Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

PENATAAN KALIMAT

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Jafar., S.Pd., M.Pd

PENYUSUN :

Gunawan Tanjum

Suhaela

Mira Eka Herawana

Iswajidi

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan nikmatnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PENATAAN KALIMAT”.

Makalah ini disusun dalam rangka memperdalam pemahaman


tentang materi penataan kalimat. Penyusunan makalah ini tidak
berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Hanya lebih
pendekatan pada studi banding atau membandingkan beberapa materi yang
sama dari berbagai referensi.

Makalah ini memiliki banyak kekurangan sehingga kami mohon


untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik. Terima Kasih.

Makassar, 10 s2021

Penyusun,

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Kalimat Kontaminasi.................................................................................3
2.2 Kalimat Pleonastis.....................................................................................4
2.3 Kalimat Ambigu........................................................................................9
2.4 Kalimat Paralel........................................................................................13
2.5 Kalimat Tidak Logis................................................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
3.1 Kesimpulan..............................................................................................21
3.2 Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, dan Bahasa


dibutuhkan manusia di dalam berkomunikasi. Komunikasi yang
berlangsung dapat secara lisan maupun tulisan. Kedua bentuk
komunikasi ini tentunya membutuhkan keterampilan berbahasa yang memadai
untuk menghasilkan sebuah komunikasi yang efektif dan efisien. Efektifitas dan
efisiensi dalam berbahasa akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan
berbahasa khususnya keterampilan dalam penyusunan kalimat yang akan
digunakan untuk berkomunikasi. Penyusunan kalimat, akan berawal dari
pemahaman mengenai makna katasebagai penyusun kalimat tersebut, yang
selanjutnya akan membentuk sebuah frasa, klausa, dan pada akhirnya
terbentuklah sebuah kalimat untuk berkomunikasi. Sehingga pentinglah
pemahaman mengenai sintaksis sebagai sebuah cabang linguistik atau ilmu
bahasa untuk diketahui para penutur Bahasa Indonesia agar komunikasi menjadi
efektif dan efisien.Bagi guru sekolah dasar, memiliki keterampilan berbahasa
merupakan suatu modal untuk mengembangkan kompetensi siswa-
siwanya dalamberkomunikasi, pemahaman mengenai tata kalimat dalam
bahasa Indonesia sudah tentu menjadi suatu kebutuhan dasar. Untuk itulah
dalam makalah ini kami membahas mengenai sintaksis beserta struktur
internal kalimatnya yang berupa frasa, klausa, dan kalimat itu sendiri..
Penataan kalimat menjadi hal yang perlu diperhitungkan dalam penggunaan
bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Setidaknya ada lima hal yang harus
diperhatikan dalam penataan kalimat, yaitu (1) kalimat kontaminasi, (2) kalimat
pleonastis, (3) kalimat ambigu, (4) kalimat paralel dan (5) kalimat tidak logis.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, rumusan masalah pada


penelitia ini adalah sebagi berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan kalimat kontaminasi?


2. Apa yang dimaksud dengan kalimat pleonastis?
3. Apa yang dimaksud dengan kalimat Ambigu?
4. Apa yang dimaksud dengan kalimat Paralel?
5. Apa yang dimaksud dengan kalimat Tidak logis?

1.3 Tujuan
Selanjutnya untuk menjawab rumusan masalah, maka tujuan makalah ialah
sebagai berikut.

1. Mengetahui kalimat kontaminasi


2. Mengetahui kalimat pleonastis
3. Mengetahui kalimat Ambigu
4. Mengetahui kalimat Paralel
5. Mengetahui kalimat Tidak Logis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kalimat Kontaminasi

Kontaminasi atau yang biasa dikenal dengan ’kerancuan’ adalah percampuran


bagian ungkapan yang satu dengan bagian yang lain. Pleonasme adalah
pemakaian kata-kata yang berlebihan. Kontaminasi dan pleonasme merupakan
salah satu bentuk gejala bahasa yang dapat menyebabkan ketidakefektifan
kalimat. Bentuk-bentuk kontaminasi dan pleonasme sering muncul dalam
penulisan berita di beberapa surat kabar, salah satunya surat kabar Memo Timur.
Bahasa yang digunakan surat kabar Memo Timur cukup menarik akan tetapi
masih terdapat kontaminasi dan pleonasme yang menyebabkan makna kalimat
tidak sesuai dengan persepsi pembaca.
Istilah kontaminasi dipungut dari bahasa inggris contamination (pencemaran).
Dalam ilmu bahasa, kata itu diterjemahkan dengan ‘kerancuan’. Rancu aritnya
‘kacau’ dan kerancuan artinya ‘kekacauan’. Kontaminasi dapat terjadi dalam
tataran bentukan kata, susunan kata, dan kalimat. Kekacauan terjadi karena duapa
pikiran yang masung-masing berdiri sendiri (dan benar) dijadikan satu
perserangkaian baru yang tidak berpadanan. Oleh karena itu, bentukan bahasa
yang kacau ini dapat dikembalikan menjadi dua bentukan yang benar.
Gejala kontaminasi timbul karena dua kemungkinan, yaitu :
1. Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat, baik dalam
menyusun kalimat, frasa atau dalam mempergunakan beberapa imbuhan
sekaligus untuk membentuk kata.
2. Kontaminasi terjadi tak dengan sengaja karena ketika seseorang akan
menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua bentukan yang
sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga yang dilahirkannya itu
sebagian diambilnya dari yang pertama dan bagian yang lain diambilnya dari
yang kedua. Gabungan ini melahirkan susunan yang kacau (Badudu, 1981).

