Anda di halaman 1dari 27

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.

Si, MH
Dosen Pengampuh Mata Kuliah :

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


MAKALAH: “DASAR PEMIKIRAN PENDIDIKAN PANCASILA”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KELAS 1/B ARSITEKTUR
AWAL PRATAMA (60100121028)
WAHYUDDIN (60100121027)
NURUL FADITA RAHMANIA (60100121026)

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


SAINS DAN TEKNOLOGI
TEKNIK ARSITEKTUR
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.SI, MH.

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan

untuk dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul “DASAR PEMIKIRAN

PENDIDIKAN PANCASILA” ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tanpa

adanya berkat dan rahmat Allah SWT. tidak mungkin rasanya dapat menyelesaikan

makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas Mata

Kuliah pendidikan pacansila dan kewarganegaraan yang diampu oleh Bapak DR.
H.HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH. Penulis mengucapkan terima kasih

atas bimbingan dan saran beliau, penulis dapat menyelesaikan makala ini.

Dalam makalah ini kami memaparkan peran pendidikan antikorupsi di

Indonesia dalam rangka membangun bangsa Indonesia menjadi lebih maju dari segi

kebudayaandan teknologi. keberagaman di Indonesia adalah anugerah yang luar

biasa, dengan adanya keberagaman itu kita sepatutnya berjuang bersama

menjadikan bangsa Indonesia menjadi lebih baik kedepannya

Kami dengan penuh kesadaran, menyadari bahwa makalah ini masih sangat

jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kritik dan saran sebagai masukan bagi kami

kedepan dalam pembuatan makalah sangatlah berarti. Akhir kata penulis

mengucapkan mohon maaf bila ada kata-kata dalam penyampaian yang kurang

berkenan. Sekian dan terima kasih.

Samata, 27 Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................5

B. Rumusan Masalah..................................................................................5

C. Tujuan ...................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila..............................................................................6

B. Pengertian Pendidikan pancasila...........................................................8

C. Alasan Mengapa Pancasila Harus Dipelajari Oleh Setiap Anak Bangsa

Indonesia ..............................................................................................13

D. Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila .....................................17

E. Konsep Dan Urgensi Pendidikan Pancasila..........................................21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................26

B. Saran...................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada umumnya membutuhkan pendidikan, terutama untuk negara yang

memiliki berbagai macam suku, bahasa, adat dan kebiasaan salah satunya Indonesia

yang memiliki bergitu banyak suku adat dan istiadat. Walaupun Indonesia mencakup

bermacam macam suku, mereka dengan mudah dapat bersatu bermodalkan dasar dasar

pancasila sebagai panutan untuk membangun bangsa Indonesia yang maju dan damai.

Maka dari itu sebuah pendidikan sangat diperlukan untuk mengetahui segala hal

yang harus dilakukan dan mana yang pantas ditinggalkan apa lagi kita sebagai

mahasiswa perlu mengetahui dan memahami makna dari ideologi bangsa. Hal tersebut

berarti bahwa pendidikan pancasila diharapkan dapat menjadi ruh dalam jati diri

penerus bangsa terutama untuk para mahasiswa agar kedepannya dapat membangun

bangsa yang lebih maju lagi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pancasila ?

2. Apa itu pendidikan pancasila ?

3. Mengapa pendidikan pancasila itu perlu ?

4. Apa yang menjadi dasar pemikiran pendidikan pancasila ?

5. Konsep dan urgensi pendidikan pancasila ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa itu pancasila.

2. Menambah wawasan tentang pendidikan pancasila.

3. Memahami betapa pentingnya penerapkan kehidupan berbangsa dan

bernegara yang berlandaskan pancasila.

4. Mengetahui apa dasar pemikiran pendidikan pancasila.


5. Mengetahui konsep dan urgensi pendidikan pancasila .

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila

Nama pancasila terdiri dari dua nama sansekerta, yaitu dari kata

Panca dan sila. Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas, dimana

pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan

bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Ir.Soekarno pancasila merupakan isi jiwa bangsa Indonesia


yang turun-menurun berabad-abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan

barat. Dengan demikian, Pancasila bukan hanya sebagai falsafah negara,

namun lebih luas lagi, yaitu falsafah bagi bangsa Indonesia.

