Anda di halaman 1dari 14

EKSTRAKSI METODE INFUS DAN DEKOK

DISUSUN OLEH:
Ibnu Sobana (4840120006)
Lutvi Handayani (4840120008)
Murni Sri Wulandari (4840120010)
Putri Retno Wulandari (4840120012)

Kelompok 1

STIKes HOLISTIK PURWAKARTA


BAB I (Pendahuluan)

1. Latar Belakang
Cara penarikan kandungan kimia obat dalam tanaman sangat menentukan senyawa apa
saja yang akan berada dalam ekstrak. Pemilihan cara ekstraksi yang
salahmenyebabkan hilangnya ata berkurangnya senyawa kimia berkhasiat yang
diinginkan.Pemahaman tentang sifat zat-zat kimia yang ada dalam tanaman mutlak diperlukan
untuk mendukung pemilihan cara ekstraksi.Cara ekstraksi sangat beragam, disesuaikan
dengan sifat simplisia, kandungankimia di  dalamnya dan ketersediaan alat ekstraksi.
Dalam praktikum ini akan dilakukanekstraksi dengan cara panas dan cara
dingin yaitu infuse, dekok, rebusan, dan maserasi.Infuse, dekok, dan rebusan
merupakan sediaan galenika dan cara ekstraksi yang seringdiaplikasikan
di masyarakat. Sedangkan maserasi merupakan cara  ekstraksi yang
seringdiaplikasikan dalam penelitian pendahuluan khasiat tanaman obat.
2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami cara pembuatan infus, dekok, rebusan, dan
maserasiserta hal-hal yang harus diperhatikan.
2. Mahasiswa mampu membuat ekstrak kering"kental yang berasal dari simplisia
dengancara infundasi, dekoktasi, rebusan, dan maserasi.
3. Mahasiswa mengetahui perbedaan cara pebuatan ekstrak secara infundasi,dekotasi
rebusan, dan maserasi.
4. Mahasiswa mengetahui perbandingan rendemen ekstrak kunyit secara infus,
dekok,rebusan dan maserasi.
3. Manfaat
Menambah wawasan,melatih keterampilan dalam melakukan
e k s t r a k s i d a n m e ndapatkan perbandingan ekstraksi mana yang paling baik dan
menghasilkan ekstrak  paling besar.

BAB II (Tinjauan pustaka)

1. Pengertian
a) Infus
Infus merupakan sediaanyang dihasilkan dengan cara infundasi. biasanya berupacairan yang
langsung diminum sekaligus atau diminum dua atau tiga kali pada hari yang sama. ketentuan
pembuatan infuse dalam farmakope yaitu satu bagian simplisia untuk 10 bagian infus atau
infusa simplisia tidak mengandung zat berkhasiat keras 10%, bila simplisia mengandung zat
berkhasiat keras, maka ketentuan ini tidak berlaku.

b) Dekok
Dekok merupakan sediaan yang dihasilkan dengan cara dekoktasi.Perbedaan
dengan infuse hanya terletak pada lamanya ekstraksi yaitu infuse 15 menit dan dekok 30
menit.ekstraksi yang lebih lama pada simplisia tertentu dapat meningkatkan
kualitas ekstrak, namun hal tersebut tidak berlaku umum. Penentuan apakah suatu simplisia
lebih baik dibuat infuse atau dekok perlu penelitian lebih lanjut, namun ada panduan dasar
yang dapat dipertimbangkan, yaitu :
Infus Dekok
Untuk bahan bahan dasar yang lunak. Untuk bahan bahan dasar yang keras
Untuk bahan bahan yang yang zat zat Untuk bahan bahan yang zat zat bagiannya
bagiannya tidak cukup tahan panas. sangat tahan panas
Untuk bahan bahan dasar dengan Untuk bahan bahan dasar tanpa minyak
kandungan minyak mudah menguap yang mudah menguap
Untuk bahan bahan dasar yang banyak
mengandung tepung

