Anda di halaman 1dari 30

PERANAN BEBERAPA ISOLAT MIKORIZA

INDIGENUS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL


TANAMAN KEDELAI (Glycine max)

Rencana Penelitian

Oleh
Ervina Mu’amalia
C1M011047

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
PERANAN BEBERAPA ISOLAT MIKORIZA
INDIGENUS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
TANAMAN KEDELAI (Glycine max)

Oleh
Ervina Mu’amalia
C1M011047

Rencana Penelitian sebagai Salah Satu Syarat Melakukan Penelitian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Rencana penelitian yang diajukan oleh:


Nama : Ervina Mu’amalia
NIM : C1M011047
Program Studi : Agroekoteknologi
Jurusan : Budidaya Pertanian
Judul Rencana Penelitian : Peranan Beberapa Isolat Mikoriza Indigenus
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kedelai (Glycine max)

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. WahyuAstiko, MP. Ir. Sudirman, M.Sc., Ph.D.


NIP. 19610922 198903 1 005 NIP. 19610616 198609 1 001

Mengetahui
Ketua Jurusan Ketua Program Studi
Budidaya Pertanian Agroekoteknologi

Ir. Idris, MP. Dr. Ir. Tarmizi, MP


NIP. 19591231 198602 1 005 NIP. 19570405 198503 1 003

Tanggal Pengesahan : November 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan rencana penelitian dengan judul “Peranan Beberapa
Isolat Mikoriza Indigenus Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
(Glycine max)” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan rencana penelitian ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan, bantuan dan
dorongan tersebut sangat berarti dalam penulisan rencana penelitian ini. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Wahyu Astiko, MP, selaku dosen pembimbing utama.

2. Bapak Ir. Sudirman, M.Sc., Ph.D, selaku dosen pembimbing pendamping.

3. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.


4. Ketua Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Mataram
5. Kedua orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan, motivasi
serta doanya.

Penulis menyadari bahwa rencana penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Sehingga kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Penulis sangat berharap
semoga rencana penelitian ini dapat berjalan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Mataram, 28 November 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................. i


HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................... 3
1.3.1.Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.3.2.Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kedelai ................................................................ 4
2.2. Pengertian Cendawan Mikoriza Arbuskular .................................................. 5
2.3. Manfaat serta Peran Mikoriza......................................................................... 7
2.4. Proses Infeksi Mikoriza .................................................................................. 9
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan CMA ...................................... 10
2.6. Peranan Mikoriza Pada Peningkatan Produksi Tanaman ............................. 13
2.7 Faktor-faktor Penentu Efektifitas Inokulasi ................................................. 14
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 17
3.1. Metode Penelitian ......................................................................................... 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................ 17
3.2.1. Alat-alat ................................................................................................... 17
3.2.2. Bahan-bahan ............................................................................................ 17
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................... 17
3.4. Rancangan Penelitian ................................................................................... 17
3.5.Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 18
3.5.1. Persiapan Penelitian ................................................................................ 18
3.5.1.1. Persiapan Pot ........................................................................................ 18
3.5.1.2. Perbanyakan inokulum ......................................................................... 18
3.5.1.2.1. Pengambilan Isolat ...................................................................... 18
3.5.1.2.2. Inokulasi Isolat pada Tanaman Jagung......................................... 18
3.5.2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 19
3.5.2.1. Penanaman Benih ............................................................................ 19
3.5.2.2. Inokulasi Jamur MA ........................................................................ 19
3.5.2.3. Pemeliharaan Tanaman ................................................................... 19
3.5.2.4. Panen ............................................................................................... 19
3.6. Variable Pengamatan .................................................................................... 20
3.7.Analisis Data.................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan komoditas pangan
yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Disamping sebagai bahan baku industri
pangan, kedelai juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri non-pangan
(Damardjati et al., 2005). Kedelai digunakan sebagai bahan industri pangan
diolah menjadi; susu, vetsin, permen dan kecap, sedangkan bahan industri non
pangan seperti; kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, hasil
produksi kedelai mengalami penurunan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 berturut-
turut mencapai 93.122 ton, 88.100 ton, dan 74.154 ton. Produksi kedelai secara
nasional pada tahun 2013 mencapai 779.992 ton atau 33.9% dari total kebutuhan
yang mencapai 2,2 juta ton sehingga kekurangan 1,4 juta ton. Dengan demikian
untuk memenuhi permintaan, produksi kedelai harus terus ditingkatkan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan produksi kedelai,
mulai dari introduksi varietas dan kultivar baru, perbaikan teknik budidaya,
sampai perluasan areal penanaman (Surahman, Wisnu et al., 2008). Salah satu
alternatif yang mungkin dapat dikembangkan adalah dengan pemanfaatan
Mikoriza.
Mikoriza adalah sismbiosis antara fungi tanah dengan akar tanaman
(Auge, 2001). Peran agronomis yang paling utama dari mikoriza adalah
kemampuannya untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Penyerapan P pada
permukaan akar lebih cepat dari pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga
zona terkurasnya fosfat terjadi di sekitar akar. Hifa yang meluas dari permukaan
akar membantu tanaman melintasi zona ini, sehingga dapat menyerap fosfat dari
zona yang tidak dapat dicapai oleh akar yang tidak bermikoriza (Smith and
Gianinazzi, 1988).
Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza juga membawa
unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S
sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara
melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hifa cendawan
juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-
ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman (Subiksa, 2002),
Peran mikoriza dalam meningkatkan hasil tanaman telah dilaporkan pada
beberapa penelitian. Astiko et al., (2012 dan 2013) mengungkapkan bahwa hasil
kedelai dan jagung yang diinokulasi dengan mikoriza jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan mikoriza. Peningkatan tersebut
terjadi sebagai akibat dari aktivitas mikoriza dalam meningkatkan serapan air,
unsur hara, dan perbaikan poliferasi akar. Jannah (2011) melaporkan bahwa
tanaman kedelai pada lahan kering yang diinokulasi mikoriza memberikan respon
yang menguntungkan baik pada fase vegetatif maupun pada fase generatif.
Respon utama dengan inokulasi mikoriza adalah terbentuknya hifa mikoriza pada
akar tanaman kedelai, sehingga dapat memperluas bidang serapan air dan
menyerap unsur-unsur hara makro maupun mikro lainnya di dalam tanah dengan
baik.
Namun demikian, belum banyak fakta yang terungkap tentang peranan
isolat MA indigenus terhadap pertumbuhan hasil kedelai. Penelitian ini akan
mengungkap beberapa fakta terkait dengan peranan beberapa isolat MA indigenus
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah inokulasi MA indigenus
dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai (2) Jika meningkatkan hasil
tanaman kedelai, isolat mana yang memberikan pengaruh terbaik.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan beberapa
isolat mikoriza indigenus terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemanfaatan MA
2. Sebagai bahan pertimbangan pemanfaatan isolat MA indigenus sebagai pupuk
hayati.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kedelai

