Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM

“Peserta Didik Menurut Islam”

Disusun Oleh :
Vivi Rahmayanti T : 20.03.04.031
Muhammad Ali Hanafia : 20.03.04.019
Ilma Annisa Nasution : 20.03.04.017
Siti Mulia Br. Angkat : 20.03.04.009
Eliyana Fitri : 20.03.04.084
Sheifa Abdullah Hrp : 20.03.04.085

Dosen Pembimbing
Dedek Nur Siti Khodijah, M.Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


AL WASHLIYAH BINJAI
T.A 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa. Atas Rahmat dan hidayah-
Nya, Kelompok III dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peserta
Didik (menurut Islam)” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Islam, selain itu
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bagaimana sebaiknya
mendidik yang benar menurut ajara Islam bagi para pembaca dan terkhusus bagi
kami yang menyusun makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih Kepada Ibu Dedek Nur Siti Khodijah, M.Pd
selaku Dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Islam. Ucapan terima kasih
juga untuk semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangudiharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Binjai, 21 Oktober 2021

KELOMPOK 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam..............................................4
a. Pengertian Peserta Didik Etimologi...............................................5
b. Pengertian Peserta Didik Terminolog............................................5
B. Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik.........................................8
C. Sifat-sifat dan Kode Etik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam.....8
D. Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik...............................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................14
A. Kesimpulan.......................................................................................14
B. Saran.................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan secara sadar yang
diberikan oleh pendidik kepada peserta didik dalam perkembangan jasmaniah dan
rohaniah ke arah kedewasaan dan seterusnya ke arah terbentuk nya kepribadian
muslim. Dengan demikian pendidikan Islam berlangsung sejak anak dilahirkan
sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya.1 Dalam sabda
Nabi SAW:

َ ‫ص َرانِ ِه أَ ْو يُ َم ِّج‬
‫سانِ ِه‬ ِّ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّودَانِ ِه أَ ْو يُن‬،ُ‫سانُه‬
َ ِ‫ َحتَّى يُ ْع ِر َب َع ْنهُ ل‬،‫ُك ُّل َم ْولُ ْو ٍد يُ ْولَ ُد َعلَى ا ْلفِ ْط َر ِة‬
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara).
Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”2
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul
Kabir. Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dengan lafaz,
Dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:

ِ َّ‫ َر الن‬Mَ‫دِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكث‬M‫ك ال‬


‫اس‬ ِ ‫يل لِخَ ْل‬
َ Mِ‫ق هَّللا ِ َذل‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬
َ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِد‬ َ َ‫فَأَقِ ْم َوجْ ه‬
َ‫ون‬MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM‫اَل يَ ْعلَ ُم‬                                                                                                       
Artinya; Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(Islam) sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.3

Dengan demikian agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-


baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
anak didik, seperti disebutkan dalam Hadis nabi:

)‫َلى قُلُوْ بِ ِه ْم (الحديث‬ َ َّ‫خَ ا ِطب ُواالن‬


َ ‫اس ع‬
Artinya: “Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan
akalnya”. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu

1
Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT Al-Ma’arif1, 1989. Hlm
32
2
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. PT Bumi Aksara. 1994 Hlm 171
3
Al. Mahira. Quran Hafalan dan Terjemahan. Jakarta. Al Mahira. 2018. Hlm. 407

1
komponen yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan
dan tumbuhan perhatian dalam semua proses pendidikan.4

Dalam Islam peserta didik ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya
selalu berada dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak- anak yang sedang
dalam pengasuhan dalam pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak-anak
dalam usia sekolah, tetapi mencakup seluruh manusia baik sebagai individu
maupunsebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak,
atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan, setiap orang yang terlibat
dalam satu kegiatan pendidikan, baik itu formal, informal, maupun non formal
harus mampu mengembangkan dan mensosialosasikan berbagai persoalan yang
berkaitan dengan peserta didik secara baik dan benar, demi terselenggaranya
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi guru dan juga bagi peserta didik.