3
Pada contoh berikut ini segera dapat diidentifikasi bahwa butir a merupakan
bentukan yang rancu, sedangkan butir b dan c adalah perbaikannya. Contoh
kontaminasi bentukan kata:
i. Mereka mengenyampingkan pendapat orang tuanya.
ii. Mereka menyampingkan pendapat orang tuanya.
iii. Mereka mengesampingkan pendapat orang tuanya.
(bentukan yang sama untuk memperlebarkan (yang benar: memperlebar dan
melebarkan), dipertinggikan [dipertinggi dan ditinggikan])
Contoh kontaminasi susunan kata:
a. Dia sering kali membolos.
b. Dia sering membolos.
c. Dia berkali-kali membolos.
(susunan kata yang sama untuk acapkali [acap dan berkali-kali], berulang kali
[berulang-ulang dan berkali-kali], dan lain sebagainya [dan lain-lain dan dan
sebagainya])
Contoh kontaminasi kalimat:
a. Di sekolah murid-murid dilarang tidak boleh merokok.
b. Di sekolah murid-murid dilarang merokok.
c. Di sekolah murid-murid tidak boleh merokok

2.2 Kalimat Pleonastis

Bahasa Pleonasme adalah majas yang bermakna sama untuk menegaskan


suatu hal. Pleonasme lazimnya dipakai untuk penegasan ataupun untuk
memperkuat sifat ekspresif kalimat. Dalam pleonasme terjadi pengulangan kata
didalam kalimat yang memiliki arti yang sama atau jelas. Hampir setiap kalimat
dalam penulisan mengandung pleonasme. Orang sering menggunakan bahasa dan
gaya penulisan kata yang berlebihan. Masalahnya adalah bahwa sering terjadi kata
kata yang tidak berguna karena jika kata-kata itu dihilangkan tidak akan
mengubah isi dari informasi yang terdapat dalam sebuah kalimat tersebut.
Dampak dari pemborosan kata ini yaitu kalimat menjadi membingungkan karena

4
terjadi pengulangan kata yang memiliki arti yang sama dan penegas yang sudah
ada.

Contoh kalimat yang menggunakan majas pleonasme adalah:

Dia turun ke bawah.


Kalimat tersebut mengandung pleonasme karena terjadi pemborosan makna
kata. Kata turun dalam kalimat tersebut tidak perlu ditambah kata ke bawah
karena turun sudah pasti ke bawah.
Saya sudah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
Kalimat tersebut tidak memerlukan kalimat dengan mata kepala saya sendiri
karena dalam kalimat saya sudah melihat kejadian itu sudah menjelaskan ada yang
melihat sebuah kejadian secara langsung sehingga tidak diperlukan lagi penegasan
makna
Pleonasme merupakan pemakaian kata yang tak seharusnya digunakan, Suatu
kalimat dapat disebut pleonasme jika kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya
tetap putuh. Sehingga kalimat dapat menjadi lebih efektif dan dapat membantu
memperlancar jalan bahasa serta menjadikan kalimat tersebut lebih memiliki
kesan yang kuat.
Kita sering menemui penggunaan dua kata sambung dengan makna yang
sama dalam sebuah kalimat. Padahal, menurut kaidah yang berlaku, hal semacam
itu termasuk pemakaian kata yang mubazir atau penggunaan kata kurang hemat.
Pleonasme merupakan sifat berlebih-lebihan, dimana kalau seseorang
menggunakan dua kata yang berbeda memiliki kesamaan arti sekaligus, meski
sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti ataupun hanya sekedar gaya,
itulah pleonasme.
Pada dasarnya pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih
banyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Setidaknya ada enam sebab terjadinya (sekaligus corak ) kalimat pleonastis:

1. Dalam satu frase terdapat dua atau lebih kata yang bersinonim
Contoh:

5
1. Mulai dari kecil ia memang nakal.
2. Demi untuk kekasihnya, dia mau melakukan apa saja
Penjelasan:
• kata mulai mempunyai arti yang sama dengan kata dari. Dengan
demikian, kalimat (a) tersebut mestinya cukup dikatakan: Mulaikecil ia
memang nakal atau Dari kecil ia memang nakal
• Kata demi mempunyai arti yang sama dengan kata untuk. Dengan
demikian, kalimat (b) tersebut mestinya cukup dikatakan: Demi
kekasihnya, dia mau melakukan apa saja atau Untuk kekasihnya, dia
mau melakukan apa saja.
2. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali
Contoh:
1. Semua buku-buku itu sudah pernah saya baca.
2. Para siswa-siswa mengikuti upacara bendera.
Penjelasan:
• Kata semua sudah mengandung pengertian banyak. Sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia, seharusnya semua benda yang terdapat
dibelakang kata tersebut tidak perlu dalam bentuk jamak. Jadikalimat
(a) tersebut cukup dikatakan: Semua buku itu sudah pernah saya baca
atau Buku-buku itu sudah pernah saya baca.
• Kata para sudah mengandung pengertian banyak. Jadi kalimat
(b)tersebut cukup dikatakan: Para siswa mengikuti upacara bendera atau
Siswa-siswa mengikuti upacara bendera
3. Pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain pembentuk
frase itu.
Contoh:
1. Andi turun ke bawah.
2. Nani naik ke atas.
Penjelasan:

6
• Kata turun sudah mengandung pengertian yang sama dengan kata ke
bawah. Jadi kalimat (a) tersebut cukup dikatakan: Andi turun atau Andi
ke bawah
• Kata naik sudah mengandung pengertian yang sama dengan kata keatas.
Jadi kalimat (b) tersebut cukup dikatakan: Nani naik atau Nani ke atas.
4. Penanda jamak diikuti kata benda bentuk jamak
Contoh:
1. Berbagai-bagai macam buah dijual di pasar.
2. Berbagai-bagai jenis sayur ditanam di sawah.
Penjelasan:
• Kata berbagai-bagai artinya sama benar dengan kata bermacam-macam.
Karena itu dalam sebuah kalimat cukup dipakai salah satusaja.
Karenanya kalimat (a) dapat dikatakan: Berbagai-bagai buahdijual di
pasar, atau Bermacam-macam buah dijual di pasar.
• Begitu pula kata berbagai-bagai artinya sama benar dengan kata
berjenis-jenis. Karena itu didalam sebuah kalimat cukup dipakaisalah
satu saja. Jadi kalimat (b) dapat dikatakan: Berbagai-bagai sayur
ditanam di sawah, atau Berjenis-jenis sayur ditanam di sawah.
5. Salah satu unsur singkatan sudah dinyatakan secara lengkap.
Contoh:
1. Persegi Bali FC memenangkan pertandingan.
2. Perhimpunan partai Golkar memenangkan Pemilu.
Penjelasan:
• Akronim Persegi merupakan singkatan persatuan sepak bola Gianyar.
Pada sisi lain FC singkatan dari football club artinya persatuan sepak
bola. Jadi ada dua frase yang bersinonim digunakan dalam sebuah frase
yang lebih besar.
• Akronim Golkar merupakan singkatan partai golongan karya,
sementara kata golongan bersinonim dengan kata perhimpunan dan juga
dengan kata partai. Jadi ada tiga frase yang bersinonim digunakan
dalam frase yang lebih besar.

7
6. Hiponim
Contoh:
1. Mereka memelihara berbagai burung, seperti burung nuri,
burungkenari, dan burung cucak rowo.
2. Ayah menanam berbagai sayur, seperti sayur bayam, sayur worteldan
sayur kangkung.
Penjelasan:
• Kata nuri, kata kenari, dan kata cucak rowo merupakan hiponimdari
kata burung. Jadi kalimat (a) dapat dikatakan: Merekamemelihara
berbagai, burung seperti nuri, kenari dan cucak rowo.
• Kata bayam, kata wortel, dan katakangkung merupakan hiponimdari
kata sayur. Jadi kalimat (b) dapat dikatakan: Ayah menanamberbagai
sayur, seperti bayam,wortel dan kangkung.

Oleh sebab itu, dalam berbahasa kita harus membiasakan untuk tidak
menggunakan kalimat yang tidak efektif (pleonasme), sehingga kalimat lebih
mudah dipahami.
Suatu kalimat dikatakan pleonastis jika kalimat itu mengandung sifat
berlebih-lebihan. Setidaknya ada empat penyebab terjadinya kalimat
pleonastis, yaitu:

1. dalam satu frasa terdapat dua atau lebih ungkapan kata yang bersinonim
2. bentuk jamak yang dinyatakan dua kali,
3. pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain pembentuk
frasa itu, dan
4. kata penanda jamak diikuti oleh bentukan jamak.

Contoh:
a. Demi untuk kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (tidak baku)
b. Demi kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (baku)
c. Untuk kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (baku)
d. Para hadirin dimohon berdiri. (tidak baku)

8
e. Hadirin dimohon berdiri. (baku)
f. Para undangan dimohon berdiri. (baku)
g. Mereka menabung di Bank BNI. (tidak baku)
h. Mereka menabung di BNI. (baku).