Klasifikasi Kedelai
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr

Tanaman kedelai terdiri dari akar, batang, bunga, daun, dan buah. Akar
tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral dan akar serabut. Pada tanah
yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman ± 1,5 cm. Pada akar
lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri Rhizobium
pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya terbentuk 15-20 hari setelah tanam.
Pada tanah yang belumpernah ditanami kedelai atau kacang-kacangan lainnya, bintil
akar tidak akan tumbuh. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus dicampur
dengan legin (bibit bakteri) (Najiyati,1992).
Batang tanaman kedelai dapat mencapai ketinggian 30-60 cm. Batangnya
dapat membentuk 3-6 batang produktif. Batang berwarna ungu atau hijau (Suprapto,
1993).
Tanaman kedelai mulai berbunga antara umur 30-50 hari, tergantung dari
varietas dan iklim. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi suhu udaranya,
akan semakin cepat berbunga. Bunga tanaman kedelai ini termasuk bunga sempurna,
karena memiliki alat perhiasan bunga dan alat reproduksi secara lengkap. Bunganya
berbentuk kupu-kupu, berwarna ungu atau putih, dan muncul di ketiak daun. Bunga ini
umumnya menyerbuk sendiri karena penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar.
Setelah penyerbukan terjadi, bunga akan berkembang menjadi buah (Najiyati,1992).
Daun tanaman kedelai termasuk daun majemuk dengan 3 buah anak daun.
Helaian daun terbentuk oval dan ujungnya lancip. Apabila sudah tua, daun ini makin
menguning dan berguguran mulai dari bagian bawah (Najiyati,1992).
Buah tanaman kedelai berbentuk polong, berwarna hijau atau kuning, dan
berisi 1-4 biji setiap polong. Apabila sudah tua, buah akan berubah warna menjadi
kecoklatan atau keputihan (Najiyati, 1992).
Biji tanaman kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh kulit biji, bentuk biji
ada yang bulat, agak gepeng atau bulat telur dan besar biji bervariasi tergantung
varietasnya (Suprapto, 1993).

