Anda di halaman 1dari 15

ILMU JIWA PERKEMBANGAN

(Perkembangan Usia Anak Menurut Konsep Islam)

Makalah

Dibuat dengan Tujuan Memenuhi Tugas Kelompok Ilmu Jiwa Perkembangan


Program Studi Pendidikan Agama Islam
pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam As’adiyah

Disusun Oleh

KELOMPOK 5 PAI 5-A:

NURDINAR 18310178
DWI NISHA AQILLAH 18310034
SURIADI

DOSEN PENGAMPU:

Dr. IBRAHIM M, S.Ag., S.Pd., M.Si

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH SENGKANG

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Shalawat dan taslim tak lupa kita kirimkan kepada panutan kita
Muhammad saw. Nabi yang telah menjadi rahmatan lil ‘alamin diseluruh alam
semesta ini.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Ilmu Jiwa
Perkembangan yang telah memberikan tugas ini dalam hal ini Dr. Ibrahim M,
S.Ag., S.Pd., M.Si sehingga pengetahuan kami tentang Perkembangan Usia Anak
Menurut Konsep Islam bisa semakin bertambah. Ucapan terimakasih pula kepada
semua pihak yang berperan dalam penyelesaian makalah ini.
Di dalam makalah ini, kami menyadari bahwa sangat jauh dari
kesempurnaan, olehnya itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat
membangun kami sangat harapkan demi pengembangan penulisan makalah kami.

Sengkang, 31 Desember 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTRA ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2
A. Anak dalam Perspektif Islam....................................................................... 2
B. Fase Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam...................................... 2
C. Pola Pembinaan Berdasarkan Fase Perkembangan dalam Perspektif
Islam
........................................................................................................................
7
BAB III PENUTUP........................................................................................... 11
A. Kesimpulan................................................................................................... 11
B. Saran............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di dunia dan alam semesta ini
merupakan sunnahtullah yang tidak bisa dihindari. Hal itu merupakan kejadian
alamiah yang setiap yang hidup pasti akan mengalami dan merasakan perubahan.
Dalam proses perkembangan akan mengalami beberapa fase dan tahapan-tahapan
baik secara biologis maupun psikologis.
Maka lewat tulisan ini, kami akan membahas tentang Perkembangan usia
anak menurut konsep Islam, agar kita bisa mengetahui hakikat pertumbuhan dan
perkembangan bagi anak. Serta peran orang tua dan guru dalam mensikapi
perkembangan yang dialami oleh anaknya, agar bisa mengamati apa yang terjadi
sehingga bisa diantisipasi secara dini guna mengawal perkembangan anak dengan
baik dan cermat, yang tentunya disesuaikan dengan kondisi psikologis anak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anak dalam perpektif Islam?
2. Bagaimana fase perkembangan anak menurut konsep Islam?
3. Bagaimana pola pembinaan berdasarkan fase perkembangan dalam
perpektif Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anak dalam perpektif Islam?
2. Untuk mengetahui fase perkembangan anak menurut konsep Islam?
3. Untuk mengetahui pola pembinaan berdasarkan fase perkembangan dalam
perspektif Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anak dalam Perpektif Islam
Dalam Al Qur’an, penyebutan anak mempunyai istilah berbeda-beda yang
tentu saja mempunyai makna yang berbeda pula. Beberapa istilah tersebut
misalnya: al walad, al ibn, at thifl, as-sabi, dan al ghulam.
Secara terminologi anak adalah orang yang lahir dari rahim ibu, baik laki-
laki, perempuan maupun khunsa, sebagai hasil dari hubungan antara dua lawan
jenis. Secara status, seorang anak adalah hasil pernikahan antara suami istri.
Adapun untuk batasan usia anak, Islam mempunyai batasan dalam menentukan
usia anak dan dewasa, yaitu baligh. Ukuran baligh bagi seorang anak ketika sudah
ihtilam (mimpi basah/sekitar usia 12-15 tahun) bagi laki-laki dan haid (sekitar 9
tahun ke atas) bagi perempuan.
Dalam konsepsi Islam, seorang anak seharusnya sudah dewasa pada usia 15
tahun. Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau
bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia

18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun.
Berdasarkan penjelasan, secara etimologi dan terminologi di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian anak secara Islam dapat dilihat dari tiga sudut
pandang. Pertama, secara biologis (herediter), kedua, secara perkembangan, dan
ketiga, secara status. Secara biologis, anak adalah individu yang keluar dari rahim
seorang ibu, akibat dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sedang secara
perkembangan anak adalah individu yang berusia 0 tahun sampai dengan masa
baligh (sudah ihtilam/haid atau sudah berusia lima belas tahun) dan secara status,
seorang anak adalah hasil pernikahan antara suami istri.