Diantara yang perlu diperhatikan adalah tentang bagaimanakah esensi dari


peserta didik, kewajiban dan tugas peserta didik, atau etika peserta didik dalam
menuntut ilmu. Untuk menjadi peserta didik yang baik, sebaiknya memiliki dan
mengembang sifat-sifat mulia dan meghindari sifat-sifat tercela, sebab sifat-sifat
mulia tersebut akan mempermudah peserta didik dalam menuntut ilmu,
sebaliknya sifat-sifat tercela akan menghambat peserta didik dalam menuntut
ilmu.

Ada yang berpendapat peseta didik itu adalah manusia yang belum
dewasa, oleh karenanya ia membutuhkan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan
dari orang dewasa atau dengan bahasa yang lebih teknis adalah “pendidik”dengan
tujuan untuk mengantarkannya menuju suatu pematangan diri. Dari sudut
pandang yang lain, ada juga yang mengatakan bahwa peserta didik itu adalah
manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan diri, sehingga
ketika fitrah ini ditangani secara baik maka sebagai eksesnya justru anak didik itu
nantinya akan menjadi seorang yang bertauhid kepada Allah (Al Rasyidin, 2012:
148).

4
Desmita. Psiskologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
2012.Hlm. 39.

2
Sementara itu, bila merujuk kepada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang terdapat dalam BAB I Pasal 1
poin keempat, dijelaskan bahwa peserta didik itu adalah anggota masyarakat yang
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Menurut pasal 1 ayat 4
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.5

Maka dari keterangan di atas amat sangat jelas terlihat peserta didik itu
maknanya tidaklah hanya dalam tataran pendidikan formal saja, juga tidak
memberi batasan usia, dan bahkan tekanannya sangat mejemuk dengan tidak
melihat bentuk perbedaan karena mengacu kepada sebuah kesadaran akan
kemajemukan bangsa Indonesia itu sendiri. Namun yang paling terpenting dalam
pengertian itu adalah istilah “berusaha mengembangkan potensi”, itu artinya
lewat pendidikan atau proses pembelajaran yang terarah dan positif diharapkan
dapat untuk mengoptimalkan potensi para peserta didik itu, baik dalam wilayah
pendidikan formal, non formal, informal dan juga pada tataran jenis dan bentuk
pendidikannya.

Dari pemaparan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah


sebagai berikut: bagaimana pengertian peserta didik dalam pendidikan islam?,
apa saja tugas peserta didik itu?

5
Undang-undang sistem pendidikan national
https://pmpk.kemdikbud.go.id/assets/docs/UU_2003_No_20_-_Sistem_Pendidikan_Nasional.pdf

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam


Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fithrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah
membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas
kemanusiaannya; baik secara vertikal maupun horizontal. Ibarat sebidah sawah,
peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan
sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas
menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya,
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.6
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Peserta
didik tidaklah hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia
akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik
pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air
kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis
dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan
keilmuannya
Peserta didik juga merupakan raw material atau bahan mentah dalam proses
transformasi pendidikan. Dalam undang- undang No. 20 tahun 2003, dijelaskan
bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Peserta didik diartikan dengan orang yang telah
memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.7
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta
didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk
6
Nizar. Filsafat Pendidikan, h. 48.
7
Ilmu Pendidikan Islam LPPPI (http://repository.uinsu.ac.id/2839/1/Ilmu%20Pendidikan
%20Islam.pdf)

