpindah ke tubuh manusia.
Siklus fosfor diawali dari sumber utama fosfor yang dijumpai dalam batuan
melalui proses pelapukan. Pelapukan tersebut secara alami dipengaruhi
dengan faktor hujan, cuaca dan juga erosi jadi menyebabkan fosfor berpindah
ke tanah. Fosfat yang udah terkandung dalam tanah akan digunakan oleh
tumbuhan, jamur, dan mikroorganisme sekitarnya. Sedangkan, pada hewan
herbivora dan manusia, akan menyerap fosfor yang terkandung pada tanaman
saat mengonsumsinya. Berikutnya fosfor akan kembali ke alam atau
lingkungan melalui proses penguraian atau dekomposis.

Menurut pendapat Ciptanto dan Paramita ( 2011 ), Klasifikasi untuk


cacing tanah meliputi :
Phylum : Annelida
Kelas : Clitellata
Subkelas : Oligochacta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus
Cacing tanah memiliki morfologi yang berbentuk simetris bilateral dan
silindris. Ukuran tubuh dari cacing tanah ini biasanya berkisar antara 8 – 14
cm. Cacing tanah ini hidup di daerah beriklim tropis dengan tubuh bagian
dorsal bawah memiliki warna merah muda sampai merah tua, sedangkan
untuk tubuh bagian ventral berwarna merah muda. Cacing tanah ini memiliki
100 - 180 segmen, segmen pertama terdapat mulut yaitu prestomum dan tiap
segmen memiliki beberapa setae. Setae ini memiliki fungsi sebagai alat
cengkram atau pelekat di tempat cacing tanah berada. Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen ke – 14, sedangkan lubang kelamin betina terletak pada
segmenb ke – 13.
Bagian bawah dari cacing tanah ini berbentuk pipih dan terdapat pori –
pori yang letaknya tersusun pada setiap segmen yang terhubung dengan alat
ekskresi yang berada dalam tubuh, seelanjutnya untuk bagian posterior
terdapat anus. Menurut pendapat Ciptanto dan paramita ( 2011 ) berpendapat
bahwa kulit luar cacing tanah selalu dibasahi oleh kelendir yang diproduksi
dari cacing tanah agar membantu dalam pernafasan, melicinkan tubuh dan
mempermudah bergerak di dalam tanah.
Cacing tanah ialah salah satu hewan invertebrata yang memiliki
kandungan protein yang tinggi. Menurut pendapat Istiqomah ( 2009 ) beliau
berpendapat bahwa kandungan cacing tanah anytara lain protein 63,06 %,
lemak 18,5 %, BETN 12,41 %, abu 5,81 % dan serat kasar 0,19 %. Oleh
karena itu cacing tanah memiliki prospek yang sangat baik untuk pakan
alternatife saat budidaya ikan. Penggunaan pakan cacing tanah dapat
menurunkan biaya pakan buatan sebesar 28,84%.
Selain sebagai pakan alternatif cacing tanah juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan kosmetik, kesehatan dan juga diambil manfaatnya sebagai
pembuatan pupuk organik. Maka dari itu kebutuhan akan cacing tanah dari
hari ke hari semakin meningkat. Untuk mengatasi permintaan cacing tanah
yang semakin meningkat para pembudidaya mulai membudidayakan cacing
tanah ini.
Budidaya cacing tanah relatif mudah, efisien dan murah, hanya untuk
membudidayakan cacing tanah ini hanya membutuhkan suatu media berupa
tanah dan kompos. Media pertumbuhan yang biasa digunakan antara lain
seperti tanah, kotoran sapi, batang pisang lapuk dan limbah organik. Daerah
yang sesuai untuk pembudidayaan cacing tanah ini adalah daerah dengan
potensi limbah organik yang besar, misal daerah pertanian, sehingga dapat
menyediakan pakan dengan mudah.

C. Habitat Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


Habitat cacing tanah yaitu pada kondisi tanah yang lembab dan kadar
air tanah yang tinggi. Cacing tanah biasanya hidup pada kedalaman kurang
dari 2 meter, namun ada beberapa jenis cacing yang mampu membuat lubang
hingga kedalaman 6 meter. Cacing tanah ini hidup dalam liang tanah yang
lembab, subur, dan suhunya tidak terlalu tinggi. Cacing tanah sangat sensitive
terhadap keasaman tanah, pada musim hujan cacing tanah memiliki factor
pembatas rendahnya kandungan P2O5 dan tingginya suhu tanah pada siang
hari. Sedangkan pada musim kemarau cacing tanah memiliki factor pembatas
rendahnya keteserdiaan air.
Habitat cacing tanah dapat tumbuh subur, pada tanah yang memilik
syarat sebagai berikut:
1. pH tanah yang digunakan cacing tumbuh subur sekitar 6,0-7,2
2. Kelembaban. Laju pertumbuhan cacing tanah yang optimal yaitu pada
kelembaban 75%, namun kebutuhan kelembaban tiap species berbeda.
Kelembaban tanah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
mengakibatkan kematian cacing tanah. Pada kelembaban terlalu tinggi
cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati, sedangkan pada
kelembaban terlalu rendah cacing tanah akan masuk ke dalam tanah dan
berhenti makan kemudian mati. Kulit ccaing tanah memerlukan
kelembaban yang cukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak
rusak yaitu sebesar 15-30 %.
3. Suhu. Suhu mempengaruhi aktifitas pertumbuhan, metabolism, respirasi,
dan reproduksi cacing tanah. Kisaran suhu optimal untuk cacing tanah
berkisar 15-18˚C. Sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing
tanah dipermukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak
melebihi 10,5˚C.
4. Bahan organic. Kadar bahan organic tanah akan mempengaruhi cacing
tanah, terkait dengan sumber nutrisinya. Pada tanah yang kandungan
bahan organiknya sedikit, hanya sedikit cacing tanah yang hidup disitu,
Namun pada tanah yang memiliki kandungan bahan organic tinggi maka
banyak cacing tanah yang hidup di situ (Saputra Randa, 2019).