2.3 Kalimat Ambigu

Ambigu adalah saat arti dari kata, frasa, atau kalimat tidak pasti, maknanya
bisa lebih dari satu. Ketika ada pernyataan yang ambigu, tentu akan
membingungkan pembaca dan menghalangi makna teks.Meski begitu, ambiguitas
terkadang digunakan secara sengaja untuk menambahkan bumbu humor pada
sebuah teks. Dalam konteks tertentu, kata kerja disambigu dan ambigu dapat
digunakan sebagai kata sifat.Menggunakan ekspresi ambigu, berbicara atau
menulisnya acap kali dapat ditafsirkan secara beragam. Karena arti ambigu
biasanya muncul sebagai kalimat dengan makna ganda atau lebih.
Arti ambigu ini berkaitan dengan perbedaan penafsiran teks, yang
menyebabkan ketidakjelasan atau kebingungan. Lantas, makna ambigu sering
dicantumkan dalam sastra, ide, pernyataan, seni, musik, hingga
matematika.Bahkan kata ambigu tak lepas dalam memberikan kedalaman dan
kompleksitas suatu karya. Sehingga ambigu adalah salah satu ilmu pengetahuan
tata bahasa yang patut dipahami.
Ambigu adalah kata atau kalimat yang bermakna ganda atau lebih. Kata
ambigu ini kadang membuat kalimat atau teksnya mengandung keraguan,
kekaburan, ketidakjelasan, dan sejenisnya. Maksud dari ambigu adalah konstruksi
ketatabahasaan, yang memiliki lebih dari satu penafsiran.
Secara bahasa, ambigu berasal dari kata ambiguitas yang diserap dari bahasa
Inggris yakni ambiguity. Ambiguity sendiri adalah suatu konstruksi yang dapat
ditafsirkan lebih dari satu arti.Ambiguitas disebut juga ketaksaan, perihal taksa
berupa kekaburan atau keraguan. Arti ambigu adalah ide atau situasi yang bisa
dipahami dengan lebih dari satu makna. Hal ini meluas dari kalimat yang ambigu
(bisa berarti satu atau lain hal), hingga alur cerita yang ambigu serta argumen
yang bermakna ganda atau lebih.

9
Penggunaan Ambigu
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, menggunakan kata, frase, atau
kalimat yang sifatnya ambigu itu, jika memiliki lebih dari satu arti. Meski dengan
adanya sifat ambigu itu, dapat menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan isi atau
maksud teks. Ambigu biasa ditemukan, baik dalam bahasa yang disampaikan
secara lisan maupun tertulis. Ambiguitas ini dinilai hal yang baik, terutama dalam
karya seni puisi dan dongeng. Kata atau kalimat ambigu ini bisa timbul dalam
beragam variasi tulisan atau tuturan. Jenis-jenis ambigu, terbagi berdasarkan
penggunaan variasi tersebut.
Penggunaan kalimat ambigu dapat membuat pembaca atau pendengar
bingung. Karena jenis kalimat ini memiliki makna ganda. Sehingga dikhawatirkan
bisa menimbulkan kesalahpahaman saat membaca atau mendengar kalimatnya.
Definisi Kalimat Ambigu
Menurut Markhamah dan Atiqa Sabardila dalam buku Analisis Kesalahan dan
Karakteristik Bentuk Pasif (2014), kalimat ambigu merupakan bentuk kalimat
yang memiliki makna ganda. Dalam hal ini, ambiguitas kalimat disebabkan oleh
kata keterangan atau atribut yang jumlahnya lebih dari satu.
Dikutip dari buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (2017) karya I
Ketut Dibia dan I Putu Mas Dewantara, ambiguitas diambil dari bahasa Inggris,
yakni ambiguity, artinya sebuah konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu
arti. Dalam bahasa Indonesia, kalimat ambigu sering juga dikenal sebagai kalimat
taksa.
Tanpa disadari, penggunaan kalimat ambigu sering terjadi saat pengucapan
lisan ataupun tulisan. Misalnya, kesalahan peletakan tanda baca dapat
menimbulkan multitafsir atau makna ganda dalam sebuah kalimat.
Jenis Kalimat Ambigu
Dalam buku Semantik: Konsep dan Contoh Analisis (2017) karya Fitri
Amilia dan Astri Widyaruli Anggraeni, kalimat ambigu dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:

10
1. Ambiguitas fonetik
Jenis kalimat ambigu yang pertama ialah ambiguitas fonetik. Penyebab
ambiguitas ini karena adanya persamaan bunyi yang dihasilkan, khususnya
ketika seseorang terlalu cepat melafalkan kalimat. Akibatnya akan timbul
keraguan makna atau kesalahpahaman.
Menurut Trismanto dalam jurnal Ambiguitas dalam Bahasa Indonesia
(2018), cara menghindari jenis ambiguitas ini ialah dengan meminta
pembicara untuk mengulangi kalimatnya dengan lebih jelas dan perlahan.
Supaya kedua belah pihak paham makna atau pembicaraan apa yang sedang
dibahas.
Contohnya:
Kemarin Dina memberi tahu kepada Andi.
Makna ‘memberi tahu’ memiliki makna ganda. Karena bisa bermakna
Dina memberi makanan tahu kepada Andi. Atau Dina memberi tahu berupa
informasi penting kepada Andi.
2. Ambiguitas leksikal
Jenis ambiguitas ini terjadi pada setiap kata di bahasa Indonesia, yang
memiliki makna lebih dari satu. Karena bermakna ganda, kalimat atau kata
tersebut dapat mengacu pada benda ataupun kondisi suasana.
Tata berlari karena mengejar adiknya yang nakal
Dinda lari menghindari kenyataan
Penggunaan kata ‘lari’ di sini memiliki makna ganda, yaitu berlari
mengejar seuatu atau berlari menjauh dari sesuatu.
3. Ambiguitas gramatikal
Ambiguitas ini dapat disebabkan oleh pembentukan kata yang
bergantung pada peristiwa penyebabnya. Selain itu, ambiguitas ini juga
terjadi karena memang kata atau kalimat tersebut memiliki makna ganda.
Contohnya kata ‘pemukul’, bisa bermakna ganda, yaitu alat pemukul,
atau orang yang memukul orang lain. Penggunaan kata pemukul bergantung
pada peristiwa yang terjadi, misalnya dalam kasus perkelahian atau olahraga
yang membutuhkan alat pemukul.

