PERTEMUAN KESEPULUH
B. BAGIAN ISI
Pertemuan Kesepuluh :
Lima Kaidah Pokok dalam al-Qawaid al-Fiqhiyyah dan contohnya (Kaidah ke-3 dan
ke-4)
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Lima Kaidah Pokok dalam al-Qawaid
al-Fiqhiyyah
Artinya : “..... Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk mempersempit
(hati) mereka ..... ” (QS. Al Thalaq : 6).
c. Contoh aplikatif
Kaidah ini sangat vital sekali dalam hukum islam, sehingga banyak
ditemukan contoh aplikatifnya, dan kesemuanya merupakan bukti bahwa
islam tidak ingin ada dharar yang menimpa pada pemeluknya. Contoh
aplikatifnya ialah :
Adanya khiyar majlis dan khiyar syarat. Khiyar majlis ialah hak antara
menggagalkan akad atau melanjutkan akad saat pihak penjual ataupun
pembeli masih belum berpisah dalam satu tempat akad.
Kebolehan hajr. Mencegah seseorang untuk melakukan tasharruf pada
hartanya.
Adanya hak syuf’ah, yaitu hak untuk membeli secara paksa. Ini
disyari’atkan karna khawatir timbulnya dharar. (Hal 80)
d. Kaidah-kaidah turunan
1) Al Dhararu Yuzalu [Setiap bentuk dharar harus dihilangkan].
2) Al Dhararu Yudfa`u bi Qadri al Imkan “Dharar itu dihilngkan sebisa
mungkin”.
3) Al Dhararu la Yuzalu bi al Dharar [Dharar tidak boleh dihilangkan
menggunakan dharar yang lain].
4) Al Dhararu al Asyaddu Yuzalu bi al Dharari al Akhafi [jika ada dua
keburukan) maka harus dipilih yang lebih ringan dampaknya].
5) Idza Ta`aradha Mafsadatani Ru`iya A`zhamuhuma bi Irtikabi
Akhaffihima [Apabila ada dua pertentangan antara dua mafsadat, maka
diperhatikan yang lebih besar mafsadatnya dengan memilih sesuatu
yang mafsadatnya lebih kecil].
6) Yutahammalu al Dhararu al Khass li Dafi`i al Dharari al `Amm
[Dharar yang bersifat khusus (individual), wajib dipikul untuk
menghentikan dharar yang umum].
7) Dar`u al Mafasidi Awla min Jalbi al Mashalihi [Menghilangkan
mafsadat lebih utama dari pada menarik kemaslahatan].
8) Al Dhararu la Yakunu Qadiman [Tidak boleh ada dharar yang
dibiarkan berlalu].
9) Ma Ubiha li a-Dharurati Yuqaddaru bi Qadriha [Sesuatu yang
diperbolehkan karena dharurat maka harus ditakar daruratnya].
B. Kaidah Keempat
ﺸﻘﱠﺔُ ﺗ َﺠْ ﻠِﺐُ اﻟﺘ ﱠﯿﺴﯿﺮ
َ أﻟ َﻤ
“suatu kesusahan mengharuskan adanya kemudahan”
1. Makna kaidah
Kesulitan (masyaqqah) yang dapat memudahkan adalah kesulitan yang
menyebabkan pembebanan syari’ah tidak terjadi secara terus menerus. Jika
sebuah masyaqqah menyebabkan pembebanan syari’ah terjasi secara
kontinue maka tidak dapat dikategorikan sebagai masyaqqah yang dapat
memudahkan.
Masyaqah yang dapat memberikan keringanan adalah masyaqqah yang
besar dan berat, msyaqqah yang benar-benar sukar, masyaqqah yang dapat
berdampak pada kerusakan jiwa dan harta, dan lain sebagainya.
2. Dalil kaidah
C. REFERENSI
1. Jalaluddin Abd al-Rahman Al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawa’id wa
Furu’ Fiqh al-Syafi’i, Cet. Ke-1, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1399 H/1979
2. Asymuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta : Bulan Bintang, 1976, Cet.
Ke-1
3. Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, t.t.: Dâr Al-Fikri Al-Arabi, t.th.
4. Al-Imam Tajjuddin Abd al-Wahab bin Ali bin Abd al-Kafi al-Subki, Al-
Asybah wa al-Nazhâir, Beirut: Dâr al-Kutub al-Islamiyah, t.th., Juz I
5. Ibnu Nuzaim, Al-Asybah wa al-Nazhair, Damaskus: Dar al-Fikr, 1403 H/1983
M
6. Ali Ahmad Al-Nadwi, Al-Qawâ’id Al-Fiqhiyah, Beirut : Dâr al-Qâlam, 1420
H/2000 M, Cet. Ke-5.
7. Muhammad al-Ruki, Qawâ’id Al-Fiqhi al-Islami, Beirut : Dâr al-Qâlam, 1419
H/1998 M, Cet. Ke-1.
8. Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, t.t..: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H/1983 M