D. Cara Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)


Dalam budidaya cacing tanah, persiapan paling awal dan dasar yang
diperlukan sama seperti budidaya hewan ternak lain yaitu menyiapkan media
ternak untuk budidaya. Sedangkan, pemilihan lokasi untuk budidaya cacing
tanah dapat dilakukan disembarang tempat pada suatu tempat kosong yang
berada di sekitar kita.
Pada dasarnya, cacing tanah dapat hidup di sembarang tempat asalkan
tidak langsung terkena sinar matahari, tidak langsung terkena curah hujan, dan
mudah dijangkau.
1. Pembuatan Kandang dan Media Budidaya Cacing Tanah
Tahap ini merupakan hal utama yang tidak boleh dilewatkan dalam
budidaya cacing tanah. Untuk media perkembangbiakan cacing tanah
dapat dibuat beragam, seperti : kotak styrofoam, kotak kayu, bambu,
plastik ataupun kotak yang disusun bertingkat. Dapat pula menggunakan
barang bekas seperti peti kayu kemasan buah atau sayuran yang sering
dijumpai di pasar, asalkan tempat tersebut tidak berlubang sehingga cacing
tidak keluar. Cara pemeliharaan yang lebih praktis adalah dengan
memeliharanya dalam kotak yang disusun bertingkat. Kotak di atas dibuat
lebih menonjol dari bawahnya agar mudah diambil.
Ukuran media tidak ada ketentuan pasti, yang penting kotak itu tidak
mengandung bahan beracun, mudah dibuat, murah harganya, mudah
diperoleh dan kapasitas tampungannya memadai. Sebagai contoh kotak
ukuran 90 cm x 90 cm x 30 cm dengan perkiraan daya tampung sebanyak
3 - 4 kg bibit. Kemudian, letakan wadah dan media tersebut di tempat
yang tidak dekat dengan paparan sinar matahari langsung agar media tanah
tidak rusak serta kering. Wadah juga dapat diletakkan di tempat teduh.
Pakan yang diberikan untuk cacing harus dari bahan yang mudah
membusuk, seperti sampah, eceng gondok, batang pisang, sekam padi dan
bahan organik lainnya. Bahan ini dipotong-potong sepanjang 2 – 3 cm.
Kemudian dicampur dengan kotoran ternak dengan perbandingan antara
70% media dan 30% kotoran ternak. Campuran ini kemudian diaduk
sampai merata atau homogen komposisinya.
Dekomposisi berlangsung selama kurang lebih 2 minggu, kemudian
diaduk merata dan dibiarkan terkena udara bebas selama 5-7 hari dan
bahan siap digunakan sebagai media. Kriteria bahan ideal untuk digunakan
sebagai bahan media cacing tanah, antara lain : pH 6,5 – 7,5, suhu 20oC-
28oC, dan kadar airnya berkisar antara 40% - 60%. Ketinggian media pada
awal pemeliharaan yaitu 5-10 cm.