2.2. Pengertian Cendawan Mikoriza Arbuskular


Mikoriza merupakan asosiasi antara cendawan tertentu dengan akar tanaman
dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza berasal dari kata miko
(mykes=cendawan) dan rhiza= yang berarti akar. Mikoriza dikenal dengan jamur
tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman
(rizosfer). Selain disebut jamur tanah juga biasa disebut jamur akar. Keistimewaan
dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara terutama unsur hara P (Syib’li, 2008).
Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman
dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah
berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk
selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi dengan pH yang
rendah. Demikian juga vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang
lebih baik dari yang tanpa mikoriza (Anas, 1997)
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza
dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) ialah ektomikoriza dan
endomikoriza (Rao, 1994). Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok
dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut
ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang
menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan
endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk
kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net” dan
mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk
kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang
disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga
endomikoriza disebut juga Mikoriza Arbuskular.
Vesicular Arbuscular Mycorrhizal (VAM) yang sering disebut dengan
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan endomikoriza. Diagnostik ciri
utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskula di dalam korteks akar. Vesikel
mengembang interseluler dan intraseluler, membengkok sepanjang atau pada ujung
hifa (Fakuara, 1986) serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan berisi lipid (Paul
dan Clark, 1996). Arbuskula merupakan struktur internal pada korteks akar berupa
hifa bercabang mirip dengan haustoria patogen yang membantu transfer nutrisi dari
tanah ke sistem perakaran (Rao, 1994).
Mikoriza berdasar cara diperolehnya ada dua yaitu mikofer dan indigenus.
Mikoriza indigenus merupakan jenis mikoriza yang ditemukan berasosiasi dengan
perakaran tumbuhan secara alami tanpa campur tangan manusia dalam proses infeksi
awal antara mikoriza dengan tumbuhan inang (Schalau, 2002). Mikoriza indigenus
memiliki potensi yang tinggi untuk membentuk infeksi yang ekstensif karena
mengenali tanaman inangnya, selain itu mikoriza indigenus memiliki sifat toleransi
yang lebih tinggi terhadap kondisi lingkungan dengan cekaman yang tinggi (Delvian,
2006).

2.3. Manfaat serta Peran Mikoriza

Simbiosis mikoriza memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik


tanaman maupun cendawan. Menurut Fakuara (1988) cendawan memberikan
keuntungan pada tanaman dan sebaliknya cendawan juga mendapatkan karbohidrat
dan zat-zat tertentu dari tanaman inang. Mikoriza yang berasosiasi dengan akar
tanaman mampu menggunakan sukrose dalam tanaman inang dan mengubahnya
menjadi bentuk yang tidak dapat diubah oleh inang seperti gula, alkohol dan glikogen
(Islami dan Utomo, 1995).
Manfaat asosiasi antara tanaman inang dengan mikoriza bagi tanaman, antara
lain :
- Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara
Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa
bermikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat
meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro.
Selain daripada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam
bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).
Disamping membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa
ekternal. Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian
penting bagi mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini
adalah untuk menyerap fosfor dalam tanah. Fosfor yang telah diserap oleh hifa
ekternal, akan segera dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat
ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam
arbuskul, senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal
dan arbuskul. Di dalam arbuskul senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat
organik yang kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Dengan adanya hifa
ekternal ini penyerapan hara terutama fosfor menjadi besar dibanding dengan
tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serapan fosfor
juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan
untuk mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh
dapat dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman
dan juga kandungan fosfor tanaman (Anas, 1997).
Perbaikan pertumbuhan tanaman karena mikoriza bergantung pada
jumlah fosfor yang tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Pengaruh
yang mencolok dari mikoriza sering terjadi pada tanah yang kekurangan fosfor.
- Lebih Tahan Terhadap Kekeringan
Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada
yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan
matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza.
Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan
cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu
menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu
lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah
menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat (Anas, 1997).
- Tahan Terhadap Serangan Patogen Akar
Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar
terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat.
Tambahan lagi mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan
eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi
patogen. Dilain pihak, cendawan mikoriza ada yang dapat meleaskan antibiotik
yang dapat mematikan patogen (Anas,1997).
Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah
dilaporkan dapat mengurangi serangan nematode.
Jika terhadap jasad renik berguna, CMA memberikan sumbangan yang
menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit CMA
justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap
serangan patogen akar (Huang et al., 1993). Interaksi sebenarnya antara CMA,
patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan CMA dalam
melindungi tanaman terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain
cendawan CMA dan tanaman yang terserang (Mosse, 1981).
- Memproduksi Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh
Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan mikoriza
dapat menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat pengatur
tumbuh seperti vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil metabolisme
cendawan mikoriza (Anas, 1997).

2.4. Proses Infeksi Mikoriza

Proses infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, pra
penetrasi, penetrasi dan pasca penetrasi. Pada pra penetrasi, spora dari mikoriza
berkecambah membentuk appressoria. Pada proses penetrasi, appressoria mikoriza
melakukan penetrasi pada akar tanaman. Setalah melakukan penetrasi, hifa akan
tumbuh secara intraseluler, arbuskula terbentuk di dalam sel. Arbuskula memiliki
percabangan yang lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel. Arbuskula
hanya dapat hidup 4-5 hari, kemudian mengalami pemendekan dan degenerasi pada
sel inang. Beberapa cendawan mikoriza membentuk vesikel yang merupakan
pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa pada saat pembentukan
arbuskula. Perluasan infeksi cendawan mikoriza melalui tiga fase, yaitu fase awal saat
infeksi primer, fase exponansial saat pertumbuhan dan penyebarannya lebih cepat, dan
fase setelah pertumbuhan mikoriza dan akar sama. Setelah terjadi fase awal dan
infeksi primer, hifa tumbuh keluar dari akar dan tembus di rizhosfer.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan CMA