Menurut Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kata panca yang

berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar atau pengaturan tingkah laku

yang penting dan baik. Dengan demikian pancasila merupakan lima dasar yang

berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.

Sedangkan, menurut Notonegoro pancasila merupakan dasar falsafah

dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa

Indonesia sebagai pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai

pertahanan bangsa dan negara Indonesia.

Sesuai dengan pengertiannya bahwa pancasila adalah lima sila yang

menjadi dasar negara, yaitu :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Bintang emas merupakan simbol sila pertama dalam pancasila yang berbunyi

“Ketuhanan Yang Maha Esa”. lambang bintang tersebut memiliki makna

sebagai sebuah cahaya, yaitu yang di pancarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa
kepada umat manusia. Adapun latar belakang hitam pada lambang bintang

6
emas tersebut menggambarkan warna alam, berkah dari Tuhan yang menjadi

sumber segalanya di muka bumi ini.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradap

Rantai emas merupakan lambang dari sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan

Yang Adil Dan Beradap”. Mata rantai dalam symbol tersebut berbentuk persegi

dan lingkaran yang saling mengaitkan. Mata rantai berbentuk persegi empat

merupakan lambang laki-laki, sedangkan mata rantai lingkaran

menggambarkan perempuan. Kemudian mata rantai yang saling mengaitkan

melambangkan hubungan timbal balik antarumat manusia, baik laki-laki

maupun perempuan.

3. Persatuan Indonesia

Pohon beringin merupakan simbol sila ketiga yang berbunyi "Persatuan

Indonesia". Pohon beringin dengan akar yang menjulur ke bawah diartikan

sebagai tempat berteduh. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara diibaratkan

sebagai peneduh bangsa Indonesia untuk berlindung dan merasa aman. Pohon

beringin juga memiliki akar tunggang yang kuat, menggambarkan persatuan

bangsa Indonesia. Sementara, sulur-sulur pada pohon beringin melambangkan

suku, keturunan, dan agama yang berbeda-beda di Indonesia. Meski berbeda-

beda, mereka tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia di bawah lambang

Pancasila.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan

Kepala banteng merupakan simbol sila keempat Pancasila yang berbunyi

"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan". Banteng diartikan sebagai hewan sosial yang

7
suka berkumpul dan bergerombol. Saat banteng berkumpul, menjadi lebih kuat

dan sulit diserang lawan. Jadi, lambang kepala banteng tersebut

menggambarkan budaya bangsa Indonesia yang senang berkumpul, berdiskusi,

dan bermufakat. Kepala banteng menjadi perumpamaan manusia dalam

mengambil keputusan, yakni yang harus dilakukan secara tegas.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Padi dan Kapas merupakan simbol sila kelima atau terakhir, yang berbunyi

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Padi dan kapas

melambangkan dua hal yang dibutuhkan manusia demi bisa bertahan hidup.

Padi melambangkan ketersediaan makanan, sementara kapas ketersediaan

pakaian. Dengan adanya ketersediaan pangan dan pakaian, manusia akan bisa

bertahan dan hidup dengan nyaman.

B. Pengertian Pendidikan Pancasila

Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

tercantum pengertian pendidikan sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan pontensi dirinya

sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas,2003:20).

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses

pengembangan potensi, kemampuan, dan kepribadian peserta didik yang

dilakukan dengan usaha sadar dan terencana dengan tujuan agar dapat

bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


Selanjutnya, pengertian pendidikan pancasila tentu akan merujuk pada

8
pengertian pendidikan dan pengertian pancasila sebagaimana yang masing-

masing telah diuraikan di atas. Dalam ungkapan sederhana, pengertian

pendidikan pancasila adalah “Pendidikan tentang Pancasila”. Kalimat itulah

yang dapat kami cerna sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur.

Pendidikan tentang pancasila merupakan salah satu cara untuk menanamkan

pribadi yang bermoral dan berwawasan luas dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Oleh karena itu, pendidikan tentang pancasila perlu diberikan

disetiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga

perguruan tinggi.