2. Penyediaan dan Penaburan Bibit Cacing Tanah Berkualitas


Langkah selanjutnya setelah selesai menyiapkan media ternak untuk
cacing tanah adalah menyediakan bibit cacing tanah yang berkualitas.
Karena hasil panen yang baik akan sangat bergantung pada kualitas bibit
yang baik pula, apabila dari awal bibit cacing tanah tidak bagus, maka
kemungkinan besar cacing tanah dipanen dengan kualitas buruk pula.
Bibit cacing dapat langsung diambil melalui tempat maupun habitat
asli dari cacing tanah yaitu tanah lembab dan sampah organik. Bibit cacing
yang dipilih harus berumur minimal 3-10 bulan, cirinya yaitu sudah
terlihat klitelumnya. Perawatan cacing yang telah dewasa lebih mudah
dibandingkan cacing yang masih muda, karena tidak melalui perawatan
terlebih dahulu untuk menjadi dewasa. Namun cacing yang berumur lebih
dari 10 bulan dianggap uzur karena produksinya sudah sangat menurun.
Selain itu, perlu diketahui pula jenis-jenis cacing tanah yang akan
dibudidayakan. Terdapat beragam jenis cacing tanah yang ditemukan,
tetapi ada 3 jenis cacing tanah yang dipilih oleh pembudidaya cacing tanah
di Indonesia. Ketiga jenis tersebut adalah Pheretima, Perionyx, serta
Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah populer di Indonesia tersebut dikenal
karena lebih menyukai media dari bahan organik dan berasal dari sampah
dapur maupun pupuk kandang. Sehingga, para pembudidaya merasa
bahwa lebih mudah untuk menyediakan media sebagai tempat budidaya
dari ketiga jenis cacing tanah tersebut.
Namun, dari ketiga jenis cacing tanah yang populer, jenis cacing
tanah Lumbricus Rubellus. Jenis cacing tanah ini lebih disarankan
terutama untuk dibudidayakan oleh pemula. Karena cacing tanah jenis
Lumbricus Rubellus memiliki vitalitas yang baik apabila dibudidayakan
dengan cara yang benar.
Selain itu, jenis cacing tanah Lumbricus Rubellus merupakan cacing
yang dapat menghasilkan banyak telur. Cacing jenis ini juga memiliki sifat
yang relatif diam dan tidak banyak bergerak, sehingga lebih mudah untuk
menggemukan cacing Lumbricus Rubellus dibandingkan jenis cacing
lainnya.
Setelah memilih bibit cacing tanah, kemudian bibit tersebut
ditaburkan di atas media yang siap pakai. Pada saat cacing ditaburkan
biasanya gumpalan cacing mengeluarkan buih yang berwarna putih untuk
melindungi dirinya dari serangan hama pengganggu. Namun, apabila
cairan yang dikeluarkan berwarna kuning, bisa saja cacing tersebut telah
mengalami gangguan yang berat dan dapat mematikan cacing.
Jumlah bibit cacing yang ditebarkan pada penebaran pertama
disarankan jangan terlalu banyak karena belum tentu media yang
digunakan cocok untuk hidup cacing. Untuk mengetahuinya, maka perlu
diperhatikan apakah cacing yang ditebar masuk ke dalam media tersebut
dan tidak keluar lagi. Apabila cacing tidak keluar selama 12 jam berarti
media yang digunakan sudah cocok untuk hidup cacing. Optimum
kepadatan penaburan belum diketahui dengan pasti, tetapi dapat dilakukan
dalam 1 kg cacing membutuhkan 20-40 liter media.
3. Pemeliharaan Cacing Tanah
Pada tahap pemeliharaan ini terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, seperti pengadukan media, pemberian pakan dan cara
pemberian pakan, serta pemeriksaan terhadap kualitas media. Pengadukan
pada media harus rutin dilakukan dengan frekuensi pengadukan atau
pembalikan minimal 2 hari sekali. Pengadukan ini bertujuan untuk
menjaga pasokan oksigen dan sirkulasi udara dalam media. Cacing tanah
sangat memerlukan oksigen, dengan terpenuhinya oksigen di dalam tanah