B. Fase Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam


Hadis Nabi SAW:
، َ‫ َواضْ ِربُوْ هُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َع ْش ِر ِسنِ ْين‬، َ‫صاَل ِة َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َسب ِْع ِسنِ ْين‬
َّ ‫ُمرُوْ ا أَوْ اَل َد ُك ْ^م بِال‬
‫اج ِع‬
ِ ‫ض‬َ ‫َوفَ ِّرقُوْ ا^ بَ ْينَهُ ْم فِي ْال َم‬

2
1

Artinya: “Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan
pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)!
Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak
perempuan)!”
‫ الولد سيد سبع سنين وعبد سبع سنين ووزير^ سبع‬:)‫النبي (صلى هللا عليه وآله وسلم‬ ‫وقال‬
‫سنين‬
Artinya: “Anak adalah raja pada usia 7 tahun pertama, hamba pada 7 tahun
kedua, dan mentri pada 7 tahun berikutnya.”
Q.s al-Baqarah ayat 233
          
        
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.”
Berdasarkan pengertian dan sifat perkembangan di atas, serta beberapa
landasan yang ditemukan dalam Al Qur’an dan Hadits, fase perkembangan anak
dalam perspektif Islam dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fase At Thifl Awal (0-7 tahun)
Ciri khas perkembangan pada fase ini:
1) Fase menyusui (radha’ah) (0-2 tahun)
Fase ini merupakan momentum yang sangat penting, lantaran janin telah
memasuki fase barunya di dunia yang asing baginya. Dalam tafsir Maraghi,
diterangkan bahwa hikmah menyusui ialah agar kepentingan bayi benar-benar
diperhatikan. Air susu adalah makanan utama bagi bayi pada umur seperti ini.
Dan ia sangat memerlukan perawatan yang seksama dan tidak mungkin dilakukan
oleh orang lain kecuali ibunya sendiri. Hal ini dikarenakan masa menyusui
memegang peranan yang amat besar dalam mengembangakan fisik, emosi dan
kognisi anak.
2

2) Fase Pra Tamyiz/kanak-kanak (Thufulah) (2-7 tahun)


Fase ini diambil dari rentang usia yang disebutkan Nabi, bahwa ajarilah
anakmu untuk menjalankan sholat pada usia 7 tahun. Juga sabda beliau yang
menyatakan bahwa usia tujuh tahun pertama seorang anak adalah layaknya raja.
Kemudian di dalam Q.s al-Baqarah ayat 233 menyatakan bahwa ada masa dua
tahun pertama yang harus diperhatikan dalam rentang masa tujuh tahun tersebut,
yaitu masa menyusui. Jadi dari hadits Nabi Saw dan Q.s al-Baqarah ayat 233
dapat dipahami bahwa masa pra Tamyiz/ kanak-kanak itu daru usia 2-7 tahun.
Pada usia 2 atau 3 tahun perkembangan sensor motorik dan akal anak tidak
lagi puas dengan hanya melihat lihat atau meraba-raba benda saja. Anak itu makin
bertambah kemampuannya. Setiap hari sejak mulai bangun tidur ía selalu sibuk
mengerjakan sesuatu atau melakukan percobaan sehingga masa ini sering
dinamakan dengan masa percobaan.
Sekitar usia 4-5 tahun, anak dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat
egosentris, dan usia 6 tahun baru tumbuh rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun
anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk diri anak pada
usia ini menurut Rasulullah adalah dengan cara belajar sambil bermain karena
dinilai sejalan dengan tingkat perkembangan usia ini. Oleh karena itu, fase ini
biasa juga disebut dengan fase pra sekolah. Di mana anak mulai belajar mandiri
dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan kesiapan
bersekolah. Karena itulah wajar jika pada masa ini anak dikatakan sebagai
seorang eksplorer sejati karena pada masa ini anak-anak suka melakukan
penjelajahan terhadap lingkungannya.