Maman Rachman (1999: 324) menyatakan bahwa : Pendidikan tentang

pancasila memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian

mahasiswa di perguruan tinggi. Setelah lulus dari perguruan tinggi, diharapkan

mereka tidak sekedar berkembang daya intelektualnya saja namun juga sikap

dan perilakunya. Sikap dan perilakunya itu diharapkan menjadi dasar keilmuan

yang dimilikinya agar bermanfaat pada diri, keluarga, dan masyarakat.

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pendidik dalam hal ini

dosen tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga memberikan

pemahaman akan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sehingga

diharapkan mahasiswa memiliki kepercayaan terhadap nilai-nilai yang

terkandung dalam pancasila sehingga dapat digunakannya dalam prektek

kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan the journal

of education: “a teacher not only shows and cultivates Pancasila as a cognitive

concept and knowledge as well as a normative norm, but also builds and shows

the moral message and value as well as soul and spirit of Pancasila. As a result,

Pancasila can be personalized as the student’s value and belief system and

9
speed the motivation to bring the system into the student’s behavior in life”.

(Sunarti Rudi, 1999: 376).

Pendidikan tentang pancasila sebagai pendidikan kebangsaan

berangkat dari keyakinan bahwa pancasila sebagai dasar negara, falsafah

negara Indonesia tetap mengandung nilai dasar yang relevan dengan proses

kehidupan dan perkembangan dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila

memiliki landasan eksistensial yang kokoh, baik secara filosofis, yuridis,

maupun sosiologis.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada pasal 3 berbunyi: “…berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggungjawab” dijadikan dasar dalam

menetapkan kurikulum pendidikan di perguruan tinggi.

Mengacu pada Undang-undang tersebut maka kurikulum pendidikan


tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan

Bahasa yang kemudian diejawantahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19

tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi yang wajib memuat mata kuliah Pendidikan

Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia serta Bahasa

Inggris.

 Empat (4) Landasan Pendidikan Pancasila

1) Landasan Historis

10
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman

kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa

Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang

merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup

serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang

berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father)

dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip

(sila) dan diberi nama Pancasila. Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus

memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak

terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana

dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.

Landasan Pendidikan Pancasila Secara historis maknanya nilai-nilai yang

terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan

menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh

bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain

adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialisPancasila.

2) Landasan Kultural

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki

dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan

kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah

merupakan hasil konseptualseseorang saja melainkan merupakan suatu hasil

karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang

dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu

11
generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya

untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk

melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan

tuntutan jaman.

3) Landasan Yuridis

Landasan Pendidikan Pancasila khususnya perkuliahan Pendidikan

Pancasila di Perguruan Tinggi secara yuridis diatur dalam UU No.2 Tahun

1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum

setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila,

Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.

Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang

Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil

Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah

Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap

program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan.

Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi

mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-

rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam

pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan

menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan

luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK

Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan

berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan

harapan agarmahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati

12
nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali

perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi

persatuan bangsa.

4) Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa

Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk

secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah

sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan

kenyataan obyektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai

Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh

karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa

ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai


dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi,

politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.

C. Alasan Mengapa Pancasila Harus Dipelajari Oleh Setiap Anak Bangsa

Indonesia

Beberapa alasan itu antara lain:

1) Pancasila adalah perjanjian luhur yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia

untuk dijadikan sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, falsafah hidup bangsa

dan dasar negara Republik Indonesia. Sebagai jiwa bangsa, Pancasila melekat

pada eksistensi bangsa Indonesia.

13
2) Sebagai falsafah hidup bangsa, Pancasila bukan hanya untuk dimiliki, apalagi

sekedar dijadikan pusaka. Nilai-nilai luhur Pancasila harus dapat dihayati dan

terwujud dalam perilaku nyata setiap anak bangsa dalam kehidupan sehari-hari,

yaitu dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

3) Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar pedoman dalam kehidupan

bernegara, baik bagi pemerintah (dalam arti luas) maupun bagi setiap dan

segenap warganegara Indonesia. Jadi, warganegara yang baik adalah

warganegara yang mentaati segala peraturan yang didasarkan kepada nilai-nilai


Pancasila, yang tidak menyimpang apalagi bertentangan dengan Pancasila.

4) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang pluralistik, yang ber-

bhinneka tunggal ika. Dalam perjalanan sejarah dan gerak kehidupan bangsa

Indonesia telah terbukti bahwa Pancasila cocok sebagai falsafah pemersatu

bangsa. Sangat disadari bahwa bangsa majemuk itu sangat potensial untuk

bertumbuhnya benih konflik dan dis-integrasi, sehingga sangat diperlukan

adanya falsafah pemersatu yang bisa diterima oleh segenap komponen

kemajemukan bangsa.

5) Ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang Pancasila perlu dipelajari

oleh setiap anak bangsa untuk dapat mewarisi dan menjaga kelestariannya.

Setiap generasi penerus harus mampu mewarisi ilmu dan pemahaman itu dari

generasi pendahulunya.

Dengan demikian, maka dapat pula dijelaskan bahwa yang menjadi tujuan

setiap anak bangsa Indonesia ini mempelajari Pancasila adalah:

1) Untuk mengenal Pancasila

14
Tujuan pada tahapan dan tingkatan terendah adalah dimulai dari mengenal apa

itu Pancasila. Pada tingkatan ini setidak-tidaknya setiap anak bangsa sudah

mulai mengetahui bahwa Pancasila itu ada, dan Pancasila itu bukan nama bagi

makanan atau nama orang atau nama binatang purba atau nama lainnya,

melainkan Pancasila adalah nama bagi falsafah atau pandangan hidup bangsa

dan dasar negara kita, Indonesia.

2) Untuk memahami Pancasila

Pada tahapan berikutnya, mempelajari Pancasila adalah untuk memahaminya

secara benar dan sedalam-dalamnya. Sampai seberapa dalam pemahamannya

tentu berbeda-beda pada masing-masing anak bangsa, tergantung banyak

faktor penyebabnya. Tetapi yang pasti, setiap pemahaman yang terjadi akan

melahirkan satu dari dua kemungkinan kesimpulan.

Pertama, kesimpulan yang positif, yang menilai bahwa Pancasila itu baik,

cocok dan karena itu diperlukan. Kesimpulan ini membawa kepada proses

penerimaan yang positif pula, yaitu menerima Pancasila secara ikhlas, tegas,
dan penuh kesadaran.

Kedua, kesimpulan yang negatif, yang menilai bahwa Pancasila itu tidak ada

manfaatnya, tidak cocok dan karena itu tidak diperlukan. Kesimpulan ini

berpotensi membawa kepada proses penolakan atau penerimaan yang negatif,

yaitu menerima Pancasila karena terpaksa, ragu-ragu, atau sekedar sebuah

siasat atau strategi. Misal, dalam sejarah bangsa tercatat, partai komunis yang

semula nampaknya menerima Pancasila kemudian terbukti bahwa

penerimaannya itu tidaklah ikhlas, bahkan kemudian mencoba mengganti

Pancasila dengan ideologi lain, yaitu komunisme dan untuk dapat meningkat

15
kepada tahapan berikutnya, maka syaratnya, penerimaannya itu haruslah

penerimaan yang positif.

3) Untuk menghayati Pancasila

Menghayati atau menjiwai adalah memasukkan kedalam jiwa. Dengan

penerimaan yang positif akan memungkinkan terjadinya proses internalisasi,

proses mendarah-dagingkan nilai-nilai luhur Pancasila kedalam diri pribadi

masing-masing individu anak bangsa, sehingga akan mewarnai kepribadian

dan sikap perilakunya.

4) Untuk mengamalkan Pancasila

Nilai-nilai luhur Pancasila itu tentu sia-sia dan tidak ada manfaatnya jika tidak

diamalkan. Pada tahapan ini tujuan mempelajari Pancasila tidak hanya berhenti

pada sekedar memahami, tetapi bagaimana nilai-nilai yang sudah difahami

secara benar dan dihayati dengan keikhlasan itu dapat terwujud secara nyata

dalam bentuk amal atau perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

5) Untuk melestarikan Pancasila

Jika Pancasila sudah mampu diamalkan dan merasakan manfaat darinya, maka

akan tumbuh kesadaran untuk menjaga agar Pancasila itu dapat terus

dilestarikan, terus dapat dimiliki, dihayati, dan diamalkan.