4
menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik
berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua
ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa
peserta didik merupakan bahan mentah (raw material) yang harus diolah dan
bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Kesuksesan adalah tujuan utama para peserta didik dalam mencari ilmu.
Jika dikaji lebih dalam, tampak bahwa kesuksesan yang dimaksud dalam konteks
ini mengandung tujuan yang sangat mulya, karena ukurannya adalah bagaimana
seseorang yang telah meraih suatu pengetahuan kemudian dituntut untuk
mengamalkannya, yaitu untuk memerangi kebodohan baik dirinya sendiri
maupun orang lain atau untuk memperjuangkan kebenaran. Adapun ada beberapa
pengertian mengenai Peserta didik diantaranya:

a. Pengertian Peserta didik secara Etimologi


Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan
Tilmidz jamaknya adalah Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya
adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal
juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab,8 yang artinya adalah
“mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai
dengan sabda Rasulullah Saw:
) ‫( رواه الطبرنى‬.……‫من طلب علما فادركه كتب هللا كفلين‬
“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat
baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)

b. Pengertian Peserta Didik Secara Terminologi


Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang
mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan
dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural
proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu
yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi
fisik dan mental maupun fikiran. Namun secara definitif yang lebih detail para
ahli teleh menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Peserta didik

8
Ilmu Pendidikan Islam LPPPI

5
merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah potensi
(kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.9
Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk
beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama.
Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :
‫ك الدِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر‬ ِ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِدي َل لِ َخ ْل‬
َ ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬ َ َ‫فَأَقِ ْم َوجْ ه‬
ِ َّ‫الن‬                                                                                                        
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan
oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah
Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak,
dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan
bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga sebagai homo
educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk
pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna
mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh.
Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta
didik adalah orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan,
bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga
Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.10
Dalam pendidikan Islam peserta didik disebut dengan istilah muta’allim,
mutarabbi dan muta’addib. Muta’allim adalah orang yang sedang diajar atau
orang yang sedang belajar. Muta’allim erat kaitannya dengan mua’allim
karena mua’allim adalah orang yang mengajar, sedangkan muta’allim adalah
orang yang diajar. Mutarabbi adalah orang yang dididik dan orang yang
diasuh dan orang yang dipelihara. Sedangkan Muta’addib adalah orang yang

9
Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) (Jakarta :
Ciputat Press, 2002), h. 25. Kutipan Makalah Ilmu Pendidikan Islam LPPPI
10
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 26

6
diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk menjadi orang baik
dan berbudi.11
Samsul Nizar, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis mengklasifikasikan
peserta didik sebagai berikut:
a. Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya
sendiri
b. Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
c. Peserta didik adalah makhluk Allah SWT yang memiliki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana
ia berada.
d. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur
jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal hati
nurani dan nafsu.
e. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.12

Namun, dalam arti khusus peserta didik adalah seluruh al-insan, al-
basyar, atau bani adam yang sedang berada dalam proses perkembangan
menuju kepada kesempurnaan atau suatu kondisi yang dipandang sempurna
(al insan al-kamil). al-Insan, albasyar, atau bani adam dalam definisi ini
memberi makna bahwa kedirian peserta didik itu tersusun dari unsurunsur
jasmani, ruhani, dan memiliki kesamaan universal seperti yang telah
dikemukakan pada bagian terdahulu, yakni sebagai makhluk yang diturunkan
atau dikembangbiakan dari Adam kemudian, terma perkembangan dalam
pengertian ini berkaitan dengan proses mengarahkan kedirian peserta didik,
baik dari fisik (jism) maupun diri psikis (ruh) aql, nafs, qalbagar mampu
menjalankan fungsi-fungsinya secara sempurna (Al Rasyidin, 2012: 148-149).
Jadi, peserta didik sebagai makhluk Allah yang diberi tugas untuk
memakmurkan bumi, justru diberi kelebihan dan juga keistimewaan yang tidak
diberikan kepada makhluk lain, yakni kecerdesan akal, dan kepekaan hati yang
mampu berpikir rasional dan merasakan sesuatu di balik materi dan perbuatan.

11
Salminawati. Filsafat Pendidikan Islam (Membangun Konsep Pendidikan Yang Islami)
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012), h. 13.
12
Nizar, Filsafat Pendidikan, h. 20. Lihat pula Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : Kalam
Mulia, 2008), h. 36.