Banyak faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi perkembangan CMA.
Faktor-faktor tersebut antar lain suhu, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah,
intensitas cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan fungisida.
a) Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas MA. Untuk daerah
tropika basah, hal ini menguntungkan proses pembentukan MA melalui tiga
tahap ; perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan
perkembangan sel hifa di dalam korteks akar. Suhu optimum untuk
perkecambahan spora sangat beragam tergantung pada jenisnya (Mosse, 1981).
b) Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, adanya MA menguntungkan
karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan
pada kondisi yang kurang air. Adanya MA dapat memperbaiki dan
meningkatkan kapasitas penyerapan air tanaman inang .
Tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena : (1) mikoriza
menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transport
air ke akar meningkat, (2) MA menyebabkan status P tanaman meningkat
sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkatkan pula, (3)
hifa eksternal menyebabkan tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air
daripada yang tidak bermikoriza, tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti
kandungan logam-logam tanah lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini
yang menarik adalah adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktivitas
mikoriza. Pada tanaman ber mikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk
memproduksi 1 g bobot kering tanaman lebih sedikit dibandingkan dengan
tanaman yang tidak bermikoriza, karena itu (4) tanaman ber mikoriza lebih tahan
terhadap kekeringan karena pemakain air yang lebih ekonomis ,(5) pengaruh
tidak langsung karena adanya miselium eksternal menyebabkan mikoriza mampu
mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air
meningkat (Rotwell, 1984).
c) pH tanah
Mikoriza Arbaskular ( MA ) pada umumnya lebih tahan terhadap
perubahan pH tanah. Meskipun demikian, daya adaptasi masing-masing spesies
MA terahadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi
perkecambahan, perkembangan dan peran MA terhadap pertumbuhan tanaman
(Mosse, 1981).
d) Bahan organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora MA tampaknya
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Pada tanah-
tanah berbahan organik kurang dari 0-5% kandungan spora sangat rendah
sedangkan jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang
mengandung bahan organik 1-2% (Anas, 1997 ) .
e) Cahaya dan kesediaan hara
Anas (1997) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang tinggi,
kekahatan sedang nitrogen ataupun fosfor akan meningkatkan jumlah
karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap
infeksi oleh MA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang
mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif
jarang terinfeksi oleh MA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun,
maka infeksi MA meningkat.
Peran MA yang erat dengan penyediaan P bagi tanaman menunjukan
keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim
sedang, konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MA
yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan
inang (Anas, 1997).
f) Logam berat dan unsur lain
Pada tanah-tanah tropika sering terjadi permasalahan salinitas dan
keracunan alumunium maupun mangan. Sedikit diketahui pengaruh MA pada
pengambilan sodium, klor, alumunium dan mangan. Disamping itu pengetahuan
mengenai pengaruh masing-masing ion tersebut terhadap MA secara langsung
maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman atau metabolisme
inang belum banyak yang dketahui. Mosse (1981) mengamati infeksi MA lebih
tinggi pada tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak.
Beberapa spesies MA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang
tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies MA peka terhadap kandungan
Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain
MA tentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Mosse, 1981).
g) Fungisida
Fungisida ialah racun kimia yang dirakit untuk membunuh jamur penyebab
penyakit pada tanaman. Disamping mampu memberantas jamur penyebab
penyakit, Fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax meskipun dalam konsentrasi
yang sangat rendah (2,5 µg per g tanah) juga menyebabkan turunnya kolonisasi
MA yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan pengambilan
P (Manjunath dan Bagyaraj, 1984).
Pemakaian fungisia menjadi dilematis, di satu pihak jika fungisida tidak
dipakai maka tanaman yang terserang jamur bisa mati atau merosot hasilnya,
tetapi jika dipakai dapat membunuh MA yang sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Pada masa yang akan datang, perlu dicari satu cara untuk
mengendalikan penyakit tanaman tanpa menimbulkan pengaruh yang merugikan
terhadap jasad renik berguna di dalam tanah. Praktek pengendalian secara
biologis perlu mendapat perhatian yang lebih serius karena tidak memberikan
dampak negatif serta mampu bertindak sebagai pengendali hayati yang aktif
terhadap serangan patogen akar (Anas, 1997).