Proses pelestarian ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan

menjaga agar Pancasila tidak dirongrong, tidak diselewengkan, bahkan agar

Pancasila tidak diganti dengan ideologi lain. Kedua, dengan mewariskan nilai-

nilai luhur Pancasila itu kepada generasi muda penerus estafeta kehidupan

16
bangsa, utamanya melalui proses pendidikan, baik pendidikan informal,

formal, maupun pendidikan non-formal.

D. Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Pancasila

1. Dasar Filosofis

Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua,

dunia dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi

komunisme.

Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi


kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham

sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan

masyarakat di atas kepentingan individual.

Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda.

Faham individualisme melahirkan negara-negara kapitalis yang mendewakan

kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan

superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan

keuntungan yang maksimal. Sementara faham kolektivisme melahirkan


negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan untuk melindungi

kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.

Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang

dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik

Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi

dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische

grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila.

Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai

penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang

bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan

17
masyarakat diakui secara proporsional. Rumusan tentang Pancasila tidak

muncul dari sekedar pikiran logis-rasional, tetapi digali dari akar budaya

masyarakat bangsa Indonesia sendiri.

Maka Bung Karno hanya mengaku diri sebagai penggali Pancasila, karena

nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila itu diambil dari nilai-nilai yang

sejak lama hadir dalam masyarakat Nusantara.

Oleh karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat

(philosophische grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri

bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa

Indonesia yang sesungguhnya.

Dengan demikian nilai-nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa,

yang menjadikan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain.

Pendidikan Pancasila perlu karena dengan cara itulah karakter bangsa dapat

lestari, terpelihara dari ancaman gelombang globalisasi yang semakin besar.

2. Dasar Sosiologis

Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku

bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah

mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada

dalam masyarakat Indonesia.

Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat

setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma

atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan

traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau

kesepahaman, dan konvensi. Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa

Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh

18
perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima sebagai ideologi

pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan

atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai

Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali.

Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu,

maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1

Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian

Pancasila.

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi

pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan

dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa.

Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses

pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila

tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.

3. Dasar Yuridis

Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia

yang berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI

Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai

Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali

Kepada Undang-Undang Dasar NNegara REpublik Indonesia Tahun 1945.

Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD

NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila

yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-

19
sosiologis berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks

politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia.

Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun

1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah,

kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat. Nilai-nilai Pancasila

dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai

praksis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai

Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,

dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai dasar

tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945,

bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.

Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya

adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada

Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat

peraturan perundangundangan tersebut dikenal sebagai nilai instrumental

Pancasila. Jadi nilai instrumental harus merupakan penjelasan dari nilai dasar;

dengan kata lain, semua perangkat perundang-undangan haruslah merupakan

penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan

batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di

lembagalembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga

daerah adalah orangorang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar

Pancasila menjadi nilai-nilai instrumental.

20
Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan, pengertian

dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik

terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila.

Sebab jika tidak, mereka akan melahirkan nilai-nilai instrumental yang

menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila. Jika seluruh warga bangsa taat

asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada semua peraturan perundang-

undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar Pancasila,

maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah wujud pada amaliyah setiap

warga.

Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat strategis disemaikan pada

semua warga negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya, termasuk

pada para penyusun peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan, jika Pancasila

disebarluaskan secara massif antara lain melalui pendidikan, baik pendidikan

formal maupun nonformal.

Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting

lagi karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan

intelektual-intelektual muda yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan

pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan

badan-badan negara, lembagalembaga daerah, lembaga-lembaga infrastruktur

politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya.

E. Konsep dan Urgensi Pendidikan Pancasila

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan

bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan

dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini

21
mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai

contoh:

1) Percaya kepada Tuhan dan toleran,

2) Gotong royong,

3) Musyawarah,

4) Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.