11
Contoh lainnya kata ‘orang tua’ yang bisa bermakna ganda, yaitu orang
yang sudah tua, atau orang tua dari anak. Penggunaan kata ini memang
memiliki makna ganda, yang juga harus disesuaikan dengan konteks kalimat
dan suasananya.
Ciri-ciri kalimat ambigu
Kalimat taksa atau ambigu memiliki sejumlah ciri, yakni:
a. Penggunaan katanya memiliki makna ganda atau lebih dari satu
b. Sifatnya membuat bingung pembaca karena tidak mudah dipahami
c. Maknanya kurang jelas
d. Menimbulkan keraguan atau dapat mengakibatkan kesalahpahaman bagi
pembaca atau pendengar
Faktor Penyebab Kalimat Ambigu
Ada tiga faktor penyebab kalimat ambigu, yaitu:
a. Faktorsintaksis
Sintaksis merupakan penyusunan kata dalam sebuah kalimat.
Ambiguitas dapat terjadi karena kesalahan dalam sintaksis atau
penyusunan katanya.
b. Faktorstruktural
Struktural dalam sebuah kalimat dibagi menjadi frasa dan kalimat.
Ambiguitas dapat terjadi karena struktur frasa dan kalimatnya kurang
tepat.
c. Faktormorfologi
Mofologi adalah perubahan pembentukan kata. Ambiguitas dapat
terjadi karena perubahan pembentukan kata yang digunakan dalam
sebuah kalimat, tidak sesuai.
Contoh Kalimat Ambigu
Agar lebih mudah memahaminya, mari simak dua contoh di bawah ini:
Titha membaca buku sejarah bahasa yang baru.
Kalimat tersebut bersifat ambigu, karena yang dimaknai baru bisa berupa
sejarahnya, atau bahasanya, atau bukunya. Pemilihan dan peletakan kata ‘baru’
bisa disesuaikan dengan konteks yang ingin disampaikan. Misalnya makna yang

12
ingin disampaikan ialah tentang buku yang baru, kalimatnya akan menjadi: “Titha
membaca buku baru yang bercerita tentang sejarah bahasa”.
Istri kepala sekolah yang ramah tersebut mengenakan baju ungu.
Kalimat tersebut bersifat ambigu, karena yang dimaknai ramah bisa kepala
sekolahnya atau istri dari kepala sekolah tersebut. Jika yang dimaknai ‘ramah’
ialah kepala sekolahnya, kalimatnya akan menjadi: “Perempuan yang mengenakan
baju ungu tersebut merupakan istri dari kepala sekolah yang ramah itu”.
Ambiguitas berasal dari bahasa Inggris yaitu ambiguity yang berarti suatu
konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti. Ambiguitas sering juga
disebut ketaksaan. Ketaksaan dapat diartikan atau ditafsirkan memiliki lebih dari
satu makna akan sebuah konstruksi sintaksis. Tidak dapat dipungkiri keambiguan
yang mengakibatkan terjadinya lebih dari satu makna ini dapat terjadi saat
pembicaraan lisan ataupun dalam keadaan tertulis.
Saat pembicaraan lisan mungkin dapat diantisipasi dengan pengucapan yang
agak perlahan, sedangkan untuk yang tertulis apabila kurang sedikit saja tanda
baca maka kita akan menafsirkan suatu kalimat atau kata menjadi berbeda dari
makna yang diinginkan oleh penulis.
Contoh:
Mobil dekan yang baru itu sudah diganti.

Terhadap kalimat tersebut, bisa ditanyakan, apakah yang baru itu mobil
atau dekan. Apabila yang baru itu dekan, kalimat itu selayaknya disusun menjadi
Mobil dekan-baru itu sudah diganti. Pada sisi lain, jika yang baru adalah mobil,
kalimat itu semestinya disusun menjadi Mobil-baru dekan itu sudah diganti.

2.4 Kalimat Paralel

Menurut KBBI, definisi paralel merupakan kata sifat yang memiliki arti
sejajar atau mirip, yang merupakan makna literal dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Berikut merupakan contoh dari penggunaan kata paralel dalam
berbagai kalimat.