2. Metode
a) Infus
1. Membasahi bahan baku dengan air sebanyak 2x bobotnya (untuk bunga yang
digunakan sebanyak 4x bobotnya)
2. Menggunakan 2 wadah yang dibawah diisi air,dan diatas diisi simplisia yang
direndam air.
3. Panasakn selama 15 menit,dihitung Ketika suhu sudah mencapai 90 drajat celcius.
4. Penyaringan dilakuakn ketik masih dalam keadaan panas dengan menggunakan kain
flannel
b) Dekok
Pembuataan dengan metode dekok sama halnya dengan pembuataan metode infus hanya
saja terdapa perbedaa dalam segi waktu yaitu 30 menit.

BAB III (Jurnal)

A. Jurnal 1 (metode infus)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN EKSTRAK DAUN GEDI MERAH TERHADAP


KANDUNGAN TOTAL FLAFONOID
Thomas Peloan, Hindang Kaempe

PENDAHULUAN
Gedi merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat lebih khusus penduduk
Sulawesi Utara. Selain digunakan sebagai bahan makanan tanaman Gedi Merah juga digunakan
sebagai Obat. Penelitian penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa daun gedi
memiliki banyak khasiat seperti anti diabetes, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh
Mercedes (2017) membuktikan bahwa ekstrak daun gedi merah dapat menurunkan kadar gula
darah pada tikus yang diinduksi streptozotocin. Penelitian dari Nurjanah (2016) membuktikan
juga bahwa ekstrak daun gedi merah dapat menurunkan tekanan darah pada tikus yang diinduksi
prednisone dan garam pada hari ke-21. Aktivitas biologis yang ditimbulkan oleh ekstrak gedi
merah pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak
gedi merah mengandung metabolit-metabolit sekunder yang mempunyai peranan penting dalam
tubuh. Aktivitas biologis dari ekstrak gedi merah yang dibuktikan lewat penelitian yang telah ada
merupakan salah satu dasar untuk dapat mengembangkan ekstrak gedi merah menjadi salah satu
produk herbal berkhasiat. Pengembangan Obat tradisonal diusahakan agar dapat sejalan dengan
pengobatan modern. Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan
teknologi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan
dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang berasal dari alam. Banyak
penelitian yang telah dilakukan dengan pembuatan ekstrak tumbuhan berkhasiat obat yang
dilanjutkan dengan mengisolasi untuk standarisasi kandungannya dengan tujuan memelihara
keseragaman mutu, keamanan dan khasiatnya. Pengembangan obat tradi sional juga didukung
oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti
diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat
(BPOM, 2005). Kandungan bahan aktif yang terdapat pada tanaman sangat dipengaruhi oleh
proses penyimpanan dan pemanasan. Penyimpanan ekstrak yang terlalu lama dapat menurunkan
mutu karena dapat merusak komponenkomponen yang terdapat di dalamnya dan terjadi
penguraian pada saat penyimpanan. Sedangkan pada pemanasan yang berlebih senyawa yang
terkandung dalam bahan akan terurai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah
kandungan total polifenol dari simplisia segar dan simplisia kering Gedi Merah yang dibuat
dibuat infus dengan penyimpanan selama 20 hari.

B. Jurnal 2 (metode dekok)

Pengaruh Dekok Daun Sirih (Piper betle L) Sebagai Bahan Teat Dipping pada Sapi
Perah Friesian Holstein