maka cacing dapat melakukan aktivitasnya. Apabila oksigen tidak
terpenuhi, maka cacing berusaha keluar ke permukaan.
Pakan juga harus selalu diberikan, jenis pakan yang diberikan
bervariasi dapat diberikan dengan perbandingan 50% kompos dan 50%
pupuk kandang atau 30% kompos dan 70% pupuk kandang. Ketersediaan
pakan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan budidaya. Banyaknya pakan disesuaikan dengan berat cacing
yang ditebarkan. Sebagai patokan 1 cacing mengonsumsi ½ dari berat
tubuhnya dalam sehari.
Cara pemberian pakan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
cara tugal, memasukkan pakan ke dalam median kemudian ditutup
kembali. Cara ini tidak dapat mengetahui apakah pakan sudah habis atau
belum. Cara kedua adalah dengan menebarkannya tipis-tipis di permukaan
media kemudian ditutup dengan bahan tidak tembus cahaya agar cacing
mau merayap ke permukaan media yang gelap gulita. Pemberian pakan
sebaiknya jangan melebihi berat badan karena akan menimbulkan bau
tidak sedap di sekitarnya.
Selain itu, media juga harus diperhatikan agar selalu dalam keadaan
lembab serta memastikan bahwa pH dan suhu tanah normal. Apabila
media kering perlu dilakukan penyiraman atau penyemprotan
menggunakan sprayer. Untuk menghindari kering dapat juga media
ditutup dengan daun pisang atau sejenisnya. pH yang sesuai untuk
mengembangbiakkan cacing adalah 5,5 hingga 7,5. Untuk kisaran suhu
optimum bagi spesies cacing tanah Lumbricus Rubellus berkisar antara
15-18oC, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah di
permukaan tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10,50
C
4. Pemisahan dan Pemindahan Induk dan Bibit Cacing Tanah
Setelah memperbanyak jumlah bibit cacing melalui
perkembangbiakan maka perlu dipisahkan wadah berisi bibit dan induk
cacing. Induk cacing perlu dipindahkan ke wadah lain dengan media yang
baru. Pemindahan induk ke media yang baru dapat dilakukan 1 bulan
setelah induk ditebarkan.
Bibit cacing di wadah bekas induk akan menetas dalam waktu 2-3
minggu kemudian. Setelah waktu 3 bulan semenjak induk dipindahkan
atau kurang lebih umur anak cacing sudah menjadi dewasa dengan
ditandai adanya klitelum. Maka itulah saat yang paling tepat untuk
dijadikan indukan baru.
Media budidaya juga harus diproteksi untuk menghindari hama.
Hama cacing yang sering mengganggu yaitu semut, unggas, tikus, dan
ular. Media harus selalu lembab, pH, dan suhu tanah normal.
5. Pemanenan
Panen disini dapat diartikan dengan memindahkan induk dari bibit
cacing yang dilakukan dalam waktu 1 bulan setelah penebaran apabila
induk yang digunakan berumur 3 bulan (dewasa). Apabila cacing yang
digunakan berukuran kecil, maka pemanenan dapat dilkukan dalam waktu
4 bulan.
Cara pemanenan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang
mudah dilakukan adalah menyinari media dengan cahaya lampu atau
petromaks. Dengan adanya sinar terang, maka sensor cahaya yang ada di
kulit cacing akan menerimanya. Kemudian cacing berusaha mencari
tempat yang gelap atau menuju ke bawah media. Setelah itu, media
disisihkan sedikit demi sedikit, sehingga akan terlihat cacing yang sedang
menggerombol dan siap untuk dipanen atau dipindahkan ke media lain.
Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan memancing kedatangan
cacing menggunakan tumpukan pakan yang diletakkan pada tempat
terpisah yang jauh dari gerombolan. Kemudian ditutup menggunakan
bahan kedap cahaya. Cacing akan menyerbu pakan, kemudian diperjalanan
cacing-cacing ditangkap dan dimasukkan pada wadah panen atau media
baru.