13
Penggunaan kata paralel banyak diaplikasikan dalam berbagai topik dan
bidang, salah satunya pada studi rangkaian elektronika. Kata paralel bersifat
homonim karena memiliki lafal dan ejaan sama tetapi memiliki makna yang
berbeda tergantung penggunaannya pada sebuah kalimat.
Apa itu Paralel ? Secara bahasa, arti kata paralel adalah Sejajar. Sedangkan
menurut istilah, pengertian paralel adalah sesuatu yang tersusun dalam arah dan
jarak yang sama. Penggunaan kata paralel bisa digunakan untuk berbagai konteks,
misalnya rangkaian paralel, dunia paralel, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kata paralel, selain memiliki makna sebagai sesuatu yang sejajar, ia juga memiliki
arti sebagai garis lintang apabila diartikan dalam konteks geografis.
Kata Paralel juga sering digunakan dalam konteks kalimat dimana predikat
memiliki arti yang sejalan, khususnya dalam penggunaan kalimat majemuk.
Misalnya dalam kalimat, “pengumuman yang dibicarakan telah didengar dan
dipahami dengan baik.”
Salah satu ciri kalimat efektif adalah keparalelan. Kalimat yang mengandung
ciri ini dapat ditandai dengan paralelnya bentuk kata, frasa, ataupun klausa yang
digunakan. Paralel di samping terlihat dari wujud bahasa berupa kata, frasa, dan
klausa juga terlihat dari satuan maknanya. Hal itu dapat kita sadari bahwa bentuk
bahasa tidak akan berarti apabila satuan makna yang terkandung tidak jelas. Oleh
karena itu, keparalelan dalam berbahasa perlu diperhatikan. Misalnya, dalam
satu deretan satuan bahasa yang kita gunakan ternyata keparalelannya tidak ada,
efektivitas bahasa akan tergangu. Manakala bahasa sudah mengalami gangguan,
dalam hal ini gangguan berbahasa, informasi akan mengalami gangguan juga.
Dalam suatu pertemuan, ada kalimat yang tercetus dari seorang peserta, yakni
Kita memberikan tugas kepada lembaga itu, antara lain, untuk memeriksa
kelengkapan dokumen, memproses pelanggaran terhadap dokumen, penyitaan
barang bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan serta, kalau perlu, penahanan
terhadap pelanggar itu. Kalimat ini secara sepintas tidak ada masalah. Namun, jika
dicermati, kalimat itu tidak paralel . Ada empat tugas yang dikemukakan dalam
kalimat itu, yaitu (a) memeriksa kelengkapan dokumen, (b) memproses
pelanggaran terhadap dokumen, (c) penyitaan barang bukti terhadap pelanggaran

14
yang dilakukan serta, kalau perlu, (d) penahanan terhadap pelanggar itu. Butir (a)
dan (b) menggunakan bentuk verba memeriksa dan memproses, sedangkan butir
(c) dan (d) menggunakan bentuk nomina penyitaan dan penahanan. Dua bentuk
yang berbeda dalam suatu perincian merupakan ketidakparalelan kalimat. Apabila
suatu perincian dimulai dengan verba, semua perincian harus menggunakanverba
juga. Sebaliknya, jika perincian itu menggunakan nomina, semua perincian itu
juga menggunakan nomina. Pada contoh (a) dan (b) perincian menggunakan
verba. Dengan demikian, (c) dan (d) harus menggunakan verba: (c) menyita
barang bukti pelanggaran dan (d) menahan pelanggar itu.
kita akan menggunakan nomina, perincian butir (a) dan (b) kita ubah menjadi
nomina juga: (a) pemeriksaan kelengkapan dokumen dan (b) pemrosesan
pelanggaran penggunaan dokumen. Perubahan perincian, baik verba maupun
nomina, perlu juga memperhatikan kehematan penggunaan kata-kata, seperti kata
terhadap pada butir (b), (c), dan (d) dan yang digunakan pada butir (c). Kata
kepada dan frasa yang digunakan mubazir sehingga perlu dihilangkan.
Ada contoh lain tentang bentuk yang tidak paralel: Setelah konsep surat itu
diperiksanya, kepala kantor menandatanganinya. Berdasarkan strukturnya, kalimat
itu sudah lengkap. Kelengkapan struktur itu ditandai oleh unsur kalimat utama
(induk kalimat) dan keterangan dalam bentuk kalimat (anak kalimat). Induk
kalimatnya adalah kepala kantor menandatanganinya, sedangkan anak kalimatnya
lebih dahulu, yaitu setelah konsep surat itu diperiksanya. Masing-masing sudah
bersubjek dan berpredikat. Subjek anak kalimat adalah konsep surat itu,
predikatnya adalah diperiksa, dan objeknya adalah –nya. Sementara itu, subjek
induk kalimat adalah kepala kantor¸ predikatnya adalah, menandatangani, dan
objeknya adalah –nya. Walaupun begitu, struktur kalimat itu tidak paralel. Anak
kalimat berstruktur pasif, sedangkan induk kalimat berstruktur aktif. Padahal, jika
anak kalimat mengandung struktur aktif, subjeknya sama dengan subjek induk
kalimat, yaitu kepala kantor. Dalam hal ini, keparalalelan kalimat dapat dilakukan
dengan mengubah kalimat itu dengan struktur aktif-aktif atau pasif-pasif.
Kalimatnya menjadi Setelah memeriksa konsep surat, kepala kantor