2.6. Peranan Mikoriza pada Peningkatan Produksi Tanaman

Jamur mikoriza memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan dan


produksi tanaman karena miselium jamur ini mampu berperan sebagai perpanjangan
akar dalam menyerap nutrisi dan air yang tidak terjangkau oleh akar sehingga
permukaan absorbsi akar bertambah luas (Mosse, 1981). Vazquez, dkk (2000)
menyatakan bahwa ada peningkatan secara signifikan terhadap pertumbuhan tanaman
jagung yang diinokulasikan dengan mikoriza. Pada umumnya, hubungan simbiosis
antara tanaman dan mikoriza vesikular arbuskular sangat spesifik, artinya, suatu
spesies mikoriza dapat mengkolonisasi secara efektif pada tanaman lainnya. Hal ini
disebabkan karena adanya ketergantungan tanaman terhadap mikoriza relatif dapat
berbeda antara spesies tanaman atau bahkan antara varietas (kultivar) dalam satu
spesies (Khalil, dkk., 1999; Simanungkalit, 2000). Ketergantungan tersebut sangat
ditentukan oleh karakter sistem perakaran tanaman yang menyebar dalam tanah.
Afinitas terhadap P, kosentrasi P tanah (Koide, dkk,. 1988 Bertham, 1999), dan jenis
isolat mikoriza yang digunakan (Setiadi, 2000). Keadaan ini menyebabkan tiap spesies
mikoriza memiliki kemampuan yang berbeda dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman (Morton, 2000). Dengan adanya kemampuan yang dimiliki jamur ini untuk
memperbaiki ketersediaan nutrisi bagi tanaman, terutama berhubungan dengan
kemampuannya dalam meningkatkan efisiensi pupuk P, menyebabkan keberadaan
mikoriza menjadi diperlukan pada tanah-tanah yang bermasalah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Setiadi (2000) yang menyatakan bahwa mikoriza mampu memberi
kontribusi kira-kira 50% kebutuhan fosfat, 40% nitrogen, dan 25% kalium pada
Leucaena leuchepala dan mampu meningkatkan dua sampai tiga kali lipat
pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan perlakuan kontrol, dan hal ini hampir
setara dengan pemberian pupuk Urea 130kg/ Ha, TSP 180kg/ Ha dan KCl 100kg/Ha.
Tidak hanya itu, ternyata mikoriza mampu meningkatkan kualitas buah Satsuma
mandarin dan kandungan gula pada sari buah serta berperan pada warna kulit buah
jeruk (Ishii dan Kadoya, 1996). Jamur mikoriza dapat menyerap unsur hara P dari
tanah, baik yang berasal dari larutan tanah maupun P yang tidak tersedia dalam
padatan anorganik dan organik (Hetrick, 1984). Bolan (1991) menyatakan bahwa
jamur mikoriza mampu meningkatkan pengambilan P dari sumber P lambat larut
seperti Fe-P, Al-P dan batuan fosfat. Jamur mikoriza sangat potensial dalam menyerap
unsur hara P dari sumber P tanah yang tidak segera tersedia. Pupuk lambat larut
seperti batuan fosfat dan trikalsium fosfat merupakan sumber fosfat yang lebih baik
untuk tanaman yang diinokulasi dengan jamur mikoriza (Smith, 1990).
Pada dasarnya jamur mikoriza merupakan mikroba tanah yang mampu
bersimbiosis dengan banyak tanaman dan tersebar hingga di berbagai agroekosistem
(Sieverding, 1991; Setiadi, 1996; Anas dan Santosa, 1997). Hampir semua jenis tanah
mengandung jamur mikoriza, tetapi kepadatan dan jenisnya dapat berbeda-beda
(Mosse dan Hayman, 1980) tergantung pada tanaman inang dan tingkat kesuburan
tanah (Sieverding, 1991).
2.7. Faktor-faktor Penentu Efektiftas Inokulasi