E. Resiko dan Kesulitan Budidaya Cacing Tanah (Lumbrius rubellus)


Cacing tanah adalah sumber protein sangat tinggi dengan kadar sekitar
76%. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan daging mamalia (65%) atau ikan
(50%). Cacing tanah juga mengandung beberapa kadar komponen lain, seperti
17 % karbohidrat, 45 % lemak, dan abu 1,5 % (Flora, 2014).
Budidaya cacing tanah sesungguhnya tidak memakan banyak waktu
dan hanya menyediakan waktu memberi makanan dan memanennya saja.
Tidak perlu membersihkan kandang dan sebagainya, seperti beternak hewan
lain karena kotoran cacing juga dapat dimanfaatkan dan berfungsi sebagai
pupuk organik yang berkualitas tinggi. Jadi untuk budidaya cacing sendir
sangatlah baik apabila cacing ini dibudidayakan dan menjadi sumber
pencaharian.
Budidaya cacing tanah akan menghasilkan produk berupa cacing itu
sendiri yang dapat dimanfaatkan sebagai akan memancing, pakan pada
budidaya ikan secara langsung maupun diolah menjadi pelet, tepung cacing,
obat-obatan, dan kosmetik (Warsa, 2000).
Menurut Hajaroh (2014) faktor penghambat program berasal dari
internal dan eksternal, faktor internal meliputi motivasi untuk berpartisipasi,
sedangkan faktor eksternal yakni perkembangan zaman dan juga adanya pro
dan kontra di masyarakat. Pada kegiatan ini diperoleh permasalahan-
permasalahan yang dihadapi antara lain:
1. Matinya cacing karena kering atau media kurang air.
2. Hilangnya cacing karena dimakan tikus, kadal, katak dan semut.
3. Hilangnya cacing karena keluar dari media.
4. Media-media yang terlalu padat.
5. Cacing-cacing kurus-kurus, dan
6. Kurang waktu untuk memilah.
Untuk mengatasi masalah tersebut terdapat solusi diantaranya
a. Media cacing tidak boleh kering jika terlihat kering segera disiram dengan
air agar media selalu lembab.
b. Untuk menghindari atau mengatasi hama tikus, kadal, katak atau semut,
maka kandang bisa digantung dan ditaburi kapur semut dibawah sehingga
semut tidak naik dan jika perlu ditambah juga dengan jebakan tikus.
c. Cacing yang keluar dari media, artinya cacing tidak cocok dengan
medianya sehingga media harus diganti atau diberi lampu karena cacing
tidak suka suasana terang sehingga jika kena terang dia akan masuk lagi.
d. Jika media terlalu padat, maka perlu diurai. Supaya lebih gembur.
e. Jika cacing kurus-kurus kemungkinan makanan tidak cocok, maka
makanan bisa diganti dengan yang lain yang kaya dengan protein agar
cacing cacing dapat tumbuh dan berkembang biak lebih cepat
f. Cacing hendaknya dipilah antara yang kecil dan yang besar sehingga
dapat ditentukan mana yang bibit dan yang afkir sehingga dapat
menentukan mana yang bisa dijual langsung sebagai pakan, sebagai bibit
atau dijadikan bahan tepung.
F. Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Manfaat cacing tanah bagi kehidupan
1. Penghaasil pupuk organik
Pupuk organik merupakan salah satu jenis pupuk yang digunakan
dalam mengoptinalkan hasil pertanian. Pupuk organik dihasilkan dari
proses pengomposan dan perombakan bahan organik pada kondisi
lingkungan yang lembab oleh sejumlah mikroba ataupun organisme
pengurai. Cacing tanah merupakan salah satu organisme pengurai didalam
tanah yang dapat menguraikan bahan organik 3-5 kali lebih cepat
dibandingkan dengan mikroba. Sehingga cacing tanah sangat potensial
sebagai penghasil pupuk organik dengan butu yang lebih baik.
Bahan organik yang ada didalam tanah merupakan sumber makanan
utama bagi cacing tanah. Setelah bahan organik dimakan maka dihasilkan
pupuk organik yang dikenal sebagai kascing (bekas cacing). Kascing
merupakan partikel-partikel tanah yang berwarna kehitaman dan
berukuran lebih kecil dari partikel tanah dan mengandung bahan atau
komponen biologis maupun kimiawi yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Adapun komponen biologis diantaranya hormon
pengatur tumbuh, seperti giberelin, sitokinin, dan auxin. Sementara
komponen kimiawinya antara lain unsur N,P, K, Ca, Mg, Zn, Fe, Mn, C,
Fulfat dan BO. Dengan kandungan unsur hara yang melimpah, kascing
jauh lebih baik dari pupuk anorganik dalam penggunaannya untuk
meningkatkan dan memperbaiki kualitas produksi tanaman. (Palungkun,
2010)
2. Penyubur tanah dan memperbaiki drainase dan aerasi tanah
Cacing dapat menyuburkan tanah karena menguraikan bahan organik
dan menghasilkan kascing yang memiliki unsur hara yang tinggi. Selain
itu cacing juga suka membuat lubang-lubang didalam tanah dapat yang
berfungsi memperbaiki drainase dan aerasi didalam tanah, sehingga
menggemburkan tanah. Kemudian cacing tanah juga membantu
pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik dan memperbaiki
struktur tanah. (Khoiruman dan Khoirul, 2009)

