Contoh Proposal Skripsi Agroekoteknologi
Contoh Proposal Skripsi Agroekoteknologi
Rencana Penelitian
Oleh
Ervina Mu’amalia
C1M011047
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
PERANAN BEBERAPA ISOLAT MIKORIZA
INDIGENUS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN KEDELAI (Glycine max)
Oleh
Ervina Mu’amalia
C1M011047
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui
Mengetahui
Ketua Jurusan Ketua Program Studi
Budidaya Pertanian Agroekoteknologi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan rencana penelitian dengan judul “Peranan Beberapa
Isolat Mikoriza Indigenus Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
(Glycine max)” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan rencana penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan, bantuan dan
dorongan tersebut sangat berarti dalam penulisan rencana penelitian ini. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Wahyu Astiko, MP, selaku dosen pembimbing utama.
Penulis menyadari bahwa rencana penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Sehingga kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Penulis sangat berharap
semoga rencana penelitian ini dapat berjalan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Klasifikasi Kedelai
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr
Tanaman kedelai terdiri dari akar, batang, bunga, daun, dan buah. Akar
tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral dan akar serabut. Pada tanah
yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman ± 1,5 cm. Pada akar
lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri Rhizobium
pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya terbentuk 15-20 hari setelah tanam.
Pada tanah yang belumpernah ditanami kedelai atau kacang-kacangan lainnya, bintil
akar tidak akan tumbuh. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus dicampur
dengan legin (bibit bakteri) (Najiyati,1992).
Batang tanaman kedelai dapat mencapai ketinggian 30-60 cm. Batangnya
dapat membentuk 3-6 batang produktif. Batang berwarna ungu atau hijau (Suprapto,
1993).
Tanaman kedelai mulai berbunga antara umur 30-50 hari, tergantung dari
varietas dan iklim. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi suhu udaranya,
akan semakin cepat berbunga. Bunga tanaman kedelai ini termasuk bunga sempurna,
karena memiliki alat perhiasan bunga dan alat reproduksi secara lengkap. Bunganya
berbentuk kupu-kupu, berwarna ungu atau putih, dan muncul di ketiak daun. Bunga ini
umumnya menyerbuk sendiri karena penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar.
Setelah penyerbukan terjadi, bunga akan berkembang menjadi buah (Najiyati,1992).
Daun tanaman kedelai termasuk daun majemuk dengan 3 buah anak daun.
Helaian daun terbentuk oval dan ujungnya lancip. Apabila sudah tua, daun ini makin
menguning dan berguguran mulai dari bagian bawah (Najiyati,1992).
Buah tanaman kedelai berbentuk polong, berwarna hijau atau kuning, dan
berisi 1-4 biji setiap polong. Apabila sudah tua, buah akan berubah warna menjadi
kecoklatan atau keputihan (Najiyati, 1992).
Biji tanaman kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh kulit biji, bentuk biji
ada yang bulat, agak gepeng atau bulat telur dan besar biji bervariasi tergantung
varietasnya (Suprapto, 1993).
Proses infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, pra
penetrasi, penetrasi dan pasca penetrasi. Pada pra penetrasi, spora dari mikoriza
berkecambah membentuk appressoria. Pada proses penetrasi, appressoria mikoriza
melakukan penetrasi pada akar tanaman. Setalah melakukan penetrasi, hifa akan
tumbuh secara intraseluler, arbuskula terbentuk di dalam sel. Arbuskula memiliki
percabangan yang lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel. Arbuskula
hanya dapat hidup 4-5 hari, kemudian mengalami pemendekan dan degenerasi pada
sel inang. Beberapa cendawan mikoriza membentuk vesikel yang merupakan
pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa pada saat pembentukan
arbuskula. Perluasan infeksi cendawan mikoriza melalui tiga fase, yaitu fase awal saat
infeksi primer, fase exponansial saat pertumbuhan dan penyebarannya lebih cepat, dan
fase setelah pertumbuhan mikoriza dan akar sama. Setelah terjadi fase awal dan
infeksi primer, hifa tumbuh keluar dari akar dan tembus di rizhosfer.
1. Penempatan spora
Tingkat efektivitas mikoriza tergantung pada jarak inokulasi dengan
akar tanaman. Semakin dekat dengan akar tanaman yang diberi mikoriza
sangat memungkinkan keberhasilan infeksi lebih baik, sehingga akan mampu
bekerja lebih baik pula.
2. Waktu inokulasi
Waktu penempatan berkaitan erat dengan kondisi lingkungan. Kondisi
lingkungan meliputi tanaman inang, inokulan, dan yang paling utama adalah
iklim makro maupun mikro di dalam tanah. Kondisi tanaman yang tidak tepat,
terlalu tua atau tidak sehat dapat menyebabkan sedikit gangguan dengan
adanya infeksi terutama pada tahap awal infeksi. Gangguan ini disebabkan
oleh pengambilan karbohidrat oleh spora yang berkecambah dan hifanya
masuk ke dalam lapisan korteks akar tanaman inang. Waktu yang tepat
berkaitan dengan kondisi inokulan adalah kesiapan (kematangan) spora yang
diinokulasikan. Inokulasi sebaiknya dilakukan pada saat spora benar-benar
memenuhi syarat dari segi keutuhan fisik dan umur. Kerusakan fisik spora
dapat terjadi oleh adanya kontaminan oleh berbagai hyperparasite atau
kerusakan yang disebabkan selama proses pengumpulan (koleksi) spora.
sedangkan spora yang terlalu muda atau terlalu tua beresiko pada kematian
spora yang tinggi. Iklim baik makro maupun mikro sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan infeksi spora pada tanaman inang. Iklim makro
yang dimaksud adalah iklim yang terjadi di atas permukaan tanah. Hal ini
sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan mikro.