15
menandatanganinya atau Setelah diperiksa, konsep surat ditandatanagani oleh
kepala kantor.
Ada contoh lain tentang kalimat yang tidak paralel. Kalimat Pemerintah tidak
menaikkan harga BBM, tetapi hanya penyesuaian merupakan kalimat majemuk
setara. Namun, kesetaraan itu tidak terlihat dalam wujud bahasa. Unsur pertama
berupa klausa bersubjek, berpredikat, dan berobjek (SPO). Unsur kedua
seharusnya paralel dengan klausa pertama, tetapi kenyataannya tidak demikian.
Kata penyesuaian adalah nomina, sedangkan verbanya adalah menyesuaikan.
Agar kalimat itu paralel, kata penyesuaian yang merupakan eufimisme kenaikan
disesuaikan dengan verbanya, yakni menyesuaikan. Jadi, kalimatnya adalah
Pemerintah tidak menaikkan harga BBM, tetapi hanya menyesuaikannya.
Walupun begitu, kalimat itu hanya “akal-akalan” saja dalam bentuk eufimisme
karena mengandung makna ‘tetap menaikkan harga”.
Jelas bagi kita baahwa keparalelan dalam kalimat sangat menentukan efektif
tidaknya suatu kalimat. Pemakai bahasa yang cermat akan memperhatikan
keparalelan itu. Dengan demikian, bahasa yang digunakannya bernilai efektif.
Mengenal kalimat paralel sebenarnya telah dijelaskan dalam Bab IV
Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan Ide atau gagasan yang sama
penting dan sama fungsinya ke dalam struktur atau bentuk gramatis, Jika sebuah
gagasan (Ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frasa (kelompok kata),
maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frasa. Jika sebuah
gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata benda (misalnya pe-an, ke-
an), maka gagasan yang lain harus sederajat dengan kata benda juga. Demikian
halnya bila sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan kata kerja
(misalnya bentuk me-kan, di-kan) maka gagasan lainnya yang sederajat harus
dinyatakan dengan Jenis kata yang sama. Kesejajaran (paralelisme) membantu
memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Perhatikan contoh berikut ini!
Penyakit AIDS adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan
berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu.

16
Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata mengerikan
dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu,
bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam kalimat di atas harus
sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi kalimat di bawah
ini:
Penyakit AIDS adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan
membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang tahu.
Perhatikan kembali contoh berikut!
Sebuah perusahaan jasa pernah mengeluh, bahwa sekali ia tampak bangkrut
maka langganan terbaiknya pun mulai menunda-nunda pembayaran utang,
mengklaim kerusakan-kerusakan pada barang yang dikirim, mengeluh
kelambatan pengiriman barang dan seribu satu keluhan lainnya.
Pada kalimat di atas, susunan serial untuk gagasan yang sederajat dinyatakan
dalam bentuk frasa yang memakai kata kerja me- yaitu: menunda-nunda
pembayaran utang, mengklaim kerusakan-kerusakan, mengeluh kelambatan
pengiriman barang

2.5 Kalimat Tidak Logis

Yang dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima oleh
akal dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan dengan
penalaran, yaitu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada
sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan perkataan lain, penalaran
(reasoning) ialah proses mengambil simpulan (conclicusion, interference) dan
bahan bukti atau petunjuk (evidence) ataupun yang dianggap bahan bukti atau
petunjuk (Moeliono, 1988: 124-125).
Contoh:
(1) Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di
daerah tersebut.
Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya mayat
wanita. Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal dari dua
pernyataan, yaitu (1) Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2) Sebelum

17
menjadi mayat, wanita itu sering mondar-mandir. Penulis menggabungkan kedua
kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran yang jernih sehingga lahirlah
kalimat yang tidak logis. Untuk memperjelas pemahaman kita mengenai kalimat
tidak logis dapat diperhatikan contoh berikut ini:
(2) Bapak pemakalah, waktu dan tempat kami silakan.
(3) Untuk menyingkat waktu, kita lanjutkan acara ini.
Kalimat (2) tersebut tidak logis karena waktu dan tempat adalah benda mati
yang tidak dapat dipersilakan. Sementara itu, pada kalimat (3), ketidak logisannya
terletak pada menyingkat waktu. Waktu tidak dapat disingkat namun dapat
dihemat. Oleh karena itu, kedua kalimat tersebut akan menjadi logis jika diubah
sebagai berikut:
(4) Bapak, kami persilakan untuk menyampaikan makalah.
(5) Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.
Contoh Kalimat Tidak Logis Lainnya
1. Yang membawa HP harap dimatikan.
Baca Juga
Pengertian Penyintas: Kenapa Positif Covid-19 dan Sembuh Disebut
Penyintas?
5 Penulisan Kata yang Sering Salah: Di, Izin, Risiko, Terima Kasih,
Nasihat
Keliru, Penutup Surat ‘Atas Perhatiannya Kami Haturkan Terimakasih’
Kalimat ini tidak logis karena berarti orang yang membawa HP diharapkan
untuk dibunuh biar mati. Sadis banget! Iya sih, maksudnya HP harap dimatikan
biar gak ganggu rapat atau kegiatan seperti shalat berjamaah.
2. Hati-Hati Banyak Kecelakaan!
Kalimat ini tidak logis. Perhatikan gambar di atas. Mana kecelakannya?
Katanya banyak! Banyak lubang, iya, tapi kecelakananya gak ada ‘kan?
Maksudnya sih, hati-hati, di jalan ini sering terjadi kecelakaan atau sudah
banyak pengendara yang celaka. Kalimat logisnya: hati-hati, rawan kecelakaan
atau hati-hati sering terjadi kecelakaan.
3. Jalannya macet.