3. Pendaur ulang limbah


Limbah menjadi masalah serius bagai lingkungan yang
kerberadaannya akan semakin meningkat seiring bertambahnya
penggunaan bahan makanan dan bertambahnya jumlah penduduk serta
semakin banyaknya industri. Salah satu cara mengurangi limbah terutama
limbah organic adalah dengan membudidayakan cacing tanah. Cara ini
cukup efektifuntuk mengurangi limbah organic hanya dengan
memindahkan limbah kedalam bak yang berisi cacing tanah. Kemampuan
cacing tanah dalam mendaur ulang limbah organic dicirikan dengan sistem
pencernaan yang spesifik dan cara mencerna makanannya.
Cara mencerna makanan pada cacing tanah dapat secara langsung,
tidak lanmgsung dan intermediet. Mencerna secara langsung karena
didalam tubuh cacing terdapat beberapa enzim yang dapat merombak
bahan organic kompleks melalui proses enzimatik. Mencerna secara tidak
langsung, yaitu perombakan bahan organic dibantu oleh mikroflora seperti
bakteri atau fungi. Sedangkan mencerna secara intermediet, perombakan
dilakukan dengan menggunakan senyawa organic yang disediakan
mikroflora yang dapat mengurai serasah daun. (Palungkun, 2010)
4. Bahan baku pakan dan suplemen pakan untuk ternak dan ikan
Cacing tanah merupakan salah satu bahan pakan alternatif pengganti
tepung ikan untuk pakan ternak dan ikan. Dengan menggunakan tepung
cacing tanah sebagai bahan pengganti tepung ikan dapat sedikit menekan
biaya produksi karena tepung cacing tanah memiliki harga yang cukup
rendah dari tepung ikan. Selain itu cacing tanah mengandung protein yang
masih lebih baik dari tepung ikan. dimana kandungan protein pada tepung
ikan hanya berkisar 58%, sedangkan tepung cacing tanah mencapai 64-
76% serta mengandung asam amino paling lengkap, berlemak rendah,
mudah dicerna, dan tidak beracun. Selain itu nutrisi yang terkandung
dalam tepung cacing tanah antara lain kadar air 11,43%, ekstrak ether
18,5%, serat kasar 0,19%, protein kasar 63,06%, ekstrak tanpa nitrogen
12,41%, material organic 94,16%, dan kandungan abu 5,81% (Palungkun,
2010).
a. Sebagai bahan baku pakan ternak
Pemanfaatan tepung cacing tanah sebagai pakan ternak salah
satunya adalah untuk pakan ayam. Menurut Khairuman dan Khairul
(2009), pemberian pakan tepung cacing tanah pada ayam dapat
meningkatkan berat telur dan kadar protein telurnya dibandingkan
dengan ayang yang diberi pakan tepung ikan. Disamping itu tepung
cacing tanah dapat menekan pengaruh racun. Palungkun (2010)
menyatakan bahwa berdasarkan laporan penelitian luar negeri, cacing
tanah menghasilkan zat pengendali bakteri yang disebut lumbricin. Zat
tersebut memiliki aktivitas menghambat bakteri gram positif, bakteri
gram negative, dan fungi. Berdasarkan hasil penelitian pembnerian
tepung cacing tanah juga dapat menurunkan jumlah ayam yang positif
terinfeksi Salmonela pullorum (penyebab penyakit berak kapur) melalui
peningkatan kekebalan tubuh ayam (Palungkun, 2010).
b. Sebagai bahan baku pakan ikan
Selain sebagai pakan ayam, cacing tanah juga dimanfaatkan untuk
pakan ikan konsumsi maupun ikan hias. Tepung cacing tanah dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan pelet ikan yang dicampur dengan
bahan lain. Cacing tanah secara umum dibutuhkan di dunia perikanan
terutama untuk pakan indukan ikan konsumsi yang dapat
memaksimalkan jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan, serta dapat
mengoptimalkan jumlah dan kualitas anakan yang dihasilkan. Selain itu
manfaat cacing tanah untuk pakan ikan hias yaitu sebagai asupan sumber
protein, untuk mencerahkan warna, meningkatkan keaktifan ikan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit (Abdul, 2017).
c. Sebagai suplemen pakan
Salah satu pengembangan produk olahan berbahan cacing tanah adalah
suplemen. Suplemen pakan ini biasanya dapat berbentuk bubuk
maaupun cair yang penggunaanya langsung ditambahkan atau
disemprotkan pada pakan. Contoh dari produk suplemen pakan di bidang
perianan adalah Bio-G. Fungsi dari Bio-G ini adalah untuk memacu
pertumbuhan udang dan meningkatkan daya tahan tubuh udang terhadap
penyakit serta sebagai antraktan (Abdul, 2017).
5. Umpan pancing
Sejak dahulu cacing tanah banyak digunakan sebagai umpan pancing
hidup. Bau khas yang dikeluarkan cacing membuatnya digemari banyak
ikan sehingga sangat cocok sebagai umpan. Biasanya cacing yang
digunakan merupakan cacing hasil tangkapan dari kebun. Seiring
berkurangnya lahan kebun, kini cacing tanah banyak dibudidayakan dan
dijual.
6. Pakan burung
Cacing tanah juga dimanfaatkan untuk pakan beberapa jenis burung
berkicau seperti cucakrawa, murai batu, dan anis. Penggunaan pakan
cacing tanah dinilai dapat menambah merdu kicauan burung, menambah
stamina burung, dan memberikan dampak positif terhadap penampilan
burung yaitu warna bulu menjadi lebih indah, prima dan sehat (Khairuman
dan Khairul, 2009).
7. Bahan baku obat tradisional
Cacing tanah sudah menjadi salah satu sumber obat tradisional yang
dikenal oleh masyarakat sejak dulu. Masyarakat memanfaatkan cacing
sebagai bahan ramuan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan ramuan cacing antara
lain sebagai berikut. (Palungkun, 2010)
a. Menyembuhkan penyakit tifus dan diare
Masyarakat telah menggunakan cacing tanah sebagai obat tifus yang
diolah dengan cara yang sederhana. Menurut Palungkun (2010) cacing
tanah digunakan sebagai obat antipiretik untuk mengobati gejala demam
pada tifus karena infeksi bakteri Salmonella typhi. Ekstrak cacing tanah
mampu menghambat pertumbuhan bakteri pantogen penyebab penyakit
tifus dan diare. Berdasarkan penelitian di Laboratorium Farmasi Unpad,
menyatakan bahwah kandungan enzim dalam cacing tanah mampu
memperbaiki proses fisiologis tubuh sehingga gangguan penyakit pada
sirkulasi darah menjadi berkurang. Dimana penyumbatan pembuluh
darah oleh lemak tertentu dapat diatasi. Bahkan, enzim tersebut dapat
membantu pencernaan makanan sehingga metabolisme tubuh lancar.
Enzim tersebut adalah peroksidase, katalase, dan selulase. (Palungkun,
2010)
b. Melancarkan peredaran darah
Menurut Palungkun (2010) berdasarkan laporan penelitian cacing di
Korea, ekstrak cacing tanah mengandung enzim lumbrokinase yang
dapat mengobati gangguan peredaran darah, seperti tekanan darah tinggi
maupun darah rendah.
8. Bahan baku kommetika
Ekstrak cacing tanah yang banyak nengandung enzim dan asam
amino esensial selain digunakan sebagai obat tradisional juga digunakan
sebagai bahan baku kosmetika. Enzin dan asam amino esensial berguna
dalam proses penggantian sel tubuh yang rusak, terutama dalam
menghaluskan dan melembutkan kulit. Penggunaan ekstrak cacing tanah
sebagai bahan kosmetika sudah dilakukan di Jepang, Prancis, Italia, dan
Australia. (Palungkun, 2010)
9. Bahan baku makanan dan minuman
Cacing tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan
minuman. Dibeberapa negara cacing tanah diolah menjadi makanan yang
lezat dan memiliki harga yang tergolong mahal (Palungkun, 2010).