Pendahuluan
Daun sirih merupakan tanaman herbal yang banyak manfaat dan memiliki antibakteri yang baik.
Penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan dekok daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai
bahan teat dipping terhadap persentase penurunan CMT dan TPC susu sapi FH laktasi 1, 2 dan 3
serta tingkat penggunaan dekok daun sirih hijau (Piper betle L.) yang dapat menurunkan jumlah
bakteri paling tinggi dan mengurangi tingkat kejadian mastitis.Sebagian besar peternak sapi
perah rakyat belum memperhatikan manajemen kebersihan kandang dan lingkungannya dengan
baik, sehingga bisa terjadi pada sapi perahnya terjangkit penyakit mastitis atau radang ambing.
Mastitis adalah suatu penyakit radang ambing yang disebabkan infeksi bakteri yang menyerang
sel-sel kelenjar susu. Jenis mastitis digolongkan menjadi mastitis klinis dan mastitis subklinis.
Mastitis klinis merupakan mastitis dengan tanda-tanda yang dapat dilihat jelas secara kasat mata
seperti susu dengan gumpalan, susu berlendir, puting yang terinfeksi terasa panas, bengkak dan
sensitif saat disentuh. Mastitis subklinis adalah radang ambing yang tidak dapat dilihat secara
kasat mata, dan hanya bisa diamati melalui penggunaan alat bantu deteksi mastitis subklinis
seperti uji California Mastitis Test (CMT). Teat dipping merupakan salah satu teknis
meminimalisir kasus mastitis dengan cara mencelupkan puting sapi setelah pemerahan ke dalam
cairan antiseptik selama beberapa saat. Teat dipping pasca pemerahan banyak dilakukan dan
telah diterima secara luas sebagai salah satu perlakuan mengurangi kasus infeksi kelenjar susu.
METODE PENELITIAN (INFUS)
ALAT :
1. Spectrofotometer
2. Rotary Evaporator
3. Oven
4. Timbangan analitik
5. Timbangan ohause
6. Gelas Ukur
7. Gelas bekker
8. Erlemeyer
9. Tabung reaksi
10. Hot plate
11. Vorteks mixer
12. Mikropipet
13. Batang pengaduk
14. Termometer
15. Toples
16. Gunting
17. Pipet,
18. Aluminium foil
19. Kain kasa
20. Serbet
21. Tissue
22. Kamera

BAHAN :
1. Gedi Merah (Abelmoschus manihot L).
2. NaNO2
3. Aluminium klorida
4. NaOH
5. Vanillin 4 %
6. HCL pekat.
7. Aquadest.

METODE PENELITIAN (DEKOK)

Alat :
1. Kompor
2. Panci
3. Stopwatch
4. Gelas ukur kapasitas 1 liter
5. Timbangan digital kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,01 gram
6. Saringan
7. Pisau
8. Botol kapasitas 1 liter
9. Corong
10. Batang pengaduk
11. Thermometer air
12. Kertas saring
13. Blander
14. Teat dipping
15. Tisue
16. Botol celup putting
17. Satu buah paddle CMT
18. Alat tulis
19. Tabung reaksi sebanyak 216 buah
20. Rak tabung reaksi
21. Mikro pipet
22. Finntip
23. Inkubator
24. Waterbath
25. Stomacher
26. Colony counter
27. Bunsen
28. Marker
29. Masker
30. Hairnet
31. korek api untuk menyalakan bunsen.
Bahan :
1. 36 ekor induk sapi perah Friesian Holstein yang terdiri atas periode laktasi 1, laktasi 2,
dan laktasi 3.
2. Daun sirih hijau
3. Air mineral
4. Teat Dipping
5. Sabun cair
6. Dekok daun sirih untuk bahan teat dipping
7. Air bersih
8. Reagent CMT
9. Susu
10. Alkohol 70%
11. Total Plate Count Agar (media biakan)
12. Buffered Pepton Water 0,1%.
Ekstraksi Sampel daun Gedi Merah Segar.
1. Sebanyak 50 gram daun Gedi Merah segar bersih dimasukkan kedalam gelas beker pada 250
ml air
2. Kemudian sampel dipanaskan pada hot plate untuk dibuat infus selama 15 menit sampai
mendidih. selanjutnya didiamkan selama 15 menit dan disaring.
3. Filtrat yang didapat dari proses penyaringan diukur kembali volumenya,
4. kemudian ditambahkan dengan air sampai mencapai volume 250 ml. Dari filtrat yang
diperoleh, 230 ml dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporatory pada suhu 40 – 60 ºC
selama 210 menit, dan sisanya sebanyak 20 ml infus disimpan untuk dibaca pada
spektrofotometer UvVis secara bersama-sama dengan ekstrak hasil evaporasi.