18
Kalimat ini tidak logis. Memmangnya jalan bisa macet? Macet itu artinya
terhenti, tidak lancar. Yang terhenti ‘kan kendaraan, bukan jalannya! Jadi, kalimat
logisnya: lalu-lintas macet.
4. HUT RI ke-74
Pada 17 Agustus 2019 bangsa Indonesa merayakan Hari Ulang Tahun ke-74
Kemerdekaan Republik Indononesia. Kayaknya, akan banyak yang nulis HUT RI
ke-74. Let’s see!
HUT RI ke-74 artinya Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-74.
Penulisan HUT RI ke-74 itu tidak logis. Alasannya, bilangan 74 mengacu ke
urutan jumlah RI. Memangnya RI ada berapa? Cuma satu ‘kan, yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika ada RI ke-74, lalu RI yang kesatu
hingga RI yang ke-73-nya adanya di benua mana?
Jadi, yang benar adalah HUT ke-74 RI. HUT-nya sudah 73 kali, jadi tahun
2019 HUT yang ke-74. RI-nya cuma satu, yaitu NKRI.
Benar: HUT ke-74 RI, HUT ke-50 TVRI, HUT ke-74 TNI, HUT ke-10 Parta
Anu
Salah: HUT RI ke-74, HUT TVRI ke-50, HUT TNI ke-74, HUT Partai Anu
ke-10
Kesimpulan: Urutan penulisan HUT yang benar adalah HUT + ke-Angka +
Yang Ulang Tahun
Bagaimana dengan kata dirgahayu?
Dirgahayu artinya “berumur panjang”, misalnya Dirgahayu RI.
Menurut Badan bahasa Kemendikbud, penulisan yang benar adalah
Dirgahayu RI, Dirgahayu Republik Indonesia, atau Dirgahayu Kemerdekaan RI.
5. Atas kehadirannya kami haturkan terima kasih.
Dalam surat undangan biasanya ada kalimat atas kehadirannya kami haturkan
terima kasih.
Kalimat atas kehadirannya tidak logis, “nya’ di situ siapa? “Nya” itu ‘kan
orang ketiga sedangkan surat ‘kan komunikasi dua pihak, pengirim dan penerima.
Jadi, seharusnya atas kehadiran Bapak/Ibu/Saudara.

19
Kalimat kami haturkan logis, tapi tidak baku. Kata “hatur” atau “haturkan”
tidak ada dalam Kamus Bahasa Indonesia. Hatur itu bahas daerah, Sunda. Hatur
Nuhun = menyampaikan terima kasih, ngahaturkeun = menyampaikan.
6. Hadirin dimohon berdiri
Kalimat pasif hadirin dimohon berdiri biasanya dikemukakan pembawa acara
dalam acara formal. Kalimat ini tidak logis karena tidak disebutkan subjek, yang
memohon, atau pemohonnya.

Sebenarnya hadirin bisa tanya, siapa yang memohonnya?

Seharusnya, kalimat logisnya, hadirin dimohon berdiri oleh panitia. Kalimat


pasifnya: panitia memohon hadirin untuk berdiri.
7. Kepada Bapak/Ibu disilakan/dipersilakan
Kalimat ini juga tidak logis karena tanpa subjek atau orang yang
menyilakan/mempersilakan, sama seperti kalimat hadirin dimohon berdiri.
8. Untuk mempersingkat waktu.
Kalimat untuk mempersingkat waktu juga sering diucapkan emsi (pemandu
acara). Kenapa tidak logis? Alasannya, waktu tidak bisa disingkat
(dipendekkan/diringkas).
Satu menit tidak bisa disingkat menjadi kurang dari 60 detik. Satu jam akan
selalu tetap 60 menit. Satu hari sampai kapan pun akan tetap 24 jam.
9. Kata tanya “Seperti Apa” dalam Wawancara Jurnalis TV
Seperti apa adalah kata katany meminta perumpamaan. Dalam KBBI
disebutkan, seperti artinya serupa dengan, sama halna dengan, sebagaimana,
seakan-akan, misalnya, umpamanya.

Nah, belakangan presenter berita atau jurnalis TV sering bertanya “seperti


apa…?” Ini pertanyaan tidak logis sekaligus tidak memenuhi kaidah wawancara
jurnalistik yang berpedoman kepada 5w+1H

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi adalah hal yang vital, menggunakan Bahasa atau kalimat yang
efektif membuat komunikasi tersebut dapat berjalan dengan baik, berdasarkan
pembahasan yang telah dijabarkan kesimpulan pada makalah ini ialah sebagai
berikut.

1. Kalimat kontaminasi adalah kalimat yang rancu atau kacau, kalimat ini
terbentuk karena adanya dua pikiran/ gagasan yang berdiri sendiri namun
dijadikan satu perserangkaian baru.
2. Kalimat pleonatisme adalah kalimat yang mengandung sifat yang berlebih-
lebihan.
3. Kalimat ambigu adalah kalimat yang memiliki tafsiran atau makna yang
lebih dari satu.
4. Kalimat paralel adalah kalimat yang menemaptkan ide atau gagasan yang
sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur atau bentuk gramatis.
5. Kalimat tidak logis adalah kalimat yang mengandung tatanan kata yang
tidak realistis/ mustahil terjadi.

3.2 Saran

Pada penulisan makalah ini literatur yang digunakan didominasi dari website,
disarankan pada pembuatan makalah selanjutnya menggunakan sumber-sumber
dari buku atau karangan ilmiah lainnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ketut, D., 2017. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. depok: Rajawali Pers.

22

Anda mungkin juga menyukai