1. Penempatan spora
Tingkat efektivitas mikoriza tergantung pada jarak inokulasi dengan
akar tanaman. Semakin dekat dengan akar tanaman yang diberi mikoriza
sangat memungkinkan keberhasilan infeksi lebih baik, sehingga akan mampu
bekerja lebih baik pula.
2. Waktu inokulasi
Waktu penempatan berkaitan erat dengan kondisi lingkungan. Kondisi
lingkungan meliputi tanaman inang, inokulan, dan yang paling utama adalah
iklim makro maupun mikro di dalam tanah. Kondisi tanaman yang tidak tepat,
terlalu tua atau tidak sehat dapat menyebabkan sedikit gangguan dengan
adanya infeksi terutama pada tahap awal infeksi. Gangguan ini disebabkan
oleh pengambilan karbohidrat oleh spora yang berkecambah dan hifanya
masuk ke dalam lapisan korteks akar tanaman inang. Waktu yang tepat
berkaitan dengan kondisi inokulan adalah kesiapan (kematangan) spora yang
diinokulasikan. Inokulasi sebaiknya dilakukan pada saat spora benar-benar
memenuhi syarat dari segi keutuhan fisik dan umur. Kerusakan fisik spora
dapat terjadi oleh adanya kontaminan oleh berbagai hyperparasite atau
kerusakan yang disebabkan selama proses pengumpulan (koleksi) spora.
sedangkan spora yang terlalu muda atau terlalu tua beresiko pada kematian
spora yang tinggi. Iklim baik makro maupun mikro sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan infeksi spora pada tanaman inang. Iklim makro
yang dimaksud adalah iklim yang terjadi di atas permukaan tanah. Hal ini
sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan mikro.
3. Potensi inokulum
Efektivitas inokulan juga dipengaruhi oleh potensi inokulan (kualitas)
untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi yang dialami oleh tanaman inang.
Kemampuan spora beradaptasi dengan lingkungan sangat menentukan
efektivitas inokulasi. Masing-masing jenis spora memiliki kemampuan
beradaptasi yang berbeda-beda terhadap lingkungannya. Fluktuasi suhu, reaksi
tanah (pH), kadar air dan berbagai kondisi lainnya yang terlalu tinggi dalam
waktu singkat mampu merusak spora (inokulan).
4. Keadaan tanah / iklim
Pengaruh iklim makro sangat besar terhadap kehidupan jasad renik
(mikroorganisme). Suhu, pH, dan kadar air (kelembaban) berpengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan jasad renik termasuk
jamur pembentuk mikoriza yang diinokulasikan.
Di lapangan maupun pada tanah yang terbatas jumlahnya (polybag),
susunan bahan-bahan yang digunakan pada saat inokulasi perlu diperhatikan
agar pertumbuhan spora dan proses infeksinya ke dalam akar tanaman inang
dapat terjadi secara efektif.
Fakuara (1988) menyatakan spora lebih banyak pada tingkat P sedang
dari pada tingkat P rendah, jika kekurangan P akan membatasi pertumbuhan
dan mempengaruhi produksinya. Pembentukan spora berkurang bersamaan
dengan pertumbuhan akar. Jumlah spora yang besar berhubungan erat dengan
tingkat infeksi, namun jumalah spora yang terbentuk di sekeliling akar
tanaman bermikoriza lebih besar daripada persentase infeksi akar (Fakuara,
1988).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1. Alat-alat

Alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow Cabinet, autoclave,


timbangan analitik, mikroskop, waterbath, petridish, Erlenmeyer, gelas kimia,
gelas ukur, pipet, pisau, jarum ent, jarum preparat, lampu Bunsen, cangkul,
sekop, ember, dan gembor.

3.2.2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas


Burangrang, pupuk urea, pupuk SP-36, polybag, isolat mikoriza dari beberapa
tanaman.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitan

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September
2014 bertempat di Kebun Koleksi Hortikultura dan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

3.4. Rancangan Penelitian

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan delapan


perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Adapun perlakuan yang
diuji yaitu :

1. Mo = tanpa inokulasi isolat Mikoriza (kontrol)


2. M1 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman ubi kayu
3. M2 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman kacang tunggak
4. M3 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanamanjagung
5. M4 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman bawang merah
6. M5 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman kacang tanah
7. M6 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman padi
8. M7 = inokulasi dengan isolat dari Rizosfer tanaman cabe

3.5. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Persiapan Penelitian

3.5.1.1. Persiapan pot


Pot disediakan sebanyak 24 pot berukuran 10 kg yang sudah diisi tanah
3.5.1.2. Perbanyakan inokulum
3.5.1.2.1. Pengambilan Isolat
Isolat diambil dari tanah di Rizosfer tanaman ubi kayu, kacang
tunggak, jagung, bawang merah, kacang tanah, padi dan cabe dari Desa Akar-
akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara sebanyak 2kg yang
merupakan campuran tanah, potongan akar dan spora mikoriza. Isolat
diperbanyak pada pot kultur dengan perbandingan isolat dan tanah tidak steril
1:1.
3.5.1.2.2. Inokulasi isolat pada tanaman jagung
Inokulasi jamur MA menggunanakan inokulum hasil perbanyakan pada
pot kultur dengan tanaman inang jagung. Hasil perbanyakan tersebut dipanen
pada umur tiga bulan, kemudian dikering anginkan. Setelah kering angin,
kemudian diblender dan disaring dengan mata saringan sebesar 50 mesh
sehingga menghasilkan tepung tanah yang mengandung mikoriza.
3.5.2. Pelaksanaan Penelitian

3.5.2.1. Penanaman benih


Penanaman benih dilakukan dengan cara membuat lubang pada setiap
pot, kemudian masing-masing lubang diisi sebanyak 2 benih kedelai. Setelah
tumbuh dan berumur 7 hari satu tanaman dicabut sehingga menyisakan 1
tanaman per pot.
3.5.2.2. Inokulasi jamur MA

Inokulasi dilakukan dengan meletakkan inokulum di atas benih kedelai


sebanyak 20 gram per lubang tanam.