Manifestasi prinsip gotong royong dan solidaritas secara konkret dapat

dibuktikan dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara atau

wajib pajak. Alasannya jelas bahwa gotong royong didasarkan atas semangat

kebersamaan yang terwujud dalam semboyan filosofi hidup bangsa Indonesia

“berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Konsekuensinya, pihak yang

mampu harus mendukung pihak yang kurang mampu, dengan menempatkan

posisi pemerintah sebagai mediator untuk menjembatani kesenjangan. Pajak

menjadi solusi untuk kesenjangan tersebut. Nilai-nilai Pancasila berdasarkan

teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa materialis, kausa

formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan penyebab lahirnya negara

kebangsaan Republik Indonesia, maka penyimpangan terhadap nilai-nilai

Pancasila dapat berakibat terancamnya kelangsungan negara.

Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia, memperlihatkan telah

tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Oleh karena itu, perlu diungkap berbagai permasalahan di

negeri tercinta ini yang menunjukkan pentingnya mata kuliah pendidikan

Pancasila.

1. Masalah Kesadaran Perpajakan Kesadaran perpajakan menjadi permasalahan

utama bangsa, karena uang dari pajak menjadi tulang punggung pembiayaan

pembangunan. APBN 2016, sebesar 74,6 % penerimaan negara berasal dari

22
pajak. Masalah yang muncul adalah masih banyak Wajib Pajak Perorangan

maupun badan (lembaga/instansi/perusahaan/dan lain-lain) yang masih belum

sadar dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Laporan yang disampaikan

masih belum sesuai dengan harta dan penghasilan yang sebenarnya dimiliki,

bahkan banyak kekayaannya yang disembunyikan. Masih banyak warga negara

yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, tidak membayar pajak tetapi ikut

menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.

2. Masalah Korupsi Masalah korupsi sampai sekarang masih banyak terjadi, baik

di pusat maupun di daerah. Transparency Internasional (TI) merilis situasi

korupsi di 188 negara untuk tahun 2015. Berdasarkan data dari TI tersebut,

Indonesia masih menduduki peringkat 88 dalam urutan negara paling korup di

dunia.

3. Masalah Lingkungan Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia. Namun

dewasa ini, citra tersebut perlahan mulai luntur seiring dengan banyaknya

kasus pembakaran hutan, perambahan hutan menjadi lahan pertanian, dan yang

paling santer dibicarakan, yaitu beralihnya hutan Indonesia menjadi

perkebunan. Selain masalah hutan, masalah keseharian yang dihadapi

masyarakat Indonesia saat ini adalah sampah, pembangunan yang tidak

memperhatikan ANDAL dan AMDAL, polusi yang diakibatkan pabrik dan

kendaraan yang semakin banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran

masyarakat terhadap kelestarian lingkungan masih perlu ditingkatkan.

Peningkatan kesadaran lingkungan tersebut juga merupakan perhatian

pendidikan Pancasila.

4. Masalah Disintegrasi Bangsa Demokratisasi mengalir dengan deras menyusul

terjadinya reformasi di Indonesia. Disamping menghasilkan perbaikan-

perbaikan dalam tatanan Negara Republik Indonesia, reformasi juga

23
menghasilkan dampak negatif, antara lain terkikisnya rasa kesatuan dan

persatuan bangsa. Sebagai contoh acapkali mengemuka dalam wacana publik

bahwa ada segelintir elit politik di daerah yang memiliki pemahaman yang

sempit tentang otonomi daerah. Mereka terkadang memahami otonomi daerah

sebagai bentuk keleluasaan pemerintah daerah untuk membentuk kerajaan-

kerajaan kecil. Implikasinya mereka menghendaki daerahnya diistimewakan

dengan berbagai alasan. Bukan itu saja, fenomena primordialisme pun

terkadang muncul dalam kehidupan masyarakat. Beberapa kali Anda

menyaksikan di berbagai media massa yang memberitakan elemen masyarakat

tertentu memaksakan kehendaknya dengan cara kekerasan kepada elemen

masyarakat lainnya. Berdasarkan laporan hasil survei Badan Pusat Statistik di

181 Kabupaten/Kota, 34 Provinsi dengan melibatkan 12.056 responden

sebanyak 89,4 % menyatakan penyebab permasalahan dan konflik sosial yang

terjadi tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai

Pancasila (Dailami, 2014:3).