Ekstraksi Sampel daun Gedi Merah Kering.


1. Daun Gedi Merah yang telah bersih dikeringkan pada oven dengan suhu 500 C selama 22
jam.
2. simplisia kering Gedi Merah yang telah tersedia lalu dibuat infus sebanyak 50 gram pada 250
ml air dan dipanaskan pada hot plate pada suhu 90 ºC selama 15 menit kemudian didiamkan
selama 15 menit dan disaring.
3. Hasil saringan yang diperoleh diukur kembali volumenya untuk ditambahkan dengan air agar
mencapai volume 250 ml.
4. Dari filtrat yang diperoleh, 230 ml dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporatory
selama 210 menit, dan sebanyak 20 ml infus disimpan untuk dibaca secara bersama-sama
pada spektrofotometer UvVis dengan ekstrak.

Penyimpanan Infus dan Ekstrak daun Gedi Merah.


1. Infus dan ekstrak simplisia segar dan simplisia kering yang didapatkan pada proses ekstraksi
disimpan dalam kulkas pada suhu 100 C selama 10 hari dan 20 hari.
2. Kemudian ekstrak dibaca pada spektrofotometer Uv-Vis untuk mengetahui perubahan dan
atau penurunan jumlah kandungan total polifenol yang terkandung dalam ekstrak daun Gedi
Merah (Abelmoschus manihot L.)

Penentuan Total Flavonoid.


Prosedur penentuan kandungan total flavonoid menggunakan metode Zhishen et al. (1999).
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan dengan 5,7 mL aquades, 0,3 mL NaNO2 dan 3 mL
aluminium klorida 10%, divortek dan didiamkan selama 5 menit. Setelah 6 menit 2 mL
campuran larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL NaOH 1 M, kemudian divortex dan dibaca
pada λ 415 nm. Kandungan total flavonoid dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/kg
ekstrak. Kurva kalibrasi dipersiapkan dengan mengukur absorbansi larutan standar kuersetin
pada panjang gelombang yang sama.
Pembuatan dekok daun sirih mengikuti prosedur Kurniawan et al. (2013) :
1. Daun sirih dicuci menggunakan air mengalir sampai bersih, kemudian diangin-
anginkan sampai kering
2. Daun sirih yang sudah kering kemudian dicincang kasar
3. Irisan daun sirih dimasukan kedalam blander untuk dihaluskan dengan perbandingan
daun sirih dan air mineral 1:2.
4. Daun sirih yang sudah halus dimasukan ke dalam panci.
5. Perebusan berlangsung 30 menit dengan suhu 1000 C.
6. Setelah itu rebusan daun sirih diangkat dan disaring, dimasukan kedalam botol
penyimpanan, akan menghasilkan dekok sebanyak 88,61%, dekok daun sirih yang
didapat merupakan dekok stok yang nantinya akan dilakukan pengenceran.
7. Konsentrasi dekok daun sirih 40% dibuat dengan perbandingan 40 mL dekok stok
ditambah 50 mL air (dibulatkan dari 48,61 mL)
8. Konsentrasi 50% dengan perbandingan 50 mL dekok stok ditambah 40 mL air
(dibulatkan dari 38,61 mL)
9. Konsentrasi 60% dengan perbandingan 60 mL dekok stok ditambah 30 mL air
(dibulatkan dari 28,61 mL).
10. Dekok daun sirih disimpan dalam botol tertutup.
11. Sterilisasi alat untuk uji TPC (tabung reaksi, pipet berskala, corong kaca, pengaduk,
dan botol sampel) menggunakan autoclaf selama 15 menit pada suhu 1210 C dengan
tekanan 15 lbs.
Pengambilan dan Pengujian Sampel
Pengambilan dan pengujian sampel L1 S0 :
1. Sapi yang akan diperah dicuci ambing dan putingnya kemudian dikeringkan dengan
menggunakan tisu.
2. Pengambilan sampel dan pengujian dilakukan pagi hari (05:00 WIB) dan sore hari
(17:00 WIB).
3. Susu diambil sebanyak ±2 mL per puting kemudian di tampung ke dalam masing-
masing petri paddle.
4. Uji CMT dilakukan segera setelah pengambilan sampel selesai.
5. Susu diambil sebanyak ± 5 mL dimasukan ke dalam botol sampel yang telah diberi
label sesuai perlakuan dan ulangan setelah pengujian CMT selesai.
6. Sampel di simpan dalam termos yang telah diberi es dengan suhu 50 C-100 C lalu
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan uji TPC.
Pengambilan dan pengujian sampel L2 S0 dan L3 S0 mengikuti prosedur sebelumnya.
1. Pengambilan dan pengujian sampel L1 S1
2. Pengambilan sampel dan pengujian pada pukul (05:00 WIB).
3. Sapi yang telah selesai diperah kemudian ambing dan putingnya dibersihkan
menggunakan air dan dikeringkan menggunakan tisu.
4. Keempat puting dicelupkan ke dalam botol teat dipping yang telah berisi dekok daun
sirih 40% selama ± 5 detik, pencelupan dilakukan sampai pada pangkal puting.
5. Setelah ± 12 jam, yaitu pada pukul (17:00 WIB)
6. Pengambilan sampel susu untuk uji CMT dan TPC mengikuti prosedur pengambilan
dan pengujian sampel L1 S0 sebelumnya.
7. Pengambilan dan pengujian sampel L1 S2 dan L1 S3 mengikuti prosedur
sebelumnya, tetapi dekok daun sirih yang digunakan 50% dan 60%.
8. Pengambilan dan pengujian sampel L2 S1 , L2 S2 dan L2 S3 mengikuti prosedur
sebelumnya, tetapi dekok daun sirih yang digunakan 40%, 50% dan 60%.
9. Pengambilan dan pengujian sampel L3 S1 , L3 S2 , dan L3 S3 mengikuti prosedur
sebelumnya, tetapi dekok daun sirih yang digunakan 40%, 50% dan 60%.