G. Studi Kasus
JURNAL 1
Nurdiansyah, I., dkk. 2018. Pengaruh Komposisi Jenis Media Pemeliharaan
Terhadap Produktivitas Kokon dan Daya Tetas Telur Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus). Jurnal Ilmiah Respati Pertanian. Vol. 12(1).

Tujuan dari penelitian dalam jurnal tersebut ialah dapat membuktikan


pengaruh komposisi jenis media pemeliharaan terhadap produktivitas kokon
dan daya tetas telur cacing tanah (Lumbricus rubellus). Rangkaian prosedur
penelitian yang dilakukan ialah persiapan media, penebaran cacing tanah pada
media, pemeliharaan cacing tanah, pemanenan kokon cacing tanah, dan
penimbangan cacing tanah. Sebelum digunakan, bahan baku media
difermentasi terlebih dahulu supaya sesuai dengan habitat cacing. Perlakuan
P1 diberi 100% media serasah daun, P2 diberi 100% media kotoran hewan, P3
diberi kotoran gajah sebanyak 70% dan 30% serasah daun, P4 diberi kotoran
gajah sebanyak 30% dan 70% serasah daun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi kokon tertinggi terdapat
pada perlakuan P3 karena kandungan nutrisi (protein kasar) pada media
kotoran gajah sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan serasah daun. Selain
itu tekstur media tidak cepat padat, media gembur dan mudah dicerna oleh
cacing tanah. Sedangkan produksi kokon terendah terdapat pada perlakuan
(P1) karena kandungan nutrisi dan material bahan organik yang dibutuhkan
cacing tanah kurang mencukupi. Gaddie and Douglas (1975) dalam
Nurdiansyah, dkk (2018) menyatakan bahwa jika media dan pakan cacing
tanah kekurangan protein, maka pertumbuhannya terganggu, produksi ovum
terhambat, produksi sperma berkurang dan reproduksi menurun.
Didalam jurnal ini disebutkan bahwa tidak semua kokon menghasilkan
anak cacing (juvenil) dan tidak menetas. Hal tersebut diduga disebabkan oleh
kelembaban yang tidak stabil, adanya perubahan suhu pada saat pemeliharaan
dan terbatasnya sumber cadangan makanan didalam kokon. Menurut Minnich
(1977) dalam Nurdiansyah, dkk (2018), kelembaban yang sesuai untuk
produksi optimal dari kokon berkisar antara 28% dan 42%. Apabila kurang
dari 28% produksi kokon lambat karena tanah menjadi kering, sedangkan bila
lebih dari 42% tanah akan menjadi basah sehingga aktifitas seksual menurun.
Perkembangan kokon dapat dilihat dari perubahan warna kokon. Saat awal
keluar, kokon berwarna krem kehijauan lalu berubah menjadi putih
kekuningan. Saat akan menetas warna akan berubah menjadi kecoklatan. Dan
bila cacing muda sudah keluar dari kokon, kokon akan terlihat kosong. Kokon
yang tidak menetas juga ada yang berwarna kecoklatan. Embrio pada kokon
yang tidak menetas menjadi cair dan tidak terjadi perkembangan.
Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup cacing tanah diantaranya ialah media pemeliharaan cacing, kandungan
protein pada media, dan kualitas pakan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi produksi kokon yaitu umur cacing tanah dan suhu kandang.
Menurut Minnich (1977) dalam Nurdiansyah, dkk (2018), perubahan suhu
kandang mempengaruhi aktivitas cacing tanah termasuk metabolisme,
pertumbuhan, respirasi dan perkembangbiakan. Menurut Mashur dalam Putra,
A. E., dkk. (2018), produksi kokon selain dipengaruhi oleh media, juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pH, kelembaban, suhu, dan
ketersediaan pakan. Media pemeliharaan yang gembur dapat mempertahankan
kelembaban.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komposisi media serasah dengan
kotoran gajah dalam pemeliharaan cacing tanah berpengaruh nyata dalam
menghasilkan kokon yang lebih banyak namun tidak berpengaruh nyata
terhadap daya tetas kokon dan bobot anak cacing. Bobot anak cacing tanah
dipengaruhi oleh kualitas pakan dan kandungan protein yang terdapat dalam
media.