3. Potensi inokulum
Efektivitas inokulan juga dipengaruhi oleh potensi inokulan (kualitas)
untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi yang dialami oleh tanaman inang.
Kemampuan spora beradaptasi dengan lingkungan sangat menentukan
efektivitas inokulasi. Masing-masing jenis spora memiliki kemampuan
beradaptasi yang berbeda-beda terhadap lingkungannya. Fluktuasi suhu, reaksi
tanah (pH), kadar air dan berbagai kondisi lainnya yang terlalu tinggi dalam
waktu singkat mampu merusak spora (inokulan).
4. Keadaan tanah / iklim
Pengaruh iklim makro sangat besar terhadap kehidupan jasad renik
(mikroorganisme). Suhu, pH, dan kadar air (kelembaban) berpengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan jasad renik termasuk
jamur pembentuk mikoriza yang diinokulasikan.
Di lapangan maupun pada tanah yang terbatas jumlahnya (polybag),
susunan bahan-bahan yang digunakan pada saat inokulasi perlu diperhatikan
agar pertumbuhan spora dan proses infeksinya ke dalam akar tanaman inang
dapat terjadi secara efektif.
Fakuara (1988) menyatakan spora lebih banyak pada tingkat P sedang
dari pada tingkat P rendah, jika kekurangan P akan membatasi pertumbuhan
dan mempengaruhi produksinya. Pembentukan spora berkurang bersamaan
dengan pertumbuhan akar. Jumlah spora yang besar berhubungan erat dengan
tingkat infeksi, namun jumalah spora yang terbentuk di sekeliling akar
tanaman bermikoriza lebih besar daripada persentase infeksi akar (Fakuara,
1988).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1. Alat-alat
3.2.2. Bahan-bahan
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September
2014 bertempat di Kebun Koleksi Hortikultura dan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan menggunakan dosis rekomendasi yaitu 50 kg
Urea dan 100 kg SP 36 ha-1 (setara dengan 0,1 g dan 0,2 g per tanaman). Pupuk
diberikan pada saat tanam dengan menugalkan 5 cm di samping lubang tanam
sedalam 7 cm dengan memberikan semua dosis pupuk.
Penyiangan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan setiap ada gulma yang
tumbuh dengan cara mencabutnya.
Penyiraman tanaman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari.
3.5.2.4. Panen
Panen dilakukan pada umur 100 hari setelah tanam, setelah tanaman
kedelai memperlihatkan tanda-tanda yang dikenali seperti 75 persen daun telah
menguning dan polong sudah berwarna coklat.
3.6. Variable Pengamatan
Bertham, Y. H. 1999. Ketergantungan Terhadap CMA dan Serapan Hara Fosfor Tiga
Galur Baru Tanaman Kedelai (Glicine max L) pada Tanah Tererosi. Prosiding
Seminar Mikoriza I di Bogor, 15-16 Nopember 1999.
Bolan, N. S. 1991. A Critical Review on The Role of Mycorrhizal Fungi in the Uptake
of Phosphorus by Plant. Plant and Soil. 134 (1) : 189-207.
Fakuara, Y. dan Y. Setiadi. 1986. Peranan Mikroba Bagi Tanaman Kehutanan. Dalam
diskusi terbatas tentang Beberapa Aspek Pembangunan Hutan Tanaman. Jakarta.
pp. 21
Fakuara, Y. M. 1988. Mikoriza, teori dan kegunaannya dalam praktek. Fahutan IPB.
23hal.
Hetrick, B. A. D. 1984. Ecology of VA Mycorrhizal Fungi. In: Powell, C. L., dan D. J.
Bagyaraj (Eds.). VA Mycorrhizae. London. CRC Press Inc.
Husnul Jannah. 2011. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Asosiasi Fungi Mikoriza
Arbuskular di Lahan Kering. Jurnal Ganec Swara, September 2011, Vol. 5 No.
2. 28-30
Islami, T. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press : Semarang.
Khalil, S., T. E. Loynachan dan M.A. Tabatai. 1999. Plant determinan of mycorrhizal
dependency in soybean. Agron. J. 91 : 135-141.
Koide, R. T., M. Li., J. Lewis dan C. Irby. 1988. Role of Mycorrhizal Infection in the
Growth and Reproduction of Wild vs. Cultivated Oats. Oecologia. 77 : 537-543.
Najiyati, S. D., 1992. Budidaya Palawija dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya:
Jakarta. pp. 134
Rao, S.N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi kedua.
Penerbit Universitas Indonesia. pp. 61
Smith, S. E. 1990. Mycorrhizal of Autotropic Higher Plants. Biol. Rev. 55: 475-510.