Uji Total Plate Count


1. Pemeriksaan dilakukan dengan pengenceran desimal 10-1 sampai 10-5.
2. Prosedur pengenceran 10-1 dilakukan dengan cara mengambil 1 mL sampel susu,
3. Masukan kedalam tabung reaksi berisi 9 mL NaCl fisiologis kemudian
dihomogenkan menggunakan stomacher.
4. Pengenceran 10-2 dilakukan dengan cara memindahkan 1 mL larutan pengencer pada
pengenceran 10-1 kedalam 9 mL NaCl fisiologis menggunakan pipet berbeda
kemudian dihomogenkan.
5. Selanjutnya pengenceran dilakukan dengan cara yang sama untuk memperoleh
pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5.
6. Setelah pengenceran selesai, kemudian dilakukan pemupukan pada media nutrient
agar.
7. Pemupukan dilakukan pada pengenceran 10-3,10-4 dan 10-5.
8. Pemupukan dilakukan dengan cara memasukkan 1 mL masing-masing pengenceran.
9. Kedalam nutrient agar yang sudah diberi label sesuai dengan angka pengenceran.
10. Setelah pemupukan selesai, nutrient agar dimasukan kedalam water bath untuk
proses inkubasi selama 24 - 48 jam.
11. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan setelah 24-48 jam masa inkubasi dengan
melakukan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh dalam setiap nutrient agar.
BAB IV (Hasil & Pembahasan jurnal)

(INFUS)
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada
suhu 90 ºC selama 15 menit. Cara pembuatannya yaitu dengan mencampur simplisia yang sudah
dihaluskan dalam wadah tertentu dengan air yang secukupnya, lalu panaskan di atas penangas air
selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 ºC sambil sekali-kali diaduk. Pemilihan
metode infus dan pelarut air didasarkan pada tersarinya senyawa polifenol dalam Daun Gedi
Merah. Ekstrak pada penelitian ini adalah infus yang dipekatkan (sediaan kental) yang telah
mengalami proses pemanasan dan penguapan selama 3-4 jam menggunakan rotary evaporatory.