7
Keutamaan yang lain yang diberikan Allah kepada manusia adalah fitrah,
yakni potensi manusawi yang educable. Dengan bekal itulah memungkinkan
bagi manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang amat tinggi dalam aspek
peradaban dan kedekatan dengan Allah (Roqib, 2009: 59)

B. Tugas dan Tanggung jawab Peserta Didik


Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang
diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan
kewajibannya. Menurut Al-Ghazali mengungkapkan tugas peserta didik antara
lain:
a. Mensucikan diri dari akhlak dan sifat tercela.
b. Keikhlasan menjadi seorang murid untuk belajar kepada seorang guru.
c. Memiliki tanggung jawab untuk berkonsentrasi, serius dalam belajar.
d. Tidak memiliki sifat sombong kepada guru dan ilmu
e. Tidak mempelajari suatu ilmu secara keseluruhan sekaligus, melainkan
memperhatikan sistemtis mulai dari mudah.
f. Mempelajari ilmu disesuaikan dengan kebutuhan, tingkat, tahap
perkembangan murid.
g. Mengetahui kedudukan ilmu terhadap tujuan agar tidak mendahulukan ilmu
yang tidak penting atas ilmu yang penting.13

Tanggung jawab ini cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik,
sekaligus dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu. Di samping berbagai
pendekatan tersebut, peserta didik hendaknya memiliki kesiapan dan kesediaan
untuk belajar dengan tekun, baik secara fisik maupun mental. Dengan kesiapan
dan kesediaan fisik dan psikis, maka aktivitas kependidikan yang diikuti akan
terlaksana secara efektif-efisien.

C. Sifat-Sifat dan Kode Etik Peserta Didik dalam Pendidikan Islam


Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Al-Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,
merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:

13
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid 1 (Beirut: Daar Al-Fikr, 1991), h. 22

8
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan
jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi
dengan akhlak yang tepuji (tahalli) (perhatikan QS. Al-An‟am: 162, Al-
Dzariyat: 56).
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (QS.
Adl-Dluha: 4). Artinya, belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan,
tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat
kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia dan Allah SWT.
3. Bersikap tawadlu‟ (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan
pribadi untuk kepentingan pendidikannya. Sekalipunia cerdas, tetapi ia bijak
dalam menggunakan kecerdasan itu pada pendidikanya, termasuk juga bijak
kepada teman-temannya yang IQ-nya lebih rendah.
4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga
ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam
dalam belajar.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun
untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah).
Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, sementara ilmu
tercela akan menjauhkan dari-Nya dan mendatangkan permusuhan antar
sesamanya.
6. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang
mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang
fardlu „ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (QS. Al-Insyiqaq: 19).
7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara
mendalam. Dalam konteks ini, spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta
didik memiliki keahlian dan kompetensi khusus (QS. Al-Insyirah: 7)
8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga
mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
9. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai
makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi.

9
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang
bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberi
keselamatan hidup dunia akhirat.
11. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya
orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzab
yang diajarkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya, serta diperkenankan
bagi peserta didik untuk mengikuti kesenian yang baik.14

Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam,
yang merupakan kompetensi mutlak dan dibutuhkan tercapainya tujuan
pendidikan. Adapun syarat-syarat tersebut, yaitu:
1. Memiliki kcerdasan (dzaka‟); yaitu penalaran, imajinasi, wawasan (insight),
pertimbangan dan daya penyesuaian sebagai proses mental yang dilakukan
secara cepat dan tepat. Kecerdasan kemudian berkembang dalam tiga definisi,
yaitu:
1) Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
secara cepat dan efektif;
2) Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, yang meliputi
empat unsur, seperti memahami, berpendapat, mengontrol, dan
mengkritik; dan
3) Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat
sekali.