2. Fase Ath-Thifl Akhir (7 -14 tahun)


Dalam hadits Nabi Saw, secara nyata dipahami bahwa batas pertama fase
perkembangan anak adalah usia tujuh tahun, batas kedua adalah tujuh tahun
kedua. Dalam tujuh tahun kedua ini, fase pertama rentang usia 7 – 10 tahun (fase
tamyiz) dan fase kedua adalah fase amrad.
Ciri khas perkembangan pada fase ini
1) Fase Tamyiz (7-10 tahun)
3

Secara istilah kata Tamyiz adalah kekuatan daya pikir yang dengannya anak
mampu menemukan dan menetapkan beberapa makna (perkataan). Sedangkan
secara tanda Tamyiz, para ulama memberikan pendapat yang beragam tentang
tanda-tanda Tamyiz. Sebagian ada yang berpendapat bahwa indikator Mumayyiz
(seseorang yang telah Tamyiz) adalah anak mampu memahami suatu pembicaraan
dan mampu menjawab (pertanyaan) dari lawan bicaranya. Seorang anak yang
Mumayyiy adalah anak yang sudah mencapai usia dimana seorang anak sudah
mulai bisa membedakan mana hal yang bermanfaat baginya dan mana hal yang
membahanyakan dirinya, sebagian ulama menyatakan bahwa pada usia ini
seorang anak memiliki kemampuan dalam otaknya untuk bisa menggali arti dari
suatu hal. Dalam kenyataannya, pada masa ini seorang anak mampu melakukan
beberapa hal secara mandiri, seperti makan dan minum. Pendapat lain mengatakan
bahwa batasan Tamyiz adalah ketika telah mampu membedakan yang kanan dan
yang kiri.
Pada fase tamyiz ini anak sudah siap untuk mempelajari ilmu-ilmu hukum
bagaimana berhubungan dengan Allah SWT. maupun aturan hukum lain, seperti
ibadah, muamalah, jinayat, dan munakahat. Pendidikan pokok syari’at seperti ini,
setidaknya diharapkan bisa tuntas pada usia 10 tahun atau 12 tahun.
Perkembangan berfikir pada fase ini berkembang secara berangsur-angsur,
ingatan anak menjadi kuat sekali. Anak mengalami masa kegembiraan dalam
belajar sehingga pengetahuannya dan kemampuannya terus bertambah. Oleh
karena itulah, pada masa ini keterampilan-keterampilan fundamental, seperti
membaca, menulis dan berhitung telah dikuasai dengan sangat baik.
Perkembangan bahasa anak pada fase ini juga telah sampai pada kemampuan
kestabilan bahasa. Dimulai sejak usia enam tahun, bahasa anak sudah semakin
stabil, gaya tuturnya sudah sistematis dan mampu mengutarakan idenya dengan
bahasa yang tepat.
Berdasarkan perkembangan perasaan yang dimilikinya, anak sudah memiliki
kesadaran terhadap kewajiban dan pekerjaannya, anak memiliki kemampuan
membedakan antara yang baik dan buruk, antara salah dan benar, antara yang
prioritas dan bukan prioritas rnelalui kemampuan akalnya. Karena kemampuan
4

itu, maka anak juga telah siap untuk berkenalan dan memahami adanya tingkatan
hukum yang akan diterimanya. Ada yang halal, haram, wajib, sunnah, mubah,
makruh, syubhat.
peranan sosial anak juga semakin berkembang karena anak keluar dari
lingkungan keluarga dan memasuki lingkungan sekolah, mereka mengenal lebih
banyak teman dalam lingkungan sosial yang lebih luas.
Pada fase ini Rasulullah juga memberikan pelajaran untuk berdisiplin. Salah
satu caranya dengan mulai diperintahkan untuk sholat. Hal ini adalah ajaran
didaktis yang erat kaitannya dengan perkembangan anak. Fase ini sesungguhnya
dimaksudkan agar manusia siap menjalankan tugas-tugasnya sebagai manusia
tatkala manusia telah menjadi manusia dewasa yang terbebani hukum (taklif).
2) Fase Amrad (10-14 tahun/sebelum baligh) atau disebut juga dengan fase
murahaqah (masa peralihan atau pubertas)
Jika fase tamyiz berakhir pada usia 10 tahun, maka fase ini berangkat dari 10
tahun sampai seorang anak menjadi baligh, baik dengan bermimpi/haid atau sudah
menginjak usia 14 tahun.
Pada fase Amrad ini anak telah berkembang pesat secara fisik, psikologis dan
kemampuannya untuk mengembangkan dirinya sendiri. Secara intelektual, pada
usia ini anak sudah memilki kemandirian berfikir abstrak, sehingga ilmu-ilmu
nadzari, yaitu ilmu-ilmu yang mengandalkan logika yang kuat, sudah tepat
diajarkan kepada anak.
Dalam fase ini seorang anak memerlukan pengembangan potensi-potensinya
untuk mencapai kedewasaan dan kemampuan bertanggung jawab penuh. Anak
membutuhkan latihan dan kepercayaan untuk menjadi manusia yang bertanggung
jawab sebagai calon manusia dewasa. Ia membutuhkan dorongan yang
memungkinkan anak kelak mencapai taklif dalam makna yang sesungguhnya,
tidak sekedar tuntutan formal fikih semata.
Kemampuan lain yang perlu dilatihkan pada fase ini adalah penguasaan atas
keterampilan hidup (life skill). Karena suatu saat nanti seorang anak harus
bekerja. Pada saat dewasa mereka harus mampu mandiri, menanggung kehidupan
sendiri dan keluarganya. Maka, menjelang dewasa ia harus melakukan proses
5