Hasil identifikasi senyawa polifenol pada infus dan ekstrak daun Gedi Merah

Penentuan kandungan total flavonoid


Kandungan flavonoid dalam semua sampel uji diperoleh dengan berat sampel yang sama
yaitu ±1 gram. Sampel terdiri dari infus daun Gedi Merah segar (IDGM segar), infus daun Gedi
Merah kering (IDGM kering), ekstrak daun Gedi Merah segar (EDGM segar), dan ekstrak daun
Gedi Merah kering (EDGM kering).

Kandungan total flavonoid infus dan ekstrak daun Gedi Merah segar
Kandungan flavonoid IDGM segar (1002 mg/Kg) lebih rendah dibandingkan EDGM segar (2019
mg/Kg) hal ini disebabkan karena pada infus masih terdapat pelarut cukup banyak sehingga
mempengaruhi kandungan flavonoid pada saat direaksikan dengan reagen folin dan belum terjadi
pemutusan jembatan glikosida.. Sedangkan ekstrak adalah sediaan kental, dimana zat aktif
dengan pelarut telah terpisah dan glikosida terhidrolisis pada saat evaporasi. IDGM segar
memiliki kandungan flavonoid yang lebih besar dibandingkan IDGM kering, Sama halnya
dengan EDGM segar dan EDGM kering bahwa kandungan total flavonoid EDGM segar lebih
tinggi dari EDGM kering hal ini disebabkan karena simplisia yang digunakan pada IDGM dan
EDGM kering telah mengalami proses pemanasan yang berlebih pada saat proses pengeringan di
oven. Sedangkan IDGM Kering memiliki nilai yang lebih rendah dari EDGM kering hal ini
karena EDGM kering memiliki kadar air yang sedikit.
Kandungan total flavonoid pada ekstrak dan infus daun Gedi Merah memiliki nilai yaitu, EDGM
segar 2019 mg/Kg dan EDGM kering 1666 mg/Kg, IDGM Segar 1002 mg/Kg dan IDGM kering
518,5 mg/Kg. Kandungan flavonoid pada ekstrak daun Gedi Merah lebih tinggi dari infus
disebabkan karena telah terpisahnya zat aktif dengan pelarut dan terurainya jembatan oksigen
yang menghubungkan glikon-aglikon pada saat proses evaporasi. Flavonoid umumnya terdapat
dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas
gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu
bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O-glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida,
adenosine), jembatan sulphur (S-glikosida,sinigiin), maupun jembatan karbon (C-glikosida,
barbaloin). Bagian gula disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut sebagai aglikon atau
genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida.
Jembatan oksigen yang menghubungkan glikon-aglikon ini sangat mudah terurai oleh pengaruh
asam, basa, enzim, air, dan panas. Semakin pekat kadar asam atau basa maupun semakin panas
lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolisis. Saat glikosida
terhidrolisis maka molekul akan pecah menjadi dua bagian, yaitu bagian gula dan bagian bukan
gula. Sehingga saat pengukuran pada spektrofotometer yang terbaca adalah bagian yang bukan
gula yaitu flavonoid. dibandingkan dengan infus daun Gedi Merah yang memiliki kandungan
total flavonoid yang rendah, hal ini disebabkan karena belum terputusnya ikatan antara glikon-
aglikon didalam infus, dan masih terdapat pelarut yang cukup banyak yang mengakibatkan
kandungan total flavonoid ren dah pada saat pengukuran pada spektrofotometer UV-Vis.