Jenis-jenis kecerdasan meliputi;


1) Kecerdasan intelektual yang menggunakan otak kiri dalam berpikir linear;
2) Kecerdasan emosional, yang menggunakan otak kanan/intuisi dalam
berpikir asosiatif;
3) Kecerdasan moral, yang menggunakan tolak ukur baik buruk dalam
bertindak;
4) Kecerdasan spiritual, yang mampu memaknai terhadap apa yang dialami
dengan mengguanakan otak unitif;
5) Kecerdasan qalbiyah atau ruhaniyah yang puncaknya pada ketakwaan diri
kepada Allah SWT.

14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Presfektif Islam, 63

10
2. Memiliki hasrat (hirsah), yaitu kemauan, gairah, moril dan motivasi yang
tinggidalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu yang
diperolehnya.
3. Bersabar dan tabah (isthibar) serta tidak mudah putus asa dalam belajar,
walaupun banyak rintangan dan hambatan, baik hambatan ekonomi,
psikologis, sosiologis, politik, bahkan administatif. Sabar adalah menahan (al-
habs) diri, atau lebih tepatnya mengendalikan diri, yaitu menhindarkan
seseorang dari perasaan resah, cemas, marah, dan kekacauan terutama dalam
proses belajar. Sabar juga meliputi menghindari maksiat, melaksanakan
perintah, dan menerima cobaan dalam proses pendidikan (QS. Ali Imran: 200).
Menurut Al-Ghazali, sabar terkait dengan dua aspek, yaitu: Pertama, fisik
(badanî), yaitu menahan diri dari kesulitan dan kelelahan badan dalam belajar.
Dalam kesabaran ini sering kali mendatangkan rasa sakit, luka dan memikul
beban yang berat; kedua, psikis (nafsi), yaitu menahan diri dari natur dan
tuntutan hawa nafsu yang mengarahkan seseorang meninggalkan
pertimbangan rasional dalam mencari ilmu.
4. Mempunyai seperangkat modal dan sarana (bulghah) yang memadai dalam
belajar. Dalam hal ini, biaya dan dana pendidikan menjadi penting, yang
digunakan untuk kepentingan honor pendidik, membeli buku dan peralatan
sekolah, dan biaya pengembangan pendidikan secara luas. Secara spiritual,
inilah investasi yang hakiki dan abadi yang dapat dinikmati untuk jangka
panjang dan masa depan di akhirat
5. Adanya petunjuk pendidik (irsyad ustadz), sehingga tidak terjadi salah
pengertian (misunderstanding) terhadap apa yang dipelajari. Dalam belajar,
seseorang dapat melakukan metode autodidak, yaitu belajar secara mandiri
tanpa bantuan siapa pun. Sekalipun demikian, pendidikan masih tetap berperan
pada peserta didik dalam menunjukkan bagaimana metode belajar yang efektif
berdasarkan pengalaman sebagai seorang dewasa, serta yang terpenting,
pendidik sebagai sosok yang perilakunya sebagai suri tauladan bagi peserta
didik. Dalam banyak hal, interaksi pendidikan tidak dapat digantikan dengan
membaca, melihat dan mendengar jarak jauh, tetapi dibutuhkan face to face

11
antara kedua belah pihak yang didasarkan atas suasana psikologis penuh
empati, simpati, atensi, kehangatan, dan kewibawaan.15
6. Masa yang panjang (thuwl al-zaman), yaitu belajar tiada henti dalam mencari
ilmu (no limits to study) sampai pada akhir hayat, minal mahdi ila lahdi (dari
buaian sampai liang lahat). Syarat ini berimplikasikan bahwa belajar tidak
hanya di bangku kelas atau kuliah, tetapi semua tempat yang menyediakan
informasi tentang pengembangan kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan
adalah termasuk juga lembaga pendidikan.

D. Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik


1. Kebutuhan Fisik Fisik seorang anak didik selalu mengalami pertumbuhan
yang cukup pesat. Proses pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan:
a. Peserta didik pada usia 0-7 tahun, pada masa ini peserta didik masih
mengalami masa kanak-kanak
b. Peserta didik pada usia 7-14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik
tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan peralihan
pendidikan formal.
c. Peserta didik pada usia 14-21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai
mengalami masa pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.16

2. Kebutuhan Sosial Adalah kebutuhan yang berhubungan langsung dengan


masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat
lingkungan. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi dari
dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpinnya. Kebutuhan ini
perlu agar peserta didik dapat memperoleh kebutuhan ini perlu agar peserta
didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam pendidikan.
3. Kebutuhan untuk Mendapatkan Status Dalam proses kebutuan ini biasanaya
seorang peseta didik ingin menjadi orang yang dapat dibanggakan atau dapat
menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat berbaur secara
sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat
4. Kebutuhan Mandiri Kebutuhan mandiri ini pada dasarnya memiliki tujuan
utama yaitu untuk menghindarkan sifat pemberontak pada diri peserta didik,

15
al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam…… hal. 49
16
Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penj: Bahrun Abu Bakar ihsan Zubaidi,
(Bandung : Irsyad Baitus Salam,2008), 28

12
serta menghilangkan rasa tidak puas akan kepercayaan dari orang tua atau
pendidik karena ketika seorang peserta didik terlalu mendapat kekangan akan
sangat menghambat daya kreativitas dan kepercayaan diri untuk berkembang
5. Kebutuhan untuk berprestasi
6. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
7. Kebutuhan untuk curhat
8. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup.17

Peserta didik memiliki beberapa dimensi penting yang mempengaruhi akan


perkembangan peserta didik, dimensi ini harus diperhatikan secara baik oleh
pendidik dalam rangka mencetak peserta didik yang berakhlak mulia dan dapat
disebut insan kamildimensi fisik (jasmani), akal, keberagamaan, akhlak, rohani
(kejiwaan), seni (keindahan), sosial. Di dalam proses pendidikan seorang peserta
didik yang berpotensi adalah objek atau tujuan dari sebuah sistem pendidikan
yang secara langsung berperan sebagai subjek atau individu yang perlu mendapat
pengakuan dari lingkungan sesuai dengan keberadaan individu itu sendiri.
Sehingga dengan pengakuan tersebut seorang peserta didik akan mengenal
lingkungan dan mampu berkembang dan membentuk kepribadian sesuai dengan
lingkungan yang dipilihnya dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya
pada lingkungan tersebut. Adapun hal-hal yang harus dipahami adalah:
kebutuhannya, dimensi-dimensinya, intelegensinya, kepribadiannya.18

17
Ibid., 30.
18
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),Cet.2, 53.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menjelaskan beberapa penjelasan tentang peserta didik maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan
dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan
fitrahnya. Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya
dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus
diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara
melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar
mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai
orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan
pengarahan.
Di dalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah
objek atau tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan
sebagai subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan
sesuai dengan keberadaan individu itu sendiri

B. Saran
Untuk para peserta didik hendaknya tidak berhenti menuntut ilmu selagi masih
mampu, sebab menuntut ilmu adalah hal yang mulia. Dan amalkanlah ilmu mu
supaya bermanfaat untuk orang lain.

14
DAFTAR RUJUKAN

Ilmu Pendidikan Islam LPPPI (http://repository.uinsu.ac.id/2839/1/Ilmu%20


Pendidikan%20Islam.pdf)
Ahmadi, Abu. dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Ardy, Novan Wiyani. dkk. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Ar-Ruzz Media
Arief,Armai. 2002. Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta:Ciputat Press.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Presfektif Islam, 63
al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam…… hal. 49
Abdul Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah : Bahrun Abu Bakar
Ihsan Zubaidi, (Bandung : Irsyad Baitus salam, 2008)
https://media.neliti.com/media/publications/319701-teori-dan-konsep-peserta-
didik-menurut-a-f0286fe7.pdf
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),Cet.2, 53.

15

Anda mungkin juga menyukai