3.5.2.3. Pemeliharaan tanaman

Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan menggunakan dosis rekomendasi yaitu 50 kg
Urea dan 100 kg SP 36 ha-1 (setara dengan 0,1 g dan 0,2 g per tanaman). Pupuk
diberikan pada saat tanam dengan menugalkan 5 cm di samping lubang tanam
sedalam 7 cm dengan memberikan semua dosis pupuk.
Penyiangan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan setiap ada gulma yang
tumbuh dengan cara mencabutnya.
Penyiraman tanaman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari.
3.5.2.4. Panen
Panen dilakukan pada umur 100 hari setelah tanam, setelah tanaman
kedelai memperlihatkan tanda-tanda yang dikenali seperti 75 persen daun telah
menguning dan polong sudah berwarna coklat.
3.6. Variable Pengamatan

Setelah berumur 100 HST tanaman dibongkar untuk dilakukan pengamatan


destruktif. Parameter pertumbuhan meliputi berat berangkasan basah, berat
brangkasan kering, berat brangkasan basah akar, berat brangkasan kering akar.
Parameter hasil meliputi jumlah polong. Berat segar dihitung dengan menimbang
seluruh bagian tanaman segar, berat kering dihitung dengan menimbang seluruh
bagian tanaman yang telah dikeringkan didalam oven pada suhu 700C sampai
beratnya konstan.
Selain itu diamati pula jumlah spora mikoriza dan persentase infeksi mikoriza
pada akar. Pengamatan jumlah spora dilakukan dengan menghitung jumlah spora yang
terkandung dalam 100g media tanam (tanah). Setelah tanah dibongkar tanah bekas
media tanam diambil 100g lalu dilarutkan dan disaring dengan saringan bertingkat
yang memiliki diameter kisi 125, 75 dan 38µm. Hasil saringan pada saringan terakhir
(75 dan 38 µm) dikumpulkan dan ditambah larutan sukrosa 50% selanjutnya diputar
dalam sentrifuge (Daniel dan Skipper, 1982) Supranatan diambil dan ditempatkan
dalam saringan 38µm lalu dicuci dengan air mengalir sampai jernih. Spora yang
didapat ditaruh dalam cawan petri dan dihitung di bawah mikroskop binokuler.
Pengamatan persentase infeksi akar dilakukan dengan metode clearing and
staining (Kormanik dan Graw, 1982) yang dimodifikasi. Akar dicuci bersih dan
dipotong-potong sekitar + 1 cm lalu direndam dalam larutan KOH 10% pada suhu
90OC selama 30 menit, setelah itu akar dibilas pada air mengalir. Akar kemudian
direndam dalam HCL 5% selama dua menit, lalu dicuci kembali. Untuk pewarnaan
dilakukan dengan merendam akar dalam Lactophenol cotton blue 0,05% pada suhu
90OC tiga menit. Lactophenol cotton blue yang tersisa dibuang dan akar disimpan
dalam botol film yang berisi Lactogliserin. Akar yang telah diwarnai, diamati di
bawah compound microscope untuk dihitung persentase infeksinya. Persentase infeksi
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Giovenneti dan Mosse, 1980):

Persentase infeksi= x 100%


3.7. Analisis Data

Semua data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis


keragaman yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5
% dengan menggunakan program Costat.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, I. 1997. Bioteknologi Tanah. IPB. Bogor.

Anas, I. dan D. A. Santosa. 1997. Hadbook Bioteknologi Pertanian 2 Bogor. PAU


Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Astiko, W., I, R. Sastrahidayat, S. Djauhari dan A. Muhibbudin. 2012. Aplikasi pupuk


organic berbasis mikoriza untuk meningkatkan hasil kedelai di daerah semi arid
tropis Lombok Utara. Buana Sains 12 (1) : 15-20

Astiko, W., I, R. Sastrahidayat, S. Djauhari dan A. Muhibbudin. 2012. The Role of


Indigenous Mychorriza in Combination with Cattle Manure in Improving Maize
Yield (Zea mays L) on sandy journal of tropical soil. 18 (1) :P 53-58

Auge, R.M. 2001. Water relations, drought and vesicular-arbuscular mychorrizal


symbiosis. Mychorriza 11 : 3-42

Bertham, Y. H. 1999. Ketergantungan Terhadap CMA dan Serapan Hara Fosfor Tiga
Galur Baru Tanaman Kedelai (Glicine max L) pada Tanah Tererosi. Prosiding
Seminar Mikoriza I di Bogor, 15-16 Nopember 1999.

Bolan, N. S. 1991. A Critical Review on The Role of Mycorrhizal Fungi in the Uptake
of Phosphorus by Plant. Plant and Soil. 134 (1) : 189-207.

Daniels, B. A. dan H. D. Skipper. 1982. Methods for Recovery and Quantitative


Estimation of Propagules from Soil. In N. C. Scenck (Eds.). Methods and
Principle of Mychorriza Research. APS, St. Paul MN. p. 29-36

Darmadjati, D. S., Marwoto, D. K. S. Swastika, D. M. Arsyad dan Y. Hilman. 2005.


Prospek dan Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Litbang Pertanian
Depertemen Pertanian. Jakarta.