Kandungan total flavonoid infus dan ekstrak daun Gedi Merah kering
Kandungan total flavonoid pada IDGM segar terjadi penurunan yang tidak gradual. sedang
EDGM segar mengalami proses penurunan kandungan total flavonoid yang gradual hal ini
dikarenakan jembatan glikosida dalam ekstrak telah terputus. IDGM kering terjadi peningkatan
kandungan flavonoid pada hari ke- 10 dan 20. Berbeda dengan EDGM kering, hari ke- 1 sampai
hari ke- 20 terjadi penurunan kandungan yang gradual. Perbedaan penurunan kandungan total
flavonoid pada IDGM dan EDGM segar maupun kering selama penyimpanan, diduga karena
dalam sediaan infus telah tercemar oleh mikroba atau fungi sehingga menyebabkan kandungan
total flavonoid turun pada saat pengukuran. Peningkatan kandungan flavonoid setelah hari ke-20
hal ini mungkin karena ada fungi atau mikroba yang setelah direaksikan dengan reagen folin-
ciocalteu membentuk warna yang sama dengan flavonoid. Menurut Markham (1988), tumbuhan
segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis flavonoid, walaupun cuplikan kering
yang telah disimpan hatihati selama bertahun-tahun tetapi masih tetap dapat memberikan hasil
yang memuaskan. Contoh herbarium yang telah disimpan lebih dari 100 tahun ternyata masih
dapat digunakan untuk menganalisis flavonoid (Harborne, 1996), bahkan flavonoid yang telah
diisolasi dari fosil yang berumur 25 juta tahun tetapi, dalam tumbuhan yang sudah lama ada
kecenderungan glikosida diubah menjadi aglikon karena pengaruh fungi, dan aglikon yang peka
menjadi teroksidasi. Penurunan kandungan total flavonoid selama penyimpanan berkaitan
dengan proses evaporasi dimana glikosida terhidrolisis, sama halnya dengan pengujian pada hari
pertama. Saat glikosida terhidrolisis maka terjadi pemecahan molekul. Senyawa fenol cenderung
mudah larut dalam air karena umumya komponen-komponen aktif secara biologis dari bahan
organik berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel dan
kelarutannya dalam air akan bertambah jika gugus hidroksil makin banyak (Achmad, 1989).
sedangkan aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, dan flavonol cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut semi polar (Markham, 1988).

(DEKOK)

Pengaruh Perlakuan terhadap California Mastitis Test (CMT).


Laktasi (L) Sirih % Total Rata-rata
S0 S1 S2 S3
L1 2,12 5,02 12,26 12,40 31,81 2,65
L2 2,12 5,02 12,28 13,04 32,46 2,70
L3 2,12 2,12 8,69 8,69 21,63 1,80
Total 6,36 12,16 33,23 34,14 85,89
Rata-rata 0,53 1,01 2,77 2,84