5. Masalah Dekadensi Moral Dewasa ini, fenomena materialisme, pragmatisme,

dan hedonisme makin menggejala dalam kehidupan bermasyarakat. Paham-

paham tersebut mengikis moralitas dan akhlak masyarakat, khususnya generasi

muda. Fenomena dekadensi moral tersebut terekspresikan dan tersosialisasikan

lewat tayangan berbagai media massa. Perhatikan tontonan-tontonan yang

disuguhkan dalam media siaran dewasa ini. Begitu banyak tontonan yang

bukan hanya mengajarkan kekerasan, melainkan juga perilaku tidak bermoral

seperti pengkhianatan dan perilaku pergaulan bebas. Bahkan, perilaku

kekerasan juga acapkali disuguhkan dalam sinetron-sinetron yang notabene

menjadi tontonan keluarga. Sungguh ironis, tayangan yang memperlihatkan

perilaku kurang terpuji justru menjadi tontonan yang paling disenangi.

24
Hasilnya sudah dapat ditebak, perilaku menyimpang di kalangan remaja

semakin meningkat.

6. Masalah Narkoba Dilihat dari segi letak geografis, Indonesia merupakan

negara yang strategis. Namun, letak strategis tersebut tidak hanya memiliki

dampak positif, tetapi juga memiliki dampak negatif. Sebagai contoh, dampak

negatif dari letak geografis, dilihat dari kacamata bandar narkoba, Indonesia

strategis dalam hal pemasaran obat-obatan terlarang. Tidak sedikit bandar

narkoba warga negara asing yang tertangkap membawa zat terlarang ke negeri

ini. Namun sayangnya, sanksi yang diberikan terkesan kurang tegas sehingga

tidak menimbulkan efek jera. Akibatnya, banyak generasi muda yang masa

depannya suram karena kecanduan narkoba. Berdasarkan data yang dirilis

Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) tahun 2013, POLRI mengklaim telah

menangani 32.470 kasus narkoba, baik narkoba yang berjenis narkotika,

narkoba berjenis psikotropika maupun narkoba jenis bahan berbahaya lainnya.

Angka ini meningkat sebanyak 5.909 kasus dari tahun sebelumnya. Pasalnya,

pada tahun 2012 lalu, kasus narkoba yang ditangani oleh POLRI hanya

sebanyak 26.561kasusnarkoba.

7. Masalah bertegak hukumdan keadilan, Salah satu tujuan dari gerakan

reformasi adalah mereformasi sistem hukum dan sekaligus meningkatkan

kualitas penegakan hukum. Memang banyak faktor yang berpengaruh terhadap

efektivitas penegakan hukum, tetapi faktor dominan dalam penegakan hukum

adalah faktor manusianya. Konkretnya penegakan hukum ditentukan oleh

kesadaran hukum masyarakat dan profesionalitas aparatur penegak hukum.

Inilah salah satu urgensi mata kuliah pendidikan Pancasila, yaitu meningkatkan

kesadaran hukum para mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasakan pembahasan materi yang ada di atas dapat disumpulkan

bahwa pancasila berasal dari bahasa sansakerta yang dimana terdiri dari lima

sila yang menjadi landasan pemikiran bangsa Indonesia. Sehingga, sangat

penting bagi masyarakat Indonesia terutama bagi penerus bangsa Indonesia

mendapatkan pendidikan pancasila demi terwujudnya bangsa dan negara yang


lebih maju. Pancasila sebagai ideologi bangsa meiliki landasan pemikiran yaitu

dasar filosofis, sosilogis, dan yuridis.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu kami senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan

arahan serta kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan karya

kami berikutnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bola.com/ragam/read/4422173/pengertian-pancasila-ketahui-tujuan-

dan-makna-masing-masing-lambangnya

Lecturer Weblog | Universitas Negeri Padang (unp.ac.id)

Dasar dan Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi | TipsSerbaSerbi

MATERI PENDIDIKAN PANCASILA- DASAR DASAR PENDIDIKAN

PANCASILA (materihukumweb.eu.org)

PANCASILA: Alasan dan Tujuan Mempelajari Pancasila (5sila.blogspot.com)

27

Anda mungkin juga menyukai