Fakuara, Y. dan Y. Setiadi. 1986. Peranan Mikroba Bagi Tanaman Kehutanan. Dalam
diskusi terbatas tentang Beberapa Aspek Pembangunan Hutan Tanaman. Jakarta.
pp. 21

Fakuara, Y. M. 1988. Mikoriza, teori dan kegunaannya dalam praktek. Fahutan IPB.
23hal.
Hetrick, B. A. D. 1984. Ecology of VA Mycorrhizal Fungi. In: Powell, C. L., dan D. J.
Bagyaraj (Eds.). VA Mycorrhizae. London. CRC Press Inc.

Husnul Jannah. 2011. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Asosiasi Fungi Mikoriza
Arbuskular di Lahan Kering. Jurnal Ganec Swara, September 2011, Vol. 5 No.
2. 28-30

Ishii, T. dan K. Kadoya. 1996. Utilization of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi


in Citrus Orchards. Jurnal of Proc. Int. Soc. Sitriculture. 2 : 777-780.

Islami, T. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press : Semarang.

Khalil, S., T. E. Loynachan dan M.A. Tabatai. 1999. Plant determinan of mycorrhizal
dependency in soybean. Agron. J. 91 : 135-141.

Koide, R. T., M. Li., J. Lewis dan C. Irby. 1988. Role of Mycorrhizal Infection in the
Growth and Reproduction of Wild vs. Cultivated Oats. Oecologia. 77 : 537-543.

Manjunath, A. dan D.J. Bagrayad. 1984. Effect of Funicides on Mychorrizal


Colonization and Growht of Anion. Plant and Soil. (78): 127-133

Morton, J. B. 2000. Evolution of Fungi in Glomales Institute of Plant Nutrition.


Stuttgart. Honhenheim University.

Mosse, B. 1981. Vesicular-arbuscular Mychorriza Research for Tropical Agricultura.


Ress. Bull. Hawaii Inst. Trop. Agric. And Human Resources. pp. 82

Mosse, B. dan D. S. Hayman. 1980. Mycorrhiza in Agricultural Plants. In Tropical


Mycorriza research. 1980. Edited by Pietsa Mikola. Clarendon Press Oxpord.

Najiyati, S. D., 1992. Budidaya Palawija dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya:
Jakarta. pp. 134

Paul, E. A. and F. E. Clark. 1986. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic


Press Inc. San Diego, California.

Rao, S.N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi kedua.
Penerbit Universitas Indonesia. pp. 61

Rotwell, F. M. 1984. Aggregation of Survace Mine Soil by Interaction Between Vam


fungi and Lignin Degradation Product of Lespedeza. Plant and Soil. (80): 99-
104
Schalau, J. 2002. Plant Immune System. Agricultur and Natural Resources Arizona
Cooperative Extention., Yavapal Countri.

Setiadi, Y. 1996. Mengenal Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Prospek Aplikasinya


sebagai Pupuk Biologis untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kualitas Semai
Tanaman Kehutanan. Makalah yang disampaikan dalam rangka Lokakarya
Sistem Produksi Bibit Secara Missal. Bogor 18-19 September 1996.

Setiadi, Y. 2000. Pengembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula sebagai Alat


Biologis, untuk Merehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Makalah disampaikan
pada Seminar Sehari Peranan Mikoriza dalam Pertanian Berkelanjutan.
Bandung. 28 Sept. 2000 di Unpad.

Sieverding, E. 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical


Agrosystems. Technical Cooperation, Federal Republic of Germany, Eschborn.
371p.

Simanungkalit, R. D. M. 2000. Pemanfaatan Mikoriza Arbuskula sebagai Pupuk


Hayati untuk Memberlanjutkan Produksi Pertanian. Potensi dan Kendala.
Makalah yang disampaikan pada Seminar Sehari Peranan Mikoriza dalam
Pertanian Berkelanjutan. Bandung. 28 September 2000 di Unpad.

Smith, S. E. 1990. Mycorrhizal of Autotropic Higher Plants. Biol. Rev. 55: 475-510.

Smith, S. E. Gianinazzi-Person VI. 1988. Physiological Interaction between symbionts


in vesicular-arbuscular mycorrhizal plants. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol
Biol 39: 221-244.

Subiksa, I.G.M., 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis.


http://rudyct.tripod.com/sem2-012/igm-subiksa.htm. [17 Januari 2015]

Suprapto, 1993. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya: Jakarta. pp. 87

Surahman, A., I. M. wisnu dan sasongko. 2008. Optimalisasi Embung Dalam


Pengembangan Usahatani Lahan Keing di NTB (Kasus Desa Sukaraja,
Kecamatan Jeowaru, Kabupaten Lombok Timur). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Nusa Tenggara Barat.

Syib’li. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Ekosistem Hutan


dan Ekonomi Indonesia. http://www.kabarindonesia.com. [1 Desember 2014].

Vazquez, M. M., S. Cesar., R. Azcon. dan J. M. Barea. 2000. Interaction between


Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Other Microbial Population and Enzym
Activities in the Rizosphere of Maize Plants. Applied Soil Ecology Journal. 61 :
261-272.

Anda mungkin juga menyukai