latihan yang dapat menjadikannya mandiri secara ekonomi dengan mulai belajar
bekerja/berwirausaha.
Selain hal-hal tersebut di atas, Syeikh Abdullah Nashih Ulwan memberi
peringatan tentang tanggung pendidikan seksual anak. Pendidikan seksual adalah
upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual
kepada anak, sejak ia mengenal masalah-maslah yang berkenaan dengan naluri
seks dan perkawinan. Dimana jika seorang anak telah mencapai masa pubertas,
usia 12 sampai 14 tahun, maka pendidik harus berterus terang atau menjelaskan,
bahwa tanda-tanda baligh bagi seorang laki-laki adalah mimpi basah dan tanda-
tanda baligh bagi perempuan. Apabila hal ini terjadi berarti ia telah baligh dan
telah menjadi mukallaf. Inilah salah satu hikmah diperintahkannya memisahkan
tempat tidur anak laki-laki dan perempuan mengingat usia ini kematangan seksual
telah tumbuh.
Pada fase pubertas ini, biasanya anak sedang mencari jati diri dan sering
menampakkan perilaku memberontak atau bersikap acuh. Oleh karena itu, para
orangtua, pendidik dan lingkungan sosialnya harus lebih waspada dan mengambil
langkah-langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan.

C. Pola Pembinaan Anak Berdasarkan Fase Perkembangannya Dalam


Perspektif Islam
1. Pembinaan fase at Thifl awal (rentang usia 0 - 7 tahun)
Mengingat vitalnya masa ini, sebaiknya orangtua menjadi pendidik utama
Karena hanya orangtualah yang mampu memberikan perhatian dan pembinaan
yang ikhlas dan tumbuh dari lubuk hati terdalam.
Adapun pembinaan yang berkaitan dengan kelahiran dan harus disegerakan
adalah:
1) Memberikan ucapan selamat dan rasa turut gembira ketika seseorang
melahirkan.
2) Mengumandangkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
6

3) Menggosok langit-langit mulut anak setelah dilahirkan (mentahniq)


4) Mencukur rambut kepala anak.
5) Memberi nama yang baik
6) Melaksanakan Aqiqah
7) Khitan
Adapun terkait dengan pendekatan dan metode pembinaan dalam fase ini (0-7
tahun), ada 4 hal yang penting untuk ditekankan, yaitu:

1) Pendekatan
Dalam fase 0 - 7 tahun, Pendekatan umum yang perlu dikedepankan adalah
memberikan perlindungan dan kasih sayang (khususnya fase bayi), kemudian
menekankan kepada a’dib atau memberikan teladan serta terus memberikan
stimulus dan inspirasi melalui komunikasi hangat dan sejalan dengan kemampuan
anak.

2) Orientasi pembinaan
Orientasi pembinaan anak pada fase ini, tentu difokuskan pada pembinaan
pondasi, yaitu tauhid/keimanan, menguatkan fisik, pembinaan akhlak/moral,
psikis/kejiwaan anak, pembinaan rasio/nalar anak dan bimbingan dalam
memasuki lingkungan sosial.

3) Bentuk pembinaan
Untuk bentuk pembinaannya, anak mulai dikenalkan dengan kalimat
tauhid/syahadat, memperdengarkan do’a-do’a sehari-hari, mendengarkan Al
Qur’an dan mulai belajar Al Qur’an, menceritakan kisah keteladan Nabi dan
Rasul, para sahabat dan cerita inspiratif lainnya. Pada tahap ini juga, anak
sebaiknya mulai dikenalkan dengan apa yang tidak boleh dan boleh secara syar’i
dan norma-norma sosial.