CMT merupakan suatu cara mendeteksi adanya kejadian mastitis subklinis yang tidak bisa dilihat
dengan kasat mata pada setiap putting susu sapi (Suriyasathaporn and Chupia, 2011). Rataan
persentase penurunan California Mastitis Test (CMT) yang merupakan data hasil transformasi
pada masing-masing perlakuan antara lain rataan persentase penurunan CMT terbesar ditunjukan
pada S3 (2,84 %), dan terendah pada perlakuan S0 (0,53 %), S1 (1,01 %) dan S2 (2,77%),
semakin tinggi persentase dekok daun sirih hijau yang digunakan semakin tinggi penurunan
CMT. Penurunan CMT terbesar ditunjukan pada L2 (2,70%) terendah pada L3 (1,80%) dan L1
(2,65%). Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap persentase penurunan CMT, maka
dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap CMT dengan mengetahui pengaruh antar perlakuan
dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan’s.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan’s menunjukkan rataan persentase penurunan CMT pada S3
nyata lebih besar jumlahnya dari rataan persentase penurunan CMT pada S2 , S1 , dan S0 (Tabel
2). Rataan persentase penurunan CMT pada S2 nyata lebih besar jumlahnya dari S1 dan S0 . Hal
ini diduga karena pada S3 (60 %) persentase dekok daun sirih hijau yang digunakan lebih tinggi
dibandingkan S2 (50 %), S1 (40 %), dan S0 (0 %), sehingga kandungan senyawa antibakteri
daun sirih hijau, yaitu minyak atsiri (fenilpropana, o-hidroksikavikol, kavikol, kavibetol,
eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, p-simol, terpinen, dan seskuiterpen) lebih banyak,
akibatnya bekerja lebih efektif dalam menghambat masuknya bakteri kedalam lubang puting
susu.
Rataan persentase penurunan CMT untuk S0 dan S1 serta S2 dan S3 berbeda tidak nyata,
menunjukkan bahwa penggunaan dekok daun sirih hijau 0 % dan 40 % serta 50% dan 60% tidak
begitu berpengaruh terhadap penurunan CMT. Hal ini diduga karena kandungan antibakteri
dalam dekok daun sirih hijau belum mampu menghambat masuknya mikroorganisme kedalam
saluran ambing. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan’s pada penurunan CMT untuk L1 , L2 dan L3
berbeda tidak nyata, menunjukkan bahwa periode laktasi tidak begitu berpengaruh terhadap
penurunan CMT (Tabel 3). Hal ini diduga karena dekok daun sirih hijau merupakan cairan
antibakteri yang digunakan di luar tubuh ternak sehingga tidak berpengaruh terhadap periode
laktasi.
Pengaruh Perlakuan terhadap Uji Total Plate Count (TPC) Air Susu Sapi

TPC adalah menghitung total populasi mikroorganisme anaerob pada peralatan atau makanan
(Sagitarini et al., 2013). Rataan uji TPC air susu sapi yang merupakan data hasil transformasi
pada masing-masing perlakuan diantaranya rataan persentase penurunan Uji TPC pada air susu
sapi terbesar ditunjukan pada S3 (4,63 %) dan terendah pada S0 (0,53 %), S1 (2,31%) dan S2
(3,63%), semakin tinggi persentase dekok daun sirih hijau semakin besar penurunan jumlah
bakterinya. Penurunan TPC pada air susu sapi terbesar laktasi tidak begitu berpengaruh terhadap
penurunan TPC (Tabel 6). Hal ini diduga karena dekok daun sirih hijau merupakan cairan
antibakteri yang di gunakan di luar tubuh ternak sehingga tidak terpengaruh terhadap periode
laktasi.

BAB V (KESIMPULAN)
1. Kandungan total flavonoid tertinggi terdapat pada ekstrak daun Gedi merah segar (1686.5
mg/Kg), diikuti dengan ekstrak daun Gedi Merah kering (1666 mg/Kg). Sedangkan untuk
infus daun Gedi Merah segar (1002 mg/Kg) dan infus daun Gedi Merah kering (518.5
mg/Kg) memiliki kandungan total flavonoid yang rendah. Kandungan total flavonoid pada
infus daun Gedi merah memiliki proses penurunan kandungan yang tidak gradual selama
penyimpanan.
2. Lama Penyimpanan ekstrak daun Gedi Merah berpengaruh terhadap kandungan total
flavonoid. Penyimpanan ekstrak hari ke-10 dan hari ke-20 mengalami penurunan kandungan
total yang gradual.
3. Jenis simplisia segar maupun kering daun Gedi Merah (Abelmoschus manihot L.) dan jenis
ekstrak dari tiap simplisia memiliki pengaruh terhadap kandungan total flavonoid.
4. Penggunaan dekok daun sirih hijau sebagai bahan teat dipping berpengaruh terhadap
persentase penurunan California Mastitis Test dan jumlah bakteri pada susu pada Uji Total
Plate Count, Penggunaan dekok daun sirih dosis 50 % dan 60% menunjukkan hasil yang
paling efektif dalam penurunan persentase CMT dan TPC. Serta Periode laktasi tidak
berpengaruh nyata dalam penurunan persentase CMT dan jumlah total bakteri pada uji TPC.

Anda mungkin juga menyukai