JURNAL 2
Putra, A. E., dkk. 2018. Pengaruh Pencampuran Kotoran Ternak Sebagai
Media Kultur Terhadap Pertambahan Populasi Cacing Tanah (Lumbricus
rubellus). Dinamika Pertanian. Vol. 34(1)

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh


pencampuran kotoran ternak sebagai media kultur terhadap pertambahan
populasi cacing tanah (L. rubellus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertambahan populasi cacing tanah tertinggi ada pada perlakuan P2 dengan
komposisi 50% kotoran sapi + 50% kotoran kerbau. Sedangkan jumlah
pertambahan populasi yang terendah ada pada P1. Komposisi media yang
terbaik ada pada perlakuan P2. Media P2 memiliki tekstur yang halus
sehingga mudah dikonsumsi oleh cacing. Faktor yang dapat mempengaruhi
pH optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah (L.
rubellus) adalah 6,8-7,2. Kelembaban yang baik untuk cacing tanah antara
15%- 50%. Kelembaban tanah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan cacing
berwarna pucat dan bisa mengalami kematian. Apabila kelembaban terlalu
rendah cacing tanah akan bergerak ke media yang lembab.

JURNAL 3
Hasby, M. 2018. Pengaruh Jenis Feses Ternak Berbeda Sebagai Media Kultur
Media Kultur Terhadap Pertambahan Populasi Cacing Tanah (Lumbricus
rubellus). Jurnal Dinamika Pertanian. Vol. 34(1)

Tujuan dari penelitian pada jurnal ini adalah untuk mengetahui uji
pemberian pengaruh jenis feses ternak yang berbeda sebagai media kultur
terhadap pertambahan populasi cacing tanah (L. rubellus). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pertambahan populasi cacing
tanah yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yang menggunakan 100%
feses kerbau dengan pertambahan populasi sebanyak 7926 individu dan
terendah terdapat pada perlakuan P0 yang menggunkan 100% tanah dimana
tidak adanya pertambahan populasi cacing tanah (L. rubellus).
Media pemeliharaan yang gembur dapat mencegah terkumpulnya gas
yang bersifat asam dalam media. Menurut Sihombing (1999) dalam Hasby, M.
(2018), bahwa pakan berupa feses sapi harus didiamkan selama tiga minggu
sebelum dijadikan makanan bagi cacing tanah. pH pada media dapat
meningkat. Menurut Wahyono (2011) dalam Hasby, M. (2018), bahwa cacing
tanah dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3)
atau dolomit pada lapisan tanah sehingga pH tanah meningkat.

JURNAL 4
H. Muksin S., dkk. 2018. Pertambahan Berat Badan Koloni dan Panjang
Badan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) dalam Media Kompos Daun dan
Kompos Kotoran Gajah. Jurnal Ilmiah Respati Pertanian. Vol. 12(1)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai


komposisi media kompos daun dan kotoran gajah terhadap pertambahan berat
koloni dan panjang cacing tanah (Lumbricus rubellus). Media yang terbaik
pengaruhnya terhadap pertambahan berat badan dan panjang cacing tanah
(Lumbricus rubellus)
BAB III

Penutup
Daftar Pustaka
Cahyani Purwanti, Serly. 2014. Gambaran profil darah ikan lele dumbo ( Clarias
gariepinus ) yang diberi pakan dengan kombinasi pakan buatan dan cacing
tanah ( Lumbricus rubellus ). Journal of Aquaculture Management and
Technology Volume 3 ( 02 ) : 53-60.
Djamhari, Sudaryanto. 2000. Teknik Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus
Rubbelus) dalam Pelatihan Agribisnis Usaha Tani Terpadu. Kedeputian
Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi. Direktorat Teknologi Budidaya
Perairan.
Ernawati, N. M., dkk. 2019. Praktik Cara Budidaya Cacing Lumbricus Rubellus
dalam Menunjang Budidaya Ikan Lele di Desa Keramas Kabupaten
Gianyar. Buletin Udayana Mengabdi. Volume 18(3) : 165-169.
Pandiangan, Anju Sony Putra. 2017. Pertumbuhan dan Perkembangbiakan Cacing
tanah Lumbricur Rubbelus dalam Media Feses Babi yang Mengandung
Limbah Sawi Putih. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.
Rusmini, Dkk. 2016. Pelatihan budidaya cacing tanah ( Lumbricus rubellus ) bagi
para tani Desa Sumberdukun, Ngariboyo, Magetan. Journal ABDI Volume
1 ( 02 ) : 114 – 120.
Saputra Randa, 2019. Pengaruh Pemberian Ampas Sagu dan Kotoran Sapi dengan
Persentase berbeda terhadap Pertambahan Populasi Cacing Tanah
Lumbricus rubellus. SKRIPSI Universitas Islam Riau Pekanbaru
Tria Pamungkasari, Ully. 2014. Pengaruh kombinasi cacing tanah ( Lumbricus
rubellus ) dengan pakan komersial terhadap retensi lemak dan energi pada
belut sawah ( Monopterus albus ) yang dipelihara secara sistem
resirkulasi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Airlangga
Surabaya.
Abdul A. A. M. 2017. Budidaya Cacing Tanah Super di Lahan Sempit. Jakarta :
PT AgroMedia Pustaka.
Palungkun, Rony. 2010. Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Khairuman dan Khairul Amri. 2009. Mengeruk Untung dari Berternak Cacing.
Jakarta : PT AgroMedia Pustaka

Anda mungkin juga menyukai