4) Metode pembinaan
Beberapa metode yang efektif dalam pembinaan di fase ini, antara lain:
metode meniru/pembiasaan, bermain, bercerita, learning by doing, menghafal dan
7

pemberian contoh-contoh. Intinya, metode yang dilakukan dalam fase ini harus
bersifat menyenangkan dan menarik bagi anak sehingga pesan-pesan pembinaan
yang akan disampaikan dapat diterima dan tertanam dalam diri anak secara baik.
2. Pembinaan Masa Fase Ath-Thifl Akhir (7 -14 tahun)
Terkait dengan pendekatan dan metode pembinaan ini fase ini, ada 4 hal yang
penting untuk diperhatikan, yaitu:
1) Pendekatan
Dalam fase 7 – 14 tahun, Pendekatan umum yang perlu dikedepankan adalah
addib, yaitu pengenalan kewajiban dan membina kedisiplinan anak. Semakin
dewasa usia anak, maka implementasi penegakkan disiplin juga lebih ketat.
2) Orientasi pembinaan
Orientasi pembinaan anak pada fase ini, masih fokus pada pembinaan
penguatan pondasi tauhid/keimanan, menguatkan fisik, pembinaan akhlak/moral,
psikis/kejiwaan anak, pembinaan rasio/nalar anak dan bimbingan dalam
memasuki dengan lingkungan sosial. Pada akhir fase ini, anak juga mulai
dikenalkan dengan pendidikan seksual mulai dari hal yang paling dasar, seperti
mengenal perbedaan laki-laki dan perempuan.
3) Bentuk pembinaan
Bentuk pembinaannya fase ini melanjutkan pembinaan fase sebelumnya,
yaitu tauhid/keimanan, mengamalkan do’a-do’a sehari-hari, mempelajari dan
menghafal Al Qur’an, mencontoh kisah keteladan Nabi dan Rasul, melakukan
perintah agama seperti sholat dan puasa. Pada usia ini anak sudah mulai
mempelajari skill of life, survival of life dan thinking of life agar anak semakin
siap dalam menghadapi kehidupannya.
4) Metode pembinaan
Beberapa metode yang efektif dalam pembinaan di fase ini dapat lebih
diperkaya daripada fase sebelumnya, selain metode meniru/pembiasaan, bermain,
belajar menunggang kuda, belajar memanah, berenang, metode bercerita, learning
by doing, menghafal dan pemberian contoh-contoh, sudah memungkinkan
diberikan metode hiwar/dialog, pemberian ibroh, mengenalkan hal-hal yang
8

bersifat punishment and reward (tarhib dan targhib) atas konsekuensi dari apa
yang dikerjakannya.
Pada periode ini, anak juga dapat belajar diluar lingkungan rumah bersama
lembaga pendidikan dan para guru dalam proses pembelajaran yang sifatnya
formal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara terminologi anak adalah orang yang lahir dari rahim ibu, baik laki-
laki, perempuan maupun khunsa, sebagai hasil dari hubungan antara dua
lawan jenis. Secara status, seorang anak adalah hasil pernikahan yang sah
antara suami istri.
2. Fase perkembangan anak:
 Fase at thifl awal yang terdiri dari fase menyusui (radha’ah) usia 0-2
tahun, dan fase Pra Tamyiz/kanak-kanak (Thufulah) usia 2-7 tahun.
 Fase ath-thifl Akhir yang terdiri dari fase tamyiz usia 7-10 tahun, dan
fase amrad usia 10-14 tahun.
3. Pola pembinaan dalam Islam yang sesuai dengan fase perkembangan anak
dimulai dari pembinaan pada awal kelahiran yang harus disegerakan,
pembinaan yang berkelanjutan sampai dengan masa baligh. Dengan
demikian memperhatikan fase perkembangan anak, maka pendekatan,
orientasi pembinaan, bentuk dan metode pembinaan yang akan dilakukan
selaras dengan perkembangan anak.

B. Saran
Makalah ini setidaknya memberikan sedikit pengetahuan tentang
Perkembangan Usia Anak Menurut Konsep Islam sehingga dapat menjadi bahan
pembelajaran. Dan dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan
masukan yang dapat membangun penulisan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Aliah B. Purwakania. Psikologi Perkembangan Islam, Tc; Jakarta: PT
Raja Grafindo Perkasa, 2006.
Khusni, Moh Faisol, “Fase Perkembangan Anak Dan Pola Pembinaannya Dalam
Perspektif Islam”, diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/276722-fase-perkembangan-
anak-dan-pola-pembinaa-70a674b3.pdf, pada tanggal 31 Desember 2020.
Robbina, Dani, “Makalah Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam”, diakses
dari http://robbinadani.blogspot.com/2015/05/makalah-perkembangan-anak-
menurut.html, pada tanggal 3 Desember 2021.

10

Anda mungkin juga menyukai